Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“PERANAN WALI SONGO PADA PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM ”

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Pada Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan Nasional

Dosen Pengampu : DRS. Mochamad Triyanto, M.Pd

Di Susun Oleh : Kelompok 3


Anggota kelompok:

1. Baiq Eti Rosita Dewi (180102038)


2. Ema Huspita (180102044)
3. Jamilaini Samen (180102048)
4. Yeni Amalia Sholehah (180102069)
5. Uswatun Hasanah (180102199)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN (FIP)
UNIVERSITAS HAMZANWADI
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT. Yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga makalah dengan judul “Masuk
Dan Berkembangnya Agama Islam Serta Peran Wali Songo” ini dapat
terselesaikan dengan baik. Tak lupa pula kita haturkan sholawat serta salam
kepada junjungan alam Nabi besar Muhammd SAW. Beserta keluarga dan para
sahabat beliau yang telah membimbing umatnya dari alam kegelapan menuju
alam yang terang benderang.
Penulis sadar bahwa sebagai manusia biasa terdapat kekurangan dan
kesalahan dalam penulisan, namun dukungan, bantuan, dan bimbingan dari
berbagai pihak sehingga makalah yang membahas tentang masuk dan
berkembangnya agama islam dan peran wali songo dalam penyebaran islam di
Indonesia.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan di dalam penulisan
makalah ini yang perlu diperbaiki, maka kritik dan saran sangat diharapkan
dalam upaya penyempurnaan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan dan penyusunan
makalah ini.

Pancor, 20 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

A. Latar Belajakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3

A. Pengertian Walisongo...........................................................................3
B. Tokoh-Tokoh Walisongo......................................................................4
C. Peran Wali Songo Dalam Penyebaran Dan Perkembangan Islam Di
Indonesia...............................................................................................12
D. Strategi Dan Metode Dakwah Wali Songo...........................................13
1. Strategi Dakwah Wali Songo....................................................13
2. Metode Dakwah Wali Songo....................................................15
E. Aktivitas Dakwah Wali Songo..............................................................18

BAB III PENUTUP.........................................................................................20

A. Kesimpulan...........................................................................................20
B. Saran.....................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makalah ini berisi riwayat para penyebar agama Islam, asal-mula
kemunculan Islam di tanah Jawa menempati realitas unik sehingga pada
dasawarsa terakhir ini muncul statemen untuk menghidupkan dinamika
keagamaan dan keberagamaan masyarakat di Jawa umumnya dengan
semangat menghidupkan Islam Nusantara. Pengkultusan pola Islam yang
muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Jawa sejatinya ingin
meneguhkan eksitensi kenusantaraan Islam di Jawa bahwa Islam mulai
berkembang di Nusantara sekitar abad 13 M . Hal tersebut tak lepas dari
peran tokoh serta ulama yang hidup pada saat itu, dan diantara tokoh yang
sangat berjasa dalam proses Islamisasi di Nusantara terutama di tanah Jawa
adalah “Wali Songo”. Peran Wali Songo dalam proses Islamisasi di tanah
Jawa sangat besar. Tokoh Wali Songo yang begitu dekat dikalangan
masyarakat muslim kultural Jawa sangat mereka hormati. Hal ini karena
ajaran-ajaran dan dakwahnya yang unik serta sosoknya yang menjadi teladan
serta ramah terhadap masyarakat Jawa sehingga dengan mudah Islam
menyebar ke seluruh wilayah Nusantara.
Para Wali sama sekali tidak menggunakan kekerasan untuk
berdakwah. Mereka menempuh jalan damai, dakwah bil hal, dengan tingkah
laku dan perbuatan mereka sendiri yang sesuai denga ajaran Islam. Sehingga
tampak mutu dan ketinggian agama Islam yang sangat demokratis.Mereka
juga memanfaatkan media masyarakat pada saat itu sebagai sarana penunjang
dakwah. Mereka berusaha keras menciptakan budaya baru yang penuh
kreatifitas sehingga lahirlah aneka jenis mainan dan dolanan anak-anak yang
bernafaskan falsafah Islami, baik berupa tembang atau lagu, gending tarian
dan aneka jenis permainan lainnya.
Mereka juga menciptakan sastra Jawa yang sangat tinggi nilai estetis
dan falsafahnya, seperti Suluk, lakon Wayang Caranga Dewa Ruci, dan
beberapa karya sastra lainnya. Kisah perjuangan mereka sangat unik. Pada

