Anda di halaman 1dari 54

PEDOMAN PELAKSANAAN

PEKERJAAN BETON

1 LINGKUP PEKERJAAN
Yang termasuk lingkup pekerjaan beton adalah :
1. Semua pekerjaan beton tidak bertulang, seperti pengisi lubang, lantai kerja, dan lain-lain.
2. Semua pekerjaan beton bertulang yang menurut sifat konstruksinya merupakan struktur utama,
seperti pondasi tiang bor, pile cap, pelat, kolom, balok dan konstruksi beton lainnya seperti
dinding penahan tanah.
3. Semua pekerjaan yang harus dilakukan sebelum, selama dan sesudah pengecoran termasuk
pembuatan cetakan, perangkaian penulangan, pembuatan dan pemasangan spacer, pengecoran,
pembongkaran cetakan, pembuatan benda uji serta pengetesan mutu beton, persiapan dan
pemasangan tulangan-tulangan stek untuk penyambungan.
4. Semua pekerjaan koordinasi dengan pekerjaan Kontraktor lain, misalnya pembuatan lubang
pipa, pipa yang tertanam dalam beton, pemasangan angkur atau embedded plate dan lain-lain.

2 PERSYARATAN UMUM
1. Pedoman pelaksanaan pekerjaan beton
Kecuali ditentukan lain dalam persyaratan-persyaratan selanjutnya, maka sebagai dasar
pelaksanaan digunakan peraturan sebagai berikut :
- Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2487-2002)
- Spesifikasi Beton Struktural (SNI 03-6880-2002)
- Spesifikasi Beton Siap Pakai (SNI 03-4433-1997)
- Spesifikasi Abu Terbang sebagai Bahan Tambahan untuk Campuran Beton (SNI 03-2460-
1991)
- Spesifikasi Bahan Tambahan untuk Beton (SNI 03-2495-1991)
- Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A (SNI 03-6861.1-2002)
- Spesifikasi Anyaman Kawat Baja Polos yang Dilas Untuk Tulangan Beton (SNI 03-6812-
2002)
- Spesifikasi Toleransi Untuk Konstruksi dan Bahan Beton (SNI 03-6883-2002)
- Tata Cara Pengadukan Pengecoran Beton (SNI 03-3976-1995)
- Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal (SNI 03-2834-2000)
- Tata Cara Pendetailan Penulangan Beton (SNI 03-6816-2002)
- Metoda Pengujian Slump Beton (SNI 03-1972-1990)
- Metoda Pengujian Kuat Tekan Beton (SNI 03-1974-1990)
- Metoda Pengambilan Contoh untuk Campuran Beton Segar (SNI 03-2458-1991)
- Metoda Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di Lapangan (SNI 03-4810-1998)
- Metoda Pengujian Mutu Air untuk Digunakan dalam Beton (SNI 03-6817-2002)
- Standard Practice for Selecting Proportions for Normal, Heavyweight, and Mass Concrete
(ACI 211.1-98)
- Standard Specification for Portland Cement (ASTM C-150)
- Standard Specification for Blended Hydraulic Cements (ASTM C-595)
- Standard Specification for Concrete Aggregates (ASTM C-33)
- Standard Specification for Deformed and Plain Carbon-Steel Bars for Concrete
Reinforcement (ASTM A 615)
- Standard Specification for Low-Alloy Steel Deformed and Plain Bars for Concrete
Reinforcement (ASTM A 706)
- Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-05)”.
Peraturan-peraturan yang diperlukan supaya disediakan Kontraktor dilokasi proyek.
2. Peraturan-peraturan lain dari luar negeri seperti ASTM (American Society for Testing and
Materials), ACI (American Concrete Institute), BS (British Standard), AS (Australian
Standard) dan lain-lain dapat digunakan sepanjang hal -hal yang diatur tidak terdapat di dalam
peraturan Indonesia dan peraturan-peraturan yang disebutkan di atas.
3. Kualitas campuran beton struktural minimum harus mempunyai mutu fc’= XX MPa (K-YYY
kg/cm2). Campuran beton struktural disyaratkan menggunakan ready mixed (siap pakai)

3 MATERIAL
3.1 Portland Cement
1. Semen yang digunakan harus semen Portland jenis I yang memenuhi Standar Semen Portland,
SNI 03-2487-2002 Pasal 5.2.
2. Semen harus disimpan ditempat yang terlindung dari cuaca luar, kelembaban dan air, serta
dijaga jangan sampai terjadi kontaminasi. Penyimpanan semen harus mengikuti ketentuan-
ketentuan SNI-03-2487-2002 Pasal 5.7.
3. Semen harus disimpan dengan teratur dan rapih sesuai urutan kedatangannya dan
pemakaiannya harus diusahakan sesuai dengan urutan kedatangannya sehingga tidak ada
semen yang terlalu lama penyimpanannya.
4. Umur semen yang akan digunakan tidak boleh lebih dari 3 bulan.
5. Semen yang telah menggumpal tidak boleh digunakan.
6. Jumlah semen yang disimpan harus diperhitungkan agar cukup banyak untuk menghindari
kemacetan pekerjaan yang diakibatkan oleh keterlambatan pengiriman.
7. Semen harus dijaga agar tidak terjadi proses pelembaban pada semen yang sedang dalam
pengangkutan.

3.2 Agregat
1. Agregat beton dapat berupa agregat hasil desintegrasi alami atau buatan yang dihasilkan oleh
alat-alat pemecah batu, tetapi agregat tersebut harus memenuhi persyaratan ASTM C-33.
Agregat kasar harus mempunyai susunan gradasi yang baik, kekerasan yang memadai dan
padat (tidak keropos/ berpori).
2. Agregat beton yang digunakan harus memenuhi persyaratan SNI 03-2487-2002 Pasal 5.3 dan
ASTM C-33 seperti:
a. Agregat halus harus memenuhi persyaratan:
- Modulus kehalusan = 2.3 ~ 3.1
- Kotoran organik ≤ no. 3
- Kadar lumpur < 5%
- Kekekalan (Na2 SO4) < 12%
- Peresapan (Absorpsi) < 5%
- Tidak bersifat reaktif terhadap alkali.
b. Agregat kasar harus memenuhi persyaratan:
- Kadar lumpur < 1%
- Kandungan butiran pipih < 20%
- Abrasi Los Angeles < 40%
- Kekekalan (Na2 SO4) < 12%
- Peresapan (Absorpsi) < 5%
- Tidak bersifat reaktif terhadap alkali.
3. Sumber-sumber pengambilan agregat (quarry) harus mendapat persetujuan dari Direksi
Teknik. Kontraktor harus menyediakan sample agregat seberat 25 kg untuk setiap ukuran dari
sumber pengambilan agregat yang akan digunakan untuk disetujui Direksi Teknik. Jika
Direksi Teknik memandang perlu untuk mengadakan pemeriksaan di laboratorium, maka
pemeriksaan tersebut sudah harus diperhitungkan di dalam penawaran.
4. Dimensi maksimum agregat kasar harus memenuhi persyaratan dimensi berdasarkan SNI 03-
2847-2002 Pasal 3.3.2.
5. Pasir harus terdiri dari butir-butir yang bersih, tajam dan bebas dari bahan-bahan organis,
tanah lempung dan sebagainya.

3.3 Air
1. Air yang digunakan harus air tawar yang bersih dan tidak mengandung minyak, asam, alkali,
dan bahan-bahan organis atau bahan-bahan lain yang dapat menurunkan mutu pekerjaan dan
sesuai dengan pasal 5.4 SNI 03-2487-2002.
2. Apabila dipandang perlu, Direksi Teknik dapat minta kepada Kontraktor supaya air yang
dipakai diperiksa di laboratorium pemeriksaan bahan yang resmi dan sah atas biaya
Kontraktor.

3.4 Baja Tulangan


1. Baja tulangan beton harus bebas dari karat, sisik, oli, gemuk dan kotoran-kotoran lain yang
dapat mengurangi lekatannya pada beton dan harus memenuhi persyaratan dalam SNI 03-
2487-2002 Pasal 5.5. Kecuali ditentukan lain dalam Gambar Rencana, digunakan baja
tulangan ulir mutu BJTD 40 (fy = 400 MPa).
2. Baja tulangan harus mempunyai tanda SNI, dengan ukuran yang sesuai dengan yang tertera
dalam gambar rencana.
3. Kontraktor harus memberikan copy mill sertifikat dari pabrik mengenai karakteristik mekanik
dan ukuran baja tulangan.
4. Untuk mendapatkan jaminan akan kualitas baja tulangan yang diminta, maka disamping
adanya mill sertifikat dari pabrik, juga harus ada/dimintakan sertifikat dari laboratorium
independent, baik pada saat pemesanan maupun secara periodik minimum masing-masing 2
(dua) contoh percobaan stress strain dan pelengkung untuk setiap 20 ton baja. Pengetesan
dilakukan pada laboratorium-laboratorium yang disetujui oleh Direksi Teknik.
5. Berat minimum baja tulangan per meter panjang harus mengacu pada tabel berikut:

Diameter Nominal (mm) Berat (kg/m)


8 0.395
10 0.617
13 1.042
16 1.578
19 2.226
22 2.984
25 3.853
32 6.313

6. Toleransi Baja Tulangan


Diameter, ukuran sisi (jarak Variasi dalam Toleransi diameter
antara dua permukaan yang berat yang
berlawanan) diperbolehkan

10 mm < diameter < 16 mm ±5% ± 0.4 mm

diameter ≥ 16 mm ± 4% ± 0.5 mm

3.5 Admixture (Bahan Tambahan)


1. Admixture yang dimaksud disini adalah suatu bahan tambahan yang berupa zat cair, bubuk
atau padat yang membuat bahan utama dapat berfungsi sesuai dengan yang diharapkan.
Admixture yang digunakan harus memenuhi SNI 03-2847-2002 Pasal 5.6.
2. Pada umumnya dengan pemilihan bahan-bahan yang seksama, cara mencampur dan mengaduk
yang baik dan cara pengecoran yang cermat tidak diperlukan penggunaan sesuatu admixture.
3. Jika penggunaan admixture masih dianggap perlu, Kontraktor diminta terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan dari Direksi Teknik mengenai hal tersebut. Dan Kontraktor akan
bertanggungjawab selama proses pencampurannya.
4. Untuk itu Kontraktor diharapkan memberitahukan nama perdagangan admixture tersebut
dengan keterangan mengenai tujuan, data-data bahan, nama pabrik produksi, jenis bahan
mentah utamanya, cara-cara pemakaiannya, resiko-resiko dan keterangan-keterangan lain yang
dianggap perlu.

3.6 Pengiriman dan Penyimpanan Material


1. Pengiriman dan penyimpanan bahan-bahan, pada umumnya harus sesuai dengan waktu dan
urutan pelaksanaan.
2. Semen harus didatangkan dalam zak yang tidak pecah/utuh, tidak terdapat kekurangan berat
dari apa yang tercantum pada zak segera setelah diturunkan dan disimpan dalam gudang yang
kering, terlindung dari pengaruh cuaca, berventilasi secukupnya dan lantai yang bebas dari
tanah. Semen harus dalam keadaan baik (belum mulai mengeras). Jika ada bagian yang mulai
mengeras, bagian tersebut masih harus dapat ditekan hancur dengan tangan bebas (tanpa alat)
dan jumlahnya tidak boleh lebih dari 10% berat. Jika ada bagian yang tidak dapat ditekan
hancur dengan tangan bebas, dan jumlahnya tidak melebihi 5% berat maka kepada campuran
tersebut diberi tambahan semen pengganti yang baik dalam jumlah yang sama. Semuanya
dengan catatan bahwa kualitas beton yang diminta harus tetap terjamin.
3. Baja tulangan beton harus ditempatkan bebas dari tanah dengan menggunakan bantalan-
bantalan kayu dan bebas dari lumpur atau zat-zat asing lainnya (misalnya minyak dan lain-
lain).
4. Agregat-agregat harus ditempatkan dalam bak-bak yang cukup terpisah menurut jenis dan
gradasinya serta harus beralaskan lantai beton ringan untuk menghindari tercampurnya dengan
tanah.
5. Sebelum dilaksanakan pemasangan, Kontraktor diwajibkan memberikan kepada Direksi
Teknik “Certificate Test“ dari bahan-bahan baja tulangan dan Portland Cement dari
produsen/pabrik.

4 PELAKSANAAN PEKERJAAN
4.1 Umum
1. Sebelum pelaksanaan pekerjaan dimulai, Kontraktor diwajibkan untuk membuat mix design
dari sebagian jumlah bahan untuk beton yang sudah memenuhi persyaratan dengan
pelaksanaannya mengikuti SNI 03-2847-2002 Pasal 7.
2. Semua pekerjaan beton bertulang yang berhubungan dengan tanah harus mempunyai lantai
kerja beton tumbuk (campuran 1:3:5) dengan ketebalan minimum 5 (lima) cm. Lantai kerja ini
harus kering dan bersih dari segala kotoran sebelum pengecoran beton bertulang dilaksanakan.
3. Perbandingan antar agregat halus dan agregat kasar tergantung dari gradasi, tetapi agregat
halus hendaknya dalam jumlah sesedikit mungkin yang apabila dikombinasikan dengan semen
akan menghasilkan adukan yang dapat mengisi rongga-rongga antara agregat-agregat yang
berbutir kasar tersebut dan cukup tersisa untuk membentuk permukaan/finishing yang halus.
4. Untuk mencapai kekuatan beton yang optimum dan awet, maka jumlah air yang dipakai dalam
campuran hendaknya sesedikit mungkin, tetapi campuran masih cukup mudah dikerjakan dan
mempunyai konsistensi yang memadai, sesuai dengan keperluannya.

