Anda di halaman 1dari 24

NAMA: AYU ROHANI NAINGGOLAN

NIM: 042020001
ASUHAN KEPERAWATAN AN. R DENGAN KEJANG DEMAM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam merupakan salah satu bentuk pertahanan tubuh terhadap masalah yang
terjadi dalam tubuh. Demam pada umumnya tidak berbahaya, tetapi bila demam
tinggi dapat menyebabkan masalah serius pada anak. Masalah yang sering terjadi
pada kenaikan suhu tubuh diatas 38ºC yaitu kejang demam (Ngastiyah, 2012).

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi


bersamaan dengan demam. Keadaaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada masa kanak-kanak dan menyerang
sekitar 4% anak (Wong, 2009). Kejang demam terjadi pada kenaikan suhu tubuh
yang biasanya disebabkan oleh proses ekstrakranium sering terjadi pada anak,
terutama pada penggolongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun (Ridha, 2014).

Penelitian Gunawan, dkk (2012), menyebutkan hampir 1,5 juta kejadian kejang
demam terjadi tiap tahunnya di USA, dan sebagian besar terjadi dalam rentang
usia 6 hingga 36 bulan dengan puncak pada usia 18 bulan. Angka kejadian kejang
demam bervariasi diberbagai negara. Daerah Eropa Barat dan Amerika tercatat 2
sampai 4% angka kejadian kejang demam pertahunnya. Sedangkan di India
sebesar 5 sampai 10 % dan di Jepang 8,8%. Hampir 80% kasus Kejang demam
adalah kejang demam sederhana (kejang<15 menit, fokal atau klonik dan akan
berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang pada waktu 24 jam).
Sedangkan 20% kasus merupakan kejang demam komplek.

1.2 Rumusan Masalah


Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam.
1.3 Tujuan Penulisan
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Kasus Kejang Demam


2.1.1 Pengertian
Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior yang bersifat
paroksimal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal di
otak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (Widagno, 2012).

Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi (kenaikkan
suhu tubuh diatas 38⁰C) karena terjadi kelainan ektrakranial. Kejang demam atau
febrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan suhu tubuh
yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Lestari,2016).

Jadi dapat disimpulkan, kejang demam adalah gangguan yang terjadi akibat dari
peningkatan suhu tubuh anak yang dapat menyebabkan kejang yang diakibatkan
karena proses ekstrakranium.

2.1.2 Penyebab
Hingga kini belum diketahui pasti penyebab kejang demam. Demam sering
disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, dan infeksi
saluran kemih (Lestari, 2016).
Menurut Ridha (2014), mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya kejang demam
diantaranya :
 Faktor-faktor prinatal
 Malformasi otak congenital
 Faktor genetika
 Demam
 Gangguan metabolisme
 Trauma
 Neoplasma
 Gangguan Sirkulasi
2.1.3 Klasifikasi
Pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone :
 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
 Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
 Kejang bersifat umum
 Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
 Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
 Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh kriteria tersebut
(modifikasi livingstone) digolongkan pada kejang demam kompleks.
(Ngastiyah, 2012).

Widagno (2012), mengatakan berdasarkan atas studi epidemiologi, kejang demam


dibagi 3 jenis, yaitu :
a. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya terdapat pada anak
umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai kenaikan suhu tubuh yang mencapai ≥ 39⁰C.
Kejang bersifat umum dan tonik-klonik, umumnya berlangsung beberapa
detik/menit dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir kejang kemudian diakhiri
dengan suatu keadaan singkat seperti mengantuk (drowsiness), dan bangkitan
kejang terjadi hanya sekali dalam 24 jam, anak tidak mempunyai kelainan
neurologik pada pemeriksaan fisis dan riwayat perkembangan normal, demam
bukan disebabkan karena meningitis atau penyakit lain dari otak.
b. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion) biasanya
kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam dan terdapat
kejang fokal atau temuan fokal dalam masa pasca bangkitan. Umur pasien, status
neurologik dan sifat demam adalah sama dengan kejang demam sederhana.

c. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya sifat dan umur
demam adalah sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya anak
mempunyai kelainan neurologi atau penyakit akut. Faktor resiko untuk timbulnya
epilepsi merupakan gambaran kompleks waktu bangkitan. Kejang bermula pda
umur < 12 bulan dengan kejang kompleks terutama bila kesadaran pasca iktal
meragukan maka pemeriksaan CSS sangat diperlukan untuk memastikan
kemungkinan adanya meningitis.
2.1.4 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2
dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid
dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natriun (Na+)
dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam
sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel,
maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan kenaikkan


metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa hanya 15%. Oleh karena itu kenaikkan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke
membran sel disekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap
anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggiu
rendahnyaambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama ( lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatkanya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas
otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas
adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang (Lestari, 2016 & Ngastiyah, 2012).