1
saat berhadapan dengan rakyat jelata, rakyat awam, orang-orang sakti, para
sarjana (Brahmana dan pendeta Budha) maupun ketika berhadapan dengan
para penguasa. Keberhasilan para Wali Songo pantas kita renungkan, kita
jadikan pijakan untuk melangkah di zaman modern ini dengan tantangan
dakwah yang berbeda namun pada hakekatnya sama yaitu mengembangkan
agama islam di daerah masing-masing.
Pada era globalisasi ini, hampir semua bidang kehidupan rakyat
Indonesia yang mayoritas beragama Islam telah dirambah oleh bangsa lain,
terutama bangsa barat yang note bene bukan Islam bahkan cenderung tidak
menghiraukan norma-norma agama.Saya sengaja menyusun makalah
mengenai Wali Songo ini dengan harapan agar para orang tua, para guru,
para penulis, dan para anak-anak mempunyai wawasan lebih luas mengenai
penyebaran agama Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Wali Songo?
2. Siapa saja tokoh-tokoh Wali Songo?
3. Bagaimana peran Wali Songo dalam penyebaran dan perkembangan
Islam di Indonesia?
4. Apa saja strategi dan metode dakwah Wali Songo?
5. Apa saja aktifitas dakwah Wali Songo?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa pengertian Wali Songo?
2. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh Wali Songo?
3. Untuk mengetahui bagaimana peran Wali Songo dalam penyebaran dan
perkembangan Islam di Indonesia?
4. Untuk mengetahui apa saja strategi dan metode dakwah Wali Songo?
5. Untuk mengetahui apa saja aktifitas dakwah Wali Songo?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wali Songo
Kata “wali” menurut istilah, ialah sebutan bagi orang-orang Islam
yang dianggap keramat, penyebar agama Islam, mereka dianggap “kekasih
Allah”, orang-orang yang dekat dengan Allah, dikaruniai tenaga gaib,
mempunyai kekuatan-kekuatan batin yang sangat berlebih, mempunyai ilmu
yang sangat tinggi, dan sakti berjaya-kewijayaan (Effendy Zarkasi, 1977: 52).
Sebagian penulis berpendapat bahwa istilah Wali Songo berasal dari
bahasa Arab , yaitu wali dan tsana’(mulia), sehingga berarti para wali yang
mulia. Sebagian lagi berpendapat istilah Wali Songo berasal dari bahasa
Jawa, yaitu wali dan sana (baca: sono), yaitu tempat. Ada pula yang
menyebut dengan Wali Songo berarti sembilan wali atau bahkan ada yang
menyatakan Wali Sangha.
Dari berbagai pendapat tersebut, yang paling kuat adalah berdasarkan
istilah dan fakta sejarah, yaitu bahwa Wali Songo adalah sebuah dewan
dakwah, dewan mubaligh, organisasi ulama dalam bentuk lembaga dakwah
para wali yang berjumlah sembilan. Setiap ada yang wafat atau meninggalkan
Jawa maka diangkat wali lain sebagai penggantinya sehingga tetap berjumlah
sembilan.Para Wali Songo adalah pembaharu masyarakat pada masanya.
Pengaruh mereka terasa dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru
masyarakat jawa mulai dari perniagaan, pelayaran dan perikanan, bercocok
tanam dan persawahan, pengobatan, kebudayaan, kesenian, pendidikan,
kemasyarakatan, hingga kedalam masalah aqidah, politik, militer, hukum, dan
pemerintahan dikerajaan-kerajaan Islam.
Konsep Wali Songo dalam kosmologi Islam, sumber utamanya dapat
dilacak pada konsep kewalian yang secara umum oleh kalangan penganut
sufisme diyakini meliputi Sembilan tingkat kewalian. Syaikh al-Akbar
Muhyidin Ibnu Alfaraby dalam kitab futuhiyat al-makiyah memaparkan
tentang Sembilan tingkatan wali dengan tugas masing-masing sesuai
kewilayahan. Kesembilan tingkatan kewalian itu: 1. Wali Aqhtab atau wali

3
quthub, yaitu pemimpin dan penguasa para wali diseluruh alam semesta; 2.
Wali aimmah, pembantu wali aqhtab dan menggantikan wali aqhtab jika
wafat; 3. Wali Autad, yaitu wali penjaga empat penjuru mata angin; 4. Wali
Abdal, yaitu wali penjaga tujuh musim; 5. Wali Nuqaba, yaitu wali penjaga
hukum syariat; 6. Wali Nujaba, yaitu yang setiap masa berjumlah delapan
orang; 7. Wali Hawariyun, yaitu wali pembela kebenaran agama, baik
pembelaan dalam bentuk argumentasi maupun senjata; 8. Wali Rajabiyyun,
yaitu wali yang karomahnya muncul disetiap bulan rajab; 9. Wali Khatam,
yaitu wali yang menguasai dan mengurus wilayah kekuasaan umat Islam.14
Menurut cerita rakyat dan pandangan umum berlaku dalam sastra jawa, Islam
datang dan menyebar di Jawa adalah berkat jasa Sembilan pendakwah yang
tergabung dalam suatu dewan yang disebut Walisongo.
Mereka adalah orang-orang yang sangat dihormati masyarakat dan
hingga sekarang ini kuburan mereka masih merupakan tempat penting bagi
peziarah muslim seluruh Indonesia.
B. Tokoh-tokoh Wali Songo
1. Sunan Gresik (Syekh Maulana Malik Ibrahim)
Syekh Maulana Malik Ibrahim berasal dari Turki, dia adalah
seorang ahli tata negara yang ulung. Syekh Maulana Malik Ibrahim
datang ke pulau Jawa pada tahun 1404 M. Jauh sebelum beliau datang,
islam sudah ada walaupun sedikit, ini dibuktikan dengan adanya makam
Fatimah binti Maimun yang nisannya bertuliskan tahun 1082.Syekh
Maulana Malik Ibrahim berasal dari Turki merupakan putra dari syekh
Jumadil Kubra (Maulana Akbar), dia adalah seorang ahli irigasi dan tata
negara yang ulung. Syekh Maulana Malik Ibrahim datang ke pulau Jawa
pada tahun 1404 M bertepatan dengan masa kepemimpinan khalifah Turki
Utsmani. Jauh sebelum beliau datang, islam sudah ada walaupun sedikit,
ini dibuktikan dengan adanya makam Fatimah binti Maimun yang
nisannya bertuliskan tahun 1082.
Dikalangan rakyat jelata Sunan Gresik atau sering dipanggil Kakek
Bantal sangat terkenal terutama di kalangan kasta rendah yang selalu

