Anda di halaman 1dari 10

1. Gambaran bantuan sosial.

Bantuan Sosial adalah pencegahan


terjadinya resiko sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi,
dan kesejahteraan masyarakat. Resiko sosial yang dimaksud
adalah kerentanan yang akan ditanggung individu ataupun,
kelompok sebagai dampak dari krisis soial, ekonomi, politik,
bencana alam dan fenomena alam

Realisasi anggaran bantuan sosial sebagai berikut : Dalam


upaya mengendalikan kenaikan angka kemiskinan, akibat
pandemi Covid19, pemerintah mengalokasikan dana APBN
Tahun 2020, untuk program Bantuan Sosial di Kementerian
Sosial, sejumlah Rp. 60,4 Trilyun yang terdiri dari Program
Keluarga Harapan (PKH) dan Program Sembako (Bantuan
Pangan Non Tunai). (ref. Lampiran I/1-2). Jumlah itupun, di
akhir tahun 2020, diperkirakan akan ditambah lagi sebagai
akibat makin banyaknya masyarakat yang dampak oleh
pandemi covid 19. Ironisnya, pada 6 Desember 2020, Komisi
Pemberantasan Korupsi menetapkan JPB, Menteri Sosial RI,
sebagai tersangka penyalahgunaan sebagian dana Bantuan
Sosial tersebut. Terlampir pula (Lampiran II/1-2, III/1-1, dan
IV/1-1) beberapa berita yang dikutip dari Koran Tempo, tanggal
8 Desember 2020, terkait dengan penyalahgunaan anggaran
Program Sembako (Bantuan Pangan Non Tunai).

Pelayahgunaan penggunaan belanja sosial. Modus


pelaksanaannya dengan melakukan pembengkakan anggaran,
lalu bekerja sama dengan perusahaan yang akan ikut dalam
tender pengadaan barang and jasa. Lalu para petinggi yang
menggunakan anggaran akan mangatur alur peredaran dana
hasil anggaran tersebut.
2. Konsep dan Teori

2.1 pengertian bantuan sosial


UU no 11 tahun 2009 mengenai kesejahteraan Sosial dijelaskan
bahwa Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Indonesia dan memajukan kesejahteraan
sosial serta melindungi masyarakta dari resiko resiko sosial
yang mungkin timbul. Untuk melaksanakan hal hal tersebut,
negara menggunakan APBNyang ditujukan dengan tujuan jelas.
Khusus untuk penjaminan Kesejahteraan dan perlindungan
terhadap resiko sosial, pemerintah memiliki satu pos yang
dinamakan bantuan sosial (bansos) di dalam APBN.

2.2 Penyebab peningkatan anggaran


Pengalokasian bansos dalam APBN cenderung meningkat dari
tahun ke tahundari tahun 2011 s.d 2015 rata-rata pengalokasian
belanja bansos sebesar Rp89.988,2 miliar atau 14,3persen dari
rata-rata pagu 2011 s.d 2015 sebesar Rp630.405,6 miliar.
Dengan ditetapkannya Surat Dirjen Perbendaharaan, Surat
Menteri Keuangan, dan dikuatkan dengan PMK 168/2015 terjadi
perbaikan dalam perencanaan dan pengalokasian bansos
dimana alokasi bansos Pagu Himpunan TA 2016 turun menjadi
sebesar Rp74.635,22 miliar dan kemudian alokasi belanja
bansos Pagu Keppres TA 2016 menjadi sebesar Rp50.436,8
miliar

2.3 Dampak pemberian subsidi dalam bentuk barang


Subsidi dalam bentuk barang memiliki dampak mengurangi
biaya produksi yang lalu akan menurunnkan harga pasaran
barang tersebut.

Penurunan harga akan menguntungkan konsumen. Jumlah


subsidi akan ditentukan elastisitas permintaan dan penawaran,
serta struktur pasar. oleh Sebagai suatu tempat atau proses
interaksi antara permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual)
dari suatu barang/jasa tertentu, pasar dapat menetapkan harga
keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang diperdagangkan.
Dalam konteks ini, tingkah laku perusahaan (penjual) dan
pembeli banyak ditentukan oleh struktur pasar dimana proses
interaksi tersebut terjadi.

