Anda di halaman 1dari 7

KONSEP PENGELOLAAN EKOSISTEM PESISIR

( Studi Kasus Kecamatan Ulujami,


Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah )
Adinda Arimbi Saraswati
Peneliti di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Abstract
As the coastal zone, Kabupaten Pemalang has an important strategic role for the
fishery development at Java Island. Pemalang’s coastal zone is a bore of several
rivers (estuary area) and this zone is a fertile maritime province so it’s potential to
develop a dyke plantation. Meanwhile as Kabupaten Pemalang’s coastal zone
have mangrove around, it’s require having conservation at this area and this
situation may have a conflict of interest to developing a dyke plantation.
Many of concept to deploy coastal zone to integrate on behalf of ecology and
economic has been developed and implemented at Kabupaten Pemalang, so this
coastal zone is become a useful zone and this area was developed with a good
environmental.
The difficulties of how to manage this area was how to deploy with variety
multifunction and this situation constantly have a conflict of interest especially how
to developed a dyke plantation for economic against conservation.
This chapter is to dwell on concepts which has been developed and implemented at
Kabupaten Pemalang which cover the Mangrove Conservation, Silvofishery and
Tumpangsari Programme.

Kata kunci : pengelolaan, ekosistem pesisirI.

I. PENDAHULUAN memanfaatkan areal mangrove yang menurut


RTRW Kabupaten Pemalang merupakan
Wilayah pesisir terdiri dari bermacam- kawasan lindung.
macam ekosistem yang secara biologis Beberapa konsep pengelolaan
produktif dan memiliki keanekaragaman yang pemanfaatan lahan pesisir telah diterapkan di
tinggi. Selain itu sekarang wilayah pesisir kabupaten Pemalang, yaitu konsep
dikembangkan sebagai kawasan perkotaan konservasi mangrove, silvofishery dan
(waterfront city). Pada masa yang akan tumpangsari.
datang wilayah-wilayah pesisir dan sumber-
sumber daya alam akan mengalami tekanan 2. GAMBARAN UMUM KAWASAN
semakin besar untuk menanggulangi laju PESISIR KABUPATEN PEMALANG
pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat
dan menunjang pengembangan dan Kabupaten Pemalang terletak pada
diversifikasi ekonomi negara. Kesulitan posisi antara 109° 17' 30" Bujur Timur - 109°
terbesar dalam pengelolaan wilayah pesisir ini 40' 30" Bujur Timur dan antara 06° 52' 30"
terletak pada pemanfaatannya yang beragam Lintang Selatan - 07° 20' 11" Lintang Selatan.
karena multifungsi dan seringkali saling Di sebelah Timur berbatasan dengan
bertentangan, khususnya antara kegiatan Kabupaten Pekalongan, di sebelah Barat
budidaya untuk pembangunan ekonomi dengan Kabupaten Tegal, di sebelah Utara
dengan kepentingan konservasi. Konflik dengan Laut Jawa sedangkan di sebelah
kepentingan dalam pemanfaatan ruang Selatan dengan Kabupaten Purbalingga/
pesisir juga terjadi di Kabupaten Pemalang, Banyumas.
dimana budidaya tambak yang menjadi mata
pencaharian masyarakat setempat

