Anda di halaman 1dari 16

PAPER KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA

“PEMANFAATAN RADIOSIOTOP DALAM BIDANG


PERTANIAN DAN PERIKANAN”

Disusun Oleh:

KELOMPOK VI

Nurul Anugrah (1813042020)


Annisa tiara ayu (1813042014)
Sulhati (1813042008)
Sulfitrawati Bakri (1913042022)
Putri Azzahra (1813042002)
Muh. Furqaan Rachman (1913040002)
Reski amaliah (1913041008)
Beatrice Surentu (1813041016)
Nurwahyuni (1813042012)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan paper ini guna memenuhi tugas
kelompok untuk mata kuliah Kimia Inti dan Radiokimia dengan judul : “Pemanfaatan
Radiosiotop dalam Bidang Pertanian dan Bidang Perikanan”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan paper ini tidak terlepas dari bantuan bayak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga paper ini dapat
terselesaikan.
Kami menyatakan sepenuhnya bahwa paper ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga paper ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan, Aamiin.

Makassar, Oktober 2021

Kelompok VI

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii


DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 2
A. Pemanfaatan Radioisotop dalam Bidang Pertanian ........................................................ 2
a) Efesiensi pemupukan................................................................................................... 2
b) Pemuliaan tanaman ..................................................................................................... 3
c) Pengendalian Hama Serangga ..................................................................................... 3
d) Pengawetan makanan .................................................................................................. 5
B. Pemanfaatan Radioisotop dalam Bidang Perikanan ..................................................... 10
a) Sistem sterilisasi bakteri vibrio harveyi menggunakan radioisotop cobalt-60 untuk
budidaya udang ............................................................................................................ 10
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 12
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 12
B. Kritik dan Saran ............................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Isotop berasal dari kata iso+topos yang berarti “sama tepat” dengan sistem periodik.
Isotop ialah dua atom atau lebih yang bernomor atom sama, tetapi nomor massanya
berbeda. Jumlah elektron setiap isotop sama, oleh sebab itu isotop-isotop memiliki sifat
kimia yang sama.Beberapa isotop mempunyaisifat radioaktif. Teknologi yang
memanfaatkan radioaktif dikenal dengan istilah teknologi nuklir, sedangkan isotop yang
bersifat radioaktif disebut radioisotop, dan zat yang bersifat radioaktif disebut zat
radioaktif. Radioisotop banyak digunakan dalam bidang kesehatan, pertanian, perikanan,
peternakan, arkeologi, industri, hidrologi dan listrikan. Zat Radioaktif pertama
ditemukan adalah uranium Ternyata,banyakunsur yang secara alami bersifat
radioaktif. Semua isotop yang bernomor atom diatas 83 bersifat radioaktif. Unsur yang
bernomor atom83 atau kurang mempunyai isotop yang stabil kecuali teknesium dan
promesium. Isotop yang bersifat radioaktif disebut isotop radioaktif
atauradioisotop,sedangkan isotop yang tidak radiaktif disebut isotop stabil. Dewasaini,
radioisotop dapat juga dibuat dari isotop stabil. Jadi disamping radioisotop alami juga
ada radioisotop buatan.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan manfaat radioisotop dalam bidang pertanian
2. menjelaskan manfaat radioisotop dalam bidang perikanan
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan manfaat radioisotop dalam bidang pertanian
2. menjelaskan manfaat radioisotop dalam bidang perikanan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemanfaatan Radioisotop dalam Bidang Pertanian


