Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS KONSERVASI

RESTORASI KOMPOSIT KLAS IV PADA GIGI 21

Disusun Oleh :
Meydita Tri puspitasari
1112014027

Pembimbing Dept. Konservasi :


Drg. Rika Nuraisyah, Sp. KG

PROGRAM PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

Gigi mempunyai 4 fungsi pokok yaitu: (1) fungsi mastikasi, (2) fungsi estetik, (3) fungsi
bicara, (4) fungsi perlindungan terhadap jaringan pendukungnya. Keempat fungsi tersebut dapat
optimal apabila gigi dalam kondisi normal. 1 Karies gigi merupakan salah satu penyebab yang
mengganggu dalam fungsi pengunyahan serta fungsi estetik apabila terdapat karies pada gigi
depan.2

Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang
progresif pada jaringan keras permukaan mahkota dan akar gigi yang dapat dicegah. Prevalensi
karies masih cukup tinggi di seluruh dunia, sehingga karies merupakan suatu penyakit infeksi
gigi yang menjadi prioritas masalah kesehatan gigi dan mulut.2

Berdasarkan The Global Burden of Disease Study 2016 masalah kesehatan gigi dan
mulut khususnya karies gigi merupakan penyakit yang dialami hampir dari setengah populasi
penduduk dunia (3,58 milyar jiwa). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018
menyatakan bahwa proporsi terbesar masalah gigi di Indonesia adalah gigi rusak/berlubang/sakit
(45,3%)2

Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk menumpat kavitas gigi adalah resin
komposit. Bahan komposit yaitu gabungan antara dua atau lebih bahan berbeda dengan sifat-
sifat yang lebih baik daripada bahan itu sendiri. Resin komposit dapat digunakan untuk
mengganti struktur gigi yang hilang, memodifikasi struktur gigi dan kontur warna sehingga
dapat meningkatkan estetik. Komposit terdiri dari tiga komponen utama yang dimodifikasi
dengan senyawa lain. Tiga komponen utama tersebut adalah bahan pengisi, matriks, dan
coupling agent. Setiap komposit menggunakan formulasi yang berbeda untuk mencapai
berbagai karakteristik. Hal ini memungkinkan dokter untuk memilih produk tertentu yang
diindikasikan untuk setiap lokasi lesi, ukuran lesi, beban oklusal, dan individu dengan resiko
karies yang tinggi. Terdapat 4 macam tipe resin komposit berdasarkan ukuran partikel filler
yaitu macrofiller, microfiller, hybrid, dan nanofiller.1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Karies Gigi

1.1.1 Definisi Karies

Karies gigi merupakan penyakit multifaktorial pada jaringan gigi yang


diawali dengan kerusakan jaringan yang dimulai dari permukaan gigi seperti pada
bagian pit, fissures, dan daerah inter proksimal, dan kemudian meluas kearah
pulpa. Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang dan juga dapat timbul pada satu
permukaan gigi atau lebih, serta dapat meluas ke bagian yang lebih dalam dari
gigi. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya karies gigi,
diantaranya adalah karbohidrat, mikroorganisme dan saliva, permukaan dan
anatomi gigi.3

1.1.2 Etiologi Karies

Gambar 1. Etiologi karies gigi

Terbentuknya karies disebabkan oleh adanya tiga faktor primer yaitu host
(gigi), mikroorganisme, dan substrat (karbohidrat), ditambah faktor keempat yang
juga berpengaruh besar, yaitu waktu. Mekanisme terjadinya karies dimulai dengan
adanya substrat dan mikroorganime (Streptococcus mutans yang merupakan flora
normal rongga mulut berubah menjadi patogen oportunistik). Mikroorganisme ini
terakumulasi di permukaan gigi dalam bentuk plak dan akan mengubah substrat
menjadi asam melalui proses fermentasi. Asam hasil proses fermentasi tersebut
dapat mengakibatkan demineralisasi, yaitu larutnya jaringan keras gigi. Apabila
proses demineralisasi ini berlangsung terlalu lama, maka sejumlah mineral
pembentuk jaringan keras gigi akan hilang dan membentuk lubang pada
permukaan gigi.4 Selain faktor langsung dari dalam mulut yang berhubungan
dengan terjadinya karies, terdapat pula faktor predisposisi yang juga disebut
sebagai risiko luar, antara lain usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat
ekonomi, lingkungan, sikap dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan gigi
dan mulut.5

2.1.2.1 Faktor langsung

a. Host

Struktur dan komposisi gigi tidak diragukan lagi mempengaruhi inisiasi


dan progresi dari lesi karies. Permukaan enamel yang terluar diketahui
lebih resisten terhadap karies dibandingan dengan permukaan enamel di
bawahnya. Keadaan morfologi gigi juga berpengaruh terhadap
perkembangan karies, adanya pit dan fissure yang dalam pada permukaan
gigi dapat menjadi tempat masuknya sisa-sisa makanan, bakteri dan debris.
Penumpukan sisa-sisa makanan, bakteri dan debris yang tidak dibersihkan
akan menyebabkan karies berkembang dengan cepat.6 Saliva merupakan
salah satu faktor host yang memiliki peranan terhadap terjadinya karies.
Pada tahun 1901, Rigolet menemukan bahwa pasien dengan sekresi saliva
yang sedikit atau tidak sama sekali memiliki presentase karies gigi yang
semakin meninggi. Selain itu juga sering dijumpai kasus pasien balita
dengan karies pada seluruh giginya karena aplasia kelenjar parotis.3

b. Mikroorganisme

Bakteri Streptococcus mutans dan bakteri Laktobacili merupakan dua


bakteri yang berperan penting dalam proses terjadinya karies.
Streptococcus mutans beperan dalam proses awal pembentukan karies,
setelah itu 10 bakteri laktobacili meneruskan peran untuk membentuk
kavitas pada enamel. Plak gigi mengandung bakteri yang memiliki sifat
acidogenic (mampu memproduksi asam) dan aciduric (dapat bertahan pada
kondisi asam). Selama proses pembetukan lesi karies, pH plak turun
menjadi dibawah 5,5 sehingga menciptakan suasana asam dan terjadi
proses demineralisasi enamel gigi. Namun proses demineralisasi tersebut
dapat diimbangi dengan proses remineralisasi yaitu keadaan dimana enamel
gigi mengalami disolusi asam. Terjadinya remineralisasi dan demineralisasi
ini yang menentukan terjadinya karies.3

c. Substrat

Menurut Panjaitan (1997) orang dengan tingkat konsumsi karbohidrat yang


tinggi terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada giginya
namun orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein
memiliki resiko rendah terkena karies. Pengaruh substrat terhadap
pembentukan plak adalah membantu perkembangbiakan dan kolonisasi
mikroorganisme pada permukaan enamel dengan menyediakan bahan
metabolisme bagi mikroorganisme yang menyebabkan timbulnya karies.7

d. Waktu

Upaa preventif karies gigi pada anak adalah dengan pengurangan asupan
karbohidrat yang akan menyebabkan penurunan pH rongga mulut oleh
metabolisme bakteri pembentuk plak. Plak hasil metabolisme bakteri akan
tetap dalam kondisi asam selama beberapa saat. Untuk kembali ke pH
normal, diperlukan waktu 30-60 menit. Dengan demikian, asupan
karbohidrat dengan frekuensi tinggi akan menahan pH plak di bawah
normal yang akan menyebabkan terjadinya demineralisasi enamel.7
Kemampuan saliva untuk melakukan remineralisasi selama berlangsungnya
proses demineralisasi, menandakan bahwa proses karies terdiri atas proses
remineralisasi dan demineralisasi yang terjadi secara terus menerus.
Rentang waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu
kavitas cukup beragam, diperkirakan 6-48 bulan.8 Karies akan terjadi jika
terdapat gangguan keseimbangan antara proses demineralisasi dan
remineralisasi. Sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk
menghentikan perjalanan penyakit ini, karena Apabila terdapat saliva
dalam jumlah cukup di dalam lingkungan gigi, sehingga keseimbangan
antara demineralisasi dan remineralisasi terjaga maka karies tidak
menghancurkan 12 gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam
hitungan bulan atau tahun.7