Saraswati. A. A. 2004: Konsep Pengelolaan………J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 5. (3): 205-211 205
Kondisi topografi kawasan Pesisir masyarakat yang terkena dampak termasuk
Kabupaten Pemalang secara garis besar semua pihak yang terkait dengan usaha
dapat dibedakan menjadi dua bagian. Bagian pertambakan di seluruh Kabupaten
Utara berada di sepanjang pantai Laut Jawa, Pemalang.
ketinggian kontur antara 00.00 meter DML. Untuk mendapatkan jalan keluar dari
sampai +07.00 meter DML. merupakan situasi itu, diperlukan berbagai pemikiran dan
daerah datar bergelombang. Bagian Selatan konsep pengembangan wilayah yang
jalur Pantai Utara berwujud perbukitan memungkinkan terciptanya harmoni yang
dengan ketinggian antara +07.00 meter DML. baru antara kepentingan kesinambungan
sampai dengan +25.00 meter DML. lapangan kerja masyarakat petambak di satu
Kemiringan yg sangat landai dan aliran sisi dengan kepentingan perlindungan
drainase air hujan terpotong oleh jalan negara lingkungan kawasan pantai disisi yang lain.
Jalur Pantura tersebut, maka beberapa Aktivitas ekonomi yang dikembangkan dari
daerah disepanjang jalur ini rawan banjir dan sistem ekonomi yang berlangsung di dalam
dapat berakibat buruk terhadap kelancaran wilayah kec. Ulujami selama ini, dapat
arus barang dan lalu-lintas antar propinsi (1). diusahakan untuk peningkatan pemanfaatan
Wilayah pesisir Kabupaten Pemalang lahan yang ada dan didukung oleh budaya
yang berada pada kawasan pesisir Utara masyarakat setempat. Sektor ekonomi yang
Pulau Jawa merupakan salah satu daerah berkembang di wilayah kecamatan. Ulujami
yang beruntung karena memiliki berbagai masih didominir oleh sektor pertanian
ekosistem diantaranya mangrove dan daerah tanaman pangan & tegalan seluas sekitar
estuary yang potensial untuk pengembangan 3.166 Ha. dan sektor pertanian budidaya
perikanan. tambak udang/bandeng seluas sekitar 1.885
Budidaya sektor perikanan yang cukup Ha. Untuk itu telah berkembang berbagai
intensif dikembangkan, terutama konsep pemanfaatan lahan yang mungkin
terkonsentrasi di desa-desa pesisir dikembangkan lebih lanjut dan tepat untuk
kecamatan Ulujami. Saat ini Kecamatan diterapkan, hingga lebih memberdayakan tata
Ulujami, merupakan sentra Budidaya ruang dan terpenuhinya wawasan lingkungan,
Perikanan Tambak (udang/Bandeng). Sekitar khususnya lingkungan pesisir Pantai di
90% dari lahan Tambak yang ada di Kabupaten Pemalang.
Kabupaten Pemalang berada di kecamatan
ini.
Budidaya perikanan Tambak Udang 3. KONSEP PENGELOLAAN
Windu dan Bandeng telah menjadi tradisi bagi PEMANFAATAN LAHAN
masyarakat setempat dan meliputi areal WILAYAH PESISIR
seluas 1,885 Ha di sepanjang garis pantai
dan merupakan gantungan hidup bagi 3.1 . Konsep Konservasi Hutan Pantai
sebagian masyarakat petani/nelayan yang
Secara alami, kawasan Estuary
telah merasakan manfaat keberadaan
merupakan kawasan yang subur dan banyak
kegiatan budidaya tambak udang windu dan
ditumbuhi oleh beragam jenis tanaman
bandeng selama ini.
mangrove, nipah dan sagu. Perairan pantai
Tambak-tambak tersebut
disekitar kawasan itu umumnya merupakan
dikembangkan melalui konservasi hutan
daerah pemijahanan dan pertumbuhan anak
mangrove, sehingga terjadi pengurangan luas
ikan, udang serta biota laut lainnya (nursery
areal hutan mangrove yang signifikan. Data
area) yang sangat berperan terhadap
penduduk yang bekerja di sektor perikanan
kelangsungan kuantitas ikan yang ada
atau tambak dan nelayan dengan luas
diperairan laut lepas maupun budidaya
kawasan perairan laut Kabupaten Pemalang
tambak udang/bandeng. Di Kawasan perairan
yang mencapai luas sekitar 13.440 ha hanya
tersebut bisa ditangkap bibit bandeng (nener)
terdapat sekitar 13.000 jiwa saja nelayan
dan bibit udang (benur) guna dibesarkan dan
yang bekerja pada tahun 1998 (6). dibudidayakan pada kawasan tambak udang
Berdasarkan RTRW Kab.Pemalang dan tambak ikan bandeng. Pasokan ikan/biota
kawasan pertambahan tersebut ditetapkan
laut yang cukup atau dapat dikatakan
sebagai kawasan lindung, sehingga bila pasokan protein hewani yang cukup bagi
ketetapan yang didasarkan pada UU dan masyarakat sangat tergantung dari
Peraturan tentang kawasan Lindung tersebut
keberadaan biota laut di perairan itu.
akan diimplementasikan akan menimbulkan
permasalahan social karena banyaknya