2.1.5 Manifestasi
Dewanto (2009), mengatakan gambaran klinis yang dapat dijumpai pada
pasien dengan kejang demam diantaranya :
a. Suhu tubuh mencapai >38⁰C
b. Anak sering hilang kesadaran saat kejang
c. mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak
berguncang (gejala kejang bergantung pada jenis kejang)
d. Kulit pucat dan membiru
e. Akral dingin

2.1.6 Penatalaksanaan
Ngastiyah (2012), Dalam penanggulangan kejang demam ada beberapa
faktor yang perlu dikerjakan yaitu:
Penatalaksanaan Medis
 Memberantas kejang secepat mungkin
Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus (kejang), obat
pilihan utama yang diberikan adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis yang diberikan pada pasien kejang disesuaikan
dengan berat badan, kurang dari 10 kg 0,5-0,75 mg/kgBB dengan
minimal dalam spuit 7,5 mg dan untuk BB diatas 20 kg 0,5 mg/KgBB.
Biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg /kgBB/kali dengan
maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg
pada anak yang lebih besar.
Setelah disuntikan pertama secara intravena ditunggu 15 menit, bila
masih kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga
melalui intravena. Setelah 15 menit pemberian suntikan kedua masih
kejang, diberikan suntikan ketiga denagn dosis yang sama juga akan
tetapi pemberiannya secara intramuskular, diharapkan kejang akan
berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau
paraldehid 4 % secara intravena. Efek samping dari pemberian
diazepan adalah mengantuk, hipotensi, penekanan pusat pernapasan.
Pemberian diazepan melalui intravena pada anak yang kejang
seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah dan efektif
adalah melalui rektum. Dosis yang diberikan sesuai dengan berat
badan ialah berat badan dengan kurang dari 10 kg dosis yang
diberikan sebesar 5 mg, berat lebih dari 10 kg diberikan 10 mg.
 Penatalaksanaan keperawatan
1) Pengobatan fase akut
a) Airway
(1) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan
dan pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau
bila ada guedel lebih baik.
(2) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien,
lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
(3) berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
b) Breathing
(1) Isap lendir sampai bersih
c) Circulation
(1) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.
(2) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat (
berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap
sadar).
Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi
dokter apakah perlu pemberian obat penenang.
2) Pencegahan kejang berulang
a) Segera berikan diazepam intravena, dosis rata-rata
0,3mg/kgBB atau diazepam rektal. Jika kejang tidak berhenti
tunggu 15 menit dapat diulang dengan dengan dosis dan cara
yang sama.
b) Bila diazepan tidak tersedia, langung dipakai fenobarbital
dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan
pengobatan rumat.