4.2 Pemasangan Baja Tulangan pada Beton


1. Sebelum baja tulangan dipasang, Kontraktor harus menunjukkan hasil-hasil pengujian yang
memperlihatkan mutu baja tulangan tersebut sesuai dengan Gambar Rencana kepada Direksi
Teknik untuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu.
2. Kontraktor harus mengusahakan supaya baja yang dipasang adalah sesuai dengan apa yang
tertera pada Gambar Rencana
3. Semua baja tulangan yang didesain sebagai tulangan praktis dan tidak termasuk pada Gambar
Rencana, tetapi diperlukan/dibutuhkan untuk melengkapi pekerjaan ini, harus diadakan
pelaksanaannya.
4. Pemasangan dan pengikatan baja tulangan yang tertanam dalam beton harus dilakukan
sebelum pengecoran berlangsung. Baja tulangan harus ditempatkan pada posisinya seakurat
mungkin sesuai dengan Gambar Rencana dan diikat kuat agar tidak bergeser saat pengecoran.
5. Kontraktor harus membuat detail shop drawing dengan skala, untuk disetujui oleh Direksi
Teknik dalam pelaksanaanya.
6. Semua baja tulangan pada pekerjaan ini permukaannya harus bersih dari larutan-larutan,
bahan-bahan atau material yang dapat menyebabkan reduksi lekatan antara baja tulangan dan
beton.
7. Apabila baja tulangan harus dibengkokkan sesuai Gambar Rencana, maka pembengkokan
harus dilakukan pada saat dingin, dengan alat bantu pin berdiameter tertentu seperti yang
tertera pada Tabel berikut

Diameter Nominal Baja Diameter pin


Tulangan (d)
10 mm sampai 20 mm 6d
25 mm sampai 28 mm 8d
32 mm atau lebih besar 10d

8. Semua baja tulangan harus dipasang sesuai dengan panjang maksimumnya. Tidak
diperbolehkan adanya sambungan splice pada baja tulangan, kecuali tertera pada Gambar
Rencana atau disetujui oleh Direksi Teknik.
9. Jarak antara dua buah sambungan splice harus dibuat sejauh mungkin, dengan jarak minimum
sejauh 40 kali diameter baja tulangan yang disambungkan.
10. Panjang penyaluran baja tulangan pada sambungan splice, kecuali tertera pada Gambar
Rencana, harus dipasang sepanjang minimum seperti tertera pada standard drawing.
11. Dalam hal dimana berdasarkan pengalaman Kontraktor atau pendapatnya terdapat kekeliruan
atau kekurangan atau perlu penyempurnaan pembesian yang ada, maka Kontraktor dapat
menambah ekstra baja tulangan dengan tidak mengurangi pembesian yang tertera dalam
gambar. Secepatnya hal ini diberitahukan pada perencana konstruksi untuk sekedar informasi.
a. Jika hal tersebut di atas akan dimintakan oleh Kontraktor sebagai pekerjaan lebih, maka
penambahan tersebut hanya dapat dilakukan setelah ada persetujuan Direksi dan
Perencana konstruksi.
b. Jika diusulkan perubahan dari jalannya pembesian maka perubahan tersebut hanya dapat
dijalankan dengan persetujuan tertulis dari Perencana Konstruksi. Mengajukan usul
dalam rangka tersebut di atas adalah merupakan juga keharusan dari Kontraktor.
12. Jika Kontraktor tidak berhasil mendapatkan diameter baja tulangan yang sesuai dengan yang
ditetapkan dalam gambar, maka dapat dilakukan penggantian diameter baja tulangan dengan
diameter yang terdekat dengan catatan :
a. Harus ada persetujuan dari Direksi.
b. Jumlah luas penampang baja tulangan persatuan panjang penampang beton tidak boleh
kurang dari yang tertera dalam gambar.
c. Penggantian tersebut tidak boleh mengakibatkan keruwetan pembesian ditempat tersebut
atau di daerah overlapping yang dapat menyulitkan pengecoran atau penggetaran beton.
4.3 Benda Uji
Selama pengecoran beton, harus selalu dibuat benda-benda uji untuk setiap 5 m3 beton dengan
minimum 1 (satu) benda uji setiap harinya sesuai dengan SNI 03-2847-2002 Pasal 7.6.2. Benda uji
harus diberi tanggal dan nomor urut yang menerus. Pengambilan benda uji dilakukan atas
persetujuan Direksi Teknik.

4.4 Persiapan Pengecoran


1. Kontraktor harus menyerahkan rencana konstruksi acuan (cetakan) dan perancah kepada
Direksi Teknik untuk memperoleh persetujuannya. Pelaksanaan pembuatan Bangunan acuan
dan perancah tidak diperkenankan sebelum gambar rencana bangunan pembentuk disetujui
Direksi Teknik. Konstruksi cetakan harus mengacu pada SNI 03-2847-2002 Pasal 8.
2. Acuan adalah konstruksi cetakan yang dilapisi Tegofilm dan hanya boleh dipakai dua kali,
yang digunakan untuk membentuk beton muda yaitu sebelum beton mencapai kekuatan yang
disyaratkan dan sebelum mendapat bentuknya yang permanen, agar apabila telah mengeras
struktur beton mencapai dimensi dan kedudukan seperti yang tercantum pada gambar rencana.
Sedangkan perancah adalah konstruksi yang mendukung acuan dan beton muda yang
digunakan sampai beton mencapai kekuatan yang disyaratkan. Segala biaya yang diperlukan
sehubungan dengan perencanaan bangunan acuan dan perancah dan pelaksanaanya
sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kontraktor
3. Konstruksi acuan harus cukup kuat untuk menahan beban mati dan beban hidup yang bekerja,
tekanan beton segar dan getaran-getaran, tanpa mengalami distorsi. Perancah harus
direncanakan dan dibuat dari material padat seperti kayu terentang, baja atau beton cetak yang
bermutu baik dan tidak mudah lapuk yang ditopang dan diberi pengaku dan ikatan secukupnya
agar posisi dan bentuknya tidak mengalami perubahan baik sebelum maupun setelah
pengecoran. Spesifikasi kayu acuan harus sesuai dengan standar SNI yang berlaku. Pemakaian
bahan bambu tidak diperbolehkan. Perancah harus dibuat diatas pondasi yang kuat dan kokoh
sehingga terhindar dari bahaya penggerusan dan penurunan
4. Cetakan dari Multiplex 12 mm harus datar dan tegak lurus, cetakan tidak bergetar, bocor,
harus kokoh, sehingga kedudukan dan bentuknya tetap, tidak bergetar maupun bergeser pada
waktu beton dicor dan setelah selesai pengecoran tetap mudah dibongkar. Sebelum
pengecoran dilaksanakan, semua cetakan beton harus bersih dari segala material yang bisa
mengurangi mutu dan kekuatan beton. Cetakan yang sudah pernah dipakai harus dicuci dan
dikeringkan terlebih dahulu. Sebelum dicor harus dilapisi dengan “Form Oil”. Pekerjaan ini
harus dilaksanakan setiap kali sebelum pengecoran dilakukan.
5. Semua sambungan pada acuan harus rapat untuk mencegah kebocoran adukan dan
terbentuknya bekas sambungan dan sarang-sarang agregat pada permukaan beton.
6. Pekerjaan pengecoran tidak dapat dimulai sebelum rencana tahap-tahap, cara-cara dan
persiapan pengecoran mendapat persetujuan Direksi Teknik

4.5 Pelaksanaan Pengecoran


1. Perbandingan adukan harus sesuai hasil percobaan dan persyaratan yang diminta dan angka
perbandingan adukan tersebut harus menyatakan takaran dalam satuan isi yang dilaksanakan
dalam keadaan kering tanpa digetarkan. Alat penakar harus dibuat dengan baik, kuat dan harus
mendapatkan persetujuan Direksi Teknik terlebih dahulu.
2. Pengadukan bahan beton harus dilakukan dengan mesin pengaduk, sekurang-kurangnya
selama 1.5 menit setelah semua bahan beton sesuai persyaratan mulai diaduk.
3. Adukan beton tersebut sudah harus terpakai dalam waktu 1 jam setelah pengadukan dengan air
dimulai. Bila digerakkan kontinyu secara mekanik, jangka waktu tersebut bisa diperpanjang
satu jam. Adukan beton tersebut harus dicorkan sedekat-dekatnya ke tujuan secara kontinyu
sampai mencapai syarat-syarat pelaksanaan yang disetujui Direksi Teknik.
4. Supaya dalam beton tidak terjadi rongga kosong/udara masuk selama pengecoran harus
digunakan concrete vibrator. Concrete vibrator harus ditanam tegak lurus, tidak boleh lebih
dari 30 detik setiap penanaman untuk tebal lapisan 8 cm dan tidak boleh terkena langsung
pada baja tulangan ataupun pada cetakan.
5. Harus dihindari terjadinya perubahan letak tulangan dan pemisahan material (segregation)
pada saat pengecoran.
6. Alat-alat penuangan seperti talang, pipa chute dan sebagainya harus selalu bersih dan bebas
dari lapisan-lapisan beton yang mengeras. Adukan beton tidak boleh dijatuhkan secara bebas
dari ketinggian lebih dari 1.00 meter.
7. Pengecoran harus dilakukan secara teliti dan harus selalu diperiksa sehingga bisa
menghasilkan bentuk permukaan, ketinggian yang dibutuhkan sesuai dengan Gambar Rencana
kerja.
8. Pengecoran yang Terhenti
Apabila pengecoran beton terhenti pada daerah yang tidak direncanakan sebagai
pemberhentian pengecoran, misalkan akibat terjadinya kerusakan pada peralatan pengecoran,
maka pengecoran selanjutnya hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan persyaratan
sebagai berikut:
- Pengecoran selanjutnya dapat langsung dilakukan jika tidak melebihi 2 jam dari saat
penghentian pengecoran.
- Apabila pengecoran selanjutnya ternyata dilaksanakan pada waktu melebihi 2 jam dari
saat penghentian pengecoran, maka daerah pengecoran yang terhenti tersebut harus
diperlakukan sebagai siar pelaksanaan. Permukaan beton pada daerah pengecoran yang
terhenti harus dibobok minimal 5 cm sehingga membentuk bidang yang kasar (dengan
amplitudo kekasaran permukaan minimal 6 mm). Permukaan beton tersebut kemudian
diberi bahan bonding agent yang dapat menjamin kontinuitas adukan beton lama dengan
beton baru.

4.6 Pemadatan Beton


1. Selama dan sesudah pengecoran, beton harus dipadatkan dengan peralatan pemadat (vibrator)
mekanis. Kontraktor harus menyediakan peralatan yang cukup untuk mengangkut dan
menuangkan beton dengan konsistensi yang cukup sehingga dapat diperoleh beton padat tanpa
perlu menggetarkan/memadatkannya secara berlebihan. Ketelitian dalam proses pemadatan
harus benar-benar diperhatikan agar tidak terjadi rongga-rongga dan pengantongan udara pada
beton yang sedang dipadatkan dan jangan sampai terjadi perubahan posisi tulangan baja
selama pemadatan. Pemadatan/penggetaran dilakukan dalam waktu tidak terlalu lama sehingga
tidak terjadi pemisahan bahan (segregation) beton. Pelaksanaan pemadatan/penggetaran ini
harus dilaksanakan oleh pekerja-pekerja yang telah berpengalaman dan dilaksanakan sesuai
dengan pengarahan dan petunjuk Direksi Teknik.
2. Pemadatan dilakukan dengan internal vibrator yang harus dapat memberikan 6000
getaran/menit bila dimasukkan kedalam adukan beton dengan slump 6 cm dan akan
memberikan daerah yang kelihatan bergetar dalam radius tidak kurang dari 46 cm. Alat
penggetar harus dimasukkan searah dengan as memanjangnya. Tidak diperkenankan untuk
menggetarkan beton yang telah mengalami “initial set” dan jangan sampai alat penggetar
menumpu pada tulangan baja. Tidak diperkenankan pula melakukan penggetaran untuk
maksud mengalirkan adukan beton.

4.7 Penyelesaian Permukaan Beton


Semua permukaan jadi hasil pekerjaan beton harus rata, lurus, tidak tampak bagian-bagian yang
keropos, melendut atau bagian-bagian yang membekas pada permukaannya. Ujung-ujung atau
sudut-sudut harus berbentuk penuh dan tajam.

