Anda di halaman 1dari 18

LEARNING OBJECTIVE

SKENARIO 6

“TEKANANKU TINGGI”

Yulistia Milanita

N 101 20 152

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2021
Soal

1. Apa yang terjadi jika seseorang yang mengalami hipertensi tidak mengonsumsi
antihipertensi?
Jawab:
Dengan pengetahuan yang kurang baik mengenai hipertensi ini akhirnya
responden tidak merasa rentan, mereka tidak mengetahui jika kematian menjadi
ancaman serius apabila komplikasi penyakit dirasakan pasien. Hipertensi sendiri
disebut silent killer karena termasuk yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-
gejalanya terlebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Rendahnya kepatuhan
terhadap pengobatan hipertensi berpotensi menjadi penghalang tercapainya tekanan
darah yang terkontrol dan dapat dihubungkan dengan peningkatan biaya/rawat inap
serta komplikasi penyakit jantung. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh pasien
hipertensi meliputi arti penyakit hipertensi, penyebab hipertensi, gejala yang sering
menyertai dan pentingnya melakukan pengobatan yang teratur dan terus- menerus
dalam jangka panjang serta mengetahui bahaya yang ditimbulkan jika tidak minum
obat. Kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi sangat penting karena dengan
minum obat antihipertensi secara teratur dapat mengontrol tekanan darah pada
penderita hipertensi, sehingga dalam jangka panjang risiko kerusakan organ- organ
seperti jantung, ginjal, dan otak dapat dikurangi. Obat antihipertensi yang tersedia saat
ini terbukti dapat mengontrol tekanan darah pada pasien hipertensi, serta sangat
berperan dalam menurunkan risiko berkembangnya komplikasi kardiovaskuler. Namun
penggunaan antihipertensi saja terbukti tidak cukup menghasilkan efek kontrol tekanan
darah jangka panjang apabila tidak didukung dengan kepatuhan dalam mengkonsumsi
antihipertensi tersebut (Nurhanani, 2020; Harahap, 2019)
2. Apa terapi oral yang diberikan dokter pada skenario ?
Jawab:
Terapi oral yang digunakan untuk pasien hipertensi yaitu dengan mengonsumsi
obat-obatan. Golongan obat yang digunakan yaitu ACE-Inhibitor (ACE-I), Angiotensin
receptor blocker (ARB), Calcium channel blocker (CCB) dihidropiridin (DHP), CCB
nonDHP, Tiazid, Diuretik loop, Diuretik – antagonis aldosterone, penyekat beta, agonis
alfa sentral, vasodilator (Liwang, 2020).
3. Apa kategori indeks massa tubuh pada skenario ?
Jawab:
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan alat ukur yang sederhana dalam
pemantauan status gizi orang dewasa terkait dengan kelebihan dan kekurangan berat
badan . IMT dapat mengambarkan kadar adipositas atau akumulasi lemak dalam tubuh
seseorang Lemak yang berlebihan dalam tubuh dapat menyebabkan timbulnya risiko
terhadap Kesehatan. Untuk menghitung indeks. Klasifikasi Indeks Massa tubuh (IMT) pada
penelitian ini dibagi menjadi 4 kategori yaitu underweight, normal, dan overweight. Kategori
underweight dengan besaran indeks massa tubuh dibawah 18,5, kategori normal antara 18,5 –
22,9, kategori overweight antara 23 – 24,9 dan kategori obesitas dengan besaran indeks massa
tubuh diatas 24,9 (Ikhya, 2018).
Diketahui dalam scenario TB=180, BB=68kg. Maka kalikan tinggi badan dengan
satuan meter yang dikuadratkan 1,80 x 1,80 = 3,24. Selanjutnya bagi angka berat badan dengan
hasil kuadrat tinggi badan. 68 : 3,24 = 20,98. Jadi nilai IMT pasien pada scenario adalah 20,98.
Kategorinya yaitu normal.
4. Perbedaan hipertensi dan hipertensi krisis?
Jawab:
Hipertensi adalah dimana tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 140
mmHg atau tekanan darah diastolic lebih dari sama dengan 90 mmHg pada minimal 2
kali pengukuran dalam 2 kunjungan yang berbeda. Tekanan darah terhadap dinding
arteri yang tinggi dan berlangsung cukup lama dapat menyebabkan masalah Kesehatan.
Sedangkan krisis hipertensi adalah kegawatan hipertensi Ketika tekanan darah
meningkat hingga tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan 180 mmHg atau
tekanan darah diastolic lebih dari sama dengan 120 mmHg (Liwang, 2020).
5. Mekanisme nyeri !
Jawab:
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi,
sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,
reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan dan
pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi, transmisi,
modulasi, dan persepsi (Bahrudin, 2017).
