Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN POST OPERASI


CRANIOTOMI DENGAN TUMOR REGIO FTP (FRONTO-
TEMPORO-PARIETAL) KANAN SUSPEK MENINGIOMA DI
RUANG ICU RSUP DR. SARDJITO

Tugas Mandiri

Stase Keperawatan Gawat Darurat

Disusun Oleh:
Melia Rosmawati
21/488132/KU/23471

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
I. KONSEP TEORI

A. PENGERTIAN MENINGIOMA

Tumor intracranial atau tumor otak, merupakan sejumlah jaringan abnormal

yang mana sel tumbuh tidak terkontrol. Terdapat banyak tipe dari tumor otak, salah

satunya yakni meningioma. Meningioma adalah tumor intracranial jinak paling

umum yang berasal dari meninges, yakni struktur seperti membrane yang

mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. Prevalensi dari meningioma hingga

10-15% dari seluruh neoplasma otak, dengan presentase keganasan sangat kecil

(American Association of Neurological Surgeons (AANS), 2021).

Meningioma merupakan tumor sistem saraf pusat yang bersifat jinak,

umumnya timbul dari meningen otak dan sumsum tulang belakang (AA & O, 2021).

Meningioma merupakan tumor ekstra aksial yang berasal dari arachmoid cap cell,

yang umumnya bersift jinak dan tumbuh secara lambat (Program Pendidikan

Spesialis Ilmu Bedah Saraf Universitas Airlangga, 2016; Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2017). Lesi dari meningioma memiliki batas yang jelas, namun

tidak menutup kemungkinan adanya gambaran lesi yang difus. Sebagai contoh pada

meningioma yang tumbuh di sphenoid ridge (meningioma en plaque) (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2017). Meningioma merupakan tumor sistem saraf

pusat yang bersifat jinak, umumnya timbul dari meningen otak dan sumsum tulang

belakang (AA & O, 2021).

B. ETIOLOGI MENINGIOMA
Penyebab dari tumor otak yakni dimulai ketika gen tertentu pada kromosom

sel rusak dan tidak dapat berfungsi dengan baik (American Association of

Neurological Surgeons (AANS), 2021). Namun sebab pasti dari meningioma tidak

dikeahui, dimana insiden atau kejadian meningioma meningkat dengan kelainan

genetic (kehilangan kromosom 22 dan dengan neurofibromastosis tipe 2)

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).

C. TANDA DAN GEJALA MENINGIOMA

Perjalanan penyakit dari meningioma pada umumnya lambat, dan mungkin

asimptomatik hingga kemudian ukuran dari meningioma cukup untuk menekan area

sekitar. Umumnya tumor paling sering ditemukan di parasagittal/ falcine (dekat

dengan puncak dari otak) dan dibagian luar dari otak. Selain itu, umumnya terbentuk

di sphenoid di bawah otak atau di dasar tulang tengkorak. Saat tumor terus tumbuh,

fungsi normal otak akan terganggu. Tanda gejala dari meningioma tergantung dari

lokasi tumor. (American Brain Tumour Association, 2017).

Gejala umum:

1) Asimtomatis (terutama meningioma di daerah midline¸silent area, tumbuh

secara lambat dan tumor dengan ukuran kecil, dengan diameter kurang

dari 3 cm)
2) Gejala adanya peningkatan TIK: nyeri kepala, mual, muntah, kejang,

penurunan visus sampai terjadi kebutaan. Gejala peningkatan TIK dapat

bersifat intermiten dan progressif

3) Gejala dan tanda akibat adanya kompresi atau destruksi dari struktur otak,

akni deficit neurologi berupa: kelemahan ekstremitas, kelumpuhan saraf

kranial, penurunan pengelihatan, gangguan afektif dan perubahan

perilaku, dan penurunan kesadaran, serta kejang. Gejala menyerupai

stroke

4) False localizing sign: penekanan saraf kranialis ke-enam

5) Sakit kepala

Gejala khusus:

lokasi terjadinya meningioma gejala khusus


Frontal Gangguan afektif.
Parietal Kejang, gangguan motorik, dan sensoris, hemiparesis dan
hemiestesia.
Temporal Gangguan bicara, gangguan memori.
Parasagital Gangguan motorik dan sensoris.
Olfaktorius Gangguan penciuman, gangguan afektif, gangguan penglihatan
Tubercullum sellae Gangguan lapang pandang, tajam penglihatan, dan gangguan
hormonal
Prosesus clinoideus Gangguan lapang pandang, tajam penglihatan, dan gangguan
hormonal.
Sinus cavernous Diplopia, ofthalmoplegia, penurunan visus, facial pain, rasa
tebal pada wajah, occular venous congestion.
Optic sheath meningioma Gangguan penglihatan
Meningioma orbita Exophthalmos
Sphenoid wing medial Gangguan penglihatan, diplopia, psikomotor seizure.
meningioma
Sphenoid wing lateral Gangguan bicara, gangguan lapang pandang.
meningioma
Tentorial Peningkatan TIK, kejang, gangguan lapang pandang.
Cerebelar Ataksia, vertigo, hidrosefalus.
Foramen magnum Gejala penekanan pada batang otak sisi dorsal, lateral atau
ventral.Gangguan saraf kranial multipel dan penurunan
kesadaran
Cerebellopontine angle Gangguan fungsi saraf kranial unilateral terutama saraf
meningioma no 7,8,9
Petroclival atau clivus Gangguan saraf kranial unilateral atau bilateral, penekanan
batang otak sisi ventral
Intraventrikel Peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial)
(Program Pendidikan Spesialis Ilmu Bedah Saraf Universitas Airlangga,

2016)

Klasifikasi dari derajat meningioma menurut Aman et al., (2016) yaitu:

1) Grade 1 (tumor jinak): meningotelia, psamomatosa, sekretorik,

fibroblastik, angioma-tosa, limfoplasmosit, transisional, mikrokistik,

dan metaplastik.

2) Grade II (memiliki angka rekurensi yang tinggi, terutama bila tindakan

reseksi tidak berhasil mengangkat tumor secara total): clear-cell,

chordoid, atipikal. Tipe chordoid biasanya disertai dengan penyakit

Castleman (kelainan proliferasi limfoid).

3) Grade III (anaplastik): papiler (jarang dan tersering pada anak-anak),

rhabdoid dan ana-plastik. Grade III ini merupakan meningioma

malignan dengan:
- Angka invasi lokal yang tinggi.

- Rekurensi tinggi.

- Metastasis.

D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT MENINGIOMA

Faktor risiko pada meningioma menurut Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, (2017) yakni:

1) Kelainan genetic (kehilangan kromosom 22 dan neurofibromastosis

tipe 2)

2) Riwayat radiasi kranial

3) Trauma kepala

4) Kanker payudara

E. TERAPI MENINGIOMA

Menurut American Brain Tumour Association, (2017) Tatalaksana terapi

tergantung dari gejala klinis yang timbul, usia, ukuran serta letak dari tumor. Terapi

yang dapat dilakukan yakni:

1) Embolisasi endovascular

2) Pembedahan

3) Radioterapi

4) Kemoteapi
F. HAL-HAL YANG PERLU DIKAJI PADA PASIEN DENGAN

MENINGIOMA

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik bertujuan terutama untuk mengetahui lokasi tumor. Hal yang perlu

dikaji dalam melakukan pemeriksaan fisik:

1) Tanda-tanda vital: Tensi,nadi,respiratory rate dan temperatur

2) Status neurologis: Kuantitas dan kualitas kesadaran, saraf kranial, status

motorik dan sensorik serta autonomik.

3) Pemeriksaan pupil, tajam pengliatan dan lapang pandang.

4) Pemeriksaan lokalis pada kepala dan wajah

2. Pemeriksaan penunjang

pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasiend dengan meningioma

yakni:

1) CT-scan : seaga skrining awal, berguna untuk menggambarkan sifat dan

jenis meningioma, dan luas edema di sekitar tumor

2) MRI : berguna untuk emnggambarkan edema di sekitar tumor,

kompresi saraf kranial, kompresi otak dan pembuluh darah otak

3) Angiografi : tujuannya yakni mengambarkan keterlibatan pembuluh darah

pada massa tumor dan kepentingan embolisasi bila dibutuhkan(Ilmu Bedah

Saraf RSUD Dr. Soetomo, 2020).