5 KUALITAS BETON
1. Kecuali ditentukan lain dalam Gambar Rencana, kualitas beton adalah f’c = XX MPa (yaitu
tegangan tekan hancur karakteristik untuk pengujian benda uji silinder 15x30 cm pada usia 28
hari) atau K-YYY kg/cm2 (yaitu tegangan tekan hancur karakteristik kubus beton ukuran
15x15x15 cm3 pada usia 28 hari).
2. Kontraktor harus memberikan jaminan atas kemampuannya membuat kualitas beton ini
dengan memperhatikan data-data pelaksanaan ditempat lain atau dengan mengadakan trial
mixes di laboratorium yang ditunjuk oleh Direksi Teknik,
3. Selama pelaksanaan harus dibuat benda-benda uji menurut ketentuan-ketentuan yang disebut
dalam Sub Bab 4.3. Kontraktor harus membuat laporan tertulis atas data-data kualitas beton
yang dibuat dengan disahkan oleh Direksi Teknik dan laporan tersebut harus dilengkapi
dengan evaluasi nilai kuat tekan beton yang diperoleh.
4. Laporan tertulis tersebut harus disertai sertifikat dari laboratorium. Penunjukan laboratorium
harus dengan persetujuan Direksi Teknik.
5. Selama pelaksanaan harus ada pengujian slump.
6. Nilai slump yang diizinkan berdasarkan jenis konstruksi yang akan dilaksanakan adalah
sebagai berikut:

Jenis Konstruksi Nilai Slump (cm)


Min. Max.
Kolom, Balok Beton & Pile Cap 5 10
Pelat Lantai 5 10

7. Untuk mutu beton f’c = 25 MPa, jumlah bahan sementisius minimum 375 kg/m3 beton.
8. Untuk mutu beton f’c = 25 MPa, nilai rasio air-sementisius maksimum adalah sebesar 0.53.
9. Perawatan kubus atau silinder percobaan tersebut adalah dalam pasir basah atau ditutupi
karung-karung basah tapi tidak tergenang air, selama 7 (tujuh) hari dan selanjutnya dalam
udara terbuka.
10. Untuk pengendalian mutu beton, maka digunakan juga pembuatan kubus atau silinder
percobaan untuk umur 3, 7, 14, atau 21 hari dengan ketentuan bahwa hasilnya tidak boleh
kurang dari nilai yang tercantum pada tabel di bawah ini. Jika hasil kuat tekan benda-benda uji
tidak memberikan angka kekekuatan yang diminta maka harus dilakukan pengujian beton
setempat dengan cara-cara seperti yang ditetapkan dalam pasal 7.6.5 SNI 03-2847-2002
mengenai penyelidikan hasil uji dengan kekuatan rendah.
Perbandingan Kekuatan Tekan Beton pada Berbagai Umur terhadap Kekuatan Tekan
Beton Umur 28 hari
Umur Beton (hari)
3 7 14 21
Rasio Kuat Tekan terhadap Kuat 0.45 0.65 0.88 0.95
Tekan Umur 28 hari

11. Penyampaian beton (adukan) dari mixer ke tempat pengecoran harus dilakukan dengan cara
yang tidak mengakibatkan terjadinya pemisahan komponen-komponen beton.
12. Harus digunakan vibrator untuk pemadatan beton.
13. Pemeriksaan Mutu Beton:
Persiapan, cara-cara pembuatan, penyimpanan dan pemeriksaan mutu hasil pelaksanaan
pekerjaan beton harus mengikuti ketentuan-ketentuan pada pasal 7 SNI-03-2487-2002.
14. Penerimaan Hasil Pekerjaan Beton:
Pekerjaan beton dapat diterima setelah syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam spesifikasi
teknik dan gambar perencanaan telah dipenuhi seluruhnya dan umur beton telah mencapai 28
hari. Kriteria penerimaan hasil pekerjaan beton ditentukan berdasarkan Pasal 7.6.3.3 SNI 03-
2487-2002.
Penyimpangan hasil pelaksanaan terhadap spesifikasi teknis, gambar perencanaan atau
petunjuk Direksi Teknik dapat menyebabkan hasil pekerjaan tersebut dibongkar dan
diperbaharui kembali sesuai dengan persyaratan dan ketentuan-ketentuan dalam persyaratan
dokumen kontrak.

6 SIAR-SIAR KONSTRUKSI DAN PEMBONGKARAN ACUAN


Pembongkaran acuan dan penempatan siar-siar pelaksanaan, sepanjang tidak ditentukan lain dalam
Gambar Rencana, harus mengikuti ketentuan pasal 8.2 dan 8.4. SNI 03-2847-2002. Siar-siar
tersebut harus dibasahi lebih dahulu dengan air semen tepat sebelum pengecoran lanjutan dimulai.
Letak siar-siar tersebut harus disetujui oleh Direksi Teknik.
Cetakan (acuan) beton dapat dibongkar jika umur beton telah melampaui waktu sebagai berikut:
• Pelat lantai : 12 hari
• Kolom, balok, pile cap : 12 hari
Dengan persetujuan Direksi Teknik, cetakan beton dapat dibongkar lebih awal dengan syarat benda
uji yang kondisi perawatannya sama dengan sebenarnya telah mencapai kekuatan 80% dari
kekuatan pada umur 28 hari.
Khusus untuk pengecoran dinding penahan tanah, siar-siar horizontal dan vertikal yang ada harus
diberi water stop.

7 PERAWATAN DAN PERLINDUNGAN BETON


1. Adukan beton harus dilindungi dari panas yang berlebihan atau pengeringan yang terlalu dini
akibat penguapan air yang berlebihan. Untuk daerah yang berangin kencang, harus dibuat
pelindung angin sesuai dengan pengarahan dari Direksi Teknik dan harus dilindungi sehingga
kehilangan kadar air dalam beton selama masa perawatan seminimal mungkin.
2. Beton yang baru selesai dicor harus dilindungi terhadap hujan, panas matahari serta
kerusakan-kerusakan lain yang disebabkan gaya-gaya sentuhan sampai beton mencapai
kekerasan dan kekuatan sebagaimana disyaratkan.
3. Permukaan beton harus dilindungi terus menerus setelah pengecoran, dengan cara menutupnya
dengan karung-karung basah, pasir basah atau digenangi dengan air selama kurang lebih 7 hari
setelah pengecoran
4. Cara lain untuk melindungi dan merawat beton harus mendapat persetujuan Direksi Teknik
dan sesuai dengan Pasal 7 SNI 03-2487-2002.

8 PENGENDALIAN MUTU
8.1 Penolakan Hasil Pekerjaan Beton
Direksi Teknik berhak menolak dan memerintahkan pembongkaran hasil pekerjaan beton jika
pekerjaan beton tersebut menunjukkan hasil-hasil sebagai berikut:
a. Porous, segregasi atau berlubang-lubang.
b. Siar pelaksanaan dibuat pada lokasi maupun cara-cara yang tidak sesuai dengan rencana.
c. Letak/posisi tulangan baja bergeser (tidak sesuai dengan rencana) selama dan setelah
pengecoran.
d. Penyimpangan-penyimpangan hasil pelaksanaan sudah diluar batas toleransi yang dapat
diberikan sesuai dengan spesifikasi teknis ini.
e. Permukaan finishing tidak dapat memenuhi persyaratan.
f. Hasil pemeriksaan mutu beton maupun tindakan penanggulangannya tidak dapat memenuhi
persyaratan pada Pasal 7 SNI-03-2487-2002.
g. Hasil pekerjaan tidak memenuhi persyaratan dalam spesifikasi teknis ini.

8.2 Tanggung Jawab Kontraktor


1. Kontraktor bertanggung jawab penuh atas kualitas konstruksi sesuai dengan ketentuan-
ketentuan di atas dan sesuai dengan Gambar Rencana yang diberikan. Adanya atau kehadiran
Direksi Teknik selaku Pemberi Tugas atau Perencana yang sejauh mungkin
melihat/mengawasi/menegur atau memberi nasihat tidaklah mengurangi tanggung jawab
penuh tersebut di atas.
2. Semua pekerjaan harus dilaksanakan oleh ahli-ahli atau tukang-tukang yang berpengalaman
dan mengerti benar akan pekerjaannya. Semua pekerjaan yang dihasilkan harus mempunyai
mutu yang sebanding dengan standar yang umum berlaku. Apabila Direksi Teknik
memandang perlu, Kontraktor dapat meminta nasihat-nasihat dari tenaga ahli yang ditunjuk
Direksi Teknik atas beban Kontraktor.

8.3 Perbaikan Permukaan Beton


1. Penambahan pada daerah yang tidak sempurna, keropos dengan campuran adukan semen
(cement mortar) setelah pembukaan acuan, hanya boleh dilakukan setelah mendapat
persetujuan dan sepengetahuan Direksi Teknik.
2. Jika ketidak-sempurnaan itu tidak dapat diperbaiki untuk menghasilkan permukaan yang
diharapkan dan diterima oleh Direksi Teknik, maka harus dibongkar dan diganti dengan
pembetonan kembali atas beban biaya Kontraktor atau diperbaiki dengan bahan semen mortar
khusus untuk pekerjaan perbaikan.
3. Ketidak-sempurnaan yang dimaksud adalah susunan yang tidak teratur, pecah/retak, ada
gelembung udara, keropos, berlubang, tonjolan yang lain yang tidak sesuai dengan bentuk
yang diharapkan/diinginkan.

8.4 Pembersihan
Jangan dibiarkan puing-puing, sampah sampai tertimbun di lokasi proyek. Pembersihan harus
dilakukan secara baik dan teratur.

8.5 Contoh Material yang Harus Disediakan


1. Sebelum pelaksanaan pekerjaan, Kontraktor harus memberikan contoh material: kerikil, split,
pasir, baja tulangan beton, semen portland untuk mendapatkan persetujuan Direksi Teknik.
2. Contoh-contoh yang telah disetujui oleh Direksi Teknik akan dipakai sebagai
standar/pedoman untuk memeriksa/menerima material yang dikirim oleh Kontraktor
kelapangan.
3. Kontraktor diwajibkan untuk membuat tempat penyimpanan contoh-contoh yang telah
disetujui dibangsal Direksi Teknik.
PEDOMAN PERANCANGAN CAMPURAN BETON NORMAL

1. Pendahuluan
Perancangan campuran beton biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
komposisi campuran beton yang ekonomis dan memenuhi persyaratan kelecakan
(workability), kekuatan dan durabilitas. Sebelum dilakukan perancangan, data
karakteristik material campuran yang akan digunakan haruslah terlebih dahulu
diperoleh. Data-data yang dimaksud dapat dilihat pada Tabel 1. Berat jenis semen dapat
diambil sebesar 3,15. Sedangkan data-data lainnya (termasuk berat jenis abu terbang)
harus diperoleh melalui pengujian laboratorium. Sebagai acuan, nilai berat jenis abu
terbang biasanya berkisar antara 2,1 hingga 2,4.

Tabel 1. Karakteristik Bahan Campuran Beton

Karakteristik
Bahan BJ Berat Isi Modulus Kadar Air Absorpsi
(Kg/m3) Kehalusan (%) (%)
Semen √ - - - -
Abu Terbang √ - - - -
Agregat Kasar √ √ - √ √
Agregat Halus √ √ √ √ √

Selain itu, nilai kuat tekan beton dan nilai slump yang diinginkan, yang biasanya
ditentukan oleh perencana struktur dan disampaikan dalam dokumen spesifikasi, juga
sudah harus diketahui sebelum proses perancangan dilakukan. Selanjutnya, jenis
elemen struktur yang akan dicor juga perlu diketahui.

2. Tahapan Perancangan Campuran Beton (Berdasarkan ACI 211)

Tahap 1: Pemilihan angka Slump


Jika nilai slump tidak ditentukan dalam dokumen spesifikasi, maka nilai slump dapat
dipilih dari Tabel 2 untuk berbagai jenis pengerjaan konstruksi.

Tahap 2: Pemilihan ukuran maksimum agregat kasar


Untuk jumlah volume agregat yang sama, agregat yang memiliki gradasi baik dan
ukuran maksimum yang besar akan menghasilkan rongga yang lebih sedikit daripada
rongga yang dihasilkan oleh agregat yang memiliki ukuran maksimum yang lebih kecil.

1
Jadi, penggunaan agregat dengan ukuran maksimum yang besar akan menyebabkan
penurunan kebutuhan mortar dalam setiap volume satuan beton.

Tabel 2 Nilai Slump yang Disarankan untuk


Berbagai Jenis Pengerjaan Konstruksi

Slump (mm)
Jenis Konstruksi Maksimum Minimum
Dinding dan Tapak Fondasi 75 25
Dinding Basement dan Sumuran 75 25
Dinding dan Balok 100 25
Kolom Bangunan 100 25
Perkerasan dan Lantai 75 25
Beton massal (seperti dam) 50 25

Dasar pemilihan ukuran maksimum agregat biasanya dikaitkan dengan dimensi elemen
struktur. Sebagai contoh, ukuran maksimum agregat harus memenuhi persyaratan-
persyaratan berikut ini (SNI 03-2847-02 Pasal 5.3.2):

M
(i) D ≤
5
h
(ii) D ≤
3
3s
(iii) D ≤
4

dimana, D = ukuran maksimum agregat


M = lebar terkecil diantara 2 tepi bekisting
h = tebal plat lantai
s = spasi bersih minimum antar tulangan
c = tebal bersih selimut beton

Tahap 3: Estimasi kebutuhan air pencampur dan kandungan udara


Jumlah air pencampur persatuan volume beton yang dibutuhkan untuk menghasilkan
nilai slump tertentu sangat bergantung pada ukuran maksimum agregat, bentuk serta
gradasi agregat dan juga pada kebutuhan kandungan udara pada campuran.