6. Hubungan antara hipertensi dan nyeri ?
Jawab:
Sedangkan nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam
bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang
multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan,sedang, berat),
kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien, intermiten,persisten), dan
penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau difus). Meskipun nyeri adalah
suatu sensasi, nyeri memiliki komponen kognitif dan emosional, yang digambarkan
dalam suatu bentuk penderitaan. Nyeri juga berkaitan dengan reflex menghindar dan
perubahan output otonom. Sedangkan hipertensi adalah dimana tekanan darah sistolik
lebih atau sama dengan 140 mmHg atau tekanan darah diastolic lebih dari sama dengan
90 mmHg pada minimal 2 kali pengukuran dalam 2 kunjungan yang berbeda. Tekanan
darah terhadap dinding arteri yang tinggi dan berlangsung cukup lama dapat
menyebabkan masalah Kesehatan (Bahrudin, 2017; Liwang, 2020).
7. Mengapa nyeri muncul ?
Jawab:
Nyeri disebabkan oleh 4 proses, yaitu:
1. Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan
stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif. Ada tiga tipe serabut
saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C. Serabut yang
berespon secara maksimal terhadap stimulasi non noksius dikelompokkan sebagai
serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini adalah A-delta dan C. Silent
nociceptor, juga terlibat dalam proses transduksi, merupakan serabut saraf aferen yang
tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal tanpa adanya mediator inflamasi.
2. Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu dorsalis
medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak. Neuron aferen
primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi.
Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan selanjutnya berhubungan
dengan banyak neuron spinal.
3. Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related neural
signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan mungkin juga
terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti mu, kappa, dan delta dapat
ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur desending berasal
dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan
medula oblongata, selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi
desendens ini adalah penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di
kornu dorsalis.
4. Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi merupakan hasil
dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik
individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf
bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara potensial
merusak. Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri
(nociseptor) ada yang bermiyelin dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen.
(Bahrudin, 2017).
8. Kenapa bisa terjadi kaku pada leher bagian belakang ?
Jawab:
Gejala hipertensi salah satunya nyeri pada tengkuk kepala keluhan yang senantiasa
menyertai hipertensi apabila tekanan darah seketika naik ialah nyeri pada leher sehingga
memunculkan kecemasan. Muncul perasaan takut inilah yang memperberat keadaan
fisik. Nyeri bisa memunculkan kecemasan demikian juga kebalikannya kecemasan bisa
memperburuk nyeri sehingga toleransi seorang terhadap rendah. Seorang dalam kondisi
stres seluruh ototnya berkontraksi ataupun tegang/kaku. Inilah yang menimbulkan
munculnya kelelahan serta serat otot tidak bisa berfungsi dengan baik [11]. Ketegangan
otot bisa menimbulkan sakit, sakit punggung, kaku leher, sebagian berbagai sendi
ataupun indikasi komplikasi yang lain (Sukesi, 2020).
9. Apakah kaku terjadi karena hipertensi atau neuromuscular dari saraf ?
Jawab:
Orang yang menderita kolesterol tinggi juga biasanya akan mengalami nyeri pada area
leher dan punggung, kondisi ini disebabkan oleh munculnya tekanan darah tinggi yang muncul
secara bersamaan (Marfu’ah, 2018).
10. Mengapa pada orang yang hipertensi mudah Lelah ?
Jawab:
Biasanya orang yang menderita penyakit kolesterol tinggi akan mengalami kekurangan
pasokan aliran darah dan juga kekurangan oksigen, kondisi seperti ini bisa menimbulkan
dampak tubuh akan menjadi lemah (Marfu’ah, 2018).
