Anda di halaman 1dari 14

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/340777624

MAKALAH SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Article · April 2020

CITATIONS READS

18 8,080

19 authors, including:

Purnawarman Ir
Universitas Bengkulu
13 PUBLICATIONS   18 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

artikle View project

All content following this page was uploaded by Purnawarman Ir on 20 April 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MAKALAH
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
DAN PENGINDERAAN JAUH

“Teknologi Penginderaan Jauh dan


Sistem Informasi Geografis Dalam
Pengelolaan Terumbu Karang”
Marnida
Program Studi Pascasarjana
Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan.
Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu.

Alamat: Jalan WR Supratman, Kandang Limun,


Bengkulu 38371 A, Indonesia.
TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM IMFORMASI GEOGRAFIS DALAM
PENGELOLAAN TERUMBU KARANG

MARNIDA
1
Program Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan, Fakultas Pertanian, Universitas
Bengkulu. Jalan WR Supratman, Kandang Limun, Bengkulu 38.371 A, Indonesia. Tel./Fax. + 62-736-21170 / +
62-736-22105, email : marnidanida09@gmail.com

ABSTRAK

Indonesia Negara Kepulauan yang mempunyai potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang snagat besar dan
beragam, beberapa sumberdaya tersebut misalnya sumberdaya perikanan tangkap dan perikanan Budidaya,
hutan bakau yang terdapat disepanjang pantai atau hutan bakau yang terdapat disepanjang pantai atau muara
sungai, terumbu karang yang sangat produktif dan khas terdapat didaerah tropis dan sumberdaya lainnya.
Ekosistem terumbu karang merupakan sumberdaya wilayah pesisir yang sangat rentan terhadap kerusakan yang
disebabkan oleh perilaku manusia. Upaya melindungi dan mengelola sumberdaya pesisir dan lautan, bukan
hanya tanggung jawab pemerintah melainkan masyarakat pesisir memiliki tanggung jawab yang lebih besar,
mengingat mereka sehari-hari sering memberikan dampak yang cukup besar terhadap lingkungan sumberdaya
pesisir dan laut. Saat ini ekosistem terumbu karang terus-menerus mendapat tekanan baik secara langsung atau
tidak langsung akibat berbagai aktivitas manusia. Maka dengan melalui model digital besaran kondisi terumbu
karang berdasarkan kedalaman perairan, Pemakaian Citra Satelit Spot 5 dapat mengkelaskan obyek dasar
menjadi 5 penutup yaitu karang hidup, pecahan karang, karang mati, lamun dan pasir. Pengolahan data yang
diintegrasikan dengan sistem Informasi Geografis (SIG) dapat digunakan untuk mendeteksi kesehatan terumbu
karang dalam rangka penyusunan tata ruang pesisir dan dapat digunakan pada wilayah pesisir secara
keseluruhan. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menjelaskan tentang pemanfaatan Teknologi penginderaan
jauh dan sistem informasi geografis dalam pengelolaan terumbu karang Wisata Laut Kapoposang Kabupaten
Pangkep.

Kata Kunci: PengelolaanTerumbu Karang, Penginderaan Jauh, dan SIG.