206 Saraswati. A. A.2004: Konsep Pengelolaan…..…..J.Tek.Ling. P3TL-BPPT. 5. (3): 205-211


Konversi areal hutan mangrove dan estuari. Hutan mangrove besar ditemukan
daerah estuary oleh kegiatan ekonomi sepanjang garis pantai yang berlumpur,
ternyata telah berdampak pada kelestarian terlindung, terbebas dari angin dan arus yang
sumberdaya perikanan di perairan laut. kuat. Hutan mangrove tumbuh subur jika
Akibat pemanfaatan lahan pesisir di pantai banyak mendapat pesediaan sedimen dan air
utara Jawa sebagai daerah pertambakan tawar. Air payau tidak penting namun baik
terjadi penurunan jumlah tangkapan ikan. untuk pertumbuhan mangrove. Hutan
Dalam tinjauan siklus biomassa (2), mangrove juga dapat tumbuh di pantai
hutan mangrove memberikan masukan unsur berpasir dan berbatu, terumbu karang dan
hara terhadap ekosistem air, menyediakan pulau.(3)
tempat berlindung dan tempat asuhan bagi Sepanjang daur hidup hutan pantai telah
anak-anak ikan, tempat kawin/pemijahan, dan dapat melindungi garis pantai karena jalinan
lain-lain. Sumber makanan utama bagi sistem perakaran yang sangat rapat yang
organisme air di daerah mangrove adalah memberikan tunjangan mekanis pada pohon.
dalam bentuk partikel bahan organik (detritus) Tingginya bahan organik di perairan
yang dihasilkan dari dekomposisi serasah hutan mangrove memungkinkan sebagai
mangrove (seperti daun, ranting dan bunga). tempat pemijahan (spawning ground),
Selama proses dekomposisi, serasah pengasuhan (nursery ground) dan
mangrove berangsur-angsur meningkat kadar pembesaran atau mencari makan (feeding
proteinnya dan berfungsi sebagai sumber ground) dari beberapa ikan atau hewan air
makanan bagi berbagai organisme pemakan tertentu. Hutan mangrove mempunyai arti
deposit seperti moluska, kepiting dang cacing yang sangat penting bagi perikanan (4) karena
polychaeta. Konsumen primer ini menjadi di dalam hutan mangrove terdapat sejumlah
makanan bagi konsumen tingkat dua, besar hewan air yang hidupnya menetap ada
biasanya didominasi oleh ikan-ikan buas pula yang hidupnya keluar masuk hutan
berukuran kecil selanjutnya dimakan oleh mangrove bersama arus pasang surut.
juvenil ikan predator besar yang membentuk Penyebaran biomasa yang ada di hutan
konsumen tingkat tiga Singkatnya, hutan mangrove akan beragam menurut zona. Di
