Anda di halaman 1dari 6

Pembahasan

Kebijakan vaksinasi bagi masyarakat di Indonsia menimbulkan perilaku


sosial baru yang terjadi sebagai bentuk respons dari masyarakat terhadap kebijaka
ini. Paradigma perilaku sosial melihat perilaku manusia dalam interaksi sosial
sebagai respons atau tanggapan (reaksi mekanis yang bersifat otomatis) dari
sejumlah stimulus atau rangsangan yang muncul dalam interaksi tersebut. Reaksi
mekanis dan otomatis seperti itu kerap terjadi di dalam interaksi antar
individu1. Perilaku sosial ini tidak hanya terjadi secara nyata di dunia nyata,
namun juga secara nyata di dunia maya. Media sosial merupakan ruang interaksi
yang digunakan oleh masyarakat Indonesia selama pandemi untuk berinteraksi,
merespons isu atau peristiwa yang sedang terjadi.

Program vaksinasi pemerintah memunculkan polarisasi perilaku sosial


yang tumbuh dalam masyarakat. Masyarakat terbagi menjadi masyarakat yang
setuju dengan ada nya penerapan vaksinasi bagi masyarakat, namun juga terdapat
masyarakat yang tidak setuju atau menolak dengan hal tersebut. Hal ini dapat
dilihat dari Survei Penerimaan Vaksin April-Mei 2021 yang disampaikan oleh
Juru Bicara Vaksinasi Covid 19 Kemnterian Kesehatan, Nadia Tarmizi yang
dihimpun dalam detik.com menjelaskan bahwa terdapat 67% masyarakat yang
meyakini Covid 19 dapat dicegah melalui vaksin, sedangkan 33% persen belum
yakin bahkan menolak vaksin dalam upaya pencegahan Covid 192. Survei tersebut
menunjukkan masih terdapat kelompok besar masyarakat yang masih belum
menerima adanya program vaksinasi untuk mencegah Covid 19.

A. Presepsi Masyarakat yang Menolak Program Vaksinasi


Program Vaksinasi di Indonesia dihadapkan pada tantangan yang timbul
dari perilaku sosial yang tumbuh dalam masyarakat yang menolak vaksin. Hal ini
terjadi dari fase pertama pemberian vaksin yang di distribusikan kepada
masyarakat, sejumlah masyarakat banyak yang menyuarakan penolakan. Mulai
dari masyarakat biasa hingga wakil rakyat yang dilakukan oleh anggota DPR
Ribka Tjiptaning dalam forum resmi legislatif menyatakan menolak menerima