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Kejang Demam


1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,
umur, tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua,
pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua. Wong (2009),
mengatakan kebanyakan serangan kejang demam terjadi setelah usia 6
bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan peningkatan frekuensi
serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien
mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam
kompleks biasanya mengalami penurunan kesadaran.
b) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas,
nafsu makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya
tergantung pada jenis kejang demam yang dialami anak.
c) Riwayat kesehatan
(1) Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien dengan
kejang demam kompleks mengalami gangguan keterlambatan
perkembangan dan intelegensi pada anak serta mengalami
kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
(2) Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat imunisasi
tidak lengkap rentan tertular penyakit infeksi atau virus seperti
virus influenza.
(3) Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan
karena mual dan muntahnya
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum biasnaya anak rewel dan kesadaran compos mentis
2) TTV :
Suhu : biasanya >38,0⁰C
Respirasi: pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit
Pada usia 12 bulan - <5 tahun : biasanya >40
kali/menit Nadi : biasanya >100 x/i
3) BB
Biasanya pada nak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan
berar badan yang berarti
4) Kepala
Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
5) Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik, konjungtiva
anemis.
6) Mulut dan lidah
Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah
tampak kotor
7) Telinga
Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar dengan
katus mata, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang
bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.
8) Hidung
Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung,
bentuk simetris, mukosa hidung berwarna merah muda.
9) Leher
Biasanya terjadi pembesaran KGB
10) Dada
a) Thoraks
(1) Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan
(2) Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama
(3) Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas tambahan
seperti ronchi.
b) Jantung
Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut
jantung I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri
(pinggang jantung), SIC V kiri agak ke mideal linea
midclavicularis kiri.
Batas bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV
kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang
intercosta II kanan linea parasternalis kanan.
A: BJ II lebih lemah dari BJ I
11) Abdomen
biasanya lemas dan datar, kembung
12) Anus
biasanya tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
13) Ekstermitas :
a) Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2
detik, akral dingin.
b) Bawah : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2
detik, akral dingin.
c. Penilaian tingkat kesadaran
1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai
GCS: 11 - 10.
4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai
GCS: ≤ 3.
d. Penilaian kekuatan otot
Tabel 2.1
Penilaian Kekuatan Otot
Respon Skala
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Terangkat sedikit < 450, tidak mampu melawan gravitasi 3
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu 4
melawan tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi
Kekuatan otot normal 5
(Sumber: Wijaya dan Yessi. 2013)
e. Pemeriksaan
penunjang Menurut
Dewi (2011) :
a) EEG(Electroencephalogram)
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak
menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah
belakang dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks.
b) Lumbal Pungsi
Fungsi lumbar merupakan pemeriksaan cairan yang ada di otak dan
kanal tulang belakang (cairan serebrospinal) untuk meneliti
kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang
demam pertama pada bayi (usia<12 bulan) karena gejala dan tanda
meningitis pada bayi mungkin sangat minimal atau tidak tampak.
Pada anak dengan usia > 18 bulan, fungsi lumbal dilakukan jika
tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang
menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat.

Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi :


(1) Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher )
(2) Mengalami complex partial seizure
(3) Kunjungan kedokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit
dalam 48 jam sebelumnya)
(4) Kejang saat tiba di IGD
(5) Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk
hingga 1 jam setelah kejang adalah normal
(6) Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :
(1) warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan
pigmen kuning santokrom.
(2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal
(normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-
120ml dan dewasa 130-150ml).
(3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa
3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L).
c) Neuroimaging
Yang termasuk pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-
Scan, dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang
demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya. Pemeriksaan
tersebut dianjurkan bila anak menujukkan kelainan saraf yang jelas,
misalnya ada kelumpuhan, gangguan keseimbangan, sakit kepala
yang berlebihan, ukuran lingkar kepala yang tidak normal.
d) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ini harus ditujukan untuk mencari sumber
demam, bukan sekedar pemeriksaan rutin. Pemeriksaannya meliputi
pemeriksaaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor,
magnesium, atau gula darah.
2. Kemungkinan diagnosa keperawatan yang akan muncul
a. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan sirkulasi otak
c. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
hipoksemia
f. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
g. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan
neurologis atau kejang
h. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan
gangguan kejang

3. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.2
Intervensi Keperawatan pada Kasus Kejang Demam
N NANDA NOC NIC
o
1 Hipertermia a. Termoregulasi Perawatan demam
Batasan Kriteria hasil : 1. Pantau suhu dan
tanda-tanda vital
karakteristik 1) Merasa merinding
lainya
saat dingin
a. Apnea 2. Monitor warna kulit
2) Berkeringat
b. Bayi tidak dan suhu
saat panas
dapat 3. Monitor asupan dan
3) Tingkat pernapasan
mempertahanka keluaran, sadari
4) Melaporkan
n menyusu kenyamanan suhu perubahan kehilangan
c. Gelisah cairan yang tak di
5) Perubahan warna
d. Hipotensi kulit rasakan
e. Kulit 6) Sakit kepala 4. Beri obat atau cairan
kemerahan IV
f. Kulit terasa 5. Tutup pasien dengan
hangat selimut atau pakaian
g. Latergi ringan
h. Kejang
i. Koma 6. Dorong konsumsi
j. Stupor cairan
k. Takikardia 7. Fasilitasi istirahat,
l. Takipnea terapkan pembatasan
m. Vasodilatasi aktivitas jika di
perlukan
Faktor yang 8. Berikan oksigen yang
berhubungan sesuai
a. Peningkatan 9. Tingkatkan sirkulasi
laju udara
metabolisme 10. Mandikan pasien
b. Penyakit dengan spon hangat
c. Sepsis dengan hati-hati.