2
Jumlah air yang dibutuhkan tersebut tidak banyak terpengaruh oleh jumlah kandungan
semen dalam campuran. Tabel 3 memperlihatkan informasi mengenai kebutuhan air
pencampur untuk berbagai nilai slump dan ukuran maksimum agregat.

Tabel 3 Kebutuhan Air Pencampur dan Kandungan Udara


untuk Berbagai Nilai Slump dan Ukuran Maksimum Agregat

Jenis Slump (mm) Air (kg/m3)


Beton 10 12,5 20 25 40 50 75
mm mm mm mm mm mm mm
Tanpa 25-50 205 200 185 180 160 155 140
penambahan 75-100 225 215 200 190 175 170 155
udara 150-175 240 230 210 200 185 175 170
udara yg 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3
tersekap (%)
Dengan 25-50 180 175 165 160 150 140 135
penambahan 75-100 200 190 180 175 160 155 150
udara 150-175 215 205 190 180 170 165 160
kandungan 8 7 6 5 4,5 4 3,5
udara yang
disarankan (%)

Tahap 4: Pemilihan nilai perbandingan air semen


Untuk rasio air semen yang sama, kuat tekan beton dipengaruhi oleh jenis agregat dan
semen yang digunakan. Oleh karena itu hubungan rasio air semen dan kekuatan beton
yang dihasilkan seharusnya dikembangkan berdasarkan material aktual yang digunakan
dalam pencampuran. Terlepas dari hal diatas, Tabel 4 dapat dijadikan pegangan dalam
pemilihan nilai perbandingan air semen.

Tabel 4 Hubungan Rasio Air-Semen dan Kuat Tekan Beton


Kuat Tekan Beton Umur Rasio Air Semen
28 Hari (MPa)* (dalam Perbandingan Berat)
Tanpa Penambahan Udara Dengan Penambahan
Udara
48 0,33 -
40 0,41 0,32
35 0,48 0,40
28 0,57 0,48
20 0,68 0,59
14 0,82 0,74
*Nilai-nilai selain yang ada pada tabel dapat diperoleh melalui interpolasi

3
Nilai kuat beton yang digunakan pada Tabel 4 di atas adalah nilai kuat tekan beton rata-
rata yang dibutuhkan (lihat Pers. 1 pada SNI 03-2847-02 Pasal 7.3.2), yaitu:

fm = fc’ + 1,34 Sd

dimana,
fm = nilai kuat tekan beton rata-rata
fc’ = nilai kuat tekan karakteristik (yang disyaratkan dalam spesifikasi)
Sd = standar deviasi (dapat diambil berdasarkan Tabel 5)

Tabel 5 Klasifikasi Standar Deviasi untuk berbagai kondisi pengerjaan


Kondisi Pengerjaan Standar Deviasi (MPa)
Lapangan Laboratorium
Sempurna <3 <1,5
sangat baik 3 - 3,5 1,5 - 1,75
baik 3,5 - 4 1,75 - 2
cukup 4-5 2 - 2,5
kurang baik >5 > 2,5

Nilai rasio air semen tersebut biasanya dibatasi oleh harga maksimum yang
diperbolehkan untuk kondisi exposure (lingkungan) tertentu. Sebagai contoh, untuk
struktur yang berada dilingkungan laut harga rasio air semen biasanya dibatasi
maksimum 0,40 - 0,50 (lihat Tabel 6 dan Tabel 7 yang berturut-turut diambil dari SNI
03-2847-02 Pasal 6.2 dan 6.3).

Tabel 6 Persyaratan untuk Pengaruh Lingkungan Khusus


Kondisi lingkungan Rasio air - semen fc' min, MPa2
Maksimum1
Beton dengan permeabilitas rendah yang
terkena pengaruh lingkungan air 0,50 28
Untuk perlindungan tulangan terhadap
korosi pada beton yang terpengaruh 0,40 35
lingkungan yang mengandung klorida
dari garam, atau air laut
CATATAN
1. Dihitung terhadap berat dan berlaku untuk beton normal
2. Untuk beton berat normal dan beton berat ringan

4
Tabel 7 Persyaratan untuk Beton yang Dipengaruhi oleh Lingkungan
yang Mengandung Sulfat

Lingkungan Sulfat (S04) dalam Sulfat (SO4) Jenis semen Rasio air-semen
sulfat tanah yang dapat dalam air, ppm maksimum fc' min, MPa
larut dalam air, dalam berat (beton
persen terhadap (beton normal) normal dan
berat ringan)
Ringan 0,00 – 0,10 0 – 150 - -
Sedang 0,10 – 0,20 150-1500 II,IP(MS), 0,50 28
IS(MS),
P(MS),I(PM)(M
S),I(SM)(MS)*
Berat 0,20 – 2,00 1500 – 10.000 V 0,45 31
Sangat Berat > 2,00 >10.000 V + pozolan 0,45 31
CATATAN
• Semen campuran sesuai ketentuan ASTM C 595

Tahap 5: Perhitungan kandungan semen

Berat semen yang dibutuhkan adalah sama dengan jumlah berat air pencampur
(Tahap 3) dibagi dengan nilai rasio air semen (Tahap 4).

Tahap 6: Estimasi kandungan agregat kasar

Rancangan campuran beton yang ekonomis bisa didapat dengan menggunakan


semaksimal mungkin volume agregat kasar (atas dasar berat isi kering (dry rodded unit
weight)) persatuan volume beton. Data eksperimen menunjukkan bahwa semakin halus
pasir dan semakin besar ukuran maksimum partikel agregat kasar, semakin banyak
volume agregat kasar yang dapat dicampurkan untuk menghasilkan campuran beton
dengan kelecakan yang baik. Tabel 8 memperlihatkan bahwa pada derajat kelecakan
tertentu (slump=75-100 mm), volume agregat kasar yang dibutuhkan persatuan volume
beton adalah fungsi daripada ukuran maksimum agregat kasar dan modulus kehalusan
agregat halus.

Berdasarkan Tabel 8, volume agregat kasar (dalam satuan m3) per 1 m3 beton dapat
dihitung. Volume ini kemudian dikonversikan menjadi berat kering agregat kasar
dengan mengalikannya terhadap berat isi kering agregat yang dimaksud (dry rodded
unit weight). Untuk campuran dengan nilai slump selain 75-100 mm, volume agregat
kasar dapat diperoleh dengan mengoreksi nilai yang ada pada Tabel 8 dengan angka
koreksi yang ada pada Tabel 9.

5
Tabel 8 Volume Agregat Kasar Per Satuan Volume Beton untuk
Beton dengan Slump 75 – 100 mm

Volume Agregat Kasar (Dry Rodded) Persatuan


Ukuran Maksimum Volume Beton untuk Berbagai Nilai
Agregat Kasar (mm) Modulus Kehalusan Pasir
2.40 2,60 2,80 3,00
10 0,50 0,48 0,46 0,44
12,5 0,59 0,57 0,55 0,53
20 0,66 0,64 0,62 0,60
25 0,71 0,69 0,67 0,65
40 0,75 0,73 0,71 0,69
50 0,78 0,76 0,74 0,72
75 0,82 0,80 0,78 0,76
150 0,87 0,85 0,83 0,81

Tabel 9 Faktor Koreksi terhadap Tabel 8 untuk Nilai Slump yang Berbeda
Slump Faktor Koreksi untuk Berbagai Ukuran
(mm) Maksimum Agregat
10 mm 12.5 mm 20 mm 25 mm 40 mm
25-50 1,08 1,06 1,04 1,06 1,09
75-100 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
150-175 0,97 0,98 1,00 1,00 1,00

Tahap 7: Estimasi kandungan agregat halus

Setelah menyelesaikan Tahap 6, semua ingridien beton yang dibutuhkan telah


diestimasi kecuali agregat halus. Jumlah pasir yang dibutuhkan dapat dihitung dengan 2
cara, yaitu:
a) cara perhitungan berat (weight method)
b) cara perhitungan volume absolut (absolute volume method)

a) Cara perhitungan berat (weight method)


Berdasarkan cara perhitungan berat (weight method), jika berat jenis beton normal
diketahui berdasarkan pengalaman yang lalu, maka berat pasir yang dibutuhkan adalah
perbedaan antara berat jenis beton dengan berat total air, semen dan agregat kasar
persatuan volume beton yang telah diestimasi dari perhitungan pada tahap-tahap
sebelumnya. Jika data berat jenis beton tidak diketahui, maka estimasi awal bisa
didapat dari Tabel 10. Estimasi ini didapat berdasarkan data campuran beton dengan
jumlah semen = 325 kg/m3, slump 75-100 mm dan berat jenis agregat = 2,7.

6
Jika berat semen yang ada (=Ws) adalah lebih besar atau lebih kecil dari 325 kg/m3,
maka berat jenis beton (=X) harus dikoreksi sebagai berikut:
(Ws − 325)
X '= X + * 9 kg / m 3
60
Jika berat air yang ada (=Wa’) lebih besar/lebih kecil dari berat air yang dibutuhkan
untuk menghasilkan slump 75-100 mm berdasarkan Tabel 3 (yaitu Wa), maka berat
jenis beton (=X) dikoreksi sebagai berikut:
(Wa '−Wa )
X'= X − * 9 kg / m 3
6
Jika berat jenis agregat (=γag) lebih besar/lebih kecil dari 2.7, maka berat jenis beton
(=X) dikoreksi sebagai berikut:
(γ ag − 2.7)
X'= X + * 59 kg / m3
0,1
Selain menggunakan Tabel 10, estimasi awal berat jenis beton dapat diperoleh melalui
persamaan berikut:
X = 10 γa (100 - A) + C ( 1 - γa/γ) - W (γa - 1)

dimana : γa = Bulk specific gravity rata-rata dari kombinasi agregat halus


dan kasar (dalam kondisi SSD)
A = Kandungan udara (%)
C = Kandungan semen (kg/m3)
γ = Berat jenis semen
W = Kandungan air (kg/m3)

a) Cara perhitungan volume absolut (absolute volume method)


Untuk perhitungan dengan menggunakan metoda volume absolut, volume pasir didapat
dengan mengurangi volume satuan beton dengan volume absolut total dari ingredient-
ingredient beton yang sudah diketahui (yaitu air, udara, semen dan agregat kasar).
Harga volume pasir ini kemudian dikonversi menjadi berat dengan mengalikannya
terhadap γ pasir. Perumusannya adalah:

7
⎡ ⎛ C Ac ⎞⎤
A f = γ f ⎢1000 - ⎜ W + + + 10 A⎟ ⎥
⎣ ⎝ γ γc ⎠⎦

dimana : Ac = Kandungan agregat kasar (kg/m3)


γf = Bulk specific gravity (SSD) agregat halus
γc = Bulk specific gravity (SSD) agregat kasar
γ = Berat jenis semen
A = Kandungan udara dalam persen (Lihat Tabel 3)

Biasanya campuran yang memenuhi kriteria-kriteria yang diinginkan baru bisa didapat
setelah dilakukan beberapa trial mix (campuran percobaan) dengan merubah proporsi
bahan-bahan didalam campuran beton.

Tabel 10 Estimasi Awal untuk Berat Jenis Beton Segar


Ukuran Maksimum Estimasi Awal Berat Jenis Beton (kg/m3)
Agregat (mm)
Tanpa Penambahan Udara Dengan Penambahan Udara
10 2285 2190
12,5 2315 2235
20 2355 2280
25 2375 2315
40 2420 2355
50 2445 2375
75 2465 2400
150 2502 2435

Tahap 8: Koreksi kandungan air pada agregat

Pada umumnya, stok agregat dilapangan berada dalam kondisi basah atau kering udara
dan tidak dalam kondisi jenuh kering permukaan (SSD). Oleh karena itu, diperlukan
adanya koreksi kadar air dalam campuran. Tanpa adanya koreksi kadar air, harga rasio
air semen yang diperoleh bisa lebih besar atau bahkan lebih kecil dari harga yang telah
ditentukan berdasarkan Tahap 4 dan berat SSD agregat (dalam kondisi jenuh kering
permukaan) menjadi lebih kecil atau lebih besar dari harga estimasi pada Tahap 6 dan
Tahap 7.

8
Urutan rancangan campuran beton dari Tahap 1 sampai Tahap 7 dilakukan berdasarkan
kondisi agregat yang SSD (jenuh kering permukaan). Oleh karena itu, untuk trial mix,
air pencampur yang dibutuhkan dalam campuran bisa diperbesar atau diperkecil
tergantung dengan kandungan air bebas pada agregat. Sebaliknya, untuk mengimbangi
perubahan air tersebut, jumlah agregat harus diperkecil atau diperbesar.

Tahap 9: Trial Mix

Karena banyaknya asumsi yang digunakan dalam mendapatkan proporsi campuran


beton diatas, maka perlu dilakukan trial mix skala kecil di Laboratorium. Hal-hal yang
perlu diuji dalam trial mix ini adalah:
- nilai slump
- kelecakan (workability)
- kandungan udara
- kuat tekan pada umur-umur tertentu.