PENDAHULUAN sangat membantu para perencana, tenaga teknis, para


pengambil kebijakan dalam mendesain, mengelola
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kawasan konserevasi laut seperti yang mereka
mempunyai potensi sumberdaya pesisir dan lautan harapkan.
yang sangat besar dan beragam. Beberapa Terumbu karang memiliki nilai yang sangat
sumberdaya tersebut misalnya sumberdaya perikanan penting bagi ekosistem dan lingkungan diwilayah
tangkap dan perikananbudidaya, hutan bakau yang pesisir Indonesia. terumbu karang dan segala
terdapat disepanjang pantai atau hutan bakau yang kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu
terdapat disepaqnjang pantai atau muara sungai, kekayaan alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
terumbu karang yang sangat produktif dan khas yang tak ternilai harganya. Data menunjukkan bahwa
terdapat terdapat didaerah tropis dan sumberdaya Indonesia memiliki luas kawasan terumbu karang
lainnya. Perencanaan kawasan konservasi yang sekitar 85.000 kilometer persegi, yang merupakan
memerlukan dan banyak parameter akan memerlukan tempat bagi sekitar 1/8 dari total terumbu karang
analisis yang konpleks dan tidak mudah dilakukan. dunia.
Namun demikian dengan perkembangan Sistem Dari 6000 Desa pesisir lebih dari
Informasi Geografis (SIG) dan metode analisis setengahnya memiliki atau berada dekat dengan
spasial seperti sekarang permasalahan tersebut ekosistem terumbu karang. Masyarakat yang tinggal
mendapat jalan keluarnya. Misalnya dengan didesa-desa tersebut banyak menggantungkan
diperkenalkan perangkat analisis CellBased kehidupannya pada terumbu karang sebagai tempat
Modelling yang secara khusus dapat membantu dalam menangkap ikan. Ini mengingat pentingnya terumbu
perencanaan kawasan konserevasi laut secara cepat. karang bagi ketersediaan sumberdaya perikanan
Analisis Cell Based Modelling didalam SIG ini akan
1
masyarakat pesisir, terutama perikanan yang data yang direkam secara periodic. Penginderaan jauh
berasosiasi dengan terumbu karang. merupakan suatu metode untuk memperoleh
Belakangan ini terumbu karang mengalami informasi tentang suatu objek, areal ataupun
kemunduran fungsi ekologis maupun fisiknya, akibat fenomena geografis melalui analisis data yang
dari kativitas manusia dalam memanfaatkan diperoleh dari sensor. Citra merupakan masukan data
sumberdaya diterumbu karang yang bersifat merusak atau hasil liputan atau rekaman suatu alat
ekosistem ini seperti penangkapan ikan dengan cara pemantau/sensor, baik optik, elektrooptik, optik
merusak, penangkapan biota yang berlebihan, siltasi, mekanik maupun elektro magnetik. Sekarang sudah
sampah, pembuangan limbahpabrik dan rumah tersedia sarana satelit yang dapat digunakan untuk
tangga, aktivitas pertanian, penambangan, pariwisata, mendapatkan data secara sinoptik dan bersifat spasial
yang merusak lingkungan, pembangunan kawasan dalam areal yang luas tersebut. Tujuan penelitian ini
pesisir serta pemanasan global. adalah untuk mengetahui distribusi dan kondisi
Ekosistem terumbu karang merupakan (kerusakan) terumbu karang yang terjadi dalam kurun
sumberdaya wilayah pesisir yang sangat rentan waktu terakhir serta luasnya dengan menggunakn citra
terhadap kerusakan, terutama yang disebabkan oleh satelit. penelitian ini diharapkan dapat memecahkan
perilaku manusia/masyarakat disekitarnya. Oleh masalah kelangkaan data secara sinoptik dan bersifat
karena itu pemanfaatannya harus dilakukan secara spasial terhadap distribusi, kondisi dan luasan
ekstra hati hati. Apabila terumbu karang mengalami terumbu karang dengan Teknologi Penginderaaan
kematian (rusak) maka akan membutuhkan waktu jauh.
yang sangat lama untuk dapat pulih kembali. Menurut
Nybakken (1988), beberapa jenis terumbu karang BAHAN DAN METODE
membutuhkan waktu satu tahun untuk mencapai
panjang 1 cm. Adapun Metode Penelitian dilaksanakan
dengan tahapan sebagai berikut: 1) pengumpulan data
Berdasarkan geomorfologinya, ekosistem
terumbu karang dibagi menjadi tiga tipe, yaitu sekunder, baik data citra satelit, data komplementer,
terumbu karang tepi (fringing reff), terumbu karang dan literatur yang relevan dengan topik penelitian, 2)
penghalang (barrier reff), dan terumbu karang cincin survey awal meliputi kegiatan pengenalan medan
(atoll).terumbu karang tepi tumbuh mulai dari tepian (orientasi lapang) untuk dijadikan referensi
pengambilan data latih (trainning sample), 3) Analisis
pantai dan mencapai kedalaman pantai tidak lebih dari
40m. Terumbu karang penghalang berada jauh dari citra satelit, meliputi koreksi geometric, cropping,
pantai yang dipisahkan oleh goba (lagoon) yang identifikasi proyek dasar perairan dangkal (ODPD).
dalamnya sekitar 40-75 m. Sedangkan terumbu Koreksi geometric dilaksanakan untuk memperbaiki
karang cincin membentuk cincin atau oval yang citra yang mengalami distorsi selama proses transfer
dari satelit kestasiun penerima dibumi kearah
mengelilingi goba yang dalamnya 40-100 m. Di
Indonesia terdapat jenis terumbu gosong (patch reff), gambaran yang lebih sesuai dengan keadaan
seperti terumbu karang dikepulauan seribu diutara aslinya.(Jansen, 1996). Identifikasi ODPD dimulai
pulau jawa. dengan penyusunan algoritma RGB 321 SCC
Sama pula halnya kerusakan terumbu karang (Spesific Color Composite)mdan Lyzenga (Lyzenga,
1981, Faizal, 2006). Selanjutnya klasifikasi citra
dikepulauan Spermonde umumnya disebabkan oleh
penangkapan ikan tidak ramah lingkungan, aktivitas satelit yang digunakan dengan metode klasifikasi Un-
alami dan jangkar kapal (DKP 2006). TWAL Supervised (Klasifikasi tidak beracun) dengan
Kapoposang, pada lokasi ini terdapat hamparan membedakan kemampuan visual obyek berdasarkan
ekosistem terumbu karang yang kalau dilihat dari perbedaan rona.
sudut estetika sangat menarik dengan
Area Study
keanekaragaman jenis karang yang sangat tinggi,
Kawasan wisata Alam Laut Kapoposang,
namun kondisinya menurun yang disebabkan oleh
secara Administrasi berada pada Desa Mattiro Matae
aktivitas penangkapan dan pemangsa alami
dan Desa Mattiro Ujung, Kecamatan Liukang
(Bappeda, 2006).
Tuppabiring, Kabupaten Pangkep.Kawasan Wisata
Pemanfaatan Teknologi Penginderaan jauh
Laut Kapoposang berada pada gugusan Kepulauan
dengan segala kelebihannya merupakan solusi paling
Spermonde. Bagian diluar dengan posisi sebelah barat
efektif karena dapat memberikan data secara akurat
Pulau Sulawesi. Secara geografis terletak pada posisi
dengan penyajian data yang cukup detail dan akses