Pengaturan suhu
1. monitor suhu paling
tidak setiap 2 jam
sesuai kebutuhan
2. monitor dan laporkan
adanya tanda gejala
hipotermia dan
hipertermia
3. tingkatka intake cairan
dan nutrisi adekuat
4. berikan pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan.

Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat apa
yang di perlukan, dan
kelola menurut resep
dan/atau protokol
2. Monitor efektivitas
cara pemberian obat
yang sesuai.

Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan pasien
ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi pasien
selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat obat-
obatan anti epilepsi
dengan benar.

2 Ketidakefektifan a. Status sirkulasi Terapi oksigen


1) Tekanan darah 1. Periksa mulut, hidung,
perfusi jaringan
sistol dan sekret trakea
serebral 2) Tekanan darah 2. Pertahankan jalan
diastol napas yang paten
Faktor resiko
3) Tekanan nadi 3. Atur peralatan
a. Gangguan
4) PaO2 (tekanan oksigenasi
serebrovaskuler
parsial oksigen 4. Monitor aliran oksigen
b. penyakit
dalam darah arteri) 5. Pertahankan posisi
neurologis
5) PaCO2 (tekanan pasien
parial 6. Observasi tanda-tanda
karbondioksida hipoventilasi
dalam darah arteri 7. Monitor adanya
6) Saturasi oksigen kecemasan pasien
7) Urine output terhadap oksigenasi.
8) Capillary refill.
b. Status neurologi Manajemen edema
1) Kesadaran serebral
2) Fungsi sensorik dan 1. Monitor adanya
motorik kranial kebingungan,
3) Tekanan perubahan pikiran,
intrakranial keluhan pusing,
4) Ukuran pupil pingsan
5) Pola istirahat-tidur 2. Monitor tanda-tanda
6) Orientasi kognitif vital
7) Aktivitas kejang 3. Monitor karakteristik
8) Sakit kepala. cairan serebrospinal :
warna,
kejernihan,konsistensi
4. Monitor status
pernapasan: frekuensi,
irama, kedalaman
pernapasan,
PaO2,PaCO2, pH,
Bicarbonat
5. Catat perubahan
pasien dalam berespon
terhadap stimulus
6. Berikan anti kejang
sesuai kebutuhan
7. Batasi cairan
8. Dorong
keluarga/orang yang
penting untuk bicara
pada pasien
9. Posisikan tinggi
kepala 30o atau lebih.

Monitoring peningkatan
intrakranial
1. Monitor tekanan
perfusi serebral
2. Monitor jumlah, nilai
dan karakteristik
pengeluaran cairan
serebrispinal (CSF)
3. Monitor intake dan
output
4. Monitor suhu dan
jumlah leukosit
5. Periksa pasien terkait
ada tidaknya gejala
kaku kuduk
6. Berikan antibiotik
7. Letakkan kepala dan
leher pasien dalam
posisi netral, hindari
fleksi pinggang yang
berlebihan
8. Sesuaikan kepala
tempat tidur untuk
mengoptimalkan
perfusi serebral
9. Berikan agen
farmakologis untuk
mempertahankan TIK
dalam jangkauan
tertentu.

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan
dengan cepat
2. Monitor kualitas dari
nadi
3. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan abnormal
(misalnya, cheyne-
stokes, kussmaul,
biot,apneustic,ataksia
dan bernapas
berlebihan)
5. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
6. Monitor adanya
cushling triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.