a) Efesiensi pemupukan
Pelaksanaan pemupukan yang sesuai dapat digunakan radioisotop Nitrogen-15
(N-15). Pupuk yang mengandung N-15 dipantau dengan adanya alat pencacah. Jika
pencacah tidak medeteksi adanya radiasi berarti pemupukan berikutnya dapat
dilakukan. Dari upaya tersebut apat diketahui jangka waktu pemupukan yang
diperlukan dan sesuai dengan usia tanaman (Sutresna, 2007).
Efesiensi pemupukan tanaman dengan teknik perunut (tracer) radioisotop
adalah salah satu potensi menuju sistem pertanian berkelanjutan. Teknik perunut
dapat digunakan antara lain untuk mempelajari hubungan antara tanah dan tanaman,
menentukan kondisi optimal dalam penggunaan pupuk (waktu pemupukan, pola
perakaran aktif tanaman, jenis dan takaran pupuk), mempelajari proses dekomposisi
dan mineralisasi bahan organik, serta mempelajari proses fotosintesis tanaman,baik
dengan metoda langsung maupun tidak langsung.Waktu pemupukan yang lebih tepat
dapat ditentukan dengan teknik perunut tersebut, sehingga optimalisasi pemupukan
dapat dicapai, tanpa pemborosan yang tidak berguna(Sutapa, dkk. 2016).
Salah satu contohnya yaitu analisis waktu pemupukan tanaman sawi hijau
menggunakan teknik perunut dimana awalnya tanaman dilakukan pembibitan pada
sebuah pot dengan tinggi 50 cm dan diameter 15 cm yang berisi media tanam berupa
pupuk organik selama 14 hari. Pembibitan dilakukan dengan cara menaburkan benih
sawi hijau diatas permukaan media tanam lalu ditutup kembali dengan tanah dengan
ketinggian ± 2 cm. Kemudian dilakukan pemeliharaan dengan cara disiram 2 kali
sehari yaitu pagi dan sore hari. Setelah bibit berumur 14 hari, kemudian dipilih bibit
yang terbaik dan dipindah penanamannya dalam polybag percobaan. Masing-masing
polybag ditanam 1 bibit tanaman sawi hijau.Penanaman dilakukan selama 40 hari
setelah tanam (HST) dengan jumlah daun ± 6-7 daun.
32
Lalu disiapkan Isotop P berupa cairan KH2PO4 dengan 37 aktivitas jenis
2925 μCi/l atau 108,225 x 106 Bq/l dibagi kedalam 6 gelas beaker masing-masing
32
150 ml per gelas beaker. Sehingga didalam 150 ml mengandung aktivitas P
sebanyak 438 μCi atau 168,542 x 103 Bq. Menurut IAEA (International Atomic
32
energy Agency) aktivitas jenis P yang umum digunakan adalah 0,5 mCi atau 20

2
32
MBq (Sisworo, 2006). Sehingga jumlah aktivitas P yang diaplikasikan pada
32
tanaman masih dalam ambang batas. Selanjutnya pengaplikasian Isotop P pada
tanaman sawi hijau dilakukan setelah tanaman berumur 40 hari dengan menyebarkan
Isotop 32P sebanyak 168,542 x 103 Bq/150 ml secara melingkar pada sekeliling area
32
tanaman. Proses pencacahan dilakukan 3 hari setelah Pdiaplikasikan pada akar
tanaman. Kemudian dauntanaman dipanen dengan cara dipotong dari pelepah daun
sesuai dengan perlakuan, daun dipanen atau dipotong sebanyak 6 halai daun yang
dipilih secara acak. Sebelum dilakukan pencacahan daun ditimbang terlebih dahulu,
selanjutnya dicacah menggunakan alat Radiation Alert Inspector dan dilakukan
sebanyak 5 kali pengulangan pada setiap perlakuan tanaman (Sutapa, dkk. 2016).
b) Pemuliaan tanaman
Radioisotop yang digunakan untuk memacu terjadinya mutasi pada tanaman,
dari proses mutasi tersebut diharapkan diperoleh tanaman dengan sifat-sifat yang
menguntungkan, misalnya tanaman padi yang lebih tahan terhadap hama dan
memiliki tunas yang lebih banyak(Sutresna, 2007).
Radiasi gamma dapat menginduksi terjadinya mutasi karena sel
yang terpapar energi radiasi tinggi. Sehingga dapat mempengaruhi atau mengubah
reaksi kimia sel tanaman yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya
perubahan struktur gen sampai perubahan pada kromosom
tanaman. Penggunaan dosis radiasi tergantung pada jenis tanaman, fase tumbuh,
kekerasan bahan yang akan dimutasi (Putra, 2007dalam Sari dkk, 2020). Pemberian
dosis yang terlalu rendah akan menghambat pembelahan sel yang menyebabkan
kematian sel yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, menurunnya daya
tumbuh dari tanaman dan morfologi tanaman, namun pemberian radiasi yang terlalu
rendah tidak cukup untuk memutasi tanaman dikarenakan frekuensi mutasi terlalu
rendah (Mubarok, 2018 dalam Sari dkk, 2020).
Salah satu contoh pemuliaan tanaman menggunakan penyinaran sinar gamma
menggunakan Co-60 adalah cabai dengan cara menyiapkan bibit tanaman cabai,
kemudian dilakukan penyinaran irradiator IRPAZENA dengan sumber Co-60, lalu
biji-biji cabai disemai pada media tanaman polybag (Sari dkk, 2020).
c) Pengendalian Hama Serangga
Kapasitas daya dukung planit bumi untuk menyediakan bahan pangan sangat
terbatas apabila di dalam proses produksi tidak digunakan teknologi maju. Para ahli
memperkirakan kemampuan daya dukung planit bumi menyediakan bahan pangan