mangrove berperan penting dalam zona Sonnerata <50 ton/ha, zona Bruguiera
menyediakan habitat bagi aneka ragam jenis- sekitar 400 ton/ha, di zona Rhizopora > 600
jenis komoditi penting perikanan baik dalam ton/ha. Demikian pula hutan mangrove
keseluruhan maupun sebagian dari siklus mempunyai nilai tegakan sesudah daur 30
hidupnya. tahun lebih tinggi dibanding nilai tegakan
Pada tahun 1940 tiap perahu masih hutan darat sesudah daur 60 tahun, yaitu
dapat menangkap ikan 4 ton/tahun dan tiap sekitar US$ 3.300/ha/tahun untuk kayu bakar
nelayan menangkap 1 ton/tahun. Pada tahun dan US$ 9.000 /ha/tahun untuk arang
1955 hanya dapat menangkap 3,13 dibanding dengan US$ 5.000 /ha/tahun untuk
ton/perahu.tahun atau 0,9 ton/nelayan.tahun logs(5).
dan pada tahun 1967 tinggal 2,6 Di kawasan Pesisir Kabupaten
ton/perahu.nelayan atau 0,8 Pemalang sepanjang 28 km itu, hanya garis
ton/nelayan.tahun. pantai di wilayah kec. Ulujami dan sebagian
Dari fenomena ini dapat disimpulkan, segmen garis pantai Kecamatan. Petarukan
bahwa selain faktor overfishing terjadi korelasi yang dapat ditanami dengan Mangrove jenis
antara kelestarian ekosistem mangrove di Rhizophora sp. dan Bruguiera sp. Khusus
pesisir dengan kelestarian pasokan ikan atau untuk wilayah kecamatan. Ulujami seluas
biota laut. sekitar 977 hektar untuk sempadan pantai
Usaha agar keseimbangan itu pulih kembali, (desa Blondong, Limbangan, Pesantren) dan
maka keberadaan hutan mangrove harus 245 hektar sebagai hutan sempadan sungai
segera dipulihkan. Disamping karena (desa Mojo, Pesantren). Wilayah kecamatan
pemenuhan aspek hukum, juga karena fungsi lain adalah Desa Danasari, Desa Kebunan
hutan mangrove itu sendiri yang sangat dan Desa Asemdoyong. Total luas rencana
penting terhadap kehidupan biota laut, hutan sempadan sungai seluas 391 hektar).
(5)
terhadap kondisi fisik garis pantai dan Martosubroto dan Naamin
terhadap kelangsungan kehidupan dan menyatakan adanya hubungan antara
kinerja sistem ekonomi masyarakat pesisir. banyaknya hutan mangrove dengan produksi
Hutan mangrove berkembang di zona udang ("tangkap"). Produksi udang
intertidal sepanjang garis pantai tropis seperti ("tangkap") di daerah mangrove akan turun
estuari, lagun, delta, delta estuari dan lagun dengan turunnya area mangrove.