3 Ketidakefektifan a. Status penrnapasan : Terapi oksigen


pola napas ventilasi 1. Bersihkan mulut,
Kriteria hasil hidung dan sekret
Batasan 1) Frekuensi pernapasan trakea dengan tepat
karakteristik 2) Irama pernapasan 2. Pertahankan kepatenan
a. Bradipnea 3) Kedalaman jalan nafas
b. Dispnea pernapasan 3. Berikan oksigen
c. Penggunaan 4) Penggunaan otot tambahan seperti yang
otot bantu bantu nafas diperintahkan
penapasan 5) Suara nafas tambahan 4. Monitor aliran oksigen
d. Penurunan 6) Retraksi dinding dada 5. Periksa perangkat
kapasitas vital 7) Dispnea saat istirahat pemberian oksigen
e. Penurunan 8) Atelektasis. secara berkala untuk
tekanan memastikan bahwa
ekspirasi b. Status pernapasan : kosentrasi yang telah
f. Penurunan kepatenan jalan di tentukan sedang di
tekanan nafas berikan
inpsirasi Kriteria Hasil : 6. Pastikan penggantian
g. Pernapasan 1) frekuensi pernapasan masker oksigen/kanul
bibir 2) pernapasan cuping nasal setiap kali
h. Pernapasan hidung perangkat diganti
cuping hidung 3) mendesah 7. Pantau adanya tanda-
i. Pola nafas tanda keracunan
abnormal oksigen dan kejadian
j. Takipnea. atelektasis.

Faktor yang Monitor neurologi


berhubungan 1. Pantau ukuran pupil,
bentuk kesimetrisan
a. Cedera medula dan reaktivitas
spinalis 2. Monitor tingkat
b. Gangguan kesadaran
neurologis 3. Monitor GCS
c. Nyeri 4. Monitor status
pernapasan.
Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola
pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit.
8. Identifikasi dari
penyebab perubahan
vital sign.

4. Gangguan a. status pernafasan : a. monitor vital sign


pertukaran gas pertukaran gas
berhubungan Tindakan keperawatan:
dengan Kriteria hasil:
ketidakseimbangan 1) Tekanan parsial 1) Memonitor tekanan
ventilasi oksigendalam darah, nadi, suhu, dan
daraharteri(po2) status pernafasan,
2) Tekanan parsial 2) Memonitor Denyut
oksigendalam jantung
daraharteri(pco2) 3) Memonitor suara paru-
3) Saturasi oksigen paru
4) Keseimbanganventila 4) Memonitor warna
siperfusi kulit
5) Dyspneapada saat 5) Meniai CRT
istirahat
6) Sianosis b. monitor pernafasan

Tindakan keperawatan:

1) Memonitortingkat,
irama, kedalaman, dan
respirasi
2) Memonitor
gerakandada
3) Monitor bunyi
pernafasan
4) Auskultasi bunyi
paru
5) Memonitordyspneadan
halyang meningkatkan
dan memperburuk
5. Ketidakefektifan a. Cardiopulmonaly terapi oksigen)
perfusi jaringan status (Status 1) Monitor kemampuan
perifer kardiopulmonal) pasien dalam
mentoleransi kebutuhan
Kriteria hasil : oksigen saat makan
1) Tekanan darah 2) Observasi cara
sistolik masuknya oksigen yang
2) Tekanan darah menyebabkan
diastolik hipoventilalsi
3) Nadi perifer 3) Monitor perubahan
4) Saturasi oksigen warna kulit pasien
5) Indeks kardio 4) Monitor posisi pasien
6) Sianosis untuk membantu
7) Edema perifer masuknya oksigen
8) Kedalaman pernafasan 5) Monitor keefektifan
terapi oksigen
6) Memonitor penggunaan
oksigen saat pasien
b. Status pernafasan beraktivitas
1) Menilai pernafasan
2) Irama pernafasan menajemen sensasi
3) Kedalaman pernafasan perifer
4) Volume tidal 1) Memonitor perbedaan
5) Saturasi oksigen terhadap rasa
6) sianosis tajam,tumpul,panas
7) Clubbing of finger atau dingin
8) Gasping 2) Monitor adanya mati
(terengah- engah) rasa,rasa geli.
3) Diskusikan tentang
adanya kehilangan
c. Vital sign sensasi atau perubahan
1) Rentang nadi radial sensasi
2) Rentang pernafasan 4) Minta keluarga untuk
3) Tekanan darah sistolik memantau perubahan
4) Tekanan darah diastol warna kulit setap hari
5) Tekanan nadi
6) Kedalaman saat
inspirasi

