OLEH : KELOMPOK 6
T.A 2021/2022
Pengertian Gender (RehanKurniawan_20901025)
Kata “Gender” berasal dari bahasa inggris, gender yang berarti “jenis
kelamin”. Dalam Webster’s New World Dictionary, jender diartikan sebagai
perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan
tingkah laku.1 Didalam Webster’s Studies Encylopedia dijelaskan bahwajender
adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam
hal peran, prilaku, mentalitas dan karakterstik emosional antara laki-laki dan
perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Sehingga semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-laki dan
perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat lainnya,
maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, itulah yang disebut dengan
gender. Jadi gender diartikan sebagai jenis kelamin sosial, sedangkan sex adalah jenis
kelamin biologis. Maksudnya adalah dalam gender ada perbedaan peran, fungsi dan
tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial.
Gender adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan perempuan apabila
dilihat dari nilai dan tingkah laku. Gender merupakan suatu istilah yang digunakan
untuk menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial.
Gender adalah kelompok atribut dan perilaku secara kultural yang ada pada laki-laki
dan perempuan. Sejalan dengan itu, Gender merupakan konsep hubungan sosial yang
membedakan (memilahkan atau memisahkan) fungsi dan peran antara perempuan dan
lak-laki. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak
ditentukan karena keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, melainkan
dibedakan menurut kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai
kehidupan dan pembangunan.
Keadilan dan kesetaraan adalah gagasan dasar, tujuan dan misi utama
peradaban manusia untuk mencapai kesejahteraan, membangun keharmonisan
kehidupan bermasyarakat, bernegara dan membangun keluarga berkualitas.
Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan serta haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan,
pertahanan dan keamanan nasional serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan.
Keadilan gender adalah suatu perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-
laki. Perbedaan biologis tidak bisa dijadikan dasar untuk terjadinya diskriminasi
mengenai hak sosial, budaya, hukum dan politik terhadap satu jenis kelamin tertentu.
Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya
diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dan dengan demikian mereka memiliki
akses, kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh
manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
1. Definisi Pendidikan
SD 96,39_Papua Barat 102,5_Kepri
Disparitas antar provinsi dan dalam provinsi yang sama tetap ada.
3. Kurangnya penelitian di tingkat provinsi untuk mengidentifikasi faktor yang
menentukan transissi anak laki-laki atau perempuan ke pendidikan tingkat
lanjut.
Penelitian dibutuhkan untuk memberikan masukan dalam perencanaan dan
pengaanggran responsif gender di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Salah satu
studi yang berdasar pemetaan terhadap 2.126 sekolah menunjukkan bhwa angka
transisi ke jenjang yang lebih tinggi jauh lebih rendah(sekita 20,3%) pada anak
perempuan yang selesai di sklsh madrasah tingkat menegah dibanding tingkat dasar.
studi ini juga menunjukkan bahwa anak perempuan yang melanjut pada pendidikan
berikutnya di pengaruhi oleh kualifikasi guru yg lebih tinggi,ketersediaan materi,dll
untuk mendukung proses pembelajaran siswa dan ketersediaan toilet terpisan anak
laki-laki dan perempuan. Hasil ini menunjukkan bawah kebijakan dan program yang
dirancang untuk mengingkatkan faktor-aktor terkait kualitas sekolah akan
memberikan kontribusi dalam menigngkatkan angka transisi dan anka retensi sekolah
anak perempuan.
4. Program pemerintah telah berhasil mengurangi hambatan akses terhadap
fasilitas sekolah untuk perempuan dan laki-laki,tetapi ada hambatan yang
signifikan dalam menyelesaikan pendidikan berkualitas yang responsif gender.