3
hanya cukup untuk 20 juta orang apabila dengan cara bercocok tanam yang primitif.
Teknologi pertanian yang modern telah mampu menaikkan daya dukung alam
sebesar lebih dari 250 kali pada waktu ini karena diperkirakan jumlah penduduk
dunia saat ini lima milyard orang lebih.
Di sektor pertanian, salah satu faktor penting pada proses produksi tanaman
pangan ialah perlindungan tanaman terhadap hama, karena serangga hama sering
menyerang secara tiba-tiba sehingga dapat menggagalkan panen dan merusak hasil
pertanian kering yang disimpan di dalam gudang. Salah satu teknik pengendalian
hama yang sering digunakan ialah dengan insektisida, teknik ini kurang efektif
karena timbul fenomena resistensi, terbunuhnya flora dan fauna bukan sasaran dan
pencemaran lingkungan. Penemuan insektisida baru selalu diiringi dengan timbulnya
masalah resistensi terhadap insektisida tertentu atau bahkan sering menyebabkan
resistensi silang (cross resistancy) sehingga mengurangi efektivitasnya. Oleh karena
itu para ahli selalu berupaya menemukan insektisida-insektisida baru atau teknik
pengendalian baru yang lebih efektif dan efisien
Teknik nuklir di dalam sektor pertanian merupakan salah satu teknik modern
dan potensial, telah mengalami perkembangan kemajuan pesat sejak 43 tahun lalu
setelah Comar dalam Lannunziata menerbitkan buku tentang dasar dan manfaat
radioisotop di dalam bidang biologi dan pertanian. Teknik nuklir adalah teknik yang
memanfaatkan radioisotop untuk memecahkan masalah litbang karena memiliki sifat
kimiawi dan sifat fisis yang sama dengan zat kimia biasa namun mempunyai
kelebihan sifat fisis memancarkan sinar radioaktif. Kelebihan sifat fisis sebagai
pemancar sinar radioaktif telah dimanfaatkan untuk memecahkan berbagai masalah
litbang antara lain di sektor industri, kedokteran, pertanian, dan lingkungan.
Sinar radioaktif seperti sinar gamma, n, dan x bermanfaat untuk pengendalian
hama yaitu dapat digunakan untuk membunuh secara langsung (direct killing)
dikenal sebagai teknik disinfestasi radiasi dan membunuh secara tidak langsung
(indirect killing) yang dikenal dengan teknik serangga mandul. Teknik Serangga
Mandul (TSM) adalah suatu teknik pengendalian hama yang relatif baru yang
merupakan teknik pengendalian hama yang potensial, ramah lingkungan, sangat
efektif, spesies spesifik, dan teknik ini compatibel dengan teknik lain. Prinsip dasar
TSM sangat sederhana yaitu membunuh serangga dengan serangga itu sendiri
(autocidal technique). Teknik ini meliputi iradiasi koloni serangga di laboratorium
dengan sinar γ, n atau x, kemudian secara periodik dilepas di lapang sehingga

