326-Article Text-850-1-10-20170814
326-Article Text-850-1-10-20170814
2 / Desember 2016
Abstract
Bandung City with high population growth, have relevance to the availability of space or land. The population
continues to increase with a variety of activities demanding the government to take part in providing land or space.
Bandung Regional Regulation No. 18 of 2011 was a step Bandung to address issues of spatial planning in Bandung.
Various problems related to spatial planning in the city of Bandung is rife that the purpose of this study was to explore
how the implementation of spatial planning policy in the city of Bandung.This study used descriptive qualitative
method. This method is used to dig more sharp and accurate information regarding the imp lementation of spatial
planning policy in the city of Bandung. Data were collected through literature study, observation, interviews. The next
step is the technique of triangulation of data and data analysis.The results showed that the implementation of sp atial
planning policy in the city of Bandung, has been running pretty well. However, it is still experiencing various barriers
to the availability of human resources policy implementation both in quality and quantity of infrastructure in the
arrangement and control of space violation. It is therefore necessary coordination among related local government
offices in order to realize spatial Bandung orderly, safe and comfortable.
Abstrak
Kota Bandung dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, memiliki relevansi dengan ketersediaan ruang atau
lahan. Jumlah penduduk yang terus meningkat dengan beragam aktiv itasnya menuntut pemerint ah untuk turut
meyediakan lahan atau ruang. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomo r 18 Tahun 2011 merupakan langkah Kota
Bandung untuk menyikapi masalah tata ruang di Kota Bandung. Berbagai permasalahan terkait penataan ruang di Kota
Bandung marak terjadi sehingga tujuan penelitian in i adalah untuk menggali bagaimana imp lementa si kebijakan
penataan ruang di Kota Bandung.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode ini digunakan untuk
lebih menggali informasi yang tajam dan akurat terkait implementasi kebijakan penataan ruang di Kota Bandung. Data
diku mpulkan melalui studi pustaka, observasi, wawancara. Langkah selanjutnya adalah teknik triangulasi data dan
analisis data.Hasil penelitian menunjukkan bahwa imp lementasi kebijakan penataan ruang di Kota Bandung, sudah
berjalan dengan cukup baik. Namun, masih mengalami berbagai hambatan terkait ketersediaan SDM pelaksana
kebijakan baik secara kualitas maupun kuantitas, sarana prasarana dalam penataan dan penertiban pelanggaran ruang.
Oleh karena itu diperlukan koordinasi antar SKPD terkait guna mewujud kan tata rua ng Kota Bandung yang tertib, aman
dan nyaman.
101
JIPSi Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi
Volume VI No. 2/Desember 2016
102
Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi
Volume VI No. 2/Desember 2016 JIPSi
Keempat, daya dukung dan daya 1.2 Rumusan Masalah
tampung Kota Bandung terhadap jumlah Beranjak dari uraian pada latar belakang
penduduk yaitu 3 juta 4 . Sementara itu menurut
masalah di atas, maka penulis merumuskan
data dari Badan Pusat Statistik 2012, Kota permasalahan sebagai berikut:Bagaimana
Bandung pada tahun 2018 jumlah
implementasi kebijakan penataan ruang di
penduduknya akan mencapai 2,5 juta jiwa 5 . Kota Bandung?
