Anda di halaman 1dari 14

BAHAN AJAR PSIKOLOGI

Pokok Bahasan Konsep Berpikir dan Pemecahan Masalah

A. Konsep Berpikir
1. Berpikir adalah Suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak,
dengan kata lain berpikir adalah penyusunan ulang baik informasi yang diterima
dalam bentuk symbol maupun secara langsung.
2. Padangan dasar dalam berpikir :
a. Kognitif yaitu timbul dalam pikiran yang dapat diperkirakan lewat perilaku
b. Berpikir merupakan proses yang melibatkan manipulasi pengetauan dalam
system koniti
c. Berpikir dapat mengasilkan perilaku yg memecakan masalah dan membuat solusi
3. Tahapan Perkembangan Berpikir
a. Tahap Sensorimotor : fase bayi lahir s/d 2 tahun mulai menkoordinasikan lewat
gerakan, gerakan mata dan mengeluarkan suara yg tidak jelas
b. Tahap Praoperasional : usia 2 s/d 7 tahun mulai melukiskan dunia dg kata-kata
dan gambar-gambar
c. Tahap operasional kongkrit : usia 7 s/d 11 tahun, anak dapat melaksanakan
penalaran logis, pemikiran dapat diterapkan dalam contoh-contoh spesipik
d. Tahap operasional Pormal : 11 s/d 15 tahun, berpikir secara lois dan abstrak.
4. Macam-macam Berpikir
a. Berpikir alamiah adalah pola penalaran berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari
pengaruh alam sekelilingnya, misalnya penalaran tentang panasnya api yang
dapat membakar jika dikenakan kayu pasti kayu tersebut akan terbakar.
b. Berpikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sarana tertentu secara teratur
dan cermat, misalnya Ada dua hal yang bertentangan, tentunya tidak bisa
disatukan pada saat  yang sama, seperti air dan minyak.
c. Berpikir autistik: adalah mengkhayal, fantasi/ wishful thinking
biasanya seseorang  melarikan diri dari kenyataan dan melihat hidup
sebagai gambar-gambar fantastis.
d. Berpikir realistik: dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata, biasanya
disebut dengan nalar (reasoning).
5. Cara Berpikir
cara berpikir dibagi  menjadi beberapa cara :
a. Berpikir Induktif ialah suatu proses berpikir yang berlangsung dari khusus menuju
kepada yang umum. terutama berganung kepada representatif atau tidaknya
sampel yang diambil yang mewakili fenomena keseluruhan. Makin besar jumlah
sampel yang diambil berarti makin representative dan makin besar pula taraf
dapat dipercaya.
b. Berpikir Deduktif prosesnya berlangsung dari yang umum menuju kepada yang
khusus. orang bertolak dari suatu prinsip ataupun kesimpulan yang dianggapnya
benar dan sudah bersifat umum.
c. Berpikir Analogis adalah berpikir dengan menyamakan/ memperbandingkan
penomena-penomena yang biasa/pernah dilami dan orang beranggapan bahwa
kebenaran dari phenomena yang pernah dialaminya berlaku pula bagi
phenomena yang sekarang. Kesimpulan kebenarannya lebih kurang dapat
dipercaya dengan kata lain validitasnya kebenarannya sangat rendah.
6. Proses Berpikir
Proses atau jalannya berpikir pada pokoknya ada empat langkah, yaitu :
a. Pembentukan Pengertian disebut pengertian logis melalui tiga tingkatan: :
1) Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah obyek sejenis dg memperhatikan unsur –
unsurnya, Misalnya seorang individu berbangsa indonesia di analisa ciri-
cirinya sebagai makhluk hidup, berbudi, berkulit sawo matang, berambut
hitam, dan untuk manusia Eropa, ciri-cirinya: mahluk hidup, berbudi, berkulit
putih, berambut pirang atau putih, bermata biru.
2) Membandingkan ciri tersebut untuk menemukan ciri – ciri  yang sama dan
mana yang tidak sama dll.
3) Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-ciri yang tidak hakiki,
menangkap ciri-ciri yang hakiki. Pada contoh di atas ciri - ciri yang hakiki itu
ialah: Makhluk hidup yang berbudi.
b. Pembentukan Pendapat yaitu menggabungkan/ memisah beberapa pengertian
menjadi suatu tanda yang khas dari suatu masalah. Pendapat dibedakan menjadi
tiga macam :
1) Pendapat Afirmatif (positif) yang secara tegas menyatakan sesuatu, misalnya
si Fani itu rajin, si Tari itu pandai, dsb.
2) Pendapat Negatif, yang secara tegas menerangkan tidak adanya sesuatu hal,
misalnya si Ihsan tidak marah, si Roni tidak bodoh, dsb.
3) Pendapat Modalitas (kebarangkalian) yang menerangkan kemungkinan
sesuatu sifat pada suatu hal, misalnya hari ini mungkin hujan, si Lisna
mungkin tidak datang, dsb.
c. Pembentukan Keputusan yaitu menggabung pendapat  Keputusan diiartikan
hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-
pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan, yaitu:
1) Keputusan dari pengalaman-pengalaman, misalnya: kemarin Roni duduk
dikursi yang panjang dimuka ruangan kelas dsb.
2) Keputusan dari tanggapan-tanggapan, misalnya: Kucing kami menggigit
3) Keputusan dari pengertian-pengertian, misalnya: berdusta adalah tidak baik,
bunga itu indah, dsb.
d. Pembentukan kesimpulan, yaitu menarik keputusan dari keputusan-
keputusan yang lain.