4
tingkat kebolehjadian perkawinan antara serangga mandul dan serangga fertil dari
generasi pertama ke generasi berikutnya menjadi makin besar dan berakibat
menurunnya persentase fertilitas populasi serangga di lapang. Secara teoritis pada
generasi ke-4 persentase fertilitas mencapai titik terendah yaitu 0% atau dengan kata
lain jumlah populasi serangga pada generasi ke-5 nihil.
Pendekatan pengendalian hama yang sering dilakukan pada waktu ini ialah
pendekatan pengendalian hama pada lahan yang sesuai dengan batas kepemilikan
seseorang yaitu area per area atau field by field sedangkan serangga hama tidak
mengenal batas wilayah atau batas kepemilikan, sehingga sering terjadi serangga
hama menyerang secara tiba-tiba karena terjadi reinfestasi atau migrasi dari daerah
yang lain. Strategi pendekatan pengendalian hama yang lebih baik ialah pendekatan
pengendalian hamaberbasis kawasan yang luas (area wide control). Pendekatan
pengendalian ini lebih efektif dan efisien karena sasaran pengendalian terpusat pada
perkembangan total populasi pada kawasan tersebut. TSM sangat efektif, efisien dan
kompatibel untuk diterapkan pada strategi pendekatan pengendalian hama
berbasiskawasan yang luas karena sasaran TSM ditujukan untuk pengendalian total
populasi hama dalam kawasan yang luas.
d) Pengawetan makanan
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu
sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan
kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun
masuknya mikroba perusak. kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan
apakah makanan tersebut masih pantas di konsumsi, secara tepat sulit di laksanakan
karena melibatkan factor- faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan budaya suatu
bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap produksi
dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas
mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau
pembusukan(Winarno,1993).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan
yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman,
bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya belimasyarakat.

5
Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetanmakanan Pendinginan
Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan
0
yaitu -2 sampai +10 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu
pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku
0
yaitu pada suhu 12 sampai -24 C. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan
0
pada suhu -24 sampai - 40 C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan
pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya,
sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau
kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah
dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri,
sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di
biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian
berjalan cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda
pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan
pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalurendah.
Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di
kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut
di kurangisampaibatas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di
dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume
bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga
memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih
murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di
keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji- bijian. Di samping keuntungan-
keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat
asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, misalnya
bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan sebagainya. Kerugian
yang lainya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan
sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di
gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada
bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air

6
yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini daoat juga di
lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan
terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari
semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan
terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap
di udara, dan waktupengeringan.
Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang
berfungsi untuk pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan
kadar air. Teknologi pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas
plstik yang dengan drastic mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal sebagai
bahan pembungkus primer.
Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik, tetraking merupakan
jenis teknologi baru bagi berbagai jus serta produk cair yang dapat dikemas dalam
keadaan qaseptiis steril. Sterilisasi bahan kemasan biasanya dilakukan dengan
pemberian cairan atau uap hydrogen peroksida dan sinar UV atau radiasi gama.
Jenis generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran plstik berpori
yang disebut Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang – lubang . Plastik ini
sangat penting penngunaanya bila dibandingkan dengan plastic yang lama yang
harus dibuat lubang dahulu. Jenis plastic tersebut dapat menggeser pengguanaan
daun pisang dan kulit ketupat dalam proses pembuatan ketupat dan sejenisnya.
Pengalengan
Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial
(bukan sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain
(terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila
kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan
pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses pengalengan selesai.
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang
dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya)
dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh
semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara
hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar
air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.
Penggunaan bahan kimia
7
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan
bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa
sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat,
fungisida, antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan
growth regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan
pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering
digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan
kesegaran dan rasanya yang nyaman.
Suatu jenis regenerasi baru growth substance sintesis yang disebut morfaktin
telah ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah kehilangan berat secara
fisiologis pada pasca panen, kerusakan karena kapang, pemecahan klorofil serta
hilangnya kerennyahan buah. Scott dkk (1982) melaporkan bahwa terjadinya
browning, kehilangan berat dan pembusukan buah leci dapat dikurangi bila buah –
buahan tersebut direndam dalam larutan binomial hangat (0,05%, 520C ) selama 2
menit dan segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida ) dengan
ketebalan 0,001mm.
Pemanasan
Penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat
berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu
dan kapri serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna
maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat
menerima panas yang hebat karena tanpa banyak mengalami perubahan. Pada
umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan semakin banyak mikroba
yang mati. Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh
seluruh mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam
kaleng tersebut, selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi,
pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk,
sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus di hambat
pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain
misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di kelompokan menjadi
3 yaitu:pasteurisasi,pemanasanpada1000Cdanpemanasandiatas1000C.
Teknik fermentasi
Fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi
juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi denganmenggunakan