7. Gangguan a. pertumbuhan Stimulasi Tumbuh


pertumbuhan Kembang
dan Kriteria hasil: 1. kaji tingkat
perkembangan 1) Persentil berat badan tumbuhkembang anak
untuk usia 2. ajarkan untuk
2) Percentil berat untuk intervensi dengan
tinggi terapi rekreasi dan
3) Tingkatberat badan aktivitas
4) Massa tubuh 3. berikan aktivitas yang
sesuai, menarik, dan
(a) Penggunaandisiplin dapat dilakukan oleh
yang sesuai usia anak
(b) Merangsangperke 4. Rencanakan bersama
mbangan kognitif anak aktivitas dan
(c) Merangsangpemba sasaran yang
ngunan memberikan
kesempatan untuk
keberhasilan
5. Berikan pendkes
stimulasi tumbuh
kembang anak pada
keluarga

manajemen nutrisi
1. Kaji adanya alergi
makanan
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan
3. nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
4. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake
Fe
5. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein
dan vitamin C
6. Berikan substansi gula
7. Yakinkan diet yang
dimakan mengandung
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
8. Berikan makanan yang
terpilih ( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
9. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
10. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
11. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

8 Resiko cidera a. Kontrol resiko Manajemen lingkungan


Faktor resiko Kriteria hasil : 1. Sediakan lingkungan
1) Eksternal 1) Klien terbebas dari yang aman untuk
a) Gangguan cidera pasien
fungsi 2) Klien mampu
2. Identifikasi kebutuhan
kognitif menjelaskan cara ataukeamanan pasien
b) Agens metode untuksesuai dengan kondisi
nosokomial mencegah cidera fisik
2) Internal 3) Klien mampu
3. Dan fungsi kognitif
a) Hipoksia menjelaskan faktor
pasien dan riwayat
jaringan resiko dari
penyakir dahulu
b) Gangguan lingkungan pasien
sensasi 4) Menggunakan 4. Memasang side rail
(akibat dari fasilitas kesehatantempat tidur
cedera yang ada 5. Menyediakan tempat
medula 5) Mampu mengenalitidur yang aman dan
spinalis, dll) perubahan bersih
status
c) Malnutrisi. kesehatan. 6. Membatasi
pengunjunng
b. Kejadian jatuh 7. Memberikan
1) Jatuh dari tempat penerangan yang
tidur cukup
2) Jatuh saat di 8. Berikan penjelasan
pindahkan. pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.

Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan pasien
ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi pasien
selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat obat-
obatan anti epilepsi
dengan benar.
Pencegahan jatuh
1. Identifikasi perilaku
dan faktor yang
mempengaruhi resiko
jatuh
2. Sediakan pengawasan
ketat dan /atau alat
pengikatan

Sumber : Nanda Internasional (2015-2017) & NIC-NOC (2016)

BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Deskripsi Kasus


3.1.1 Pengkajian
Riwayat Kesehatan
Pada tanggal 16 maret 2021 An.R usia 5 tahun masuk melalui IGD. Ibu pasien
mengeluhkan An.R demam tinggi sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, An.R
mengalami kejang 1 kali yang berlangsung sekitar 10 menit. Pada saat dilakukan
pengkajian tanggal 16 maret 2021 pukul 16.00 WIB ibu mengatakan anak demam, ibu
mengatakan anaknya tidak mau makan sejak 2 hari yang lalu. Ibu mengatakan cemas
akan kondisi anaknya saat ini. Ibu mengatakan ini kejang pertama kali anaknya saat usia
12 bulan, Ibu mengatakan tidak tahu berapa suhu anak saat kejang. Ibu mengatakan anak
kejang 1 kali (±10 menit) pada saat kejang badan anak kaku dan tidak sadar, lalu saat
kejang berhenti anak sadar kembali. Ibu mengatakan anak rewel dan gelisah, ibu
mengatakan tidak memahami tentang penyakit anaknya secara medis, ibu mengatakan
saat dirawat anak tidak ada kejang lagi.
Ibu mengatakan An.R belum pernah dirawat dirumah sakit dan mengalami kejang
demam sebelumnya. Ibu mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat
penyakit yang sama dengan pasien.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 16 maret 2021 didapatkan hasil , Nadi
112 x/i, pernapasan 35x/i suhu 39⁰C, dengan kesadaran compos mentis. Saat ini BB
klien 10 kg, TB 75 cm. Bentuk kepala normal, lingkar kepala 45cm. fontanel cekung,
Posisi mata klien simetris, tampak cekung, mukosa bibir kering, tonsil hiperemis,
KGB teraba, turgor kulit kembali cepat, kering, kulit teraba hangat, CRT kembali < 3
dtk, akral teraba hangat, terpasang infus pada tangan kiri, pemeriksaan tanda
rangsangan meningeal negatif.
Data penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium 16 maret 2021 ditemukan Hb 11,9 gr/dl (normal 14-18
gr/dl), leukosit 12.780/mm3 (normal 5.000-10.000/mm3), Trombosit 180.000 /mm3
(normal 150.000-400.000/mm3, Ht 36% (normal 40-48 %).