Melihat prediksi jumlah penduduk Kota
Bandung di tahun 2018 ini hampir mencapai 2. Kajian Pustaka
batas maksimum daya tampung dari Kota. 2.1 Implementasi Kebijakan dan Model
Padahal di sisi lain lahan tidak bertambah. Implementasi Kebijakan
Disinilah Pemerintah perlu memiliki
komitmen untuk melakukan penataan ruang Implementasi kebijakan merupakan
dengan optimal dan menjadikan kebijakan aktivitas yang dilakukan setelah formulasi
penataan ruang ini sebagai acuan dalam kebijakan. Implementasi kebijakan pada
melakukan pembangunan. hakikatnya adalah pelaksanaan kebijakan,
dimana implementasi kebijakan ini merupakan
Berdasarkan beberapa permasalahan kegiatan praktis. Hal ini sejalan dengan apa
yang telah diuraikan di atas, penulis melihat
yang dikatakan oleh Dunn (1981:60) bahwa:
bahwa penelitian tentang tata ruang ini “policy implementation includes the execution
menarik untuk diteliti. Beberapa penelitian
and steering of law action over time. Policy
sejenis terkait dengan yang penulis lakukan implementation is essentially a practical
adalah dari Sumaryana (2012) yang meneliti activity, as distinguished from policy
tentang Pengaruh Lingkungan Sosial Terhadap formulation, which is essentially theoretical”
Efektivitas Implementasi Kebijakan Rencana
Tata Ruang Wilayah Di Kota Bandung (Studi Sementara itu Mazmanian & Sabatier
Mengenai Pemanfaatan Ruang Di Wilayah menekankan bahwa implementasi kebijakaan
Bandung Utara). Penelitian ini memiliki berkenaan dengan kegiatan mengidentifikasi
persamaan terkait dengan penataan ruang. masalah yang ingin diatasi serta menyebutkan
Perbedaan penelitian ini adalah terletak pada secara eksplisit tujuan atau tujuan yang akan
metode yang digunakan serta lokus dicapai, dan berbagai cara untuk
penelitiannya hanya di Wilayah Bandung menstrukturkan atau mengatur proses
Utara saja. Di sisi lain penelitian ini terlihat implementasi seperti yang dikatakan oleh
ingin mengetahui pula adanya pengaruh dari Mazmanian dan Sabatier
lingkungan sosial terhadap efektif tidaknya (1983:4)“Implementation of the basic policy
implementasi kebijakan RTRW di Kota decision, usually in the form of laws, but can
Bandung.Penelitian lainnya dilakukan oleh also form commandments or the decision
Achdiat (2013), dengan judul penelitian important executive or judicial bodies or
Pengaruh Implementasi Kebijakan Penataan decision. Typically, this decision identifies the
Ruang Terhadap Efektivitas Pemanfaatan problem you want addressed, explicitly
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Di mention the purpose or objectives to be
Kota Cimahi. Persamaan penelitian ini dengan achieved, and various ways to structure or
yang dilakukan oleh penulis adalah terletak organize the implementation process”.
pada obyek yang diteliti, namun perbedaannya Sejalan dengan hal tersebut maka
adalah metode yang digunakan serta lokus dari pelaksanaan kebijakan mencakup tindakan
penelitian. yang dilakukan baik oleh individu, publik dan
swasta (atau kelompok) yang diarahkan pada
pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam
keputusan kebijakan sebelumnya, seperti yang
4
Materi tekn is RTRW Kota Bandung tahun 2011-2031 dikatakan oleh Van Meter dan Van Horn
5
BPS Kota Bandung tahun 2012
103
JIPSi Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi
Volume VI No. 2/Desember 2016
Gambar 2.1
A Model of Policy Implementation Process
Interorganizational
communication and
enforcement
activities
Standards and
objectives
Performance
Characteristics of
Policy
the implementing
agencies The disposition of
implementation
Resources
Economic, Social,
and political
conditions
Disamping Van Meter dan Van Horn, program into effect. Three activities,
Grindle mengemukakan bahwa ada dua inparticular are significant:
kelompok faktor utama yang berpengaruh (1). Organization :the establishment or
terhadap keberhasilan implementasi kebijakan rearrangement of resources, units, and
yaitu: “variabel isi kebijakan (content of methods for putting a program into
policy) dan variabel konteks kebijakan effect.
(context of policy)” (Grindle, 1980:9-10). (2). Interpretation : the translation of
Pandangan implementasi kebijakan program language (often contained in
dikemukakan pula oleh Ripley dan Franklin a statute) into acceptable and
(1986 : 5) sebagai berikut: Implementation is feasibleplans and directives
that set of activities directed to word putting a
104
Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi
Volume VI No. 2/Desember 2016 JIPSi
(3). Applications:the routine provision of mengarahkan program ke dalam rencana-
services, payments, or other agreed rencana yang dapat diterima dan layak.