4
ditindas oleh kasta yang lebih tinggi. Sunan Gresik menjelaskan bahwa
dalam Islam kedudukan semua orang adalah sama sederajat hanya orang
yang beriman dan bertaqwa tinggi kedudukannya di sisi Allah. Dia
mendirikan pesantren yang merupakan perguruan islam, tempat mendidik
dan menggenbleng para santri sebagai calon mubaligh.
Syekh Maulana Malik Ibrahim memiliki tiga istri yaitu:
a. Siti Fatimah binti Ali Nurul Alam Maulana Israil, dirinya memiliki 2
anak yaitu Mualana Moqfaro dan Syafirah Sarah.
b. Siti Maryam binti Syekh Subakir, darinya memiliki 4 putra, yaitu
Abdullah, Ibrahim, Abdul Ghafur, dan Ahmad.
c. Wan Jamilah binti Ibrahim Zinuddin Al-Akbar Asmaraqandi, darinya
memiliki 2 anak, yaitu Abbas dan Yusuf.
Di Gresik, beliau juga memberikan pengarahan agar tingkat
kehidupan rakyat gresik semakin meningkat. Beliau memiliki gagasan
mengalirkan air dari gunung untuk mengairi sawah dan ladang.Syekh
Maulana Malik Ibrahim seorang wali songo yang dianggap sebagai ayah
dari walisongo. Beliau wafat di gresik pada tahun 882 H atau 1419 M.
2. Sunan Ampel (Raden Rahmat)
Raden Rahmat adalah putra Syekh Maulana Malik Ibrahim dari
istrinya bernama Dewi Candrawulan. Beliau memulai aktivitasnya
dengan mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat dengan Surabaya. Di
antara pemuda yang dididik itu tercatat antara lain Raden Paku (Sunan
Giri), Raden Fatah (Sultan pertama Kesultanan Islam Bintoro, Demak),
Raden Makdum Ibrahim (putra Sunan Ampel sendiri dan dikenal sebagai
Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat), dan Maulana Ishak.
Menurut Babad Diponegoro,sunan Ampel sangat berpengaruh di
kalangan istana Manjapahit, bahkan istrinya pun berasal dari kalangan
istana Raden Fatah, putra Prabu Brawijaya, Raja Majapahit, menjadi
murid Ampel. Sunan Ampel tercatat sebagai perancang Kerajaan Islam di
pulau Jawa. Dialah yang mengangkat Raden Fatah sebagai sultan pertama

5
Demak. Disamping itu, Sunan Ampel juga ikut mendirikan Masjid Agung
Demak pada tahun 1479 bersama wali-wali lain.
Pada awal islamisasi pulau Jawa, Sunan Ampel menginginkan agar
masyarakat menganut keyakinan yang murni. Ia tidak setuju bahwa
kebiasaan masyarakat seperti kenduri, selamatan, sesaji dan sebagainya
tetap hidup dalam sistem sosio-kultural masyarakat yang telah memeluk
agama Islam. Namun wali-wali yang lain berpendapat bahwa untuk
sementara semua kebiasaan tersebut harus dibiarkan karena masyarakat
sulit meninggalkannya secara serentak.
Akhirnya, Sunan Ampel menghargainya. Hal tersebut terlihat dari
persetujuannya ketika Sunan Kalijaga dalam usahanya menarik penganut
Hindu dan Budha, mengusulkan agar adat istiadat Jawa itulah yang diberi
warna Islam. Sunan Ampel salah seorang wali yang berjuang menegakkan
Islam. Jasanya sangat besar dalam menggelorakan dakwah dan jihad
ditanah Jawa. pada usia senjanya Sunan Ampel sudah menjadi tokoh
yang sangat dihormati oleh masyarakat sebagai sesepuh Wali Songo,
namun tidak ada keseragaman yang mencatat kapan tokoh asal Champa
itu meninggal dunia.Dan beliau wafat pada tahun 1478 dimakamkan
disebelah masjid Ampel.
3. Sunan Bonang (Raden Makdum Ibrahim)
Nama aslinya adalah Raden Makdum Ibrahim. Beliau Putra Sunan
Ampel. Beliau diperkirakan lahir tahun 1465 M diampel dari seorang
perempuan bernama Nyai Ageng Manila, putri seorang adipati di Tuban.
Sunan Bonang terkenal sebagai ahli ilmu kalam dan tauhid.
Beliau dianggap sebagai pencipta gending pertama dalam rangka
mengembangkan ajaran Islam di pesisir utara Jawa Timur. Setelah belajar
di Pasai, Aceh, Sunan Bonang kembali ke Tuban, Jawa Timur, untuk
mendirikan pondok pesantren. Santri-santri yang menjadi muridnya
berdatangan dari berbagai daerah.
Sunan Bonang dan para wali lainnya dalam menyebarkan agama
Islam selalu menyesuaikan diri dengan corak kebudayaan masyarakat