Kurangnya kemampuan menjadi masalah utama bagi laki-laki dengan 10,78%
diantaranya mengatakan bahwa mereka putus sekolah untuk bekerja dan memperoleh
penghasilan. Semetrara pada anak perempuan 8,69%,adat masih merupakan faktor
kuat yang mempengaruhi akses dan pernikahan dini masih menjadi penghalang
utama. Jarak jauh juga menjadi penghalang untuk melanjutkan oendidikan bagi lebih
dari 0,32% perempuan dibanding 0,66%laki-laki di kota dan 4,18% perempuan
dibanding 3,98%laki-laki di wilayah pedesaan(BPS-Susenas,2009). Terbatasnya
fasilitas sanitasi yang terpisah bagi perempuan untuk keperluan mensturasi
berpengaruh terhadap kehadiran di sekolah.
5. Angka putus sekolah anak laki-laki lebih tinggi disemua jenjang pendidikan
dan bervariasi berdasar provinsi.
Pada tingkat SMA,data nasional menunjukkan bahwa di 8 provinsi terlihat lebih
banyak perempuan putus sekolah dibanding laki-laki. Di prov.NTT anglka putus
sekolah anak laki-laki di tingkat SD 8 kali kebih tinggi dibanding perempuan
(masing-masing 8% dan 0,02%). Di propinsi Bangka Belitung angka putus sekolah
anak laki-laki di tingkat SMP 7 kali lebih tinggi dibanding perempuan. Di Propinsi
Sulawesi Tenggara angka putus sekolah di SMA adalah 10,98% untuk laki-laki dan
8,41% untuk perempuan. Angka putus sekolah ditingkat pendidikan tinggi
menunjukkan 22,5% laki-laki dan 14,5% perempuan(Kemendiknas,2008) di sekolah
madrasah anak laki-laki putus sekolah jauh lebih banyak disemua tingkatan.
6. jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki di perguruan tinggi.
Jumlah perempuan : 3.250.158 orang
Jumlah laki-laki : 3.099.783 orang
sumber :PDDikti.kemendikbud
7. Tahun 2019, Menurut UNICEF, 92,8 % anak perempuan dan 92,7 % anak
laki-laki terdaftar di sekolah dasar. Juga, 62,4% anak perempuan dan 60,9%
anak laki-laki terdaftar di sekolah menengah.
8. Pada tahun 2019 Indonesia telah mencapai kesetaraan gender dalam hal
partisipasi sekolah di tingkat nasional, dengan GPI (GenderParityIndex) 1,00
untuk angka partisipasi sekolah pada anak-anak usia 7-12 tahun.
Seperti yang kita ketahui, di masa sekarang ini isu kesetaraan gender dalam
pendidikan sudah mulai disuarakan, kesetaraan hak untuk memperoleh pendidika baik
laki-laki maupun perempuan sudah tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945
bahwa pendidikan nasional ditujukan untuk semua warga negara. Namun pada
realitanya masih banyak permasalahan dan hambatan terhadap laki-laki maupun
perempuan yang mengakibatkan tidak adanya kesetaraan hak yang didapat, atau
menyebabkan adanya bias gender. Gender sendiri merupakan perbedaan jenis kelamin
berdasarkan budaya yang mana membeddakan perempuan dan laki-laki berdasarkan
perannya. Sebenarnya keberadaan gender tidak akan menjadi masalah selama tidak
melahirkan ketidakadilan gender didalamnya, namun pada kenyataannya, adanya
perbedaan gender ini banyak melahirkan ketidak adilan yang dinilai sangat
merugikan.
Melekatnya budaya patriarki menjadi pemicu adanya ketidak adilan pemenuhan hak,
berikut faktor-faktor terjadinya kesenjangan atau hambatan bagi perempuan dalam
mengakses pendidikan, diantaranya :
Akses
Akses merupakan fasilitas pendidikan yang sulit dicapai. Banyak sekolah dasar di
tiap-tiap kecamatan namun untuk jenjang pendidikan selanjutnya seperti SMP dan
SMA tidak banyak. Tidak setiap wilayah memiliki sekolah tingkat SMP dan
seterusnya, hingga banyak siswa yang harus menempuh perjalanan jauh untuk
mencapainya. Di lingkungan masyarakat yang masih tradisional, umumnya orang tua
segan mengirimkan anak perempuannya ke sekolah yang jauh karena
mengkhawatirkan kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu banyak anak perempuan yang
‘terpaksa’ tinggal di rumah. Belum lagi beban tugas rumah tangga yang banyak
dibebankan pada anak perempuan membuat mereka sulit meninggalkan rumah.