upon program objectives or Aplikasi, berkaitan dengan penyediaan rutin
instruments. layanan, pembayaran, atau lainnya yang telah
Pendapat Ripley dan Franklin di atas ditentukan dalam tujuan program. Sementara
menekankan bahwa implementasi kebijakan itu menurut Edward III (1980:10),
merupakan serangkaian aktivitas untuk implementasi kebijakan akan berhasil apabila
mencapai tujuan. Ada tiga aktivitas atau memperhatikan faktor-faktor :
kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai (1). Communication (komunikasi)
tujuan, yaitu organisasi, interpretasi dan (2). Resources (sumber daya)
aplikasi. (3). Disposition (disposisi atau sikap pelaksana)
Organisasi, berkaitan dengan (4). Bureaucratic Structure (struktur birokrasi)
kemampuan dalam mengatur dan menentukan Keempat faktor ini saling berkaitan dan
sumber daya, unit pelaksana, dan metode terintegrasi satu sama lainnya tidak dapat
untuk melaksanakan program ke arah dampak dipisahkan saling mempengaruhi, seperti
yang diinginkan. Interpretasi, be rk e naa n terlihat pada gambar berikut ini:
de nga n langkah organisasi untuk
Gambar 1
Direct and Indirect Impacts on Implementation
Communication
Resources
Implementation
Disposition
Bureaucratic
Structure
Sumber: (Edward III, 1980:148)
Beranjak dari gambar di atas terlihat balik dengan komunikasi, sumber daya dan
bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi struktur birokrasi . Struktur birokrasi akan
keberhasilan implementasi kebijakan. dipengaruhi dan memiliki hubungan timbal
Keempat faktor tersebut saling berkaitan satu balik dengan komunikasi, sumber daya dan
sama lainnya. Komunikasi akan dipengaruhi disposisi.
dan memiliki hubungan timbal balik dengan
sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. 2.2 Penataan Ruang
Sumber daya akan dipengaruhi dan memiliki Perencanaan tata ruang kota, menurut
hubungan timbal balik dengan komunikasi, Catanese dan Snyder (1988:236), Budihardjo
disposisi dan struktur birokrasi. Disposisi akan dan Sujarto(1999:209) : perencanaan tata
dipengaruhi dan memiliki hubungan timbal ruang kota lebih menekankan pada aspek
105
JIPSi Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi
Volume VI No. 2/Desember 2016
106
Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi
Volume VI No. 2/Desember 2016 JIPSi
consistency. 8 Transmisi kebijakan berkaitan Konsistensi dalam implementasi
dengan cara penyampaian informasi kebijakan, kebijakan pun menurut hasil penelitian bahwa
clarity berkaitan dengan kejelasan kebijakan, pada dasarnya Pemkot Bandung telah
serta consistency berkaitan dengan tingkat berupaya untuk melaksanakan apa yang
konsistensi dari kebijakan. Untuk lebih diamanatkan dalam Perda tersebut. Namun,
jelasnya dimensi komunikasi dalam masih saja terjadi pelanggaran-pelanggaran
implementasi kebijakan penataan ruang di dalam penataan ruang, dimana ada beberapa
Kota Bandung akan penulis paparkan sebagai masalah alih fungsi lahan karena perilaku
berikut:Transmisi atau penyampaian informasi oknum dan kepedulian masyarakat yang masih
terkait kebijakan penataan ruang ini, menurut kurang.
hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi, Dengan demikian, implementasi
Pemerintah Kota Bandung sudah kebijakan penataan ruang ditinjau dari
menyampaikan informasi tentang rencana tata komunikasi pada hakikatnya Pemkot Bandung
ruang wilayah di Kota Bandung. Pemkot telah melakukan sosialisasi tentang rencana
Bandung dalam hal ini diwakili oleh Distarcip tata ruang kota kepada masyarakat namun
melakukan sosialisasi kepada masyarakat baik masih ditemui kendala dari sisi konsistensi
perorangan ataupun kelompok, agar informasi yang diberikan serta partisipasi
masyarakat mengetahui tentang peruntukkan masyarakat.
