Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kosong
Tempat Pelaksanaan :
PRODUCTION
ADMIN
PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER (RAPP)
Pangkalan Kerinci, Riau
Waktu Pelaksanaan :
8 Februari 2021 – 5 April 2021
Disusun Oleh :
Fachreni Dwi Putri 170405139
2
10. Teman-teman penulis yang juga melaksanakan Kerja Praktik Virtual di PT
RAPP yang telah memberikan dukungan dan semangat.
Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga
laporan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Penulis I Penulis II
Disusun Oleh:
Disetujui/Disetujui,
Dr. Ir. Iriany, M.Si Ir. Maya Sarah, S.T., M.T., Ph.D.,
IPM
NIP. 196406131990032001 NIP. 197005012000122001
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh:
Disetujui,
Pembimbing Lapangan
b. Eucalyptus
Eucalyptus memiliki warna yang unik dengan batang yang tinggi dan lurus,
eucalyptus merupakan tanaman yang cepat tumbuh, terutama di daerah yang banyak
air seperti dipinggir sungai dan danau. Eucalyptus dalam usia 5 tahun bisa dipanen.
2.3.2 Produk
2.3.2.1 Produk Utama
Produk utama PT. RAPP adalah lembaran pulp serta produk kertas dengan
merek dagang PaperOneTM. Kapasitas produksi pulp di PT. RAPP Pangkalan
Kerinci mencapai 3 juta ton pulp/tahun sedangkan kapasitas produksi kertas di PT.
RAPP mencapai 1,15 juta ton kertas/tahun. Produk kertas PaperOneTM telah
diekspor ke
seluruh dunia, dimana saat ini produk tersebut tersedia di 55 negara diantaranya Asia
tenggara, China, India, Brazil, Amerika Serikat, Jepang, Finlandia, Hongkong, Korea
dan negara maju lainnya. Sementara itu, lembaran pulp buatan PT. RAPP telah
digunakan oleh 80% perusahaan pembuat kertas di Asia dan 15% perusahaan
pengguna pulp di eropa.
a. Lembaran Pulp
Produk lembaran pulp buatan PT. RAPP diproduksi dengan proses yang
berbasiskan ECF (Elemental Chlorine Free), yang dikelola secara berkelanjutan
dengan mengutamakan nilai-nilai ekologi, ekonomi, dan sosial yang dalam
pembuatannya, khususnya dalam proses pemutihan pulp (bleaching), PT. RAPP sama
sekali tidak menggunakan gas klorin (Cl2). Berikut contoh tampilan jenis lembaran
pulp ditampilkan 2.1
Pulp Operation
3.1 Pulp
Perkembangan industri pulp dan kertas di Indonesia saat ini sangat pesat. Hal
ini ditunjukkan dengan peningkatan kapasitas produksi pulp dari sekitar 6,5 juta ton
per tahun, menjadi sekitar 11 juta ton per tahun (Gunawan, dkk., 2012). Pulp
merupakan bahan baku pembuatan kertas dan senyawa-senyawa kimia turunan
selulosa. Pulp dapat dibuat dari berbagai jenis kayu, bambu, dan rumput-rumputan.
Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun non kayu)
melalui berbagai proses pembuatan baik secara mekanis, semikimia, dan kimia.
Pulp terdiri dari serat-serat (selulosa dan hemiselulosa) sebagai bahan baku
kertas. Bahan dasar pembuatan pulp yang terutama adalah selulosa yang banyak
dijumpai pada hampir semua jenis tumbuh-tumbuhan sebagai pembentuk dinding sel
(Saleh, dkk., 2009). Umumnya serat kayu dan bukan kayu merupakan bahan berserat
yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, zat ekstraktif dan mineral (Surest dan Dodi,
2010). Komponen dasar yang terdapat dalam kayu adalah:
1. Selulosa
Bahan dasar dalam industri kertas harus mengandung beberapa komponen salah
satunya adalah selulosa. Selulosa ialah senyawa organik yang tidak larut dalam air
dengan formula (C6H10O5)n dengan n adalah derajat polimerisasi. Selulosa
merupakan kandungan utama dalam serat tumbuhan dan berfungsi sebagai komponen
struktur tumbuhan. Selulosa ini tersusun atas molekul glukosa rantai lurus dan
panjang yang merupakan komponen yang paling disukai dalam pembuatan kertas
karena berbentuk serat panjang dan kuat. Selulosa memiliki peran penting dalam
menentukan karakter serat (Dirga, 2012).
2. Lignin
Lignin adalah jaringan polimer fenolik tiga dimensi yang berfungsi merekatkan
serat selulosa sehingga menjadi kaku. Proses pulping kimia dan proses pemutihan
akan menghilangkan lignin tanpa mengurangi serat selusosa secara signifikan. Peran
utama
lignin adalah untuk membentuk middle lamela (lapisan tengah serat) yang menjadi
pengikat antar serat. Lignin adalah salah satu komponen penyusun tanaman yang
secara umum mengikat selulosa dan hemiselulosa. Komposisi bahan penyusun ini
berbeda- beda bergantung pada jenis tanaman. Pada batang tanaman, lignin berfungsi
sebagai bahan pengikat komponen penyusun lainnya, sehingga suatu pohon bisa
berdiritegak. Berbeda dengan selulosa yang terutama terbentuk dari gugus
karbohidrat, lignin terbentuk dari gugus aromatik yang saling dihubungkan dengan
rantai alifatik yang terdiri dari 2-3 karbon (Saleh dkk., 2009).
3. Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan senyawa sejenis polisakarida yang terdapat pada
semua jenis serat, mudah larut dalam alkali, dan mudah terhidrolisis oleh asam
mineral menjadi gula dan senyawa lain. Hemiselulosa memiliki derajat polimerisasi
lebih kecil dari 300. Hemiselulosa adalah polimer bercabang atau tidak liniar selama
pembuatan pulp. Hemiselulosa bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan selulosa
karena rantai hemiselulosa lebih pendek dari rantai selulosa. Kandungan hemiselulosa
yang tinggi memberikan kontribusi pada ikatan antar serat karena hemiselulosa
bertindak sebagai perekat dalam setiap serat tunggal. Pada saat proses pemasakan
berlangsung, hemiselulosa akan melunak dan pada saat hemiselulosa melunak, serat
yang sudah terpisah akan lebih mudah menjadi berserabut (Wibisono,2011).
4. Zat Ekstraktif
Kayu juga mengandung sejumlah kecil beberapa bahan lain yang disebut zat
ekstraktif (getah kayu). Istilah ekstraktif kayu meliputi sejumlah besar senyawa yang
berbeda yang dapat diekstraksi dari kayu dengan menggunakan pelarut polar dan non-
polar. Dalam arti yang sempit ekstraktif merupakan senyawa-senyawa yang larut
dalam pelarut organik dan dalam pengertian ini nama ekstraktif digunakan dalam
analisis kayu. Tetapi senyawa-senyawa karbohidrat dan anorganik yang larut dalam
air juga termasuk dalam senyawa yang dapat diekstraksi.
Sejumlah kayu mengandung senyawa – senyawa yang dapat diekstraksi yang
bersifat racun atau mencegah bakteri, jamur dan rayap. Ekstraktif lain dapat
memberikan warna dan bau pada kayu. Zat ekstraktif menempati tempat-tempat
morfologi tertentu di dalam struktur kayu. Sebagai contoh, asam – asam resin yang
terdapat dalam saluran resin, sedangkan lemak dan lilin terdapat dalam sel-sel
parenkim. Komponen ini sangat beracun bagi kehidupan perairan dan mencapai
jumlah yang banyak dalam effluen industri kertas. Komposisi ekstraktif berubah
selama pengeringan kayu terutama senyawa-senyawa tak jenuh, lemak dan asam
lemak terdegradasi. Ekstraktif dapat juga mempengaruhi kekuatan pulp, perekatan
dan pengerjaan akhir kayu maupun sifat-sifat pengeringan (Fentalia, 2015).
Secara umum kualitas pulp dapat diukur dengan penentuan:
1. Kadar Alfa Selulosa (KAS)
Kadar Alfa Selulosa (KAS) merupakan parameter yang digunakan untuk
menentukan banyaknya selulosa yang terdapat dalam pulp. Semakin tinggi KAS
menunjukkan semakin banyaknya alfa selulosa yang terkandung dalam pulp dan juga
kualitas pulp yang semakin baik. Kadar alfa selulosa dalam pulp dipengaruhi oleh
konsentrasi dan jenis larutan pemasak, suhu, waktu pemasakan, dan jenis bahan yang
digunakan untuk pembuatan dissolving pulp.
2. Panjang Serat
Panjang serat akan mempengaruhi kekuatan kertas, dimana kekuatan kertas
tak begitu penting, misalnya untuk kertas tulis sehingga dapat terdiri dari sebagian
besar serat pendek. Namun demikian perlu dilakukan pencampuran dengan serat
panjang, agar lembaran yang terbentuk dapat lancar berjalan di atas mesin kertas
tanpa terputus- putus. Klasifikasi panjang serat menurut Klemm adalah sebagai
berikut :
- Serat panjang : 2,0 – 3,0 mm
- Serat sedang : 1,0 – 2,0 mm
- Serat pendek : 0,1 – 1,0 mm
3. Bilangan Kappa
Bilangan kappa ditentukan untuk mengetahui kandungan lignin yang terdapat
di dalam pulp. Pengukuran bilangan kappa ini dimaksudkan untuk mengetahui derajat
delignifikasi yang dicapai selama proses pemasakan dan untuk mengetahui jumlah
larutan pemutih yang dibutuhkan dalam proses bleaching (Saleh, 2009).
4. Viskositas
Pengujian viskositas menunjukkan daya tahan serat pada lembaran pulp.
Setiap industri pulp memiliki standar nilai viskositas yang berbeda, seperti halnya
pada industri pulp rayon memiliki nilai viskositas optimal 6,02 m.Pa.s, sedangkan
industri pulp kertas memiliki nilai viskositas optimal 9-9,5 m.Pa.s. Viskositas yang
menurun terjadi karena pemutusan rantai selulosa yang mengakibatkan rendahnya
rendemen dan kekuatan pulp (Gunawan dkk., 2012).
PT. Riau Andalan Pulp and Paper merupakan pabrik pulp dan kertas yang
terdiri atas empat unit bisnis yaitu Riau Fiber, Riau Pulp (RPL), Riau Andalan Kertas
(RAK) dan Riau Prima Energi (RPE). Proses pembuatan pulp PT. RAPP
menggunakan proses kimia yaitu proses kraft dengan bahan bakunya dari Acacia
mangium, Acacia crassicarpa, dan Eucalyptus. Bahan baku tersebut dimasak di
dalam digester dengan menggunakan larutan pemasak white liquor dengan
komponennya adalah NaOH, Na2S, dan Na2CO3. Hasil pemasakan adalah pulp dan
limbah cair pemasakan (black liquor). Black liquor dikirim ke chemical recovery
plant (CRP) untuk diolah menjadi green liquor. Green liquor mengalami proses
kautisasi dengan penambahan CaO dan mengeluarkan limbah berupa CaCO3.
Kaustisasi green liquor menghasilkan white liquor yang dapat digunakan kembali
sebagai larutan pemasak di dalam digester. Diagram alir pembuatan pulp di Riau Pulp
dapat dilihat pada gambar 4.1 sebagai berikut :
storage/direct
feeding
Wood
Washing
conveyor&
Receiving
Debarking
drum
barking drum
Conv. Under
Power Boiler
roller
Table
handling
roll
Bark
Bark
detecto
Metal
Recovery log
Rechipper
Chipper
screen
Scalper
Chip Pile
Fiberline
Gambar 4.2 Diagram Alir Pengolahan Kayu dari Wood Storage hingga Chip Pile
4.2.1 Wood Storage
Kayu diperoleh dari lahan konsesi baik dari foresty maupun yang dikerjakan
kontraktor. Wood storage adalah tempat pemyimpanan gelondongan kayu di udara
terbuka yang berlokasi di unit persiapan kayu (wood preparation). Kayu disimpan
terpisah sesuai dengan jenis kayunya dan diletakkan secara berderet dari tumpukan
kecil dan besar. Tumpukan kecil yang satu dan lainnya diletakkan secara bersilangan
sehingga menjadi tumpukan yang besar dengan panjang ±30 m dan tinggi ±6 m untuk
menjamin adanya aliran udara diantara tumpukan kayu.
4.2.2 Slasher Deck
Gelondongan dari wood storage dikirim ke slasher deck. Slasher deck
dilengkapi alat pemotong kayu yang disebut circulation saw yang fungsinya untuk
memotong gelondongan kayu yang berukuran panjang melebihi 3 m. Ukuran panjang
yang dikehendaki 2-3 m, hal ini untuk menyesuaikan ukuran panjang gelondongan
kayu yang akan diolah di debarking. Terdapat dua jenis kayu yang datang dari sektor,
yaitu bark off (telah dikuliti) dan debark off (belum dikuliti).
4.2.3 Infeed Conveyor
Infeed Conveyor adalah alat pengiriman gelondongan kayu dari slasher deck
ke sistem pemisahan kulit kayu (debarking room). Penggunaan infeed conveyor
bertujuan untuk menghasilkan pengisian batang kayu yang optimum, menjamin
pembuka kulit kayu secara efisien, dan kehilangan kayu minimum.
Peralatan pengiriman kayu dari slasher deck ke debarking drum ada 2 tipe,
yaitu:
1. Untuk wood room line 1 dan 2 menggunakan chain conveyor dengan sistem
motor penggerak.
2. Untuk wood room line 5 menggunakan tipe gentle feed conveyor dengan
sistem hidrolik.
4.2.4 Debarking (Pengulitan)
Debarking adalah proses pemisahan kulit kayu. Alat pemisahan pada proses
ini disebut debarker. Kulit kayu harus dipisahkan karena akan mempersulit dalam
proses pembuatan pulp yaitu banyak mengkonsumsi bahan kimia pemasak dan
menyebabkan bintik-bintik hitam pada pulp yang akan dihasilkan.
Untuk menghasilkan proses pengulitan terbaik, pengisian gelondongan kayu optimum
adalah 50% dari isi drum, agar antara batang-batang kayu saling berbenturan dengan
keras dan proses pengulitan berjalan efektif. Kulit kayu terpisah jatuh dari debarking
drum melalui belt conveyor kemudian dikirim ke bark storage, sedangkan
gelondongan kayu yang sudah dikuliti dikirim ke proses penyerpihan (chipping)
melalui roll conveyor.
4.2.5 Chipping (Penyerpihan)
Penyerpihan bertujuan untuk menghasilkan spesifikasi mutu chip yang
diperlukan untuk pemasakan pulp dan peralatan-peralatan proses. Ukuran chipper
dapat disesuaikan dengan diameter pisau cakram antara 2.200-3.700 mm dan jumlah
pisau antara 8-16. Chipper yang digunakan terdapat 2 jenis yakni Rauma dan
Kamura.
4.2.6 Chip Pile (Penyimpanan Chip)
Penyimpanan chip di PT RAPP dilakukan dengan menumpuk chip pada chip
pile. Penyimpanan ini dilakukan sebagai antisipasi apabila terjadi keterlambatan
pasokan bahan baku, sehingga tidak akan menghambat produksi. Setiap fiberline
memiliki chip pile yang berbeda beda. Untuk fiberline 1 dan 2, chip pile berbentuk
balok dengan dimensi 390m x 20m x 23m. Untuk fibreline 3, chip pile berbentuk
circular dimana pengambilan chip dilakukan secara memutar dengan kontinu, dengan
kapasitas 12.000 ton. Tempat penumpukan semua chips (chip pile) berkapasitas
200.000 ton chips, chip pile 1 dan 2 masing-masing 100.000 ton chips.
4.2.7 Chip Screening (Penyaringan Chip)
Chip screening merupakan proses penyeragaman ukuran chip agar proses
pemasakan dapat berlangsung secara sempurna dan seragam. Proses penyaringan chip
di PT RAPP mengkategorikan chip menjadi 4 jenis, yaitu:
Oversize atau Overthick ( diameter > 45 mm atau tebal > 8 mm)
Accept ( diameter = 8 – 45 mm, tebal 7-8 mm)
Pin ( diameter = 3 – 7 mm)
Fines ( diameter < 3 mm)
Jenis accept dikirim menuju chip silo untuk proses pemasakan di dalam
digester. Oversized chip dikirim ke rechipper untuk dicacah ulang dan dikirimkan
kembali ke area chip screening. Sementara itu, undersized chip kemudian dikirim ke
acrowood untuk dipisahkan antara pin chip dengan fines. Pin chip kemudian dikirim
menuju pin chip pile, sementara fines dikirim menuju PT Riau Prima Energi untuk
digunakan sebagai bahan bakar power boiler.
PT. RAPP memiliki tiga layer screen dengan ukuran yang berbeda-beda yaitu:
1. Layer 1 yang memiliki hole dengan ukuran diameter 45 mm yang berfungsi
untuk memisahkan chip oversize dan overthick.
2. Layer 2 yang memiliki hole dengan ukuran diameter 8-45 mm yang berfungsi
untuk memisahkan chip accept.
3. Layer 3 yang memiliki slot dengan ukuran 9x14 mm berfungsi untuk
memisahkan pin, fines, dan dust.
4.3 Fiberline
Secara umum, Fiberline terdiri dari 3 proses yakni cooking, washing,
bleaching. Area ini adalah tempat dimana chip diubah menjadi pulp melalui suatu
proses pemasakan dengan menggunakan digester. PT RAPP memiliki 3 unit fiberline
yaitu fiberline 1,2, dan 3 ditambah 1 PCD (Pin Continuous Digester). Adapun
targetproduksi fiberline adalah ±8000 ton bleached pulp/day dimana 20% akan
dikirim ke RAK untuk dijadikan lembaran kertas dan sisanya akan diproses menjadi
bale pulp untuk dijual dalam negeri maupun luar negeri.
Fiberline 1 memiliki empat screen, dan fiberline 2 juga memiliki empat
screen. Masing-masing line memiliki 2 rechipper dengan kapasitas 250 m3/jam.
Rechipper memiliki 15 pisau dengan feed opening 800x850 mm dan juga terdapat
bed knife untuk menghasilkan angin agar chip hasil rechipping dapat terlempar keatas
untuk kembali masuk ke screening. Dapat terjadi Plug up disebabkan oleh kurangnya
angin yang dihasilkan, chip masih berukuran besar sehingga berat, dinding bocor
sehingga mengurangi angin, dan chip masuk sekali banyak. Chip yang lolos dari layer
ketiga akan jatuh ke conveyor dengan kapasitas 1.000 m3/hari untuk dikirim ke
acrowood (dengan 60 roll dengan jarak antar roll 1 mm. Accept berupa pin 3-7 mm
dan yang lolos berupa fines dan dust dikirim ke power boiler). Roll yang digunakan
ada 2 jenis yaitu halus (agar accept banyak sehingga stok pin bisa lebih banyak) dan
kasar (banyakreject, guna untuk memperbanyak stok bahan bakar).
4.3.1 Digester Area
Digester merupakan bejana bertekanan (vessel) sebagai tempat terjadinya
proses delignifikasi chip dengan penambahan bahan kimia, panas dan tekanan
sehingga menjadi pulp. Tujuan pemasakan adalah untuk melarutkan lignin sebanyak
mungkin sehingga selulosa dan lignin terpisah dengan menggunakan bahan kimia
yang disebut white liquor. Chip yang sudah dimasak berubah menjadi pulp yang
masih berwarna coklat, sedangkan cairan pemasak berubah menjadi hitam yang
disebut black liquor.
Pada proses pemasakan, FL#1 dan FL#2 menggunakan superbatch digester, FL#3
menggunakan continuous digester, sedangkan PCD plant menggunakan M&D
digester.
4.3.1.1 Digester Superbatch pada Fiberline 1 dan 2
Unit fiberline 1 dan 2 masing-masing memiliki 14 unit digester dengan
kapasitas masing-masing unit adalah 350 m3 untuk line 1 dan 400 m3 untuk line 2,
prinsip kerja superbatch digester adalah dengan membagi-bagi proses digester ke
dalam beberapa tahapan. Tahap-tahap tesebut kemudian dilakukan secara berurutan
pada unit digester secara bergantian sedemikian rupa. Tahap-tahap proses pada
digester superbatch adalah sebagai berikut:
a. Chip Filling
Chip filling adalah proses pengisian chip dengan bantuan Low Power Steam
yang harus menyisakan 60% ruang kosong di dalam digester. Ruang kosong ini
berfungsi sebagai tempat pengisian liquor yang masuk pada tahap-tahap selanjutnya.
Waktu yang dibutuhkan untuk proses pengisian chip ini berkisar ±30 menit. Setelah
chip filling selesai maka sensor gamma ray akan muncul sehingga capping valve akan
menutup beberapa menit kemudian.
b. Impregnation
Impregnasi bertujuan untuk menghilangkan udara yang berada di dalam chip
sehingga kondisi chip menjadi vakum. Kondisi vakum ini bertujuan untuk
mempermudah liquor atau cairan pemasak masuk ke dalam pori-pori chip untuk
melarutkan lignin yang terdapat di dalam chip. Uap panas yang terkandung dalam
liquor ini akan menyebabkan perbedaan temperatur liquor dengan temperatur chip,
sehingga udara yang terdapat di dalam chip akan terdorong keluar. Setelah pori-pori
chip terbebas dari udara, pada saat itulah terjadi impregnasi. Waktu yang diperlukan
untuk impregnasi sekitar 25 menit. Tahapan impregnasi memiliki beberapa tujuan
sebagai berikut:
Sebagai penetrasi awal cairan kedalam chip
Menghilangkan fines yang terdapat di dalam digester
Menghilangkan ekstraktif yang terdapat pada permukaan chip
Menghilangkan udara didalam digester agar mudah penetrasi
c. Hot Liquor Filling
Tahap ini merupakan tahap dimana penambahan bahan kimia dengan
temperatur tinggi akan diinjeksikan ke dalam digester, dimulai dari penginjeksian hot
black liquor ke dalam digester dan disusul dengan penginjeksian hot white liquor.
Waktu yang diperlukan untuk Hot Liquor Filling sekitar 40 menit.
d. Heating and Cooking
Sebelum dilakukan pemanasan, dilakukan ekualisasi temperatur digester
dengan mensirkulasi cairan yang ada di dalam digester agar temperatur digester
menjadi homogen
Heating
Proses pemanasan dilakukan pemberian panas ke cairan di dalam digester dari
aliran MP Steam bersuhu 205oC melalui alat penukar panas. Jumlah steam yang
ditembakkan bergantung pada suhu awal digester sebelum pemanasan dilakukan.
Proses pemanasan dilakukan hingga temperatur target, yakni 150-156oC untuk akasia.
Tahap ini diperkirakan memakan waktu kurang lebih 15 menit.
Cooking
Proses pemasakan dilakukan dengan sirkulasi cairan yang ada di dalam
digester. Sirkulasi bertujuan untuk mempertahankan temperatur pemasakan pada
seluruh bagian digester. Pemasakan dilakukan hingga H-faktor yang ditargetkan
tercapai. Nilai H-faktor untuk bahan baku kayu akasia adalah sekitar 400. Sedangkan
untuk bahan baku mix hardwood, nilai H-faktor yang ditargetkan adalah sekitar 500.
H-faktor merupakan suatu variabel yang menyatakan waktu dan temperatur
pemasakan. Variabel tersebut didefinisikan sebagai jumlah waktu untuk memasak
chip pada temperatur tertentu dikalikan dengan laju relatif yang berhubungan dengan
temperatur. Tahap ini umumnya dilakukan selama 45 menit.
Selama tahapan Heating and Cooking, lignin didalam chip akan terdegradasi
dan terlarut dalam cairan pemasak. Selain pelarutan lignin, cairan pemasak juga
melarutkan sebagian selulosa dan hemiselulosa.
e. Displacement
Displacement bertujuan untuk menghentikan reaksi pemasakan sekaligus
proses pendinginan menjadi 100-105oC serta sebagai pencucian awal. Pada akhir
proses ini temperatur pemasakan turun hingga dibawah 100oC. Waktu yang
dibutuhkan berkisar ±50 menit.
f. Discharge
Discharge merupakan tahap akhir dari proses pemasakan yang berlangsung di
dalam digester. Tujuan dari proses ini yaitu pengepressan pulp hasil pemasakan dari
dalam digester ke discharge tank. Pada proses ini dilakukan dilusi dengan maksud
agar konsistensi pulp lebih rendah yaitu sekitar 5-6% (awal sekitar 15%) sehingga
mudah dipompakan. Rentang waktu discharge sekitar 25-30 menit. Pada saat
discharge dimasukkan low pressure steam dengan tekanan 0,8 bar untuk membantu
proses discharge. Saat discharge, temperatur tidak boleh melebihi 102oC karena
dapat menggangu proses discharge.
4.3.2 Washing Area
Washing dilakukan untuk mengambil kembai bahan kimia sisa pemasakan
untuk diolah dengan chemical recovery yang akan digunakan kembali sebagai bahan
kimia pemasak untuk tahap pemasakan selanjutnya.
4.3.2.1 Washing Area pada Fiberline 1 dan 2
Berikut ini adalah diagram alir proses washing pada fiberline 1 dan 2 yang
ditunjukkan pada gambar 4.3
Deknotting Wash Press Screening
O2 Delignification
D0 EOP D1 D2 BHDT
Tangki Stand
Filtrat Pipe
Pada tahap pertama bleaching bahan kimia yang digunakan adalah ClO2.
Penambahan ClO2 dilakukan di dalam mixer. Tujuan dari tahap ini adalah untuk
mendegradasi atau memisahkan struktur lignin yang terdapat di dalam pulp. Pada
tahap ini kandungan kappa inlet sangat berpengaruh terhadap konsumsi ClO2. Reaksi
antara bahan kimia pemutih dengan pulp terjadi di D0 reactor.
Sebelum ke D0 main tower, pulp direaksikan terlebih dahulu di pre tower,
dimana reaksi up flow akan terjadi di pre tower sedangkan down flow di main tower.
Hal ini bertujuan untuk memperpanjang waktu reaksi di dalam reaktor. Selanjutnya
pulp akan dipress menggunakan roll press untuk meningkatkan konsistensi pulp yang
kemudian akan dikirim ke stand pipe untuk proses selanjutnya (EOP). Parameter
yang perlu dikontrol pada tahap ini diantaranya:
- Konsistensi inlet : 11 %
- Konsistensi outlet : 30 %
- Temperatur : 80oC
- Waktu reaksi : 1,2 jam
- pH : 3-3,5
- Brightness : 68-70 %
2. Tahap EOP
Pada tahap ini lignin yang telah dilepaskan pada tahap D0 akan diekstraksi
dan dioksidasi sehingga bisa hilang dari pulp. Bahan kimia yang ditambahkan pada
tahap ini adalah NaOH dan O2. Pada tahap ini bilangan kappa dari pulp akan turun
drastis karena mulai banyak lignin yang lepas. Selain itu, diberikan penambahan MP
Steam bersamaan dengan penambahan oksigen untuk menaikkan temperatur
kemudian direaksikan di dalam reaktor. Kemudian pulp akan dialirkan ke press tipe
displacement untuk pencucian dengan menggunakan hot water hingga konsistensi
pulp mencapai 30- 32%. Pulp akan didilusikan kembali dengan air panas sampai
konsistensi 10-15%. Pulp kemudian dikirimkan ke konveyor untuk dialirkan ke tahap
selanjutnya.
Diagram alir untuk tahap ektraksi oksidasi peroksida (EOP) dapat dilihat pada
Gambar 4.6.
PeroksidaAlkali O2
Tangki Stand
Filtrat Pipe
Di stand pipe dimasukkan alkali (H2O2 dan NaOH). Pulp selanjutnya akan
dipompakan ke mixer, di mixer pulp ditambahkan O2. Alkali yang dimasukkan
bertujuan untuk meningkatkan Brightness pulp sedangkan penambahan O2 adalah
untuk oksidasi. Reaksi antara pulp dengan bahan kimia pemutih serta O2 berlangsung
di pre tower dan main tower. Pada tahap ini tekanan dijaga supaya tetap konstan.
Kemudian pulp akan dipress menggunakan twin roll press untuk meningkatkan
konsistensi yang selanjutnya pulp akan dikirim ke stand pipe. Parameter yang
dikontrol pada tahap ini yaitu:
- Konsistensi inlet : 11%
- Konsistensi outlet : 30%
- Temperatur : 82 oC
- Waktu reaksi : 1 jam
- pH : 10,5-11
- Brightness : 80-82% (ISO Brightness)
- Tekanan reaktor : 1-2 bar
3. Tahap D1
Pada tahap ini brightness dari pulp akan dinaikkan agar mencapai standar
baku mutu pulp. Lignin yang sudah diekstrak pada tahap EOP membuat proses
bleaching pulp pada tahap ini berlangsung mudah. ClO 2 ditambahkan ke dalam mixer
sebanyak 10-15 kg/ton. Selesai dari tahap ini, pulp akan dicuci menggunakan press
displacement untuk line 1 dan dewatering untuk line 2.
Diagram alir tahap D1 dapat dilihat pada Gambar 4.7.
ClO2
4. Tahap D2
Tahap D2 merupakan tahapan untuk menyempurnakan proses bleaching agar
brightness pulp mencapai nilai standar ISO untuk produk siap jual. Pada proses ini
menggunakan bahan kimia berupa ClO2 dengan kisaran 0-5 kg/ton. Selesai dari D2,
pulp kemudian dikirim ke tangki penyimpanan yang disebut Bleached High Density
Tower (BHDT) yang memiliki volume 8000 m3.
Diagram alir tahap D1 dapat dilihat pada Gambar 4.8.
ClO2
TUGAS KHUSUS
“Analisa Temperatur Equalization terhadap Lamanya Heating dan
Lamanya Cooking yang Dihubungkan dengan Temperatur Akhir dan
H Faktor“
5.4 Metodologi
5.4.1 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan pada pelaksanaan pengambilan data untuk tugas
khusus adalah sebagai berikut:
1. Metode Observasi
Metode ini dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap suatu objek
pengambilan data
2. Metode Wawancara
Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada narasumber
(operator) dalam mendapatkan data.
3. Metode Studi Pustaka (Studi Literatur)
Metode ini dilakukan dengan mencari buku-buku referensi sebagai dasar analisis
dan pembuatan laporan.
1. Pengisian chip
Chip diisi ke dalam digester dari chip silo. Pada tahap ini chip akan
diisikan sebanyak 144 ton ke dalam digester. Dengan bantuan steam packer
yang bertekanan 3 bar dilakukan proses pengisian chip dengan tujuan untuk
memadatkan chip ke dalam digester dan meratakan chip.
2. Impregnasi
Pemompaan weak black liquor yang berasal dari tangki impregnasi,
dengan volume 325 m3 menuju digester. Pada tahap ini, dilakukan pengisian
chip telah mencapai 60-70 ton.
7. Discharge
Tujuan dari tahap ini adalah mengeluarkan kayu yang telah masak dan siap
dikirim ke area washing.
Laju Alir Massa Masuk = Laju Alir Massa Keluar + Laju Akumulasi Massa
Laju akumulasi massa adalah massa yang berubah menjadi kerak di dalam alat dan
massa yang hilang baik akibat reaksi maupun bocor.
Penurunan Adanya
Kinerja kendala pada
Digester di tahap
Fiberline 2 impregnasi
Permasalaha
n
Chip Filling
Penurunan
Volume Impregnasi
pada Berat
Akhir Digester yang berlebih
Cek
Pengumpulan data Pengecekan Analisa pengaruh Analisis faktor
tidak apakah tidak
kinerja tiap parameter- Apakah berat akhir tidak volume yang
digester pada parameter kinerja berat WBL
akhir 400 mencapai target mempengaruhi
Fiberline 2 setiap digester lebih
ton ?
dari
Volume WBL
325 m3
?
Ya
tidak
Apakah
waktu Ya Evaluasi Moisture
impregnasi
sesuai Content pada chip dan
dengan partikel lainnya
target ?
tidak
5.7. Pembahasan
5.7.1 Evaluasi Parameter Bermasalah
Kinerja digester yang akan dianalisa waktu dan volume impregnasi-nya
terhadap temperatur dan berat akhir. Terdapat 14 digester dengan total pemasakan
terselesaikan dalam 1 hari dengan 3 shift yaitu 85 pemasakan. Pada shift pagi terdapat
28 jumlah pemasakan yang terselesaikan, shift siang terdapat 28 jumlah pemasakan
yang terselesaikan, dan shift malam terdapat 29 jumlah pemasakan yang
terselesaikan. Dari setiap pemasakan terdapat perbedaan temperatur dan berat yang
ditunjukkan pada gambar 5.3. dan 5.4.
Temperatur Akhir (oC)
110
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
020406080100
Urutan Pemasakan
Gambar 5.3 Grafik Temperatur Akhir Terhadap Urutan Pemasakan
Berdasarkan gambar 5.3 dapat disimpulkan bahwa setiap tahap impregnation
memiliki temperatur akhir yang berbeda – beda dalam digester. Dimana terdapat
temperatur digester diatas normal, dan temperatur digester dibawah normal.
Pada setiap kinerja digester dilakukan pengumpulan data dan dilakukan
analisis kinerja digester yang tidak sesuai dengan temperatur akhir yang ditargetkan.
Untuk mengetahui digester yang mengalami penurunan kinerja dengan parameter
yang bermasalah dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Kinerja Digester dan Parameter yang Bermasalah pada Temperatur Akhir
di Bawah Normal yang ditargetkan
Jumlah Pemasakan Urutan Temperatur
Tanggal Shift Digester
yang Terselesaikan Pemasakan (oC)
#8 ke – 3 80
ke – 6 83
#4
Pagi 28 ke – 20 83
#13 ke – 21 84
#3 ke – 26 80
8 #8 ke – 32 86
Desember #12 ke – 43 76
2020 Siang 28
#4 ke – 49 84
#6 ke – 52 88
#2 ke – 56 77
#12 ke – 58 89
Malam 29 #14 ke – 67 87
#12 ke – 73 80
500
400
Berat Akhir (ton)
300
200
100
0
0 20 40 60 80 100
Urutan Pemasakan
Gambar 5.4. Grafik Berat Akhir Terhadap Urutan Pemasakan
Berdasarkan gambar 5.4 dapat disimpulkan bahwa setiap tahap
impregnation memiliki nilai berat akhir yang berbeda – beda dalam digester. Dimana
terdapat berat akhir diatas normal, dan berat akhir dibawah normal yaitu 400 ton.
Pada setiap kinerja digester dilakukan pengumpulan data dan dilakukan
analisis kinerja digester yang tidak sesuai dengan berat akhir tahap impregnasi yang
ditargetkan. Adapun tabel kinerja digester dan parameter yang bermasalah
ditunjukkan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Kinerja Digester dan Parameter yang Bermasalah pada Berat Akhir di
Bawah Normal yang ditargetkan
Jumlah Pemasakan Urutan
Tanggal Shift Digester Berat (ton)
yang Terselesaikan Pemasakan
#13 ke - 7 393
Pagi 28 ke - 10 391
#6
ke - 26 390
#8 ke - 32 391
ke - 39 381
8 #6
Siang 28 ke - 52 392
Desember
2020 ke - 34 395
#13
ke - 48 395
ke - 58 392
#12
ke - 73 386
Malam 29
#13 ke - 62 399
#14 ke - 70 398
Pada tabel 5.3. dapat dilihat adanya masalah penurunan berat akhir dari tahap
impregnasi di bawah normal pada setiap shift. Dari Shift pagi, siang, dan malam
terdapat masalah karena berat akhir lebih rendah dari yang ditargetkan yaitu 400 ton.
Tabel 5.4 Kinerja Digester dan Parameter yang Bermasalah pada Temperatur Akhir
di Atas Normal yang ditargetkan
Jumlah Pemasakan Urutan
Tanggal Shift Digester Berat (ton)
yang Terselesaikan Pemasakan
ke - 1 425
8 Desember
Pagi 28 #11 ke - 15 432
2020
ke - 28 431
ke - 2 426
#7
ke - 16 418
ke - 6 423
#4
ke - 20 428
ke - 9 441
#14
ke - 23 444
ke - 35 439
#4
ke - 49 427
ke - 41 428
#11
ke - 53 441
Siang 28 ke - 30 429
#7
ke - 44 431
ke - 38 450
#14
ke - 53 441
ke - 63 439
#4
ke - 76 438
Malam 29
ke - 70 439
#11
ke - 83 434
#7 ke - 85 426
WBL TANK
V-1 DIGESTER
Impregnation Liquor
IMPREGNATION TANK
Berdasarkan gambar 5.5 pada skema tahap impregnasi dapat dilihat bahwa
pemompaan weak black liquor yang berasal dari tangki impregnasi
dipompakandengan volume 325 m3 menuju digester. Tahap ini dilakukan saat
pengisian chip telahmencapai 60-70 ton. Umumnya, void fraction dari digester di
fiberline 2 yang telah terisi oleh chip adalah 0,6. Dengan volume digester 400 m3,
maka volume kosong yangdapat diisi oleh weak black liquor adalah sebanyak 240 m3.
Sisa 60 m3 dari weak blackliquor yang dipompakan kemudian dialirkan menuju
tangki weak black liquor.
Secara teoritis, volume WBL yang nantinya masuk ke digester adalah 350 m3.
Volume yang masuk kedalam digester sendiri itu bergantung dengan seberapa banyak
chip yang sudah terisi dalam digester tersebut. Apabila pada digester terdapat jumlah
chip yang sedikit, maka volume WBL yang masuk akan lebih banyak, dan
sebaliknya. Namun terdapat beberapa penyimpangan pada tiap shift pada volume dan
berat akhir yang ditargetkan. Kita dapat lihat bagaimana dengan kondisi Volume
WBL yang masuk pada digester dari tabel 5.5
Tabel 5.5 Data Volume WBL terisi di Digester yang Berat Akhir Dibawah dengan
Normal yang Ditargetkan (Fiberline Dept., 2020).
Jumlah Pemasakan Urutan Volume WBL
Tanggal Shift Digester
yang Terselesaikan Pemasakan (m3)
#13 ke - 7 347
Pagi 28 ke - 10 351
#6
ke - 26 351
#8 ke - 32 337
ke - 39 298
8 #6
Siang 28 ke - 52 295
Desember
2020 ke - 34 349
#13
ke - 48 348
ke - 58 335
#12
ke - 73 302
Malam 29
#13 ke - 62 347
#14 ke - 70 334
Dari tabel 5.5 terlihat bahwa hanya pada pemasakan di pagi, pemasakan ke –
34, ke – 48 dan ke – 62 yang tidak jauh dengan volume teoritis yang diinginkan yaitu
± 350 m3.
Tabel 5.6 Data Volume WBL terisi di Digester yang Berat Akhir Diatas dengan
Normal yang Ditargetkan (Fiberline Dept., 2020)
Jumlah Pemasakan
Tanggal Shift Digester Urutan Pemasakan Berat (ton)
yang Terselesaikan
ke - 1 425
#11 ke - 15 432
ke - 28 431
8 ke - 2 426
#7
Desember Pagi 28 ke - 16 418
2020
ke - 6 423
#4
ke - 20 428
ke - 9 441
#14
ke - 23 444
ke - 35 353
#4
ke - 49 325
ke - 41 350
#11
ke - 55 349
Siang 28 ke - 30 353
#7
ke - 44 351
ke - 38 361
#14
ke - 53 362
ke - 63 352
#4
ke - 76 351
Malam 29
ke - 70 348
#11
ke - 83 350
#7 ke - 85 354
Dari tabel 5.8 terlihat hanya pemasakan ke – 8 pada digester #5 saja yang
waktu pemanasan di digester tidak dari waktu yang diharapkan yaitu ± 25 menit,
selebihnya waktu pemanasan untuk temperatur yang sesuai dengan teori semuanya
melewati dengan waktu teoritis.
Seperti yang kita tahu, dalam tahap impregnasi sendiri, terjadi untuk
membantu menghilangkan ekstraktif dan juga lignin yang menempel pada fiber,
karena zat lignin tidak kita inginkan ada dalam pulp kita. Yang dapat disimpulkan,
semakin kecil Bilangan Kappa ( kandungan lignin yang terkandung dalam pulp )
maka semakin bagus juga kualitas pulp yang kita hasilkan pada proses produksi.
Namun ada beberapa variabel yang mempengaruhi bilangan Kappa itu sendiri yaitu
waktu dan temperatur. Suhu dan waktu pemasakan meruapakan dua variabel yang
terkait. Suhu dan waktu pemasakan mempengaruhi rendemen pulp yang dihasilkan
dan kelarutan lignin. Pengolahan pulp dengan suhu yang tinggi akan memerlukan
waktu pemasakan yang singkat. Namun, pada suhu yang tinggi dengan waktu
pemasakan yang lama akan menyebabkan terurainya selulosa sehingga rendemen dan
suatu pulp yang dihasilkan rendah. Apa yang menyebabkan temperatur mengalami
penurunan dikarenakan chip yang berada dalam digester menyerap terlalu banyak
panas, dikarenakan masih tingginya moisture content pada chip sehingga chip
memerlukan panas yang cukup banyak untuk mengeringkan kandungan air di
dalamnya. Dan dengan tingginya temperatur yang digunakan pada tahap
impregnasi, maka waktu yang dibutuhkan
tentunya lebih singkat juga. Dan juga bisa terjadi waktu reaksi yang lebih lama
dikarenakan banyaknya chip dalam digester yang membuat volume impregnasi yang
masuk menjadi sedikit, sehingga temperatur yang masuk dibawah temperatur teoritis,
sehingga dibutuhkan waktu yang lebih banyak agar proses impregnasi dapat berjalan
dengan lancar.
Penyebab utama dari permasalahan ini adalah karena menurunnya temperatur
pada bagian bottom digester mengalami fluktuasi yang memungkinkan terjadi
gangguan pada proses impregnasi itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada data yang
diperoleh pada tanggal 8 Desember 2020 yang ditunjukkan pada gambar 5.6 dan 5.7
Gambar 5.6 Profil Temperatur pada bagian Atas, tengah dan bawah Digester,
Temperatur Liquor dari Accumulator 2, dan Flow Impregnasi ke Digester pada
Tanggal 8 Desember 2020 Jam 06.00-18.00
Gambar 5.7 Profil Temperatur pada bagian Atas, tengah dan bawah Digester,
Temperatur Liquor dari Accumulator 2, dan Flow Impregnasi ke Digester pada
Tanggal 8 Desember 2020 Jam 18.00-06.00 pada tanggal 9 Desember 2020
Fluktuasi temperatur pada bottom digester dapat dilihat pada Gambar 5.6
dimana yang harusnya temperatur pada bottom digester konstan pada suhu 165 oC.
Namun pada pukul 06.00 – 18.00 WIB, suhu mengalami fluktuasi dan kembali
konstan pada shift selanjutnya. Padahal harusnya temperatur pada bagian bawah
digester harusnya konstan atau semakin naik, karena pada bagian itulah WBL, HBL
and HWL masuk kedalam digester, sehingga bagian bawahlah yang pertama kali
mendapat panas dari liquor tersebut.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
Adapun saran yang bisa diberikan pada tugas khusus ini adalah :
1. Dilakukan pengawasan rutin pada tahap Chip Filling untuk memastikan
apakah nanti ada chip yang tidak sesuai dengan kategori yang dinginkan di
dalam digester dan memastikan banyaknya chip dalam digester sesuai
dengan target yang diinginkan
2. Dilakukan pengawasan rutin pada 4 temperatur yang mengukur suhu
digester untuk memastikan apakah suhu saat proses pemasakan terjadi
sesuaikah dengan apa yang ditargetkan.
DAFTAR PUSTAKA
Dirga, R. 2012. Ekstraksi Serat Selulosa dari Tanaman Eceng Gondok dengan Variasi
Pelarut. 29-34.
Fentalia, Firka. 2015. Pemanfaatan Daun Pandan Duri (Pandanus Tectorius) Sebagai
Bahan Baku Alternatif Pembuatan Pulp. Proposal Laporan Akhir.
Palembang: Jurusan Politeknik Negeri Sriwijaya.
Gunawan, Adi., Dessy Endiana Sihotang, dan M. Yusuf Thoha. 2012. Pengaruh
Waktu Pemasakan dan Volume Larutan Pemasak terhadap Viskositas Pulp
dari Ampas Tebu. Jurnal Teknik Kimia 18(2).
Istiadi Pratama. 2015. Laporan Umum PT. Riau Andalan Pulp and Paper Pangkalan
Kerinci- Riau. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Saleh. 2009. Pengaruh Konsentrasi Pelarut, Temperatur dan Waktu Pemasakan pada
Pembuatan Pulp dari Sabut Kelapa. Universitas Sriwijaya.
Surest, H. Azhary dan Dodi Satriawan. 2010. Pembuatan Pulp Dari Batang Rosella
Dengan Proses Soda (Konsentrasi NaOH, Temperatur Pemasakan dan Lama
Pemasakan). Jurnal Teknik Kimia, No.3,Vol.17. Palembang: Universitas
Sriwijaya.
Wibisono, Ivan. Hugo Leonardo, Antaresti, dan Aylianawati. 2011. Pembuatan Pulp
dari Alang-alang. Widya Teknik 10(1): 11-20.
LAMPIRAN A
LEMBAR PERHITUNGAN
A.1. Perhitungan Liquor Balance Tahap Impregnasi
Berikut adalah contoh perhitungan liquor balance tahap impregnasi pada
Digester #2, tanggal 08 Desember 2020, siklus #1. Skema liquor balance tahap ini
disajikan pada Gambar A.1
Digester Free
F1 F2
Volume