Anda di halaman 1dari 5

ADAB MAKAN PENUH BAROKAH

ٌ ِ‫ ّو ُّمب‬ٞ ‫ت ٱل َّش ۡي ٰطَ ۚ ِن إِنَّهۥُ لَ ُكمۡ َع ُد‬


١٦٨ ‫ين‬ ْ ‫ض َح ٰلَاٗل طَيِّبٗ ا َواَل تَتَّبِع‬
ِ ‫ُوا ُخطُ ٰ َو‬ ‫أۡل‬ ْ ُ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ُكل‬
ِ ‫وا ِم َّما فِي ٱ َ ۡر‬
168. Ibnu 'Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun mengenai suatu kaum yang terdiri dari Bani
Saqif, Bani Amir bin Sa'sa'ah, Khuza'ah dan Bani Mudli. Mereka mengharamkan menurut kemauan
mereka sendiri memakan beberapa jenis binatang seperti bahirah yaitu unta betina yang telah
beranak lima kali dan anak kelima itu jantan, lalu dibelah telinganya; dan wasilah yaitu domba yang
beranak dua ekor, satu jantan dan satu betina, lalu anak yang jantan tidak boleh dimakan dan harus
diserahkan kepada berhala. Padahal Allah tidak mengharamkan memakan jenis binatang itu, bahkan
telah menjelaskan apa-apa yang diharamkan memakan-Nya dalam firman-Nya:

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas
nama selain Allah, dan (hewan yang mati) tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan
yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih, dan (diharamkan juga bagimu)
yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, itu
adalah suatu kefasikan. (al-Ma'idah/5: 3).

Segala sesuatu selain dari yang tersebut dalam ayat ini boleh dimakan, sedangkan bahirah dan
wasilah tidak tersebut di dalam ayat itu. Memang ada beberapa ulama berpendapat bahwa di
samping yang tersebut dalam ayat itu, ada lagi yang diharamkan memakannya berdasarkan hadis
Rasulullah saw seperti makan binatang yang bertaring tajam atau bercakar kuat.

Allah menyuruh manusia makan makanan yang baik yang terdapat di bumi, yaitu planet yang
dikenal sebagai tempat tinggal makhluk hidup seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan
lainnya. Sedang makanan yang diharamkan oleh beberapa kabilah yang ditetapkan menurut
kemauan dan peraturan yang mereka buat sendiri halal dimakan, karena Allah tidak mengharamkan
makanan itu. Allah hanya mengharamkan beberapa macam makanan tertentu sebagaimana tersebut
dalam ayat 3 surah al-Ma'idah dan dalam ayat 173 surah al-Baqarah ini.

Selain dari yang diharamkan Allah dan selain yang tersebut dalam hadis sesuai dengan pendapat
sebagian ulama adalah halal, boleh dimakan. Kabilah-kabilah itu hanya mengharamkan beberapa
jenis tanaman dan binatang berdasarkan hukum yang mereka tetapkan dengan mengikuti tradisi
yang mereka warisi dari nenek moyang mereka, dan karena memperturutkan hawa nafsu dan
kemauan setan belaka. Janganlah kaum Muslimin mengikuti langkah-langkah setan, karena setan itu
adalah musuh yang nyata bagi manusia.

Berkuliner ria sungguh menyenangkan. Bisa menyantap berbagai menu masakan setiap harinya
dengan berbagai variasi benar-benar sesuatu hal yang menyenangkan hati sebagian orang. Namun
satu hal yang patut diingat seorang muslim bahwasanya dalam kita menyantap makanan, Islam telah
memberikan kita contoh bagaimanakah adab yang harus dilakukan. Dengan melakukan adab ini,
acara santap makan yang awalnya sekedar untuk mengenyangkan perut dan menguatkan badan,
tentu akan lebih bertambah berkah (barokah). Kebaikan yang banyak akan diperoleh saat itu karena
merutinkan adab dalam makan ini. Ditambah lagi ia akan lepas dari gangguan musuhnya yaitu setan
ketika ia menyantap secuil makanan. Apa sajakah adab-adab makan yang diajarkan oleh Islam?
Berikut beberapa adab di antaranya:

Pertama: Mengucapkan tasmiyah

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ ‫إِ َذا أَ َك َل أَ َح ُد ُك ْم فَ ْليَ ْذ ُك ِ•ر ا ْس َم هَّللا ِ تَ َعالَى فَإِ ْن ن َِس َى أَ ْن يَ ْذ ُك َر ا ْس َم هَّللا ِ تَ َعالَى فِى أَ َّولِ ِه فَ ْليَقُلْ بِس ِْم هَّللا ِ أَ َّولَهُ َو‬
ُ‫آخ َره‬

“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala.
Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: ‘Bismillaahi
awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)’.“[1]

Dari Hudzaifah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫إِ َّن ال َّش ْيطَانَ يَ ْست َِحلُّ الطَّ َعا َم أَ ْن الَ ي ُْذ َك َر ا ْس ُم هَّللا ِ َعلَ ْي ِه‬

“Sungguh, setan menghalalkan makanan yang tidak disebutkan nama Allah padanya.”[2]

Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan tasmiyah ketika makan
adalah bacaan ‘bismillah’.”[3] Ibnu ‘Allan Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika disebut
tasmiyah, maka yang dimaksud adalah ucapan “bismillah”. Sedangkan jika disebut basmalah,
maka yang dimaksud adalah ucapan “bismillahir rohmaanir rohiim”.[4] Al Fakihaani rahimahullah
mengatakan, “Tidak perlu menambahkan ‘ar rohman ar rohiim’. Namun jika terlanjur
mengucapkannya, maka tidak kena dosa apa-apa.”[5]

Kedua: Makan dengan tangan kanan

Dalam Shahih Muslim disebutkan sebuah riwayat,

.» ‫ب فَ ْليَ ْش َربْ بِيَ ِمينِ ِه فَإِ َّن ال َّش ْيطَانَ يَأْ ُك ُل بِ ِش َمالِ ِه َويَ ْش َربُ بِ ِش َمالِ ِه‬
َ ‫« إِ َذا أَ َك َل أَ َح ُد ُك ْم فَ ْليَأْ ُكلْ بِيَ ِمينِ ِه َوإِ َذا َش ِر‬

“Jika seseorang di antara kalian makan, maka hendaknya dia makan dengan tangan kanannya. Jika
minum maka hendaknya juga minum dengan tangan kanannya, karena setan makan dengan tangan
kiri dan minum dengan tangan kirinya pula.”[6]

Ketiga: Tidak makan yang di hadapan orang lain (ketika makan dalam satu nampan)

Dari ‘Umar bin Abi Salamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,

َ ‫ َو ُكلْ بِيَ ِمينِكَ َو ُكلْ ِم َّما يَلِي‬، َ ‫يَا ُغالَ ُم َس ِّم هَّللا‬
‫ك‬

“Wahai anak, sebutlah nama Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu, serta makanlah yang
ada di hadapanmu.”[7]
Keempat: Makan dari sisi luar (pinggir), tidak dari tengah

Dari Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫إِ َّن ْالبَ َر َكةَ تَ ْن ِز ُل َو َسطَ• الطَّ َع ِام فَ ُكلُوا ِم ْن َحافَتَ ْي ِه َوالَ تَأْ ُكلُوا ِم ْن َو َس ِط ِه‬

“Barokah itu turun di tengah-tengah makanan, maka mulailah makan dari pinggirnya dan jangan
memulai dari tengahnya.”[8]

Kelima: Tidak makan dalam keadaan bersandar

Dari hadits Abu Juhaifah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫أَ َّما أَنَا فَالَ آ ُك ُل ُمتَّ ِكئًا‬

“Adapun saya tidak suka makan sambil bersandar.”[9] Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa
bersandar di sini sifatnya umum, tidak dikhususkan bentuk bersandar dengan sifat tertentu.[10]