8
bakterilaktat pada bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah
5.0 sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri
yang jika dikonsumsi akan menyebabkanakan muntah-muntah, diare, atau muntaber.
Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat
dan lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah,
lumpur, maupun batuan. tercatat delapan jenis bakteri laktat, antara lain Lacobacillus
acidophilus, L fermentum, L brevis,dll
Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup
untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan
minuman. Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga di hasilnhkan
khususnya B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu
sejenis antibiotika serta senyawa lain yang berkemampuan menontaktifkan reaksi
kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh manusia dan bahkan
mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not yet identified atau
belum diketahui). NI bekerja menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril
reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan
demikian, rangkaian senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan kanker akan
terhambat.
Di beberapa kawasan Indonesia, tanpa disadari makanan hasil fermentasi
laktat telah lama menjadi bagian di dalam menu makanan sehari-hari. Yang paling
terkenal tentu saja adalah asinan sayuran dan buah-buahan. Bahkan selama
pembuatan kecap, tauco, serta terasi, bakteri laktat banyak dilibatkan. Bekasam atau
bekacem dari Sumatera bagian Selatan, yaitu ikan awetan dengan cara fermentasi
bakteri laktat, bukan saja merupakan makanan tradisional yang digemari, tetapi juga
menjadi contoh pengawetan secara biologis yang luas penggunaannya. (F:\Suara
Merdeka Edisi Cetak.mht
Teknik Iradiasi
Iradiasi adalah proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran,
seperti pangan. Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan
untuk pemakaian energi radiasi secara sengaja dan terarah. Sedangkan menurut
Winarno et al. (1980), iradiasi adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran
bahan dengan menggunakan sumber iradiasibuatan.
Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan
adalah radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang menghasilkan foton berenergi

9
tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada
materi yang dilaluinya. Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh radiasi
pengion adalah radiasi partikel ,dan gelombang elektromagnetik Contoh
radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling banyak digunakan (Sofyan, 1984;
Winarno et al.,1980).
Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk pengawetan makanan
60
adalah : sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida Co (kobalt-60) dan
137
Cs (caesium-dan berkas elektron yang terdiri dari partikel-pertikel bermuatan
listrik. Kedua jenis radiasi pengion ini memiliki pengaruh yang sama
terhadapmakanan.
Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang
diserap ke dalam bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan.
Seringkali untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil
yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang digunakan kurang dari dosis yang
diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai. Sebaliknya jika dosis
berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterimakonsumen.
Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus diselidiki
sebelum menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas. Hal yang
membahayakan bagi konsumen bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah banyak
pada bahan pangan, berubah menjadi senyawa yang toksik, mutagenik, ataupun
karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.
B. Pemanfaatan Radioisotop dalam Bidang Perikanan
a) Sistem sterilisasi bakteri vibrio harveyi menggunakan radioisotop cobalt-60
untuk budidaya udang
Salah satu strategi pengelolaan penyakit dalam manajemen budidaya udang,
adalah dengan menggunakan benur SPF (Specific Pathogen Free). Benur SPFadalah
benur yang bebas dari jenis penyakit tertentu, sehingga memudahkan petambak
dalam proses budidaya. Dalam menghasilkan benur SPF, induk maupun benur yang
dihasilkan dipelihara dalam air bebas patogen. Sebelum digunakan, air untuk media
pertumbuhan udang difilter, diendapkan, disterilisasi dengan disinfektan dan sinar
ultraviolet/ozon sehingga didapatkan air yang benar-benar bebas dari patogen. Selain
itu, dengan menjaga kualitas air agar tetap sesuai untuk pertumbuhan udang.
Penerapan teknologi dengan pengendalian parameter kualitas lingkungan merupakan
salah satu faktor yang harus diperhatikan (Adiwidjaya et al. 2001 dalam