B. Pemecahan Masalah
1. Pengertian Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah merupakan upaya untuk menemukan cara yang tepat dalam
mencapai tujuan ketika tujuan dimaksud belum tercapai (belum tersedia). Sementara
pendapat lain mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu usaha yang
cukup keras yang melibatkan suatu tujuan dan hambatan-hambatannya. Seseorang
yang menghadapi satu tujuan akan menghadapi persoalandan dengan demikian dia
akan terpacu untuk mencapai tujuan itu dengan berbagai cara.
Salah satu bagian dari  proses pemecahan masalah adalah pengambilan
keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai mengambil solusi terbaik
dari sejumlah alternatif yang tersedia. Pengambilan keputusan yang tidak tepat akan
mempengaruhi kualitas hasil dari pemecahan masalah yang dilakukan. Jadi secara
singkat pemecahan masalah adalah formulasi jawaban baru, keluar dari aplikasi
peraturan yang dipelajari sebelumnya untuk menciptakan solusi/jalan keluar dari
sebuah masalah (problem).
2. Proses Pemecahan Masalah
Dalam memecahkan masalah, ada empat langkah yang ditempuh, yaitu:
a. Memahami masalah yang diadapi secara tepat diperlukan representasi situasi
akurat. Pada tahap ini, individu perlu melakukan diagnosis terhadap sebuah
situasi, peristiwa atau kejadian, untuk memfokuskan perhatian pada masalah
sebenarnya, bukan pada gejala-gejala yang muncul. Pada beberapa masalah,
perlu digunakan diagram atau notasi tertentu (misalnya x, y, dan z) untuk
mempermudah identifikasi dan pemahaman masalahnya .
b.  Menyeleksi solusi. Setelah menentukan akar masalah yang dihadapi, maka
langkah selanjutnya merencanakan strategi pemecahan yang akan dan mungkin
dapat ditempuh. salah satu metode yang cukup tepat diaplikasikan adalah
pemikiran analitik (membuat alasan dengan analogi). Metode ini memberi batas
pencarian solusi pada situasi yang memiliki beberapa kesamaan dengan dengan
situasi yang sedang dihadapi.
c. Memutuskan rencana, Tahap ini ditandai dengan pemilihan dan pengaplikasian
suatu rencana yang telah diseleksi dan dianalisis secara matang untuk
memecahkan suatu masalah. Memutuskan rencana berarti individu telah
mempertimbangkan semua kemungkinan dari masing-masing solusi yang ada dan
memilih solusi yang dianggap terbaik dari sekian solusi yang ada.
d. Mengevaluasi hasil yang telah dicapai. Tahap ini meliputi verifikasi fakta, baik yang
menguatkan maupun yang melemahkan pilihan-pilihan yang ada.

3. Strategi Pemecahan Masalah


Sebuah persoalan tidak termasuk ke dalam masalah jika persoalan itu dapat
diselesaikan dengan prosedur algoritme tertentu. Untuk itu diperlukan berbagai
strategi yang membantu dalam memecahkan masalah. Strategi-strategi tersebut
diantaranya adalah:
a. Mencoba nilai-nilai atau kasus-kasus yang khusus;
b. Menggunakan diagram dan Membuat tabel
c. Mencobakan pada soal yang lebih sederhana;
d. Memecah tujuan dg memperhitungkan setiap kemungkinan;
e. Berfikit logis dan menemukan pola serta bergerak dari belakang.
4.  Proses Berpikir dan Pemecahan Masalah secara Kreatif
Unsur kreatif diperlukan dalam proses berpikir untuk menyelesaikan masalah.
Semakin kreatif seseorang, semakin banyak alternatif penyelesaiannya. Berpikir
merupakan instrumen psikis yang paling penting. Dengan berpikir, kita dapat lebih
mudah mengatasi berbagai masalah hidup. Dalam proses mengatasi suatu masalah,
kita sering berpikir dengan cara berbeda-beda.           
Para psikolog dan ahli logika mengenal beberapa cara berpikir. Berpikir kreatif
merupakan suatu cara yang dianjurkan. Dengan cara itu seseorang akan mampu
melihat persoalan dari banyak perspektif. Seorang pemikir kreatif akan menghasilkan
lebih banyak alternatif penyelesaian masalah. Aplikasi metode pemecahan masalah
secara kreatif lahir dari satu bentuk pemikiran (mindset) yang menerobos kelaziman
paradigma tertentu.