2.1.2.2 Faktor tidak langsung

a. Ras (suku bangsa)

Hubungan ras terhadap kejadian karies gigi masih sangat sulit


ditentukan. Namun demikian, salah satu faktor anatomi seperti bentuk
tulang rahang suatu ras bangsa dapat berpengaruh terhadap presentase
kejadian karies. Pada ras tertentu dengan bentuk rahang yang kecil atau
sempit dapat menyebabkan gigi-geligi pada rahang tersebut tumbuh
tidak beraturan atau berjejal dan dapat menyulitkan proses pembersihan
secara menyeluruh sehingga akan meningkatkan prevalensi kejadian
karies pada ras tersebut.3 Beberapa penelitian juga menyebutkan adanya
perbedaan pendapat terhadap hubungan ras (suku bangsa) dengan
prevalensi karies, yang disebabkan karena adanya perbedaan tingkat
sosial ekonomi dan keadaan lingkungan sosial yang dipengaruhi oleh
perbedaan pendidikan, pendapatan dan ketersediaan akses pelayanan
kesehatan yang berbeda disetiap ras (suku bangsa).4

b. Usia

Prevalensi karies akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.


Hal ini disebabkan karena paparan faktor resiko penyebab karies
terhadap gigi terjadi semakin lama, oleh karena itu penting untuk
memahami dan mengendalikan faktor resiko tersebut guna mencegah
timbulnya lesi karies baru maupun memperlambat perkembangan lesi
karies yang sudah ada.4

c. Jenis kelamin

Prevalensi karies gigi pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-


laki. Hal ini disebabkan karena erupsi gigi pada perempuan lebih cepat
dibanding laki-laki, sehingga perempuan akan terpapar faktor resiko
karies lebih lama4.

d. Keturuan

Orang tua dengan karies yang rendah cenderung memiliki anak-anak


dengan karies yang rendah, begitu pula sebaliknya orang tua dengan
tingkat karies yang tinggi cenderung memiliki anak-anak dengan
dengan tingkat karies yang tinggi pula.6 Namun hal tersebut belum
dipastikan penyebabnya karena murni genetik, transmisi bakteri atau
kebiasaan makan dan perilaku dalam 14 menjaga kesehatan gigi yang
sama dalam suatu keluarga.4

e. Status sosial ekonomi

Anak-anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah memiliki


indeks DMF-T lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak dari
keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi. 9 Hal ini disebabkan
karena status sosial ekonomi akan mempengaruhi sikap dan perilaku
seseorang dalam upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.4

f. Sikap dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan gigi

 Perilaku menyikat gigi

Perilaku memiliki peranan penting dalam mempengaruhi status


kesehatan gigi dan mulut, salah satunya adalah perilaku menyikat
gigi.10 Beberapa penelitian menunjukan bahwa kebiasaan menyikat
gigi, frekuensi menyikat gigi, dan penggunaan pasta gigi yang
mengandung fluoride berpengaruh terhadap kejadian karies.11
 Penggunaan dental floss

Dental floss atau benang gigi merupakan alat yang digunakan untuk
membersihkan sisa makanan dan plak pada daerah yang sulit
dijangkau oleh sikat gigi, seperti pada daerah interproksimal.
Pembersihan plak pada daerah interproksimal penting untuk
memelihara kesehatan gingiva, pencegahan karies dan penyakit
periodontal. Penggunaan dental floss sebaiknya dilakukan sebelum
menyikat gigi, karena dapat membersihkan daerah interdental yang
tidak bisa dicapai dengan sikat gigi.12

1.1.3 Patofisiologi Karies

Proses terjadinya karies ditandai dengan adanya demineralisasi dan


hilangnya struktur gigi. Bakteri pada plak gigi memetabolisme karbohidrat (gula)
sebagai sumber energi untuk kemudian memproduksi asam sehingga menyebabkan
turunya pH plak (<5,5). Penururnan pH menyebabkan terganggunya keseimbangan
ion kalsium dan fosfat sehingga mengakibatkan hilangnya mineral enamel gigi dan
terjadinya proses demineralisasi. Pada keadaan dimana pH sudah kembali normal
dan terdapat ion kalsium dan fosfat pada gigi maka mineral akan kembali ke enamel
gigi, proses ini disebut sebagai proses remineralisasi. Kareis merupakan proses
dinamis tergantung pada keseimbangan antara proses demineralisasi dan
remineralisasi. Proses demineralisasi yang terus berulang tanpa diimbangin proses
remineralisasi akan menyebabkan larut dan hancurnya jaringan keras gigi yang
dapat berupa lesi karies atau “kavitas”.13

1.1.4 Klasifikasi Karies Gigi

Karies gigi diklasifikan menurut lokasi terjadinya dengan tingkat kedalaman karies.
Klasifikasi berdasarkan tingkat kedalamannya yaitu:

a. Karies superfisial

Karies superfisial adalah karies yang terjadi hanya mengenai permukaan email
saja, belum mengenai permukaan dentin.
b. Karies media

Karies media adalah karies yang sudah mengenai permukaan dentin tetapi tidak
melebihi setengah ketebalan dentin.

c. Karies profunda

Karies profunda adalah karies yang sudah melewati setengah dari ketebalan
dentin bahkan sudah meluas hingga ke pulpa.3

Klasifikasi karies gigi yang masih banyak digunakan sampai saat ini menurut
G.V. Black yaitu berdasarkan lokasi terjadinya yaitu:3

a. Klas I

Karies yang terdapat pada permukaan pit dan fissure gigi.

b. Klas II

Karies yang terdapat pada gigi posterior yang meliputi permukaan mesial,
distal, maupun oklusal.

c. Klas III

Karies yang terdapat pada gigi anterior yang melibatkan sisi mesial atau distal
gigi tanpa melibatkan permukaan insisal.

d. Klas IV

Karies yang terdapat pada gigi anterior yang melibatkan sisi mesial atau distal
gigi yang melibatkan permukaan insisal.

e. Klas V

Karies yang terdapat pada permukaan labial, bukal, atau lingual gigi dan dapat
terjadi pada gigi anterior maupun posterior.

f. Klas VI

Karies yang terdapat pada permukaan insisal gigi insisivus ataupun pada
tonjol bukal gigi posterior.
Klasifikasi karies menurut G.J Mount and WR.Hume:14

Berdasarkan site (lokasi)

a. Site 1 : karies terletak pada pit dan fissure.

b. Site 2 :karies terletak di area kontak gigi (proksimal), baik anterior maupun
posterior.

c. Site 3 :karies terletak di daerah servikal, termasuk enamel/permukaan akar


yang terbuka.