11. Apakah lelah ada kaitannya dengan naik turun tangga pada penderita hipertensi?
Jawab:
Salah satu modifikasi gaya hidup yang dapat dilakukan terutama untuk
mengurangi obesitas adalah dengan melakukan exercise atau latihan. Ada beberapa
alasan penting mengapa aktivitas fisik atau latihan atau exercise bisa menjaga kondisi
tubuh tetap sehat. Aktivitas yang banyak menggunakan otot lengan dan otot paha atau
di sebut aerobik, akan membuat kerja jantung lebih efisien, baik saat olahraga maupun
saat istirahat. Aktivitas seperti jalan cepat, lompat tali, jogging, bersepeda, gerak jalan
(hiking) atau berdansa adalah contoh aktivitas aerobik yang bermanfaat untuk
meningkatkan daya tahan fisik. Selain manfaat diatas, ada beberapa manfaat lain yang
didapatkan dengan melakukan aktivitas fisik, yaitu: menjaga tekanan darah tetap stabil
dan dalam batas normal, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, menjaga
berat badan tetap ideal, menguatkan tulang dan otot, meningkatkan kelenturan tubuh
dan kebugaran tubuh. Latihan (exercise) yang dilakukan dengan baik akan
berhubungan dengan penurunan berat badan, karena hal ini amat penting bagi penderita
hipertensi terutama yang mengalami obesitas atau memiliki IMT lebih dari 25. The
goals of treatment dalam penanganan hipertensi ada 2 hal, yaitu: Menurunkan tekanan
darah, target dalam penurunan tekanan darah adalah sekitar 120/80 mmHg dan
Pengontrolan yang memerlukan waktu yang lama, terutama untuk menurunkan resiko
terjadinya komplikasi lanjut dari hipertensi seperti stroke, serangan jantung, kehilangan
penglihatan dan penyakit ginjal. Berhubungan dengan tujuan tersebut, maka treatment
yang akan di lakukan bersifat individualis serta menggunakan pendekatan perawatan
yang bertahap. Pada hipertensi yang berat, tindakan yang dilakukan adalah: berhenti
merokok, penurunan BB, diet rendah garam, menurunkan asupan alkohol, exercise, diet
rendah lemak dan pengontrolan terhadap stress adalah tindakan yang sangat penting
dilakukan. dapat disimpulkan bahwa latihan Weight Bearing Exercise (yaitu dengan
naik dan turun tangga) yang dilakukan dengan teratur akan berpengaruh terhadap
penurunan tekanan darah pasien hipertensi (Savitri, 2020).

12. Apakah orang yang memiliki Riwayat hipertensi tidak memerlukan obat antihipertensi?
Jawab:
Konsumsi obat antihipertensi sesuai anjuran dokter yaitu tergantung tingkat
hipertensinya sehingga dosis, jenis obat, frekuensi keharusan minum obat dalam sehari
akan berbeda. Keteraturan pasien untuk minum obat setiap harinya memperlihatkan
bahwa masih ada pasien yang teratur minum obat mengikuti anjuran dokter meskipun
mereka tidak paham mengenai kondisi penyakitnya, namun mereka percaya dengan
tenaga medis. Sedangkan ketidakpatuhan pasien terlihat dari perilaku responden yang
lebih memilih apotek sebagai tempat untuk pembelian obat karena lebih praktis melihat
alasan lupa minum obat salah satunya karena kesibukan bekerja sehingga mereka tidak
memiliki waktu untuk mengambil obat dan kontrol rutin ke Puskesmas. Perilaku
ketidakpatuhan juga dapat dinilai melalui perilaku diet dan olahraga yang dilakukan
responden. Diketahui sebagian besar responden tidak membatasi makanan yang
berminyak. Selain itu sebagian dari mereka tidak rutin melakukan olahraga setiap hari.
Terbentuknya perilaku ketidakpatuhan dapat disebabkan karena tidak ada yang
mengingatkan mengenai pentingnya menjaga pola makan dan olahraga (Nurhanani,
2020).
13. Apa kaitan hiperkolesterolemia dengan hipertensi ?
Jawab:
Hiperkolesterol ialah keadaan dimana kadar kolesterol dalam tubuh melebihi
keadaan normal Hiperkolesterol dapat meningkatkan risiko terkena aterosklerosis,
penyakit jantung koroner, pankreatitis (peradangan pada organ pankreas), diabetes
melitus, gangguan tiroid, penyakit hepar & penyakit ginjal. Kejadian penyakit jantung
dan pembuluh darah dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya disebabkan oleh
hiperkolesterolemia, yaitu kondisi dimana kadar kolesterol dalam darah meningkat di
atas batas normal (Yani, 2017).
14. Bagaimana metabolisme kolesterol ?
Jawab:
Metabolisme kolesterol dapat berupa sistem endogen yang terdiri dari very-low-
density lipoprotein (VLDL), high-density lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein
(LDL), dan intermediate- density lipoprotein (IDL), yang mengangkut trigliserida dan
kolesterol ke seluruh tubuh. VLDL terbentuk di hati dan mengangkut trigliserida yang
terbentuk dari asam lemak dan karbohidrat di hati ke jaringan ekstrahati. VLDL akan
berubah menjadi menjadi IDL ketika sebagian besar trigliserida telah dikeluarkan oleh
lipoprotein lipase. IDL akan melepaskan fosfolipid dan bersama dengan kerja enzim
plasma lesitin kolesterol asiltransferase akan mengambil ester kolesterol yang terbentuk
dari kolesterol di HDL. Kemudian sebagian dari IDL diserap oleh hati. IDL sisanya
kemudian melepaskan lebih banyak trigliserida dan protein dan menjadi LDL. LDL
akan diambil melalui endositosis dengan perantara reseptor yang mengenali komponen
APO100 di hati dan di jaringan ekstrahati (Sinulingga, 2020).
15. Apakah kelelahan penderita hipertensi memiliki keterkaitan dengan metabolisme
karbohidrat ?