5. Berpikir dan Pemecahan Masalah secara Kreatif


Tahapan proses berpikir kreatif untuk memecahkan suatu masalah
a. Tahap persiapan, seorang pemikir/ kreator memformulasikan masalah fakta dan
data yang dibutuhkan untuk memecahan masalah. Kadang-kadang meski telah
lama berkonsentrasi, pemecahan masalah belum muncul juga ke dalam bunaknya.
b. Tahap inkubasi. Jika pemikir kemudian mengalihkan perhatian dari persoalan yang
sedang dihadapinya tersebut berarti ia telah memasuki tahap inkubasi. Pada tahap
ini, ide-ide yang mencampuri dan mengganggu cenderung menghilang.
Sementara pemikir mendapat pengalaman baru. Pengalaman tersebut dapat
menambah kunci bagi pemecahan masalah.
c. Tahap iluminasi. Pada periode ini, pemikir mengalami insight atau misalnya “Aha!”.
Seketika cara pemecahan masalah muncul dengan sendirinya.
d. Tahap evaluasi. Evaluasi terjadi setelah muncul pemecahan masalah, tujuannya
adalah untuk menilai apakah pemecahan masalah tersebut sudah tepat dan bila
pemecahan masalah muncul tidak tepat maka pemikir harus mulai lagi dari awal
pentahapan.
e. Tahap revisi. Tahap ini ditempuh bila cara pemecahan masalah tersebut belum
tepat atau memerlukan penyesuaian dan perbaikan-perbaikan pada beberapa
aspek agar pemecahan masalah menjadi lebih tepat dan efektif.
Teknik kreatif dalam pemecahan masalah dikelompokkan dalam tiga tingkatan :
a. Model belajar kreatif dimulai dengan memberikan pemanasan (warming up),
b. Teknik sumbang saran (brainstorming). Teknik kedua yaitu
teknik synecitics dan futuristics. Sedangkan teknik ketiga adalah teknik pemecahan
masalah (solve the problem) secara kreatif dengan metode Parnes dan metode
Shallcross.
1.    Teknik kreatif tingkat pertama
a. Pemanasan (warming up session)
Upaya pemecahan masalah secara kreatif membutuhkan langkah pendahuluan
(pre-session) sebagai persiapan pada penetrasi lanjutan. Untuk menumbuhkan iklim
atau suasana kreatif dalam kelas yang memungkinkan siswa untuk lebih tenang,
merasakan kebebasan, serta adanya perasaan aman dalam mengungkap pikiran dan
perasaannya, guru atau pendidik dianjurkan melakukan “pemanasan”, misalnya siswa
yang sebelumnya dituntut untuk mengerjakan berbagai tugas yang terstruktur, maka
siswa memerlukan switch (pengalihan) mental dari proses pemikiran reproduktif dan
konvergen ke proses pemikiran divergen dan imajinatif (Munandar, 1995).
Gagasan untuk mengajak siswa untuk sejenak beralih ke masalah yang lebih
imajinatif dan eksploratif merupakan suatu bentuk upaya eksklusif untuk menstimulasi
kreatifitas siswa dalam menjawab suatu pertanyaan yang memberi kemungkinan
banyak jawaban. Sasaran akhirnya adalah mencoba membuka cakrawala siswa dalam
melihat suatu masalah; mengajak siswa melihat suatu hal atau masalah dari berbagai
perspektif.
Pemanasan dapat dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan terbuka
(opened questions) yang dapat membangkitkan minat dan rasa ingin tahu (curiosity)
siswa. Cara lain yang dapat ditempuh adalah mengajukan pertanyaan terhadap suatu
masalah, misalnya pertanyaan mengenai penyebab seringnya terjadi perkelahian antar
siswa di sekolah (Munandar, 1995).
b. Sumbang saran (brainstorming)
Teknik sumbang saran merupakan teknik yang dikembangkan oleh Alex F. Osborn,
yaitu suatu teknik yang untuk meningkatkan gagasan jika diajarkan dan diterapkan
dengan tepat (Shallcross, dalam Munandar, 1995:214; Admin,
2007). Brainstorming merupakan teknik pemecahan masalah yang menghasilkan
gagasan yang mencoba mengatasi segala hambatan dan kritik. Kegiatan tersebut
mendorong timbulnya banyak gagasan, termasuk gagasan yang menyimpang, liar, dan
berani, dengan harapan bahwa gagasan tersebut dapat menghasilkan gagasan yang
baik dan kreatif. Teknik ini cenderung menghasilkan gagasan baru yang orisinal untuk
menambah jumlah gagasan konvensional yang ada (Sulistiati, 2007). Osborn
(Munandar, 1995:214) menentukan empat aturan dasar dalam teknik sumbang sarang,
yaitu:
1) Kritik tidak dibenarkan atau ditangguhkan
Asas pertama dari konsep berpikir divergen adalah meniadakan sensor untuk
kurun waktu tertentu, karena hal tersebut dampak menghambat kelancaran proses
asosiasi Hal ini dimaksudkan pula untuk mencegah terhambatnya sintesis gagasan
atau pemikiran yang muncul dari benak setiap individu yang melakukan sumbang
saran. Selain itu, kritik yang diberikan terlalu cepat kepada setiap gagasan yang
muncul dapat menghambat kreatifitas karena kesempatan bagi munculnya gagasan
lain menjadi berkurang. Individu pun akan lebih selektif dalam mensintesis suatu
gagasan, sehingga jumlah gagasan yang muncul menjadi berkurang.
2) Kebebasan dalam memberikan gagasan
Diperlukan iklim tertentu agar seseorang merasa bebas dan nyaman dalam
mensintesis suatu gagasan. Apresiasi terhadap individu lain merupakan hal yang
sangat penting, terutama ketika individu yang bersangkutan mengungkapkan suatu
gagasan.
3) Gagasan sebanyak mungkin
Dalam konteks ini, dikenal asas (quantity breeds quality), yaitu semakin banyak
gagasan yang dimunculkan, maka semakin besar kemungkinan adanya gagasan
yang berkualitas dan efektif dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.
Munandar mengemukakan bahwa gagasan yang baik biasanya muncul bukan pada
saat-saat awal dalam tahap pemberian gagasan. Dengan demikian, ada