Berdasarkan size (ukuran).

a. Size 0 : lesi dini.

b. Size 1 : kavitas minimal, belum melibatkan dentin.

c. Size 2 : Adanya keterlibatan dentin. Perawatan dengan preparasi kavitas


dimana gigi tersebut masih kuat untuk mendukung.

d. Size 3 : kavitas yang berukuran lebih besar, sehingga preparasi kavitas di


perluas agar restorasi dapat digunakan untuk melindungi struktur gigi yang
tersisa dari retak/patah.

e. Size 4 : sudah terjadi kehilangan sebagian besar struktur gigi seperti


cups/sudut insisal.

Klasifikasi karies menurut ICDAS (International Caries Detection and


Assessment System):15

a. 0 : gigi yang sehat.

b. 1 : Perubahan awal pada email yang tampak secara visual. Biasa dilihat
dengan cara mengeringkan permukaan gigi, dan tampak adanya lesi putih di
gigi.

c. 2 : Perubahan pada email yang jelas tampak secara visual. Terlihat lesi putih
pada gigi, walau gigi masih dalam keadaan basah. D
d. 3 : Kerusakan email, tanpa keterlibatan dentin.

e. 4 : Terdapat bayangan dentin (tidak kavitas pada dentin). Karies pada tahap
ini sudah menuju dentin, berada pada perbatasan dentin dan email (Dentino
Enamel Junction).

f. 5 : Kavitas karies yang tampak jelas dan juga terlihatnya dentin (Karies sudah
mencapai dentin).

g. 6 : Karies dentin yang sudah sangat meluas (melibatkan pulpa)

1.2 Resin Komposit


Resin komposit adalah salah satu bahan kedokteran gigi yang terus berkembang
hingga saat ini. Bowen memperkenalkan komposit pertama kali pada tahun 1962.
Komposit dapat didefinisikan sebagai gabungan dua atau lebih bahan berbeda dengan
sifat-sifat yang unggul atau lebih baik dari pada bahan itu sendiri.16
Komposit merupakan salah satu bahan tumpatan yang dapat memenuhi permintaan
pasien mengenai estetika, karena dapat disesuaikan dengan warna gigi dan juga memiliki
sifat biokompabilitas yang tinggi.16 Resin komposit memiliki sifat mekanik salah satunya
adalah kekerasan permukaan. Kekerasan permukaan merupakan suatu alat ukur bahan
restorasi yang digunakan untuk mengetahui daya tahan terhadap keausan, karena dapat
mempengaruhi terhadap gesekan mekanik saat mengunyah makanan dan menyikat gigi.
Faktor yang mempengaruhi kekerasan permukaan resin komposit antara lain sifat fisik
dan sifat kimiawi.17
Sifat fisik resin komposit yang mempengaruhi kekerasan resin komposit adalah
kelarutan dan penyerapan air, sedangkan sifat kimiawi adalah polimerisasi bahan,
ketebalan resin komposit, jarak penyinaran, dan lama penyinaran. Adapun faktor lain
yaitu makanan atau minuman yang dikonsumsi. Apabila makanan atau minuman yang
dikonsumsi mengandung asam maka resin komposit dapat mengalami degradasi matriks
sehingga mengalami penurunan kekerasan permukaan. Degradasi matriks merupakan
terputusnya gugus metakrilat pada Bis-GMA karena polimer resin komposit mengandung
ikatan yang tidak stabil sehingga dapat dengan mudah terdegradasi apabila terpapar oleh
pH yang rendah (asam). Putusnya ikatan polimer karena degradasi menyebabkan
terbentuknya monomer sisa. Monomer sisa ini akan terlepas dari resin komposit apabila
terpapar cairan rongga mulut atau yang mengandung asam.17
Resin komposit memiliki kelemahan yaitu, penyusutan atau pengerutan yang
terjadi pada saat polimerisasi. Kelemahan ini yang sampai sekarang masih menjadi
hambatan untuk mendapatkan hasil tumpatan yang baik dan bertahan lama. Kelemahan
lain yang terdapat pada resin komposit yaitu perbedaan koefisien ekspansi termal antara
struktur gigi dan resin komposit. Perbedaan itu akan mempengaruhi kerapatan tepi
restorasi antara resin komposit dan dinding kavitas.16