G. CRANIOTOMY
1. Definisi

Craniotomy merupakan sebuah prosedur pembedahan pengangkatan

sementara sebagian tengkorak untuk mengekspos otak dan melakukan prosedur

intracranial. Prosedur craniotomy umumnya dilakukan dalam kasus tumor otak,

aneurisma, malformasi arteri-vena, subdural hematoma, intraserebral hematoma,

dan subrural empyema (RJ & O, 2021). Menurut Warnick & Haverbusch, (2013),

craniotomy adalah proses membentuk lubang dengan memotong tulang

tengkorak, yang kemudian diangkat untuk dapat mengakses otak.

2. Patologi dan lokasi craniotomy

Beberapa prosedur craniotomy yang dalam pelaksanaannya tergantung pada

jenis lesi intracranial, pendekatan bedah, dan patologi, tindakan tersebut dapat

dibantu oleh neuronavigation guidance yang menggunakan MRI atau computed

tomographic scans (pemindaian tomografi terkomputasi) untuk menyesuaikan

prosedur dengan ukuran tumor otak menggunakan sayatan sekecil mungkin,

membantu melokalisasi patologi tumor otak dengan lebih tepat dengan

menggabungkan serangkaian titik kraniofasial pada pasien.

Tipe dari craniotomy tergantung nama dari bagian tulang kepala yang akan

dibuka, antara lain tulang frontal, parietal, temporal, dan oksipital. Berdasarkan

lokasi patologi dari tumor otak, craniotomy supratentorial atau infratentorial

dapat digunakan, dimana craniotomy supratentorial, yang merupakan craniotomy


paling tradisional, dapat digunakan dalam menangani aneurisma sirkulasi

anterior, aneurisma arteri ujung basilar, pendekatan bedah ke sinus kavernosus,

tumor yang terletak di lobus frontal dan temporal, dan tumor suprasellar seperti

adenoma hipofisis dan kraniofaringioma. Craniotomy temporal/subtemporal dapat

digunakan untuk tindakan biopsy di lobus temporal, lobektomi temporal, operasi

epilepsy temporal, tumor di lobus temporal, dan membuka akses ke dasar fossa

kranial tengah.

Tujuan dari craniotomy frontal yakni untuk mengakses dasar tengkorak

bagian frontal dan lobus frontal otak, untuk pendekatan ke ventrikel ketiga, atau

tumor di wilayah sellar. Selain itu craniotomy frontal juga berguna untuk

kraniofaringioma, meningioma planum sphenoidale, tumor di lobus frontal, dan

perbaikan fistula cairan serebrospinal bagian anterior. Selain itu, nama dari

craniotomy juga tergantung dari ukuran dan kompleksitas. Apabila ukuran

craniotomy kecil, maka disebut burr holes atau keyhole craniotomies yang

digunakan untuk prosedur invasive yang minimal seperti memasukkan shunt ke

dalam ventrikel untuk drainase cairan cerebrospinal, memasukkan stimulator

untuk terapi Parkinson, memasukkan monitor intracranial pressure (ICP),

drainase gumpalan darah atau stereotactic hematoma aspiration, mengangkat

sedikit sampel dari jaringan abnormal (needle biopsy), emasukkan endoskopi

untuk mengangkat tumor kecil dan aneurisma klip (Warnick & Haverbusch,

2013; RJ & O, 2021).


3. Indikasi dan kontraindikasi prosedur craniotomy

Sebelum dilakukan prosedur craniotomy, akan dilakukan tes darah, ekg,

rontgen dada. Serangkaian tes dilakukan beberapa hari sebelum dilakukan

craniotomy. Kondisi yang umumnya memerlukan tindakan atau prosedur

craniotomy adalah aneurisma otak, malformasi vascular, tumor otak termasuk

meningioma, ependymoma, oligodendroglioma, metastase, glioma baik grade

ringan maupun berat, dan epidermoid, adenoma pituitary, tumor orbital, tumor di

cerebellopontine, abses otak, subdural empyema, hematoma baik di intracerebral,

epidural, maupun subdural. Selain itu juga bertujuan untuk manajemen nyeri

(berupa dekompresi microvascular), lobektomu, operasi epilepsy, dekompresi,

craniosynostosis, benda asing di dalam intracranial, perbaikan kekurangan cairan

cerebrospinal, dan patah tulang tengkorak.