3. Contoh Perancangan Campuran Beton

Karakteristik bahan baku yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Karakteristik Bahan Baku


Karakteristik Agregat Agregat Semen
Halus Kasar
Berat Jenis 2,68 2,75 3,15
Berat Isi (kg/lt) 1,696 1,365 -
Modulus Kehalusan 2,4 - -
Peresapan % 1,836 2,3 -

Rancang campuran beton normal untuk pelat lantai (tanpa penambahan udara) dengan
fc’ = 35 MPa menurut tahap-tahap yang telah diuraikan sebelumnya. Perancangan
proporsi campuran dilakukan secara tabelaris (Tabel 12).

9
Tabel 12 Perhitungan Komposisi Campuran Beton

No Uraian Tabel/Grafik Nilai


1 Kuat tekan yang disyaratkan Ditentukan 35 MPa
2 Standar deviasi (Sd) Tabel 5 2,5 MPa
3 Nilai tambah 1,34 Sd 1,34x2,5 MPa
4 Kuat tekan yang hendak dicapai (1) + (3) 38,35 MPa
5 Jenis semen Ditentukan Type I
6 Jenis agregat kasar Ditentukan Batu pecah
7 Jenis agregat halus Ditentukan Alami
8 Slump Tabel 2 25 – 50 mm
9 Ukuran agregat maksimum Ditentukan 25 mm
10 Kadar air bebas Tabel 3 180 kg/m3
11 Faktor air semen bebas Tabel 4 (Interpolasi) 0,43
12 Jumlah semen (10) : (11) 419 kg/m3
13 Volume agregat kasar Tabel 8 0,71
14 Faktor koreksi Tabel 9 1,06
15 Berat agregat kasar yang dibutuhkan (13) x (14) x berat isi 1027 kg/m3
16 Volume air (10) : BJ air 180
17 Volume semen (12) : BJ semen 133
18 Volume agregat kasar (15) : BJ batu 373,5
19 Volume udara (%) Tabel 3 1,5
20 Volume agregat halus 1000-(16-17-18- 298,5
10*(15))
21 Berat agregat halus yang dibutuhkan (20) x BJ pasir 800 kg/m3
22 Berat jenis beton (10)+(12)+(15)+(21) 2426 kg/m3

4. Tindakan Perbaikan “Trial Mix”

Sebelum melakukan tindakan perbaikan “trial mix”, perlu terlebih dahulu diyakini
bahwa kondisi mix yang kurang baik bukan disebabkan oleh:
• Kesalahan pembacaan atau kesalahan perhitungan rancangan campuran
• Batch tertukar
• Alat timbangan tidak berfungsi dengan baik

Selain hal-hal diatas, tindakan perbaikan pada mix dapat dilakukan sebagaimana yang
terdapat pada Tabel 13 dibawah ini.

10
Tabel 13 Tindakan Koreksi Trial Mix
Gejala Kemungkinan Penyebab KOREKSI
Air Semen Pasir Agregat
Kasar
Slump terlalu • Underestimate kadar air pasir atau Kurangi air pencampur 5 kg untuk Tetap Tambah pasir 5 kg untuk Tetap
tinggi • Overestimate daya serap agregat setiap 20 mm kelebihan slump setiap 20 mm kelebihan
slump
• Overestimate kebutuhan air Kurangi air dan semen dengan menjaga rasio w/c tetap Tingkatkan jumlah pasir & agregat kasar

Slump terlalu • Overestimate kadar air pasir atau Tambah air pencampur 5 kg untuk Tetap Kurangi pasir 5 kg untuk Tetap
rendah • Underestimate daya serap agregat setiap 20 mm kekurangan slump setiap 20 mm kekurangan
slump
• Underestimate kebutuhan air Tambah jumlah air dan semen Kurangi jumlah pasir dan agregat kasar

Kepasiran • Pasir lebih halus dari yang Tetap Tetap -50 kg + 50 kg


diperkirakan
• Berat jenis agregat kasar lebih besar Tetap Tetap Tetap BJ
dari 2,65 *
2,65
• Berat jenis pasir lebih kecil dari 2,60 Tetap Tetap BJ Tetap
*
2,60
Kurang pasir • Pasir lebih kasar dari yang Tetap Tetap +50 kg -50 kg
diperkirakan
• BJ agregat kasar < 2,65 Tetap Tetap Tetap BJ
*
2,65
• BJ pasir > 2,60 Tetap Tetap BJ Tetap
*
2,60
Terlalu lengket • Pasir terlalu halus Tetap Tetap -50 kg +50 kg

1
(Sticky) • Kepasiran L I H A T K O M E N T A R D I A T A S (Gejala Kepasiran)
fc’ terlalu rendah • w/c terlalu tinggi Tetap Tambah 10 kg Tetap Tetap
untuk setiap
penambahan 1
MPa
• Adanya bahan-bahan yang berkualitas
jelek :
- Kadar lumpur tinggi pada pasir dan
agregat
- Kadar lanau yang tinggi CHECK BAHAN-BAHAN PENCAMPUR
- Kadar organik
- Semen yang sudah tua
- Air yang kurang baik
- Agregat yang rendah kekuatannya
fc’ terlalu tinggi • w/c terlalu rendah Tetap Kurangi 10 kg Tetap Tetap
untuk setiap
pengurangan
1MPa

2
SPESIFIKASI TEKNIS BAHAN AGREGAT

1. Umum

Bahan agregat mengisi 60 hingga 80 % volume beton. Oleh karena itu


karakteristik kimia, fisik dan mekanik bahan agregat yang digunakan dalam
pencampuran sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat beton yang dihasilkan,
seperti kuat tekan, kekuatan, durabilitas, berat jenis, biaya produksi dan lain-lain.

Agregat alam dapat diperoleh dari proses pelapukan dan abrasi atau pemecahan
massa batuan induk yang lebih besar. Oleh karena itu, sifat agregat tergantung
dari sifat batuan induk. Sifat-sifat tersebut diantaranya:
komposisi kimia dan mineral, klasifikasi petrografik, berat jenis, kekerasan
(hardness), kekuatan, stabilitas fisik dan kimiawi, struktur pori, warna dan
lain lain.
Namun, ada juga sifat agregat yang tidak bergantung dari sifat batuan induk, yaitu
ukuran dan bentuk partikel serta tekstur dan absorpsi permukaan. Berat jenis
agregat yang digunakan sangat menentukan berat jenis beton yang dihasilkan.
Secara umum agregat yang baik haruslah agregat yang mempunyai bentuk yang
menyerupai kubus atau bundar, bersih, keras, kuat, bergradasi baik dan stabil
secara kimiawi.

Keuntungan digunakannya agregat pada material beton:


- Menghasilkan beton yang murah
- Menimbulkan sifat volume beton yang stabil:
mengurangi susut
mengurangi rangkak
memperkecil pengaruh suhu

A-1
2. Klasifikasi Agregat

Klasifikasi Ukuran
Material beton dapat terbuat dari partikel agregat yang ukurannya berkisar pada
daerah ukuran tertentu. Ukuran maksimum agregat biasanya berada diantara
ukuran 10mm hingga 50 mm. Ukuran 20 mm dan 30 mm merupakan ukuran
maksimum tipikal yang umum digunakan dalam pekerjaan konstruksi. Pemilihan
ukuran maksimum agregat pada dasarnya dipengaruhi oleh dimensi besaran
penampang yang akan dicor (Gambar A1).

Berdasarkan ASTM C-33, agregat dibagi atas dua kelompok, yaitu:


ƒ Agregat kasar, yaitu agregat yang ukurannya ≥ 4,75 mm atau
tertahan ukuran saringan no.4 (ASTM).
ƒ Agregat halus (pasir), Batas bawah ukuran pasir adalah 0.075 mm
(tertahan saringan no. 200), sedang batas atas
ukuran pasir adalah 4.75 mm (lolos saringan no. 4)

Klasifikasi berdasarkan kandungan mineral yang ada dalam agregat


Berdasarkan ASTM C294-94, mineral-mineral penting yang umumnya ada pada
agregat adalah:
- Mineral Silica - Feldspar
- Mineral Micaceous - Mineral Carbonate
- Mineral Sulphate - Mineral Iron Sulphide
- Mineral Ferromagnesian - Zeolites
- Mineral Ion Oksida besi - Mineral Lempung

Klasifikasi Bentuk dan Tekstur


Karakteristik bagian luar agregat, terutama bentuk partikel dan tekstur permukaan
memegang peranan penting terhadap sifat beton segar dan yang sudah mengeras.

Menurut BS 812 : Part 1: 1975, bentuk partikel agregat dapat dibedakan atas
(Gambar 2):

A-2
- Rounded - Irreguler
- Flaky - Angular
- Elongated - Flaky & Elongated

Partikel dengan ratio luas permukaan terhadap volume yang tinggi (sebagai
contoh partikel yang bentuknya flaky (pipih) dan elongated (panjang)) dapat
menurunkan workability campuran beton. Partikel dengan bentuk flaky juga
merugikan bagi durabilitas beton karena partikel-partikel ini cenderung untuk
terorientasi pada satu bidang, sehingga air dan gelembung udara dapat terbentuk
dibagian bawahnya. Jumlah partikel elongated (panjang) atau flaky (pipih) yang
melebihi 10%-15% massa agregat kasar dianggap merugikan.

Menurut BS 812 : Part 1 : 1975, tekstur permukaan agregat dapat dibedakan atas:
- Glassy - Smooth
- Granular - Rough
- Crystalline - Honeycombed

Tekstur permukaan agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat beton segar


seperti kelecakan. Bentuk dan tekstur permukaan agregat, terutama agregat halus,
sangat mempengaruhi kebutuhan air campuran beton. Semakin banyak kandungan
rongga pada agregat yang tersusun secara tidak padat, semakin tinggi kebutuhan
air.

Untuk menghindari segregasi, ukuran


maksimum agregat tidak boleh
melebihi:

A-3
M
a) (M = dimensi terkecil)
5
3S
b) (S = spasi bersih)
4

s T
c) (T = tebal pelat lantai)
3
C

Gambar A.1. Persyaratan Ukuran Maksimum Agregat

Gambar A.2. Bentuk-bentuk Agregat Beton

3. Sifat Mekanik

Gaya lekat (bond)

A-4
Bentuk dan tekstur permukaan agregat mempengaruhi kekuatan beton, terutama
untuk beton berkekuatan tinggi. Dalam hal ini, kekuatan lentur lebih dipengaruhi
oleh bentuk-bentuk tekstur agregat daripada kekuatan tekan. Semakin kasar
tekstur, semakin besar daya lekat antara partikel dengan matriks semen. Biasanya
pada agregat dengan daya lekat yang baik akan banyak dijumpai partikel agregat
yang pecah dalam sample beton yang diuji tekan hingga hancur. Namun, terlalu
banyak partikel agregat yang pecah menandakan bahwa bahan agregat yang
digunakan dalam beton bersifat terlalu lemah.

Mekanisme lekatan (bond) antara Agregat dan Pasta Semen


Lekatan yang terbentuk antara agregat dan pasta semen terdiri atas:
- Ikatan Fisik, yaitu ikatan yang bersumber dari kekasaran permukaan
agregat. Agregat yang mempunyai permukaan yang kasar dapat
mengembangkan ikatan yang baik dengan pasta semen.
- Ikatan Kimia, yaitu ikatan yang bersumber dari reaksi kimiawi yang terjadi
antara unsur yang ada pada agregat dengan pasta semen. Agregat yang
mengandung silica dapat mengikat dengan pasta semen secara kimiawi
(terjadi reaksi hidrasi pada permukaan agregat). Besarnya ikatan ini
merupakan fungsi dari nilai rasio a/s dan derajat hidrasi beton.
Ikatan antara agregat dan pasta semen seringkali menjadi bagian terlemah dari
material beton.

Kekuatan
Informasi mengenai kekuatan partikel agregat harus diperoleh dari pengujian tak
langsung, antara lain dari pengujian tekan sampel batuan, nilai crushing tumpukan
agregat atau kinerja agregat dalam beton. Kekuatan tekan agregat yang
dibutuhkan pada beton umumnya lebih tinggi daripada kekuatan tekan betonnya
sendiri. Hal ini dikarenakan tegangan aktual yang bekerja pada titik kontak
masing masing partikel agregat biasanya jauh lebih tinggi daripada tegangan
tekan yang bekerja pada beton. Agregat dengan kekuatan sedang atau rendah dan
yang mempunyai modulus elastis rendah bersifat baik dalam mempertahankan
integritas beton pada saat terjadi perubahan volume akibat perubahan suhu atau

A-5
sebab lainnya. Tegangan yang timbul pada pasta semen biasanya lebih rendah jika
agregat bersifat lebih kompresibel.