2
4041’00’’- 4043’15’’ BT dan 118055’00’’ –
118058’35’’LS. Area studi pada (gambar 1).

Gambar 1. Lokasi Penelitian TWAL Kapoposang

3
Prosedur 1 (Djaja, 1989 dalam Ongkosongo dan suyarso 1989),
1). Cek Lapangaan untuk mencocokkan hasil 3) Analisis data kedalaman, dengan interpolasi
pengamatan hasil analisis citra satelit dengan kondisi menggunakan metode krigging (jensen, 1996;Faizal,
lapangan. Metode penentuan sampling berdasrkan
2006). Namun sebelumnya dikoreksikan dengan data
citra satelit dengan menggunakan metode LIT (Line
Intercep Transect) sepanjang 50 meter (Gambar 2a) Mean Sea Level (MSL), 4) Analisis spasial untuk
dan khusus penilaian karang yang tertutupi oleh algae mengaitkan antara data kedalaman dengan ODPD
(gambar 2b) jika persentase penutupan dengan sistem referensi WGS 84. Dari data ini
dihitungdengan (Gambar 2.b) jika persentase tutupan didapatkan keterkaitan antara kedalaman dengan
algae lebih besar atau sama dengan karang maka ODPD. Penilaian data ini dikelaskan antara 0-10
obyek tersebut di kategorikan sebagai algae. Setiap meter, dan 10-20 meter.
lokasi sampling akan dicatat posisinya dengan
menggunakan GPS. (English, 1997); HASIL DAN PEMBAHASAN
Citra yang digunakan pada penelitian ini
Prosedur 2
2). pengukuran kedalaman, dengan echosonder, model adalah Citra Satelit Formosat -2 akuisisi 29 Agustus
pengukuran yang digunakan sejajar dengan garsi 2007 Level 2A dimana telah terkoreksi radiometrik
pantai, pada saat yang sama dilakukan pengukuran dan Geometrik tanpa GCP (Ground Control Point) .
pasang surut, pengamatannya dilakukan dengan citra formosat dipilih penulis dalam menentukan
pembacaan secara langsung dan dicatat secara model konservasi, karena satelit ini merupakan satelit
kontinyu setiap 1 jam mulai pukul 00.00 sampai pukul observasi bumi yang memiliki resolusi yang spasial
23.00 selama 15 hari (piantan).Pengamatan.
cukup tinggi yaitu sebesar 8×8 m untuk mulyati
Spectral dan 2×2 m untuk pankromatik sehingga
satuan piksel tersebut cukup mereprentasikan spot-
spot zona kawasan konservasi laut sebagai dasar dari
Cell Based Modelling dan resolusi temporal 1 hari
yang dapat memonitor perubahan situasi keseharian
dengan cepat. Citra Formosat-2 yang diperoleh dari
Laboratorium Penginderaan Jauh Teknologi
inventarisasi Sumberdaya Alam (TISDA) – BPPT,
Jakarta. Koreksi radiometrik dilakukan untuk
menghilangkan faktor-faktor yang menurunkan
kualitas Citra. Metode koreksi radiometrik yang
digunakan adalah penyesuaian histogram (histogram
adjustment) tetapi untuk penelitian kali ini koreksi
radiometrik tidak dilakukan lagi oleh peneliti karena
Citra Formosat merupakan citra high resolution
Satellite dan telah terkoreksi radiometrik.