kesempatan bagi pikiran kita untuk mengembara, mencari kemungkinan gagasan
lebih jauh untuk memunculkan gagasan orisinal dan kreatif.
4) Kombinasi dan peningkatan gagasan
Dalam teknik sumbang saran gagasan yang muncul dari satu individu tidak
jarang merupakan penjabaran atau pengembangan dari gagasan individu lainnya.
Dengan demikian, teknik sumbang saran memberikan peluang yang lebih besar
bagi munculnya gagasan-gagasan terbaik.
Teknik sumbang saran dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu:
a) Pertama-tama, salah seorang dari anggota kelompok dipilih menjadi ketua
kelompok yang bertugas mengemukakan atau memaparkan masalah,
memimpin sidang, dan mengawasi bahwa semua anggota akan mendapat
giliran untuk memberikan pendapatnya serta memastikan tidak adanya kritik.
b) Tahap selanjutnya adalah membagikan kepada anggota daftar sumbang saran
yang telah diberikan oleh para anggota. Anggota diminta untuk menambahkan
ide-ide baru jika masih ada atau saran-saran untuk implementasi solusi. Daftar
ide-ide yang telah dihasilkan kemudian dievaluasi (appraisal for ideas). Tahap
evaluasi ini dapat dilakukan bersama-sama atau diserahkan pada beberapa
anggota saja
c.    Pertanyaan yang memacu gagasan
Teknik ini dikenal dengan istilah daftar periksa (checklist) yang dikembangkan
oleh Alex Osborn untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas gagasan. Pertanyaan-
pertanyaan yang berupa kata kerja “manipulatif” akan membantu individu dalam
mengembangkan gagasan kreatif melalui proses asosiasi dan memanipulasi
informasi dan gagasan untuk menghasilkan ide yang orisinil.
2. Teknik kreatif tingkat kedua
a. Synectics (sinektik)
Teknik sinektik dikembangkan oleh Willian J. J. Gordon dan merupakan teknik
yang menggunakan analogi dan metafora (kiasan) untuk membantu individu
menganalisis masalah dan melihat suatu masalah dari berbagai perspektif. Sinektik
dimaksudkan untuk menghentikan kebiasaan lama serta gagasan usang dan untuk
memperkenalkan suaana rileks ke dalam proses penggalian ide. Proses sinektik
mencoba membuat sesuatu yang “asing” menjadi “akrab”, begitupun sebaliknya.
b. Futuristics (futuristik) merupakan teknik kreatif yang membantu individu
meningkatkan dan mengaplikasikan segenap potensi dan kemampuannya untuk
mencipta masa depan.
3. Teknik kreatif tingkat ketiga
a. Pemecahan masalah secara kreatif
Pemecahan masalah secara kreatif (Creative Problem Solving Processes)
dikembangkan oleh Parnes, Proses ini mencakup lima tahapan, yaitu menemukan
fakta, menemukan masalah, menemukan gagasan, menemukan solusi, dan
menemukan penerimaan
1) Tahap menemukan fakta. Tahap menemukan fakta merupakan tahap
mendaftar semua fakta yang diketahui mengenai masalah yang ingin
dipecahkan dan menemukan data baru yang diperlukan.
2) Tahap menemukan masalah merupakan tahap dimana individu merumuskan
masalah melalui pertanyaan-pertanyaan simplistik tertentu, misalnya “Dengan
cara apa saya harus mengatasinya?”. Dengan demikian, individu dapat
mengembangkan masalahnya dengan mengidentifikasi sub-sub masalah,
sehingga masalah dapat dirumuskan kembali.
3)  Tahap menemukan gagasan. Tahap dimana individu berupaya
mengembangkan gagasan pemecah masalah sebanyak mungkin.
4)  Tahap menemukan solusi. Gagasan yang dihasilkan pada tahap sebelumnya
diseleksi berdasar kriteria evaluasi yang berpautan dengan masalah yang
dihadapi. Masing-masing gagasan dinilai berdasar kriteria yang telah
ditentunkan.
5) Tahap menemukan penerimaan. Menyusun rencana tindakan agar pihak yang
mengambil keputusan dapat menerima gagasan tersebut dan
melaksanakannya. Dalam upaya menerapkan berbagai solusi terhadap suatu
masalah, seseorang perlu lebih sensitif terhadap kemungkinan terjadinya
resistensi dari orang-orang yang mungkin terkena dampak dari penerapan
tersebut. Hampir pada semua perubahan, terjadi resistensi, karena itulah
seorang yang piawai dalam melakukan pemecahan masalah akan secara hati-
hati memilih strategi yang akan meningkatkan kemungkinan penerimaan
terhadap solusi pemecahan masalah oleh orang-orang yang terkena dampak
dan kemungkinan penerapan sepenuhnya dari solusi yang bersangkutan.
6) b. Proses lima tahap (Shallcross)
Shallcross (Munandar, 1995:228) membedakan antara primary
creativity dan secondary process of creativity. Kreatifitas primer adalah proses
pemecahan masalah secara alamiah oleh pikiran individu karena individu tersebut tidak
menyadari terjadinya suatu proses dalam dirinya, sedangkan pada kreatifitas sekunder
ada peningkatan kesadaran dalam pemecahan masalah yang berlangsung dengan
tahapan-tahapan tertentu secara gradual. Tahapan pemecahan masalah yang
dikemukakan oleh Shallcross meliputi (Munandar, 1995:228):
1)        Tahap orientasi
Pada tahap orientasi, masalah dirumuskan ke dalam proposisi tertentu yang lebih
komprehensif. Masalah dijabarkan dengan menulis suatu paragraf yang melukiskan
bagaimana pikiran dan perasaan seseorang mengenai permasalahan tersebut.
2)        Tahap persiapan
Pada tahap ini, individu menghimpun semua fakta yang sudah diketahui
mengenai masalahnya dan menanyakan semua fakta yang belum diketahui. Fakta yang
dihimpun berupa semua informasi faktual yang sudah diperoleh dan masih perlu untuk
diperoleh. Fakta tersebut dihimpun berdasar pertanyaan yang runut mengenai masalah
yang sedang dihadapi.