Jawab:
Komposisi makanan seperti karbohidrat diduga memiliki peran penting dalam
kejadian tersebut, mengingat keduanya akan dimetabolisme menjadi trigliserid dan
LDL (Low Density Lipoprotein) apabila kadarnya terlalu berlebihan. Karbohidrat
adalah zat organik utama yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan biasanya
mewakili 50 sampai 75 persen dari jumlah bahan kering dalam bahan makanan ternak.
Karbohidrat sebagian besar terdapat dalam biji, buah dan akar tumbuhan. Pada proses
metabolisme, karbohidrat diubah menjadi monosakarida agar mudah diabsorbsi tubuh.
Glukosa merupakan monosakarida yang penting bagi tubuh. Apabila jumlah
karbohidrat yang dikonsumsi melebihi kebutuhan tubuh, maka sebagian besar akan
disimpan di dalam otot dan di dalam hati sebagai glikogen. Kapasitas pembentukan
glikogen ini sangat terbatas, yakni maksimal 350 gram. Jika penyimpanan dalam
bentuk glikogen ini telah mencapai batas maksimalnya, maka kelebihan karbohidrat
akan diubah menjadi lemak dan disimpan di jaringan adiposa. Bila tubuh membutuhkan
kembali energi tersebut, simpanan glikogen akan dipecah terlebih dahulu, kemudian
disusul oleh mobilisasi lemak. Jika dihitung dalam jumlah kalori, simpanan energi
dalam bentuk lemak jauh melebihi jumlah simpanan dalam bentuk glikogen
(Hutagalung, 2004). Oleh sebab itu, pembatasan konsumsi karbohidrat juga perlu
dilakukan, apabila tidak diimbangi dengan pengeluaran energi yang ada dan tidak
seimbang dengan jumlah kalori harian yang dibutuhkan. Analisis bivariat menunjukkan
hasil yang signifikan antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan tekanan darah sistolik
dengan p<0,05 yaitu 0,000 serta tekanan darah diastolik dengan p<0,05 yaitu 0,028.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa terbukti adanya hubungan antara tingkat konsumsi
karbohidrat dengan tekanan darah sistolik maupun diastolik dimana dimana semakin
tinggi konsumsi karbohidrat total, maka semakin tinggi tingkat tekanan darah sistolik
dan diastolik (Cinintya, 2017).
16. Apakah kelelahan itu menggunakan sumber energi metabolisme protein untuk
cadangan energi apabilah telah digunakan karbohidrat ?
Jawab:
Vitamin B1 atau Tiamin memegang peranan esensial dalam transformasi energi,
vitamin B6 berperan sebagai koenzim dalam metabolisme protein, dan vitamin B12
berperan dalam metabolisme sel cerna, sumsum tulang, dan jaringan saraf serta
kofaktor 2 enzim. Hal ini sesuai dengan penelitian Clarissa (2010) yang menyatakan
bahwa kelelahan otot signifikan lebih sedikit serta rerata VO2 max signifikan lebih
besar dengan pemberian kombinasi vitamin B1, B6, dan B12 (Faturochman, 2020).
17. Apakah ada kaitannya metabolisme protein dengan aktivitas aktin miosin dalam
meningkatkan kontraktilitas otot jantung pada penderita hipertensi ?
Jawab:
Pada sel otot jantung, peningkatan Ca2+ pada sitosol sel otot ini akan
menyebabkan Ca2+ mengikat suatu protein kontraktil yaitu troponin, sehingga troponin
akan terlepas dari ikatannya dengan aktin-miosin dan memungkinkan interaksi aktin-
miosin bekerja memicu kontraksi. Hal ini akan memperkuat dan meningkatkan
kontraksi otot jantung sehingga terjadi peningkatan tekanan darah (Anggraini, 2016).
18. DM tipe 1 ? DM tipe 2 ? (yang mana lebih berat)
Jawab:
Diabetes melitus tipe 2 merupakan golongan diabetes dengan prevalensi tertinggi. Hal
ini disebabkan karena berbagai faktor diantaranya faktor lingkungan dan faktor keturunan.
Faktor lingkungan disebabkan karena adanya urbanisasi sehingga mengubah gaya hidup
seseorang yang mulanya konsumsi makanan yang sehat dan bergizi dari alam menjadi
konsumsi makanan yang cepat saji. Makanan cepat saji berisiko menimbulkan obesitas
sehingga seseorang berisiko DM tipe 2. Orang dengan obesitas memiliki risiko 4 kali lebih
besar mengalami DM tipe 2 daripada orang dengan status gizi normal (WHO, 2017). Penyakit
DM tipe 2 dapat juga menimbulkan infeksi. Hal ini terjadi karena hiperglikemia di mana kadar
gula darah tinggi. Kemampuan sel untuk fagosit menurun. Infeksi yang biasa terjadi pada
penderita DM tipe 2 adalah infeksi paru (Lathifah, 2017).
