Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Ahmad Tafsir
Filsafat Ilmu
Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan
ISBN 979-692-344-0
KATA PENGANTAR
i v
F I L S A F A T I L M U
i v
F I L S A F A T I L M U
vii
F I L S A F A T I L M U
viii
Daftar Pustaka - 239
Tentang Penulis - 246
F I L S A F A T I L M U
BAB 1
PENDAHULUAN
11
P E N D A H U L U A N
Pengetahuan Manusia
Pengetahuan Objek Paradigma Metode Kriteria
MISTIK mistik
12
F I L S A F A T I L M U
13
P E N D A H U L U A N
4
F I L S A F A T I L M U
15
P E N D A H U L U A N
4
F I L S A F A T I L M U
17
F I L S A F A T I I M i l
18
P E M n a H i i i ! i a M
19
BAB 2
PENGETAHUAN SAIN
23
taan itu saya menduga, kampung yang satu itu pendu-
duknya sehat-sehat karena banyak memakan telur,
sedangkan penduduk kampung yang lain itu banyak yang
sakit karena tidak makan telur. Berdasarkan ini saya
menarik hipotesis semakin banyak makan telur akan
semakin sehat, atau telur berpengaruh positif terhadap
kesehatan.
25
2. Struktur Sain
Dalam garis besarnya sain dibagi dua, yaitu sain ke- alaman
dan sain sosial. Contoh berikut ini hendak menjelaskan
struktur sain dalam bentuk nama-nama ilmu. Nama ilmu
banyak sekali, berikut ditulis beberapa saja di antaranya:
1) Sain Kealaman
• Astronomi;
٠ Fisika: mekanika, bunyi, cahaya dan optik, fisika
nuklir;
٠ Kimia: kimia organik, kimia teknik;
• Ilmu Bumi: paleontologi, ekologi, geofisika, geokimia,
mineralogi, geografi;
٠ Ilmu Hayat: biofisika, botani, zoologi;
26
2) Sain Sosial
• Sosiologi: sosiologi komunikasi, sosiologi politik,
sosiologi pendidikan
• Antropologi: antropologi budaya, antropologi
ekonomi, antropologi politik;
• Psikologi: psikologi pendidikan, psikologi anak,
psikologi abnormal;
• Ekonomi: ekonomi makro, ekonomi lingkungan,
ekonomi pedesaan;
• Politik: politik dalam negeri, politik hukum, politik
internasional
27
B. Epistemologi Sain
Pada bagian ini diuraikan objek pengetahuan sain, cara
memperoleh pengetahuan sain dan cara mengukur benar-
tidaknya pengetahuan sain.
29
Humanisme telah muncul pada zaman Yunani Lama
(Yunani Kuno).
Sej ak zaman dahulu, manusia telah menginginkan
adanya aturan untuk mengatur manusia. Tuj uannya ialah
agar manusia itu hidup teratur. Hidup ter atur itu sudah
menj adi kebutuhan manusia sej ak dahulu. Untu k
menj amin tegaknya kehidupan yang terat ur i tu diperlukan
aturan.
Manusia j uga perlu aturan untuk mengatur alam.
Pengalaman manusia menunj ukkan bila alam tidak diatur
maka alam itu akan menyulit kan kehidupan manusia.
Sementara itu manusi a tidak mau dipersuli t oleh alam.
Bahkan sebai knya —kalau dapat— manusia ingin alam it u
memper mudah kehidupannya. Karena itu harus ada aturan
untuk mengatur alam.
Bagai mana membuat aturan untuk mengatur manusia
dan alam? Siapa yang dapat membuat aturan itu? Oran g
Yunani Kuno sudah menemukan: manusia itulah yan g
me mbuat aturan itu. Humanis me mengat akan bahwa
manusia mampu mengatur dirinya ( manusi a) dan alam.
J adi, manusia itulah yang harus membuat aturan untuk
mengatur manusia dan alam.
Bagai mana membuatnya dan apa alatnya? Bila aturan
itu dibuat berdasarkan agama atau mitos, maka akan sulit
sekali menghasil kan aturan yang disepakati.
Pertama, mitos itu tidak mencukupi untuk dijadikan sumber
membuat aturan untuk mengatur manusia, dan kedua,
mitos itu amat tidak mencukupi untuk dijadikan sumber
membuat aturan untuk mengatur alam. Kalau begitu, apa
sumber aturan itu? Kalau dibuat berdasarkan agama?
Kesulitannya ialah agama mana? Masing-masing agama
30
menyatakan dirinya benar, yang lain salah. Jadi, seandainya
aturan itu dibuat berdasarkan agama maka akan banyak
orang yang menolaknya. Padahal aturan itu seharusnya
disepakati oleh semua orang. Begitulah kira- kira mereka
berpikir.
Menurut mereka aturan itu harus dibuat berdasarkan
dan bersumber pada sesuatu yang ada pada manusia. Alat
itu ialah akal. Mengapa akal? Pertama, karena akal
dianggap mampu, kedua, karena akal pada setiap orang
bekerja berdasarkan aturan yang sama. Aturan itu ialah
logika alami yang ada pada akal setiap manusia. Akal itulah
alat dan sumber yang paling dapat disepakati. Maka,
Humanisme melahirkan Rasionalisme.
Rasionalisme ialah paham yang mengatakan bahwa
akal itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan.
Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur dengan
akal pula.
Dicari dengan akal ialah dicari dengan berpikir logis.
Diukur dengan akal artinya diuji apakah temuan itu logis
atau tidak. Bila logis, benar; bila tidak, salah. Nah,
dengan akal itulah aturan untuk mengatur manusia dan
alam itu dibuat. Ini juga berarti bahwa kebenaran itu
bersumber pada akal.
Dalam proses pembuatan aturan itu, ternyata temuan
akal itu seringkali bertentangan. Kata seseorang ini logis,
tetapi kata orang lain itu logis juga. Padahal ini dan itu itu
tidak sama, bahkan kadang-kadang bertentangan, Orang-
orang sophis pada zaman Yunani Kuno dapat membuktikan
bahwa bergerak sama dengan diam, kedua-duanya
sama logisnya. Apakah anak panah yang melesat dari
busurnya bergerak atau diam? Dua-duanya benar. Apa itu
bergerak? Bergerak ialah bila sesuatu pindah tempat. Anak
panah itu pindah dari busur ke sasaran. Jadi, anak panah
31
itu bergerak. Anak panah itu dapat juga dibuktikan diam.
Diam ialah bila sesuatu pada sesuatu waktu berada pada
suatu tempat. Anak panah itu setiap saat berada di suatu
P E N G E T A H U A N S A I N
tempat. Jadi, anak panah itu diam. Ini pun benar, karena
argumennya juga logis. Jadi, bergerak sama dengan diam,
sama-sama logis.
Apa yang diperoleh dari kenyataan itu? Yang diperoleh
ialah berpikir logis tidak menjamin diperolehnya kebe-
naran yang disepakati. Padahal, aturan itu seharusnya
disepakati. Kalau begitu diperlukan alat lain. Alat itu ialah
Empirisisme.
Empirisisme ialah paham filsafat yang mengajarkan
bahwa yang benar ialah yang logis dan ada bukti empiris.
