HIPERTENSI
DISUSUN OLEH:
NIM. C03119062
MENGETAHUI :
TANGGAL 1. TGL
SARAN PERSEPTOR
KLINIK/AKADEMIK
2. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan
perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katup jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20
tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-
data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar
untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
a. Umur (jika umur bertambah maka TD meningkat)
b. Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan)
c. Kebiasaan hidup
d. Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
e. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
f. Kegemukan atau makan berlebihan
g. Stress
h. Merokok
i. Minum alcohol
j. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
1. Ginjal ; Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut dan Tumor.
2. Vascular ; Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli kolestrol,
dan Vaskulitis.
3. Kelainan endokrin ; DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidismed
4. Saraf ; Stroke, Ensepaliti.
5. Obat – obatan ; Kontrasepsi oral, Kortikosteroid
3. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah,
Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis
ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,
2001). Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
5. Pathway
Hipertensi
Vasokontraksi
Risiko Jatuh
Otak Pembuluh Darah Ginjal
Hipervolemia
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Hemoglobin / hematocrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2. BUN: memberikan informasi tentang perfusi ginjal
3. Glukosa
Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat diakibatkan oleh
peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi)
4. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
5. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiovaskuler)
6. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
7. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
8. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
9. Steroid urin
10. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
11. CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopat
12. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
7. Komplikasi
Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam jangka
panjang akan menyebabkan kerusakan arteri dalam tubuh sampai organ yang mendapat
suplai darah dari arteri tersebut. Menurut (wijaya&putri, 2013) Komplikasi hipertensi
dapat terjadi pada organ-organ sebagai berikut :
a. Kerusakan ginjal
Tekanan darah tinggi juga meyebabkan kerusakan ginjal, tekanan darah tinggi dapat
menyebabkan kerusakan sistim penyaringan dalam ginjal akibatnya lambat laun
ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak di butuhkan tubuh yang masuk
melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.
b. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apa bila tidak di obati
resiko terkenak setroke 7 kali lebih besar.
c. Mata
Pada mata hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya rentinopati hipertensi dan
mengakibatkan kebutaan.
d. Gagal jantung
Tekanan darah tinggi dapat menyebakan terjadinya gagal jantung dan penyakit
jantung koroner, pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot
janung akan berkurang elastisitasnya, yang di sebut dekompresi. Akibatnya, jantung
tidak mampu lagi memompa sehingga banyak cairan tertahan di paru maupun
jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau odema , kondisi iini di
sebut gagl jantung (Helmanu & Ulfa 2015).
8. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai
tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, Diet rendah
kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
b. Penurunan berat badan
c. Menghentikan merokok
d. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :
Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda,
berenang dan lain-lain
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-
87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan
berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan
sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perming
2. Edukasi Psikologis
a. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi
ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar
membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
b. Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien
tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
3. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat
bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT
NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT
OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika,
penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat
tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada
pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
1. Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
2. Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
Dosis obat pertama dinaikkan, Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika, beta blocker, Ca
antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
3. Step 3
Alternatif yang bisa ditempuh
Obat ke-2 diganti Ditambah obat ke-3 jenis lain
4. Step 4
Alternatif pemberian obatnya, Ditambah obat ke-3 dan ke-4
Re-evaluasi dan konsultasi, Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan
komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter )
dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.