1
K.J. Veeger, 1985, Realitas Sosial Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu-masyarakat
dalam cakrawala sejarah sosiologi, (Jakarta : PT Gramedia Jakarta), hal. 66
2
Lusiana Mustinda, 12 Juli 2021, Survei Vaksin COVID-19 di Indonesia, 67% Yakin dan 33 %
Menolak, detik.com, diakses melalui https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5640755/survei-
vaksin-covid-19-di-indonesia-67-yakin-dan-33--menolak pada tanggal 29 September 2021
vaksin dan juga gerakan penolakan vaksin di medai sosial seperti Twitter terdapat
ribuan unggahan di Twitter yang bernada penolakan terhadap vaksin3.
Keraguan yang muncul di dalam masyarakat terhadap vaksin didasar pada
alasan keamanan, kesehatan dan religiutas. Survei yang dilakukan oleh
Kementerian Kesehatan, ITAGI, UNICEF, dan WHO menunjukkan alasan
penolakan masyarakat terhadap vaksin COVID-19 paling umum adalah terkait
dengan keamanan vaksin (30%); keraguan terhadap efektifitas vaksin (22%);
ketidakpercayaan terhadap vaksin (13%); kekhawatiran adanya efek samping
seperti demam dan nyeri (12%); dan alasan keagamaan (8%) 4. Pada hasil survei
tersebut juga menjelaskan keraguan muncul dari responden meliputi takut jarum
suntik dan yang pernah mengalami efek samping setelah diimunisasi,
mempertanyakan proses uji klinis vaksin dan keamanannya, serta banyak
responden yang menganggap mendalami spiritualitas adalah cara menjaga
kesehatan dan menghadapi penyakit.
Selain itu, Informasi media sosial sangat berpengatuh terhadap
pembentukam presespsi masyarakat terhadap penerimaan program vaksin. Jika
melihat penelitian yang dilakukan Center for Digital Society (CfDS) Fisipol
Universitas Gadjah Mada dalam menalaah persepsi masyarakat keterkaitan
pandangan mereka terhadap Covid-19 dan sumber informasi yang beredar. Dari
hasil penetian mereka mendapati 49,9% responden menolak untuk menjadi
penerima vaksin dan 81,5% diantaranya bersinggungan dengan postingan di
media sosial yang memuat teori konspirasi5. Postingan yang mengandung
informasi seperti vaksin Covid 19 berisi microchip yang ditanamkan di tubuh
manusia dan kesembuhan dari Covid 19 bisa dengan kalung anti Covid 19 masih
dikonsumsi secara utuh di masyarakat. Sehingga dari survei tersebut dapat dilihat
bahwa informasi hoaks dapat membangun presepsi masyarakat dalam penerimaan
vaksin.
Berbagai presepsi masyarakat dalam penolakan vaksin menimbulkan
pertentangan antara kepatuhan hukum dan penolakan terhadap pelaksanaan
vaksinasi. Dalam teori penolakan/pembangkangan hukum yang dikemukakan oleh
3
Sidik Maulana dkk., 2021, Studi Kasus Perilaku Penolakan Vaksin Covid-19 Di Indonesia: Analisis
Penyebab Dan Strategi Intervensi Berdasarkan Perspektif Teori Planned Behavior, Jurnal Ilmiah
Kesehatan Masyarakat Vol. 6 No. 3, hal. 360-362.
4
Kementerian Kesehatan, World Health Organization, dll., 2020, Survei Penerimaan Vaksin Covid
19 di Indonesia, diakses melalui https://covid19.go.id/storage/app/media/Hasil
%20Kajian/2020/November/vaccine-acceptance-survey-id-12-11-2020final.pdf
5
Agung, 24 Maret 2021, Membaca Persepsi Masyarakat terhadap Vaksin Covid-19,
ugm.ac.id/berita, diakses melalui https://www.ugm.ac.id/id/berita/20906-membaca-persepsi-
masyarakat-terhadap-vaksin-covid-19
Thoreu bahwa sikap penolakan terhadap hukum (Civil Disobedience) merupakan
sebuah sikap yang dimiliki oleh masyarakat yang memutuskan untuk tidak mau
tunduk terhadap suatu kebijakan publik6. Pembangkangan warga terhadap hukum
ataupun kebijakan publik (Disobdence Law) biasanya dilakukan dalam bentuk
pengerahan massa untuk demonstrasi. Namun dengan kondisi pandemi Covid 19
yang sulit untuk melakukan hal tersebut, sehingga banyak masyarakat
menyuarakan atas sikap penolakan nya terhadap vaksinasi di media sosial.Hal
tersebut dapat dilihat dari cuitan di Twitter pada Maret 2020 – Februari 2001
terdapat lebih dari 18.400 cuitan di Twitter yang memuat “Tolak Vaksin” atau
“Anti Vaksin”7.

