382-Article Text-477-1-10-20181116
382-Article Text-477-1-10-20181116
241
Jurnal PPKM III (2015) 241-246 ISSN: 2354-869X
Hal ini kemudian menjadi sebuah khususnya di negara berkembang sangatlah
pertentangan antara membangun kawasan sulit untuk melakukannya (Fitch 1982 dalam
bersejarah sebagai kawasan modern atau Kong dan Yeoh, 1994). Di Semarang, konflik
mempertahankan nilai-nilai sejarahnya. konservasi-pembangunan menjadi sebuah
Karena perancangan kota saat ini lebih sering dilema yang lebih jauh menjadi sesuatu yang
melihat kota sebagai physical artifact complicated. Perlu kita ketahui bahwa
daripada sebagai cultural arifact (Aulia, kegiatan konservasi menurut Said et al.
2007). (2013), merupakan sebuah proses yang
Menurut Supono (2007), konservasi mencakup repair, preservation, restoration,
bukan hanya sekedar upaya untuk maintenance, adaptive reuse dan
mengawetkan kawasan kota yang bersejarah, reconstruction.
namun lebih ditujukan untuk menjadi alat Sebagian besar kawasan-kawasan
dalam mengolah transformasi melalui bersejarah akan ditinggalkan dan bangunan-
pemahaman tentang sejarah perkotaan dan bangunannya menjadi terbengkalai atau
sejarah objek-objek arsitektur yang mengalami penggusuran karena akan
merupakan bagian dari sejarah perkembangan dibangun sebuah bangunan baru. Karena
kota tersebut. dibandingkan dengan mempertahankan
Kota adalah wadah dan wajah masyarakat bangunan-bangunan lama yang ada,
yang akan terus bertahan atau dipertahankan, masyarakat justru cenderung mengganti
yang artinya setiap kota pasti memiliki material-material bangunan dengan yang lebih
sejarahnya (Wijanarka, 2001). Perkembangan baru atau menambahkannya dengan massa
kota dan modernisasi telah mengantarkan bangunan yang lebih modern.
keseragaman wajah kota dan lenyapnya Menurut Shamsuddin dan Sulaiman
kearifan lokal. Seperti halnya yang terjadi di (2002), terdapat lima ancaman yang dapat
Kawasan Pecinan Semarang. menghancurkan kelangsungan suatu kawasan
Sejak tahun 2005, berdasarkan SK bersejarah yaitu :
Walikota Semarang No. 650/157 tahun 2005 a. Gangguan pada pola tata ruangnya.
Pecinan Semarang telah ditetapkan sebagai b. Hilangnya wajah kota.
kawasan konservasi. c. Berubahnya pola dari aktivitas-
Bangunan-bangunan tradisional di aktivitas yang ada.
Pecinan Semarang baik secara keseluruhan d. Tampilan visual yang monoton.
maupun detail-detailnya tidak hanya sebagai e. Modernisasi kawasan.
hiasan, namun lebih dari itu merupakan jejak Ancaman-ancaman tersebut semakin
sejarah yang mampu menggambarkan dengan meningkat ketika secara perlahan pola dari
jelas pengaruh kebudayaan Tionghoa pada inti kawasan bersejarah tersebut dipenuhi oleh
saat itu. bangunan-bangunan bernuansa modern
Pembangunan yang tidak terkontrol, telah sehingga mengubah skyline kawasan.
menghasilkan wajah dan bangunan baru yang Lebih lanjut Shamsuddin dan Sulaiman
mengisi diantara bangunan-bangunan lama di (2002), mengatakan bahwa jika bangunan-
Kawasan Pecinan Semarang sehingga bangunan modern ini tidak di desain sejalan
dikhawatirkan dapat menghilangkan sense of dengan bangunan-bangunan tua yang ada,
identity dari kawasan ini. maka dimungkinkan dapat merusak seluruh
Oleh karena itu konservasi menjadi struktur yang ada di suatu kawasan
sesuatu yang penting dilakukan di Pecinan bersejarah.