1.2.1 Komposisi resin komposit


Resin komposit terdiri dari 4 komponen utama, yaitu matriks resin, filler (partikel
pengisi anorganik), coupling agent, dan foto inisiator.18
a. Matriks resin
Matriks monomer yang paling sering digunakan sebagai kandungan dalam suatu
resin komposit adalah 2,2-bis[4(2-Hydroxy-3-methacryloxypropyloxy)-phenyl]
propane (Bis-GMA) dan urethane dimethacrylate (UDMA). Kedua monomer
ini memiliki ikatan ganda karbon reaktif disetiap ujung rantai monomer yang
dapat memungkinkan terjadinya polimerisasi. Monomer memiliki viskositas
yang tinggi terutama Bis-GMA, sehingga perlu ditambah pengencer untuk
mendapatkan konsistensi klinis setelah filler ditambahkan. Monomer yang
memiliki berat molekul rendah dengan ikatan ganda karbon yang difungsional
digunakan untuk untuk mereduksi dan mengontrol viskositas campuran resin
komposit, seperti triethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA), atau Bis-
EMA6.
Pada tahun 2018, ditemukan metakrilat jenis baru untuk mengontrol
volumetric shrinkage dan polymerization stress resin komposit diperkenalkan.
Peningkatan jarak antar gugus metakrilat dilakukan untuk mengurangi densitas
ikatan silang. Pendekatan lain adalah meningkatkan kekakuan monomer.
Beberapa contoh monomer metakrilat dengan penyusutan yang rendah adalah
dimer acid, DuPont monomer, dan FIT-85.
Sistem monomer baru yang disebut silorane telah dikembangkan untuk
mengurangi shrinkage dan tegangan internal yang dihasilkan saat polimerisasi.
Nama silorane berasal dari siloxane dan oxirane (yang dikenal dengan epoxy).
Siloxane dan oxinrane berfungsi memberikan sifat hidrofobik pada resin
komposit dan ikatan silang opening ring melalui polimerisasi kationik. Sistem
inisiator khusus diperlukan untuk polimerisasi silorane.
b. Filler
Berbagai bahan pengisi (filler) mineral trasparan yang digunakan untuk
memperkuat resin komposit dan mengurangi shrinkage pada saat polimerisasi
berlangsung (umumnya komposisi filler berkisar antara 30-70% vol atau 50-85
% berat komposit). Hal ini termasuk "soft glass" dan "hard glass" dari
borosilikat, fused quartz, aluminium silikat, litium aluminium silikat (beta-
eucryptite memiliki koefisien ekspansi termal negatif), ytterbium fluorida, dan
barium (Ba), strontium (Sr), zirkonium (Zr), dan zinc glass.
Quartz memiliki keuntungan yang tidak dapat bereaksi dengan bahan
kimia dan juga sangat keras, yang bersifat abrasive terhadap gigi atau restorasi
lawannya, serta sulit untuk di-grinding atau dihancurkan menjadi partikel yang
sangat halus. Silika amorf memiliki komposisi dan indeks bias yang sama
dengan quartz. Silika amorf tidak berbentuk kristal dan sekeras quartz, sehingga
dapat mengurangi sifat abrasif struktur permukaan komposit dan meningkatkan
kemampuan poles resin komposit.
c. Coupling agent (bahan pengikat)
Coupling agent digunakan untuk menyatukan filler dan matriks resin. Coupling
agent yang sering digunakan adalah silane, 3-metakrilloxi propil trimetok sisilan
(MPTS). Komposit dengan epoksi monomer siloran dan penyusutan yang
rendah, 3-glycidoxypropyltrimethoxysilane, digunakan untuk mengikat filler
pada matriks oksiran.
d. Foto inisiator
Proses polimerisasi resin komposit dimulai dengan pelepasan radikal bebas dari
struktur monomer metakrilat yang membutuhkan energi eksternal berupa energi
panas, kimiawi, atau radiasi. Aktivasi kimia resin terdiri dari dua pasta. Satu
pasta terdiri dari bahan inisiator benzoil peroksida, dan pasta lainnya terdiri dari
aktivator amina tersier. Saat ini photoactivator gigi yang sering digunakan
adalah camphorquinon, yang berwarna kuning kenari dan menghasilkan
restorasi komposit kekuningan. Penyerapan sinar pada camphorquinone berkisar
antara 425-495 nm.
1.2.2 Klasifikasi resin komposit
Berdasarkan ukuran filler resin komposit diklasifikasi menjadi:18,19,20
a. Resin komposit macrofiller
Resin komposit macrofiller disebut juga dengan resin komposit konvesional
atau komposit berbahan pengisi makro, disebut demikian karena ukuran partikel
bahan pengisinya yang relatif besar. Bahan pengisi (filler) yang sering
digunakan untuk komposit ini adalah quartz giling. Memiliki ukuran rata-rata
partikel filler sekitar 8-12μm dan dan partikel terbesar sekitar 50 μm. Besarnya
bahan partikel pengisi pada resin komposit ini menjadikan permukaannya kasar
dan lebih tahan terhadap abrasi. Namun permukaan yang kasar pada resin juga
menjadi kekurangannya yakni cenderung dapat berunah warna.
b. Resin komposit microfiller
Resin ini memiliki ukuran partikel filler sekitar 0,04 – 0,4 μm. Kelemahan dari
resin adalah ikatan antara partikel komposit dan matriks yang dapat mengeras
adalah lemah, mempermudah pecahnya restorasi tersebut. Karena kelemahan ini
resin komposit microfiller tidak cocok digunakan pada permukaan yang harus
menahan beban. Resin ini memiliki sifat fisik dan mekanik yang kurang
dibandingkan macrofiller. Hal ini terjadi karena 50-70% volume bahan restorasi
microfiller dibuat dari resin. Jumlah resin yang lebih banyak dibandingkan
dengan bahan pengisi menyebabkan penyerapan air yang lebih tinggi, koefisien
ekspansi termal yang lebih tinggi dan penurunan modulus elastisitas.
Namun resin komposit ini menghasilkan permukaan yang lebih halus,
seperti yang diharapkan untuk restorasi estetika dibadingkan dengan komposit
lainnya. Sehingga bahan tersebut lebih disukai untuk restorasi lesi karies
permukaan halus khususnya untuk dareah yang tidak perlu menahan beban, dan
menambal daerah sub-gingival (kelas III dan V).
c. Resin komposit hybrid
Resin komposit hibrid merupakan resin komposit kombinasi antara resin
komposit konvensional (macrofiller) dengan partikel kecil (microfiller) yang
mempunyai ukuran partikel filler sebesar 0,6-1,0 μm. Tujuan pencampuran
macrofill dan microfill adalah untuk mendapat sifat fisis yang mirip dengan
komposit macrofill dan kehalusan permukaan seperti microfill. Resin komposit
ini mempunyai tingkat kekuatan dan kehalusan yang cukup baik sehingga dapat
diindikasikan untuk restorasi gigi anterior maupun posterior.
d. Resin komposit nanofiller
Resin komposit nanofiller mempunyai ukuran partikel filler yang sangat kecil
yaitu sekitar 0,005-0,0 μm sehingga kekuatan dan ketahanan hasil poles yang
dihasilkan sangat baik. Partikel nano yang kecil menjadikan resin komposit
nanofiller dapat mengurangi polymerization shrinkage dan mengurangi adanya
microfissure pada tepi email yang berperan pada marginal leakage, dan
perubahan warna.
Berdasarkan viskositasnya resin komposit dapat dibedakan menjadi: 21
a. Resin komposit packable
Resin komposit packable dikenal juga sebagai resin komposit condensable, sebagai
alternatif pengganti amalgam. Resin komposit jenis ini, mempunyai ukuran filler
0,7-2 μm dan muatan filler antara 66-70% volume. Komposisi filler yang tinggi dan
ukuran partikel yang besar menyebabkan kekentalan atau viskositas menjadi
meningkat sehingga sulit untuk mengisi celah kavitas yang kecil. Akan tetapi,
semakin besarnya komposisi filler juga akan mengurangi pengerutan selama
polimerisasi dan terdapat perbaikan sifat fisik terhadap tepi restorasi. Resin
komposit packable diindikasikan untuk restorasi kelas I, II, dan VI (MOD).
b. Resin komposit flowable
Resin komposit flowable merupakan modifikasi resin komposit mikrofil dan
hibrida. Resin komposit flowable mempunyai ukuran filler 0,04-1μm dengan
muatan filler antara 42-53% volume. Oleh karena kandungan filler yang rendah,
resin komposit ini menunjukkan tingginya penyusutan selama polimerisasi, daya
tahan pemakaian rendah, radiopasitas rendah dan viskositas rendah. Viskositas
yang rendah memungkinkan resin komposit flowable mengisi celah kavitas yang
sempit. Radiopasitas yang rendah pada resin komposit ini memberikan gambaran
radiolusen pada foto sinar X. Resin komposit flowable diindikasikan untuk restorasi
kelas V dan I, lining atau basis untuk restorasi kelas II dan restorasi pada gigi anak-
anak.
1.2.3 Sifat resin komposit
Sifat resin komposit terbagi atas empat, yaitu sifat fisik, mekanis, optis dan
biologis22
a. Sifat fisik
 Polymerization shrinkage
Pengerutan polimerisasi volumetric bebas dipengaruhi langsung oleh jumlah
oligomer dan bahan pengencer (diluent), sehingga resin mikrohibrid
mengalami pengerutan hanya 0,6-1,4% dibandingkan dengan resin
microfilled mengelamai pengerutan sekitar 2-3%. Pengerutan ini
menyebabkan tekanan polimerisasi sebesar 13 MPa diantara komposit dan
struktur gigi. Tekanan ini dapat mempengaruhi ikatan antara komposit dan
gigi, sehingga menyebabkan celah kecil yang dapat menyebabkan
kebocoran dan masuknya saliva. Tekanan ini dapat melebihi kekuatan
tensile strength dan mengakibatkan crack serta fraktur email. Hal ini rentan
terjadi pada komposit microfilled, yang mana terdapat persentase volume
polimer yang jauh lebih tinggi, dan polymerization shrinkage lebih besar.
Selain itu polymerization shrinkage dapat dikurangi dengan teknik
penambalan yang incremental.
 Sifat termal
Resin komposit memberikan isolasi termal yang baik untuk pulpa gigi
karena matriks polimer organik memiliki konduktivitas termal yang rendah.
Koefisien linear ekspansi termal dari resin komposit berkisar 25-38 x 10-
6/ºC untuk resin komposit dengan partikel halus dan 55-68 x 10-6/ºC untuk
resin komposit dengan partikel microfine. Konduktivitas termal dari semua
resin komposit cocok dengan enamel dan dentin, dan jauh lebih baik
dibandingkan dengan amalgam. Konduktivitas termal resin komposit
dengan partikel halus lebih besar dari resin komposit dengan partikel
microfine karena konduktivitas pengisi anorganik lebih tinggi dibandingkan
dengan matriks polimer.
 Penyerapan air
Penyerapan air resin komposit dengan partikel halus (0,3-0,6 mg/mm2)
lebih besar daripada partikel microfine (1,2-22 mg/mm2) karena fraksi
volume polimer lebih rendah pada komposit dengan partikel halus. Kualitas
dan stabilitas silane coupling agent penting untuk meminimalkan kerusakan
ikatan antara filler dan polimer serta jumlah penyerapan air. Penyerapan air
merupakan proses yang lambat bila dibandingkan dengan polymerization
shrinkage dan penyerapan stress air oleh resin komposit berkorelasi dengan
penurunan kekerasan permukaan dan ketahanan aus.
 Kelarutan
Kelarutan komposit dalam air bervariasi dari 0,01 hingga 0,06 mg/cm 2.
Intensitas dan durasi dari penyinaran yang tidak adekuat dapat menyebabkan
polimerisasi tidak maksimal, terutama pada bagian permukaan dari restorasi.
Polimerisasi yang tidak adekuat menyebabkan lebih tingginya penyerapan air
dan kelarutan dari komposit, secara tidak langsung hal ini juga dapat
mempengaruhi stabilitas warna dari restorasi.
 Stabilitas warna
Translusensi dan stabilitas warna yang baik sangat penting untuk menjaga
tingkat estetika dari komposit. Semakin bahan restorasi mendekati warna
permukaan gigi maka semakin baik pula estetika yang dihasilkan.
Perubahan warna yang membuat bahan menjadi tidak cocok dengan warna
permukaan gigi menjadi alasan utama untuk mengganti restorasi. Perubahan
warna dapat terjadi akibat reaksi oksidasi dan hasil dari pertukaran air dalam
matriks polimer, serta interaksi dari polimer yang tidak bereaksi dengan
inisiator dan akselerator dari komposit setting
 Working dan Setting Times
Polimerisasi dimulai ketika komposit yang pertama terkena cahaya.
Kekakuan berlangsung dalam hitungan detik setelah terpapar cahaya dengan
intensitas tinggi dari sumber penyinaran. Meskipun restorasi komposit
tampak keras dan setelah terpapar sepenuhnya oleh sumber penyinaran,
reaksi penyinaran terus selama 24 jam.
b. Sifat mekanis
 Kekuatan (strength)
Kekuatan merupakan kemampuan suatu bahan untuk menahan tekanan yang
diberikan kepadanya tanpa terjadinya kerusakan.Kekuatan terdiri dari kekuatan
kompresi (compressive strength), kekuatan tarik (tensile strength) dan modulus
elastik. Setiap resin komposit memiliki kekuatan yang berbeda-beda, contohnya
kekuatan kompresi dari resin komposit tradisional (250-300 Mpa) lebih rendah
dari komposit hibrid (300-350 Mpa). Resin komposit hibrid (70-90 Mpa) juga
mempunyai kekuatan tarik yang lebih baik dari resin komposit microfiller (30-
50 Mpa). Compressive strength adalah kemampuan material untuk
mempertahan keutuhannya di bawah tekanan. Artinya berapa besar tekanan
yang dapat diterima oleh material itu sebelum hancur dan sehinga material itu
tidak dapat digunakan lagi. Tekanan maksimum yang dapat diterima oleh suatu
material sebelum kehancurannya disebut compressive strength.
 Kekerasan (hardness)
Kekerasan dari resin komposit (22-80 kg/mm2) lebih rendah dari enamel
(343 kg/mm2) dan amalgam (110 kg/mm2). Kekerasan permukaan resin
komposit dengan partikel halus lebih besar daripada resin komposit dengan
partikel microfine karena fraksi kekerasan dan volume partikel bahan
pengisi (filler).
c. Sifat optis
Beberapa bahan pengisi (filler), seperti kuarsa, kaca litium-aluminium, dan
silika, tidak radiopak dan harus dicampur dengan bahan pengisi lain untuk
menghasilkan komposit radiopak. Hal ini diperlukan agar gambaran radiolusen
dari karies sekunder disekitar maupun dibawah restorasi dapat dilihat dengan
mudah melalui radiografi.
1.2.4 pemilihan warna resin komposit
Pemilihan warna dilakukan pada awal tindakan, sebelum gigi mengalami dehidrasi.
Sangat membantu untuk menempatkan warna komposit yang diinginkan pada gigi dan
melakukan light cure untuk mendapatkan warna yang baik. Pemilihan warna dentin dan
email dipilih dengan menggunakan composite button technique. Dentin button
ditempatkan di bagian servikal gigi dan enamel button ditempatkan sebagai
perpanjangan gigi (Gambar 5). Teknik ini membantu dalam mencapai ketetapan warna
yang akurat dan untuk menciptakan restorasi polikromatik. 23