Terapi Pengobatan
Terapi yang diberikan, IVFD KaEN 3B 20 tetes/i, PCT syr 3x250 mg, OBH syr 3x1
½ sdk, diazepam 3x1,5 mg (P.O).

3.1.2 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan terhadap An.R didapatkan diagnosa
keperawatan sebagai berikut :
1. Hipertermi berhubungan dengan ibu pasien mengeluhkan An. R demam tinggi sejak
1 hari sebelum masuk rumah sakit, suhu 39⁰C, anak sebelumnya mengalami kejang
satu kali, anak tampak lemah dan lesu.
2. Resiko Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme
regulasi yang ditandai dengan ibu mengatakan demam anak naik turun, mata tampak
cekung, mu-kosa bibir kering, suhu 39⁰C, anak sebelumnya mengalami kejang satu
kali, anak tampak lemah dan lesu.
3. Defesiensi pengetahuan pada ibu berhubungan dengan kurangnya informasi
ditandai dengan ibu mengatakan tidak memahami tentang penyakit anaknya secara
medis, ibu mengatakan saat dirawat anak tidak ada kejang lagi.

3.1.3 Intervensi Keperawatan


Rencana asuhan keperawatan yang dilakukan diagnosa hipertermi berhubungan
dengan laju peningkatan metabolisme dengan kriteria hasil berdasarkan NOC :
melaporkan kenyamanan suhu, tidak terjadi kejang, berkeringat saat panas, tingkat
pernapasan. Rencana intervensi tersebut diantaranya a) perawatan demam tindakan
yang dapat dilakukan monitor suhu dan tanda-tanda vital lainnya, monitor warna kulit
dan suhu,beri obat atau cairan IV b) pengaturan suhu tindakan yang dapat dilakukan,
tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat, berikan pengobatan antipiretik sesuai
kebutuhan, monitor suhu tubuh setiap 2 jam sekali, lakukan kompres hangat jika suhu
tubuh tinggi. c) manajemen kejang tindakan yang dapat dilakukan pertahankan jalan
napas, longgarkan pakaian, catat lama kejang.
Rencana asuhan keperawatan diagnosa kekurangan volume cairan kriteria hasil
berdasarkan NOC : tekanan darah, keseimbangan intake dan output dalam 24 jam,
turgor kulit, kelembaban membran mukosa. Rencana intervensi tersebut
diantaranya : a) manajemen cairan tindakan yang dilakukan timbang berat badan
setiap hari dan monitor status pasien, hitung atau timbang popok dengan baik , jaga
intake/ atau asupan yang akurat dan catat output, monitor status hidrasi, monitor tanda-
tanda vital, pantau suhu dan tanda-tanda vital, monitor warna kulit dan suhu, dorong
konsumsi cairan.
Rencana Keperawatan defesiensi pengetahuan pada ibu berhubungan dengan
kurangnya informasi dengan kriteria hasil berdasarkan NOC:
(a) pendekatan yang tenang dan meyakinkan,
(b) berusaha untuk memahami perspektif pasien dari situasi stress,
(c) anjurkan pasien dan keluarga dalam menggunakan teknik relaksasi,
(d) Identitafikasi faktor internal maupun eksternal yang dapat meningkatkan motivasi
anak
(e) Identifikasi (pribadi, ruang dan uang) yang diperlukan untuk melaksanakan
program kesehatan,
(f) Prioritaskan kebutuhan pasien,
(g) pengetahuan manajemen kejang pada keluarga

3.1.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan pada diagnosa hipertermi berhubungan dengan laju


peningkatan metabolisme, tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada An.R
adalah:
a) monitor suhu dan tanda-tanda vital dengan hasil Nadi 112 x/i, pernapasan 35x/i
suhu 39⁰C
b) monitor warna kulit dan suhu dengan hasil kulit tampak kemerahan dan suhu
39⁰C.
c) beri obat atau cairan, obat yang diberikan PCT syr 3x250 mg, dan terpasang IVFD
KaEN 1 B 20 tetes/i
d) tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat hasil yang ditemukan An.R rajin
menyusui
e) berikan pengobatan antipiretik sesuai kebutuhan obat yang diberikan PCT syr
3x250 mg, OBH syr 3x1 ½ sdk, diazepam 3x1,5 mg (P.O) f) monitor suhu tubuh
setiap 2 jam sekali dengan hasil pada 2 jam pertama dan 2 jam selanjutnya 38,8⁰C
g) lakukan kompres hangat jika suhu tubuh tinggi, tampak ibu sudah melakukan
kompres hangat.