Sedangkan kontraindikasi dari prosedur craniotomy yakni usia lanjut, keadaan

umum buruk, penyakit kardio-pulmonary berat, kolaps sistemik berat seperti

sepsis, kegagalan multiorgan, gangguan perdarahan, perubahan parameter

koagulasi pra-operasi, dan patologi yang dapat diatasi dengan lubang tunggal

(Warnick & Haverbusch, 2013; RJ & O, 2021).

4. Komplikasi

Menurut RJ & O, (2021), komplikasi yang dapat terjadi dalam pelaksanaan

prosedur craniotomy yaitu:

- Kehilangan banyak darah saat pembedahan craniotomy


- Perforasi sinus dural

- Hematoma di intraserebral, epidural, atau subdural

- Laserasi dural dengan craniotome

- Kejang

- Stroke

- Koma

- Kematian

- Hydrocephalus

- Infeksi luka pembedahan

- Osteomyelitis di flap tulang

- Deficit neurologis baru, berhubungan dengan area pembedahan

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas

2. risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

3. resiko infeksi area pembedahan


III. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

No. Diagnosa Outcome Intervensi


1. ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, monitor pernapasan
diharapkan:
jalan napas (00031) 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan
definisi: ketidakmampuan status pernapasan: kepatenan jalan napas kesulitan bernapas
membersihkan sekresi atau tujuan
2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan,
No. Indikator Awal Capaian
obstruksi dari saluran napas 1 2 3 4 5 penggunaan otot bantu napas, dan retraksi
untuk mempertahankan 1. kemampuan pada otot supraclavicular dan intercostal
mengeluarkan
bersihan jalan napas. secret* 3. Monitor ssuara nafas tambahan, saturasi
2. akumulasi sputum** oksigen
Batasan karakteristik: Keterangan*: Keterangan**: 4. Kaji perlunya penyedotan pada jalan nafas
- Tidak ada batuk (ec 1: deviasi berat dari kisaran normal 1: sangat berat dengan auskulrasu syaea bafas ronki di paru
2: deviasi cukup berat dari kisaran normal 2: berat
coma) 5. Pantau hasil pemeriksaan ventilasi mekanik
3: deviasi sedang dari kisaran normal 3: cukup
- Kesulitan verbalisasi 6. Pantau sekresi pernafasan pasien
4: deviasi ringan dari kisaran normal 4: ringan
- Sputum dalam jumlah 7. Pantau secara ketat pasien yang beresiko
5: tidak ada deviasi dari kisaran normal 5: tidak ada
berlebihan tinggi alami gangguan respirasi (pasien
faktor yang berhubungan: respon vesnilasi mekanik: dewasa dengan ventilasi mekanik)
- Sekresi yang tertahan definisi: pertukaran alveolar dan perfusi jaringan secara efektif 8. Catat perubahan saturasi oksigen, volume
yang didukung oleh ventilasi secara mekanik
kondisi terkait: tidal akhir CO2, dan nilai AGD
- Adanya jalan napas tujuan 9. Pantau kemampuan batuk efektif pasien
No. Indikator Awal Capaian
buatan 1 2 3 4 5

1) volume tidal
- infeksi
2) FiO2 memnui
kebutuhan oksigen

3) saturasi oksigen

4) perfusi jaringan
perifer

5) PaO2

6) PaCO2

7) arteri pH

Keterangan*:

1: deviasi berat dari kisaran normal

2: deviasi cukup berat dari kisaran normal

3: deviasi sedang dari kisaran normal

4: deviasi ringan dari kisaran normal

5: tidak ada deviasi dari kisaran normal

2. risiko ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, peningkatan perfui serebral
diharapkan:
perfusi jaringan otak 1. Monitor MAP
definisi: rentan mengalami perfusi jaringan: serebral 2. Monitor status pernapasan
penurunan sirkulasi jaringan No. Indikator Awal tujuan Capaian
3. Monitor tanda-tanda kelebihan cairan
otak yang dapat mengganggu 1 2 3 4 5 (udem, ronkhi, peningkatan sekresi
kesehatan 1) tekanan pulmonar)
intrakranial
kondisi terkait: 4. Monitor intake dan output
2) tekanan darah
- Cedera otak sistolik