6
Jawa yang sangat menggemari wayang serta musik gamelan. Mereka
memanfaatkan pertunjukan tradisional itu sebagai media dakwah Islam,
dengan menyisipkan napas Islam ke dalamnya. Syair lagu gamelan
ciptaan para wali tersebut berisi pesan tauhid, sikap menyembah Allah
SWTdan tidak menyekutukannya. Setiap bait lagu diselingi dengan
syahadatain (ucapan dua kalimat syahadat); gamelan yang mengirinya
kini dikenal dengan istilah sekaten, yang berasal dari syahadatain. Sunan
Bonang sendiri menciptakan lagu yang dikenal dengan tembang Durma,
sejenis macapat yang melukiskan suasana tegang, bengis, dan penuh
amarah. Sunan Bonang wafat di pulau Bawean pada tahun 1525 M.
4. Sunan Giri
Sunan Giri merupakan putra dari Maulana Ishak dan ibunya
bernama Dewi Sekardadu putra Menak Samboja. Kebesaran Sunan Giri
terlihat antara lain sebagai anggota dewan Walisongo. Nama Sunan Giri
tidak bisa dilepaskan dari proses pendirian kerajaan Islam pertama di
Jawa, Demak. Ia adalah wali yang secara aktif ikut merencanakan
berdirinya negara itu serta terlibat dalam penyerangan ke Majapahit
sebagai penasihat militer.
Sunan Giri atau Raden Paku dikenal sangat dermawan, yaitu
dengan membagikan barang dagangan kepada rakyat Banjar yang sedang
dilanda musibah. Beliau pernah bertafakkur di goa sunyi selama 40 hari
40 malam untuk bermunajat kepada Allah. Usai bertafakkur ia teringat
pada pesan ayahnya sewaktu belajar di Pasai untuk mencari daerah yang
tanahnya mirip dengan yang dibawahi dari negeri Pasai melalui desa
Margonoto sampailah Raden Paku di daerah perbatasan yang hawanya
sejuk, lalu dia mendirikan pondok pesantren yang dinamakan pesantren
Giri. Tidak berselang lama hanya dalam waktu tiga tahun pesantren
tersebut terkenaldi seluruh Nusantara.Sunan Giri sangat berjasa dalam
penyebaran Islam baik di Jawa atau nusantara baik dilakukannya sendiri
waktu muda melalui berdagang tau bersama muridnya. Beliau juga

7
menciptakan tembang-tembang dolanan anak kecil yang bernafas Islami,
seperti jemuran, cublaksuweng dan lain-lain.
5. Sunan Drajat
Nama aslinya adalah Raden Syarifudin. Ada sumberlain yang
mengatakan namanya adalah Raden Qasim, putra Sunan Ampel dengan
seorang ibu bernama Dewi Candrawati. Jadi Raden Qasim itu adalah
saudaranya Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang). Oleh ayahnya yaitu
Sunan Ampel, Raden Qasim diberi tugas untuk berdakwah di daerah
sebalah barat Gresik, yaitu daerah antara Gresik dengan Tuban.Di desa
Jalang itulah Raden Qasim mendirikan pesantren.
Dalam waktu yang singkat telah banyak orang-orang yang berguru
kepada beliau. Setahun kemudian di desa Jalag, Raden Qasim mendapat
ilham agar pindah ke daerah sebelah selatan kira-kira sejauh satu
kilometer dari desa Jelag itu. Di sana beliau mendirikan Mushalla atau
Surau yang sekaligus dimanfaatkan untuk tempat berdakwah. Tiga tahun
tinggal di daerah itu, beliau mendapat ilham lagi agar pindah tempat ke
satu bukit. Dan di tempat baru itu beliau berdakwah dengan menggunakan
kesenian rakyat, yaitu dengan menabuh seperangkat gamelanuntuk
mengumpulkan orang, setelah itu lalu diberi ceramah agama.Demikianlah
kecerdikan Raden Qasim dalam mengadakan pendekatan kepada rakyat
dengan menggunakan kesenian rakyat sebagai media dakwahnya. Sampai
sekarang seperangkat gamelan itu masih tersimpan dengan baik di
museum di dekat makamnya.
6. Sunan Kalijaga
Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki
sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran
Tuban atau Raden Abdurrahman.Beliau merupakan putra Raden Sahur
putra Temanggung Wilatika Adipati Tuban. Terdapat beragam versi
menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari
dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di

8
Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa
mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam ‘kungkum’ di
sungai (kali) atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut istilah itu
berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai
“penghulu suci” kesultanan.Raden Sahid sebenarnya anak muda yang
patuh dan kuat kepada agama dan orang tua, tapi tidak bisa menerima
keadaan sekelilingnya yang terjadi banyak ketimpangan, hingga dia
mencari makanan dari gudang kadipaten dan dibagikan kepada rakyatnya.
Tapi ketahuan ayahnya, hingga dihukum yaitu tangannya dicampuk 100
kali sampai banyak darahnya dan diusir.
Setelah diusir selain mengembara, ia bertemu orang berjubah putih,
dia adalah Sunan Bonang. Lalu Raden Sahid diangkat menjadi murid, lalu
disuruh menunggui tongkatnya di depan kali sampai berbulan-bulan
sampai seluruh tubuhnya berlumut. Maka Raden Sahid disebut Sunan
Kalijaga.
Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran
Islam, antara lain dengan wayang, sastra dan berbagai kesenian lainnya.
Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh para penyebar Islam seperti
Walisongo untuk menarik perhatian di kalangan mereka, sehingga dengan
tanpa terasa mereka telah tertarik pada ajaran-ajaran Islam sekalipun,
karena pada awalnya mereka tertarik dikarenakan media kesenian itu.
Misalnya, Sunan Kalijaga adalah tokoh seniman wayang. Ia tidak pernah
meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat
syahadat. Sebagian wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan
Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran agama dan nama-
nama pahlawan Islam.
7. Sunan Kudus (Ja’far Sadiq)
Sunan Kudus menyiarkan agama Islam di daerah Kudus dan
sekitarnya. Beliau memiliki keahlian khusus dalam bidang agama,
terutama dalam ilmu fikih, tauhid, hadits, tafsir serta logika. Karena itulah
di antara walisongo hanya ia yang mendapat julukan wali al-‘ilm (wali