Akumulasi dari faktor-faktor ini membuat anak perempuan banyak yang cepat
meninggalkan bangku sekolah.
Partisipasi
Aspek partisipasi di dalamnya mencangkup faktor bidang studi dan statistik
pendidikan. Dalam masyarakat kita di Indonesia, dimana terdapat sejumlah nilai
budaya tradisional yang meletakkan tugas utama perempuan di arena domestik,
seringkali anak perempuan agak terhambat untuk memperoleh kesempatan yang luas
untuk menjalani pendidikan formal. Sudah sering dikeluhkan bahwa jika sumber-
sumber pendanaan keluarga terbatas, maka yang harus didahulukan untuk sekolah
adalah anak laki-laki. Hal ini umumnya dikaitkan dengan tugas pria kelak apabila
sudah dewasa dan berumah-tangga, yaitu bahwa ia harus menjadi kepala rumah
tangga dan pencari nafkah.
Manfaat dan penguasaan
Kenyataan banyaknya angka buta huruf di Indonesia di dominasi oleh kaum
perempuan. Pendidikan tidak hanya sekedar proses pembelajaran, tetapi merupakan
salah satu ”narasumber” bagi segala pengetahuan karenanya ia instrumen efektif
transfer nilai termasuk nilai yang berkaitan dengan isu gender. Dengan demikian
pendidikan juga sarana sosialisasi kebudayaan yang berlangsung secara formal
termasuk di sekolah.
Pendidikan tidak hanya sekedar proses pembelajaran, tetapi merupakan salah satu
”narasumber” bagi segala pengetahuan karenanya ia instrumen efektif transfer nilai
termasuk nilai yang berkaitan dengan isu gender. Dengan demikian pendidikan juga
sarana sosialisasi kebudayaan yang berlangsung secara formal termasuk di sekolah.
Murid laki-laki dan perempuan dapat memiliki pengalaman yang berbeda pada saat
mereka belajar di kelas. Hal ini dapat mempengaruhi berbagai faktor seperti tingkat
partisipasi di kelas dan pencapaian hasil belajar. Nilai sosial dan budaya dan stereotip
gender dapat dengan tidak sengaja terjadi di dalam kelas dan di sekolah melalui
interaksi antara guru dan murid maupun diantara murid.
Pendekatan mengajar dan metode yang digunakan dalam mengajar, menilai, dan
berinteraksi dengan murid bisa menjadikan murid laki-laki sebagai favorit ketimbang
murid perempuan. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan di Indonesia di mana murid
perempuan sering tidak didorong untuk berbicara di depan umum untuk menyatakan
opini mereka atau mempertanyakan otoritas yang sebagian besar di bawah kendali
laki-laki.
Perilaku yang tampak dalam kehidupan dalam kehidupan sekolah interaksi guru-guru,
guru-murid, dan murid-murid, baik di dalam maupun luar kelas pada saat pelajaran
berlangsung maupun saat istirahat akan menampakkan konstruksi gender yang
terbangun selama ini. Selain itu penataan tempat duduk murid, penataan barisan,
pelaksanaan upacara tidak terlepas dari hal tersebut. Siswa laki-laki selalu
ditempatkan dalam posisi yang lebih menentukan, misalnya memimpin organisasi
siswa, ketua kelas, diskusi kelompok, ataupun dalam penentuan kesempatan bertanya
dan mengemukakan pendapat. Hal ini menunjukkan kesenjangan gender muncul
dalam proses pembelajaran di sekolah.
