Anda di halaman 1dari 27

REFORMASI ADMINISTRASI PUBLIK

DI KEMENTRIAN KEUANGAN

DOSEN PEBIMBING :

Dr. Ir. A. H. Rahadian, M.Si

DISUSUN OLEH :

ERAS AYU RACHMAWATI (CA181112030)

FARAH HANIYAH SAJIDAH (CA181111959)

A4-18-1F (PERPAJAKAN)
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
dan hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak
lupa kami uga mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu
memberikan sumbangan materi maupun pikirannya.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………......……………………………….......................................….2

DAFTAR ISI
…………………………………………………………......................................3

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang ……………………........................................................………….. 4


2. Ruang Lingkup Penulisan.....……................................................………………… 5
3. Tujuan dan Manfaat Penulisan …………….…….............
……………………..........5

BAB II KAJIAN TEORITIK

1. Teori Administrasi Publik..................................................…………………………


6
2. Reformasi Administrasi Publik……………..........................………………….…..
10
3. Birokrasi......………................................................………………………………. 12
4. Penataan
Kelembagaan......................................................................................13

BAB III PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN DARI REFORMASI ADMINISTRASI


PUBLIK DI KEMENTERIAN KEUANGAN

A. PERMASALAHAN.....………………………………...........................................… 14
B. PEMBAHASAN....................................................................................................14
1. Hubungan Reformasi Administrasi Publik dengan
Birokrasi.................................14
2. Sejarah dan Program Reformasi Administrasi Publik di Kementrian Keuangan 19

3
3. Penataan Organisasi di Kementerian Keuangan.................................................22

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan.....................................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA ……………………........................................……………………….


27

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Reformasi administrasi publik sebagai salah satu bidang kajian administrasi yang
selalu menarik untuk dikritisi. Secara teoritis, lahirnya gejala ini sebagai akibat
logis dari adanya kecenderungan pergeseran perkembangan ilmu administrasi
publik yang beralih dari normative science ke pendekatan behavioral–ekologis.
Secara empiris, gejala perkembangan masyarakat sebagai akibat dari adanya
globalisasi, memaksa semua pihak, terutama birokrasi pemerintah melakukan
revisi, perbaikan, dan mencari alternatif baru tentang sistem administrasi yang
lebih cocok dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan zaman.

Salah satu bagian dari reformasi administrasi Negara yaitu reformasi


birokrasi.Reformasi birokrasi menjadi sesuatu yang sangat fundamental yang
harus dilakukan oleh Negara-negara yang sedang melakukan reformasi
Administrasi Negara. Sependapatdengan Prasojo dan Kurniawan (2008)
reformasi birokrasi (administrasi Negara) dan good governance merupakan dua
konsep utama bagi perbaikan kondisi penyelenggaraankehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia. Memahasi tenatang cara reformasi birokrasi dapat
dilakukan dengan 5 cara yaitu, penataan kelembagaan,
penataanketatalaksanaan, penataan sumber daya manusia, akuntabilitas dan
pelayanan sertakualitas pelayanan.

4
Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi Indonesia perlu melakukan
reformasi secara menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam
kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup didalamnya penguatan
masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan
ekonomi dan pembangunan politik yang saling terkait dan mempengaruhi.
Dengan demikian, reformasi birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan
dalam buruknya birokrasi saat ini.

2. RUANG LINGKUP PENULISAN


Untuk memperjelas masalah yang akan dibahas pada makalah ini,
pembahasan ini terfokus pada :
1. Menganalisis hubungan administrasi publik dan birokrasi
2. Sejarah dan program reformasi birokrasi di Kementrian Keuangan
3. Penataan organisasi di kementrian keuangan setelah tejadi perubahan

3. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN


1. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mngkaji kembali bagaimana sebenarnya
pelaksanaan reformasi administrasi publik di Indonesia. Selain itu,
pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai
bagaimana proses dari reformasi birokrasi itu sendiri di Kementerian
Keuangan guna mengatasi patologi birokrasi di Indonesia

2. Manfaat Penulisan
 Memahami hasil analisis hubungan reformasi administrasi publik dengan
reformasi birokrasi
 Mengetahui Sejarah reformasi yang dilakukan Kementrian Keuangan dan
mengetahui program yang direncanakan pada reformasinya
 Mengetahui proses penataan organisasi di Kementrian Keuangan setelah
perubahan yang dilakukan saat reformasi birokrasi.

5
BAB II

KAJIAN TEORITIK REFORMASI ADMINISTRASI PUBLIK

1. TEORI ADMINISTRASI PUBLIK

A. Definisi Teori administrasi publik

 Gerald Caiden (1982)


Adminisrasi negara melingkupi segala kegiatan yang berhubungan
dengan penyelenggaraan urusan publik atau kebutuhan publik. Ruang
lingkup administrasi adalah bagaimana orang mengorganisir diri mereka
sebagai publik secara kolektif dan dengan tugas dan kewajiban masing-
masing memecahkan masalah publik untuk mencapai tujuan bersama.