Obyek Dasar Perairan Dangkal


Restorasi citra sebagai usaha perbaikan
kondisi citra akibat dari kesalahan radiometric dan
kesalahan Geometric. Restorasi citra sebagai usaha
perbaikan kondisi citra akibat dari kesalahan
Gambar 2. Aplikasi metode Transek Garis LIT (a) dan radiometric dan kesalahan geometric. Hasil koreksi
contoh penerapan LIT (b) penilaian kondisi karang dari (Gambar 1) didapatkan nilai pergeseran (Root
jika tertutupi alga (English, 1997). mean square) sebesar 0,18 cm, nilai ini menurut
standar pengolahan citra satelit sudah memenuhi
Analisaa data
syarat (jensen, 1996). Sedangkan untuk memperjelas
Analisa data dilakukan beberapa tahap
kenampakan citra ODPD dibuat algoritma Hasil-1,
sebagai berikut, 1) Analisa data terumbu karang,
dan dihasilkan informasi bahwa algoritma citra SPOT
didasarkan pada prosentase tutupan karang hidup
5 dapat mengidenifikasi obyek dengan tingkat
(Hard Coral HC) dan komponen hidup lainnya serta
kesukaran mudah sampai sulit (Tabel 1).
karang mati (English et.al.,1997), 2) Analisis data
Hasil klasifikasi memperlihatkan bahwa
pasang surut, dengan menggunakan metode Admiralty
kemampuan pengenalan ODPD di Taman Wisata

4
alam Laut Kapoposang dapat dibagi atas 6 kelas, memberikan informasi yang lebih besar dibandingkan
masing-masing pasir, lamun atau algaa, karang mati, dengan menggunakan citra Landast ETM 7+ (Faizal,
pecahan karang, karang hidup, dan perairan (gambar 2006). Selain itu persentase tutupan karang hasil
3). Persentase tutupan ODPD seperti pada Tabel 2. observasi Lapangan (25-50%) dengan citra satelit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat (40%) memiliki kemiripan.
pengenalan citra satelit SPOT 5 resolusi 10 meter

Tabel 1. Tingkat kemampuan penyadapan informasi obyek perairan dangkal

Kenampakan Tingkat Kemudahan Kenampakan Pada Citra


Darat Mudah Rona gelap (nilai spektral 0)
Batas darat dan Laut Mudah Dibatasi dengan rona darat gelap
dan rona darat terang
Pasir Sedang-sulit Rona mirip dengan terumbu
karang mati
Lamun Sedang-sulit Rona mirip dengan terumbu
karang <50%
Terumbu karang mati Sedang-sulit Rona mirip dengan pasir
Terumbu karang persen tutupan Sedang-sulit Rona mirip dengan Lamun
<50%
Terumbu karang persen tutupan Sedang-sulit Rona cerah berbeda dengan objek
>50% lainnya namun ada kesulitan
dalam menentukan batas dengan
persen tutupan <50%

Keterangan: Jika obyek dapat langsung dikenali; Sedang; Jika kenampakan Oyek pada Citra kurang
jelas dan Sulit; Jika kenampakan Obyek pada Citra; Dalam pengambilan keputusan perlu diadakan
analisis secara Deduksi.

Tabel 2. Persentase Luasan Penutup Dasar Perairan Berdasarkan hasil Klasifikasi Citra SPOT 5.

No Penutup dasar Luas (ha) Persentase (%)


1 Karang hidup 860 40.00
2 Pecahan karang 344 16.00
3 Karang mati 180 8.37
4 Lamun 271 12.60
5 Pasir 495 23.02
Total 2150 100.00