32
Nah, dalam hal anak panah tadi, menurut Empirisisme yang
benar adalah bergerak, sebab secara empiris dapat
dibuktikan bahwa anak panah itu bergerak. Coba saja perut
Anda menghadang anak panah itu, perut anda akan tembus,
benda yang menembus sesuatu haruslah benda yang
bergerak. Ya, memang, sesuatu yang diam tidak akan
mampu menembus. Logis juga.
Nah dengan Empirisisme inilah aturan (untuk meng-
atur manusia dan alam) itu dibuat. Tetapi nanti dulu,
ternyata Empirisisme masih memiliki kekurangan.
Kekurangan Empirisisme ialah karena ia belum terukur.
Empirisisme hanya sampai pada konsep-konsep yang umum.
Kata Empirisisme, air kopi yang baru diseduh ini panas,
nyala api ini lebih panas, besi yang mendidih ini sangat
panas. Kata Empirisisme, kelereng ini kecil, bulan lebih
besar, bumi lebih besar lagi, matahari sangat besar.
Demikianlah seterusnya. Empirisme hanya menemukan
konsep yang sifatnya umum. Konsep itu belum operasi- onal,
karena belum terukur. Jadi, masih diperlukan alat lain. Alat
lain itu ialah Positivisme.
Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang
logis, ada bukti empirisnya, yang terukur. “Terukur” inilah
sumbangan penting Positivisme. Jadi, hal panas tadi oleh
Positivisme dikatakan air kopi ini 80 derajat celcius, air
mendidih ini 100 derajat celcius, besi mendidih ini 1000
derajat celcius, ini satu meter panjangnya.
ini satu ton beratnya, dan seterusnya. Ukuran-ukuran ini
operasional, kuantitatif, tidak memungkinkan perbedaan
pendapat. Sebagaimana Anda lihat, aturan untuk mengatur
manusia dan aturan untuk mengatur alam yang kita miliki
sekarang bersifat pasti dan rinei. Jadi, operasional. Bahkan
33
dada dan pinggul sekarang ini ada ukurannya, katanya, ini
dalam kerangka ukuran kecantikan. Dengan ukuran ini
maka kontes kecantikan dapat dioperasikan. Kehidupan kita
sekarang penuh oleh ukuran.
Positivisme sudah dapat disetujui untuk memulai upaya
membuat aturan untuk mengatur manusia dan mengatur
alam. Kata Positivisme, ajukan logikanya, ajukan bukti
empirisnya yang terukur. Tetapi bagaimana caranya? Kita
masih memerlukan alat lain. Alat lain itu ialah Metode
Ilmiah. Sayangnya, Metode Ilmiah sebenarnya tidak
mengajukan sesuatu yang baru; Metode Ilmiah hanya
mengulangi ajaran Positivisme, tetapi lebih operasional.
Metode Ilmiah mengatakan, untuk memperoleh
pengetahuan yang benar lakukan langkah berikut: logico-
hypothetico-verificartif. Maksudnya, mula-mula buktikan
bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis (berdasarkan
logika itu), kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu
secara empiris.
Dengan rumus Metode Ilmiah inilah kita membuat
aturan itu. Metode Ilmiah itu secara teknis dan rinci
dijelaskan dalam satu bidang ilmu yang disebut Metode
Riset. Metode Riset menghasilkan Model-model Penelitian.
Nah, Model-model Penelitian inilah yang menjadi instansi
terakhir —dan memang operasional— dalam membuat aturan
(untuk mengatur manusia dan alam) tadi.
Dengan menggunakan Model Penelitian tertentu kita
mengadakan penelitian. Hasil-hasil penelitian itulah yang kita
warisi sekarang berupa tumpukan pengetahuan sain dalam
berbagai bidang sain. Inilah sebagian dari isi kebudayaan
manusia. Isi kebudayaan yang lengkap ialah pengetahuan sain,
filsafat dan mistik. Urutan dalam proses terwujudnya aturan
seperti yang diuraikan di atas ialah sebagai berikut:
34
F I L S A F A T I L M U
c. Aksiologi Sain
Pada bagian ini dibicarakan tiga hal saja, pertama kegunaan
sain; kedua, cara sain menyelesaikan masalah; ketiga,
netralitas sain. Sebenarnya, yang kedua itu merupakan contoh
aplikasi yang pertama.
37
P E N G E T A H U A N S A I N
40
F I L S A F A T I L M U
43
P E N G E T A H U A N S A I N
3. Bonus
Netralitas Sain
Pada tahun 1970-an terjadi polemik antara Mukti Ali (IAIN
Yogyakarta) dengan Sadali (ITB). Mukti Ali menyatakan
bahwa sain itu netral, sementara Sadali berpendapat sain
tidak netral. Ternyata Mukti Ali hanya memancing, ia tidak
sungguh-sungguh berpendapat begitu.
Dalam ujaran Mukti Ali, waktu itu, sain itu netral,
seperti pisau, digunakan untuk apa saja itu terserah
penggunanya. Pisau itu dapat digunakan untuk mem-
bunuh (salah satu perbuatan jahat) dan dapat juga
digunakan untuk perbuatan lain yang baik. Begitulah teori-
teori sain, ia dapat digunakan untuk kebaikan dan dapat
pula untuk kejahatan. Kira-kira begitulah pengertian sain
netral itu.
Netral biasanya diartikan tidak memihak. Dalam kata
P E N G E T A H U A N S A I N
46
F I L S A F A T I L M U
49
P E N G E T A H U A N S A I N
Pengembangan Ilmu
59
P E N G E T A H U A N S A I N
bangan ilmu akan amat ditentukan oleh jenis ilmunya. Itu
memerlukan organisasi, ada managernya. Itu memerlukan
biaya tinggi kadang-kadang; memerlukan tenaga yang
sedikit atau banyak; memerlukan waktu, ada yang sebentar
ada yang lama, bahkan ada yang sangat lama.
60
BAB 3
PENGETAHUAN FILSAFAT
2. Struktur Filsafat
Hasil berpikir tentang yang ada dan mungkin ada itu tadi
telah terkumpul banyak sekali, dalam buku tebal maupun
tipis. Setelah disusun secara sistematis, itulah yang disebut
67
sistematika filsafat. Yang inilah yang saya maksud dengan
struktur filsafat.
F I L S A F A T I L M U
71
pada dimensi yang lebih tinggi. Hanya "cahaya" itulah
manusia akan mampu melihat adanya dimensi lain yang
lebih real daripada ia lihat sekarang.
Inti alegori itu adalah untuk menggambarkan ke-
73
terbatas dan Aku-Subyek (/) yang dalam kesadarannya
tentang keterbatasan ini mampu membuktikan bahwa
dalam dirinya sendiri ia bebas dari keterbatasannya.
75
P E N G E T A H U A N F I L S A F A T
78
F I L S A F A T I L M U
B. Epistemologi Filsafat
Epistemologi filsafat membicarakan tiga hal, yaitu objek
filsafat (yaitu yang dipikirkan), cara memperoleh penge-
tahuan filsafat dan ukuran kebenaran (pengetahuan)
filsafat.
1. Objek Filsafat
80
Isi setiap cabang filsafat ditentukan oleh objek apa yang
diteliti (dipikirkan)-nya. Jika ia memikirkan pendidikan
maka jadilah Filsafat Pendidikan. Jika yang dipikirkannya
hukum maka hasilnya tentulah Filsafat dan seteru Hukum,
dan seterusnya. Seberapa luas yang mungkin dapat
dipikirkan? Luas sekali. Yaitu semua yang ada dan
mungkin ada. Inilah objek filsafat. Jika ia memikirkan
pengetahuan jadilah ia Filsafat Ilmu, jika memikirkan etika
jadilah Filsafat Etika, dst.