 Nigro dan Nigro (1984)


Administrasi negara secara lebih khusus dapat dijelaskan sbg apa yg
dilakukan oleh pemerintah, terutama lembaga eksekutif (dengan sarana
birokrasi) , di dalam memecahkan masalah kemasyarakata/publik.

 Harmon dan Mayer


Pelaku utama dalam penyelenggaraan administrasi. Publik adalah
administrator publik, birokrat atau pegawai negeri. Mereka ini yang
dibebani tugas pemerintahan dan pelayanan publik sehari-hari .

6
Namun karena proses administrasi publik sesungguhnya juga melibatkan
banyak pihak di luar birokrasi pemerintah (seperti pekerja sosial,
LSM,ormas,dan lain-lain), maka sektor non negara yang tindakannya
mengatasnamakan kepentingan publik dan berdampak kepada
masyarakat luas, juga menjadi pusat perhatian administrasi publik.

B. Karakteristik yang membedakan administrasi publik dengan administrasi


lain

 Pelayanan yang diselenggarakan administrasi publik lebih bersifat urgen


atau mendesak daripada diselenggarakan organisasi swasta
 Pelayanan oleh organisasi publik (negara) pada umumnya bersifat
monopoli atau semi monopoli
 Kegiatan instansi negara (birokrasi) pada umumnya terikat pada hukum
formal (kebijakan publik)
 Kegiatan negara atau pemerintah selalu mendapat sorotan public
 Pelayanan publik tidak terikat pada harga pasar

C. Hakekat administrasi publik

 Administrasi publik lebih berkaitan dengan dunia eksekutif, meskipun juga


berkaitan dengan dunia yudikatif dan legislative
 Administrasi publik berkenaan dengan formulasi dan implementasi
kebijakan public
 Administrasi publik berkaitan dengan berbagai masalah manusiawi dan
usaha kerja sama untuk mengerjakan tugas-tugas pemerintah
 Meski berbeda dengan administrasi swasta tetapi administrasi publik
overlapping dengan administrasi swasta
 Administrasi Publik diarahkan untuk menghasilkan barang dan jasa public

7
 Administrasi publik memiliki aspek teoritis dan praktis

D. Tipe-Tipe Teori Administrasi Negara

Bailey (dalam Darwin,1997) menjelaskan empat macam teori yang secara


keseluruhan dapat memberikan kontribusi terhadap praktek administrasi
negara, yaitu:

• Teori Deskriptif – eksplanatif


• Teori Normatif
• Teori Asumtif
• Teori Instrumental

 Teori Deskriptif Eksplanatif


Teori deskriptif-eksplanatif memberikan penjelasan secara abstrak realitas
administrasi negara baik dalam bentuk konsep, proposisi, atau hukum
(dalil). Misalnya, konsep hirarki dari organisasi formal. Konsep ini
menjelaskan ciri umum dari organisasi formal yaitu adanya penjenjangan
dalam struktur organisasi.

Pada dasarnya teori deskriptif–eksplanatif menjawab dua pertanyaan


dasar : apa dan mengapa (apa berhubungan dengan apa). Pertanyaan
apa : menuntut jawaban deskriptif mengenai suatu realitas yang
dijelaskan secara abstrak ke dalam suatu konsep tertentu. Misal : hirarki
organisasi formal , konflik peran, dsb. Pertanyaan mengapa atau apa

8
berhubungan dengan apa menuntut jawaban eksplanatif atau diagnostik
mengenai keterkaitan antara konsep abstrak tertentu dengan konsep
abstrak lainnya.

 `Teori Normatif
Teori normatif bertujuan menjelaskan situasi administrasi masa
mendatang secara prospektif. Termasuk dalam teori ini adalah pernyataan
atau penjelasan-penjelasan yang bersifat utopia yaitu suatu cita-cita yang
sangat idealistis.
Teori normatif juga dapat dikembangkan dengan merumuskan kriteria-
kriteria normatif yang lebih spesifik seperti efisiensi, efektivitas,
responsivitas, akutabilitas, demokrasi, dan sebagainya. Teori normatif
memberikan rekomendasi ke arah mana suatu realitas harus
dikembangkan atau perlu dirubah dengan menawarkan kriteria-kriteria
normatif tertentu.

Kriteria-kriteria normatif dalam teori administrasi seringkali terkesan


ambisius. Kontradiktif dan relatif (dibatasi ruang dan waktu). Namun teori
normatif tetaplah penting karena kemajuan administrasi negara akan lebih
terarah bila terlebih dahulu ditentukan kriteria yang tepat untuk mengukur
kemajuan tersebut.

 Teori Asumtif
Teori asumtif menekankan pada prakondisi atau anggapan adanya suatu
realitas sosial dibalik teori atau proposisi yang hendak dibangun. Menurut
Bailey teori administrasi lemah dalam menyatakan asumsi-asumsi dasar
tentang sifat manusia dan institusi. Tanpa asumsi yang jelas membuat
teori menjadi utopis atau ahistoris karena tidak jelas dasar berpijaknya.