Gambar 2. Pemilihan warna resin komposit

1.2.5 Indikasi restorasi resin komposit


Indikasi penggunaan restorasi resin komposit adalah sebagai berikut:24
a. Restorasi yang berukuran kecil dan sedang
b. Mempertimbangkan faktor estetik
c. Restorasi yang dapat diisolasi selama prosedur dilakukan
d. Restorasi yang digunakan untuk memperkuat sisa struktur gigi yang melemah
e. Restorasi yang dapat berfungsi sebagai core untuk mahkota
1.2.6 Kontra indikasi resin komposit
Kontraindikasi penggunaan restorasi resin komposit adalah sebagai berikut:24
a. Bila daerah yang akan ditumpat tidak dapat diisolasi
b. Bila terdapat tekanan oklusal yang berat
c. Restorasi yang meluas ke permukaan akar
d. Pasien yang memiliki kebiasaan grinding atau clenching
1.2.7 Kelebihan restorasi resin komposit
a. Estetik baik
b. Mudah, preparasi gigi tidak terlalu kompleks
c. Pengurangan struktur gigi secara konservatif (minimal)
d. Mengurangi terjadinya karies sekunder
e. Meningkatkan retensi
1.2.8 Kekurangan restorasi resin komposit
a. Adanya efek pengerutan polimerisasi
b. Lebih mahal
c. Membutuhkan waktu lebih lama untuk melakukan restorasi
d. Elastisitas rendah
e. Dapat terjadi fraktur pada marginal ridge
1.3 Restorasi resin komposit klas IV
Kavitas kelas IV merupakan kavitas pada permukaan proksimal gigi anterior yang telah
mencapai incisal. Tahapan restorasi resin komposit klas IV adala sebagai berikut: 25
a. Pembersihan permukaan gigi
Menggunakan pumice dan sikat putar untuk menghilangkan plak, pelikel, stain superfisial
serta kalkulus
b. Pemilihan warna komposit
c. Isolasi daerah kerja
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengisolasi daerah kerja adalah cotton roll
atau isolator karet (rubber dam)
d. Preparasi
Menggunakan bur bulat diamond untuk menghilangkan jaringan karies pada gigi.
Permukaan enamel dibevel dengan menggunakan bur flame shaped atau round. Bevel
dilakukan dengan sudut 45 pada permukaan eksternal dengan lebar ±1 sampai 2 mm.
o