Objek penelitian filsafat lebih luas dari objek pene- litian
sain. Sain hanya meneliti objek yang ada, sedang- kan
filsafat meneliti objek yang ada dan mungkin ada.
Sebenarnya masih ada objek lain yang disebut objek forma
yang menjelaskan sifat kemendalaman penelitian filsafat.
Ini dibicarakan pada epistemologi filsafat.
Perlu juga ditegaskan (lagi) bahwa sain meneliti objek-
objek yang ada dan empiris; yang ada tetapi abstrak (tidak
empiris) tidak dapat diteliti oleh sain. Sedangkan filsafat
meneliti objek yang ada tetapi abstrak, adapun yang
mungkin ada, sudah jelas abstrak, itu pun jika ada. Cobalah
lihat lagi matrik kita pada Bab 1.
2. Cara Memperoleh Pengetahuan Filsafat
Pertama-tama filosof harus membicarakan (memper-
tanggungjawabkan) cara mereka memperoleh penge-
tahuan filsafat. Yang menyebabkan kita hormat kepada
para filosof antara lain ialah karena ketelitian mereka,
sebelum mencari pengetahuan mereka membicarakan lebih
dahulu (dan mempertanggungjawabkan) cara memperoleh
pengetahuan tersebut. Sifat itu sering kurang dipedulikan
oleh kebanyakan orang. Pada umumnya orang
mementingkan apa yang diperoleh atau diketahui, bukan81
cara memperoleh atau megetahuinya. Ini gegabah, para
filosof bukan orang yang gegabah.
Berfilsafat ialah berpikir. Berpikir itu tentu menggu-
nakan akal. Menjadi persoalan, apa sebenarnya akal itu.
John Locke (Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, II, 1973:
111) mempersoalkan hal ini. Ia melihat, pada zamannya
akal telah digunakan secara terlalu bebas, telah diguna-
kan sampai di luar batas kemampuan akal. Hasilnya ialah
kekacauan pemikiran pada masa itu.
Sejak 650 SM sampai berakhirnya filsafat Yunani, akal
mendominasi. Selama 1500 tahun sesudahnya, yaitu selama
Abad Tengah Kristen, akal harus tunduk pada keyakinan
Kristen; akal di bawah, agama (Kristen) mendominasi.
Sejak Descartes, tokoh pertama Filsafat Modern, akal
kembali mendominasi filsafat.
Descartes (1596-1650) dengan cogito ergo sum-nya
berusaha melepaskan filsafat dari dominasi agama
Kristen. Ia ingin akal mendominasi filsafat. Sejak ini
filsafat didominasi oleh akal. Akal menang lagi.
Voltaire telah berhasil memisahkan akal dengan iman.
Francis Bacon amat yakin pada kekuatan Sain dan Logika.
Sain dan Logika dianggap mampu menyelesaikan semua
masalah (Will Durant, The Story of Philosophy, 1959: 254).
Condorcet mendukung Bacon: Sain dan Logika itulah yang
penting. Kemudian pemikiran ini diikuti pula oleh pemikir
Jerman Christian Wolff dan Lessing, Bahkan pemikir-
pemikir Prancis mendramatisasi keadaan ini sehingga
akal telah dituhankan (lihat Durant, 1959: 254). Spinoza
meningkatkan kemampuan akal tatkala ia menyimpulkan
bahwa alam semesta ini laksana suatu sistem matematika
dan dapat dijelaskan secara a priori dengan cara
mendeduksi aksioma-aksioma. Filsafat ini jelas
memberikan dukungan kepada kepongahan manusia
dalam menggunakan akalnya. Karena itu tidaklah perlu
kaget tatkala Hobbes meningkatkan kemampuan akal ini
menjadi Atheisme dan Materialisme yang nonkompromis.
Sejak Spinoza sampai Diderot kepingan-kepingan iman
F I L S A F A T I L M U
83
P E N G E T A H U A N F I L S A F A T
85
sedalam-dalamnya. Kapan pengetahuannya itu dikatakan
mendalam? Dikatakan mendalam tatkala ia sudah berhenti
sampai tanda tanya. Dia tidak dapat maju lagi, di situlah orang
berhenti, dan ia telah mengetahui sesuatu itu secara mendalam.
Jadi jelas, mendalam bagi seseorang belum tentu mendalam
bagi orang lain.
Seperti telah disebut di muka, Sain mengetahui sebatas
fakta empiris. Ini tidak mendalam. Filsafat ingin mengetahui di
belakang sesuatu yang empiris itu. Inilah yang disebut
mendalam. Tetapi itu pun mempunyai rentangan. Sejauhmana
hal abstrak di bekalang fakta empiris itu dapat diketahui oleh
seseorang, akan banyak tergantung pada kemampuan berpikir
seseorang. Saya misalnya mengetahui bahwa gula rasanya
manis (ini pengetahuan empirik); di belakangnya saya
mengetahui bahwa itu disebabkan oleh adanya hukum yang
mengatur demikian. Ini pengetahuan filsafat, abstrak, tetapi
baru satu langkah. Orang lain dapat mengetahui bahwa hukum
itu dibuat oleh Yang Maha Pintar. Ini sudah langkah kedua, lebih
mendalam daripada sekedar mengetahui adanya hukum. Orang
lain masih dapat melangkah ke langkah ketiga, misalnya ia
mengetahui bahwa Yang Maha Pintar itu adalah Tuhan, ia
masih dapat maju lagi misalnya mengetahui sebagian hakikat
Tuhan. Demikianlah, pengetahuan di belakang fakta empiris itu
dapat bertingkat-tingkat, dan itu menjelaskan kemendalaman
pengetahuan filsafat seseorang. Untuk mudahnya mungkin
dapat dikatakan begini: berpikir mendalam ialah berpikir tanpa
bukti empirik.
Pada uraian di atas kita mengetahui akal itu diperdebatkan
oleh ahli akal dan orang-orang yang secara in- tensip
84
P E N G E T A H U A N F I L S A F A T
96
F I L S A F A T I L M U
konsep itu.
Di antara problem yang dihadapi bahasa ialah dalam
pemeliharaannya. Bahasa sering tidak mampu membebaskan
diri dari gangguan pemakainya. Orang awam sering merusak
bahasa, mereka menggunakan bahasa tanpa mengikuti kaidah
yang benar. Kerusakan bahasa tersebut biasanya disebabkan
oleh tidak digunakannya kaidah logika. Logika itu filsafat.
Filosof adalah “prototype” orang bijaksana. Orang bijaksana
tentu harus menggunakan bahasa yang benar.
85
Bahasa yang benar itu akan mampu mewakili konsep logis
yang dibawakannya. Karena itu pada Logika-lah kita
menemukan kaitan erat antara bahasa dan filsafat. Dan pada
Logika pula kita temukan manfaat konkret bahasa. Peran
Logika dalam bahasa ialah memperbaiki bahasa, Logika dapat
mengetahui kesalahan bahasa. Peran ini diakui oleh Ibrahim
Madkur sebagaimana dikutip oleh Ibrahim Samirra’i (Fiqh al-
Lugah al-Muqarran, tt: 18) yang mengatakan bahwa kaidah
bahasa —khususnya bahasa Arab, tepatnya Nahwu— telah
dipengaruhi oleh Logika Aristoteles dalam beberapa hal.