Hipertensi
Vasokontraksi
Risiko Jatuh
Otak Pembuluh Darah Ginjal
Hipervolemia
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme pembuluh darah serebral dibuktikan dengan
klien mengeluh nyeri kepala
b. Resiko Penurunan curah jantung dibuktikan dengan perubahan preload
c. Hipervolemia berbungan dengan gangguan aliran balik vena dibuktikan dengan klien
tampak edema ekstremitas bawah
d. Gangguan pola tidur kurangnya kontrol tidur dibuktikan dengan klien mengeluh sulit
tidur
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan klien
mengeluh lelah
f. Risiko jatuh dibuktikan dengan gangguan penglihatan
4. Intervensi keperawatan
Diagnosa Keperawatan
No Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi pereda
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan tehnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik
2. Resiko penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan jantung
jantung berhubungan tindakan 3x24 jam Observasi
dengan perubahan diharapkan 1. Identifiksi tanda dan gejala
afterload penurunan curah primer penurunan curah
jantung meningkat jantung
Gejala dan tanda mayor : dengna kriteria hasil : 2. Identifikasi tanda dan gejala
Subjektif 1. Kekuatan nadi sekunder penurunan curah
1. Palpitasi perifer meningkat jantung
2. lelah 2. Palpitasi menurun 3. Monitor tekanan darah
3. Dispnea 3. Bradikardia 4. Monitor intake dan output
4. Batuk menurun 5. Monitor saturasi oksigen
Objektif 4. Gambaran EKG 6. Monitor keluhan nyeri dada
1. Bradikardia / arimia menurun 7. Monitor EKG 2 sadapan
takipkardia 5. Lelah menurun 8. Monitor aritmia
2. Gambaran EKG 6. Edema menurun
aritmia atau gangguan 7. Distensi vena Teraputik
konduksi jugularis menurun 1. Posisikan pasien semifowler
3. Edema 8. Dispnea menurun atau fowler dengan kaki ke
4. Distensi vena 9. Tekanan darah bawah atau posisi nyaman
jugularis Berat badan 2. Berikan diet jantung yang
5. Tekanan darah membaik sesuai
meningkat/menurun 3. Fasilitasi pasien dan keluarga
6. Capillary refill time untuk memodifikasi gaya
>3 detik hidup sehat
4. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen > 94%
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik
secara toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
harian
Kolaborasi
5. Kolaborasikan pemberian
antiaritmia
3. Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen hipervolemia
berhubungan dengan tindakan 3x24 jam Obsevasi
gangguan aliran balik diharapkan 1. Periksa tanda dan gejala
vena Hipervolemia hipervolemia
Gejala dan tanda mayor membaik dengan 2. Identifikasi penyebab
Subyektif kriteria hasil : hipervolemia
1. Ortopnea 1. Output urine 3. Monitor status
2. Dispnea meningkat hemodinamik
3. Paroxysmal nocturnal 2. Dispnea menurun 4. Monitor intake dan output
dyspnea (PND) 3. Frekuensi nadi cairan
membaik 5. Monitor tanda
Objektif 4. Tekanan darah hemokonsentrasi
1. Edema anasarka membaik 6. Monitor tanda peningkatan
dan/atau edema perifer 5. Tekanan nadi tekanan onkotik plasma
2. Berat badan meningkat membaik 7. Monitor kecepatan infuse
dalam waktu singkat 6. Turgor kulit secara ketat
3. Jugular venous membaik 8. Monitor efek samping
pressure (JVP) diuretik
dan/atau Centa Venous Terapeutik
Pressure (CVP) 9. Timbang berat badansetiap
meningkat hari pada waktu yang sama
4. Reflex hepatojugularis 10. Batasi asupan cairan dan
positif garam
Tanda dan gejala Minor 11. Tinggikan kepala tempat
Subyektif tidur 30-40°
(tidak tersedia) Edukasi
Objektif 12. Anjurkan melapor jika
1. Distensi vena jugularis haluaran urin <0,5
2. Terdengar suara nafas mL/kg/jam dalam 6 jam
tambahan 13. Anjurkan melapor jika BB
3. Hepatomegali bertambah > 1kg dalam
4. Kadar Hb/Ht turun sehari
5. Oliguria 14. Ajarkan cara mengukur dan
6. Intake lebih dari mencatat asupan dan
banyak dari output haluaran cairan
7. Kongesti paru 15. Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian
diuretik
17. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretic
18. Kolaborasi pemberian
continuous renal
replacement therapy
(CRRT)
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan.
Andra, S., W, &Yessie, M.P (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh. Jakarta: EGC..
Bararah Taqiyyah & Jauhar Mohammad. Asuhan Keperawatan Jilid 1. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Brunner &Suddarth. 2015. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.
Hawaks, J, H & Black, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Buku 2. Singapore:
ELSAVIER.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI
Suzanne dan Brenda G. Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Volume 3.
EGC : Jakarta