ruang yang ada di Kota Bandung. Sehingga,
tatkala mengajukan perizinan untuk 4.2 Sumber Daya
mendirikan bangunan, mereka terlebih dahulu Sumber daya merupakan faktor kedua
sudah mengetahui peruntukan dari ruang setelah komunikasi yang akan turut
tersebut.Bahkan Pemkot Bandung pun sudah mempengaruhi terhadap keberhasilan
menginformasikan melalui media cetak implementasi kebijakan. Sumber daya
maupun non cetak terkait peruntukkan ruang kebijakan merupakan segala sesuatu yang
yang ada di Kota Bandung. Disamping itu digunakan guna mendukung terhadap
telah diberikan kemudahannya untuk akses berhasilnya kebijakan diimplementasikan. Hal
pengaduan atas pelanggaran tata ruang dan ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
bangunan melalui media online; 9 Edward bahwa:“No matter how clear and
Clarity atau kejelasan dari kebijakan consistent implementation orders are and no
penataan ruang ini, menurut hasil observasi, matter how accurately they are transmitted, if
wawancara dan dokumentasi diketahui bahwa the personnel responsible for carrying out
pada dasarnya kebijakan penataan ruang di policies lack the resources to do an effective.
Kota Bandung sudah jelas. Perda Nomor 18 Important resources include staff of the proper
Tahun 2011 ini merupakan jawaban dari size and with the necessary expertise; relevant
dikeluarkannya UU No. 26 tahun 2007, dan di and adequate information on how to
dalam Perda ini dengan jelas dikemukakan implement policies and on the compliance of
bagaimana rencana tata ruang wilayah di Kota the others involved in implementation; the
Bandung Tahun 2011-2031. Selain itu, Pemkot outhority to ensure that policies are carried
Bandung pun menindaklanjuti dengan regulasi out as they are intended; and facilities
yang lainnya guna mencapai tujuan kebijakan (including buildings, equipment, land and
penataan ruang.Di sisi lain tatkala masyarakat supplies) in which or with which to provide
melakukan permohonan Izin Mendirikan services. Insufficient resources will mean that
Bangunan (IMB), aparatur akan memberikan laws will mean that laws will not be enforced,
informasi terkait keterangan rencana kota services will not provided, and reasonable
sebagai dasar pemberian IMB. regulation in policy implementation”.
107
JIPSi Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi
Volume VI No. 2/Desember 2016
bukan hanya komunikasi saja yang harus Garis Rencana Kota yang dibuat dalam tahun
diperhatikan, namun apabila sumberdayanya yang berbeda belum disatukan dalam satu peta
kurang, maka implementasi kebijakan dan belum tersedia dalam bentuk digital ,
penataan ruang tidak akan berjalan efektif. disamping belum seluruh rencana site plan
Dengan demikian, untuk mengukur terupdate dalam peta garis rencana kota , serta
sumberdaya dalam implementasi kebijakan ini masih terdapat ketidaksesuaian antara Peta
dapat dilihat dari Staff, Information, Authority, Garis Rencana Kota dengan kondisi eksisting
dan Facilities (Edwards III, 1980:10-11). & dokumen perencanaan lainnya dan belum
Implementasi kebijakan penataan ruang semua kawasan yang memiliki nilai strategis
apabila dilihat dari aspek staf atau aparatur, memiliki dokumen RTBL. 12
menurut hasil penelitian di lapangan diketahui Sumber daya berikutnya dalam
bahwa aparatur Dinas Tata Ruang dan menunjang implementasi kebijakan penataan
Ciptakarya Kota Bandung yang berjumlah 406 ruang selain didasarkan pada Perda Nomor 18
orang10 . Namun dalam pengimplementasian Tahun 2011, namun Kota Bandung pun
kebijakan penataan ruang ini menurut hasil memiliki kebijakan lainnya guna mewujudkan
penelitian terlihat masih kurang baik secara tata ruang Kota Bandung yang tertib, aman
kuantitas maupun kualitas SDM yang bertugas dan nyaman. Kebijakan yang lainnya yang
melakukan monitoring pemanfaatan ruang, turut menunjang terhadap penataan ruang di
serta SDM belum yang memiliki keahlian Kota Bandung yaitu dengan adanya Perda
masih terbatas. 11 No.5 Thn 2010 tentang Bangunan Gedung,
Dalam pelaksanaan kebijakan penataan Perda No.12 Thn 2011 tentang
ruang ini tentunya bekerjasama dengan dinas Penyelenggaraan, Retribusi Izin Mendirikan
terkait yang lainnya seperti Dinas Pemakaman Bangunan dan Retribusi Penggantian Biaya
dan Pertamanan (Diskamtam), Dinas Bina Cetak Peta. Adanya regulasi ini tentunya akan
Marga dan sebagainya. Apabila dilihat dari menjadi sumber daya bagi
aspek informasi, tentunya ini berkaitan dengan pengimplementasian kebijakan penataan ruang
segenap data yang telah diolah yang memiliki di Kota Bandung.