Pertama, mengggunakan kias atau analogi sebagai kaidah
dalam Nahwu sebagaimana digunakan dalam Logika.
Pembagian kata menurut Sibawayh menjadi ism, fi’l, hurf
mungkin dipengaruhi oleh pembagian Aristoteles kata benda,
kata kerja, dan adat. Kedua, munculnya Nahwu Siryani pada
sekolah Nashibayn pada abad ke-6 Masehi bersamaan dengan
munculnya pakar Nahwu yang pertama.
Kekeliruan dalam berbahasa melahirkan kekeliruan dalam
berpikir. Berikut beberapa contohnya (lihat Mundiri, Logika,
1994: 194). Pertama, kekeliruan karena komposisi. Misalnya
kekeliruan dalam menetapkan sifat Pada bagian untuk
menyifati keseluruhan, seperti “Setiap kapal perang suatu
negara telah siap tempur, maka keseluruhan angkatan laut
telah siap tempur” atau “Mur ini sangat ringan karena itu
mesin ini sangat ringan
pula”, Kedua, kekeliruan dalam pembagian atau devisi, yaitu
kekeliruan karena menetapkan sifat keseluruhan maka keliru
pula dalam menetapkan sifat bagian. Misalnya, “Kompleks
perumahan ini dibangun pada daerah yang sangat luas
98
tentulah kamar-kamar tidurnya luas juga”, Ketiga, kekeliruan
karena tekanan. Ini terjadi dalam pembicaraan tatkala salah
dalam memberikan tekanan dalam pengucapan. Misalnya,
“Karena kekenyangan ia tertidur”, bila tekanan pada
kekenyangan (“Karena kekenyangan ia tertidur”), maka arti
kalimat itu akan berbeda dari kalimat yang pertama: yang
pertama biasa, yang kedua mengejek. Keempat, kekeliruan
karena amfiboli. Amfiboli terjadi bila kalimat itu mempunyai
arti ganda. Contohnya seperti “Mahasiswa yang duduk di kursi
paling depan...” Mahasiswa yang paling depan atau kursinya,
dua-duanya mungkin.
Kesimpulannya ialah filsafat sangat berperan dalam
menentukan kualitas bahasa. Tanpa peran serta filsafat (logika)
kekeliruan dalam bahasa tidak mungkin dapat diperbaiki.
Selain itu perkembangan berpikir atau filsafat akan diikuti
oleh perkembangan bahasa. Kata al-muru'ah asalnya ialah al-
mar’u yang berarti seorang lelaki tulen (al-mar’u al-muktamil).
Jadi kata itu hanya menunjukkan pada seseorang. Tetapi
dalam filsafat kata itu sudah mengandung banyak arti seperti
potensi, kekuatan,
semangat, perasaan lelaki, pemberani, amanah, dan lain- lain.
Kata al-‘aql, arti awalnya ialah tali, alat pengikat. Kata Nabi
SAW. i’qilha wa tawakkal, ikat untamu lalu tawakkal. I’qil dari
kata al-‘aql. Dalam filsafat, akal memiliki pengertian jauh lebih
luas dari pada itu. Kata akidah (‘aqidah) demikian juga.
Contoh-contoh itu menjelaskan bahwa filsafat berhubungan
dengan bahasa. Hubungan itu sangat erat bahkan menjelaskan
bahwa perkembangan filsafat mempengaruhi perkembangan
99
bahasa, mungkin juga sebaliknya. Kesimpulannya: filsafat
berguna bagi bahasa.
100
P E N G E T A H U A N F I L S A F A T
104
mengusulkan sensor film diperberat. Filsafat belum
puas dengan penyelesaian itu. Lalu bagaimana?
Filsafat mempelajari asal usul kebebasan seks itu.
Ditemukan, itu muncul dari paham Hedonisme. Maka kita
perangi paham itu. Filosof lain belum juga puas, karena
menurutnya Hedonisme itu belum penyebab paling awal,
Hedonisme itu sebenarnya turunan Pragmatisme.
Pragmatisme itu bersama dengan Liberalisme lahir dari
Rasionalisme. Karena itu filosof ini mengatakan yang paling
strategis ialah memerangi Rasionalisme itu. Apakah
Rasionalisme itu penyebab pertama munculnya kebebasan
seks? Untuk sementara, agaknya ya. Maka untuk
memberantas kebebasan seks kita harus menjelaskan bahwa
Rasionalisme itu adalah pemikiran yang salah.
105
P E N G E T A H U A N F I L S A F A T
umumnya pakar sebagai alat ukur.
Sebagai contoh, ada orang mengatakan bahwa jin dapat
disuruh. Orang tipe pertama langsung menyatakan “itu tidak
mungkin” dan alasannya ialah memang ia tidak tahu bahwa
jin dapat disuruh melakukan sesuatu. Ketidaktahuannya
(dalam hal ini bahwa jin dapat disuruh) yang dijadikan alas an
menolak pernyataan itu. Aneh kan? Menolak pendapat dengan
alasan ketidaktahuan bahwa itu memang begitu.
Sebenarnya bila kita tidak tahu hanya ada dua hal yang
layak dilakukan, pertama, diam, kedua, mempelajarinya.
tipe kedua mengadakan studi tentang jin. Hasil yang ia
peroleh menyatakan bahwa jin memang tidak dapat disuruh.
Nah, pendapatnya inilah yang dijadikan alasan menolak
pernyataan tadi (jin dapat disuruh). Cara kedua inipun masih
lemah. Lemah, karena ia sebenarnya tidak punya lasan,
mandat, untuk menggunakan pendapatnya sebagai pengukur
kebenaran suatu pernyataan. Dus, ia berpendapat
berdasarkan pendapatnya. Tipe ketiga adalah golongan yang
sedikit, mereka mempelajari pendapat para ahli bidang jin.
Mereka kumpulkan pendapat para pakar jin itu. Berdasarkan
pendapat pakar pada umumnya mereka menerima atau
menolak pernyataan bahwa jin dapat disuruh.
Jadilah orang tipe pertama: diam. Jadilah tipe kedua:
mempelajarinya. Terbaik: jadilah tipe ketiga, yaitu
mempelajarinya secara luas dan mendalam, lantas
mengemukakan pendapat berdasarkan pendapat pakar pada
umumnya dalam bidang itu.
106
F I L S A F A T I L M U
Netralitas Filsafat
Tatkala menjelaskan netralitas sain kita berkesimpulan
seharusnya sain itu tidak netral artinya sain itu seharusnya
tidak bebas nilai. Filsafat bagaimana?
Ada berbagai hal yang menarik untuk diperhatikan
mengenai pertanyaan itu. Pertama, dalam filsafat ada Filsafat
Nilai atau Etika. Filsafat Etika adalah cabang filsafat yang
khusus membicarakan nilai, yaitu nilai baik, buruk. Karena
etika membicarakan nilai maka pastilah etika itu tidak bebas
nilai. Adalah mungkin nilai yang digunakan dalam etika itu
bukan nilai dari agama, tetapi tetap saja ia tidak netral karena
ia telah membicarakan buruk dan baik.