 Teori Instrumental

9
Pertanyaan pokok yang dijawab dalam teori ini adalah ’bagaimana’ dan
’kapan’. Teori instrumental merupakan tindak lanjut dari proposisi “jika –
karena”. Misalnya : Jika sistem administrasi berlangsung secara begini
dan begitu, karena ini dan itu atau jika desentralisasi dapat meningkatkan
efektivitas birokrasi, maka strategi, tehnik, alat apa yang dikembangkan
untuk menunjangnya.

Analisis kebijakan adalah contoh teori instrumental. Analisis kebijakan


banyak menyumbangkan atau mengaplikasikan tehnik baik kuantitatif –
aplikasi regresi, riset operasi, analisis biaya dan manfaat – maupun
kualitatif (rasional maupun intuitif) untuk menjawab pertanyaan
’bagaimana’ dan ’kapan’ Jawaban terhadap pertanyaan ini berguna
sebagai rekomendasi kepada pengambil kebijakan dalam menentukan
langkah-langkah konkrit dalam proses kebijakan publik.

2. REFORMASI ADMINISTRASI PUBLIK

Kata reformasi merupakan terjemahan kata dalam bahasa Inggris yaitu


“reformation”. Kata dasar reformation berasal dari kata form atau reform, yang
berarti membentuk atau membentuk kembali. Konsepsi dasar reformasi adalah
melakukan perubahan, perbaikan, penataan dan pengaturan secara
komprehensif dan sistematik terhadap banyak hal, terutama yang berkaitan
dengan pimpinan dan kepemimpinan, serta sistem bernegara, berorganisasi dan
ber- pemerintahan. Reformasi diartikan sebagai proses perubahan dari kondisi
lama menuju kondisi baru yang dikehendaki. Sedangkan menurut pendapat
Wibawa adalah gerakan untuk mengubah bentuk dan perilaku suatu tatanan,
karena tatanan tersebut tidak lagi disukai atau tidak sesuai kebutuhan zaman,
baik karena tidak efisien, tidak bersih, tidak demokratis, dll.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa proses reformasi ini


bermula sebagai akibat dari adanya kesenjangan yang luas antara aspirasi dan
keinginan masyarakat dengan kenyataan yang ada. Berbeda dengan revolusi,

10
ketika kesenjangan tidak mungkin lagi dijembatani sehingga menimbulkan
gejolak perubahan yang dapat menjungkirbalikkan landasan berfikir yang ada,
reformasi jelas tidak memerlukan timbulnya perombakan secara menyeluruh.
Namun karena perubahan itu terjadi pada bidang-bidang yang strategis,
dampaknya juga terasa di semua bidang kehidupan, sehingga reformasi sering
dipandang sebagai sebuah revolusi.

Reformasi Administrasi Publik menurut Suk Choon Cho adalah“Administrative


reform as a consious human effort to introduce changes into the behavior and
performances of administrators”. Dan Reformasi Administrasi Publik menurut
Montgomery adalah suatu proses politik yang didesain untuk menyesuaikan
hubungan antara birokrasi dan elemen-elemen lain dalam masyarakat, atau di
dalam birokrasi itu sendiri, dengan kenyataan politik. Reformasi Administrasi
Publik diartikan secara sederhana oleh Abidin adalah proses reformasi atas
paradigma dan sistem administrasi publik.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Reformasi Administrasi Publik


adalah suatu upaya perubahan yang dilakukan secara sadar dan terencana dari
segala aspek kehidupan terutama aspek penyelenggaraan administrasi negara
sehingga dapat mencapai tujuan secara rasional. Walaupun kegiatan terencana
merupakan ciri utama dari reformasi administrasi, namun konsep tersebut belum
menjadi sosok yang jelas, apalagi baku.

Secara umum tujuan reformasi administrasi publik diklasifikasikan ke dalam


enam kelompok yaitu tiga kelompok bersifat intraadministrasi yang ditujukan
untuk menyempurnakan administrasi internal, dan tiga kelompok lain berkenaan
dengan peran masyarakat di dalam sistem administrasi. Tiga tujuan internal
reformasi administrasi public adalah sebagai berikut:

1. Efisiensi administrasi, dalam arti penghematan uang, yang dapat


dicapai melalui penyederhanaan formulir, perubahan prosedur,
penghitungan duplikasi dan kegiatan organisasi metode yang lain.
2. Penghapusan kelemahan atau penyakit administrasi seperti korupsi,
pilih kasih dan sistem teman dalam sistem politik dan lain-lain.

11
3. Pengenalan dan penggalakan sistem merit, pemakaian PPBS,
pemrosesan data melalui sistem informasi yang otomatis, peningkatan
penggunaan pengetahuan ilmiah dan lain-lain.

Sedangkan 3 tujuan lain yang berkaitan dengan masyarakat adalah:

1. Menyesuaikan sistem administrasi terhadap meningkatnya keluhan


masyarakat.