4. Sifat Fisik

Sifat-sifat fisik agregat seperti specific gravity, density dan lain-lain biasanya
dibutuhkan dalam perhitungan proporsi agregat dalam campuran beton. Beberapa
sifat-sifat fisik agregat yang perlu diperhatikan diantaranya:

- Specific Gravity : Perbandingan masa (atau berat diudara) dari


(relative density) suatu unit volume bahan terhadap massa air
dengan volume yang sama pada temperatur
tertentu.
- Apparent Specific Gravity : Perbandingan massa agregat kering (yang
(Apparent Particle density) dioven pada 1100C selama 24 jam) terhadap
masa air dengan volume yang sama dengan
agregat tersebut.
- Bulk Specifik Gravity : Perbandingan massa agregat SSD (jenuh
(SSD) dan kering permukaan) terhadap massa air
(Apparent Bulk density) dengan volume yang sama dengan agregat
tersebut.
- Bulk Density : massa aktual yang akan mengisi suatu
penampang / wadah dengan volume satuan.
Parameter ini berguna untuk merubah
ukuran massa menjadi ukuran volume.
- Porositas dan Absorpsi : Porositas, permeabillitas dan absorpsi
agregat mempengaruhi daya lekat antara
pasta semen dan agregat, daya tahan beton
terhadap pembekuan dan pencairan,
stabililitas kimia, daya tahan terhadap
abrasi dan specific gravity.
- Berat isi : Berat isi agregat adalah berat agregat yang

A-6
ditempatkan didalam wadah 1m3. Berat isi
agregat untuk beton normal berkisar antara
1200 - 1760 kg.

5. Sifat-Sifat Lainnya

Gradasi
Gradasi dan ukuran maksimum agregat sangat penting, karena besaran ini
mempengaruhi proporsi agregat dalam campuran, kebutuhan air, jumlah semen,
biaya produksi, sifat susut dan durabilitas beton. Agregat yang memenuhi
persyaratan batas gradasi dapat memberikan hasil yang optimal. Hal ini dapat
dijelaskan dengan teori rongga minimum (lihat Gambar A3).

25 MM 9.5 MM KOMBINASI

Gambar A.3. Ilustrasi Mengenai Teori Rongga Minimum

Berdasarkan teori rongga minimum, semakin beragam ukuran agregat, semakin


sedikit rongga yang terbentuk diantara susunan agregat. Sehingga jumlah pasta
yang dibutuhkan untuk mengisi rongga menjadi lebih kecil dan campuran beton
menjadi lebih ekonomis (Gambar A.3).

Kandungan air
Ada 2 bentuk kandungan air pada agregat, yaitu:

A-7
- Kandungan Air Serapan, yaitu kandungan air yang diserap oleh rongga
rongga didalam partikel agregat dan biasanya tidak terlihat
- Kandungan Air Permukaan, yaitu kandungan air yang menempel pada
permukaan agregat.
Besarnya kandungan air pada agregat yang akan digunakan perlu diketahui untuk
mengontrol besarnya jumlah air didalam suatu campuran beton. Kondisi agregat
berdasarkan kandungan airnya dibagi atas:
- Kering Oven, yaitu kondisi agregat yang dapat menyerap air dalam
campuran beton secara maksimal (dengan kapasitas penuh)
- Kering Udara, yaitu kondisi agregat yang kering permukaan namun
mengandung sedikit air dirongga-rongganya. Agregat jenis ini juga dapat
menyerap air didalam campuran walaupun tidak dengan kapasitas penuh,
sehingga jika tidak diperhitungkan akan mengubah nilai rasio air-semen
didalam campuran.
- Jenuh Dengan Permukaan Kering, yaitu kondisi agregat yang pemukaannya
kering, namun semua rongga-rongganya terisi air. Didalam campuran
beton, agregat dengan kondisi ini tidak akan menyerap ataupun
menyumbangkan air kedalam campuran.
- Basah, yaitu kondisi agregat dengan kandungan air yang berlebihan pada
permukaannya. Agregat dengan kondisi ini akan menyumbangkan air
kedalam campuran, sehingga jika tidak diperhitungkan akan merubah nilai
rasio air-semen didalam campuran.

Bulking Pada Pasir


Pengaruh adanya kelembaban pada pasir adalah bulking, yaitu pertambahan
volume pasir akibat adanya lapisan air yang mendorong partikel-partikel pasir
sehingga berada pada jarak yang lebih jauh. Bulking mempengaruhi penakaran
pasir berdasarkan volume (volume batching).

Unsoundness karena Perubahan Volume


Perubahan volume yang besar pada agregat dapat disebabkan karena proses
pembekuan dan pencairan, perubahan temperatur dibawah titik beku dan siklus

A-8
pengeringan dan pembasahan yang terjadi terus menerus. Bila agregat unsound,
perubahan-perubahan kondisi fisik tersebut dapat mengakibatkan kerusakan beton
seperti scaling dan bahkan keretakan permukaan yang signifikan.

Bahan-bahan yang tidak Diinginkan pada Agregat


Tiga katagori bahan bahan yang tidak diinginkan yang mungkin terdapat pada
agregat:
• Ketidak murnian: yang mempengaruhi proses hidrasi semen
contoh: bahan organik seperti humus, yaitu produk pembusukan
tumbuhan. Bahan ini dapat dihilangkan dengan cara mencuci
agregat sebelum digunakan.
• Pelapisan (coating) pada permukaan agregat yang menghalangi terbentuknya
lekatan yang baik antara pasta semen dan agregat.
contoh : - lempung, debu atau lumpur pada agregat
- kontaminasi garam → garam dapat mengakibatkan terjadinya
karat pada tulangan, kontaminasi garam
dapat diatasi dengan mencuci agregat
sebelum digunakan.
• Unsoundness karena adanya agregat yang unsound atau lemah.
contoh : gumpalan lempung, potongan kayu dan batu bara. Bila jumlahnya
besar (antara 2 - 5% massa agregat), partikel ini dapat berbahaya
bagi kekuatan beton dan terutama harus dihindari untuk beton
yang harus mengalami gaya gaya yang abrasif.

Selain itu agregat harus stabil secara kimiawi, sehingga tidak akan merusak hasil
reaksi hidrasi beton. Kandungan silika dan carbonat yang bersifat reaktif pada
agregat perlu diperhatikan karena bahan ini dapat memicu terjadinya reaksi alkali-
agregat dan reaksi carbonate-agregat. Beberapa bentuk silika yang berbahaya
diantaranya opal, chalcedony, acid vulcanic glass, dan lain-lain.

6. Analisis Saringan

A-9
Analisis saringan adalah proses untuk membagi suatu contoh agregat kedalam
fraksi fraksi dengan ukuran partikel yang sama dengan maksud untuk menentukan
gradasi atau distribusi ukuran agregat. Ukuran saringan BS dan ASTM yang biasa
digunakan untuk menentukan gradasi agregat dapat dilihat pada Tabel A1 dan A2.

Tabel A.1 Standar saringan BS dan ASTM untuk Agregat Kasar


Agregat Kasar
BS Bukaan (mm) ASTM Bukaan (mm)
75 75
- 63
50 50
37.5 37.5
- 25
20 19
- 12.5
14 -
10 9.5

Tabel A.2 Standar Saringan BS dan ASTM untuk Agregat Halus


Agregat Halus
BS Bukaan ASTM
(mm) No. Saringan Bukaan (mm)
5 No.4 4.75
2.36 No. 8 2.36
1.18 No. 16 1.18
600 µm No. 30 600 µm
300 µm No. 50 300 µm
150 µm No. 100 150 µm

Tabel A.3 memperlihatkan contoh analisis saringan pada agregat halus dengan
menggunakan saringan yang sesuai dengan British Standard.

Tabel A.3 Contoh Analisis Saringan


Ukuran Massa % Tertahan % Kumulatif % Kumulatif
Bukaan Bs Tertahan (Gram) yang Lolos Tertahan
10 mm 0 0.0 100 0
5.0 mm 6 2.0 98 2
2.36 mm 31 10.1 88 12
1.18 mm 30 9.8 78 22
600 µm 59 19.2 59 41

A-10
300 µm 107 34.5 24 76
150 µm 53 17.3 7 93
< 150 µm 21 6.8 - -
Total : 307 246
Modulus kehalusan = 2.46
Modulus Kehalusan (Fineness Modulus)

Modulus kehalusan (Fineness modulus) didefinisikan sebagai jumlah persen


kumulatif yang tertahan pada saringan seri standar, dibagi 100. Seri standar terdiri
dari saringan saringan yang masing masing mempunyai ukuran sebesar 2x ukuran
saringan sebelumnya, yaitu 150, 300, 600 µm, 1.18, 2.36, 5.00 mm atau (ASTM
no. 100, 50, 30, 16, 8 dan 4). Bila misalnya semua partikel pada suatu sample
lebih kasar daripada saringan 600 µm, maka persen kumulatif yang tertahan pada
saringan 300 µm harus diambil sebesar 100; demikian juga halnya untuk
saringan 150 µm. Biasanya modulus kehalusan dihitung untuk agregat halus. Nilai
tipikalnya berkisar antara 2.3 dan 3.0; nilai yang lebih tinggi menyatakan gradasi
yang lebih kasar. Nilai modulus kehalusan berguna dalam mendeteksi variasi
kecil pada agregat yang berasal dari sumber yang sama, yang dapat
mempengaruhi workability beton segar.

Persyaratan Gradasi
Gradasi mempengaruhi workability (kelecakan) campuran beton, namun tidak
mempengaruhi kekuatan. Sekalipun demikian, untuk mencapai kekuatan yang
tinggi dibutuhkan kompaksi/pemadatan maksimum dengan besar usaha yang
masih dapat diterima, yang mana hal ini hanya dapat dilakukan apabila campuran
beton bersifat cukup workable.

Pada dasarnya, tidak ada gradasi yang ideal pada agregat alam. Hal ini
dikarenakan adanya pengaruh lain yang berinteraksi, antara faktor faktor utama
yang mempengaruhi workabiliti, yaitu:
- Luas permukaan agregat, yang menentukan jumlah air yang dibutuhkan
untuk membasahi seluruh partikel.
- Volume relatif yang ditempati oleh agregat.

A-11
- Kecenderungan terhadap segregasi.
- Jumlah butiran halus (fines) dalam campuran beton (Tabel A4)

Tabel A.4 Persyaratan Volume Absolut Butiran Halus


Ukuran Maksimum Agregat Volume Absolut Butiran Halus (Fines)
(mm) Sebagai Fraksi Volume Beton
8 0.165
16 0.140
32 0.125
63 0.110

Ukuran Agregat Maksimum


Semakin besar ukuran partikel agregat, semakin kecil luas permukaan yang harus
dibasahi per unit massa. Oleh karena itu, memperlebar rentang gradasi agregat
dengan menggunakan ukuran maksimum yang lebih besar akan memperkecil
kebutuhan air campuran. Sehingga untuk tingkat workability tertentu rasio air-
semen dapat dikurangi dan konsekuensinya kekuatan meningkat. Tetapi walaupun
begitu ada batas atas ukuran maksimum agregat dimana peningkatan kekuatan
akibat berkurangnya kebutuhan air masih dapat mengimbangi efek negatif yang
timbul dengan berkurangnya luas permukaan lekatan dan dengan adanya
diskontinuitas akibat penggunaan agregat berukuran besar yang menyebabkan
sifat heterogenitas beton menjadi menonjol. Sifat heterogenitas ini memberi
pengaruh negatif terhadap kekuatan beton.

Untuk beton struktural ukuran agregat maksimum dibatasi pada 25 mm sampai 40


mm karena pertimbangan ukuran penampang beton dan spasi tulangan yang
umum digunakan (Gambar A.1).

Gradasi Praktis
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan pentingnya penggunaan agregat
dengan gradasi sedemikian rupa sehingga diperoleh workabililty yang cukup dan
segregasi yang minimum sehingga dicapai beton yang kuat dan ekonomis. BS 882
: 1983 dan ASTM C 33-84 memberikan limit gradasi untuk agregat halus (Tabel
A.5) dan agregat kasar (Tabel A.6).

A-12
Tabel A.5. Spesifikasi Gradasi Agregat Halus
Ukuran Saringan % Yang Lolos
BS ASTM BS ASTM
10 mm 3/8 in 100 100
5 mm 3/16 89-100 95-100
2.36 mm 8 60-100 80-100
1.18 mm 16 30-100 50-85
600 µm 30 15-100 25-60
300 µm 50 5-70 10-30
150 µm 100 0-15 2-10

Tabel A.6. Spesifikasi Gradasi Agregat Kasar


dengan Ukuran Agregat Maksimum 25 mm (ASTM)

Ukuran Saringan % yang Lolos

37,5 mm 100
25 mm 95 – 100
12,5 mm 25 – 60
4,75 mm 0 – 10
2,36 mm 0–5

Agregat yang Gap-Graded (Bergradasi Celah)

A-13
100

80

Percentage Passing
60

40

20

0
75 150 300 600 1.2 2.36 5 10 20
Sieve Size (mm)

Gambar A.4 Contoh Curva Gap-Graded yang Tipikal

Agregat yang grap-graded adalah agregat yang gradasinya bercelah atau tidak
memiliki ukuran tertentu. Pada kurva gradasi, gap grading terlihat sebagai garis
horizontal pada daerah ukuran yang tidak dimiliki agregat. Untuk menghindari
segregasi, gap-grading direkomendasikan untuk digunakan hanya pada campuran
beton dengan workability yang rendah yang akan dipadatkan dengan vibrasi. Agar
tidak terjadi segregasi, dalam pengerjaannya, diperlukan kontrol dan penanganan
yang lebih baik bilamana digunakan agregat yang grap graded.