Kedua, filsafat itu adalah pemikiran orang, karena
pemikiran orang maka tidaklah mungkin orang itu netral
dalam berpikir; sekurang-kurangnya hasil pemikiran itu telah
berpihak pada pemikir itu. Berbeda dengan sain. Peneliti sain
tidak berpikir, teori sain disusun berdasarkan data yang
terkumpul bukan disusun berdasarkan pemikiran peneliti.
Ketiga, masih ada kemungkinan netralnya filsafat, yaitu
pada logika. Mungkin saja logika itu netral. Untuk me-
mastikan ini kita dapat menganggap logika itu esensinya sama
dengan esensi matematika. Nah, jika matematika dapat
dianggap netral, maka logika juga dapat netral.
Seandainya Logika kita anggap netral, itu bukan berarti
filsafat itu netral, sebab masih menjadi persoalan apakah
logika itu filsafat atau bukan filsafat. Jika Anda termasuk yang
berpandangan bahwa logika itu adalah bagian dari filsafat,
maka Anda harus berpendapat bahwa sebagian dari filsafat
107
P E N G E T A H U A N F I L S A F A T
adalah netral.
108
F I L S A F A T I L M U
BAB 4
PENGETAHUAN MISTIK
Harap Anda lihat Bab 1. Di situ ada pengetahuan Sain, ada
pengetahuan Filsafat, dan ada pengetahuan Mistik.
Pengetahuan Sain adalah pengetahuan yang logis-empiris
tentang objek yang empiris. Pengetahuan Filsafat adalah
pengetahuan logis (dan hanya logis) tentang objek yang abstrak
logis. Kata logis di sini dapat dalam arti rasional dapat juga
dalam arti supra-rasional. Pengetahuan Mistik adalah
pengetahuan supra-rasional tentang objek yang supra-rasional.
Berikut ini ditambahkan uraian tentang pengetahuan mistik
tersebut.
Diuraikan berikut ini ontologi pengetahuan mistik,
epistemologi pengetahuan mistik, dan aksiologi pengetahuan
mistik.
A. Ontologi Pengetahuan Mistik
Diuraikan di sini hakikat pengetahuan mistik dan struktur
pengetahuan mistik.
113
magis-hitam menggunakan mantra, jampi, yang keduanya
pada segi praktik sama. Kemiripan juga terlihat pada segi lain:
mistik-magis-putih menggunakan wafaq-wafaq dan isim-isim
sedangkan mistik-magis-hitam menggunakan rajah-rajah dan
jimat. Wafaq, isim, rajah, jimat sama menggunakan benda-
benda (material) sebagai perwujudan kekuatan supranatural.
Perbedaan mendasar ada pada segi filsafatnya. Mistik-
magis-putih selalu dekat dan berhubungan dan bersandar pada
Tuhan, sehingga dukungan Ilahi sangat menentukan. Hal ini
berjalan sejak kenabian, pada nabi magis-putihnya ialah
mukjizat, pada pemilik magis putih selain Nabi disebut
karamah. Kekuatan supranatural pada nabi ada juga yang
ditunjukkan melalui benda seperti mukjizat Nabi Musa. Dalam
benda seperti itu telah terdapat kekuatan ilahiah (Ibn
Khaldun, Muqaddimah, 1986: 690).
Rasulullah SAW pernah menggunakan mistik-magis- putih
yaitu tatkala Abu Bakar disengat binatang berbisa di Gua Tsur
saat mereka bersembunyi di sana. Rasulullah niembacakan
beberapa ayat al-mu'awwidzatain (surat al- Nas dan al-Falaq)
kemudian menyemburkannya pada luka sengatan dan atas
izin Allah sembuh seketika. Kenyataan seperti ini masih
dipraktikkan sampai sekarang oleh pemegang mistik-magis-
putih yang sering disebut sebagai ahli hikmah. Penyebutan
ahli hikmah bagi mereka
merupakan suatu esensi yang mendasari kegiatan itu secara
filosofis: mereka dekat dengan Tuhan dan mengetahui hikmah
kedekatan itu. Ini menjelaskan sebagian dari epistemologi
magis putih serta aksiologinya.
Mistik-magis-hitam selalu dekat, bersandar dan
bergantung pada kekuatan setan dan roh jahat. Menurut Ibn
114
Khaldun (1986: 684) mereka memiliki kekuatan di atas rata-
rata manusia, kekuatan mereka itu memungkinkan mereka
mampu melihat hal-hal gaib, karena dukungan setan dan/atau
roh jahat tadi. Jiwa-jiwa yang memiliki kemampuan magis ini
dapat digolongkan menjadi tiga.
115
P E N G E T A H U A N M I S T I K
118
F I L S A F A T I L M U
119
F I L S A F A T I L M U
119
qalbu. Ya, sekarang, bagaimana itu diperoleh?
Anda ingin mengetahui bagaimana hakikat Tuhan? Atau
sebagian dari hakikat-Nya? Kata kaum sufi, Anda
120
Logis dalam filsafat dapat berarti rasional atau supra-rasional.
Kebenaran pengetahuan mistik diukur dengan berbagai
ukuran. Bila pengetahuan mistik itu berasal dari Tuhan, maka
ukurannya ialah teks Tuhan yang menyebutkan demikian.
Tatkala Tuhan dalam al-Qur'an mengatakan bahwa surga
neraka itu ada, maka teks itulah yang menjadi bukti bahwa
pernyataan itu benar. Ada kalanya ukuran kebenaran
pengetahuan mistik itu kepercayaan. Jadi, sesuatu dianggap
benar karena kita mempercayainya. Kita percaya bahwa jin
dapat disuruh melakukan sesuatu pekerjaan. Ya, kepercayaan
kita itulah ukuran kebenarannya. Ada kalanya kebenaran
sesuatu teori dalam pengetahuan mistik diukur dengan bukti
empiris. Dalam hal ini bukti empiris itulah ukuran
kebenarannya. Kebal adalah sejenis pengetahuan mistik.
Kebenarannya dapat diukur dengan kenyataan empiris
misalnya sese- orang memperlihatkan di hadapan orang banyak
bahwa Ia tidak mempan ditusuk jarum.
Satu-satunya tanda pengetahuan disebut pengetahuan
(bersifat) mistik ialah kita tidak dapat menjelaskan hubungan
sebab akibat yang ada di dalam sesuat kejadian mistik. Dalam
contoh kebal, kita tidak dapat menjelaskan secara rasional
mengapa jarum tidak mampu menembus kulit orang kebal. Jadi,
yang bersifat mistik itu ialah “mengapa” nya. Akan lebih
merepotkan kita memahami sesuatu teori dalam pengetahuan
mistik bila teori itu tidak punya bukti empirik; sulit diterima
karena secara rasional tidak terbukti dan bukti empirik pun
tidak ada.
123
P E N G E T A H U A N M I S T I K
124
P E N G E T A H U A N M I S T I K
Bonus
Ilmu Putih vs Ilmu Hitam
Di tengah masyarakat kita mendengar orang membedakan
ada ilmu putih ada ilmu hitam. “Ilmu” yang mereka maksud
ialah mistik-magis itu.