10
Kusumaningrum, dkk. 2015).). Salah satu teknologi yang dapat diterapkan untuk
tujuan ini adalah teknologi radiasi.
Iradiasi adalah suatu pancaran energi yang berpindah melalui partikel-partikel
yang bergerak dalam ruang atau melalui gerak gelombang cahaya. Zat yang dapat
memancarkan iradiasi disebut zat radioaktif. Iradiasi yang terjadi akibat peluruhan
inti atom dapat berupa partikel alfa, beta, dan sinar gamma (Sinaga, 2000 dalam
Kusumaningrum, dkk. 2015).Keunggulan iradiasi adalah tidak meninggalkan residu,
dapat membunuh bakteri secara efektif dan prosesnya mudah dikontrol
(Kusumaningrum, dkk. 2015).
Prosedur kerjanya yaitu dimana siapkan sumber radiasi gamma dengan
menggunakan Co-60 dengan aktivitasnya. Sumber radiasi Co-60 ini berbentuk
batang pipih panjang berwarna biru yang ditempatkan dalam kontainer khusus dan
disimpan pada kolam air demineralisasi dengan kedalaman 7 meter. Air laut
mengandung V. harveyi di dalam wadah dan diradiasi dengan dosis yang berbeda.
Dimana terdapat dua metode yang dapat digunakan yaitu metode statis dan
sirkulasi(Kusumaningrum, dkk. 2015).
Penambahan dosis pada radiasi yang tinggi dapat menurunkan jumlah bakteri
yang ada dalam wadah dan lama radiasi pada sel bakteri juga mempengaruhi jumlah
bakteri karena Radiasi sinar gamma menyebabkan kerusakan struktur DNA sel
bakteri sehingga menyebabkan kematian bakteri (Berk dan Özer, 1999 dalam
Kusumaningrum, dkk. 2015).

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dewasa ini, reaksi nuklir telah banyak digunakan untuk tujuan damai (bukan tujuan
militer) baik sebagai sumber radiasi maupun sebagai sumber tenaga dan pemanfaatannya
dalam berbagai bidang.
1) Dalam bidang pertanian untuk membentuk bibit unggul, dan dalam penyimpanan
makanan pun radioisotop diperlukan
2) Penggunaan Radioisotop zat radioaktif yang sangat luas dewasa ini dapat
menimbulkan berbagai sensasi dalam kehidupan
3) Kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat radioaktif dan radioisotop
memudahkan aktifitas manusia dalam berbagai bidang kehidupan.
Prinsip radioisotop sebagai perunut yaitu menambahkan bahan radioisotop tersebut ke
dalam suatu sistem (baik sistem fisika, kimia, maupun biologi). Karena radioisotop
tersebut mempunya sifat kimia yang sama dengan sisten tersebut maka radioisotop yang
telah ditambahkan dapat digunakan untuk menandai suatu senyawa sehingga perubahan
senyawa pada sistem dapat dipantau.
B. Kritik dan Saran
1) Masalah zat radioaktif dan radioisotop hendaknya tidak ditafsirkan sebagai satu
fenomena yang menakutkan.
2) Penggunaan radioaktif dan radioisotop hendaknya dibarengi pengetahuan dan
teknologi yang tinggi.
3) Diharapkan penggunaan zat radioaktif dan radioisotop ini untuk kemakmuran dan
kesejahteraan umat manusia.

12
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi; malang UMMpress

Kusumaningrum, Penny Dyah., Lolita Thessiana., dan Niken Financia G. 2015. Sistem
Sterilisasi Bakteri Vibrio Harveyi Menggunakan Radioisotop Cobalt-60 Untuk
Budidaya Udang. Jurnal Kelautan Nasional. Vol. 10. No. 3.

LANNUNZIATA, M. F., and LEGG, J.O. 1980. Isotopes and Radiation in Agricultural
Sciences, Vol. I Soil - Plant - Water Relationships, Academic Press, London Orlando,
San Diego, San Francisco, New York, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo, Sao Paulo.

Sari, Ni Made Purmita., Gusti Ngurah Sutapa., dan A.A Ngurah Gunawan. 2020.
Pemanfaatan Radiasi Gamma Co-60 untuk Pemuliaan Tanaman Cabai (Capsicum
Anuum L,) dengan Metode Mutagen Fisik. Buletin Fisika. Vol 21. No. 2.
Sutapa, Gusti Ngurah., Ni Nyoman Ratini., dan Gde Antha Kasmawa. 2016. Analisis Waktu
Pemupukan Tanaman Sawi Hijau (Brassica Rapa Var. Parachinensis) dengan
Teknik Perunut Radioaktif. Jurnal Biologi. ISSN: 1410-5292
Sutresna, Nana. 2007. Kimia Untuk Kelas XII Semester 1 Sekolah Menengah Atas. Bandung:
Grafindo Media Pratama.
Sutrisno, Singgih. 2006. A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation.
Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. Vol. 2. No. 2..

Winarno, F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumsi. Jakarta; Gramedia Pustaka

13

Anda mungkin juga menyukai