9
yang luas ilmunya), dank arena keluasan ilmunya ia didatangi oleh
banyak penuntut ilmu dari berbagai daerah di Nusantara.
Ada cerita yang mengatakan bahwa Sunan Kudus pernah belajar di
Baitul Maqdis, Palestina, dan pernah berjasa memberantas penyakit yang
menelan banyak korban di Palestina. Atas jasanya itu, oleh pemerintah
Palestina ia diberi ijazah wilayah (daerah kekuasaan) di Palestina, namun
Sunan Kudus mengharapkan hadiah tersebut dipindahkan ke Pulau Jawa,
dan oleh Amir (penguasa setempat) permintaan itu dikabulkan.
Sekembalinya ke Jawa ia mendirikan masjid di daerah Loran tahun 1549,
masjid itu diberi nama Masjid Al-Aqsa atau Al-Manar (Masjid Menara
Kudus) dan daerah sekitarnya diganti dengan nama Kudus, diambil dari
nama sebuah kota di Palestina, al-Quds. Dalam melaksanakan dakwah
dengan pendekatan kultural, Sunan Kudus menciptakan berbagai cerita
keagamaan. Yang paling terkenal adalah Gending Makumambang dan
Mijil.Cara-cara berdakwah Sunan Kudus adalah sebagai berikut:
Strategi pendekatan kepada masa dengan jalan:
a) Membiarkan adat istiadat lama yang sulit diubah
b) Menghindarkan konfrontasi secara langsung dalam menyiarkan agama
islam
c) Tut Wuri Handayani
d) Bagian adat istiadat yang tidak sesuai dengan mudah diubah langsung
diubah.
e) Merangkul masyarakat Hindu seperti larangan menyembelih sapi
karena dalam agama Hindu sapi adalah binatang suci dan keramat.
f) Merangkul masyarakat Budha
Setelah masjid, terus Sunan Kudus mendirikan padasan tempat
wudludenga pancuran yang berjumlah delapan, diatas pancuran diberi
arca kepala Kebo Gumarang diatasnya hal ini disesuaikan dengan
ajaran Budha “ Jalan berlipat delapan atau asta sunghika marga”.
g) Selamatan Mitoni, biasanya sebelum acara selamatan diadakan
membacakan sejarah Nabi.

10
Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 M dan dimakamkan di
Kudus. Di pintu makan Kanjeng Sunan Kudus terukir kalimat
asmaulhusna yang berangka tahun 1296 H atau 1878 M.
8. Sunan Muria (Raden Umar Said)
Salah seorang Walisongo yang banyak berjasa dalam menyiarkan
agama Islam di pedesaaan Pulau Jawa adalah Sunan Muria. Beliau lebih
terkenal dengan nama Sunan Muria karena pusat kegiatan dakwahnya dan
makamnya terletak di Gunung Muria (18 km di sebelah utara Kota Kudus
sekarang).Beliau adalah putra dari Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh.
Nama aslinya Raden Umar Said, dalam berdakwah ia seperti ayahnya
yaitu menggunakan cara halus, ibarat menganbil ikan tidak sampai keruh
airnya. Muria dalam menyebarkan agama Islam. Sasaran dakwah beliau
adalah para pedagang, nelayan dan rakyat jelata. Beliau adalah satu-
satunya wali yang mempertahankan kesenian gamelan dan wayang
sebagai alat dakwah dan beliau pulalah yang menciptakan tembang Sinom
dan kinanthi. Beliau banyak mengisi tradisi Jawa dengan nuansa Islami
seperti nelungdino, mitungdino, ngatusdino dan sebagainya.
Lewat tembang-tembang yang diciptakannya, sunan Muria
mengajak umatnya untuk mengamalkan ajaran Islam. Karena itulan sunan
Muria lebih senang berdakwah pada rakyat jelata daripada kaum
bangsawan. Cara dakwah inilah yang menyebabkan suna Muria dikenal
sebagai sunan yang suka berdakwaktapa ngeli yaitu menghanyutkan diri
dalam masyarakat.
9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Salah seorang dari Walisongo yang banyak berjasa dalam
menyebarkan Islam di Pulau Jawa, terutama di daerah Jawa Barat; juga
pendiri Kesultanan Cirebon. Nama aslinya Syarif Hidayatullah. Dialah
pendiri dinasti Raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten. Sunan
Gunung Jati adalah cucu Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi.Setelah selesai
menuntut ilmu pasa tahun 1470 dia berangkat ketanah Jawa untuk
mengamalkan ilmunya.

11
Syarifah Mudain minta agar diizinkan tinggal dipasumbangan
Gunung Jati dan disana mereka membangun pesantren untuk meneruskan
usahanya Syeh Datuk Latif gurunya pangeran Cakra Buana. Oleh karena
itu Syarif Hidayatullah dipanggil sunan gunung Jati. Lalu ia dinikahkan
dengan putri Cakra Buana Nyi Pakung Wati kemudian ia diangkat
menjadi pangeran Cakra Buana yaitu pada tahun 1479 dengan
diangkatnya ia sebagai pangeran dakwah islam dilakukannya melalui
diplomasi dengan kerajaan lain.
Setelah Cirebon resmi berdiri sebagai sebuah Kerajaan Islam yang
bebas dari kekuasaan Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha
mempengaruhi kerajaan yang belum menganut agama Islam. Dari
Cirebon, ia mengembangkan agama Islam ke daerah-daerah lain di Jawa
Barat, seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan
Banten.
C. Peran Wali songo dalam Penyebaran dan Perkembangan Islam di
Indonesia
Sejarah walisongo berkaitan dengan penyebaran Dakwah Islamiyah di
Tanah Jawa. Sukses gemilang perjuangan para Wali ini tercatat dengan tinta
emas. Dengan didukung penuh oleh kesultanan Demak Bintoro, agama Islam
kemudian dianut oleh sebagian besar manyarakat Jawa, mulai dari perkotaan,
pedesaan, dan pegunungan. Islam benar-benar menjadi agama yang
mengakar.
Para wali ini mendirikan masjid, baik sebagai tempat ibadah maupun
sebagai tempat mengajarkan agama. Konon, mengajarkan agama di serambi
masjid ini, merupakan lembaga pendidikan tertua di Jawa yang sifatnya lebih
demokratis. Pada masa awal perkembangan Islam, sistem seperti ini disebut
”gurukula”, yaitu seorang guru menyampaikan ajarannya kepada beberapa
murid yang duduk di depannya, sifatnya tidak masal bahkan rahasia seperti
yang dilakukan oleh Syekh Siti Jenar. Selain prinsip-prinsip keimanan dalam
Islam, ibadah, masalah moral juga diajarkan ilmu-ilmu kanuragan, kekebalan,
dan bela diri.