Setelah itu melakukan pengecekan kavitas

Gambar 3. Preparasi resin komposit


e. Membersihkan kavitas
Semua debris dan sisa preparasi diirigasi dengan aquadest steril kemudian dikeringkan.
f. Aplikasi etsa
Mengulaskan bahan etsa (asam fosfor 30-50%) dalam bentuk gel pada permukaan gigi
yang sudah dipreparasi. Kemudian didiamkan selama 15 detik. Dilakukan pencucian
dengan air untuk menghilangkan bahan etsa selama 30 detik. Setelah pencucian gigi
dikeringkan dengan kapas lembab

Gambar 4. Aplikasi etsa pada kavitas


g. Aplikasi bonding
Mengoleskan bonding pada seluruh kavitas menggunakan microbrush pada permukaan
yang telag dietsa, tunggu 10 detik, ratakan semua dengan tiupan angina di sekitar kavitas
(tidak langsung mengenai kavitas). Dan sinar selama 20 detik
h. Penumpatan
Lakukan contouring pada matriks Mylar, lalu pasang dan fiksir matriks Mylar dengan
baik. Ambil resin komposit yang warnanya sesuai dengan plasctic fillng, membuat
composite core terlebih dahulu dan dikondensasikan ke dinding fasial dengan
menggunakan plugger. Sinari dari labial selama 20-30 detik, kemudian dari palatal selama
20-30 detik. Penumpatan dilakukan secara incremental, dan setiap lapisan tidak melebihi
2 mm. Letakkan lapisan komposit selanjutnya untuk membentuk proksimal dan palatal.
Tarik strip sedikit ke arah palatal untuk mendapatkan adaptasi tepi yang baik, kemudian
tarik strip selanjutnya dari arah palatal dengan cepat. Kelebihan komposit dari tepi kavitas
dibuang dan dibentuk dengan carver. Sinar dari labial 20-30 detik. Lakukan pemasangan
matriks kembali, ambil resin komposit kembali dengan plasic filling dan dikondensasikan
ke ruang kavitas yang tersisa ke bagian labial dengan menggunakan plugger, kemudian
tarik strip seluruhnya dari arah palatal dengan cepat. Kelebihan komposit dari tepi kavitas
dibuang dan dibentuk sesuai dengan anatomi gigi dengan carver. Sinar dari labial selama
20-30 detik.
Gambar 5. Tahap penumpatan resin komposit kls IV

i. Finishing dan polishing


Finishing meliputi shaping, contouring dan penghalusan restorasi. Sedangkan polishing
digunakan untuk membuat permukaan restorasi tampak mengkilat. Finishing dapat
dilakukan segera setelah komposit aktibasi sinar telah mengalami polimerasasatau 3 menit
setelah pengerasan awal.memperbaiki anatomi tumpatan dengan diamond bur halus.
Kontur dan tepi permukaan proksimal dicek secara visual dan taktil dengan eksplorer dan
dental floss. Poles permukaan labial dan lingual/palatal dengan disc abrasive dengan arah
dari email ke resin komposit untuk menghaluskan permukaan restorasi. Penghalusan
permukaan juga dapat dengan impregnanted rubber point dan cups. Poles permukaan
proksimal dengan finishing strip yang tersedia dalam bentuk metal dan plastic. Untuk
metal digunakan untuk mengurangi kelebihan komposit yang besar. Sedangkan yang
plastic digunakan untuk finishing dan polishing yang juga tersedia dalam beberapa jenis
dari yang kasar sampai halus.
Gambar 6. Finishing dan polishing restorasi resin komposit

BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. Siti muthmainnah
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Kali baru VI Jakarta utara
No. Telepon : 081295707707
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal kunjungan :
3.2 Temuan Masalah Umum
a) Data subjektif
Pasien perempuan usia 47 tahun datang ke RSGM dengan keluhan gigi depan atas
berlubang kehitaman dan sering terasa ngilu ketika ada rangsangan (makan, minum
dingin). Pasien tidak ada riwayat sistemik, pasien tidak ada riwayat alergi obat, pasien
selalu menyikat gigi 2 x sehari saat mandi pagi dan sore.
b) Data objektif
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
Status Gizi : Normal
Tanda Vital : TD 120/90 mmHg, Respirasi: 20x/Menit
Penyakit Sistemik : TAK
Asesmen Nyeri : Skala nyeri 0
c) Pemeriksaan ekstra oral
Pembesaran Kelenjar : TAK
Wajah : Simetri
Bibir : Normal
Kebiasaan Buruk : Tidak ada
TMJ : Normal

d) Pemeriksaan intra oral


Sisa Makanan : Regio 1, 4
Plak : Ada pada semua region
Kalkulus : Ada pada semua region
Gingiva : TAK
Crowding : anterior RB
Mukosa : TAK
ODONTOGRAM

Pemeriksaan Gigi dan Rencana Perawatan Invassif


Elemen Diagnosis Rencana Elemen Diagnosis Rencana
TV

TV

Perawatan Perawatan
18 + Pulpa RK kls I 21 61 + Pulpitis RK kls IV
normal Reversibel
17 + Pulpa RK kls I 22 62 + Sou
Normal
16 + Sou 23 63 + Sou
15 55 + Sou 24 64 + Pulpa RK ks II
Normal
14 54 + Pulpa RK kls I 25 65 + Pulpa RK kls II
Normal Normal
13 53 + Sou 26 + Pulpa RK kls II
Normal
12 52 + Sou 27 - Nekrosis PSA+Onlay
Pulpa
11 51 + Pulpitis RK kls IV 28 + Pulpa RK kls I
Reversibel Normal

Pemeriksaan Gigi dan Rencana Perawatan Invassif


Eleme Diagnosis Rencana Elemen Diagnosis Rencana
TV

TV
n Perawatan Perawatan
41 81 + Sou 38 + Pulpa RK kls I
Normal
42 82 + Sou 37 + Sou
43 83 + Sou 36 + Sou
44 84 + Sou 35 75 + Pulpa RK kls II
Normal
45 85 + Sou 34 74 + Sou
46 + Pulpa RK kls II 33 73 + Sou
Normal
47 + Pulpa RK kls I 32 72 + Sou
Nromal
48 Pulpa RK kls I 31 71 + Sou
Normal

