RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PENGADILAN NIAGA
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 24A ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 25, dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (Het Herziene
Indonesisch Reglemen, Staatsblad 1926:559 juncto Staatsblad
1941:44);
3. Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura
(Rechtsreglement Buifengewesten, Staatsblad 1927:227);
4. Staatsblaad Nomor 23 Tahun 1847 tentang Burgerlijk
Wetboek voor Indonesie (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1847 Nomor ***, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor ***);
5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain
Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4045);
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4358);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4046);
8. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4130);
9. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4131);
10. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4220);
11. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985
Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3316) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 9,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4359) dan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4958);
12. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan
Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3327) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 34,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4379);
13. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 131,
2
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4443);
14. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4420).
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang dibentuk dalam
lingkungan peradilan umum.
2 Hakim adalah hakim pada pengadilan negeri dan Mahkamah Agung yang
ditetapkan sebagai hakim niaga.
3. Panitera adalah panitera di dalam lingkungan peradilan umum.
4. Penitera Muda Niaga adalah panitera muda pada pengadilan niaga.
5. Panitera Pengganti Niaga adalah panitera pengganti pada pengadilan niaga.
6. Juru Sita Pengganti adalah jurusita pengganti pada pengadilan niaga.
BAB II
TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 2
Pengadilan Niaga berkedudukan pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan
Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya,
dan Pengadilan Negeri Semarang, serta Pengadilan Niaga pada Pengadilan-Negeri
lain yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden.
Pasal 3
Daerah hukum masing-masing Pengadilan Niaga meliputi wilayah sebagai berikut:
a. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
meliputi Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Propinsi Jawa Barat,
Sumatera Selatan, Lampung, dan Kalimantan Barat.
b. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar
meliputi Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua.
c. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan meliputi
Wilayah Propinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi,
dan Nanggroe Aceh Darussalam.
3
d. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya
meliputi Wilayah Propinsi Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur.
e. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang
meliputi Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
BAB III
KEWENANGAN
Pasal 4
(1) Pengadilan Niaga merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang
mengadili perkara-perkara niaga.
(2) Perkara niaga sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) meliputi perkara-
perkara sebagai berikut:
a. Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), serta
hal-hal yang berkaitan dengannya, termasuk kasus-kasus actio pauliana
dan prosedur renvoi tanpa memperhatikan apakah pembuktiannya
sederhana atau tidak;
b. Hak atas Kekayaan Intelektual :
1. Desain Industri
2. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
3. Paten
4. Merek
5. Hak Cipta
c. Lembaga Penjamin Simpanan :
1. Sengketa dalam proses likuidasi.
2. Tuntutan pembatalan segala perbuatan hukum bank yang
mengakibatkan berkurangnya aset atau bertambahnya kewajiban
bank, yang dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum
pencabutan izin usaha.
d. Perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan
Undang-Undang
BAB IV
SUSUNAN PENGADILAN NIAGA
Pasal 5
Susunan Pengadilan Niaga terdiri dari Pimpinan, Hakim, Panitera, Panitera Muda
Niaga, Panitera Pengganti Niaga dan Jurusita Pengganti.
Pasal 6
(1) Pimpinan Pengadilan Niaga terdiri dari atas seorang Ketua dan seorang
Wakil Ketua.
(2) Ketua dan wakil ketua pengadilan negeri karena jabatannya menjadi ketua
dan wakil ketua Pengadilan Niaga.
(3) Ketua bertanggung jawab atas administrasi dan pelaksanaan Pengadilan
Niaga.
4
(4) Dalam hal tertentu Ketua dapat mendelegasikan penyelenggaraan
administrasi dan pelaksanaan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) kepada Wakil Ketua.
(5) Panitera pada pengadilan negeri karena jabatannya menjadi panitera pada
pengadilan niaga.
Bagian Pertama
Pengangkatan Hakim
Pasal 7
(1) Hakim diangkat berdasarkan keputusan Ketua Mahkamah Agung.
(2) Tunjungan dan hak-hak lainnya bagi Hakim diberikan selama menjalankan
tugas sebagai hakim niaga.
(3) Tunjangan dan hak-hak lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 8
Untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim, seorang calon harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. berpengalaman sebagai Hakim Pengadilan Negeri sekurang-kurangnya
selama 15 (lima belas) tahun;
b. berpengalaman menangani perkara perdata dan bidang perniagaaan;
c. jujur, adil, cakap, dan memiliki integritas moral yang tinggi serta reputasi
yang baik selama menjalankan tugas;
d. tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin dan/atau terlibat dalam perkara
pidana; dan
e. wajib mengikuti dan lulus pelatihan dan pendidikan sebagai Hakim Niaga.
. Bagian Kedua
Pemberhentian Hakim
Pasal 9
Pasal 10
Hakim diberhentikan tidak dengan hormat karena:
a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan
putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan.