Pada kasus ketidakpemerataan gender yang terdapat pada dunia pendidikan Indonesia
ini mencerminkan mendarahdagingnya teori Nurture. Teori gender ini dicetuskan
pertama kali oleh John B. Watson pada tahun 1925 (catilla.wordpress.com). Menurut
teori ini adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah hasil dari konstruksi sosial
budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan tersebut
yang membuat perempuan tertinggal dan terabaikan.
Adanya ketidak-adilan gender dalam berbagai kehidupan lebih banyak dialami oleh
perempuan, namun berdampak pula terhadap laki-laki. Hal ini sejalan dengan
Marhaeni Tri (2011)menyatakan bahwa suatu system dan struktur yang disengaja atau
tidak disengaja diciptakan oleh laki-laki dan untuk laki-laki. Karena masalah gender
adalah masalah tentang sosial yang harus dibicarakan olah pihak perempuan maupun
laki-laki.
Merujuk pada teori Nurture dan jika dikaitkan dengan fenomena pendidikan di
Indonesia saat ini, sangat nampak dengan jelas bahwa pemikiran kolotyang bersarang
pada persepsi manusia Indonesia tentang perbedaan kelas yang dimiliki oleh kaum
laiki-laki dan perempuan masih susah untuk dihilangkan. Dengan masuknya ke dalam
sistem pendidikan, hal ini menimbulkan ketakutan apabila siswa yang membaca
buku-buku dengan persepsi ini, lalu ilmu tersebut merasuk dan bersarang dipikiran
mereka, maka persepsi ini tentu saja akan semakin melekat dan berturun kepada
generasi-generasi berikutnya sehingga ketimpangan gender ini tidak akan pernah
pudar.
Upaya untuk mengatasi bias gender dalam pendidikan yang dapat dilakukan sebagai
berikut:
REFERENSI
http://repository.uin-suska.ac.id/20488/7/7.%202018205TMPI_BAB%20II.pdf
https://www.akseleran.co.id/blog/pendidikan-adalah/#:~:text=Pendidikan%20adalah
%20suatu%20pondasi%20dalam%20hidup%20yang%20harus,Proses
%20pembelajaran%20ini%20melalui%20pengajaran%2C%20pelatihan%20dan
%20penelitian
https://www.bappenas.go.id/files/8613/5229/8462/1-laporan-pencapaian-tujuan-
pembangunan-milenium-indonesia-
2010201011181321170__20101223204310__2813__0.pdf
https://pddikti.kemdikbud.go.id/mahasiswa
https://www.bps.go.id/subject/40/gender.html
https://blogs.worldbank.org/id/eastasiapacific/gender-dan-pendidikan-di-indonesia-
kemajuan-yang-masih-membutuhkan-kerja-keras
https://www.mkorsoutlet.com.co/10-fakta-tentang-pendidikan-perempuan-di-
indonesia/
https://kulpulan-materi.blogspot.com/2017/10/gender-dan-pendidikan.html
https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/9aeb5-3.-kesetaraan-gender-dan-
pendidikan.pdf
https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/pendidikan-ala-ki-hadjar-
dewantara-pendidikan-yang-memerdekakan#:~:text=Menurut%20Ki%20Hadjar
%20Dewantara%20hakikat,aspek%20lahir%20dan%20batin%20manusia.
https://eprints.umm.ac.id/41375/3/BAB
%20II.pdfhttps://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan
https://medium.com/@monibeltim/gender-dalam-pendidikan-dd6ca967be24
Nursaptini, N., et al. "Budaya Patriarki dan Akses Perempuan dalam Pendidikan."
AL-MAIYYAH 12.2 (2019): 16-26.
https://kumparan.com/rchmdiniii28/ketidaksetaraan-gender-dalam-dunia-pendidikan-
di-indonesia-1vo4jTWZamR/4
https://www.kompasiana.com/fathurrahman_fathurrahman/permasalahan-
gender-di-dunia-pendidikan-terbaru-2017_5938e82a1397739d289b9e97
http://puslit.kemsos.go.id/download/147
https://brainly.co.id/tugas/10112374?
utm_source=android&utm_medium=share&utm_campaign=question