1. Pengertian, dan Proses Berpikir

Berpikir, memiliki berbagai macam definisi berkenaan dengan hakikat pendapat para ahli
mengenai berpikir itu bermacam-macam. Misalnya ahli-ahli psikologi asosiasi menganggap
bahwa berpikir adalah kelangsungan tanggapan-tanggapan di mana subjek yang
berpikir pasif. Plato beranggapan bahwa berpikir itu adalah berbicara dalam hati.
Sehubungan dengan pendapat plato ini adalah pendapat yang mengatakan bahwa berpikir
adalah aktivitas ideasional. Pada pendapat yang terakhir itu dikemukakan dua kenyataan,
yaitu: a). Bahwa berpikir itu adalah aktivitas, jadi subjek yang berpikir aktif, dan, b). Bahwa
aktivitas itu sifatnya ideasional, jadi bukan secara sensoris dan bukan motoris, walaupun
dapat disertai oleh kedua hal itu; berpikir itu mempergunakan abstraksi-abstraksi atau “ideas”.
Selanjutnya ada pendapat yang lebih menekankan kepada tujuan berpikir itu, yaitu yang lebih
mengatakan bahwa berpikir itu adalah meletakkan hubungan antara bagian-bagian
pengetahuan kita. bagian-bagian pengetahuan kita yaitu segala sesuatu yang telah kita miliki,
yang berupa pengertian-pengertian dan dalam batas tertentu juga tanggapan-tanggapan.