Saraswati. A. A. 2004: Konsep Pengelolaan………J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 5. (3): 205-211 207
Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan kerja bagi masyarakat melalui budidaya
Soeroyo (6) bahwa 80% dari ikan-ikan perikanan.
komersial yang tertangkap di beberapa
Konsep Silvofishery adalah salahsatu
perairan pantai, ternyata berhubungan erat
jalan keluar untuk menjembatani konflik
dengan rantai makanan yang terdapat dalam
kepentingan antara peruntukan hutan lindung
ekosistem mangrove. Selanjutnya
pantai dan peruntukan budidaya tambak
diperkirakan bahwa 70% dari siklus hidup
udang/ikan air payau. Konsep ini hanya
udang dan ikan-ikan yang tertangkap di
ditinjau dari sisi manusia
daerah estuaria berada di daerah mangrove.
petambak/pesanggem saja, sedangkan
Fenomena positif tentang keberadaan
kepentingan masyarakat nelayan tangkap
dan manfaat kelestarian hutan mangrove ini
yaitu yang berkaitan dengan kelestarian biota
ternyata tidak dipahami oleh masyarakat
laut yang menjadi obyek tangkapan nelayan
pesisir di Kab. Pemalang, ini ditunjukkan dari
ini belum dipedulikan kelangsungan hidupnya,
hasil survai lapangan di desa Kendaldoyong
khususnya lahan pembiakan biota laut (hutan
Kec. Petarukan (50 responden) dan di desa
mangrove).
Pesantren Kec. Ulujami (50 responden),
Kemungkinan penerapan konsep
dalam rangka penyusunan rencana tapak
Silvofishery di kecamatan Ulujami masih perlu
(site plan) Laboratorium Pusat
di analisis lebih lanjut, karena penerapan
Pengembangan dan Rehabilitasi Mangrove
(1) konsep ini di beberapa daerah di Indonesia,
Instiper di Kabupaten Pemalang . seperti misalnya di Cikiong terlihat masih
Responden ternyata tidak mengetahui memerlukan proses penyesuaian dengan
manfaat mangrove sebagai tempat kondisi sosial ekonomi masyarakat dan
berkembangbiak ikan, udang dan biota air kondisi lingkungan hutan mangrove
lainnya. Selanjutnya dari hasil survai yang disekitarnya.
sama menunjukkan bahwa hanya sebagian Budidaya tambak udang/ikan bandeng
kecil dari responden mengganggap perlu berpotensi sebagai penambah penyedia
adanya pelestarian hutan mangrove dan mau lapangan kerja bagi masyarakat pesisir bukan
berpartisipasi melindungi hutan mangrove, nelayan maupun nelayan tangkap, mengingat
sedangkan sebagian besar responden tidak waktu produksi budidaya tambak lebih
bersedia ikut melestarikan karena tidak panjang dibandingkan dengan musim
melihat manfaat secara langsung akan produksi nelayan tangkap. Situasi seperti itu
keberadaan hutan mangrove disitu. Agar berarti sesuai untuk daerah pesisir kab.
program pelestarian hutan mangrove dapat Pemalang yang mempunyai surplus tenaga
berjalan, perlu ada kegiatan penyuluhan kerja dengan tingkat pendidikan formal yang
tentang fungsi hutan mangrove dan kegiatan rendah, karena dapat menampung mereka
ekonomi disitu yang langsung bermanfaat yang membutuhkan pekerjaan, yaitu lapangan
bagi masyarakat desa pesisir, dimana hutan kerja di sektor budidaya tambak udang/ikan.
lindung pantai itu akan diadakan. Aktivitas kerja di sektor tambak selama 9
bulan akan dapat menambah jaminan adanya
3.2. Konsep Silvofishery di Kecamatan penghasilan bagi masyarakat desa dan
Ulujami pekerja di sektor-sektor ekonomi lain yang
Ada beberapa teori dan pengertian terkait, dan masih tersisa 3 bulan masa tidak
mengenai konsep Silvofishery yang dapat bekerja sepanjang tahunnya, sehingga perlu
dijelaskan sebagai berikut (7) : dipikirkan lapangan kerja lain, agar
a. Silvofishery sebagai kegiatan budidaya masyarakat pekerja tambak dapat mencari
perikanan dalam kawasan hutan nafkah sepanjang tahun.
mangrove Bila meninjau apa yang terjadi dengan
b. Silvofishery sebagai bentuk budidaya penerapan konsep Silvofishery pada kawasan
mangrove dan aquakultur air payau yang sangat luas (ribuan hektar), sehingga
secara terpadu merupakan sektor dominan sumber
c. Silvofishery adalah salah satu usaha yang penghasilan penduduk, akan berakibat tidak
mempunyai tujuan ganda secara ekologi stabilnya pendapatan penduduk setempat,
dan ekonomi yaitu secara ekologi terutama pada masa menunggu sampai
melaksanakan rehabilitasi hutan panen udang/ikan, padahal stabilitas
mangrove dan usaha peningkatan penghasilan adalah faktor penentu dari
ekonomi dengan memberikan lapangan keberhasilan sektor ekonomi untuk
berkembang lebih lanjut.