5
Gambar 3. a). Citra SPOT 5 Hasil Koreksi Geometrik , b). Citra hasil penerapan Algotrima, c. Citra Hasil
Klasifikasi

Kondisi Terumbu Karang di TWAL Kapoposang

Secara umum kondisi terumbu karang di posisi barat tutupan karang hidup antara 10-70% ,
TWAL Kapoposang dalam kondisi sedang dengan sebaliknya karang mati yang tertutup algae antara 5-
tingkat keanekaragaman yang sangat tinggi. Hasil 70%. Kondisi terumbu karang disisi Selatan dan
survey lapangan di tiga pulau uatama (Pulau Barat daya Terumbu karang bervariasi dari kondisi
Kapoposang, pulau pandangan dan Pulau kondong yang rusak parah hingga sangat bagus dengan tutupan
Bali) memperlihatkan nilai kisaran kondisi terumbu karang hidup antara 20-80%. Tutupan karang mati
karang sebesar 25-40% . pulau kapoposang kondisi mencapai 45% sementara hancuran karang mati
terumbu karang secara umum dipulau Kapoposang maksimal 70%. Pulau padangan merupakan pulau
rata-rata karang hidup 29% dan rata-rata tutupan berpenghuni dimana terumbu karangnya bertipe
karang mati sekitar 45 % (gambar4). Namun secara pinging reff atau terumbu karang tepi. Terumbu
detai kondisi terumbu karang pada posisi timur pulau karang mengelilingi semua sisi pulau yang hampir
kapoposang berupa hamparan perairan dangkal yang sama lebarnya. Rataan terumbu berupa pasir dan
tersusun atas karang mati dan pasir bercampur koloni hamparan pecahan karang mati yang terekpose pada
karang hidup dari karang-karang bercabang dari jenis sat air surut. Zona ini ditumbuhi lamun yang
Pocillopora, Acropora, Montipora, dan Poritas. membentuk ekosistem padang lamun. Terumbu
Terumbu karang didaerah ini tergolong rusak, diduga karang pada rataan terumbu mulai terlihat pada jarak
kematian karang disebabkan karena pembiusan pada antara 300-500 meter dari garis pantai dengan
lereng terumbu atau akibat gangguan alam seperti kepadatan rata-rata tutupan karang hidup 32-67% dan
eutofiksi atau penyuburan perairan. Topografi pada rata-rata tutupan karang mati sebesar 22,42%.
sisi utara dan barat terdiri dari reff flat (rataan Rataan terumbu yang ditumbuhi koloni karang keras
terumbu) dan reff edgo (batas atas tubir) dan drop off cukup landai sehinggapertumbuhan karang merata
(tebing terumbu) secara ekologi, kondisi terumbu hampir semua titik. Karang berbentuk massive
karang didaerah reff flat tergolong rusak. Kerusakan terutama dari famili Poritidae, Favidae, dan
terumbu karang diakibatkan oleh pemangsaan Acroporidae, Pulau Gondong Bali. Penutupan
binatang bermahkota duri Acanthaster planci, hal ini terumbu karang hidup dipulau ini pada umumnya
setara dengan hasil penelitian Spice-PPTK (2005). berada dalam kondisi sedang (kurang bagus) dengan
Secara kuantitatif, kondisi terumbu karang dari rata-rata penutupan sebesar 35-58% dan penutupan
tutupan komponen habitat terumbu dapat dilihat pada karang rusak sebesar 33,06% (Gambar4) . sisi Timur
posisi utara pulau pulau terdapat Demaga perahu nelayan dengan
Kapoposang tutupan karang yang hidup kedalaman dasar laut sekitar 3-5 m. Rataan terumbu
bervariasi antara 25-40%. Demikian halnya dengan umumnya sempit dibanding dengan sisi utara, barat
tutupan karang mati antara25-40%. Sementara pada dan selatan. Demikian pula halnya dengan

6
perkembangan terumbu karang tidak berkembang Kapoposang tipe pasut campuran keharian tunggal
dengan baik karena substrat di dominasi oleh rataan (mixed tide prevailing diurnal). Pada tipe ini, terjadi
pasir pada kedalaman 3-10 m. satu kali pasang satu kali surut dalam sehari tetapi
Pasang Surut kadang-kadang pula untuk sementara dengan dua kali
Hasil pengukuran dilapangan selam 15 pasang dan dua kali surut, yang sangat berbeda dalam
piantan didapatkan bahwa tinggi permukaan air pada tinggi dan waktunya (Nonji, 1993). Hasil perhitungan
saat pasang tertinggi adalah 176 cm sedangkan pada admiralty (Tabel 3) menjadi konstanta perhitungan
saat surut terendah adalah 4,5 cm (Gambar 5) dengan Mean Sea Level (MSL), hingga didapatkan faktor
demikian kisaran pasang surut (tidak range) di koreksi untuk pengukuran kedalaman sebesar 2,24
TWAL. Kapoposang adalah 172 cm. Berdasarkan atas cm.
grafik dan hasil perhitungan pasang surut di TWAL.

Gambar 5. Grafik Pasang Surut TWAL Kapoposang

Kedalaman Perairan (Batimetri)