Pada akhir buku ini Anda akan menemukan beberapa
contoh “ilmu” dimaksud. Tidaklah dengan mudah saya
menjawab seandainya Anda bertanya “Apakah ini ilmu putih
atau ilmu hitam.”
Seringkali orang mengatakan bahwa “ilmu” ini putih
karena mantranya diambil dari al-Qur’an atau karena
mantranya menggunakan bahasa Arab. Betulkah demikian?
Ada Juga yang mengatakan bahwa putih atau hitam
itu ditentukan oleh tujuannya, maksudnya, ditentukan oleh
untuk apa “ilmu” itu digunakan.
Sungguh tidak mudah membuat perbedaan itu Namun,
secara teoretis, perbedaan itu dapat dilihat dari segi ontologi,
epistemologi, maupun aksiologi mistik magis tersebut. Bila
pada ontologi (misalnya mantranya) melawan ajaran benar
(agama misalnya), maka “ilmu” itu kita golongkan hitam.
Misal lain dalam ontologi, teorinya mengatakan bahwa
mantra harus ditulis dengan menggunakan darah haid
sebagai tintanya. Tentu ini tergolong hitam. Pada segi
131
P E N G E T A H U A N M I S T I K
132
F I L S A F A T I L M U
134
Hudluri: Prinsip-prinsip Epistemologi dalam Islam, 1994: 20)
sebagai berikut. F I L S A F A T I L M U
135
P E N G E T A H U A N M I S T I K
136
P E N G E T A H U A N M I S T I K
137
F I L S A F A T I L M U
138
F I L S A F A T I L M U
139
P E N G E T A H U A N M I S T I K
140
P E N G E T A H U A N M I S T I K
141
P E N G E T A H U A N M I S T I K
142
F I L S A F A T I L M U
143
F I L S A F A T I L M U
Epistemologi
Metodologi Penyingkapan Tabir
Ibn Sina membagi kegiatan penempuh jalan cahaya dalam dua
tahapan, yaitu iradah (kehendak) dan riyadhah (latihan).
Iradah yaitu munculnya hasrat berpegang teguh pada jalan
yang membimbing menuju Tuhan. Menurut Ibn Sina iradah
adalah kerinduan yang dirasakan manusia tatkala dirinya
kesepian dan tidak berdaya, ia ingin bersatu dengan
kebenaran agar tidak merasa kesepian dan lepas dari
ketakberdayaan.
Adapun riyadhah ialah latihan. Ini mempunyai tiga tujuan:
• menyingkirkan segala sesuatu selain Allah yang
menghalangi perjalanan spiritual;
• menundukkan jiwa yang cenderung menyuruh berbuat
jahat (al-nafs al-ammarah) ke jiwa yang tenang (al- nafs al-
muthma‘innah);
• melembutkan jiwa batiniah (talthif al-sirr) dengan tujuan
membuatnya siap menerima pencerahan (lihat Murtadla
Muthahhari, Menapak Jalan Spiritual, 1995: 68-70).
Ibn Sina dalam Isyarat mengatakan bahwa tipe kezuhudan
yang benar akan dapat membantu meraih
tujuan pertama. Yang mendukung bagi tercapainya tujuan
kedua (menundukkan jiwa yang selalu membujuk diri berbuat
jahat ke jiwa yang tenang) ialah:
144
F I L S A F A T I L M U
145
P E N G E T A H U A N M I S T I K
146
P E N G E T A H U A N M I S T I K
147
P E N G E T A H U A N M I S T I K
148
ILMU LADUNI2)
Ontologi
Dalam tasawuf dikenal tiga alat untuk berkomunikasi secara
F I L S A F A T I L M U
2) Ilmu Laduni disarikan dari makalah Usep Saefullah, Mahasiswa S2 IAIN andung
Angkatan 1998/1999
mengetahui pikiran orang lain sebelum orang itu meng
ucapkannya, dapat mengetahui seseorang akan mati.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa ilmu
laduni ialah ilmu batiniah yang bukan merupakan hasil
pemikiran; ilmu laduni adalah ilmu yang diterima langsung
melalui ilham, iluminasi, atau inspirasi dari sisi Tuhan
(Ensiklopedi Islam, 3: 90).
Adanya ilmu laduni dibenarkan oleh al-Qur’an seperti
disebut dalam surat al-Kahfi ayat 65 “Dan telah Kami ajarkan
149
P E N G E T A H U A N M I S T I K
dikehendakinya.
Namun sekalipun demikian ilmu laduni dapat juga dimiliki
oleh orang selain nabi dan rasul dengan syarat orang itu telah
mencapai maqam itu. Berdasarkan sejarah ternyata ada orang
(bukan nabi atau rasul) mampu mencapai maqam itu dan ia
memiliki ilmu laduni.
Epistemologi
Kaum sufi meyakinkan tatkala seseorang telah mencapai
maqam wali Allah, maka pada kondisi itu Tuhan menjadikan
matanya dapat melihat “seperti” Mata Tuhan, telinganya
dapat mendengar “seperti” Telinga Tuhan, karena itu mereka
dapat berhubungan dengan alam gaib, seperti dengan roh,
dengan malaikat, serta mengetahui hal-hal yang belum terjadi
150
F I L S A F A T I L M U
Aksiologi
Kegunaan ilmu laduni ialah sebagai berikut.
Agar dapat memahami ilmu dengan tepat;
Dapat mengetahui tingkatan ilmu seseorang;
152
F I L S A F A T I L M U
153
SAEFI3)
Ilmu saefi amat terkenal di kalangan pesantren. Kita sering
mendengar Saefi Angin, Saefi Air, dan saefi lainnya. Tapi saefi
juga dapat diplesetkan menjadi "sae fikiran" dalam bahasa
Sunda berarti berbaik sangka. Berikut ini ada sedikit
F I L S A F A T I L M U
Ontologi
Dari segi etimologi, kata “saefi” (bahasa Arab) berarti pedang.
Kata ini dipakai mungkin karena pedang adalah senjata yang
tajam. Dari segi terminologi, saefi adalah nama ilmu yang
terdiri dari rentetan bacaan menurut bilangan dan waktu
tertentu yang disandarkan kepada Allah. Dilihat segi
substansinya saefi adalah doa yang dibaca terus-menerus atau
berulang-ulang menurut bilangan dan waktu tertentu. Karena
doa itu dibaca berulang-ulang maka doa itu akan menjadi
darah daging orang itu sehingga nilai doa itu akan memiliki
ketajaman seperti tajamnya pedang yang diasah berulang kali.
Doa yang tajam di sini maksudnya ialah doa yang cepat
dikabulkan Tuhan.
3) Ilmu Saefi disarikan dari makalah Jamaludin dan Maman, Mahasiswa S2 IAIN
Bandung Angkatan 1998/1999
Epistemologi dan Aksiologi
Bagaimana cara memperoleh pengetahuan saefi? Pada
dasarnya pengetahuan saefi diperoleh seperti memperoleh
pengetahuan hikmah. Pengetahuan saefi adalah salah satu
pengetahuan magis putih. Cara-cara memperoleh pengetahuan
saefi sangat beragam, tergantung pada siapa gurunya dan
saefi apa yang ia inginkan.
Pada umumnya pengetahuan magis diperoleh melalui
puasa, tetapi ternyata tidak semua
pengetahuan saefi
154
diperoleh melalui puasa. Ada saefi yang diperoleh hanya
F I L S A F A T I L M U
2) Saefi Mughni
Saefi ini dapat menyebabkan pemilik atau pengamalnya
mendadak kaya.