Pasal 11
5
(1) Hakim sebelum diberhentikan tidak dengan hormat berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, diberhentikan sementara dari
jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung.
(2) Pemberhentian sementara karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 huruf a, dilakukan apabila Hakim yang bersangkutan telah ditetapkan
sebagai tersangka.
(3) Pemberhentian sementara karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 huruf b, huruf c dan huruf d, berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
(4) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah berakhir
tanpa dilanjutkan dengan pemberhentian maka pemberhentian sementara
berakhir demi hukum.
(5) Hakim yang diberhentikan sementara dilarang menangani perkara.
Pasal 12
Tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan
pemberhentian sementara, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Kepaniteraan
Pasal 13
(1) Penitera muda niaga, panitera pengganti niaga dan jurusita pengganti
diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua
Pengadilan Niaga.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengganti niaga, seorang calon
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima tahun) sebagai panitera
pengganti di dalam lingkungan peradilan umum;
b. harus mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan khusus.
Pasal 14
Tugas dan kewajiban panitera muda niaga menyelenggarakan administrasi
Pengadilan Niaga.
BAB V
TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS
Pasal 15
(1) Setiap orang berhak memperoleh informasi dari Pengadilan Niaga sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengadilan Niaga menyediakan informasi yang bersifat terbuka dan dapat
diakses oleh publik mengenai penyelenggaraan Pengadilan Niaga.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan informasi yang bersifat terbuka
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Mahkamah
Agung.
6
BAB VI
HUKUM ACARA
Pasal 16
(1) Kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang yang bersangkutan, maka
hukum acara yang berlaku adalah hukum acara perdata.
(2) Jangka waktu penyelesaian perkara di Pengadilan Niaga dan Mahkamah
Agung menunjuk kepada jangka waktu sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang yang bersangkutan.
Pasal 17
(1) Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung mengadili perkara niaga
dilakukan oleh majelis Hakim yang jumlah anggotanya ganjil, dan
sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Hakim.
(2) Susunan Majelis Hakim Pengadilan Niaga ditetapkan oleh Ketua
Pengadilan Niaga, dan susunan Majelis Hakim pada Makkamah Agung
ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung.
BAB VII
PEMBIAYAAN
Pasal 18
(1) Biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang ini
dibebankan pada anggaran Mahkamah Agung yang berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Mahkamah Agung setiap tahun wajib menyusun rencana kerja dan
anggaran Pengadilan Niaga.
(3) Panjar biaya perkara di Pengadilan Niaga ditetapkan oleh Ketua Pengadilan
Niaga dan panjar biaya perkara di Mahkamah Agung ditetapkan oleh Ketua
Mahkamah Agung.
(4) Biaya perkara baik pada Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung
dibebankan kepada para pihak.
.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Makassar, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan
Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang, adalah Pengadilan Niaga
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pasal 20
Semua peraturan perundang-undangan pada saat Undang-Undang ini diundangkan,
masih tetap berlaku sejauh tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan
peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 21
7
Perkara niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Undang-Undang ini yang telah
dilimpahkan atau yang sedang diperiksa pada setiap tingkat pemeriksaan dan
peninjauan kembali, diperiksadan diputus berdasarkan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku sebelum Undang-Undang ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ................
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal .................
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
8
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PENGADILAN NIAGA
I. UMUM
9
b. mengenai susunan majelis Hakim dalam pemeriksaan di sidang
pengadilan baik pada tingkat pertama, kasasi maupun peninjauan
kembali; dan
c. adanya kepaniteraan khusus untuk Pengadilan Niaga.
Selain itu, undang-undang tentang Pengadilan Niaga ini juga
mengatur masalah pembiayaan dalam penyelenggaraan Pengadilan Niaga
serta transparansi dan akuntabilitas Pengadilan Niaga.
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang, serta hal-hal yang
berkaitan dengannya” adalah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan ”hal tertentu” misalnya antara lain
masalah yang berkaitan dengan beban perkara atau beban
tugas.
Ayat (5)
10
Cukup Jelas
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Huruf a
Hakim yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan
pengunduran diri kepada Ketua Mahkamah Agung.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “sakit jasmani atau rohani secara
terus menerus” adalah sakit yang menyebabkan yang
bersangkutan tidak mampu lagi melakukan tugas dan
kewajibannya dengan baik yang dibuktikan dengan surat
keterangan dari dokter.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 10
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “melakukan perbuatan tercela”
adalah apabila Hakim yang bersangkutan karena sikap,
perbuatan, dan tindakannya baik di dalam maupun di luar
pengadilan merendahkan martabat Hakim.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan jangka waktu 6 (enam) bulan yang ditentukan
dalam ayat ini dimaksudkan untuk menunggu hasil
pemeriksaan terhadap pelanggaran tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
11
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan ini sebagai wujud akuntabilitas Pengadilan Niaga
melalui keterbukaan informasi mengenai penyelenggaraan
pengadilan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
12