Analisa ekonomi membedakan struktur pasar atas dua jenis


pasar ekstrim yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar
monopoli, serta diantara kedua jenis pasar ekstrim tersebut
terdapat pasar monopolistis dan pasar ologipoli. Pasar
persaingan sempurna merupakan struktur pasar yang ideal
karena dianggap sistem pasar ini akan menjamin terwujudnya
kegiatan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang
sangat tinggi efisiensinya dibandingkan dengan struktur pasar
yang lain. Karena sifatnya menguntungkan bagi penjual
pembeli, seringkali para ekonom mengharapkan terciptanya
pasar persaingan sempurna.Namun demikian, syarat-syarat
yang harus dipenuhi bagi terbentuknya pasar persaingan
sempurna relatif sulit terwujud dalam dunia nyata.Hal ini
menyebabkan sulitnya menguji berbagai teori ekonomi yang
terkait dengan pasar persaingan sempurna ini.
2.4 Surat Dirjen Perbendaharaan Nomor S-8245/PB/2014 tanggal
28 November 2014 Hal Jenis Belanja untuk Kegiatan Bantuan
Kementerian Agama terkait dengan Tugas dan Fungsi kepada
Mitra Kerja Kementerian Agama, meliputi penataan bansos
dalam 4 (empat) kelompok yaitu Beasiswa/Beasisma
Mahasiswa Miskin (BSM), Tunjangan,Operasional
Lembaga/Administrasi, dan Pengadaan Fisik pada seluruh Unit
Eselon I.

3. Penatausahaan
Untuk melaksanakan penyaluran Bantuan Pemerintah pada K/L
yang tertib, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel maka
Kementerian Keuangan mengatur ketentuan pelaksanaan
Anggaran Bantuan Pemerintah yang tidak termasuk dalam kriteria
bansos dalam PMK Nomor 168/PMK.05/2015. Yang dimaksud
dengan Bantuan Pemerintah adalah bantuan yang tidak memenuhi
kriteria bansos yang diberikan oleh Pemerintah kepada
perseorangan, kelompok masyarakat atau lembaga
pemerintah/nonpemerintah.
4. Pembahansan atas bansos
Program Sembako merupakan transformasi program Bantuan
Pangan Non Tunai (BPNT). Sebelumnya program ini
bertransformasi berulang kali, dari Program Operasi Pasar Khusus
(OPK), Beras untuk Masyarakat Miskin (Raskin), Beras untuk
Keluarga Sejahtera (Rastra) dan BPNT, dengan perubahan
mekanisme penyaluran bantuan yang tidak lagi berbentuk beras
namun menjadi dana bantuan yang disalurkan langsung ke rekening
KPM. Dana ini kemudian harus ditukarkan dengan telur dan beras di
agen yang sudah ditetapkan. Pada 2020, program BPNT berubah
menjadi Program Sembako.
Dana bantuan yang diberikan dalam Program Sembako, tidak hanya
dapat dibelanjakan untuk beras dan telur saja, namun juga untuk
sumber karbohidrat, protein dan vitamin lainnya seperti jagung,
daging ayam, daging sapi, kacang-kacangan, sayur atau buah yang
dapat diperoleh di pasar lokal.Kebijakan stimulus fiskal yang telah
diputuskan, memberikan instrumen baru bagi pemerintah untuk
meminimalkan dampak sosial ekonomi Covid-19 pada tingkat rumah
tangga. Melalui perluasan kepesertaan Program Sembako
pemerintah berupaya untuk menurunkan beban pengeluaran rumah
tangga, khususnya untuk memenuhi kebutuhan pangan bergizi.
Namun demikian, untuk memaksimalkan peran program, beberapa
perbaikan diperlukan, yang didasarkan pada pengalaman
pelaksanaan BPNT yang dimulai sejak 2017.

Berdasarkan hasil analisis Susenas 2019, selama


pelaksanaan pada 2019 harga beras yang dibeli keluarga penerima
manfaat BPNT rata-rata 10 persen lebih mahal dari beras kualitas
premium dan 12 persen lebih mahal dari beras kualitas medium.
Angka tersebut setara dengan 0,09 kilogram beras pada kualitas
premium dan 0,12 kilogram beras pada kualitas medium. Dengan
kata lain, setiap pembelian beras sebanyak 1 kilogram oleh KPM
program BPNT setara dengan pembelian 1,09 kilogram beras
premium atau 1,12 kilogram beras medium pada harga pasar.

Guna memaksimalkan peran Program Sembako pada masa


pandemi Covid-19, pelaksana program perlu memastikan KPM
dapat membeli kebutuhan pangan pada harga rata-rata yang berlaku
di pasar. Sehingga, KPM dapat menerima kuantitas pangan yang
lebih banyak dibandingkan dengan saat pelaksanaan BPNT.
Hal ini penting bagi KPM mengingat pandemi Covid-19 ini
berimplikasi pada hilangnya pendapatan sebagian penduduk.
Sebagai respons dalam menghadapi wabah Covid-19 mulai Maret
2020 indeks manfaat program sembako yang sebelumnya
Rp150.000/KPM/bulan berubah menjadi Rp200.000/KPM/bulan.
Dengan kenaikan manfaat ini, KPM memiliki kesempatan untuk
memperoleh tambahan komoditas pangan yang dapat dikonsumsi.
KPM yang sudah memiliki KKS dapat langsung memanfaatkan
bantuan yang diberikan. Selain waktu pelaksanaan yang mulai
sesuai dengan yang telah ditetapkan, yaitu tanggal 10 setiap bulan,
jenis pangan yang dimanfaatkan juga makin bervariasi. Saat ini,
KPM tidak hanya memanfaatkan bantuan untuk membeli beras dan
telur, namun juga untuk bahan pangan lain seperti daging ayam,
ikan, sayur mayur atau buah.