A-14
Rangkuman
Tabel A.7 memberikan rangkuman sifat-sifat agregat beserta keutamaan dan
spesifikasinya. Selain itu pada Gambar A.5 dan A.6 diberikan contoh analisis
saringan agregat kasar dan agregat halus.

Tabel A.7 Rangkuman Sifat-sifat dan Spesifikasi Agregat Beton


Sifat-sifat Keutamaan Pengujian Persyaratan
Agregat
Gradasi Kelecakan dan Distribusi ukuran Agregat halus:
(Distribusi Ekonomis partikel dengan Memenuhi batas-batas yang
Ukuran) penyaringan kering ditetapkan (lihat Tabel 3.6) dan
(SNI 03-1968-1990) variasinya tidak melebihi deviasi
(ASTM C136-1992) yang diijinkan. (ASTM C33-90)

Agregat kasar:
Memenuhi batas-batas yang
ditetapkan (lihat Tabel 3.7) dan
variasinya tidak melebihi deviasi
yang diijinkan. (ASTM C33-90)
Bentuk Kelecakan dan Indeks kepipihan Bentuk partikel:
partikel Kekuatan (flakiness index) (BS Indeks Kepipihan ≤ 20%
dan 812) Angka Angularitas ≤ 12%
tekstur Angka angularitas
permukaa (BS 812)
n
Kerapata Perancangan Kerapatan partikel Kerapatan partikel/Berat Jenis
n (Berat Campuran dan penyerapan air Untuk semua agregat selain
Jenis) agregat halus dan agregat ringan, tidak boleh
agregat kasar. kurang 2100 kg/m3
(SNI 03-1969-1990 Untuk agregat berat ringan,
& SNI 03 –1970- kurang dari 2100 kg/m3 (AS
1990) 2758.1)
(ASTM C127-1993 Kerapatan isi
& ASTM C128- (dipadatkan)/Berat Isi
1993) Untuk semua agregat selain
agregat ringan tidak boleh kurang
dari 1200 kg/m3.
Untuk agregat ringan, kurang dari
1200 kg/m3. (AS 2758.1)

A-15
Penyerapa Kontrol dan Kerapatan partikel Penyerapan air yang diijinkan
n air Kualitas dan penyerapan air harus ditentukan dalam
Beton agregat halus dan spesifikasi proyek (Penyerapan
agregat kasar (SNI agregat rata-rata selain dari
03-1969-1990 dan agregat berat ringan, adalah 2%).
SNI 03-1970-1990) (AS 2758.1)
(ASTM C127-1993 SII mensyaratkan nilai
dan ASTM C128- penyerapan maksimum = 5%
1993)
Abrasi Indeks mutu; SNI 03-2417-1991 Agregat Kasar ≤ 40% (ASTM
(Los terutama (ASTM C131-1989) C33-90)
Angeles) untuk lantai
gedung,
platform
bongkar
muat,
perkerasan
Soundness Kekuatan dan SNI 03-3407-1994) Agregat Halus ≤ 10%
(Kekekala Durabilitas (ASTM C88-1990) Agregat Kasar ≤ 12%
n) (ASTM C33-90)
Kadar Kelecakan, SNI 03-1971-1990 Agregat Halus ≤ 5%
Lumpur susut, kekuatan Agregat Kasar ≤ 1%
(SII)
Modulus Kelecakan & SNI 03-1968-1990 Agregat Halus: 2,3 – 3,1 (ASTM
Kehalusan rancangan (ASTM C136-1992) C33-90)
campuran
Nilai Kuat Tekan SNI 03-4426-1997 Agregat Kasar: ≤24 (SNI)
Crushing Beton
Reaktifitas alkali Ekspansi prisma uji kurang dari
potensial dengan 0,13% pada umur 3 bulan atau
Reaktifita Stabilitas mortar bar (ASTM 0,10% pada umur 6 bulan (AS
s Kimiawi C227-1990) 2758.1)
Reaksi Beton Reaktifitas potensial Masuk dalam batasan daerah yang
Agregat agregat (metoda tidak berbahaya pada kurva
Alkali kimia) (ASTM C289- reduksi alkalinitas vs silika larut
1987) (ASTM C289-1987)
Kotoran organik Warna yang dihasilkan dari
Reaktifita selain dari gula pengujian tidak boleh terlalu
s Pengerasan ASTM C40-92 (SNI pekat dari warna standard dari zat
Kotoran Beton 03-2816-1992) referensi (ASTM C40-92)
dan Gula (AS 1141, seksi Jumlah gula dalam agregat kurang
material 35) dari 1 bagian dalam 10000 (100
berbahaya ppm) (AS 2758.1)
Kelecakan dan Material lebih halus Agregat Kasar:
Kontrol dari 75 µm (Saringan Kuantitas material halus kurang
Air Campuran No. 200) dalam dari 75µm tidak boleh lebih dari
agregat (dengan 1%.
metoda pencucian) Agregat Halus:
ASTM C117-90 (SNI Kuantitas material halus kurang
03-4142-1996) dari 75µm tidak boleh lebih dari
5%.
(ASTM C33-90)

A-16
Kekuatan Partikel ringan (AS Kecuali agregat ringan, material
1141, seksi 31) )SNI dengan kerapatan partikel kurang
03-3416-1994) dari 2000 kg/m3 tidak boleh
(ASTM C123-1990) melebihi 0,5% dari massa dalam
agregat kasar dan 1% dari massa
agregat halus.
Kekuatan Partikel lemah Proporsi partikel lemah tidak
(bongkah lempung, boleh melebihi 5% untuk agregat
partikel friable) kasar dan 3% untuk agregat halus.
(ASTM C142-1990) (ASTM C33-1990)
Reaktifita Stabilitas Agregat yang mengandung garam
s Kimiawi sulfida atau sulfat dalam proporsi
Garam- Beton yang menghasilkan kadar sulfat
garam beton melebihi 5% dari masa
yang dapat semen portland tidak dapat
larut digunakan

Agregat yang mengandung


garam-garam khlorida dalam
proporsi yang menghasilkan
kadar khlorida beton melebihi %
dari masa semen tidak dapat
digunakan (AS 2758.1)

A-17
CONTOH ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASAR
(ASTM C 136-92)

Jenis Batuan : Batuan Beku Andesit

Ukuran Berat Persentase Persentase Persentase SPEC


No Saringan Tertahan Tertahan Tertahan Lolos ASTM
(mm) (gr) (%) Kumulatif Kumulatif C33-90
1 25 - - 100 100
2 19 521.0 6.96 6.96 93.04 90 - 100
3 9.5 3707.0 49.50 56.46 43.54 20 - 55
4 4.75 2441.0 32.59 89.05 10.95 0 - 10
5 2.38 820.0 10.95 100.00 0.00 0-5
Modulus Kehalusan : 6.52

Kurva Gradasi Agregat Kasar


100
90
80

Persentase Lolos Kumulatif


70
60
50
40
30
20
10
0
1 10 100
Ukuran Saringan (mm)

Gambar A.5 Contoh Analisis Saringan Agregat Kasar

CONTOH ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS

A-18
(ASTM C 136-92)
Jenis Batuan : Pasir

No Ukuran Berat Persentase Persentase Persentase SPEC


Saringan Saringan Tertahan Tertahan Tertahan Lolos ASTM
(mm) (gr) (%) Kumulatif Kumulatif C33-90
- 9.5 0 - - 100 100
4 4.75 41.0 8.32 8.32 91.68 95 - 100
8 2.36 43.0 8.72 17.04 82.96 80 - 100
16 1.18 42.0 8.52 25.56 74.44 50 - 85
30 0.6 93.0 18.86 44.42 55.58 25 - 60
50 0.3 190.0 38.54 82.96 17.04 10 - 30
100 0.15 74.0 15.01 97.97 2.03 2 - 10
200 0.075 10.0 2.03 100.00 0.00
PAN PAN 0.0 0.00 100.00 0.00
Modulus Kehalusan : 2.763

Kurva Gradasi Agregat Halus


100
90
80

Prosentase Lolos Kumulatif


70
60
50
40
30
20
10
0
0.01 0.1 1 10
Ukuran Saringan (mm)
Gambar A.6 Contoh Analisis Saringan Agregat Halus

A-19
TATACARA PENERIMAAN DAN PEMENUHAN TERHADAP
PERSYARATAN KEKUATAN BETON

1. Pendahuluan

Perencanaan struktur beton umumnya didasarkan pada asumsi mengenai sifat-sifat


beton yang minimum, seperti nilai kuat tekan. Namun, nilai kuat tekan beton yang
diproduksi, baik di laboratorium maupun di lapangan, merupakan kuantitas yang
bervariasi. Sumber variasi tersebut diantaranya berasal dari variasi dalam
ingredient campuran, variasi dalam prosedur sampling, variasi dalam pengujian
dan lain-lain. Untuk meminimalkan variasi dalam pengujian, maka pengujian
yang dilakukan sebaiknya mengikuti sedekat mungkin standar prosedur yang
baku, misal sesuai dengan ASTM atau SNI.

Pengetahuan mengenai variasi kekuatan tersebut perlu diketahui agar perencanaan


campuran beton dapat dilakukan dengan tepat sehingga persyaratan kekuatan
dapat dipenuhi. Selain itu, kriteria-kriteria penerimaan suatu mutu beton, baik
pada konstruksi yang baru maupun pada konstruksi eksisting, perlu dipahami
prinsip dasarnya sehingga kriteria-kriteria tersebut dapat diaplikasikan dengan
tepat pada setiap praktek konstruksi. Hal ini akan dibahas dalam makalah ini.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kuat Tekan Beton

Prosedur pengujian tekan beton dapat dilakukan mengikuti standard ASTM C39.
Dengan mengikuti secara konsisten prosedur yang disyaratkan maka variasi hasil
yang diperoleh dapat diminimalkan. Hal ini disebabkan karena banyaknya faktor,
baik faktor benda uji maupun faktor mesin uji, yang dapat mempengaruhi hasil
kuat tekan yang didapat. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai kuat tekan
beton diantaranya:

C-1
1. Kondisi ujung benda uji
Hal utama yang perlu diperhatikan mengenai kondisi ujung benda uji adalah
kerataannya dan ketegak lurusannya terhadap sumbu benda uji.

2. Ukuran benda uji


Ukuran standar yang sering digunakan adalah silinder 150 mm (D) x 300 mm
(L). Walaupun begitu, ukuran yang lebih kecil juga sering digunakan,
terutama dengan semakin populernya penggunaan beton mutu tinggi. Namun
perlu diingat bahwa penggunaan ukuran silinder yang lebih kecil dapat
mempengaruhi hasil kuat tekan yang diperoleh.

3. Rasio diameter benda uji terhadap ukuran maksimum agregat


Spesifikasi yang ada mensyaratkan bahwa dimensi terkecil benda uji haruslah
minimum 3 kali ukuran maksimum agregat yang digunakan. Hasil studi
memperlihatkan bahwa akurasi test tekan umumnya menurun dengan
mengecilnya rasio diameter benda uji terhadap ukuran maksimum agregat.

4. Rasio panjang terhadap diameter benda uji ( l /d )


Rasio panjang ( l ) terhadap diameter ( d ) benda uji yang baku adalah 2.
Walaupun begitu, penggunaan benda uji dengan rasio lebih kecil dari 2
diperbolehkan oleh peraturan yang ada. Secara umum, semakin kecil rasio l /d,
semakin tinggi nilai kuat tekan yang didapat. Hal ini dikarenakan pada benda
uji dengan rasio l /d < 2, kondisi restraint ujung akan sangat mempengaruhi
distribusi tegangan pada benda uji.

5. Kondisi kelembaban dan suhu benda uji


Pada umumnya, benda uji yang di test dalam kondisi lembab akan
menghasilkan nilai kuat tekan yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai
kuat tekan benda uji yang ditest dalam kondisi kering. Rentang perbedaannya
bisa berkisar antara 5 - 20%.

C-2
Suhu benda uji pada saat pengujian juga mempengaruhi hasil kuat tekan yang
didapat. Benda uji yang ditest pada temperatur tinggi umumnya menghasilkan
kuat tekan yang lebih rendah dibandingkan dengan benda uji yang ditest pada
temperatur rendah. Walaupun begitu, pengaruh variasi suhu kamar terhadap
kekuatan biasanya dapat diabaikan.

6. Arah pembebanan vs arah pengecoran


Pada umumnya, benda uji yang ditest pada arah yang sama dengan arah
dimana benda uji tersebut dicor menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kuat tekan benda uji yang ditest pada arah tegak lurus
terhadap arah pengecoran.

7. Laju pembebanan
ASTM mensyaratkan laju pembebanan untuk pengujian tekan antara 0,14 -
0,34 MPa/detik. Kekuatan beton biasanya meningkat dengan semakin
cepatnya laju pembebanan yang diaplikasikan. Pengaruh ini terlihat semakin
besar pada beton mutu tinggi.