2. Mengubah pembagian pekerjaan antara sistem administrasi dan sistem


politik, seperti misalnya meningkatkan otonomi profesional dari sistem
administrasi dan meningkatkan pengaruhnya pada suatu kebijakan.

3. Mengubah hubungan antara sistem administrasi dan penduduk, misalnya


melalui relokasi pusat-pusat kekuasaan (sentralisasi versus
desentralisasi, demokratisasi dan lain-lain).

3. BIROKASI
Arti birokrasi bisa dipahami dengan jalan memahami artinya secara kebahasaan
atau etimologi. Menurut Kamus Itilah Politik Kotemporer, secara etimologi,
birkorasi berasal dari dua kata, yakni kata “biro” atau “bureau”, dan “krasi” atau
“cracy” atau “kratie”. Biro berarti kantor atau dinas, sedangkan krasi berarti
pemerintahan.

Dari pengertian birokrasi secara etimologi ini, dapat dipahami bahwa birokrasi
adalah kantor dinas pemerintahan. Namun, arti ini dapat diperdalam lagi secara
terminology.

Birokrasi secara lebih mendalam dapat dipahami sebagai suatu sistem


kepemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah yang sangat terikat
pada aturan sehingga membuat urusan jadi lebih panjang karena harus melalui
jenjang atau jabatan -jabatan penguasa.

Sederhananya, birokrasi adalah sistem tata urusan kepemerintahan. Ketika kita


berurusan dengan tata kelola pemerintahan, maka ada aturan yang baku dan

12
mengikat yang harus dilalui. Aturan -aturan ini membuat suatu proses dalam
kepemerintahan jadi lebih panjang dan lambat.Meski demikian, aturan -aturan ini
secara normatif dibuat untuk membuat jalannya kepemerintahan jadi lebih tertata
dan terhindar dari bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Meski
kenyataannya, birokrasi yang dijalankan saat ini masih kerap bisa diselubungi
dengan tindak KKN lantaran para birokratnya yang memberi peluang dan karena
orang -orang yang berurusan dengan birokrasi menginginkan jalan pintas yang
lebih mudah.

4. Penataan Kelembagaan
Secara konseptual, dalam menyusun dan menata pelembagaan tugas dan fungsi
organisasi pemerintah, ada dua variabel yang dapat dijadikan pertimbangan
untuk menentukan jenis kelembagaannya. Variabel pertama adalah political
significance yaitu derajat pentingnya suatu bidang atau masalah secara politik.
Suatu bidang yang memiliki signifikansi politik tinggi harus dipimpin oleh Menteri.
Sedangkan bidang dengan derajat signifikansi lebih rendah maka biasanya tidak
perlu dipimpin oleh pejabat politik. Variabel yang kedua adalah methode of
provision yaitu pola pengaturan melalui mana pemerintah menjawab masalah
masalah publik yang dianggap penting secara politik. Pola pengaturan dibedakan
menjadi dua yang bersifat hirarkis dan non hirarkis. Secara hirarkis berarti
pengaturan dilakukan oleh satu agency atau birokrasi pemerintah yang cukup
besar dengan formalisasi pengaturan yang tinggi. Sedangkan sifat non hirarkis,
pengaturan dilakukan dengan cara berkoordinasi dengan melibatkan banyak
pihak

13
BAB III

PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

A. PERMASALAHAN

1. Apa hubungan administrasi publik dengan birokrasi?

2. Bagaimana sejarah dan program reformasi birokrasi di Kementerian


Keuangan ?

3. Bagaimana penataan organisasi di Kemenerian Keuangan?

B. PEMBAHASAN

1. Hubungan Reformasi Administrasi Publik dengan Birokrasi

Dalam rangka memberikan pelayanan yang maksimal maupun pengelolaan


pembangunan kepada masyarakat maka birokrasi harus terus memperbaharui
diri dalam rangka memberikan penyeimbangan terhadap spontanitas perubahan
yang berjalan secara terus menerus. Bagaimanapun juga birokrasi dituntut untuk
selalu peka dalam merasakan spontanitas perubahan sosial yang terus menerus
terjadi dengan begitu cepat. Ketidak mampuan birokrasi dalam menyesuaikan
dengan perubahan yang terjadi tentu akan menjadi persoalan tersendiri bagi
14
upaya birokrasi dalam mereformasi sistem administrasinya. Untuk itu dalam
proses reformasi ini dibutuhkan kemampuan dari para birokrat itu sendiri. Tidak
adanya kecakapan teknis dalam proses reformasi administrasi tentu akan
menjadi persoalan tersendiri dalam proses reformasi. Hal ini sebagaimana yang
dikemukakan oleh Dwiyanto bahwa rendahnya kemampuan birokrasi merespon
krisis akan memperparah krisis kepercayaan terhadap birokrasi publik (2012:3).