208 Saraswati. A. A.2004: Konsep Pengelolaan…..…..J.Tek.Ling. P3TL-BPPT. 5. (3): 205-211


Hasil kegiatan silvofishery pada kawasan Silvofishery ini juga disiapkan hutan
Kawasan pengembangan hutan mangrove di mangrove yang berhubungan langsung
Cikiong yang dimulai sejak tahun 1939 dan dengan laut dan dapat mengikuti pola pasang
penerapan konsep Silvofishery seluas 5000 surutnya laut secara bebas.
hektar di Cikiong - Rengasdengklok ternyata
Gambar 1. Kegiatan Tumpangsari melati-tambak-
kurang memuaskan karena pengelolaan yang mangrove, sesuai dengan konsep Silvofishery,
belum optimum. Masalah hama tambak
berupa ular dan burung, efek dari mangrove
sebagai peneduh serta kesesuaiannya
dengan ikan yang dipelihara dan status hak
milik tambak yang berupa tanah sewa pada
Dinas Kehutanan serta tidak berfungsinya
rencana hutan wisata telah membuat lokasi ini
banyak ditinggalkan penggarapnya. Masih
harus dipikirkan perbaikan sistem silvofishery
ini agar dapat berfungsi sesuai yang
diharapkan, yaitu melindungi lahan pemijahan
biota laut dan menjadikan lapangan kerja
tetap masyarakat.
Perbedaan pendapat masih terjadi, Pemalang, 2002
mengenai penentuan lebar sabuk hijau
pantai/sungai, karena penentuan 50 meter 3.3. Konsep Tumpangsari
sabuk hijau pantai dan 10 meter sabuk hijau
muara sungai oleh beberapa pakar diragukan Pola Tata Ruang yang mungkin dapat
kemampuannya untuk menjaga kelestarian memenuhi fungsi alamiah hutan lindung
biota laut yang berada didepan perairannya. pantai tapi juga memenuhi kebutuhan lahan
Berapa lebar sabuk hijau yang sesuai adalah untuk penyediaan lapangan kerja bagi
pertanyaan yang harus dapat dijawab segera, masyarakat adalah berbentuk seperti pola
karena penentuan lebar sabuk hijau ini sangat tumpangsari, dimana letak lahan hutan
menentukan berapa luasan lahan tambak lindung pantai berselang-seling dengan letak
yang harus dikonversikan menjadi hutan lahan silvofishery. Dimensi masing-masing
lindung pantai atau menjadi peruntukan peruntukan sangat tergantung dari seberapa
lainnya. Di kecamatan Ulujami diperkirakan luas lahan Hutan mangrove, sehingga
terdapat 245 ha rencana lahan sempadan aktivitas biota laut yang memanfaatkan
sungai di desa Mojo dan Pesantren serta 845 laguna tersebut sebagai spawning ground,
Ha. Lahan rencana sempadan Pantai di desa nursery ground maupun feeding ground (4)
Pesantren, 50 ha. Didesa Limbangan dan 82 dapat berlangsung secara alamiah disitu.
hektar di desa Blendung. Sehingga jumlah Demikian juga dengan perhitungan debit air
lahan yang harus dikonversikan menjadi laut yang masuk sebagai proses sirkulasi air
lahan hutan lindung pantai dan sungai adalah tambak mengikuti pola pasang surut di pantai
seluas 1.222 hektar. itu.
Keterkaitan antara sektor ekonomi Usaha pemenuhan lapangan kerja
masyarakat yang ada saat ini dan yang dapat sepanjang tahun dengan basis penghasilan
dikembangkan di masa depan dengan sektor harian atau mingguan bagi masyarakat pesisir
konservasi lingkungan yang menerapkan dalam pola tumpangsari ini dapat diwujudkan
konsep Silvofishery dan aktivitas keseharian bila disediakan pula lahan yang dapat
masyarakat pesisir, akan dapat mewujudkan diusahakan untuk tanaman yang dapat
kegiatan sektor wisata berwawasan dipanen setiap harinya. Dengan cara
lingkungan yang didukung masyarakat di melebarkan pematang tambak
Kecamatan Ulujami. udang/bandeng dengan ukuran yang sesuai
Pada penerapan konsep Silvofishery, untuk budidaya tanaman melati (Tumpangsari
hutan Mangrove tidak sepenuhnya tumbuh Melati-Tambak-Mangrove) misalnya, maka
karena hutan tsb berada didalam sistem dapat diharapkan bahwa keberadaan hutan
tanggul, ikan dan biota laut lainnya yang lindung garis pantai yang direncanakan akan
berada dilaut lepas tidak dapat berpijah disini. dapat dijaga oleh masyarakat pesisir
Dapat dikatakan bahwa konsep ini selain tidak kecamatan Ulujami, karena konsep
efektif untuk konservasi kuantitas biota laut, Silvofishery yang diterapkan dengan pola
kecuali bila pada beberapa bagian lahan