Implementasi keperawatan pada diagnosa kekurangan volume cairan dengan


tindakan keperawatan yang dilakukan: a) timbang berat badan setiap hari dan
monitor status pasien dengan hasil BB 10 kg dan anak tampak lemah, lesu. b) jaga
intake/ atau asupan yang akurat dan catat output, ibu mengatakan anaknya merasa
haus dan BAK anak lebih dari 5kali/hari dengan output 80cc, c) monitor status
hidrasi dengan hasil membran mukosa tampak kering, denyut nadi normal,
kesadaran normal
d) monitor tanda-tanda vital dengan hasil Nadi 112 x/i, pernapasan 35x/i suhu 39⁰C
f) monitor warna kulit dan suhu dengan hasil kulit tampak kemerahan dan suhu 39⁰C
g) dorong konsumsi cairan, anak tampak rajin menyusu h) lembabkan bibir dan
mukosa hidung yang kering.
Implementasi keperawatan pada diagnosa defesiensi pengetahuan pada ibu
berhubungan dengan kurangnya informasi dengan tindakan keperawatan yang
dilakukan: (a) pendekatan yang tenang dan meyakinkan dengan hasil terbinanya
hubungan saling percaya dengan peneliti (b) berusaha untuk memahami perspektif
pasien dari situasi stress dengan hasil pasien tampak masih cemas dengan kondisi
anaknya, (c) anjurkan pasien dan keluarga dalam menggunakan teknik relaksasi,
keluarga sudah diajarkan teknik napas dalam (d) Identifikasi (pribadi, ruang dan
uang) yang diperlukan untuk melaksanakan program kesehatan, (e) Prioritaskan
kebutuhan pasien, (f) pengetahuan manajemen kejang pada keluarga.
3.1.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan pada An.R dengan diagnosa kekurangan volume cairan dengan
metoda SOAP pada hari pertama memperoleh hasil data subjektif, ibu mengatakan anak
rewel dn gelisah, badan anak panas, ibu mengatakan anak kuat menyusu, dan data objektif
didaptkan mata anak tampak cekung, mukosa bibir kering, tonsil hiperemis, suhu
38,8⁰C, nadi 112 x/i, pernapasan 35 x/i. Masalah keperawatan belum teratasi. Sedangkan
pada hari ke-2 ditemukan data subjektif ibu mengatakan panas anak sudah turun, data
objektif didapatkan anak mukosa bibir lembab, tonsil hiperemis, badan teras hangat, IVFD
KaEN 3B 20 tetes/i, PCT syr 3x1 mg Masalah teratasi sebagian. Sedangkan pada hari ke-
3 didapatkan data subjektif, ibu mengatakan demam anaknya sudah mulai turun, anak
sudah mau makan, dan data objektif didapatkan suhu anak37,4⁰C, nadi 90x/i, RR 22 x/i.
Evaluasi keperawatan pada An.R dengan diagnosa defesiensi pengetahuan pada ibu
berhubungan dengan kurangnya informasi dengan metoda SOAP pada hari pertama
memperoleh hasil data subjektif ibu mengatakan cemas dengan kondisi anaknya, ibu
mengatakan takut jika anaknya mengalami kejang lagi, ibu mengatakan masih belum paham
dengan kondisi anaknya saat ini. Data objektif yang didapatkan ibu tampak cemas.
Masalah teratasi sebagian Intervensi dilanjutkan dengan kunjungan rumah pada
hari ke-3 dengan didapatkan hasil objektif ibu mengatakan sudah paham bagaimana
penangan dan pertolongan pertama saat anak kejang dirumah dan perawatan anak
demam. Data objektif yang didapatkan ibu mampu mengulang kembali materi yang
diberikan peneliti. Masalah teratasi dan intervensi dihentikan.

Anda mungkin juga menyukai