nilai informasi yang dimiliki oleh Distarcip. Sumber daya kewenangan serta fasilitas,
Pada dasarnya terkait sumber daya informasi menurut hasil penelitian masih mengalami
ini, Distarcip telah memiliki segenap informasi hambatan karena belum adanya kejelasan
untuk menunjang implementasi kebijakan kewenangan terkait pengawasan tata ruang dan
bangunan serta terbatasnya baik secara kuantitas
penataan ruang ini. Disamping itu kewenangan
maupun kualitas sarana dan prasarana untuk
yang dmiliki pun secara penuh dimiliki oleh melaksanakan pengawasan tata ruang dan
Distarcip dalam mengimplementasikan tata bangunan.
ruang Kota Bandung, seperti diamanatkan Dengan demikian implementasi
dalam Perwal 743 Tahun 2014. Fasilitas dalam kebijakan penataan ruang dilihat dari sumber
mengimplementasikan kebijakan ini pun pada daya, pada dasarnya sumber daya untuk
dasarnya telah didukung bagi para pelaksana mengimplementasikan kebijakan ini telah
kebijakan dengan penyediaan sarana tersedia dengan cukup, namun dari sisi SDM
prasarana, baik itu gedung, maupun peralatan masih kekurangan SDM untuk melakukan
penunjang. pengawasan serta pengendalian atas
Sumber daya terkait informasi,menurut pelanggaran tata ruang dan bangunan.
hasil penelitian Kota Bandung telah memiliki
materi teknis Rencana Detil Tata Ruang 4.3 Disposisi
(RDTR). peta dasar dan peta garis rencana Disposisi adalah sikap pelaksana
Kota Bandung serta tersedia pula foto udara kebijakan. Sub variabel disposisi ini
Kota Bandung tahun 2009 . Namun Peta merupakan faktor yang ketiga yang turut
10
Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya tahun 2015
11 12
Renstra Distarcip 2014-2018 Renstra Distarcip 2014-2018
108
Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi
Volume VI No. 2/Desember 2016 JIPSi
mempengaruhi terhadap keberhasilan Insentif terkait dengan penghargaan atau
implementasi kebijakan. Disposisi atau sikap imbalan yang diberikan kepada para pelaksana
pelaksana ii sangat diperlukan dalam kebijakan dalam mengimplementasi kebijakan
implementasi kebijakan, walaupun komunikasi penataan ruang . Insentif ini telah diatur dalam
dan sumber daya guna menunjang Perda Nomor 18 Tahun 2011 pasal 1 ayat 68-
implementasi kebijakan sudah baik, namun 69 yang menyatakan bahwa Insentif adalah
apabila pelaksana kebijakan memiliki sikap perangkat atau upaya untuk memberikan
yang kurang baik, maka tentu saja imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang
implementasi kebijakan tidak akan efektif. Hal sejalan dengan rencana tata ruang. Menurut
ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh hasil penelitian, insentif bagi para pelaksana
Edward III(1980:89). bahwa:“The dispositions kebijakan telah diberikan oleh Pemkot
or attitudes of implementation is the third Bandung sesuai dengan aturan yang berlaku,
critical factor in our approach to the study of serta sebaliknya adanya disinsentif yang
public policy implementation. If merupakan perangkat untuk mencegah,
implementation is to proceed effectively, not membatasi pertumbuhan, atau mengurangi
only must implementers know what to do and kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana
have the capability to do it, but they must also tata ruang. Oleh karena itu, apabila terjadi
desire to carry out a policy. Most tindakan yang melanggar ataupun tidak sesuai
implementers can exercise considerable dengan rencana tata ruang Kota Bandung
discretion in the implementation of policies. maka diberikan sanksi.