B. Kebijakan Pemerintah dalam Menekan Masyarakat yang Menolak Program


Vaksinasi
Selama satu tahun Indonesia tergerus dengan adanya pandemi Covid 19.
Vaksin merupakan salah satu cara yang paling efektif dalam menekan lajunya
penyeberan virus Covid 19. Dalam rangka pemulihan dan percepetan penangan
pandemi Covid 19, pemerintah membentu program vaksinasi Covid 19 kepada
masyarakat. Masih banyaknya persepsi masyarakat yang menolak vaksin dapat
menghambat tercapainya keadaan Herd Immunity agar terbentuknya kekebalan
kelompok terhadap virus Covid 19, serta Tren Kasus Positif yang terus
meningkat. Oleh karena itu, selain sosialisasi program vaksinasi pemerintah juga
mengeluarkan kebijakan berupa aturan hukum kepada masyarakat.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa Keijakan tanpa pemidanaan
(Non Penal Policy) dan Kebijakan menggunakan pemidaan (Penal Policy) untuk
mengontrol masyarakat dalam program vaksinasi. Kebijakan Non Penal berupa
pembatasan masyarakat yang belum melakukan vaksin dalam menggunakan
tempat dan fasilitas publik. Sebagaiman dalam Instruksi Mendagri Nomor 38
Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4,
Level 3, dan Level 2 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali yang
memberikan kewajiban bagi pengguna transportasi darat, laut, dan udara untuk
menunjukkan sertfikat vaksin sebagai syaratnya. Peraturan ini juga memberikan
perintah kepada Kepala Daerah untuk membentuk teknis dalam pembatasan
tempat publik, seperti yang terealisasi dalam Keputusan Gubernur Nomor 966
Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4

6
Yusuf Abdul Rahman, 2021, Vaksinasi Massal Covid-19 sebagai Sebuah Upaya Masyarakat dalam
Melaksanakan Kepatuhan Hukum (Obedience Law), Jurnal Khazanah Hukum Vol. 3 No.2, hal. 82
7
Agung, loc.cit
Corona Virus Disease 2019 yang menghendaki tempat publik seperti pusat
perbelanjaan (Mal), Restoran, Kegiatan peribadatan, Konstruksi Infrastruktur
Publik, dan moda transportasi untuk menunjukan sertfikat vaksin. Dalam hal ini
Pengelola tempat diharuskan bertanggungjawab untuk memastikan seluruh
pengunjung sudah tervaksinasi. Sanksi tegas diberikan jika ada tempat usaha yang
melanggar, berupa teguran tertulis, penghentian sementara kegiatan, denda
administratif, pembekuan sementara izin, dan pencabutan izin usaha.
Selain itu, terdapat juga sanksi administrasi sebagaiman di dalam Pasal
13A Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 Tentang Pengadaan
Vaksin Dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi
Corona Virus Desease 2019 (Covid 19) yaitu berupa, a. Penundaan atau
penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosisal; b. Penundaan atau
penghentian layanan administrasi pemerintah; dan/atau c. Denda.
Dalah hal kebijakan yang menggunakan pemidanaan (Penal Policy)
terdapat di Pasal 13B Peraturan Presiden No. 14 Tahun 2021 menetapkan selain
dapat dikenakan sanksi administratif, sasaran penerima vaksin Covid-19 yang
menolak untuk mengikuti vaksinasi dianggap menyebabkan terhalangnya
penanggulangan penyebaran Covid 19. Oleh karena itu dapat dikenakan sanksi
pidana menurut ketentuan pidana dalam Pasal 14 Undang-Undang No. 4 Tahun
1984 tentang Wabah Penyakit Menular yaitu:
1. Diancam pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-
tingginya 1 juta rupiah, bagi barangsiapa yang dengan sengaja menyebabkan
terhalangnya penanggulangan wabah penyakit menular dan dianggap sebagai
suatu kejahatan
2. Diancam pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan dan/atai denda setinggi-
tingginya 500 ribu rupiah, bagi barangsiapa yang karena kealpaannya
menyebabkan terhalangnya penanggulangan wabah penyakit menular dan
dianggap sebagai suatu pelanggaran
Dalam hal ini, Aturan hukum diperlukan karena hukum di pandang
sebagai alat kontrol sosial manusia atau pengendali soial. Sebagaiman salah satu
fungsi hukum yang dikemukan Roscoe Pound, yaitu hukum sebagai alat kontrol
masyarakat (law as a tool of social control). Hukum sebagai alat kontrol sosial
memberikan arti bahwa ia merupakan sesuatu yang dapat menetapkan tingkah
laku manusia, tingkah laku ini dapat didefenisikan sebagai sesuatu yang
menyimpang terhadap aturan hukum. Sebagai akibatnya, hukum dapat
memberikan sanksi atau tindakan terhadap si pelanggar 8. Hukum diperlukan untuk
menetapkan sanksi yang harus diterima oleh pelakunya. Sehingga, masyarakat
penolak vaksin dapat dikontrol melalui kebijakan pemerintah baik itu melalui
kebijakan berupa Kebijakan tanpa pemidanaan (Non Penal Policy) ataupun
Kebijakan menggunakan pemidaan (Penal Policy).