Diabetes melitus (DM) tipe-1 merupakan salah satu penyakit kronik yang sampai
saat ini belum dapat disembuhkan, tetapi upaya kontrol metabolik dengan baik dan
optimal dapat mempertahankan perkembangan dan pertumbuhan normal serta
mencegah komplikasi.5,9-10 Beberapa komponen penting yang harus terintegrasi
untuk kontrol metabolik dengan baik adalah pemberian insulin berkesinambungan,
pengaturan diet, olahraga, edukasi, serta pemantauan kesehatan (Adelita, 2020).
19. Apakah DM tipe 1 dan DM tipe 2 ada kaitannya dengan metabolisme karbohidrat,
protein, dan karbohidrat ?
20. Apakah orang yang memiliki hipertensi diikuti dengan DM dan kolesterol
menyebabakan penimbunan Plak ?
21. Kenapa terjadi variasi sistol dan diastole ?
22. Berapa bisa muncul iktus kordis ?
23. Bagaimana melakukan pemfis thoraks, dan abdomen ?
24. Bagaimana mekanisme obat antihipertensi (sebutkan nama obatnya) !
Jawab:
Interaksi obat dengan obat merupakan kejadian interaksi obat yang dapat
terjadi bila penggunaan bersama dua macam obat atau lebih. Pemberian obat
antihipertensi lebih dari satu dapat menimbulkan interaksi obat. Interaksi obat
merupakan Drug Related Problem (DRP) yang dapat mempengaruhi respon tubuh
terhadap pengobatan. Hasilnya berupa peningkatan atau penurunan efek yang dapat
mempengaruhi outcome terapi pasien. Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang
serius yang mengakibatkan mortalitas dan morbiditas utama. Sebanyak 6% kematian
orang dewasa di seluruh dunia disebabkan oleh hipertensi. Hipertensi merupakan salah
satu penyakit kardiovaskular. Hipertensi menyebabkan 7,1 juta kematian dini diseluruh
dunia dan 4,5% dari beban penyakit. Interaksi obat antihipertensi yang paling banyak
terjadi adalah kombinasi kaptopril dan furosemid. Penggunaan kombinasi kaptopril dan
furosemid dapat menyebabkan interaksi farmakodinamik dimana efek hipotensi
meningkat (Fitriani, 2007; Rahmiati dan Supadmi, 2012), mengurangi efek dari
furosemid, dan meningkatkan resiko hiperkalemia berat (Mahamudu, 2017).

25. Epidemiologi dari hipertensi dan gagal jantung?


Jawab:
Untuk epidemiologi Hipertensi, berdasarkan survey indicator Kesehatan
nasional (sirkesnas) tahun 2016, prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 32,38%
dengan proporsi perempuan dan laki-laki yang hamper sama. Data Riskesdas 2018
menunjukkan prevalensi hipertensi sebesar 8,4% bila berdasarkan pengukuran tekanan
darah saat survey. Prevalensi hipertensi di Amerika Serikat berdasarkan klasifikasi
Joint National Committee (JNC) 7 sebesar 32% sedangkan berdasarkan klasifikasi
AHA 2017 sebesar 46%, peningkatan ini karena perbedaan kriteria diagnosis hipertensi
pada panduan AHA 2017. Berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin, peningkatan
prevalensi pada laki-laki lebih besar pada usia 40-50 tahun sedangkan pada perempuan
peningkatan lebih besar pada usia lebih tua (>55-56 tahun) (Liwang, 2020).
26. Pathogenesis hipertensi dan gagal jantung ?
Jawab:
Patogenesis hipertensi yaitu hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu:
• Hipertensi primer/essensial (90-95%): pada keadaan tidak ada penyebab
hipertensi yang dapat diidentifikasi. Hipertensi primer biasanya terjadi perlahan
selama bertahun-tahun dan dikaitkan dengan peningkatan konsumsi garam,
obesitas dan riwayat keluarga.
• Hipertensi sekunder (5-10%): tekanan darah tinggi disebabkan oleh adanya
penyebab lain yang mendasari, antara lain obstructive sleep apnea, stenosis
arteri renalis, penyakit ginjal kronis, hipo/hipertiroid, hiperaldosteronisme
primer, penggunaan obat-obatan tertentu (pil KB, dekongestan, OAINS,
kortikosteroid sistemik, alcohol, kafein, kokain, amfetamin),
pheochromocytoma, sindrom cushing (Liwang, 2020).
27. Patofisiologi?
Jawab:
Patofisiologi hipertensi yaitu hipertensi disebabkan oleh gangguan berbagai
mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah seperti sistem saraf simpatis,
sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA), fungsi endotel dan retensi air serta garam.