Keenam: Tidak menjelek-jelekkan makanan yang tidak disukai

Dari Abu Hurairah, ia berkata,

ُ‫ َوإِ ْن َك ِرهَهُ ت ََر َكه‬، ُ‫ إِ ِن ا ْشتَهَاهُ أَ َكلَه‬، ‫ط‬


ُّ َ‫َاب النَّبِ ُّى – صلى هللا عليه وسلم• – طَ َعا ًما ق‬
َ ‫َما ع‬

“Tidaklah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela suatu makanan sekali pun dan seandainya
beliau menyukainya maka beliau memakannya dan bila tidak menyukainya beliau meninggalkannya
(tidak memakannya).”[1] Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Inilah adab yang baik kepada
Allah Ta’ala. Karena jika seseorang telah menjelek-jelekkan makanan yang ia tidak sukai, maka
seolah-olah dengan ucapan jeleknya itu, ia telah menolak rizki Allah.”[2]

Ketujuh: Makan secara bersama-sama dan tidak makan sendirian

Dari Wahsyi bin Harb dari ayahnya dari kakeknya bahwa para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata,

ِ ‫ال « فَاجْ تَ ِمعُوا َعلَى طَ َعا ِم ُك ْ•م َو ْاذ ُكرُوا• ا ْس َم هَّللا‬َ َ‫ ق‬.‫ قَالُوا نَ َع ْم‬.» َ‫ قَا َل « فَلَ َعلَّ ُك ْم تَ ْفت َِرقُون‬.ُ‫يَا َرسُو َل هَّللا ِ إِنَّا نَأْ ُك ُل َوالَ نَ ْشبَع‬
ِ ‫احبُ ال َّد‬
.‫ار‬ ِ ‫ص‬ َ َ‫ض َع ْال َع َشا ُء فَالَ تَأْ ُكلْ َحتَّى يَأْ َذنَ لَك‬
ِ ‫ قَا َل أَبُو دَا ُو َد إِ َذا ُك ْنتَ فِى َولِي َم ٍة فَ ُو‬.» ‫َعلَ ْي ِه يُبَا َر ْك لَ ُك ْم فِي ِه‬

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan dan tidak merasa kenyang?” Beliau bersabda,
“Kemungkinan kalian makan sendiri-sendiri.” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda,
“Hendaklah kalian makan secara bersama-sama, dan sebutlah nama Allah, maka kalian akan
diberi berkah padanya.”[3] Ibnu Baththol berkata, “Makan secara bersama-sama adalah salah satu
sebab datangnya barokah ketika makan.”[4]
Kedelapan: Tidak membiarkan suapan makanan yang terjatuh

Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ َ‫ط َما َكانَ بِهَا ِم ْن أَ ًذى َو ْليَأْ ُك ْلهَا َوالَ يَ َد ْعهَا لِل َّش ْيط‬
‫ان‬ ْ ‫ت لُ ْق َمةُ أَ َح ِد ُك ْم فَ ْليَأْ ُخ ْذهَا• فَ ْليُ ِم‬
ْ ‫إِ َذا َوقَ َع‬

“Apabila suapan makanan salah seorang di antara kalian jatuh, ambilah kembali lalu buang
bagian yang kotor dan makanlah bagian yang bersih. Jangan dibiarkan suapan tersebut dimakan
setan.”[5]

Kesembilan: Menjilat tangan sebelum mencuci atau mengusapnya

Lanjutan dari hadits Jabir sebelumnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ‫ى طَ َعا ِم ِه ْالبَ َر َكة‬


ِّ َ‫صابِ َعهُ فَإِنَّهُ الَ يَ ْد ِرى فِى أ‬
َ َ‫ق أ‬
َ ‫َوالَ يَ ْم َسحْ يَ َدهُ بِ ْال ِم ْن ِدي ِل َحتَّى يَ ْل َع‬

“Janganlah dia sapu tangannya dengan serbet sebelum dia jilati jarinya. Karena dia tidak tahu
makanan mana yang membawa berkah.”[6]

Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Menjilat jari (seusai makan) adalah sesuatu yang
disyari’atkan (dianjurkan). Alasannya sebagaimana yang disebutkan di akhir hadits, yaitu karena
orang yang makan tidak mengetahui di manakah barokah yang ada pada makanannya. Makanan
yang disajikan pada orang yang makan benar-benar ada barokahnya. Namun tidak diketahui apakah
barokahnya ada pada makanan yang dimakan, atau pada makanan yang tersisa pada jari atau pada
mangkoknya, atau pada suapan yang terjatuh. Oleh karena itu, sudah sepatutnya seseorang
memperhatikan ajaran ini agar ketika makan pun bisa meraih barokah. Pengertian barokah pada
asalnya adalah bertambahnya dan tetapnya kebaikan serta mendapatkan kesenangan dengannya.”[7]

An Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa dibolehkan mengusap tangan dengan serbet, namun
yang sesuai sunnah (ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam) dilakukan setelah menjilat jari.[8]

Kesepuluh: Memuji Allah dan berdo’a seusai makan

Di antara do’a yang shahih yang dapat diamalkan dan memiliki keutamaan luar biasa adalah do’a
yang diajarkan dalam hadits berikut. Dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ْ َ‫ال ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّ ِذى أ‬


‫ ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه‬.‫ط َع َمنِى• هَ َذا َو َرزَ قَنِي ِه ِم ْن َغي ِْر َحوْ ٍل ِمنِّى َوالَ قُ َّو ٍة‬ َ َ‫َم ْن أَ َك َل طَ َعا ًما فَق‬

“Barang siapa yang makan makanan kemudian mengucapkan: “Alhamdulillaahilladzii ath’amanii


haadzaa wa rozaqoniihi min ghairi haulin minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi Allah yang
telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku), maka
diampuni dosanya yang telah lalu.”[9]
Namun jika mencukupkan dengan ucapan “alhamdulillah” setelah makan juga dibolehkan
berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َ ‫ضى• َع ِن ْال َع ْب ِد أَ ْن يَأْ ُك َل األَ ْكلَةَ فَيَحْ َم َدهُ َعلَ ْيهَا أَوْ يَ ْش َر‬
‫ب ال َّشرْ بَةَ فَيَحْ َم َدهُ َعلَ ْيهَا‬ َ ْ‫إِ َّن هَّللا َ لَيَر‬

“Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid
(alhamdulillah) sesudah makan dan minum”[10] An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika
seseorang mencukupkan dengan bacaan “alhamdulillah” saja, maka itu sudah dikatakan
menjalankan sunnah.”[11]

Kesebelas: Mendo’akan orang yang menyajikan makanan

Do’a yang bisa dibaca:

‫ْق َم ْن أَ ْسقَانِى‬ ْ َ‫ط ِع ْم َم ْن أ‬


ِ ‫ط َع َمنِى َوأَس‬ ْ َ‫اللَّهُ َّم أ‬

“Allahumma ath’im man ath’amanii wa asqi man asqoonii” [Ya Allah, berilah ganti makanan
kepada orang yang memberi makan kepadaku dan berilah minuman kepada orang yang memberi
minuman kepadaku][12]

Keduabelas: Mencuci tangan untuk membersihkan sisa-sisa makanan

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َ َ ‫إِ َذا بَاتَ أَ َح ُد ُك ْم َوفِى يَ ِد ِه َغ َم ٌر فَأ‬


ُ‫صابَهُ َش ْى ٌء فَالَ يَلُو َم َّن إِالَّ نَ ْف َسه‬

“Jika salah seorang dari kalian tidur dan di tangannya terdapat minyak samin (sisa makanan)
kemudian mengenainya, maka janganlah mencela kecuali kepada dirinya sendiri.”[13]

Moga dengan adab-adab yang kami sajikan ini, rutinitas makan kita bukan hanya ingin menguatkan
badan saja, namun bisa bernilai ibadah dan mendapatkan barokah, yaitu kebaikan yang melimpah
dari sisi Allah. Wallahu waliyyut taufiq.

Anda mungkin juga menyukai