Kedalaman perairan TWAL Kapoposang
pada umumnya berubah dan semakin bertambah Gambar 6. Peta batimetri /kedalaman perairan
secara teratur seiring dengan bertambahnya jarak dari TWAL, Kapoposang Keterkaitan antara
garis pantai. Stratifikasi kedalaman sangat tajam. kedalaman dengan kondisi Terumbu karang
Hanya sekitar 500 meter dari bibir laut sudah
didapatkan. Kedalaman 100 meter, kecuali dipulau Keberadaan terumbu karang yang berada
pandangan pada jarak 1000 meter dari pantai pada kolom air, sangat berbeda kondisinya
kedalaman masih berkisar 30 meter. Hasil peta kontur berdasarkan kedalaman perairan. Salah satu
kadalaman (gambar 6). Sebagaimana pada gambar penyebabnya adalah penetrasi sinar matahari
diatas dianalisa lebih lanjut untuk mengetahui bentuk kedalaman perairan.. semakin dalam perairan maka
relief dasar laut. Dari analisis, kedalaman laut penetrasi cahaya semakin kecil akibatnya
memiliki bentuk relief dasar laut landai dengan produktivitas perairan semakin kecil. Terkait dengan
kemiringan lereng dasar berkisar antara 6080%. rehabilitasi ekosistem yang berada dalam kolom air,
kedalaman mempunyai pengaruh yang sangat besar,
dalam hal keberlangsungan hidup ekosistem. Untuk
itu kajian pengaruh kedalaman terhadapkondisi
terumbu karang menjadi sangat penting. Dengan
menggunakan analisa data sistem informasi Geografis
(SIG) dengan metode pembobotan aditif sederhana
maka dibuat keterkaitan antara kedalaman perairan
dan kondisi terumbu karang di TWAL Kapoposang).
Dan visualisasi secara 3 dimensi antara kondisi
terumbu karang dengan kedalaman perairan pada
gambar tersebut melihatkan bahwa klasifikasi kondisi
terumbu karang dengan stratifikasi kedalaman.
7
Jumlah stratifikasi kedalaman ada empat dan jenis
kondisi ada tiga. Prosentase keterkaitan antara kondisi
karang antara kedalaman diperlihatkan pada
berdasarkan tabel 4. Tingkat kerusakan karang
terbesar berada pada kedalaman 0-2,5 meter . untu
pecahan karang terbanyak pada kedalaman 2,5-5
meter, sedangkan terumbu karang hidup pada
persentase terbesar berada pada kedalaman 10-20
meter. Analisa data pada penelitian tersebut dibatasi
pada kedalaman maksimal 20 meter dengan asumsi
bahwah 1.Kemampuan penyadapan citra satelit untuk
obyek yang berada dibawah permukaan air, rata-rata
maksimal 20 meter.

2. penetrasi cahaya pada perairan yang jernih optimal


pada kedalaman 20 meter.
3. Kemungkinan untuk melaksanakan rehabilitasi
hanya bisa dilakukan pada kedalaman 2,5-20
meter., baik dalam segi teknis maupun
keberlangsungan.

Rekomendasi Rehabilitasi Terumbu karang


Rehabilitasi terumbu karang adalah suatu
aktivitas perbaikan kondisi terumbu karang didalam
ekosistemnya. Rehabilitasi lebih dititik beratkan pada
perbaikan persen tutupan terumbu karang. Selama ini
rehabilitasi .Telah dilaksanakan pada beberapa lokasi
dengan sistem tranplantasi dengan menggunakan meja
transplantasi pada lokasi yang dianggap kurang
mempunyai persen tutupan yang bagus dan sekaligus
untuk kepentingan bisnis ( Karang hias). Tingkat
keberhasilan transplantasi yang ada belum maksimal
(DPK, 2007). Berdasarkan klasifikasi pada tabel 4di
identifikasi bahwa ada kemungkinan melaksanakan
rehabilitasi pada dua jenis kondisi karang yaitu pada
karang mati dan pecahan karang Muscatine,
(1980;1990) mengatakan bahwa perbedaan kedalaman
perairan akan mempengaruhi perbedaan perlakuan
dalam rehabilitasi karena disebabkan oleh besarnya
energi yang masuk keperairan dan besarnya tekanan
dalam perairan