Tekanan arteri dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi perifer. Curah jantung
ditentukan oleh volume sekuncup yang terkait kontraktilitas miokardium dan ukuran
pembuluh darah, serta frekuensi denyut jantung. Sedangkan resistensi perifer
dipengaruhi oleh perubahan anatomi dan fungsi arteri kecil dan arteriol (Liwang, 2020).
28. Manajemen Kesehatan, anamnesis ?
Jawab:
Pemeriksaan awal pasien dengan hipertensi terdiri dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik lengkap yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Manajemen diri
adalah suatu perilaku dan kemampuan individu dalam mengendalikan kesehatanannya
secara efektif. Persepsi individu akan mempengaruhi perilaku dan tujuan yang di yang
ingin di capai. Respon individu akan berbeda terhadap stimulus yang berasal dari dalam
dirinya maupun dari luar. Pengetahuan, pemahaman dan keyakinan individu terhadap
dirinya yang mendasari individu tersebut mampu melakukan manajemen diri dan
melakukan perubahan perilaku. Manajemen kesehatan melalui kegiatan promosi
kesehatan. Dengan demikian dapat meningkatkan kualitas hidup pasien hipertensi
secara keseluruhan (Kurnia, 2021; Nelwan, 2019)
29. Diagnosis banding hipertensi?
Jawab:
Hipertensi dapat didiagnosis secara lebih terperinci berdasarkan klasifikasinya
hipertensi primer atau sekunder, maupun berdasar hasil pengukuran tekanan darah.
-Hipertensi Primer
-Hipertensi Sekunder
-Hipertensi Refrakter : Hipertensi di kategorikan refraker jika TDS tetap > 140 mmHg
atau TDD >90 mmHg walaupun sudah mendapatkan terapi 3 (tiga) obat anti hipertensi.
-Krisis Hipertensi : krisis hipertensi terbagi menjadi hipertensi urgensi dan emergensi.
Klasifikasi ini didasari hipertensi arterial dengan TDS ≥180 mmHg atau TDD ≥ 110
mmHg di sertai dengan /atau tanpa kerusakan organ. Jika di temukan kerukasan organ
maka tergolong hipertensi emergensi (Putri, 2021).
30. Prinsip terapi dari hipertensi?
Jawab:
Terapi hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu:
• Tata laksana nonfarmakologi :
-Diet makanan yang sehat dengan gizi seimbang. Diet DASH (Dietary
Approaches to Stop Hypertension) merupakan pola makan yang mengonsumsi
banyak sayur, buah dan produk susu rendah lemak.
-Membatasi konsumsi natrium, dianjurkan kurang dari 2 gram natrium
-Membatasi konsumsi alcohol pada laki-laki tidak lebih dari dua porsi perhari
dan pada perempuan tidak lebih dari satu porsi minuman perhari
-Menjaga berat badan ideal
-Berhenti merokok
-Meningkatkan aktivitas fisik
• Prinsip farmakoterapi hipertensi : Boleh satu jenis obat atau kombinasi obat dari
golongan berbeda, saat ini lebih dianjurkan terapi inisiasi dengan kombinasi 2
obat melalui single oil combination untuk meningkatkan kepatuhan (Liwang,
2020).
31. Pengobatan, bagaimana rehabilitasi dari hipertensi?
Jawab:
Untuk menanggulangi masalah pada keluarga dengan Hipertensi diperlukan
asuhan keperawatan yang komprehensif dengan menggunakan proses keperawatan
dimana perawat sendiri mempunyai peranan penting dalam pemberian asuhan
keperawatan yaitu aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pada aspek
promotif perawat berperan dalam memberikan suatu informasi upaya meningkatkan
status kesehatan bagi penderita Hipertensi supaya tetap aktif, produktif dan sehat
dengan selalu mengontrol kadar tekanan darah dan tetap menjaga pola makanan yang
sehat. Pada aspek preventif perawat berperan dalam menganjurkan keluarga untuk
mencegah terjadinya Hipertensi pada anggota keluarga. Pada aspek kuratif perawat
berperan dalam mengajarkan bagaimana cara menurunkan tekanan darah dengan
berbagai obat tradisional ataupun medis. Perawat memotivasi klien yang menderita
Hipertensi atau berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat yang dapat
menurunkan tekanan darah dan perawat juga dapat menganjurkan keluarga untuk
mengkonsumsi obat tradisional seperti rebusan daun alpukat, buah belimbing, rebusan
belimbing wuluh dan air perasan kunyit, madu dan lain-lain. Pada aspek rehabilitatif
perawat berperan dalam menganjurkan klien dan keluarga untuk mencegah komplikasi
dengan rutin kontrol ke pelayanan Kesehatan (Astuti, 2019).