12
Sebenarnya Walisongo adalah nama suatu dewan da’wah atau dewan
mubaligh. Apabila ada salah seorang wali tersebut pergi atau wafat maka
akan segera digantiolehwalilainnya. Era Walisongo adalah era berakhirnya
dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan
kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia.
Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun
peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa,
juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah
secara langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut
dibanding yang lain. 
Kesembilan wali ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam
penyebaran agama Islam di pulau Jawa pada abad ke-15. Adapun peranan
walisongo dalam penyebaran agama Islam antara lain:
1. Sebagai pelopor penyebarluasan agama Islam kepada masyarakat yang
belum banyakmengenal ajaran Islam di daerahnya masing-masing.
2. Sebagai para pejuang yang gigih dalam membela dan mengembangkan
agama Islam di masa hidupnya.
3. Sebagai orang-orang yang ahli di bidang agama Islam.
4. Sebagai orang yang dekat dengan Allah SWT karena terus-menerus
beribadah kepadaNya, sehingga memiliki kemampuan yang lebih.
5. Sebagai pemimpin agama Islam di daerah penyebarannya masing-
masing, yang mempunyai jumlah pengikut cukup banyak di kalangan
masyarakat Islam.
6. Sebagai guru agama Islam yang gigih mengajarkan agama Islam kepada
para muridnya.
7. Sebagai kiai yang menguasai ajaran agama Islam dengan cukup luas.
8. Sebagai tokoh masyarakat Islam yang disegani pada masa hidupnya.

D. Stretegi Dan Metode Dakwah Wali Songo


1. Strategi Dakwah Wali Songo

13
Strategi dapat diartikan sebagai tata cara dan usaha-usaha untuk
menguasaidan mendayagunakan segala sumber daya untuk mencapai
tujuan (Ali Motofo, 1971: 7). Dengan demikian, strategi dakwah yang
dilakukan oleh Wali Songo itu bisa diartikan menjadi segala cara yang
ditempuh oleh para wali untuk mengajak manusia ke jalan Allah dengan
memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki. Beberapa strategi Wali
Songo dalam pelaksanaan dakwah dapat dikemukakan antara lain sebagai
berikut:
a. Pembagian Wilayah Dakwah. Para Walisongo dalam melakukan
aktivitas dakwahnya antara lain sangat memperhitungkan wilayah
strategis. Beranjak dari sinilah, para Walisongo yang dikenal jumlahnya
ada sembilan orang tersebut melakukan pemilihan wilayah dakwahnya
tidak sembarangan. Penentuan tempat dakwahnya dipertimbangkan
pula dengan faktor geostrategis yang sesuai dengan kondisi zamannya.
Kalau kita perhatikan dari kesembilan wali dalam pembagian wilayah
kerjanya ternyata mempunyai dasar pertimbangan geostrategis yang
mapan sekali. Kesembilan wali tersebut membagi kerja dengan rasio
5:3:1 (Suryanegara, 1995: 104). Para wali melihat realiatas masyarakat
yang masih dipengaruhi oleh budaya yang bersumber dari ajaran Hindu
dan Budha. Saat itu para Wali mengakui seni sebagai media komunikasi
yang mempunyai pengaruh besar terhadap polapikir masyarakat. Oleh
kerana itu, seni dan budaya yang sudah berakar di tengah-tengah
masyarakat menurut mereka perlu dimodifikasi, dan akhirnya bisa
dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah.
b. Sistem dakwah dilakukan dengan pengenalan ajaran Islam melalui
pendekatan persuasif yang berorientasi pada penanaman aqidah Islam
yan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Rangkaian
penggunaan sistem dakwah ini, misalnya kita dapati ketika Raden
Rahmat atau Sunan Ampel dan kawan-kawan berdakwah kepada
Adipati Aria Damar dari Palembang. Berkat keramahan dan
kebijaksanaan Raden Rahmat, akhirnya Raden Aria Damar sudi masuk