8
area. Agar kondisi wilayah ini terlindung dari
.Diskusi ancaman faktor oceanografi. Yang ekstrim seperti
Setiap metode atau teknologi selalu arus dan gelombang, maka lokasi kawasan konservasi
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Demikian laut sebaiknya berada dilokasi terlindung. Penentuan
pula dengan teknologi penginderaan jauh. Oleh karena keterlindungan wilayah dilakukan melalui interpretasi
secara visual dari citra komposit, kemudian lakukan
itu maka penggunaan teknologi ini harus disesuaikan
training area berdasarkan komposit citra. Kelas baru
dengan tujuan. Teknologi penginderaan jauh didapat dari klasifikasi supervised area. Daerah
merupakan salah satu metode alternatif yang sangat terlindung terdapat pada gosong dan goba. Perairan
menguntungkan jika dimanfaatkan pada suatu negara kepulauan seribu memiliki banyak pulau-pulau kecil
dengan wilayah yang sangat luas seperti Indonesia. dan gosong-gosong karang..
Beberapa keuntungan penggunaan teknologi
penginderaan jauh, antara lain yaitu: Suhu
1. Citra menggambarkan obyek, daerah dan Suhu merupakan salah satu faktor pembatas
gejala dipermukaan bumi dengan wujud dan bagi keberadaan ekosistem terumbu karang. Karang
letak obyek yang mirip dengan wujud akan tumbuh secara optimal pada kisaran suhu rata-
lengkap, permanen dan meliputi daerah yang rata tahunan 23-25 0C. Toleransi suhu sampai dengan
sangat luas. 36-400C.sebaran suhu perairan karang lebar dan
2. Karakteristik obyek yang tidak tampak dapat karang congkak dapat dilihat pada Gambar 18. Nilai
diwujudkan dalam bentuk citra, sehingga
sebaran suhu permukaan laut berkisar antara 28,6-
dimungkinkan pengenalan obyeknya.
3. Jumlah data yang dapat diambil dalam waktu 32,49 0C. Kondisi ini ideal bagi pertumbuhan terumbu
sekali pengambilan data sangat banyak yang karang. Semakin kelaut lepas suhu semakin
tidak akan tertandingi oleh metode lain. berkurang, hal ini disebabkan pengaruh panas dari
4. Pengambilan data diwilayah yang sama dapat daratan dimana pada siang hari darat lebih cepat
dilakukan berulang-ulang sehingga analisis menerima panas dibandingkan dengan lautan.
data dapat dilakukan tidak saja berdasarkan
variasi spasial tetapi juga berdasarkan variasi Salinitas
temporal. Salinitas adalah kadar garam yang
5. Citra dapat dibuat secara tepat, meskipun terkandung dalam 1 kilogram air laut. salinitas
untuk daerah yang sulit dijelajahi secara merupakan salah satu faktor biofisik perairan yang
tersesterial. berpengaruh dalam penentuan zona perlindungan laut,
6. Merupakan satu-satunya cara untuk dimana salinitas juga merupakan salah satu faktor
memetakan daerah bencana. pembatas bagimpertumbuhan terumbu karang.
Terumbu karang hanya dapat hidup diperairan laut
Periode pembuatan citra relatif pendek adapun dengan salinitas normal 32-35 ‰. Sebaran nilai
kelemahan teknologi penginderaan jauh yaitu: salinitas gambar 19. Dari gambar tersebut terlihat
1. Tidak semua parameter kelautan wilayah bahwa seberan salinitas diperairan karang lebar dan
pesisir dapat dideteksi dengan teknologi karang congkak secara horizontal cocok untuk
penginderaan jauh. Hal ini disebabkan pertumbuhan terumbu karang yaitu 32-35‰. Semakin
karena gelombang elektromagnetik kearah laut lepas salinitas meningkat, hal ini
mempunyai keterbatasan dalam membedakan disebabkan tidak adanya masuk tair tawar (run off)
benda yang satu dengan benda yang lain, dari daratan.
tidak dapat menembus benda padat yang
tidak transparan, daya tembus terhadap air Oksigen terlarut
yang terbatas. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) atau
2. Akurasi data lebih rendah dibandingkan
disingkat dengan DO adalah jumlah oksigen yang
dengan metode pendataan lapangan (survey
in situ) yang disebabkan karena keterbatasan terlarut dalam air, yang diukur dalam unit satuan
sifat gelomabang elektromagnetik dan jarak miligram per liter (mg/l). Komponen oksigen ini
yang jauh antara sensor dengan benda yang dalam air sangat kritis untuk kelangsungan hidup ikan
diamati. dan organisme laut lainnya, tetapi bila adanya
berlebihan juga dapat menyebabkan kematian.
Keterlindungan wilayah Oksigen terlarut menggambarkan besarnya tingkat
Keterlindungan merupakan parameter yang produktivitas primer perairan. Semakin tinggi
turut berpengaruh dalam pembangunan sebuah Marine kandungan oksigen yang terlarut diperairan dapat
Protected Area. Agar kondisi ekologi wilayah ini
terlindung dari ancaman faktor oceanografi protected mengindikasikan tingginya tingkat produktivitas