Berpikir adalah proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya.
Dalam hal ini, Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu: a).
pembentukan pengertian pengertian, atau lebih tepatnya disebut pengertian logis dibentuk
melalui tiga tingkat, sebagai berikut: 1). menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis.
Objek tersebut kita perhatikan unsur-unsurnya satu demi satu. Misalnya mau membentuk
pengertian manusia. Kita ambil manusia dari berbagai bangsa lalu kita analisis ciri-cirinya. 2).
membanding-bandingkan ciri-ciri tersebut untuk diketemukan ciri-ciri mana yang sama, mana
yang tidak sama, mana yang hakiki dan mana yang tidak hakiki. 3). mengabstraksikan, yaitu
menyisihkan, membuang, ciri-cirinya yang tidak hakiki, menangkap ciri-ciri yang hakiki.pada
contoh diatas ciri-ciri makhluk hidup yang hakiki itu ialah: makhluk hidup yang
berbudi. b). pembentukan pendapat, membentuk pendapat adalah meletakkan hubungan antara
dua buah pengertian atau lebih. Pendapat yang dinyatakan dalam bahasa disebut kalimat, yang
terdiri dari pokok kalimat atau subjek dan sebutan atau predikat. Subjek adalah pengertian yang
diterangkan, sedangkan predikat adalah pengertian yang menerangkan; misalnya rumah itu
baru; rumah adalah subjek, dan baru adalah predikat. Selanjutnya pendapat dapat dibedakan
menjadi tiga macam yaitu: 1). pendapat afirmatif atau positif, yaitu pendapat yang mengiyakan,
yang secara tegas menyatakan keadaan sesuatu; misalnya: si totok itu pandai, si ani rajin, taruna
adalah orang yang terkaya di kampung itu, dan sebagainya. 2). pendapat negatif, yaitu pendapat
yang menidakkan, yang secara tegas menerangkan tentang tidak adanya sesuatu sifat pada
sesuatu hal; misalnya si totok tidak bodoh, si ani tidak malas, taruna tidak miskin, dan
sebagainya. 3). pendapat modalitas atau kebarangkalian, yaitu pendapat yang menerangkan
kebarangkalian, kemungkinan-kemungkinan sesuatu sifat pada sesuatu hal; misalnya: hari ini
mungkin hujan, si ali mungkin tidak datang, dan sebagainya; c). penarikan kesimpulan atau
pembentukan keputusan, keputusan ialah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru
berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan, yaitu: 1).
keputusan induktif, yaitu keputusan yang diambil dari pendapat-pendapat khusus menuju ke
satu pendapat umum. Misalnya: tembaga dipanaskan memuai, perak dipanaskan memuai, besi
dipanaskan memuai, kuningan dipanaskan memuai. Jadi (kesimpulan): semua logam kalau
dipanaskan memuai (umum). 2). keputusan deduktif, ditarik dai hal yang umum ke hal yang
khusus; jadi berlawanan dengan keputusan induktif. Misalnya: semua logam kalau dipanaskan
memuai (umum), tembaga adalah logam. Jadi (kesimpulan): tembaga kalau dipanaskan
memuai. 3). keputusan analogis, ialah keputusan yang diperoleh dengan jalan membandingkan
atau menyesuaikan dengan pendapat-pendapat khusus yang telah ada. Misalnya; totok anak
pandai, naik kelas (khusus). Titik anak pandai, naik kelas (khusus). Jadi (kesimpulan) si nunung
anak yang pandai itu, tentu naik kelas.[1]