8. Bentuk geometri benda uji


Bentuk geometri benda uji juga mempengaruhi nilai kuat tekan beton yang
dihasilkan. Kuat tekan benda uji silinder (ukuran 150 mm x 300 mm)
umumnya berkisar antara 75 - 85% nilai kuat tekan benda uji kubus (ukuran
150 mm x 150 mm x 150 mm).

3. Variasi Kekuatan Beton

Karena kekuatan beton merupakan kuantitas yang bervariasi maka pada saat
merancang campuran beton kuat tekan beton yang digunakan haruslah kuat tekan
rata-rata yang nilainya lebih besar daripada nilai minimum yang dibutuhkan
dalam perencanaan struktur.

Hasil pengujian tekan sampel beton biasanya memperlihatkan nilai yang


menyebar disekitar nilai rata-rata. Distribusi kuat tekan disekitar nilai rata-rata
tersebut biasanya digambarkan dengan menggunakan sebuah histogram dimana

C-3
jumlah sampel yang jatuh dalam suatu interval kekuatan diplot terhadap interval
kekuatan. Gambar C.1 memperlihatkan sebuah histogram dari suatu data hasil
pengujian tekan. Pada gambar tersebut distribusi kuat tekan dapat didekati oleh
garis yang menghubungkan kotak-kotak histogram, yang disebut kurva distribusi
frekuensi. Untuk kuat tekan beton, kurva tersebut sering diasumsikan memiliki
sifat distribusi normal/gauss.

80

70
Num ber of S peciem en in Internal
Number of Specimen in Interval

60

50

40

30

20

10

0
40 45 50 55 60 65 70
Compressive Strength (Mpa)

Gambar C.1 Histogram Nilai Kuat Tekan Beton

Kurva distribusi frekuensi ini dapat digambarkan dalam kuat tekan rata-rata fm dan
deviasi standar s, dimana;
1
⎡n( ⎤2
⎢∑ f i − f m )2 ⎥
s=⎢1 ⎥ (C.1)
⎢ n −1 ⎥
⎣ ⎦

C-4
Pada persamaan-persamaan diatas;
fi = kuat tekan sampel i
n
∑ fi
fm = 1
n
n = jumlah sampel

Secara teoritis, kurva distribusi normal dapat digambarkan sebagaimana yang


terlihat pada Gambar C.2 dibawah ini.

Gambar C.2 Nilai Pendekatan Luasan yang Dibatasi


oleh Kurva Distribusi Normal

Nilai-nilai maksimum dan minimum (ekstrim) pada kurva tersebut dapat


diabaikan karena hampir 99,6 % luas dibawah kurva berada dalam rentang ± 3 s.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa probabilitas suatu nilai kuat tekan jatuh
dalam rentang ± 3 s dari nilai rata-rata adalah 99.6 %. Berdasarkan Gambar 2 juga
dapat dihitung probabilitas suatu nilai kuat tekan untuk jatuh dalam rentang (fm ±
ks). Pada Tabel C.1 diberikan daftar nilai-nilai probabilitas untuk berbagai nilai k
(faktor probabilitas).

C-5
Tabel C.1 Probabilitas Nilai Kuat Tekan dalam
Rentang fm ± ks dan dibawah fm – ks untuk Distribusi Normal
Faktor Probabilitas nilai kuat Probabilitas nilai kuat Tekan
probabilitas tekan dalam rentang fm ± dibawah fm – ks (%)
k ks (%)
1.00 68.2 15.9 (1.dari 6)
1.64 90.0 5.0 (1 dari 20)
1.96 95.0 2.5 (1 dari 40)
2.33 98.0 1.0 (1 dari 100)
3.00 99.7 0.15 (1 dari 700)

Untuk perancangan campuran beton, nilai kuat tekan yang digunakan adalah nilai
rata-rata yang ditentukan sebagai berikut;

fm = fmin + ks (C.2a)

dimana fm = nilai rata-rata


fmin = nilai kuat tekan karakteristik (= f c' )
Bilamana nilai rata-rata dari sejumlah n hasil uji yang ditentukan dalam
spesifikasi, maka bentuk persamaan umum untuk merancang campuran beton
adalah;

ks
f m = f min + (C.2b)
n

Nilai k biasanya diambil sama dengan 1,64, yaitu nilai yang memberikan
probabilitas bahwa 1 dari 20 nilai kuat tekan akan jatuh dibawah nilai kuat tekan
minimum (karakteristik). Nilai k = 1,64 dianut oleh banyak peraturan beton,
diantaranya peraturan beton Indonesia’71, British Standard dan lain-lain.

Peraturan beton Amerika (ACI 318-02) yang juga menjadi acuan SNI 03-2847-
2002 menggunakan nilai faktor probabilitas yang berbeda untuk menentukan nilai

C-6
kuat tekan rata-rata perlu. Dalam hal ini, nilai kuat tekan rata-rata perlu diambil
sebagai nilai terbesar dari;

f m = f c' + 1.34 s (C.3)


atau
f m = f c' + 2,33 s − 3.5 (C.4)

Persamaan (C.3) memberikan probabilitas 9 dari 100 untuk nilai kuat tekan
individu sampel uji yang jatuh dibawah f c' atau probabilitas 1 dari 100 untuk nilai

kuat tekan rata-rata dari 3 sampel yang dites berurutan yang jatuh dibawah f c' .
Sedangkan Persamaan (C.4) memberikan probabilitas 1 : 100 untuk nilai kuat
tekan individu sampel yang jatuh lebih dari 3.5 MPa di bawah f c' .

Nilai deviasi standar yang akan digunakan pada persamaan-persamaan tersebut


biasanya ditentukan dari hasil pengujian minimum 30 sampel. Bila jumlah sampel
kurang dari 30, maka perlu dilakukan koreksi terhadap nilai deviasi standar yang
diperoleh. Tabel C.2 memberikan faktor koreksi yang dimaksud.

Tabel C.2 Faktor Modifikasi Untuk Deviasi Standar (ACI 318-02)


Jumlah Pengujian Faktor Koreksi untuk
Deviasi Standar
15 1.16
20 1.08
25 1.03
30 atau lebih 1.00

Pada peraturan beton Indonesia yang sebelumnya (PBI-71), nilai kuat tekan rata-
rata perlu ditetapkan sebagai berikut:

fm = f c' + 1,64 s (C.5)

C-7
Persamaan (C.5) memberikan probabilitas 1 dari 20 untuk nilai kuat tekan
individu sampel uji yang jatuh dibawah f c' .

4. Penerimaan dan Pemenuhan Persyaratan Kuat Tekan

Secara umum, kriteria penerimaan kuat tekan beton seharusnya dikaitkan dengan
kriteria untuk perancangannya. Bilamana jumlah sampel uji cukup besar (yaitu
minimal 30 sampel) sehingga nilai deviasi standar dapat dihitung dengan tepat
maka nilai kuat tekan rata-rata yang diperoleh seharusnya lebih besar atau sama
dengan;

f c' + ks (C.6)

dimana s adalah nilai deviasi standar aktual yang diperoleh dari hasil pengujian
yang dilakukan.

Bilamana yang dievaluasi adalah nilai rata-rata dari suatu kelompok hasil
pengujian, maka nilai rata-rata tersebut haruslah lebih besar daripada;

⎛ 1 ⎞
f c' + k ⎜⎜1 − ⎟⎟ s (C.7)
⎝ n⎠

Jika jumlah n cukup besar, maka nilai yang dihasilkan dari persamaan diatas akan
mendekati nilai kuat tekan rata-rata.

Evaluasi dan penerimaan kuat tekan beton berdasarkan SNI 03-2847-2002, Pasal
7.6 (yang mengacu pada ACI 318-02) didasarkan pada nilai hasil uji yang
merupakan nilai rata-rata dari dua silinder yang diuji pada umur 28 hari.
Berdasarkan SNI atau ACI, kuat tekan suatu mutu beton dapat dikategorikan
memenuhi syarat jika dua hal berikut dipenuhi;

C-8
a Setiap nilai rata-rata dari tiga uji kuat tekan yang berurutan mempunyai
nilai yang sama atau lebih besar dari f c' .
b Tidak ada nilai uji kuat tekan yang dihitung sebagai nilai rata-rata dari dua
hasil uji contoh silinder mempunyai nilai di bawah f c' lebih besar dari 3,5
MPa.

Ketentuan diatas berbeda dengan yang ditetapkan oleh peraturan jembatan


Indonesia yang baru, dimana tingkat kekuatan dari suatu mutu beton dikatakan
memenuhi persyaratan bila:
a Rata-rata dari semua nilai hasil uji kuat tekan (satu nilai hasil uji = rata-
rata dari nilai uji tekan sepasang benda uji silinder yang diambil dari
sumber adukan yang sama), yang sekurang-kurangnya terdiri dari empat
nilai (dari empat pasang) hasil uji kuat tekan yang berturut-turut, harus
tidak kurang dari ( f c' + s), dimana s menyatakan nilai deviasi standar dari
hasil uji tekan.
b Tidak satupun dari nilai hasil uji tekan (1 hasil uji tekan = rata-rata dari
hasil uji dua silinder yang diambil pada waktu bersamaan) mempunyai
nilai di bawah 0,85 f c' .

Peraturan Beton Indonesia yang lama (i.e. PBI’71) mensyaratkan bahwa hasil uji
tekan beton dianggap memenuhi ketentuan yang berlaku bilamana;
a. Hanya 1 dari 20 nilai kuat tekan yang diuji berurutan yang nilainya lebih
rendah dari nilai karakteristik (fbk).
b. Nilai rata-rata dari empat hasil uji yang berurutan tidak boleh lebih rendah
daripada;
fm = fbk + 0.82 s (C.8)

c. Selisih antara nilai tertinggi dan terendah dari empat hasil uji yang
berurutan tidak boleh lebih besar daripada 4.3 s.

C-9
Jika jumlah hasil uji kurang dari 20, maka hanya item b, dan c saja yang harus
dipenuhi.

Berdasarkan SNI 03-2847-2002, pengujian kekuatan masing-masing mutu beton


yang dicor setiap harinya haruslah dari satu contoh uji per hari, atau tidak kurang
dari satu contoh uji untuk setiap 120 m3 beton, atau tidak kurang dari satu contoh
uji untuk setiap 500 m2 luasan permukaan lantai atau dinding. Selain itu, bilamana
diperlukan benda-benda uji silinder yang dirawat di lapangan, maka benda uji
tersebut harus dicor pada waktu yang bersamaan dan diambil dari contoh adukan
beton yang sama dengan yang digunakan untuk uji di laboratorium.

5. Penyelidikan untuk Hasil Uji Kuat Tekan Beton yang Rendah

Berdasarkan SNI 03-2847-2002, jika salah satu dari persyaratan SNI pada sub bab
3 di atas tidak terpenuhi, maka harus diambil langkah-langkah untuk
meningkatkan hasil uji kuat tekan rata-rata pada pengecoran beton berikutnya.

Jika suatu uji kuat tekan benda uji silinder yang dirawat di laboratorium
menghasilkan nilai di bawah f c' sebesar minimal 3,5 MPa atau bila uji kuat tekan
benda uji yang dirawat di lapangan menunjukkan nilai kuat tekan yang kurang
daripada 85% kuat tekan beton pembanding yang dirawat di laboratorium, maka
harus dilakukan analisis untuk menjamin bahwa tahanan struktur dalam memikul
beban masih dalam batas yang aman.

Jika kepastian nilai kuat tekan beton yang rendah telah diketahui dan hasil
perhitungan menunjukkan bahwa tahanan struktur dalam memikul beban
berkurang secara signifikan, maka harus dilakukan uji contoh beton uji yang
diambil dari daerah yang dipermasalahkan. Pada pengujian beton inti tersebut
harus diambil paling sedikit tiga benda uji untuk setiap uji kuat tekan yang
mempunyai nilai 3,5 MPa di bawah nilai persyaratan f c' .

C-10
Bila beton pada struktur yang dikaji berada dalam kondisi kering selama masa
layan, maka benda uji beton inti harus dibuat kering udara (pada temperatur 15 iC

hingga 25 iC, kelembaban relatif kurang dari 60%) selama 7 hari sebelum

pengujian, dan harus diuji dalam kondisi kering. Bila beton pada struktur yang
dikaji berada pada keadaan sangat basah selama masa layan, maka beton inti harus
direndam dalam air sekurang-kurangnya 40 jam dan harus diuji dalam kondisi
basah.

Beton pada daerah yang diwakili oleh uji beton inti harus dianggap cukup secara
struktur jika kuat tekan rata-rata dari tiga beton inti adalah minimal sama dengan
85% f c' , dan tidak ada satupun beton inti yang kuat tekannya kurang dari 75%

f c' . Tambahan pengujian beton inti yang diambil dari lokasi yang memperlihatkan
hasil kekuatan beton inti yang tidak beraturan diperbolehkan oleh SNI 03-2847-
2002.

Bila kriteria di atas tidak dipenuhi dan bila tahanan struktur masih meragukan,
maka pengawas lapangan dapat meminta untuk dilakukan pengujian lapangan
tahanan struktur beton sesuai dengan pasal 22, SNI 03-2847-2002, untuk bagian-
bagian struktur yang bermasalah tersebut, atau melakukan langkah-langkah
lainnya yang dianggap tepat.

C-11

Anda mungkin juga menyukai