Wiridnya ialah sebagai berikut:
155
P E N G E T A H U A N M I S T I K
3) Saefi Umum
156
4) Saefi Antazaman
Saefi ini dapat menyelamatkan orang dari pengaruh negatif arus
zaman.
Teks wiridnya sebagai berikut:
Cara mengamalkannya:
• Hadiah kepada Rasulullah SAW.
157
P E N G E T A H U A N M I S T I K
Ontologi
Jangjawokan adalah bahasa Sunda, disebut juga Jampi Aji-aji
dalam bahasa Jawa, adalah semacam ucapan yang bacaannya
4)Jangjawokan diadaptasi dari makalah yang ditulis oleh M. Muchtaram dan Dede
Daud, Mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1998/1999
beda menurut daerah masing-masing. Tidak juga dapat
dipahami mengapa untuk tujuan tertentu digunakan kalimat
tertentu dengan persyaratan tertentu pula. Yangdiceritakan
dalam uraian ini adalah Jangjawokan di daerah Sunda.
Di daerah Sunda, Jangjawokan itu kelihatannya berupa
doa, untuk keperluan tertentu, seperti agar lulus ujian, agar
dagangannya laris, agar dicintai seseorang (jadi sama dengan
pelet), agar jadi pemberani, agar musuh takut, dan lain-lain.
Epistemologi
Bacaan dalam Jangjawokan biasanya diajarkan oleh guru dari
mulut ke telinga (secara lisan) dalam situasi tidak formal.
Lafal-lafal bacaannya dihafalkan dengan meniru ucapan dari
158
F I L S A F A T I L M U
159
P E N G E T A H U A N M I S T I K
160
F I L S A F A T I L M U
Aksiologi
Kelihatannya Jangjawokan digunakan untuk hal-hal yang
baik. Agak sulit menempatkan Jangjawokan, apakah
termasuk ilmu putih atau ilmu hitam. Untuk menilai
Jangjawokan agaknya perlu dilihat pada tiga hal; pertama,
pada epistemologinya, dalam hal ini persyaratannya, jampi
atau bacaannya dan kedua, segi aksiologinya.
Berikut beberapa contoh Jangjawokan yang men-
jelaskan selain bacaannya juga kegunaannya.
161
P E N G E T A H U A N M I S T I K
sebelum tidur.
Kegunaannya agar dicintai perempuan.
2) Asihan Perorangan
Bacaannya:
hong o lintang-lintang wengi, rembulan koneng nyumiratake,
cahayane kang gumilang, ana ing ranjangku si ... binti ...
atine ajanganti bisa anteng sadurunge mara menyang aku,
laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah.
bismillahirrahmanirrahim
sangkama abang burung,
sangkama bali burung,
lebur hancur jadi banyu,
ngalaketai jadi lenga,
leungit tanpa lebih ilang tanpa karana,
rep sirep ku kersaning Gusti Allah,
rep sirep ku kersaning Gusti Allah,
rep sirep ku kersaning Gusti Allah,
hurip nu ngajampe, hurip nu dijampe,
laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah.
Bacaannya:
astaghfirullahal’azhim 3x
cunduk soteh bade nulungan, datang soteh bade nyare’atan,
163
P E N G E T A H U A N M I S T I K
164
F I L S A F A T I L M U
166
F I L S A F A T I L M U
istighfar 3x syahadat lx
kulit pabeulit urat papulang, disireup ku
beusi persani,
rep tiis ti peuting waras ti beurang,
hurip ku gusti waras ku kersaning,
sumsum tepung sumsum,
tulang tepung tulang,
jin nu ngarapetna,
daging tepung daging,
Jin nu ngarapetna,
nyuhunkeun pitulung ka para dewa nu tujuh,
sukmana, akmana, rasana, pangawasana,
cageur kabudaan,
167
P E N G E T A H U A N M I S T I K
7) Penangkal sial
Bacaannya:
tapak aing cadas ngampar,
bitis aing batu tungelis,
beuteung aing beuteubg beg-beg,
sirah aing batu wulung, ya ingsun batu wulung,
badannya, matanya, nyuhunkeun pitulung,
dewa anu tujuh,
syahadat.
Jangjawokan adalah semacam jampi-jampi atau bacaan-
bacaan atau mantra-mantra yang berkembang di daerah
tertentu. Yang dibicarakan di atas adalah Jangjawokam di
daerah Sunda. Jampi-jampi itu diyakini memiliki kekuatan
magis oleh orang yang menggunakannya. Kekuatan tersebut
mungkin merupakan bantuan atau dorongan bagi orang yang
hendak melakukan kebaikan atau untuk menangkal
marabahaya yang mengancamnya.
Jangjawokan merupakan tradisi mistis yang berlaku di
daerah tertentu. Biasanya diajarkan atau diberikan ketika
diperlukan.
Sandaran yang dipakai Jangjawokan ternyata bermacam-
168
F I L S A F A T I L M U
Ontologi
Secara etimologis kata sihir berasal dari bahasa Arab bentuk
mashdar kata kerja sahara-yasharu yang memiliki arti
sesuatu yang sumbernya lembut atau halus (Louis Ma’luf, Al-
Munjid fi al-Lughah wa al-‘Alam, 1975: 323). Selain makna
bahasa di atas, kata sihir secara bahasa juga berarti al-sharfu
(membelokkan), maksudnya, membelokkan sesuatu dari
kenyataan yang sebenarnya ke sesuatu yang bukan
sebenarnya (Ibnu Mandzur Jamaluddin al-Anshari, Lisan al-
‘Arab, juz 6, tt: 12). Arti lain sihir ialah istikhdam al-arwah,
menggunakan roh (Elias, Modern Dictionary English Arabic,
1968: 423).
Berdasarkan arti kata tersebut dapatlah dikatakan bahwa
sihir merupakan upaya yang dilakukan manusia sebagai suatu
tipu daya yang dalam mewujudkannya,
169
2 Sihir diadaptasi dari makalah yang ditulis oleh Asep Herdi dan A. Bachrun Rifa’i
Mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1998/1999.
F I L S A F A T I L M U
171
P E N G E T A H U A N M I S T I K
172
F I L S A F A T I L M U
173
P E N G E T A H U A N M I S T I K
174
F I L S A F A T I L M U
175
P E N G E T A H U A N M I S T I K
176
F I L S A F A T I L M U
177
P E N G E T A H U A N M I S T I K
178
F I L S A F A T I L M U
179
F I L S A F A T I L M U
180
F I L S A F A T I L M U
Aksiologi
Berdasarkan uraian di atas dapatlah diketahui bahwa
kegunaan sihir lebih berorientasi pada orang yang
memanfaatkannya (biasanya pemesan) dan penyihir itu sendiri
(yang mendapat imbalan dan ada juga bersifat sukarela).
Kegunaan bagi pemesan ialah ia puas bila musuhnya sakit
atau binasa, bagi penyihir ia akan meningkat popularitasnya
dan sejumlah materi yang diterimanya.
Penggunaan sihir hanya ada dua, pertama yang dikenakan
pada badan kedua kepada harta korban. Berikut adalah
beberapa jenis sihir dan kegunaannya:
1) Sihir Perceraian
Digunakan untuk menceraikan suami istri atau untuk
menimbulkan permusuhan antara orang yang bersahabat.
