Anda di halaman 1dari 14

TAFSIR AL-QUR’AN

Oleh: Prof. Dr. M. Ghalib M., M.A


Makna Al-Qur’an
• Al-Qur’an, dari segi kebahasaan, berasal dari kata qara’a, yang
secara literal berarti menghimpun. Kata qara’a kemudian
diartikan membaca, karena membaca adalah kegiatan
merangkai dan menghimpun huruf dengan huruf yang lain
kemudian mengucapkannya.
• Kata qara’a juga diartikan dengan menelaah, meneliti dan
mengetahui ciri-ciri sesuatu. Pengertian tersebut menunjukkan
bahwa kata qara’a tidak selalu membutuhkan tulisan sebagai
objek bacaan, tetapi juga mencakup objek yang tidak tertulis.
Perhatikan misalnya, perintah membaca dalam wahyu pertama
turun kepada Rasulullah saw. (Q.S. al-Alaq ayat 1-5), yang
tidak hanya mencakup perintah membaca yang tertulis tetapi
juga mencakup perintah membaca yang tidak tertulis, berupa
tanda-tanda kebesaran Allah, baik makrocosmos maupun
micrpcosmos.
Secara terminologis
• al-Qur’an adalah Kalam Allah swt. yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad
saw. melalui perantaraan malaikat Jibril,
yang ditulis di dalam mushaf, dan
membacanya adalah ibadah.
• Secara teknis, al-Qur’an yang
dimaksudkan di sini ialah Mushaf.
Kedudukan al-Qur’an

• Al-Qur’an dalam sistem ajaran Islam adalah


sumber pertama ajaran Islam.
• Hadis Nabi Muhammad saw. adalah sumber ajaran
Islam yang kedua, sekaligus sebagai bayan
terhadap al-Quran.
• Meskipun terdapat dua sumber utama, yakni
al-Quran dan hadis, tetapi keduanya sama sekali
tidak boleh dipisahkan, bahkan al-Quran hanya
mungkin bisa dipahami dan amalkan dengan baik
apabila dikaitkan dengan hadis.
Fungsi al-Qur’an:
Secara umum, al-Qur’an mempunyai dua fungsi utama, yaitu:
• Sebagai Hidayah (Pedoman hidup)
Sebagai hidayah, al-Qur’an adalah pedoman bagi umat manusia
yang mempercayainya dalam menata kehidupannya sesuai
dengan kehendak Sang Maha Pencipta. Al-Qur’an adalah
doktrin keimanan, sumber hukum, pedoman moral, dan
bimbingan ibadah.

• Sebagai Mukjizat
Sebagai mukjizat, al-Quran adalah bukti kebenaran Nabi
Muhammad saw. Sebagai kitab mukjizat, al-Qur’an
menantang setiap orang kapan dan di manapun terhadap setiap
orang yang tidak percaya atau meragukan kebenarannya.
Tantangan al-Quran, dikemukakan secara bertahap.
Kandungan Pokok al-Qur’an:
Al-Quran sebagai kitab samawi terakhir yang diwahyukan Allah
kepada Rasulullah saw. mempunyai kandungan yang sangat luas.
Kandungannya yang sedemikian luas itu terkait dengan pokok-pokok
ajaran agama, dapat disimpulkan dalam tiga hal pokok, yaitu:
• Akidah atau kepercayaan
• Petunjuk mengenai Hukum atau syariat dengan jalan
menetapkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh
manusia dalam hubungannya dengan Tuhannya,
hubungannya dengan sama manusia bahkan
hubungannya dengan alam sekitarnya.
• Akhlak
Istilah Tafsir Al-Qur-an

Terdapat beberapa istilah teknis terkait upaya memahami


makna dan kandungan al-Qur’an, yaitu: Bayan, Tafsir,
Takwil, dan Tadabbur. Meskipun istilah yang paling paling
populer digunakan ialah Tafsir.
• Istilah tafsir secara umum , setidaknya mengandung tiga
makna, yaitu:
•Upaya memahami makna dan kandungan al-Qur’an;
•Ilmu yang digunakan untuk memahami makna dan
kandungan;
•Hasil-hasil pemahaman terhadap makna dan kandungan
al-Qur’an.
Langkah-langkah Penafsiran
al-Qur’an:
1. Terjemah
Langkah awal yang dapat ditempuh untuk memahami
makna dan kandungan al-Qur’an adalah melalui terjemahan
ke dalam bahasa yang dipahami seseorang, khususnya mereka
yang memiliki keterbatasan memahami bahasa Arab.
Meskipun terjemahan itu sendiri memiliki keterbatasan,
apalagi hasil terjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa lain,
samasekali tidak dapat disejajarkan dengan al-Qur’an.
Terjemah adalah pengalihan lafal dari satu bahasa ke dalam
lafal-lafal dalam bahasa lain.
Secara umum, dikenal dua macam
terjemah, yaitu:
a. Terjemah lafdziyah;