- Neoplasma otak 3) tekanan darah


diastolic

4) nilai rata-rata
tekanan darah

5) hasil serebral
angiogram

6) penurnan tingkat
kesadaran**

Keterangan*: Keterangan**:
1: deviasi berat dari kisaran normal 1: berat
2: deviasi cukup besar dari kisaran normal 2: besar
3: deviasi sedang dari kisaran normal 3: sedang
4: deviasi ringan dari kisaran normal 4: ringan
5: tidak ada deviasi dari kisaran normal 5: tidak ada

3. risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, kontrol infeksi
diharapkan:
definisi: rentan terhadap 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah
invasi dan multiplikasi keparahan infeksi digunakan untuk setiap pasien
organisme patogenik yang 2. Ganti peralatan perawatan pe pasien
dapat mengganggu kesehatan tujuan sesuai protocol institusi
No. Indikator Awal Capaian
1 2 3 4 5 3. Batasi jumlah pengunjung
1. kemerahan
faktor risiko: gangguan 4. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci
integritas kulit 2. sputum purulen tangan yang sesuai
3. hipotermia 5. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan
kondisi terkait: prosedur 4. gejala-gejala perawatan pasien
gastrointestinal
invasif 6. Lakukan tindakan pencegahan universal
Keterangan:
7. Memaka sarung tangan sesuai kebijakan
1: berat

2: cukup berat
8. Paka sarung tangan steril dengan tepat
3: sedang 9. Pastikan penggunaan aseptic dari semua
4: ringan saluran IV
5: tidak ada 10. Gunakan kateterisasi intermiten untuk
mengurangi kejadian infeksi kandung
kemih
Sumber: (Butcher et al., 2018; Heather & Kamitsuru, 2018; Moorhead et al., 2018).
IV. DAFTAR PUSTAKA

AA, A., & O, D. J. (n.d.). Meningioma. 2021.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560538/

Aman, R. A., Soernarya, M. F., Andriani, R., Munandar, A., Tadjoedin, H., Susanto,
E., Nuhonni, S. A., & Nasional, K. P. K. (2016). Brain Tumor Management
Guideline. National Cancer Combat Committee, 1–79.
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines.php?id=5

American Association of Neurological Surgeons (AANS). (2021). Brain Tumor.


https://www.aans.org/en/Patients/Neurosurgical-Conditions-and-
Treatments/Brain-Tumors

American Brain Tumour Association. (2017). Meningioma. https://www.abta.org/wp-


content/uploads/2018/03/meningioma-brochure.pdf

Butcher, H. K., Bulechek, G. M., Dotcherman, J. M., & Wagner, C. M. (2018).


Nursing Interventions Classification (NIC) (I. Nurjannah (ed.); 7th ed.).
Mocomedia.

Heather, H. T., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definisi


dan Klasifikasi (B. A. Keliat, H. S. Mediani, & T. Tahlil (eds.); 11th ed.). ECG.

Ilmu Bedah Saraf RSUD Dr. Soetomo. (2020). Panduan Praktik Klinis Meningioma
Intrakranial. https://rsudrsoetomo.jatimprov.go.id/wp-
content/uploads/2021/06/ICD10_D32_Bedah-Saraf_Meningioma-
Intrakranial_v100321.pdf

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Panduan Nasional Pelayanan


Kesehatan Tumor Otak. 92. http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKOtak.pdf

Moorhead, S., Swanson, E., Johnson, M., & Maas, M. L. (2018). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (I. Nurjannah (ed.); 7th ed.). Mocomedia.
Program Pendidikan Spesialis Ilmu Bedah Saraf Universitas Airlangga. (2016).
Modul Onkologi. 2–8.

RJ, F. T., & O, D. J. (2021). Craniotomy. Pubmed.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560922/

Warnick, R., & Haverbusch, M. (2021). Craniotomy. Alruwaili AA, De Jesus O, 1–5.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560538/

Anda mungkin juga menyukai