FOTO KLINIS

Gambar 7. Foto klinis pasien


3.3 Pemeriksaan, diagnosis, dan rencana perawatan gigi 21
a. Pemeriksaan
 Pemeriksaan subjektif
Gigi depan rahang atas berlubang dan dibiarkan lama kelamaan rapuh dan kehitaman
serta terasa ngilu ketika minum dingin atau panas.
 Pemeriksaan Objektif
Secara klinis terlihat adanya karies pada 21 bagian mesial incisal sedikit berwarna
kehitaman. Ketika dilakukan sondase, sonde menyangkut, palpasi (-), perkusi (-), tes
vitalitas (+) stimulus dengan menggunakan chloretyl gigi terasa ngilu.
b. Diagnosis
Pulpitis reversibel (D4, site 2, size 2)
Pulpitis reversible adalah peradangan ringan pada saraf gigi (pulpa) yang menyebabkan
rasa sakit atau tidak nyaman saat gigi terpapar makanan manis maupun dingin dan
kemudian rasa sakit akan segera menghilang apabila sudah tidak terpapar oleh hal-hal
tersebut. Pada pulpitis jenis ini, keadaan saraf gigi (pulpa) dapat kembali normal apabila
ditangani secara tepat. Berdasarkan klasifikasi ICDAS lesi karies tersebut termasuk
dalam kategori D4 yaitu terlihat bayangan dentin pada kavitas, tetapi karies tersebut
belum mencapai dentin, baru sampai dentino enamel junction. Sedangkan berdasarkan
klasifikasi GJ.Mount lesi karies dalam site 2 yaitu karies terletak pada bagian proksimal.
Selain itu termasuk dalam size 2 yaitu lesi karies sedang, mengenai lapisan email dan
dentin, jaringan yang tersisa masih cukup kuat menahan beban kunyah dan dapat
beroklusi dengan baik26,27
c. Rencana Perawatan
Restorasi Resin Komposit kls IV
d. Perawatan yang dilakukan
1) Tanggal 3/10/2019
Keadaan gigi : Pulpitis reversible (D4, site 2, size 2)
Tindakan : Pengisian status konservasi dan restorasi resin komposit kls IV
Tahapan perawatan :
Alat dan bahan
Alat:
o Rubber dam
o Polishing striping
o Mylar matrix
o Light curing
o Highspeed
o Mata bur diamond dan fissure
o Bur polishing

Bahan:
o Cotton roll
o Cotton pallete
o Etsa (asam phosporic 30%)
o Bonding
o Resin komposit
o Articulating paper

Tahapan restorasi klas IV


o Pemilihan warna resin komposit
Pada kasus ini menggunakan shade A2
o Isolasi daerah kerja dengan rubber dam

o Preparasi
Garis fraktur diratakan menggunakan bur bulat diamond. Kemudian bevel
dilakukan dengan sudut 450 pada permukaan eksternal dengan lebar ±1 sampai 2
mm, setelah itu melakukan pengecekan kavitas
o Membersihkan kavitas dari sisa preparasi diirigasi dengan aquadest steril
kemudian dikeringkan
o Aplikasi etsa
Aplikasi bahan etsa berbentuk gel pada permukaan gigi yang sudah dipreparasi
dan didiamkan selama 15 detik, kemudian bilas dengan air mengalir sampai
bersih dan dikeringkan
o Aplikasi bonding
Aplikasi bonding ke selurah kavitas menggunakan microbrush lalu disinar selama
20 detik
o Pemasangan matriks
Pemasangan matriks seluloid digunakan untuk membentuk tepi gigi dan
melindungi gigi sebelahnya
o Filling
Penumpatan dilakukan secara incremental menggunakan plastic filling dan disinar
selama 20 detik
o Melakukan cek oklusi dan artikulasi dengan articulating paper
o Finishing dan polishing
o Melakukan finishing dengan bur polishing untuk membuang bagian resin
komposit yang berlebih

2) Tanggal 5/11/2019
Melakukan kontrol restorasi
Gambar 8. Foto klinis gigi 21 sebelum dan sesudah perawatan

BAB 4
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, karies pada gigi depan terjadi kemungkinan karena gigi anterior
pasien yang berjejal sehingga pasien sulit untuk membersihkan sisa makanan pada
sela-sela giginya, serta menyikat gigi hanya saat mandi pagi dan sore, dan kurangnya
edukasi mengenai kesehatan gigi dan mulut. Berdasarkan pemeriksaan subjektif
pasien mengeluhkan gigi kehitaman dan kurang percaya diri serta gigi terasa ngilu
saat makan/minum dingin atau panas, dan dari pemeriksaan objektif menunjukkan
adanya karies mencapai dentin. Pada pemeriksaan tes vitalitas (+), perkusi (-), palpasi
(-), sehingga diagnosis pada kasus ini adalah pulpitis reversibel (D4, site 2, size 2).
Reancana perawatan yang dilakukan pada kasus ini adalah restorasi resin komposit
kls IV dan memberikan KIE serta kontrol satu minggu setalah perawatan.
Tujuan dari perawatan ini adalah untuk mengembalikan aspek estetika dan
juga mendapatkan kembali bentuk dan fungsi gigi. Restorasi estetik direk akan
menjadi perawatan yang efektif untuk merekonstruksi karies pada mahkota gigi
anterior permanen tanpa komplikasi dan restorasi resin komposit merupakan pilihan
yang ideal.28 Resin komposit dipilih karena dapat menyamai warna, transparansi dan
bentuk anatomis dari gigi di sekitarnya sehingga dapat meningkatkan nilai estetik.
Resin komposit juga mampu berikatan dengan enamel (tidak seperti amalgam)
dengan mekanisme mikromekanikal, sehingga akan lebih sedikit bagian gigi yang
dipreparasi dibandingkan dengan amalgam. Selain itu resin komposit juga memiliki
keuntungan lain yaitu relatif mudah dimanipulasi, tidak mudah larut terhadap saliva,
dan tidak peka terhadap dehidrasi.29
Pada kunjungan pertama, setelah pasien memahami dan menyetujui
perawatan yang akan dilakukan, maka tahap awal adalah isolasi daerah kerja dengan
memasang rubber dam. Kemudian memilih warma resin komposit yang akan
digunakan, pada kasus ini shade A2. Tahap berikutnya adalah melakukan preparasi,
yang mana bertujuan untuk mendapatkan retensi mikromekanis. Retensi ini dapat
diperoleh dengan melakukan bevel 450 pada permukaan eksternal dengan lebar ±1
sampai 2 mm. Bevel terletak seluruhnya di dalam enamel gigi dan tidak boleh meluas
ke dentin. Tujuan dari bevelling adalah menciptakan area yang cukup untuk
pengetsaan dan menyediakan area yang sesuai untuk penetrasi resin yang tidak terisi
dan menghilangkan enamel yang tidak mendukung. Secara klinis, bevel
mempengaruhi peningkatan retensi mikro restorasi.28
Selanjutnya pada kasus ini dilakukan pengaplikasian etsa pada enamel
selama 15 detik dan dibilas. Hal ini bertujuan untuk memastikan adanya
mikroporositas pada permukaan email gigi guna meningkatkan retensi restorasi
komposit. Kemudian aplikasi bonding pada kavitas yang telah di etsa dan light cure
selama 20 detik. Bonding agen adalah cairan bahan resin yang dirancang untuk
meningkatkan ikatan antara resin komposit dan mikroporositas email yang telah
dietsa. Tahap berikutnya adalah melakukan penumpatan resin komposit secara
incremental (tidak lebih dari 2 mm) dan dibantu dengan seluloid strip agar titik
kontak dengan gigi tetangganya tetap terjaga dengan baik, kemudian light cure
selama 20 detik. Tahapan akhir pada kasus, adalah melakukan finishing dan polishing
serta cek artikulasi dengan menggunakan articulating paper.21