32. Komplikasi hipertensi?
Jawab:
Komplikasi hipertensi dapat terjadi dibeberapa organ, yaitu gangguan
penglihatan, demensia vascular, stroke iskemik maupun hemoragik, aneurisma,
penyakit jantung coroner, gagal jantung kongestif, penyakit ginjal kronik dan penyakit
arteri perifer (Liwang, 2020).
33. Prosedur merujuk hipertensi?
Jawab:
Kriteria rujukan pasien hipertensi yaitu perlu dirujuk ke spesialis apabila
terdapat hipertensi resisten atau kecurigaan hipertensi sekunder untuk pemeriksaan
lebih lanjut guna menentukan etiologic. Pasien juga dapat dirujuk untuk penilaian
kerusakan organ bila fasilitas yang merujuk tidak lengkap (Liwang,2020).
34. Faktor resiko hipertensi?
Jawab:
Trias Virchow menunjukkan tiga komponen penting dalam pembentukan
trombus: 1. Perlambatan aliran darah, 2. Hiperkoagulabilitas darah, 3. Kerusakan
dinding pembuluh darah. Pada trombosis arterial, ketiga faktor tersebut memegang
peranan penting, tetapi pada trombosis vena, trombosis dapat terjadi pada dinding
pembuluh darah yang masih intak, berarti yang berperan penting adalah faktor aliran
darah (stasis) dan keadaan hiperkoagulabel (Ekayanti, 2018).
35. Penatalaksanaan kegawatdaruratan hipertensi dan gagal jantung!
Jawab:
Krisis hipertensi merupakan salah satu kegawatan yang terjadi secara akut dan
progresif yang meningkatkan angka kematian.Krisis hipertensi diklasifikasikan
menjadi hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi tergantung pada derajat
peningkatan tekanan darah dan adanya kerusakan organ target.Tujuan utama
penatalaksanan krisis hipertensi adalah untuk mengurangi tekanan darah dengan
aman.Deteksi, evaluasi dan penatalaksanaan yang tepat pada krisis hipertensi penting
dilakukan untuk mencegah kerusakan organ (Pramana,2020).
36. Hipertensi emergensi dan intensif!
Jawab:
Hipertensi emergensi adalah kondisi dimana tekanan darah meningkat secara
drastic dan dalam waktu singkat. Faktor penyebab paling sering adalah gangguan
serebrovaskular dan gangguan fungsi serebral, sindrom akut coroner dengan iskemia,
edema paru akut dan disfungsi renal akut. Tekanan darah yang sangat tinggi
menyebabkan kerusakan organ hingga kematian (Anggraini, 2020).
DAFTAR PUSTAKA

Adelita, M., Arto, K. S., Deliana, M. 2020. Kontrol Metabolik pada Diabetes Melitus.
Cermin Dunia Kedokteran. Vol 47(3). Viewed on 23 November 2021. From:
scholar.google.com
Anggraini, P., Rusdi., Ilyas, E. I. 2016. KADAR Na+, K+, Cl-, DAN KALSIUM TOTAL
SERUM DARAH SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TEKANAN DARAH
PADA PENDERITA HIPERTENSI. Biologi UNJ Press. Vol 12(1). From:
journal.unj.ac.id
Anggraini, S., Chanif, C. 2020. Efektifitas Pemberian Posisi Kepala Elevasi Pada
Pasien Emergensi. Jurnal Unimus. Vol 1(2). Viewed on 22 November 2021.
From: jurnal.unimus.ac.id
Astuti, S. D., Krishna, L. F. P. 2019. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan
Hipertensi. Vol 3(1): 62-81. Viewed on 23 November 2021. From: akper-
pasarrebo.e-journal.id
Bahrudin, M. 2017. Patofisiologi Nyeri. Jurnal Ilmu Kesehatan dan Keluarga. Vol
13(1): 7-13. Viewed on 23 November 2021. From: ejournal.umm.ac.id
Cinintya, R. F., Rachmawati, D. A., Hermansyah, Y., et al. 2017. Hubungan Konsumsi
Karbohidrat dengan Tingkat Tekanan Darah pada Komunitas Lansia di
Sumbersari Jember. Journal of Agromedicine and Medical Sciences. Vol 3(1).
