Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MK: TINDAK PIDANA KORUPSI

NAMA: M HAIKAL NUGRAHA


NIM: 201020518048

1. Membuat analisa perkembangan pengaturan Tipikor di Indonesia?

Jawaban:

Perkembangan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tindak

pidana korupsi dikategorikan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu

Pertama, tindak pidana korupsi yang diambil dari dalam KUHP meliputi: tindak

pidana suap, tindak pidana penggelapan, tindak pidana pemerasan, dan tindak

pidana berkenaan dengan pemborongan atau rekanan, tindak pidana berkaitan

dengan peradilan, tindak pidana melampaui batas kekuasaan, dan tindak pidana

pemberatan sanksi. Hal-hal tersebut termuat dalam Pasal 209, Pasal 210, Pasal

387, Pasal 288, Pasal 415, Pasal 416, Pasal 417, Pasal 418, Pasal 419, Pasal 420,

Pasal 423, Pasal 424, dan Pasal 435 KUHP.

Kedua, tindak pidana korupsi di luar KUHP meliputi, Peraturan Pemberantasan

Korupsi Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat Nomor

Prt/Peperpu/013/1958 yang ditetapkan pada tanggal 16 April dan disiarkan di

BN Nomor 40 Tahun 1958. Peraturan ini diberlakukan pula bagi penduduk

dalam wilayah kekuasaan angkatan laut melalui Surat Keputusan Kepala Staf

Angkatan Laut Nomor Z/1/1/7, tanggal 17 April 1958 (BN No.42 Tahun 1958).

Kemudian peraturan tersebut diganti dengan Peraturan Pemerintah Penganti

Undang-Undang (PERPPU) Nomor 24 Tahun 1960 Tentang Pengusutan,


Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan beberapa

pertimbangan maka diadakan penyempurnaan dengan menganti undang-undang

tersebut dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi. Namun demikian, tindak pidana korupsi tidak kunjung

mereda bahkan dengan peningkatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

(iptek), modus operandi penyimpangan keuangan negara semakin canggih dan

rumit sehingga Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dirasakan tidak efektif

lagi sehingga diberlakukan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diharapkan mampu memenuhi dan

mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka

mencegah dan memberantas secara lebih efektif setiap bentuk tindak pidana

korupsi. Mengingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas

sehingga tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, tetapi juga telah

melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga harus

diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka

pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa. Dengan

demikian, pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan dengan cara

yang khusus, antara lain penerapan sistem pembalikan beban pembuktian atau

sering juga disebut dengan istilah pembuktian terbalik. Kemudian Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 diubah dengan Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001 yang bertujuan untuk lebih menjamin kepastian hukum,

menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan

terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan yang adil
dalam memberantas tindak pidana korupsi, maka Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001 inilah yang berlaku sampai saat ini.

2. Terangkan makna unsur melawan hukum formil dan materil dalam UU Korupsi?

Jawaban:

Makna unsur melawan hukum formil dan materil dalam peraturan perundang-

undangan korupsi,yaitu:

1) Peraturan Militer Nomor 6 Tahun 1957 mengenal melawan hukum

sebagai unsur tindak pidana korupsi.

Dalam peraturan tersebut hanya menyebutkan perbuatan dalam rumusan

korupsi, tanpa sifat melawan hukum atau kejahatan atau pelanggaran,

perbuatan melawan hukum digambarkan dalam tiap perbuatan untuk

kepentingan diri sendiri. Orang lain atau suatu badan.

2) Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat Kepala Staf

Angkatan Darat Nomor Prt/Peperpu/013/1958, melawan hukum

dirumuskan sebagai korupsi bentuk lainnnya. Dalam peraturan tersebut

disebutkan Perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau

orang lain atau suatu badan dan perbuatan melawan hukum dengan

menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.

3) Perppu Nomor 24 Tahun 1960 Tentang Pengusutan, Penuntutan, dan

Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, tidak menyebutkan unsur melawan

hukum, tetapi menggunakan unsur kejahatan atau pelanggaran yang

terkandung dalam unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau

suatu badan; lansung atau tidak langsung merugikan keuangan negara;

menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.


4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, unsur melawan hukum kembali dipertegas sebagai

sarana memperkaya diri sendiri.

5) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001, unsur melawan hukum disebutkan secara jelas.

3. Terangkan pula makna Putusan MK Nomor 003/PUU-IV/2006 tanggal 26 juli

2006 yang menyatakan bahwa pengertian melawan hukum formil maupun

materiil, seperti penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 telah bertentangan dengan

UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan mengikat?

Jawaban:

Makna pengertian melawan hukum formil maupun materiil, meski melawan

hukum menjadi unsur dalam delik Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, unsur ini

sesungguhnya bukan merupakan bestanddeel delict (delik inti), melainkan hanya

menjadi sarana bagi perbuatan yang dilarang yaitu memperkaya diri sendiri atau

orang lain atau suatu badan/korporasi. Makna unsur melawan hukum formil dan

materil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan

perundang-undangan namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena

tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma hukum kehidupan social

dalam masyarakat tersebut dapat dipidana. Unsur melawan hukum formil dan

materil dalam UU Korupsi yaitu melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri

atau orang lain atau suatu badan, merugikan keuangan negara dan

menyalahgunakan jabatan atau kedudukan. Sehingga menurut penulis, unsur


melawan hukum formil maupun materiil dalam peraturan perundang-undangan

yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi memiliki pengertian yang luas.

Analisa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006, yaitu

Pertama, terdapat kekeliruan dalam memahami bestanddeel delict (delik inti)

dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2001; Kedua, kekeliruan Mahkamah Konstitusi dalam

mengartikan wederchtelijk heid adalah berbeda dengan onrechtmatige daad, dan

Ketiga, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006 yang

menyatakan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 bertentangan dengan UUD 1945 dan

tidak mempunyai kekuatan mengikat sesungguhnya telah menimbulkan

kekaburan makna melawan hukum.

***SELESAI***

Anda mungkin juga menyukai