Memang dalam konteks reformasi administrasi muncul sebagai akibat dari


adanya perubahan dari sistem administrasi. Perubahan administrasi ini adalah
untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dari organisasi birokrasi dalam
memberikan pelayanannya kepada masyarakat. Reformasi administrasi ini
bukan lagi sebagai sesuatu yang baru dalam sistem administrasi saat ini karena
reformasi administrasi ini telah diperkenalkan ke banyak negara termasuk ke
negara-negara sedang berkembang sebagai suatu akibat dari adanya perubahan
dalam sistem politik di Brasil, Ghana, dan Tanzania, tindakan-tindakan terencana
di bidang administrasi mengakibatkan perubahan yang berarti di dalam diri
aparatur pemerintah. Selain itu, reformasi administrasi di banyak negara
berkembang memperlihatkan peranan organisasi internasional dan pemerintah
negara asing sangat aktif untuk melakukan perbaikan administrasi pemerintahan
melalui program bantuan teknis.

Pengalaman pelaksanaan reformasi administrasi di negara berkembang


tersebut melahirkan banyak premis. Dalam hubungan ini, Zauhar (1996 : 47)
melihat bahwa reformasi administrasi merupakan suatu pola yang penunjukan
peningkatan efektivitas pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian dalam reformasi administrasi
perhatian lebih d icurahkan pada upaya dan bukan semata-mata hasil. Secara
internal tujuan reformasi adalah untuk menyempurnakan atau meningkatkan
kinerja. Adapun secara eksternal yang berkaitan d engan masyarakat adalah
menyesuaikan sistem administrasi terhadap meningkatnya kebutuhan

15
masyarakat, Riggs (1986 : 94), melihat reformasi atau pembaharuan dari dua
sisi, yaitu perubahan struktur dan kinerja.

Secara struktural adanya penggunaan diferensiasi struktural sebagai salah satu


ukuran. Pandangan ini didasarkan pada kecenderungan peran-peran yang makin
terspesialisasikan dan pembagian kerja yang makin tajam dan intens dalam
masyarakat modern. Adapun mengenai kinerja, ditekankan sebagai ukuran
bukan hanya kinerja yang lain atau organisasi secara keseluruhan.
Pembaharuan administrasi meliputi tiga aspek, yaitu bahwa suatu perubahan
harus merupakan perbaikan dari keadaan sebelumnya, perbaikan diperoleh
dengan upaya yang disengaja dan bukan terjadi secara kebetulan, perbaikan
yang terjadi bersifa jangka panjang dan tidak sementara. Dalam perspektif yang
berbeda, Dwiyanto (2012;69) melakukan analisis yang lebih mutakhir mengenai
keadaan administrasi dan mengungkapkan bahwa upaya memperbaiki kinerja
birokrasi pemerintahan harus meliputi sistem pemberian pelayanan yang baik
dapat dilihat dari besarnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh birokrasi
secara efektif didayagunakan untu melayani kepentingan pengguna jasa.

Reformasi administrasi merupakan suatu usaha sadar dan terencana untuk


perbaikan insitusi dan perbaikan perilaku orang yang terlibat di dalamnya,
Zauhar (1996) berpandangan bahwa tujuan dilakukannya reformasi administrasi
adalah menyempurnakan tatanan, menyempurnakan metode, dan
menyempurnakan kinerja. Penyempurnaan tatanan, baik dalam masyarakat
modern, keteraturan merupakan kebajikan yang melekat d alam pemerintahan.
Kebanyakan reformasi administrasi yang dilakukan di negara-negara
berkembang adalah atas inisiatif para birokrat yang inspirasi pembaharuannya
didasarkan pada administrasi kolonial. Hal yang sama sebagaimana yang
dikemukakan oleh Dwiyanto bahwa sistem birokrasi pemerintahan yang
dikembangkan pemerintah kolonial justru sepenuhnya ditujukan untuk

16
mendukung semakin berkembangnya pola paternalistik yang telah menjiwai
sistem birokrasi pada era kerajaan (2012;14).

Apabila yang ingin dituju adalah penyempurnaan tatanan maka tentunya


reformasi harus diorientasikan pada penataan prosedur dan kontrol.
Penyempurnaan metode, para administrator merupakan pekerja teknis yang
mengetahui banyak tentang metode kerja. Sebagai akibatnya maka mereka
harus fanatik terhadap metode. Karena itu apabila masyarakat semakin mend
ukung terhadap adanya administrator teknis maka administrator harus semakin
fanatik terhadap metode. Tetapi sebaliknya apabila masyarakat semakin
berorientasi pada status maka semakin berkurang tuntutan terhadap yang fanatik
pada metode. Salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari kejadian seperti
itu adalah mampu merangsang diterimanya metode dan teknik baru tersebut
secara gradual, yang kemudian disusul dengan usaha untuk menyebarluaskan
metode yang ada keseluruh tatanan sistem administrasi.

Apabila tujuan utama reformasi administrasi diartikan dengan baik dan secara
efektif diterjemahkan ke dalam berbagai program aksi yang memperbaiki
implementasi program dapat meningkatkan realisasi pencapaian tujuan.
Perbaikan kinerja lebih bernuansa tujuan dalam substansi program kerjanya
daripada penyempurnaan keteraturan maupun penyempurnaan metode teknis
administratif. Titik perhatiannya adalah pergeseran dari bentuk ke substansi,
pergeseran dari efisiensi keefektivitas kerja, pergeseran dari kecakapan birokrasi
kekesejahteraan masyarakat. Model administrasi seperti inilah yang sulit
dijumpai di kebanyakan negara berkembang. Dalam konteks ini maka diperlukan
hubungan yang saling mendukung dan bekerja sama agar reformasi administrasi
bisa terwujud dengan baik. Sehubungan dengan hal ini, Kilian mengemukakan
bahwa reformasi administrasi memerlukan hubungan yang saling mendukung
dan saling melengkapi antara nilai-nilai budaya dan keyakinan yang diterima

17
menginformasikan perilaku organisasi, strategi dan tindakan yang digunakan
untuk menghasilkan perubahan administrasi dalam organisasi.

Penekanan baru terhadap kinerja program hanya akan ada apabila pemerintah
negara sedan berkembang menginginkan pembangunan sosial ekonomi yang
sungguh-sungguh. Begitu keinginan seperti ini muncul maka melahirkan
pendekatan baru yang mempunyai sifat yang khas dalam reformasi administrasi.
Reformasi yang benar yang seharusnya dilakukan di negara-negara sedang
berkembang adalah yang bersifat pragramatik. Salah satu unsur penting untuk
memperbaiki administrasi dalam hubungannya dengan masyarakat adalah
mengembangkan akuntabilitas, karena masalah akuntabilitas merupakan
hakikat dari upaya pembaharuan administrasi. Reformasi birokrasi nasional
adalah penataan ulang secara bertahap dan sistematis dengan correct dan
perfect atas fungsi utama pemerintah demi kelancaran pendayagunaan
aparatur negara yang kualitasnya semakin meningkat dan kenyal, meliputi
kelembagaan atau institusi yang efisien dengan tata laksana yang jelas
(transparan), diisi SDM yang profesional, mempunyai akuntabilitas tinggi
kepada masyarakat serta menghasilkan pelayan publik yang prima (Tamin,
dalam Dharma2004, 25-26)

Birokrasi adalah sebagai sebuah alat atau mesin pemerintah, administrasi


negara, atau administrasi publik merupakan keadaan yang central dalam
membawa kebijaksanaan-kebijaksanaan atau peraturan-peraturan pemerintah.
Dimana kebijakan-kebijakan atau peraturan-peraturan ini kemudian diharapakan
mampu membawa perubahan menuju pemerintahan yang lebih baik
sebagaimana yang diungkapkan oleh Asmawi bahwa misi reformasi birokrasi
adalah mewujudkan pemerintahan yang baik (Good Governance) (2012;138).
Sehubungan dengan kebijaksanaan atau peraturan inilah maka mesin birokrasi
ini dibutuhkan dalam sistem pemerintahan. Birokrasi sebagai mesin pelaksana
aturan maupun kebijakan yang dibuat dalam proses pemerintahan maupun

18
dalam proses reformasi administrasi. Karena itu, suatu pemerintahan diperlukan
karena merupakan konsekuensi logis dari adanya perbedaan etnis, agama, dan
institusi sosial berbagai kelompok masyarakat disuatu negara. Hadirnya birokrasi
disini adalah memediasi perbedaan-perbedaan yang ada karena birokrasi
sifatnya netral dalam proses pelayanan. Sebagai komponen yang netral yang
membawa keputusan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan politik, birokrasi dituntut
lebih memiliki profesionalisme yang tinggi daripada kemampuan untuk berpolitik
(Utomo, 2012;211)

2. Sejarah dan Program Reformasi Administrasi Publik di Kementrian


Keuangan

Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan merupakan bagian yang tidak


terpisahkan dari Reformasi Nasional yang disebabkan adanya krisis ekonomi
1998 yang berimbas di seluruh lapisan kehidupan masyarakat. Pada tataran
nasional, era refomasi ditandai dengan diterbitkannya TAP MPR No.XI/1998
tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN) dan UU No.28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan yang
bersih dan bebas KKN.

Pada tataran Kementerian Keuangan, sejak tahun 2002 – 2006 telah dilakukan
berbagai pembaharuan antara lain

1) diterbitkannya Paket UU Keuangan negara yang terdiri dari UU No. 17 Th.


2003 Tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Th. 2004 Tentang Perbendaharaan
Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara;

2) pemisahan fungsi penyusunan anggaran dan pelaksanaan anggaran;

19
3) pembentukan Large Tax Office sebagai bagian dari modernisasi administrasi
perpajakan tahap I.

Selanjutnya pada tahun 2007 Kementerian Keuangan melakukan Reformasi


Birokrasi secara massif yang dilaksanakan melalui 3 Pilar Utama yaitu:

1. Pilar Organisasi, antara lain melalui penajaman tugas dan fungsi,


pengelompokan tugas-tugas yang koheren, eliminasi tugas yang tumpang tindih,
dan modernisasi kantor baik di bidang perpajakan, kepabeanan dan cukai,
perbendaharaan, kekayaan negara, dan fungsi-fungsi keuangan negara lainnya.

2. Pilar Proses bisnis, antara lain melalui penetapan dan penyempurnaan


Standar Operasi Prosedur yang memberikan kejelasan dan memuat janji
layanan, dilakukannya analisa dan evaluasi jabatan, penerapan sistem peringkat
jabatan, dan pengelolaan kinerja berbasis balance scorecard serta
pembangunan berbagai sistem aplikasi e-goverment;

3. Pilar SDM, antara lain melalui peningkatan disiplin, pembangunan


assessment center, Diklat berbasis Kompetensi, pelaksanaan merit system,
penataan sumber daya manusia, pembangunan SIMPEG, dan penerapan
reward and punishment secara konsisten.

Reformasi Birokrasi yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan tersebut telah


memberikan dampak positif bagi peningkatan kinerja pelaksanaan tugas, dan
peningkatan pelayanan dan kepercayaan masyarakat, serta mendorong dan
menginspirasi Kementerian lainnya untuk melakukan hal yang sama.

Selanjutnya Presiden Republik Indonesia menetapkan Peraturan Presiden


Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025,

20
yang ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road
Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Dengan adanya peraturan-peraturan
tersebut, Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan diintegrasikan dengan
Reformasi Birokrasi Nasional yang dilakukan melalui 8 Area Perubahan dan
pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi.

Beberapa capaian Reformasi Birokrasi yang berhasil diraih oleh Kementerian


Keuangan antara lain:

1. Manajemen Perubahan: penetapan nilai-nilai Kementerian Keuangan,


penetapan change agent pada masing-masing unit eselon I, penetapan raodmap
reformasi birokrasi dan cetak biru transformasi kelembagaan;

2. Penataan Peraturan Perundang-undangan: identifikasi dan revisi peraturan


yang tidak harmonis, pembangunan aplikasi Simfoni dan sistem jaringan
dokumentasi dan informasi hukum.

3. Penataan dan Penguatan Organisasi: penetapan penataan organisasi baik


pada Kantor Pusat, Instansi Vertikal, dan Unit Pelaksana Teknis, serta
penetapan lebih dari 17.000 uraian jabatan.

4. Penataan Tatalaksana: penetapan 15 ribu SOP dan 102 SOP layanan


unggulan, pengembangan e-government, antara lain: e-filing (SPT), e-
procurement, SPAN, Modul Penerimaan Negara (MPN), Portal pengguna jasa
DJBC, Aplikasi Cukai Online, Aplikasi manifest, SIMAK BMN, SIMANTAP,
Aplikasi RKA-KL, Aplikasi Standar Biaya, KOMANDAN SIKD, Web Based
Reporting System DAK, Online Recruitment, dan e-registration (NPWP).

21
5. Penataan Sistem SDM Aparatur: pelaksanaan Analisa Beban Kerja,
penerimaan pegawai secara transparan, objektif, akuntabel dan bebas KKN,
penerapan open bidding/seleksi terbuka, dan penerapan sistem merit.

6. Penguatan Pengawasan: penerapan 3 lines of deffence (pembentukan unit


kepatuhan internal), penetapan unit pengendali gratifikasi, penerapan
manajemen risiko, pembangunan WISE (whistleblowing system), lima unit
berpredikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) sembilan unit berpredikat Wilayah
Birokrasi Bersih Melayani (WBBM).

7. Penguatan Akuntabilitas Kinerja: kontrak kinerja bagi seluruh pegawai,


pembangunan sistem e-performance yang terintegrasi dengan SIMPEG, nilai
LAKIP : a. TA 2011: 73,63 predikat B; b. TA 2012: 76,07 predikat A; c. TA 2013:
80,04 predikat A

8. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik: indeks Kepuasan Stakeholder


Kemenkeu: a. Tahun 2011: 3,86 b. Tahun 2012: 3,90 c.Tahun 2013: 3,98

9. Monitoring dan Evaluasi: Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan


Keuangan Kemenkeu adalah WTP selama 3 tahun berturut-turut, Skor 91,21
(Sangat Baik) hasil quality assurance Reformasi Birokrasi oleh BPKP, skor 77,31
hasil revieu UPRBN (tertinggi nasional).

3. Penataan Organisasi di Kementerian Keuangan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2000 tentang Kementerian


Negara, disebutkan bahwa tugas dan fungsi Kementerian Keuangan merupakan
salah satu urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 sehingga Kementerian Keuangan tidak dapat
dibubarkan tanpa persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini

22
menandakan bahwa kedudukan, peran, tugas, dan fungsi Kementerian
Keuangan sangat penting dan strategis.

Selanjutnya dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang


Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara dan Peraturan Presiden
Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian
Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian
Negara, disebutkan bahwa Kementerian Keuangan mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan di bidang keuangan dan kekayaan negara dalam
pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara.

Tugas Kementerian Keuangan sangat berat dan mengemban banyak peraturan


perundang-undangan, antara lain Undang-Undang (UU) di bidang Keuangan
Negara, Perbendaharaan Negara, Perpajakan, Kepabeanan, Cukai, Pasar
Modal, Kekayaan Negara, Perasuransian, Dana Pensiun, Piutang Negara,
Lelang, Perimbangan Keuangan, Otonomi Daerah, Utang Negara, SUKUK, dan
peraturan lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas Menteri Keuangan.

Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU


Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, tugas yang dilaksanakan
oleh Kementerian Keuangan merupakan salah satu tugas yang tidak diserahkan
urusannya kepada Pemerintah Daerah.

Tugas Kementrian Keuangan tersebut selanjutnya dituangkan ke dalam Strategy


Map Balance Score Card, dijabarkan dalam 6 (enam) sasaran strategis yang
meliputi pendapatan negara yang optimal, pelaksanaan belanja yang optimal,
pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal, utilisasi kekayaan negara

23
yang optimal, pertanggungjawaban yang transparan dan akuntabel, dan industri
pasar modal dan jasa keuangan non-bank yang stabil, tahan uji, dan likuid.
Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan yang berat
dan kompleks tersebut, dibutuhkan organisasi dan sistem ketatalaksanaan yang
efektif, efisien, responsif, jelas, pasti, transparan, akuntabel, right sizing,
independen, one stop service, built in control, dan/atau check and balances,
adaptif, dan mampu mendukung dan mentrasformasikan tugas yang diembannya
dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.

Organisasi Kementerian Keuangan merupakan organisasi yang berskala sangat


besar dan mempunyai instansi vertikal yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia pada tingkat provinsi, kota/kabupaten, kecamatan, bahkan kelurahan.
Kedudukan, tugas, fungsi, peran, dan karakteristik Kementerian Keuangan
tersebut menjadikan organisasi Kementerian Keuangan sangat dinamis dan
memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadapdinamika perubahan
lingkungan dan tuntutan publik, baik sebagai regulator maupun sebagai pemberi
layanan.

Untuk itu, dibutuhkan organisasi dan sistem ketatalaksanaan yang secara cepat
mampu mengantisipasi perubahan lingkungan agar dapat mendukung
terwujudnya tata kelola keuangan dan kekayaan negara yang efektif, efisien,
profesional, produktif, transformatif, serta sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu senantiasa dilakukan
penataan organisasi secara berkesinambungan.

24
Kegiatan Penataan Organisasi ini dimaksudkan mewujudkan organisasi
Kementerian Keuangan baik pada kantor pusat, instansi vertikal maupun unit
pelaksana teknis yang efektif, efisien, responsif, jelas, pasti, transparan,
akuntabel, right sizing, independen, one stop service, built in control, dan/atau
check and balances, sesuai dengan perkembangan kebutuhan pelaksanaan
tugas, tuntutan masyarakat, dan kemajuan teknologi.

Penataan organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan didasarkan pada


landasan hukum diantaranya sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara;

2. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Kedudukan, Tugas,


Fungsi, Susunan Organisasi, danTata Kerja Kementerian Negara Republik
Indonesia;

3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan


Fungsi Kementerian Negara, Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi
Eselon I Kementerian Negara;

4. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan;

Kajian yang dilakukan oleh Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan dalam setiap
pelaksanaan program penataan organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan

25
didasarkan pada prinsip-prinsip organisasi yang berlaku secara akademis,
universal, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, namun demikian
penataan organisasi

Kementerian Keuangan sangat ditentukan oleh kebijakan strategis yang


digariskan oleh pimpinan Kementerian Keuangan dan kebijakan nasional yang
digariskan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Reformasi administrasi Negara merupakan sesuatu yang wajib dijalankan


diseluruh Negara. Era globalisasi yang menimbulkan karakter social yang
mempunyai mobilitas tinggi membuat suatu pemerintahan dapat mengerti
dengan baik apa yang dibutuhkan rakyat kepada Negara. Dengan reformasi
administrasi Negara diharapkan tantangan tersebut akan mampu dijawab.
Reformasi aparatur Negara, reformasi birokrasi merupakan bagaian dalam
reformasi administrasi Negara

Terkait Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) di


Kemenkeu(Kemenkeu), Menkeu menjelaskan bahwa momentumnya dimulai dari

26
perubahan fundamental dalam pengelolaan keuangan negara, melalui lahirnya
Undang-Undang Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara. Cita-cita agar
menjadi Kemenkeu terbaik di dunia juga menjadi dasar RB Kemenkeu

REFERENSI PUSTAKA

Thoha, Miftah. 2008. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta : Kencana

https://blog.ub.ac.id/zuhry/2013/06/08/dasar-dasar-dan-teori-administrasi-publik/

https://yenaset.wordpress.com/reformasi-birokrasi-pada-kementerian-keuangan/

jid.blogspot.com/2015/01/reformasi-administrasi-publik-menuju.html

https://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/ar-trbtkp-2012%20web_0.pdf

https://www.kemenkeu.go.id/transformasi-kelembagaan/profil-reformasi-birokrasi/

27

Anda mungkin juga menyukai