BAB 5
KESIMPULAN
Karies gigi merupakan penyakit multifaktorial pada jaringan gigi yang diawali
dengan kerusakan jaringan yang dimulai dari permukaan gigi seperti pada bagian pit,
fissures, dan daerah inter proksimal, dan kemudian bisa meluas kearah pulpa. Pada
kasus ini, karies pada gigi anterior terjadi kemungkinan karena gigi anterior yang
berjejal sehingga sulit untuk membersihkan sisa makanan pada sela-sela gigi, dan
kurangnya edukasi mengenai kesehatan gigi dan mulut. Gigi permanen anterior
memiliki kepentingan estetika dan fungsional termasuk memiliki pengaruh pada
profil wajah individu.
Dalam menentukan diagnosis karies gigi perlu dilakukan anamnesis,
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radiografi. Selain itu perawatan yang dilakukan
pada kasus ini adalah restorasi menggunakan resin komposit. Hal ini dipilih karena
resin komposit dapat menyamai warna, transparansi dan bentuk anatomis dari gigi di
sekitarnya sehingga dapat meningkatkan nilai estetik. Resin komposit juga mampu
berikatan dengan enamel dengan mekanisme mikromekanikal, sehingga akan lebih
sedikit bagian gigi yang dipreparasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Imamullah AY, Utomo RB. One Visit Treatment of a Class II Ellis Fracture in a 11-
year-old Female Patient (Case Report). Universitas Gadjah Mada: Fakultas
Kedokteran Gigi
2. Pariati, Wahyudin. Gambaran sikap dan perilaku terhadap karies gigi pada siswa SD
Inpres Pattiro kec. Manuju. Kab. Gowa. Stiker Amanah Makassar. 2020;19(1):64
3. Tarigan, R. (2015). Karies Gigi. Edisi 2. EGC: Jakarta.
4. Fejerskov & Kidd EAM, 2008. Dental Caries : The Disease and Its Clinical
Management. USA : Blackwell Munksgaard
5. Laelia DA, Mutiara TCS. 2011. Indeks karies dan kondisi jaringan periodontal anak
SD usia 6-12 tahun,. Prosiding PIN IDGAI V. Makassar;2011
6. Shafer, W. G., Hine, M. K., dan Levy, B. M. (2012). Textbook of Oral Pathology.
India: Elsevier, pp. 434
7. Kidd EAM, Joyston-Bechal S. Dasar-dasar karies: Penyakit dan penanggulangannya.
Alih Bahasa Sumawinata N. Jakarta: EGC, 1992.
8. Pinkham JR, et al. Pediatric Dentistry Infancy Through Adolesence. 4th ed. St. Louis:
Saunders; 2005.
9. Tulangow, J.T., Mariati, N.W., Mintjelungan, C., 2013, Gambaran Status Karies
Murid Sekolah Dasar Negeri 48 Manado Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Orang
Tua, J e-Gigi, 1 (2) : 85-93.
10. Anitasari, S., Rahayu, N.E., 2005. Hubungan Frekuensi Menyikat Gigi dengan
Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan
Palaran Kota Madya Samarinda Profinsi Kalimantan Timur. Maj. Ked. Gigi. (Dent.
J.). 38 (2): 88.
11. Lakhanpal., Manav., et al. 2014. Dietary pattern, tooth brushing habit, and caries
experience of school children in Panchkula District, India. Annals of Public Health
and Research. 1(1): 1001.
12. Magfirah, A, dan Rachmadi, P. Efektivitas Menyikat Gigi disertai Dental Floss
terhadap Penurunan Indeks Plak. Jurnal Kedokteran Gigi, II(1), pp. 5–8.
13. Heymann HO, Edward J Swift, Andre V Ritter. 2013. Sturdevant’s Art and Science
of Operative Dentistry 6th Edition. Canada : Elsevier.
14. Graham J Mount. 2009. Minimal intervention dentistry: cavity classification &
preparation, International Dentistry Sa, Vol 12(3):150-62
15. Sebastian, S.T. & Johnson, T., 2015. International Caries Detection and Assessment
System (ICDAS) : An Integrated Approach.
16. PS Gusti Gina, IN M. Yanuar, Widodo. KEBOCORAN MIKRO AKIBAT EFEK
SUHU TERHADAP PENGERUTAN KOMPOSIT NANOHYBRID. Dentino (Jur.
Ked. Gigi), Vol I. No 2. September 2016 : 108 - 112
17. FK Rusna, F Muh. Dian, N Arlina. PENGARUH JUS JERUK DAN MINUMAN
BERKARBONASI TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN RESIN
KOMPOSIT. ODONTO Dental Journal. Volume 4. Nomer 1. Juli 2017
18. RR Yori, FR Siti. Dental composite resin: A review. InAIP Conference Proceedings
2019 Dec 10 (Vol. 2193, No. 1, p. 020011). AIP Publishing LLC.
19. Anusavice, K. J. (2004). Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi (terj.). (L. Juwono,
Ed.) (edisi 10.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
20. HW Noor, AH Nabila. PERBEDAAN PERUBAHAN WARNA ANTARA RESIN
KOMPOSIT KONVENSIONAL, HIBRID, DAN NANOFIL SETELAH
DIRENDAM DALAM OBAT KUMUR CHLORHEXIDINE GLUCONATE 0,2%.
JIKG Vol. 1 No. 1 Januari 2017
21. T Rosalina,DW Lie Hanna. Gambaran Radiografis Restorasi kelas II Resin Komposit
Packable, Flowable Dan Pasta Regular. JMKG 2016;2(5):62-70
22. raig, R. G., Power, J. M. 2002. Restorative Dental Materials. Ed 11. Toronto, London:
The Mosby co: 212
23. Eichenholz Omo C. Revitalizing Discolored Anterior Restorations. Journal of
Cosmetic Dentistry. 2016 Mar 1;32(1).
24. Albers HF. Tooth-Colored Restoratives Principles and Technique. 9th ed. Ontario:
BC Decker Inc 2002, 134,157-159, 183-195
25. Buku panduan keterampilan klinik/skills lab. Semester 4 tahun 2015/2016
26. Drg Andrianto Soeprapto. Rangkuman Teori Penunjang klinik FKG UI. Jakarta. p 13-
40.
27. Kumpulan Modul Program Profesi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti.
28. EN Ashley, AA Milly, TH Opik. Direct composite restoration of permanent anterior
teeth uncomplicated crown fractures. Padjadjaran Journal of Dentistry 2012;24(1): 1-
7.
29. FNS I Gusti Ayu, MYS I Gede. PENATALAKSANAAN RESTORASI KOMPOSIT
KELAS IV DAN PASAK RICHMOND PASCA PERAWATAN SALURAN AKAR.
Interdent.jkg. vol.1 no.2, Juni 2020
30.

Anda mungkin juga menyukai