Saraswati. A. A. 2004: Konsep Pengelolaan………J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 5. (3): 205-211 209
tumpangsari dapat memenuhi kebutuhan Hutan mangrove yang terpelihara serta
biota laut dan kebutuhan masyarakat. keberadaan Pola budidaya Tumpangsari
Kecamatan Ulujami yang berada Melati-Tambak-Mangrove di kawasan pesisir
dipesisir pantai L. Jawa dan mempunyai pantai, dapat digali potensinya menjadi salah
kegiatan ekonomi dominan yaitu pertambakan satu tambahan daya tarik (Attraction) bagi
udang orientasi ekspor terbesar dan nelayan kegiatan Wisata pantai yang berwawasan
tangkap berupa teri nasi untuk eksport di lingkungan di Kabupaten Pemalang.
kabupaten Pemalang, dalam rangka Keberadaan Kawasan Ekowisata
melanggengkan kegiatan eksportnya, sudah (Coastal Agro-Ecotourism Area) disini dapat
seharusnya mengkonversikan kegiatan diusahakan, agar aktivitas pengadaan dan
pertambakan udangnya menjadi kegiatan konservasi hutan lindung pantai di Kabupaten
pertambakan udang yang berwawasan Pemalang (pemenuhan aspek ekologi) dan
lingkungan, yaitu dengan cara mengadakan aktivitas penduduk di sepanjang kawasan
hutan lindung pantai berupa hutan mangrove penyangga lindung hutan pantai (pemenuhan
di wilayahnya. aspek ekonomi) dapat menimbulkan efek
sinergi yang diharapkan selanjutnya terpenuhi
3.4 Konsep Coastal Agro-Ecotourism pula aspek hukum yang telah diberlakukan (8).
Kawasan Pantai Agar dapat berkembang secara
berkelanjutan, setiap sektor ekonomi
Agar aktivitas sektor ekonomi yang memerlukan dukungan pasokan bahan baku
selama ini terdapat di sepanjang Jalur dan permintaan pasar, demikian juga dengan
Pantura dapat ditarik ke arah garis pantai Laut sektor Agro-Ekowisata Pantai. Diperlukan
Jawa, maka sesuai dengan kemungkinan tersedianya aksesibilitas setiap saat dengan
menciptakan keterkaitan fungsional dalam kuantitas maupun kualitas yang sesuai (sektor
bidang ekonomi, perlu dilaksanakan analisis prasarana dan sarana transportasi-
pendahuluan untuk penentuan program komunikasi), tersedianya sanitasi lingkungan
kebutuhan pengembangan kawasan eko- yang terpelihara dan bersih, tersedianya
wisata pesisir pantai di desa Blendung dan bahan makanan dan minuman yang
desa Tasikrejo, karena telah terdapat memenuhi persyaratan kesehatan,
beberapa kegiatan sektor ekonomi yang telah tersedianya jaminan keamanan dan
berkembang, dominan dan berorientasi kesehatan, tersedianya tempat menginap bila
eksport seperti sektor budidaya udang dan diperlukan, tersedianya daya tarik wisata yang
bandeng, perikanan tangkap beserta Tempat kaya variasi, masyarakat desa yang ramah,
Pelelangan Ikan (TPI) pengolahan teri nasi tersedianya paket perjalanan eko-wisata yang
untuk eksport, galangan kapal nelayan unik serta masyarakat yang berpotensi
tradisional serta kegiatan budidaya sebagai wisatawan.
tumpangsari melati-tambak-magrove dan
rencana pengadaan hutan lindung pantai dan 4. KESIMPULAN
sungai, kemungkinan penerapan konsep
Silvofishery kemungkinan pengadaan 1. Telah berkembang berbagai konsep
laboratorium kultur jaringan melati beserta pemanfaatan lahan yang mungkin
fasilitas nursery untuk pengadaan bibit unggul dikembangkan lebih lanjut dan tepat
melati yang dikombinasikan dengan aktivitas untuk diterapkan, hingga lebih
sektor wisata tradisional di Pantai Blendung. memberdayakan tata ruang dan
Wisata merupakan aktivitas yang dapat terpenuhinya wawasan lingkungan,
dikembangkan untuk meningkatkan manfaat khususnya lingkungan pesisir Pantai di
ekonomi daerah konservasi di daerah pesisir. Kabupaten Pemalang.
Kabupaten Pemalang letaknya yang sangat 2. Agar program pelestarian hutan
strategis untuk kegiatan transportasi darat. mangrove dapat berjalan, perlu ada
Jenis wisata pantai yang mungkin kegiatan penyuluhan tentang fungsi
dikembangkan adalah eko-wisata berdaya hutan mangrove dan kegiatan ekonomi
tarik aspek kehidupan pesisir pantai, yaitu yang langsung bermanfaat bagi
seperti misalnya yang berkaitan kegiatan masyarakat desa pesisir, dimana hutan
Tumpangsari Melati-Tambak-Mangrove di lindung pantai itu akan diadakan.
lahan Silvofishery, penelusuran hutan 3. Konsep Silvofishery adalah salahsatu
mangrove di estuari, penelusuran sungai dari jalan keluar untuk menjembatani konflik
jalur Pantura menuju perairan laut Jawa, kepentingan antara peruntukan hutan
pusat hidangan khas hasil laut dan mangrove