9
primer. Produktivitas merupakan hasil dari proses salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan terumbu
fotosintesis. Sebaran oksigen terlarut diperoleh dari karang.
hasil interpolasi dari titik pengambilan sampel di
lapangan sebanyak 25 titik yang menyebar diperairan Kesimpulan :
karang lebar dan karang congkak. Berdasarkan Terumbu karang memiliki nilai yang sangat
gambar diatas terlihat bahwa sebaran oksigen terlarut penting bagi ekosistem dilingkungan wilayah pesisir
diperairan karang lebar dan karang congkak. Indonesia. Terumbu karang dan segala kehidupan
Berdasarkan gambar tersebut diatas terlihat bahwa yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan
sebaran oksigen terlarut diperairan karang lebar dan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai
karang congkak berkisar antara 5,01-8,6 mg/l. Kadar harganya. Dengan banyaknya kegiatan-kegiatan yang
oksigen cenderung meningkat kearah laut lepas. mengganggu dan merusak fungsi, kesehatan dan
keseimbangan ekologis terumbu karang. Berdasarkan
Kecerahan banyaknya kegiatan-kegiatan oknum yang tidak
Intensitas cahaya matahari yang menembus bertanggung jawab itru, untuk mengantisipasi
kedalam suatu perairan mempengaruhi kehidupan masalah-masalah perusakan dan tangkap lebih serta
sebagian besar organisme perairan. Selain penting menjaga dan melindungi ekosistem pesisir dan lautan
sinar matahari juga membatasi kehidupan. Organisme secara berkelanjutan diperlukan suatu pengelolaan
tersebut intensitas sinar (masukan energi) yang yang tepat dengan mengidentifikasi kehidupan
mengenai lapisan autotrofik mengendalikan seluruh ekosistem terumbu karang leawat Teknologi
ekosistem melalui pengaruhnya pada produksi primer. Penginderaan Jauh dengan segala kelebihannya
Oleh karena itu, tingkat kecerahan perairan perlu merupakan solusi yang lebih efektif dalam
diketahui untuk mengetahui produktivitas primer yang memperoleh data secara akurat dengan penyajian data
dapat terjadi diperairan tersebut. Kecderahan juga yang cukup detail dan akses dat
a yang direkam secara periodic. Pembangunan, Seminar Nasional-PJ
dan SIG I.
DAFTAR PUSTAKA
Hartono, Taufik Hery Purwanto. 2017. Peran
DKP.2007. Rencana Strategis Pengelolaan
Teknologi Infomasi Geografi Untuk
Terumbu karang Sulawesi Selatan.
Mendukung Ketangguhan Bangsa: Dari
RCU-Coremap II.Sulsel.Makassar.
Foto Udara Hingga Augmented
Sulistyo B, 2007, Uji ketelitian identifikasi RealityDalam Bingkai Informasi
penyebaran terumbu karang Geospasial, Seminar Nasional Geotik.
berdasarkan landast TM Studi Kasus di
Faizal, Ahmad, Chair Rani, Natsir Nessa,
Pulau Enggano, kab. Bengkulu Utara.
Jamaludin Jompa, Rohani Ambo-
Majalah Geografi Indonesia 212: 191-
Rappe. Pengembangan Metode
203
Multikriteria Berbasis SIG Untuk
Sulistyo, B. 2017. The Accuracy of The Outer Zoning Kawasan Konservasi Perairan.
Boundary Delineation of Coral Reef
Louhenapessy, Daniel, H.J.D. Waas, 2009.
Area Derived From The Analyses of
Aplikasi Teknologi Remote Sensing
Various Vegetation Indices of Satelite
Satelit dan Sistem Informasi Geografis
Landsat Thematic Mapper. Department
(SIG)Untuk Memetakan Klorofil-a
of Marine Sciences and Department of
Fitoplankton. Jurnal Triton Volume 5
Soil Sciences, Faculty of Agriculture,
halaman 41-52. Universitas Pattimura
Universitas Bengkulu, Indonesia.
Ambon.
Biodiversitas, 18, 351-358.
Hikmah, Riveral. 2009. Kerusakan Terumbu
Hartono. 2010. Penginderaan Jauh dan Sistem
Karang di Kepulauan Karimunjawa,
Informasi Geografi Serta Aplikasinya
Skripsi. Universitas Indonesia.
di Bidang Pendidikan dan

10
Faizal, Ahmad, Jamaluddin Jompa. 2010.
Pemanfaatan Seminar Nasional
Tahunan VII Hasil Penelitian Perikanan
dan Kelautan.

Murzaki, Anggi Afif. 2008. Analisis Spasial


Kualitas Ekosistem Terumbu Karang
Sebagai Dasar Penentuan Kawasan
Konservasi Laut dengan Metode Cell
Based Modelling di Karang Lebar dan
Karang Congkak Kepulauan Seribu,
DKI Jakarta.

Saifullah. 2000. Aplikasi Teknologi


Penginderaan Jauh dan Sistem
Informasi Geografi (SIG) Dalam
Pemanfaatan dan Pengembangan
Potensi Perikanan Tangkap dan
Budidaya Tambak di Kotamadya
Sibolga, Skripsi, Institut Pertanian
Bogor.

Sulistiana, I Nyoman, Bambang Hidayat, I Made


Kusuma Wardana. 2012. Identifikasi
Terumbu Karang Berdasarkan Citra
Penginderaan Jauh Multispektral
dengan Filter 2D Gabor wavelet dan K-
Nearest Neighbor, Universitas Telkom.
Syah, Achmad Fachruddin. 2010.
Penginderaan Jauh dan Aplikasinya di
Wilayah Pesisir dan Lautan, Universits
Trunojoyo, Jurnal
KelautanVolume3.No

11
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai