Oleh :
Yosua Butar Butar, dr
Pembimbing :
Yulia Nadar Indrasari, dr., Sp. PK
1
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Perbedaan tekanan hidrostatik (HP) dan tekanan onkotik koloid (COP) pada
pleura parietalis dan pleura viseralis (Lawrence A. Kaplan, Clinical Chemistry, Theory,
Analysis, Correlation)
Di dalam rongga thorax, cairan dibentuk di pleura parietalis karena tekanan
hidrostatik yang lebih tinggi daripada tekanan onkotik koloid di dalam sirkulasi. Cairan
ini akan diserap kembali oleh pleura viseralis karena tekanan onkotik koloid kapiler yang
lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan hidrostatik di dalam sirkulasi paru. Jumlah
cairan pleura normal yang dapat ditemukan di dalam rongga pleura adalah kurang dari 15
ml.
Pada keadaan tertentu dimana terdapat suatu penyakit atau trauma, akan terjadi
peningkatan atau akumulasi cairan serous di dalam rongga pleura, yang disebut dengan
efusi pleura. Efusi pleura ini terbentuk ketika mekanisme fisiologis pada proses
pembentukan dan penyerapan (absorpsi) cairan pleura terganggu. Jadi, cairan akan
terakumulasi jika permeabilitas kapiler meningkat, tekanan hidrostatik meningkat,
tekanan onkotik koloid menurun , atau saluran limfe mengalami obstruksi.
Hipoproteinemia dapat menurunkan tekanan onkotik koloid. Albumin, yang
dihasilkan oleh hati, merupakan protein terpenting yang dapat mempertahankan/menjaga
tekanan onkotik koloid. Peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi karena protein
yang hilang di dalam pembuluh darah sehingga tubuh mengkompensasi dengan
membentuk cairan yang lebih banyak. Kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan permeabilitas kapiler dapat dijumpai pada penyakit inflamasi, infeksi, dan
metastasis tumor. Jika saluran limfe mengalami obstruksi maka cairan yang mengandung
banyak protein akan terakumulasi dalam rongga pleura. Hal ini dapat kita jumpai pada
penyakit keganasan kelenjar getah bening.
3. SYSMEX XN 1000
XN 1000 adalah alat hematologi otomatis yang menampilkan CBC(Complete
Blood Count) dan Leucocyte differential count dengan kapasitas hingga 100 sampel/ jam.
Alat otomatis ini menggunakan metode impedance dan flowcytometri dalam analisisnya.
XN 1000 ini telah mengembangkan analisisnya dengan menghasilkan lebih banyak
parameter dari seri alat sebelumnya. Alat ini mampu melakukan autocorrection terhadap
jumlah lekosit karena telah mampu mempresentasikan Nucleated Red Blood Cell
(NRBC) dengan lebih akurat. Jumlah sampel darah yang dibutuhkan sebanyak 88 µL
yang akan dialirkan ke beberapa channel, yaitu : channel RBC/PLT, HGB, WDF, WNR,
WPC, RET, PLT-F.
b. WDF Channel
WDF channel mengklasifikasikan dan menghitung neutrophil, limfosit, monosit
dan eosinophil, serta mendeteksi sel yang abnormal, seperti granulosit imatur dan limfosit
atipikal. Pada Sysmex seri XN ini, pemeriksaan granulosit imatur sudah dikerjakan
bersamaan dengan pemeriksaan hitung jenis leukosit. Surfaktan non ionic pada regen
Lysercell WDF menyebabkan hemolysis dan disolusi membrane eritrosit dan trombosit
serta menembus ke dalam membrane sel leukosit namun tidak sampai merusak membrane
inti. Derajat pengaruhnya tergantung dari morfologi dan karakteristik masing-masing
jenis leukosit. Perbedaan ini akan dibedakan melalui side scatter light (SSC). Selanjutnya
pewarna fluoresensi (polymethine) pada Fluorecell WDF aka masuk ke dalam sel dan
mewarnai DNA-RNA dan organel sel. Intensitas fluoresensi bervariasi antara tiap jenis
leukosit, tergantung tipe dan jumlah DNA-RNA dan organel sel. Hal ini memungkinkan
untuk membedakan dan menghitung jumlah variasi sel dan menandai sel yang abnormal.
Gambar 4. Intensitas Fluoresensi pada channel WDF.
c. WNR Channel
Channel ini digunakan untuk memperjelas hasil pemeriksaan basofill dan
nucleated red blood cell (NRBC). Pada scattergram WDF, letak dari basophil berhimpitan
dengan neutrofil sehingga pada channel ini semua jenis leukosit kecuali basophil,
dilisiskan menjadi satu. Reagen Lysercell WNR selain menyebabkan hemolysis dari
eritrosit, juga dapat menembus membrane sel leukosit. Hal ini mengakibatkan perubahan
bentuk luar dan struktur bagian dalam dari setiap jenis leukosit. Konsentrasi reagen
pelisis organic quaternary ammonium salt pada Lysercell-WNR lebih tinggi bila
dibandingkan dengan kandunganya pada Lysercell-WDF. Basofil sendiri lebih tahan
dibandingkan leukosit yang lain karena granul-granulnya bersifat asam. Channel ini
membedakan basofil dari sel leukosit lainnya berdasarkan perbedaan morfologi yang
ditangkap melalui perubahan dari perpendaran sinar (FSC dan SSC). Fluorcell WNR
mewarnai inti dan organel sel leukosit serta inti NRBC. Sel leukosit terwarnai dan
memiliki fluoresensi lebih kuat dibandingkan NRBC. Berdasarkan prinsip tersebut,
channel WNR dapat membedakan leukosit (limfosit) dan NRBC serta melakukan
perhitungan jumlah leukosit (limfosit) dan NRBC serta melakukan perhitungan jumlah
leukosit secara tepat. Jika ditemukan NRBC maka secara otomatis akan dilakukan
perbaikan terhadap jumlah leukosit serta limfosit.
Gambar 6. Intensitas Fluoresensi pada channel WNR.
Data yang dihasilkan dari channel WNR ini kemudian diplotkan dalam
scattergram dimana yang menjadi sumbu X adalah SFL, sedangkan sumbu Y adalah FSC
(ukuran dari sel).
1. Guyton A, Hall J . Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology 22nd Edition.
Philadelphia : Elsevier-Saunders, 2011 .
2. Sysmex Company. PPT: Principle , Reagent reaction and Scattergram. Sysmex Asia
Pasific Pte.Ltd, 2011.
3. Sysmex Company. PPT: Sample Analysis. Sysmex Asia Pasific Pte.Ltd, 2011.
4. Sysmex Company. PPT: XN Flagging. Sysmex Asia Pasific Pte.Ltd, 2011.
5. Sysmex Company. Automated Hematology Analyzer XN Series (for XN-1000
system) Instruction for Use. Sysmex Corporation- Kobe, 2012.