210 Saraswati. A. A.2004: Konsep Pengelolaan…..…..J.Tek.Ling. P3TL-BPPT. 5. (3): 205-211


lindung pantai dan peruntukan budidaya 3. Kitamura, S. dkk, (1997). Handbook of
tambak udang/ikan air payau. Mangroves in Indonesia - Bali & Lombok
4. Pola budidaya Tumpangsari Melati- 4. Bengen, D.G. (2000). Pengenalan &
Tambak-Mangrove yang menempati Pengelolaan Ekosistem Mangrove.
Tata Ruang dengan pola Cul-de-Sack di Pedoman Teknis, PKSPL IPB, Bogor
kawasan pesisir pantai, dapat digali 5. Martosubroto, P dan N. Naamin, (1977)
potensinya menjadi salah satu Relationship Between Tidal Forests
tambahan daya tarik (Attraction) bagi (Mangroves) and Commercial Shrimp
kegiatan Wisata pantai yang Production In Indonesia. Marine
berwawasan lingkungan di Kabupaten Research In Indonesia, Indonesia.
Pemalang. 6. Soeroyo. (1986). Aliran Energi pada
Ekosistem Mangrove. Balai Penelitian
DAFTAR PUSTAKA Biologi Laut, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi, LIPI,
1. Anonim. (2000). Laporan Akhir Jakarta.
Penyusunan Rencana Detail Obyek 7. Anonim. (1998). Laporan Kajian
Wisata Pantai Blendung, Kabupaten Pengelolaan Hutan Mangrove Untuk
Pemalang, Pemda Pemalang – P3TL, Kegiatan Silvofishery Sebagai Penunjang
BPPT. Marikultur, DTL, BPPT, Jakarta
2. Anonim. (2003). Artikel Peranan dan
Fungsi Hutan Bakau (Mangrove) dalam
Ekosistem Pesisir, Buletin Mina, Jakarta

Saraswati. A. A. 2004: Konsep Pengelolaan………J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 5. (3): 205-211 211

Anda mungkin juga menyukai