Kesimpulan
Keraguan masyarakat dalam menggunakan vaksin didasari pada alasan
didasar pada alasan keamanan, kesehatan dan religiutas. Sebagaiaman hasil survei
Kementerian Kesehatan, ITAGI, UNICEF, dan WHO menunjukkan alasan
penolakan masyarakat terhadap vaksin COVID-19 paling umum adalah terkait
dengan keamanan vaksin (30%); keraguan terhadap efektifitas vaksin (22%);
ketidakpercayaan terhadap vaksin (13%); kekhawatiran adanya efek samping
seperti demam dan nyeri (12%); dan alasan keagamaan (8%). Selain itu, pengaruh
sosial media, seperti informasi hoaks seperti vaksin terdapat microchip dan
penyembuhan vaksin dapat dilakukan hanya dengan kalung anti covid 19
membangun persepsi masyarakat untuk menolak vaksin.
Pemerintah dalam rangka percepatan penanganan pandemi mengeluarkan
kebijakan tanpa pemidanaan (Non Penal Policy) ataupun Kebijakan menggunakan
pemidaan (Penal Policy). Kebijakan tanpa pemidanaan (Non Penal Policy)
dilakukan dengan pembatasan penggunaan fasilitas publik sebagaiman yang diatur
di dalam Instruksi Mendagri Nomor 38 Tahun 2021 j.o Keputusan Gubernur
Nomor 966 Tahun 2021. Selain itu juga terdapat sanksi administratif pada Pasal
13A Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 berupa
Penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosisal,
Penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintah, Denda. Kebijakan
menggunakan pemidaan (Penal Policy) pada Pasal 13B Peraturan Presiden No. 14
Tahun 2021 j.o Pasal 14 Undang-Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular berupa pidana penjara dan denda. Aturan pemerintah ini
sebagai kontrol masyarakat (Law as Social Control) bagi para penolak vaksin
Covid 19.

DAFTAR PUSTAKA

8
Satjipto Rahardjo, 1983, Hukum Dan Perubahan Sosial (Bandung :Alumni), hal. 35
K.J. Veeger. 1985. Realitas Sosial Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan
Individu-masyarakat dalam cakrawala sejarah sosiolog. Jakarta : PT
Gramedia Jakarta.
Satjipto Rahardjo. 1983. Hukum Dan Perubahan Sosial.Bandung :Alumni.

Sidik Maulana dkk., 2021, Studi Kasus Perilaku Penolakan Vaksin Covid-19 Di
Indonesia: Analisis Penyebab Dan Strategi Intervensi Berdasarkan
Perspektif Teori Planned Behavior, Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat
Vol. 6 No. 3
Yusuf Abdul Rahman, 2021, Vaksinasi Massal Covid-19 sebagai Sebuah Upaya
Masyarakat dalam Melaksanakan Kepatuhan Hukum (Obedience Law),
Jurnal Khazanah Hukum Vol. 3 No.2
Agung, 24 Maret 2021, Membaca Persepsi Masyarakat terhadap Vaksin Covid-
19, ugm.ac.id/berita, diakses melalui
https://www.ugm.ac.id/id/berita/20906-membaca-persepsi-masyarakat-
terhadap-vaksin-covid-19

Kementerian Kesehatan, World Health Organization, dll., 2020, Survei


Penerimaan Vaksin Covid 19 di Indonesia, diakses melalui
https://covid19.go.id/storage/app/media/Hasil
%20Kajian/2020/November/vaccine-acceptance-survey-id-12-11-
2020final.pdf

Lusiana Mustinda, 12 Juli 2021, Survei Vaksin COVID-19 di Indonesia, 67%


Yakin dan 33 % Menolak, detik.com, diakses melalui
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5640755/survei-vaksin-covid-19-
di-indonesia-67-yakin-dan-33--menolak

Anda mungkin juga menyukai