14
Islam bersama istrinya, yang diikuti pula oleh hampir seluruh anak
negerinya (Ali Murtopo, 1971:88).
c. Melakukan perang ideologi untuk memberantas etos dan nilai-nilai
dogmatis yang bertentangan dengan aqidah Islam, di mana para ulama
harus menciptakan mitos dan nilai-nilai tandingan baru yang sesuai
dengan Islam. Salah satu tugas utama dari para ulama yang telah
dikader oleh Raden Rahmat adalah menyebarkan ajaran Islam.
d. Melakukan pendekatan terhadap para tokoh yang dianggap mempunyai
pengaruh di suatu tempat dan berusaha menghindari konflik. Salah satu
azas dakwah yang dicanangkan oleh Walisongo adalah menghindari
konflik-konflik dengan cara melakukan pendekatan kepada para tokoh
setempat, diilhami oleh cara dakwah yang dilakukan oleh para Nabi
Muhammad saw, apa yang pernah dirintis oleh para Rasulullah untuk
memperkuat kedudukan Islam di tengah peradaban Jahiliyah dewasa
itu, yang kenyataannya relevan juga untuk diterapkan di Jawa oleh para
Wali, meski dengan taktik yang disesuaikan. (Ridin Sofwan, dkk, 2000:
262)
e. Berusaha mengguasai kebutuhan-kebutuhan pokok yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, baik kebutuhan yang bersifat materil
maupun spiritual. Faktor kebutuhan pokok amat vital bagi masyarakat
dewasa itu adalah menyangkut masalah air, baik air sebagai kebutuhan
keluarga sehari-hari maupun sebagai irigasi pertanian. (Ridin Sofwan,
dkk, 2000: 262)

2. Metode Dakwah Wali Songo


Keberhasilan dakwah para Wali Songo tentu juga tidak terlepas
dari metode yang mereka aplikasikan dalam pelaksanaan di lapangan.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa metode dakwah para Walisongo
tidak terlepas dari metode ini digunakan oleh mereka dalam tokoh-tokoh
khusus seperti pemimpin, orang terpandang dan terkemuka dalam dalam

15
masyarakat, seperti para bupati, adipati, raja-raja ataupun menghadapi para
bangsaan lainnya.
Gerakan dakwah Wali Songo menunjuk pada usaha-usaha
penyampaian dakwah Islam melalui cara-cara damai, terutama melalui
prinsip maw‗izhatul hasanah wa mujadalah billatî hiya ahsan,yaitu metode
penyampaian ajaran Islam melalui cara dan tutur bahasa yang baik.
Dewasa itu, ajaran Islam dikemas oleh para ulama sebagai ajaran yang
sederhana dan dikaitkan dengan pemahaman masyarakat setempat atau
Islam dibumikan sesuai adat budaya dan kepercayaan penduduk.
Pelaksanaan dakwah dengan cara ini memang membutuhkan waktu lama,
tetapi berlangsung secara damai. Menurut Thomas W. Arnold dalam The
Preaching of Islam (1977), tumbuh dan berkembangnya agama Islam
secara damai ini lebih banyak merupakan hasil usaha para mubaligh
penyebar Islam dibandingkan dengan hasil usaha para pemimpin negara.
Metode al-hikmah sebagai sistem dan cara-cara berdakwah para
wali merupakan jalan kebijaksanaan yang diselenggarakan secara popular,
atraktif, dan sensational. Cara ini mereka pergunakan dalam menghadapi
masyarakat awam. Dengan tata cara yang amat bijaksana, masyarakat
awam itu mereka hadapi secara massal. Kadang-kadang terlihat
sensasional bahkan ganjil dan unik sehingga menarik perhatian umum.
Dalam rangkaian metode ini kita dapati misalnya, Sunan Kalijaga dengan
gamelan Sekatennya. Beberapa metode penting lainnya yang diterapkan
oleh para walisongo sebagaimana dikemukakan oleh Ridin Sofwan dkk
(2000: 271-284) yaitu:
1. Metode pembentukan dan penanaman kader, serta penyebaran juru
dakwah ke berbagai daerah. Tempat yang dituju ialahdaerah- daerah
yang sama sekali kosong dari penghuni atau kosong dari pengaruh
Islam.
2. Dakwah melalui jalur keluarga/perkawinan. Sunan Ampel misalnya,
putri beliau yang bernama Dewi Murthosiyah misalnya, dikawinkan
dengan Raden Patah (Bupati Demak), Putri Sunan Ampel yang

16
bernama ‘Alawiyah’ dikawinkan dengan Syarif Hidayatullah (Sunan
Gunung Jati). Sedangkan Putri beliau yang bernama Siti Sariyah
dikawinkan dengan Usman haji dar Ngudung.
3. Mengembangkan pendidikan pesantren yang mula-mula dirintis oleh
Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah suatu model pendidikan Islam
yang mengambil bentuk pendidikan biara dan asrama yang dipakai oleh
pendeta dan biksu dalam mengajar dan belajar. Oleh sebab itu,
pesantren di masa itu pengaruhnya masih terlihat sampai saat ini.
4. Dengan mengembangkan kebudayaan Jawa. Dalam kebudayaan Jawa
Walisongo memberikan andil yang sangat besar. Bukan hanya pada
pendidikan dan pengajaran, tetapi juga meluas pada bidangbidang
hiburan, tata sibuk (perintang waktu luang), kesenian dan aspek-aspek
lain dibidang kebudayaan pada umumnya.
5. Metode dakwah melalui sarana dan prasarana yang berkait dengan
masalah perekonomian rakyat. Misalnya untuk efisiensi dalam
perekonomian para wali berijtihad tentang kesempurnaan alat-alat
pertania, perabotan dapur, dan barang pecah belah. Dalaam pada itu,
Sunan Kaslijaga menyumbangkan karya- karya yang berkenaan dengan
pertanian seperti filsafat bajak dan cangkul. Dengan membuat jasa
dalam bidang kemamuran rakyat melalui penyempurnaan sarana dan
prasara menjadi lebih sempurna, beliau berharap dapat menarik
perhatian dan ketaatan masyarakat agar menuruti ajakan Sunan Kalijaga
serta wali-walinya.
6. Dalam mengembangkan dakwa Islamiyah di tanah Jawa para wali
menggunakan sarana politik untuk mencapai tujuannya. Berangkat dari
pemikiran ini, maka kehadiran keraton Demak tidak mungkin diabaikan
begitu saja peranannya dalam sejarah penyebaran Isalam pada masa itu.
Pentingnya kekuasan politik bagi kelangsungan dakwah ini tentunya
didasari oleh para Walisongo, sehingga tidaklah mengherankan kalau
mereka juga banyak terlibat dalam percaturan politik ini. Kebanyakan
para wali adalah panglima perang, penasehat saja, atau juga penguasa