adalah bentuk penerjemahan yang berusaha mengalihkan lafal-lafal


dari suatu bahasa ke dalam lafal-lafal yang serupa dalam bahasa lain,
yang secara umum susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan
susunan dan tertib bahasa pertama. Model terjemahan lafdziyah ini
secara umum menunjukkan bahwa penerjemahnya sangat jujur
sehingga berusaha sedemikian rupa untuk menyesuaikan lafal-lafal
yang diterjemahkan, tetapi tujuan dari penerjemahan itu secara umum
sulit tercapai, karena setiap lafal dari suatu bahasa tertentu memiliki
makna yang sangat terkait dengan kultur masyarakat pengguna bahasa
tersebut. Karena itu tidak mudah mencari padanan kata dari suatu
bahasa ke dalam bahasa lain, yang memiliki kesamaan secara
keseluruhan dari aspek makna yang kandungannya.
b. Terjemah maknawiyah atau terjemah tafsiriyah;

yaitu model terjemahan yang berusaha menjelaskan makna


pembicaraan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain sedemikian rupa
tanpa terikat dengan tertib lafal-lafal atau susunan kalimat bahasa asal
dengan tertib lafal dan susunan kalimat bahasa kedua. Model
penerjemahan maknawiyah atau tafsiriyah ini menunjukkan bahwa
penerjemahnya berfokus pada upaya pengalihan makna lafal dari suatu
bahasa ke dalam makna lafal dalam bahasa lain, sehingga susunan lafal
dan kalimat dalam bahasa pertama terkadang tidak selalu sesuai dengan
susunan lafal dan kalimat dalam bahasa kedua.
2. Mencari Penjelasan Ayat dari hadis Nabi.
Nabi Muhammad saw. sebagai penerima wahyu
memperoleh kewenangan untuk menjelaskan kandungan
al-Qur’an. Hal ini dijelaskan dalam surah al-Nahl ayat 44:

: Yang artinya
Dan Kami turunkan kepadamu al- Qur’an, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka, dan supaya mereka memikirkan.
3. Memahami kaedah-kaedah bahasa Arab dan makna
kosakata dari ayat yang ditafsirkan.
Al-Qur’an diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad
saw. dengan berbahasa Arab, seperti dijelaskan dalam surah
Yusuf ayat 2:

Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an


dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.

Ayat di atas memberikan isyarat tentang keniscayaan


memahami bahasa Arab untuk berinteraksi dan memahami
makna dan kandungan al-Qur’an.
4. Memahami asbab nuzul (sebab turunnya) ayat, jika ayat
yang ditafsirkan mempunyai sebab nuzul. Pengetahuan
tentang sebab nuzul ayat, akan membantu memahami makna
dan kandungan ayat serta mencegah kemungkinan salah
paham akibat tidak memhami sebab nuzul ayat yang
ditafsirkan.

5. Memahami munasabah (hubungan ayat). Al-Qur’an


yang terdiri atas lafal-lafal, ayat dan surah, laksana mata
rantai, antara satu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya
mempunyai kaitan yang tidak terpisahkan. Karena itu
penafsiran terhadap satu ayat tidak dipisahkan dengan ayat
sebelum dan sesudahnya.
Al-Qur’an sebagai Kalamullah, ajaran-ajaran yang
tercantum di dalamnya, diyakini oleh umat Islam, selalu
relevan untuk dijadikan tuntunan pada setiap waktu dan
tempat (shălih li kulli zamăn wa makăn).
Sebagai kitab hidayah, al-Qur’an menjadi kitab suci yang
mencakup berbagai aspek (hammălatan lil wujûh), meskipun
petunjuk yang terdapat di dalamnya pada umumnya hanya
diungkapkan prinsip-prinsip pokoknya saja.
Petunjuk al-Qur’an yang bersifat shălih li kulli zamăn wa
makăn dan hammălatan lil wujûh, meniscayakan untuk terus
menerus mencari dan melakukan penafsiran sehingga
al-Qur’an tetap menjadi solusi bagi persoalan umat dalam
berbagai aspeknya.

Anda mungkin juga menyukai