Bentuknya mungkin:
• pemutusan hubungan anak dengan ibunya;
• pemutusan hubungan anak dengan bapaknya;
• pemutusan hubungan atasan dengan bawahannya;
• pemutusan hubungan seseorang dengan temannya;
• pemutusan hubungan kemitraan;
• perceraian antara suami istri;
• berubah keadaan secara mendadak dari cinta menjadi
benci;
181
P E N G E T A H U A N M I S T I K
• saling mencurigai;
• enggan meminta maaf;
• memperbesar sebab pertengkaran atau perselisihan;
• terbaliknya pandangan suami terhadap istrinya dan
sebaliknya;
• benci terhadap setiap perbuatan pihak lain;
• benci pada tempat tinggal pihak lain;
182
4) Sihir Gila
Jin yang ditugasi penyihir masuk ke dalam jasad sasaran dan
diam di otaknya, kemudian menekan sel-sel
F I L S A F A T I L M U
otak yang berkaitan
dengan daya pikir, saat itulah muncul gejala pada sasaran
seperti orang gila.
183
F I L S A F A T I L M U
5) Sihir Lesu
Jin diperintahkan penyihir untuk berdiam diotak sasaran dan
mempengaruhinya agar mengisolir diri dan menutup diri.
Gejalanya:
* suka menyendiri
* diam terus
* pikiran melantur
* selalu santai
* menutup diri
* tidak senang pada pertemuan
* selalu pusing
* selalu lesu.
6) Sihir Suara Panggilan
Jin di tugasi menyibukkan orang yang disihir baik waktu
tidur maupun jaga, jin itu menampakkan diri dalam tidur
orang itu berupa binatang yang mengancamnya atau
memanggil-manggilnya juga kadang-kadang seperti suara ma-
184
P E N G E T A H U A N M I S T I K
7) Sihir Penyakit
8) Sihir Pendarahan
Oleh penyihir jin ditugasi untuk mengeluarkan darah, dengan
cara masuk ke dalam jasad (biasanya wanita) dengan cara
masuk ke dalam jasad wanita itu dan berjalan diurat bersama
darah.
Gejala:
• terus mengeluarkan darah setelah hari haidnya;
185
P E N G E T A H U A N M I S T I K
186
F I L S A F A T I L M U
6) Ilmu Kebal disarikan dari makalah yang ditulis oleh Yaya Suryana Mahasiswa S2
IAIN Bandung Angkatan 1997/1998.
penghindaran, namun latihan dan usahanva seringkali
disertai pembekalan agar tidak terluka saat ad melukai. Hal
tersebut dilakukan mengingat tuj utamanya adalah untuk
keselamatan dan berjaga-jaga jika usaha penghindaran tidak
berhasil.
Bentuk kedua yang bersifat fisik, yaitu ilmu kanuragan,
selain dikembangkan oleh aliran putih
dapat juga
dikembangkan oleh aliran hitam. Disebut hitam bila
penggunaannya tidak sesuai dengan ajaran kebenaran, seperti
semata-mata untuk mencari kekuatan lebih dari orang lain,
supaya berjaya, terpandang, atau menaklukkan lawan, dan
tidak mustahil bila ditujukan untuk mencelakai orang lain.
Jenis-jenis ilmu kebal dapat dibedakan dari segi sebagai
berikut:
1) Dari segi cara mendapatkannya dan tujuannya:
a) Ilmu putih diperoleh dengan cara-cara bermoral dan
187
P E N G E T A H U A N M I S T I K
188
P E N G E T A H U A N M I S T I K
189
F I L S A F A T I L M U
192
F I L S A F A T I L M U
193
P E N G E T A H U A N M I S T I K
1 9 4
F I L S A F A T I L M U
Ontologi
Secara etimologis pelet mengandung arti memikat, mengambil,
pesona, bujukan. Secara terminologis pelet ialah usaha sadar
membujuk, menarik rasa cinta seseorang dengan cara-cara
tertentu.
Berdasarkan pengertian di atas, dapatlah disimpulkan
bahwa pelet merupakan tindakan yang disengaja untuk
menarik, mengalihkan rasa cinta seseorang kepada pemelet
tanpa disadari sepenuhnya oleh orang yang dipelet.
Dilihat dari sumber pengamalannya pelet dapat dibagi
menjadi dua bagian. Pertama, pelet yang menggunakan huruf-
huruf Arab. Pelet model ini banyak ditemukan dalam kitab-
kitab mujarabat. Berdasarkan pengalaman, para santri banyak
memiliki pelet semacam ini.
Kata pelet dalam bahasa Arab mirip dengan kata
mahabbah (cinta). Mengadopsi istilah mahabbah sebetulnya
terkandung tendensi ke arah mengislamkan aktivitas pelet
tersebut. Dengan demikian, setelah diislamkan, ia dianggap
sesuatu yang boleh dilakukan. Kedua, pelet yang diambil dari
ajaran setan, berupa mantra-mantra,
setelah memelet berjanji menjadi pengabdi setan itu. pelet
semacam ini biasanya diperoleh dari penyihir. Pelet semacam
ini oleh Salim Bali disebut sihir mahabbah.
Idrus al-Kaffi dalam kitabnya Ilmu Hikmah Nabawi
menyatakan bahwa pelet adalah upaya mempengaruhi jiwa
195
P E N G E T A H U A N M I S T I K
196
F I L S A F A T I L M U
197
F I L S A F A T I L M U
Ontologi
Debus agaknya sama dengan Ilmu Kebal yang dibahas juga
dalam buku ini. Memang perlu studi lebih lanjut untuk
menetapkan apakah berbeda atau tidak.
198
P E N G E T A H U A N M I S T I K
199
F I L S A F A T I L M U
200
F I L S A F A T I L M U
201
P E N G E T A H U A N M I S T I K
10) Tentang Jin diambil dari makalah Mahrus As’ad Mahasiswa S2 IAIN Bandung
Angkatan 1997/1998.
202
F I L S A F A T I L M U
manusia.
Bahan jin adalah api. Istilah yang digunakan Allah dalam
menyebut api kadang-kadang nar al-samun (api sangat panas)
seperti dalam surat al-Hijr ayat 27, ma’arij (nyala api)
misalnya pada surat al-Rahman ayat 15, atau kata nar (api)
saja seperti dalam surat al-A’raf ayat 12.
Populasi jin sangat banyak, lebih banyak daripada manusia
(Muhammad Isa Daud, Hiwar al-Syawafy, 1996: 59). Mereka
tinggal hampir di semua tempat di muka bumi ini, di darat, di
air, di udara. Mereka terdiri dari ras berbeda-beda.
Kehidupannya sama dengan manusia, ada kerajaan, negara,
bangsa, penguasa, rakyat jelata. Agama yang mereka anut juga
bermacam-macam. Mereka juga makan minum seperti
manusia, menghadiri majlis-majlis yang diadakan manusia,
pendeknya mereka selalu menyertai manusia kecuali jika
dicegah dengan membaca nama Allah (Hasan Ayub, Tabsith al-
‘Aqidah al-Islamiyah, 1979: 192).
Menurut hadis Rasulullah SAW jin dibagi dalam tiga
golongan:
203
P E N G E T A H U A N M I S T I K