Berbagai strategi dilakukan oleh e-warong untuk mengantisipasi


pemanfaatan pangan segar, mulai dari membuka pesanan sebelum
tanggal penyaluran, maupun melalui pembuatan kesepakatan
dengan KPM mengenai jenis bahan yang diinginkan untuk
penyaluran berikutnya. Namun, dari hasil koordinasi dengan
beberapa wilayah pelaksanaan, masih ditemukan adanya
pembuatan paket bahan pangan yang dilakukan oleh e-warong,
dengan alasan kemudahan transaksi dan untuk memastikan semua
bahan pangan -terutama pangan segar- dapat habis, sehingga
tidak membutuhkan tempat penyimpanan khusus.

Kesimpulan

Dari sisi koefisien keragaman pada kondisi barang subsidi dan


barang non-subsidi baik pada sistem transaksi double
actionataupun desentralisasimenunjukkan keragaman harga yang
lebih rendah pada pasar monopoli dibandingkan pasar pasar
persaingan sempurna. Meskipun demikian, tidak terdapat pola
perbedaan koefisien keragaman yang jelas antar sistem transaksi.
Secara umum pasar monopoli dengan barang subsidi memiliki
tingkat efisiensi pasar yang lebih baik dibandingkan pasar
persaingan sempurna baik dengan subsidi
maupun tanpa subsidi.
SPKN

1. Resume mengenai standar umum untuk melaksanakan


Pemeriksaan Keuangan, pemeriksaan Kinerja dan PDTT
mengatur 9 hal :
 Etika : Anggota BPK dan Pemeriksa wajib bekerja
sesuai etika karena prinsip prinsip etika dalam
pemeriksaan adalah elemen penting dalam nilai nilai
akuntabilitas dan salah satu variabel untuk menentuka
tingkat kepercayaan publik pada BPK dan Pemeriksa
dalam melaksanakan pemeriksaan.
 Independensi, Integritas, dan Profesionalisme.
Anggota BPK dan Pemeriksaan wajib mematuhi nilai
nilai dasar BPK yakni independensi, integritas, dan
profesionalisme.
Seorang Pemeriksa harus menguasai kemahiran
professional dengan baik dan benar, dan harus
menggunakan skeptisismem professional, dan
pertimbangan professional di seluruh proses
pemeriksaan.
1. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan
 Perencanaan : BPK diharuskan merencanakan
rencana strategos untuk melaksanakan tugas
pemeriksaan dan harapan pemangku kepentingan.
 Perolehan bukti : pemeriksa harus melakkukan
berbagai hal untuk mendapatkan bukti yang cukup
dan tepat. Pemeriksaan juga harus prosedur
pemeriksaan bila bukti pemeriksaan tidak konsisten
atau pemeriksa ragu akan bukti yang didapat.
 Pengembangan temuann : apabila terjadi kejanggalan
antara kondisi dan kriteria bukti maka pemeriksa
harus melakukan pengembangan tujuan dan
pemeriksa. Apabila indikasi awal kecurangan
ditemukan, pemeriksa harus mengatasi indikasi awal
kecurangan tersebut sesuai aturan.
 Supervise : pemeriksa harus diawasi dengan baik.
3. Standar Pelaporan Pemeriksaan
 Opini BPK : menurut BPK laporan keuangan tersaji
secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi
keuangan Pemerintah/kementruan/lembaga/badan yang
terkait tanggal 31 desember 20xx, dan pelaksanaan
anggaran, perubahan saldo anggaran lebih, operasional,
arus kas, serta perubahan ekuitas untuk tahun yang
berakhir pada tanggal tersebut, sesuai dengan dasar
akuntansi.
 Tanggung jawab pemerintah :
pemerintah/kementerian/lembaga/ badan…. Wajib
bertajung jawab atas penyusunan dan penyajian wajar
laporan keuangan sesuai standar Akuntansi
Pemerintahan dan pengendalian intern yang memadai
untuk menyusun laporan keuangan yang bebas dari
berbagai kesalahan seperti kesalahn penyajian material.
 Tanggung jawab BPK
Tanggung jawab BPK adalah untuk menyatakan suatu
opini atas laporan keuangan berdasarkan pemeriksaan
BPK. BPK melaksanakan pemeriksaan berdasarkan
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Standar
tersebut mengharuskan BPK mematuhi kode etik BPK,
serta merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan
untuk memperoleh keyakinan yang memadai apakah
laporan keuangan tersebut bebas dari kesalahan
penyajian material.
BPK yakin bahwa bukti pemeriksaan yang telah
diperoleh adalah cukup dan tepat, sebagai dasar untuk
menyatakan opini BPK.

Anda mungkin juga menyukai