17
itu sendiri. Pada saat Demak menyerang Majapahit, misalnya, yang
menjadi penglima perang adalah Sunan Ngudung , yang kemudain
digantikan oleh Sunan Kudus, dan dibantu oleh wali yang lain.
Dimanfaatkannya jalur kekuasaan dalam dakwah dapat dilihat juga
pada proses pendirian masjid Demak. Masjid ini adalah masjid yang
didirikan bersama oleh para wali sebagai pusat dakwah mereka. Namun
tidak seperti pada umumnya, masjid ini tidak dikelola oleh seorang
wali.
Masjid Demak adalah masjid keraton yang pengelolaannya
langsung dibawah penguasaan sultan bertahta dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa pusat dakwah walisanga tidak di tempat salah seorang
wali atau pun masing–masing wali, tetapi di pusat kekuasaan politik di
keraton. Selain itu, pada jaman Demak ini pula dikenal adanya
semacam lembaga dakwah yang beranggotakan para wali dan dipimpin
langsung oleh sultan.
E. Aktivitas Dakwah Walisongo
Walisongo dipercaya sebagai peletak batu pertama Islam di pulau
Jawa. Kiprah Walisongo dalam peta dakwah Islam di Indonesia pada
umumnya, di pulau Jawa khususnya memang merupakan fakta sejarah yang
tidak terbantahkan. Oleh sebab itulah, wajar jika H.J. Vanden Berg pun tanpa
ada rasa keraguan mengatakan, “Adapun yang memimpin penyebaran Islam
ini adalah para Wali, merekalah yang memimpin pengembangan agama Islam
di seluruh Jawa” (Van Den Berg, 1959: 393).
Walisongo masyhur sebagai juru syiar kebenaran dan pekerja giat
dalam menggembleng masyarakat, lahir-batin, di semua lapisan sosial, dari
kelas “akar rumput” hingga ke para punggawa dan pembesar negeri. Di
samping tetap memelihara yang sudah sesuai dengan ajaran Islam murni, juga
tidak tanggung-tanggung memberantas kebiasaan dan kepercayaan yang
berbau kemusyrikan, lalu digiringnya kembali ke tauhid sejati. Seperti yang
pernah dikemukakan oleh M. Natsir Arsyad dalam bukunya yang berjudul
Seputar Sejarah & Muamalah, paling tidak ada lima prinsip utama yang

18
merupakan titik berat kiprah dakwah para Walisongo yang dijadikan patokan
sembari menggodok kader:
1. Memelihara keyakinan beragama dengan membentanginya dari sekalian
unsur yang bakal mencemari, apalagi merontokkannya.
2. Menjaga keselamatan harta, nyawa dan jiwa (ruh) umat dari aneka ragam
ancaman, seperti misalnya perampasan hak, pengibulan, frustrasi, bunuh
diri, dan lain-lain.
3. Menanamkan pemahaman tentang berbagai hukum: pergaulan sosial,
pernikahan, kesehatan, kebersihan, ilmu pengetahuan, demi menjaga anak
keturunan, kesehatan jasad dan ruh, akhlak luhur, kecerdasan dan akal
waras umat.
4. Melindungi akal pikiran sehat rakyat dari segala yang bisa menumpulkan
dan merendahkannya, seperti menenggak minuman keras, malas belajar
dan bekerja, dan mo-limo lainnya (Arsyad, 1993: 130).
5. Membendung atau menepis pengaruh-pengaruh luar yang dapat
memerosotkan kehormatan dan martabat nilai-nilai sosial, kemanusiaan
dan agama.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wali Songo adalah sebuah dewan dakwah, dewan mubaligh, organisasi
ulama dalam bentuk lembaga dakwah para wali yang berjumlah sembilan.
Setiap ada yang wafat atau meninggalkan Jawa maka diangkat wali lain
sebagai penggantinya sehingga tetap berjumlah sembilan.Para Wali Songo
adalah pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasa dalam
beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat jawa mulai dari
perniagaan, pelayaran dan perikanan, bercocok tanam dan persawahan,
pengobatan, kebudayaan, kesenian, pendidikan, kemasyarakatan, hingga
kedalam masalah aqidah, politik, militer, hukum, dan pemerintahan dikerajaan-
kerajaan Islam.
B. Saran
Saran dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini
masih memiliki kekurangan, baik dari segi isi maupun cara penulisannya. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat berharap ada kritikan
dan saran yang sifatnya untuk membangun. Terakhir penulis berharap, semoga
makalah ini dapat bermanfaat baik bagi saya begitu juga pembaca.

20
DAFTAR PUSTAKA

Dudung, Abdurrohman, Pengantar Metode Penelitian (Yogyakarta: Kurnia Alam


Semesta, 2003)
Hadi Sutrisno, Budiono, Sejarah Walisongo Misi Pengislaman di Tanah Jawa,
(Yogyakarta: GRAHA Pustaka, 2009)
Rofiq, Ahmad Choirul, Sejarah Peradaban Islam, (Ponorogo: Cae, 2018)
Saifullah, Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010)
Simon, Hasanu, Peranan Wali Songo dalam Mengislamkan Tanah Jawa,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004)
Yusuf, Mundirin, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit
Pustaka, 2006)

Anda mungkin juga menyukai