Viewed on 23 November 2021. From: jurnal.unej.ac.id
Ekayanti, M. S., Kembuan, M. A. H. N., Pertiwi, J. M. 2018. HUBUNGAN KADAR
TROMBOSIT DENGAN ALBERTA STROKE PROGRAM EARLY CT SCORE
(ASPECTS) PADA STROKE ISKEMIK AKUT: CORRELATION BETWEEN
PLATELET COUNT AND ALBERTA STROKE PROGRAM EARLY CT. Jurnal
Sinaps. Vol 1(2): 30-37. Viewed on 23 November 2021. From:
jurnalsinaps.com
Faturochman., Junaidi, S., Setiowati, A. 2020. EFEKTIVITAS PEMBERIAN BUAH
PISANG DAN VITAMIN B1, B6, DAN B12 TERHADAP KELELAHAN
OTOT. Journal of Sport Sciences and Fitness. Vol 6(1). Viewed on 23
November 2021. From: journal.unnes.ac.id
Harahap, D. A., Aprillia, N., Muliati, O. 2019. HUBUNGAN PENGETAHUAN
PENDERITA HIPERTENSI TENTANG HIPERTENSI DENGAN KEPATUHAN
MINUM OBAT ANTIHIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
KAMPA TAHUN 2019. Jurnal NERS. Vol 3(2): 97-102. Viewed on 23
November 2021. From: journal.universitaspahlawan.ac.id
Ikhya., Ulumuddin., Yhuwono, Y. 2018. HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH
DENGAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI DESA PESUCEN,
BANYUWANGI. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia. Vol 13(1). Viewed on
22 November 2021. From: jurnal.unimus.ac.id
Kurnia, A. 2021. PENGARUH MANAJEMEN DIET BERBASIS KELUARGA
TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA
HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIBEUREUM KOTA
TASIKMALAYA. Jurnal Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan dan Farmasi. Vol
21(1). Viewed on 23 November 2021. From: ejurnal.stikes-bth.ac.id
Lathifah, N. L. 2017. HUBUNGAN DURASI PENYAKIT DAN KADAR GULA
DARAH DENGAN KELUHAN SUBYEKTIF PENDERITA DIABETES
MELITUS. Jurnal Berkala Epidemiologi. Vol 5(2): 321-239. Viewed on 23
November 2021. From: e-journal.unair.ac.id
Liwang, F., Yuswar, P. W., Wijaya, E., et al. 2020. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
1. Jawa Barat : Media Aesculapius
Mahamudu, Y. S., Citraningtyas, G., Rotinsulu, H. 2017. KAJIAN POTENSI
INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI
PRIMER DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD LUWUK PERIODE JANUARI –
MARET 2016. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 6(3). Viewed on 23 November 2021. From:
ejournal.unsrat.ac.id
Marfu’ah, N., Sari, D. D. 2018. PERBANDINGAN PENGARUH PUASA DAUD
DAN PUASA SENIN-KAMIS TERHADAP KADAR KOLESTEROL PADA MENCIT.
Journal of Biology Education. Vol 1(2). Viewed on 22 November 2021.From:
journal.stikims.ac.id
Nelwan, J. E. 2019. PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TERHADAP
PERUBAHAN PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG HIPERTENSI DI
KOTA MANADO. Journal PHWB. Vol 1(2): 1-7. Viewed on 23 November
2021. From: researchgate.net
Nurhanani, R., Susanto, H. S., Udiyono, A. 2020. HUBUNGAN FAKTOR
PENGETAHUAN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN MINUM OBAT
ANTIHIPERTENSI (Studi Pada Pasien Hipertensi Essential di Wilayah Kerja
Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol
8(1). Viewed on 22 November 2021. From: ejournal3.undip.ac.id
Pramana, D. 2020. Penatalaksanaan Krisis Hipertensi. Jurnal Kedokteran. Vol 5(2).
Viewed on 23 November 2021. From: e-journal.unizar.ac.id
Putri, N. A. S. 2021. ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.P DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN NYERI AKUT DENGAN DIAGNOSA HIPERTENSI DI
DESA TONGAS WETAN KECAMATAN TONGAS PROBOLINGGO. Jurnal
Kesehatan.Vol 1(1). Viewed on 23 November 2021. From:scholar.google.com
Savitri, E. W., Sius, U. 2020. Pengaruh Weight Bearing Exercise Terhadap Penurunan
Tekanan Darah Pasien Hipertensi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah. Vol
09(2): 87-91. Viewed on 22 November 2021. From: stikes-sidrap.e-journal.id
Sinulingga, B. O. 2020. Pengaruh Konsumsi Serat dalam Menurunkan Kadar
Kolesterol. Jurnal Penelitian Sains. Vol 22(1): 9-15. Viewed on 23 November
2021. From: http://ejurnal.mipa.unsri.ac.id
Sukesi, N., Wahyuningsih. 2020. Upaya Menangani Nyeri Dan Kecemasan Pada
Lansia Yang Mengalami Hipertensi Di Masyarakat. Jurnal Pengabdian
Masyarakat Indonesia (JPMI). Vol 1(6): 323-327. Viewed on 22 November
2021. From : jpmi.journals.id
Yani, M. 2017. Mengendalikan Kadar Kolesterol Pada Hiperkolesterolemia. Jurnal
Olahraga Prestasi. Vol 11(2). Viewed on 21 November 2021. From:
journal.uny.ac.id

Anda mungkin juga menyukai