One of the reasons for this is their Dengan demikian, implementasi
independence from their nominal superiors kebijakan penataan ruang dilihat dari faktor
who formulate the policies. Another reasons is disposisi, pada umumnya aparatur pelaksana
the complexity of the policies them selves. The kebijakan telah berupaya melaksanakan dan
way in which implementers exercise their menegakkan kebijakan ini, namun masih
direction, however, defend in large part upon ditemukan oknum yang melanggarnya
their dispositions toward the policies, their sehingga terjadi pelanggaran-pelanggaran alih
attitudes, in turn, will be influenced by their fungsi lahan sehingga mengurangi resapan air.
view toward the policies per see and by how
they see the policies effecting their 4.4 Struktur Birokrasi
organizational and personal interest”. Struktur Birokrasi merupakan sub
Disposisi dapat diukur dari Effects Of variabel terakhir yang berpengaruh terhadap
Disposition (tingkat kepatuhan pelaksana) dan keberhasilan implementasi kebijakan. Struktur
Incentives (insentif) 13 . Implementasi kebijakan birokrasi akan memberikan gambaran tentang
penataan ruang di Kota Bandung dapat dilihat para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan
dari kedua aspek tersebut. Tingkat kepatuhan kewenangannya, serta pembagian kerja
pelaksana dalam implementasi kebijakan sehingga tidak terjadi overlapping pelaksanaan
penataan ruang ini pada umumnya sudah tugas dalam pengimplementasian kebijakan.
memiliki karakteristik yang baik, namun masih Struktur birokrasi ini tentunya harus diatur
ditemukan oknum aparatur yang melanggar sedemikian rupa agar tujuan kebijakan tercapai
sehingga terjadi kasus-kasus alih fungsi lahan. secara efektif, seperti yang dikemukakan
Tingkat kepatuhan pelaksana pun terlihat dari Edwards III (1980:125) berikut ini:“Policy
rasa tanggung jawab, komitmen dan implementers may know what to do and have
keikhlasan pelaksana kebijakan dalam sufficient desire and resources to do it, but
mengimplementasikan kebijakan tata ruang they may still be hampered in implementation
ini. by the structures of the organizations in which
they serve, two prominent characteristics of
13
Ed wards III, 1980:11 bureaucracies are standarf operating
procedurs (SOPs) and fragmentation the
109
JIPSi Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi
Volume VI No. 2/Desember 2016
former develop as internal respons to the karena itu koordinasi antar SKPD diperlukan.
limited time and resources of implementers Namun berdasarkan hasil penelitian terlihat
and the desire for uniformity in the operation masih kurang koordinasi antara SOPD yang
of complex and widely dispersed terkait dalam hal pengendalian tata ruang dan
organizations; they often remain in force due bangunan, sebagai akibat dari belum adanya
to bureaucratic inertia”. aturan yang kuat dalam melakukan
Guna mengukur struktur birokrasi ini, pengawasan tata ruang dan bangunan. 14
maka ada dua aspek yang digunakan yaitu Dengan demikian implementasi
Standard Operating Procedures (SOP), dan kebijakan penataan ruang di Kota Bandung
Fragmentation (Fragmentasi). (Edwards III, ditinjau dari struktur birokrasi pada dasarnya
1980:11-12). SOP ini berkaitan dengan cara- sudah dibentuk struktur birokrasi yang cukup
cara kerja berikut didalamnya personil yang baik dengan adanya SKPD yang berwenang
terlibat dalam pelaksanaan kebijakan. SOP di dalam mengimplementasikan kebijakan ini,
satu sisi akan membantu dalam namun disisi lain harus lebih ditingkatkan
pengimplementasian kebijakan jika SOP koordinasi antar SKPD dan lebih dipertegas
mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi, lagi dengan regulasi untuk mengatur atas
namun disisi lain akan akan terjadi sebaliknya pelanggaran tata ruang dan bangunan.
jika tidak adaptif terhadap perubahan.