2. psikologi pikir, biasanya dianggap dimulai oleh O. Kulpe dengan mazhabnya, yaitu: a).
Mazhab Wurzburg, intisari pendapat mazhab Wurzburg berdasarkan penelitian rekan-
rekannya serta penelitiannya sendiri, pada tahun 1912 Kulpe berpidato tentang masalah
berpikir itu: “Ueber die Moderne Psychologie des Denkens”. Adapun pokok-pokok pikiran
yang dikemukakannya dalam pidato itu ialah: 1). ada isi kesadaran yang tak berperaga.
Psikologi lama (sensualistis, asosiasi, teori Herbart) hanya menerima apa yang berperaga
saja, yaitu pengindraan dan tanggapan. Berpikir menurut psikologi lama itu hanyalah
berjalannya tanggapan-tanggapan di bawah pengaruh hukum-hukum asosiasi dan
reproduksi. Menurut psikologi baru terdapat unsur dalam berpikir yang tak berperaga.
Gejala tak berperaga inilah yang diberi nama bermacam-macam oleh ahli-ahli di
Wurzburg. Mayor dan Orth: Bewustseinslage, Marbe: Bewustseinslage (Gedanken), Ach:
Bewusstheit, K. Buhler: Gedanken. Hal yang hakikat justru yang tak berpeaga itu. Dalam
proses berpikir tanggapan hanya memegang peranan yang kurang penting. Jadi: Berpikir
adalah aktivitas jiwa yang abstraks dan tak dapat dijabarkan dari permainan tanggapan-
tanggapan. 2). Dalam proses berpikir aktivitas “aku” memegang peranan penting. Psikologi
lama adalah psikologi isi, hanya mempelajari isi-isi jiwa,; jiwa dianggap pasif. Eksperimen
mazhab Wurzburg membuktikan bahwa dalam menjalankan tugas, orang coba aktif, ada
aktivitas, ada kesadaran “tindakan”. 3). Proses berpikir dikuasai oleh tendens determinasi
yang ditimbulkan oleh Denkaufgabe (hal yang dipikirkan). Kalau psikologi asosiasi
beranggapan bahwa berpikir itu adalah berjalannya tanggapan-tanggapan dimana subjek
pasif, maka mazhab Wurzburg berpendapat bahwa berpikir itu punya sifat teleologis,
punya tujuan tertentu yang ditentukan oleh Denkaufgabe. Jadi berpikir adalah kejadian
abstraks, proses kesadaran, yang menjadi kuat dan mendapat arah karena Denkaufgabe; b).
Mazhab Koln, intisari pendapat Mazhab Koln yaitu: 1). Hasil penelitian Frohn mengenai
berpikirnya anak bisu-tuli memberi kesimpulan, bahwa anak bisu-tuli, anak terbelakang,
dan anak kecil tak dapat melakukan generalisasi. Mereka hanyut dalam “aliran tanggapan-
tanggapan” kemajuan pikiran anak bisu-tuli terhambat oleh terhambatnya perkembangan
bahasa; 2). Lapisan-lapisan kesadaran, berdasarkan atas penelitian-penelitian Frohn
dengan; kawan-kawannya mazhab Koln menyusun konsepsi yang terkenal dengan nama
teori lapisan-lapisan; kesadaran (Theorie der Bewustseinsschichtungen). Yang berisi tiga
lapisan kesadaran, yaitu: Tanggapan individual yang terjadi langsung dari pengamatan
pancaindera penyanderaan berperaga, Tanggapan bagan (schematis) yang merupakan
penyandraan kurang berperaga dan punya sifat-sifat umun, dan Pengertian abstraks yang
meniadakan unsur-unsur berperaga serta mengadakan Mengerti yang tak berperaga. Ketiga
lapisan atau tingkatan kesadaran itu ganti-bergantian memainkan peranannya dalam
kesadaran. Berpikir abstrak terjadi pada tingkat yang tertinggi, dan tanggapan berperaga
dapat menghambatnya. Anak bisu-tuli (yang diselidiki oleh Frohn) hanya berpikir pada
tingkat berperaga, sehinggan tak dapat membentuk kategori-kategori pengatur. Pikiran
orang dewasa biasanya pada tingkat yang tertinggi, tetapi tingkat-tingkat yang lebih rendah
tetap memegang peranan. Berpikir adalah proses yang dinamis, jiwa dapat beroperasi pada
ketiga tingkatan itu. bila menghadapi masalah yang baru misalnya, maka pikiran
diturunkan ketingkat yang konkret untuk mendapatkan penyelesaian, atau membuat
verifikasi penyelesaian itu.[2]

Berpikir dengan tujuan terakhir daripada penelitian-penelitian tentang berpikir itu sendiri ialah
untuk menemukan caraberpikir yang dapat memberikan hasil yang sebaik-baiknya. Untuk
itu, maka harus ada bahan konkret berperaga secukupnya, jadi tingkat “berpikir berperaga
konkret” harus berkembang secukupnya, karena segala proses berpikir berpangkal pada
tingkat konkret itu. Dalam hubungan dengan hal ini kita telah mengenal jumlah ahli yang
menghendaki supaya orang mementigkan peraga itu. Berpikir abstrak dan skematis perlu
dikontrol dan dibuktikan dengan hal yang konkret itu, dalam keadaan yang meragukan.
3. Pemecahan masalah

Masalah adalah kata yang sering kita dengar dikehidupan sehari-hari, tak ada seorangpun yang
tak luput dari masalah baik masalah yang sifatnya ringan ataupun masalah yang sifatnya
berat. Masalah adalah suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan dengan kata
lain masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan
dengan baik. Menurut Sugiyono, masalah diartikan sebagai penyimpangan antara yang
seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori dengan praktek, antara aturan
dengan pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksana.[4] Pengertian pemecahan masalah
(Problem Solving)  Secara bahasa problem solving berasal dari dua kata yaitu problem dan
solves. Makna bahasa dari problem yaitu “a thing that is difficult to deal with or
understand” (suatu hal yang sulit untuk melakukannya atau memahaminya), dapat jika
diartikan “a question to be answered or solved”   (pertanyaan yang butuh jawaban atau
jalan keluar), sedangkan solve dapat diartikan “to find an answer to problem” (mencari
jawaban suatu masalah). Sedangkan secara terminologi problem solving seperti yang
diartikan Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain adalah suatu cara berpikir secara ilmiah
untuk mencari pemecahan suatu masalah.[5] Sedangkan menurut istilah Mulyasa problem
solving adalah suatu pendekatan pengajaran menghadapkan pada peserta didik
permasalahan sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis
dan keterampilan permasalahan, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial
dari materi pembelajaran.[6] Pengertian Pemecahan Masalah problem solving adalah salah
satu bagian dari proses berpikir yang berupa kemampuan untuk memecahkan persoalan.
Terminologi problem solving digunakan secara ekstensif dalam psikologi kognitif, untuk
mendeksripsikan ‘semua bentuk dari kesadaran/pengertian/kognisi’.