Semarang. Maka sesuai dengan judul Dengan konservasi pengelolaan kawasan
penelitian, tujuan yang hendak dicapai bersejarah dapat dilakukan dengan lebih baik
didalam penelitan ini adalah study terhadap agar makna kultural yang terkandung di
kontribusi konservasi di Pecinan Semarang. alamnya dapat terpelihara sesuai dengan
situas dan kondisi yang ada tanpa merusak
2. KAJIAN PUSTAKA aktivitas penghuni yang sudah berjalan
Secara umum, menjaga keseimbangan selama berpuluh-puluh tahun.
antara konservasi dan pembangunan
242
Jurnal PPKM III (2015) 241-246 ISSN: 2354-869X
3. METODE PENELITIAN
Terdapat 3 langkah utama yang dilakukan Sejarah Pecinan Semarang diawali di
di dalam penelitian ini, yaitu : tahun 1740 (Widodo, 1996). Semarang yang
Studi literatur. Terutama terkait dengan merupakan kota pelabuhan, sejak dahulu
sejarah dan kegiatan konservasi di banyak dikunjungi oleh berbagai macam
Kawasan Pecinan Semarang. etnis, kelompok dan suku bangsa. Dalam hal
Observasi langsung di Kawasan Pecinan ini, masyarakat Tionghoa merupakan satu dari
Semarang dengan melihat arsitektur- sekian banyak pendatang yang kemudian
arsitektur bangunan di Kawasan Pecinan bertempat tinggal di Kota Semarang.
Semarang. Disebabkan karena adanya pemberontakan
Wawancara dengan para tokoh dan masyarakat Tionghoa di Batavia (Jakarta),
masyarakat di Kawasan Pecinan maka pada tahun 1740, oleh Pemerintah
Semarang. Kolonial Belanda masyarakat Tionghoa di
Kota Semarang di konsentrasikan di satu
Pecinan Semarang kawasan khusus yang sekarang dikenal
Secara administratif, Pecinan Semarang sebagai Pecinan Semarang. Tujuannya adalah
merupakan bagian dari wilayah Kecamatan agar Pemerintah Hindia Belanda lebih mudah
Semarang Tengah yang temasuk di dalam di dalam melakukan pengawasan.
Kelurahan Kranggan. Sedangkan batas-batas Bentukan fisik dari Pecinan Semarang
wilayah Pecinan Semarang yaitu : merupakan lorong-lorong sempit dimana
Utara : Kelurahan Kauman disisi kiri dan kanannya terdapat bangunan-
Barat : Kelurahan Bangunharjo bangunan hunian. Sebagian besar bangunan-
Selatan : Kelurahan Gabahan bangunan ini merupakan rumah toko. Dimana
lantai satu digunakan sebagai tempat usaha
Timur : Kelurahan Jagalan
dan lantai atas digunakan sebagai tempat
tinggal. Perdagangan menjadi salah satu ciri
dari Pecinan Semarang. Pola huniannya
merupakan rumah-rumah deret tanpa ada
celah antar bangunannya.
243
Jurnal PPKM III (2015) 241-246 ISSN: 2354-869X
Selain bentuk hunian yang memiliki ciri
arsitektur yang berbeda dari bangunan
lainnya, ciri lain dari Kawasan Pecinan
Semarang adalah banyaknya klenteng-
klenteng yang tersebar di beberapa gang di
kawasan ini.
Gambar 3. Rumah Toko Di Pecinan
Semarang
Sumber : http://www.skyscrapercity.com,
2015
244
Jurnal PPKM III (2015) 241-246 ISSN: 2354-869X
7. DAFTAR PUSTAKA
Budihardjo, E. 1997. Tata Ruang Perkotaan.
Bandung. Penerbit Alumni.
Pugalis, L. 2009. The Culture and Economics
of Urban Public Space Design: Public
and Professional Perceptions. Urban
Design International Journal, Vol. 14,
215-230.
246