Implementasi kebijakan penataan ruang 5. Kesimpulan
di Kota Bandung dilaksanakan oleh Distarcip Implementasi kebijakan penataan ruang
berkoordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat di Kota Bandung pada umumnya telah
Daerah (SKPD) lainya yang berada di wilayah terlaksana dengan cukup baik, namun masih
Kota Bandung. Berdasarkan Perda Nomor 13 ditemui beberapa permasalahan dalam
Tahun 2007 tentang Pembentukan dan pengimplementasian.Implementasi kebijakan
Susunan Organisasi Dinas Daerah Kota penataan ruang di Kota Bandung dilihat dari
Bandung , Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya aspek komunikasi, pada prinsipnya Pemkot
Kota Bandung mempunyai tugas pokok Bandung telah mensosialisasikan kepada
melaksanakan sebagian urusan Pemerintahan masyarakat terkait tara ruang kota namun
Daerah di bidang pekerjaan umum, penataan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan
ruang dan perumahan berdasarkan asas tertib ruang ini masih kurang. Sumber daya
otonomi dan pembantuan. untuk mengimplementasikan kebijakan ini
Dalam mengimplementasikan kebijakan sudah cukup tersedia, namun masih
penataan ruang ini pada dasarnya telah kekurangan SDM secara kuantitas dan kualitas
tersusun beberapa dokumen RTBL dan untuk melakukan pengawasan, pengendalian
adanya Standar Operating Prosedur (SOP) dalam pengaturan dan pelanggaran tata ruang
KRK dan Legalisasi site plan. Namun,masih dan bangunan.
ditemui kendala yaitu belum ada peraturan Sementara dari aspek disposisi, para
walikota mengenai tata cara pengawasan tata pelaksana kebijakan memiliki karakteristik
ruang dan bangunan di Kota Bandung dan tata yang cukup baik untuk keberhasilan
cara penertiban pelanggaran bangunan serta implementasi kebijakan penataan ruang ini,
belum ada kejelasan kewenangan tentang walaupun masih ditemui beberapa kasus alih
pengawasan tata ruang dan bangunan dan fungsi lahan. Struktur birokrasi dalam
penertiban bangunan yang melanggar. implementasi kebijakan ini pun memiliki dasar
Fragmentasi dalam implementasi yang cukup kuat, dengan dikeluarkannya
kebijakan penataan ruang di Kota Bandung Perda Nomor 18 Tahun 2011 serta kebijakan
tentunya akan berdampak pada keberhasilan lainnya yang turut menyokong terhadap
implementasi kebijakan ini. Distarcip tentunya penataan ruang dan bangunan di Kota
tidak sendiri mengimplementasikannya namun Bandung. Namun disisi lain masih harus
ada beberapa dinas yang terkait pula. Oleh
14
Renstra Distarcip 2014-2018
110
Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi
Volume VI No. 2/Desember 2016 JIPSi
dilakukan pembenahan dari sisi regulasi untuk Perda Nomor 13 Tahun 2007 tentang
lebih tegas lagi dalam menangani pelanggaran- Pembentukan dan Susunan Organisasi
pelanggaran terkait penataan dan pelanggaran Dinas Daerah Kota Bandung
ruang serta bangunan di Kota Bandung. Perda No.5 Tahun 2010 tentang Bangunan
Gedung
Perda No.12 Tahun 2011 tentang
DAFTAR PUSTAKA Penyelenggaraan, Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan dan Retribusi
Budihardjo, Eko, dan Djoko Sujarto. 1999.
Penggantian Biaya Cetak Peta
Kota Berkelanjutan. Bandung :Alumni.
Catanese, Anthony J. Dan James C. Sayder-
1999. Perencanaan kota-Jakarta ; Dokumen-dokumen
Erlangga - Badan Pusat Statistik kota Bandung, 2012
- Materi Teknis RTRW Kota Bandung
Creswell, John W. 2013.Research Design
2011-2031
Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
- Renstra Dinas Tata ruang dan Cipta karya
Mixed. Terjemahan Achmad Fawaid.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2014-2018
111
JIPSi Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi
Volume VI No. 2/Desember 2016
112