Metode problem solving yang dimaksud adalah suatu pembelajaran yang menjadikan masalah
kehidupan nyata, dan masalah-masalah tersebut dijawab dengan metode ilmiah,  rasional
dan sistematis. Mengenai bagaimana langkah-langkah dalam menjawab suatu masalah
secara ilmiah, rasional dan sistematis ini akan penulis dalam sub bab di
bawah.   Pembelajaran dengan problem solving ini dimaksud agar siswa dapat
menggunakan pemikiran (rasio) seluas-luasnya sampai titik maksimal dari daya
tangkapnya. Sehingga siswa terlatih untuk terus berpikir dengan menggunakan
kemampuan berpikirnya.[7] Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan
menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan
dan masalah. Dalam berpikir rasional siswa dituntut menggunakan logika untuk
menentukan sebab akibat, menganalisa, menarik kesimpulan, dan bahkan menciptakan
hukum-hukum (kaidah teoritis) dan ramalan-ramalan. Dari berbagai pendapat di atas
metode problem solving atau sering juga disebut dengan nama metode pemecahan
masalah merupakan suatu cara mengajar yang merangsang seseorang untuk menganalisa
dan melakukan sintesa dalam kesatuan struktur atau situasi di mana masalah itu berada,
atas inisiatif sendiri. Metode ini menuntut kemampuan untuk dapat melihat sebab akibat
atau relasi-relasi diantara berbagai data, sehingga pada akhirnya dapat menemukan kunci
pembuka masalahnya. Metode pemecahan masalah merupakan metode pengajaran yang
digunakan guru untuk mendorong siswa mencari dan menemukan serta memecahkan
persoalan-persoalan. Pemecahan masalah dilakukan dengan cara yang ilmiah. Artinya,
mengikuti kaidah keilmuan, seperti yang dilakukan dalam penelitian ilmiah. Oleh sebab
itu, dalam memecahkan masalah tidak dilakukan dengan trial and error (cobacoba),
melainkan dilakukan secara sistematis dengan menggunakan langkahlangkah: 1)
merumuskan masalah dengan memahami, meneliti dan kemudian membatasi masalah, 2)
merumuskan hipotesis yang merupakan jawaban sementara bagi masalah yang diajukan
dan dibuktikan berdasarkan data dari lapangan, 3) mengumpulkan data dikumpulkan
berupa informasi, keterangan, dan barang bukti sesuai dengan yang dibutuhkan dengan
melakukan wawancara, angket, studi dokumentasi, dan sebagainya, 4) menyimpulkan
hasil pengolahan atau analisis data dapat dihasilkan kesimpulan.

Karakteristik Proses Pemecahan Masalah mencakup dua proses penting yaitu (a) pembentukkan
representasi masalah atau ruang masalah (pemecah masalah melihat lingkungan tugas);
dan (b) proses pemecahan masalah yang melibatkan pencarian melalui ruang masalah.
Representasi masalah pada intinya memuat penafsiran pemecah masalah terhadap
masalah, yang akan menentukan seberapa mudah masalah itu dapat dipecahkan. Pemecah
masalah mengambil intisari informasi dan berupaya untuk memahami masalah atau
mengaitkannya dengan pengetahuan yang dimilikinya untuk membentuk representasi
yang padu.  Jika skema1 dapat diaktifkan selama proses representasi masalah maka
proses pemecahan masalah akan bersifat ‘schema-driven’ (diarahkan oleh skema) dengan
sedikit upaya mencari prosedur pemecahan masalah. Jika skema yang cocok tidak dapat
diaktifkan, maka pemecah masalah akan kembali ke tahap awal dan mendefinisikan
kembali masalah atau menggunakan metode lain untuk memecahkan masalah. Strategi
semacam ini disebut ‘analisa sarana-tujuan’ (means-ends analysis). 

Pemecahan masalah terhadulu  mengajukan model pemecahan masalah mengapa solusi yang
ditawarkan akan berjalan, dan menjelaskan masalah apa yang akan dihadapi jika solusi
dilaksanakan. proses utama untuk memecahkan masalah dalam kerangka perancahan
yaitu: (a) representasi masalah, (b) membangun dan memilih solusi, (c) membuat
pembenaran, dan  (d) memonitor dan mengevaluasi tujuan tujuan dan solusi-solusi. 

Anda mungkin juga menyukai