TUGASSIGMARNIDA
TUGASSIGMARNIDA
net/publication/340777624
CITATIONS READS
18 8,080
19 authors, including:
Purnawarman Ir
Universitas Bengkulu
13 PUBLICATIONS 18 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Purnawarman Ir on 20 April 2020.
MARNIDA
1
Program Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan, Fakultas Pertanian, Universitas
Bengkulu. Jalan WR Supratman, Kandang Limun, Bengkulu 38.371 A, Indonesia. Tel./Fax. + 62-736-21170 / +
62-736-22105, email : marnidanida09@gmail.com
ABSTRAK
Indonesia Negara Kepulauan yang mempunyai potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang snagat besar dan
beragam, beberapa sumberdaya tersebut misalnya sumberdaya perikanan tangkap dan perikanan Budidaya,
hutan bakau yang terdapat disepanjang pantai atau hutan bakau yang terdapat disepanjang pantai atau muara
sungai, terumbu karang yang sangat produktif dan khas terdapat didaerah tropis dan sumberdaya lainnya.
Ekosistem terumbu karang merupakan sumberdaya wilayah pesisir yang sangat rentan terhadap kerusakan yang
disebabkan oleh perilaku manusia. Upaya melindungi dan mengelola sumberdaya pesisir dan lautan, bukan
hanya tanggung jawab pemerintah melainkan masyarakat pesisir memiliki tanggung jawab yang lebih besar,
mengingat mereka sehari-hari sering memberikan dampak yang cukup besar terhadap lingkungan sumberdaya
pesisir dan laut. Saat ini ekosistem terumbu karang terus-menerus mendapat tekanan baik secara langsung atau
tidak langsung akibat berbagai aktivitas manusia. Maka dengan melalui model digital besaran kondisi terumbu
karang berdasarkan kedalaman perairan, Pemakaian Citra Satelit Spot 5 dapat mengkelaskan obyek dasar
menjadi 5 penutup yaitu karang hidup, pecahan karang, karang mati, lamun dan pasir. Pengolahan data yang
diintegrasikan dengan sistem Informasi Geografis (SIG) dapat digunakan untuk mendeteksi kesehatan terumbu
karang dalam rangka penyusunan tata ruang pesisir dan dapat digunakan pada wilayah pesisir secara
keseluruhan. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menjelaskan tentang pemanfaatan Teknologi penginderaan
jauh dan sistem informasi geografis dalam pengelolaan terumbu karang Wisata Laut Kapoposang Kabupaten
Pangkep.
2
4041’00’’- 4043’15’’ BT dan 118055’00’’ –
118058’35’’LS. Area studi pada (gambar 1).
3
Prosedur 1 (Djaja, 1989 dalam Ongkosongo dan suyarso 1989),
1). Cek Lapangaan untuk mencocokkan hasil 3) Analisis data kedalaman, dengan interpolasi
pengamatan hasil analisis citra satelit dengan kondisi menggunakan metode krigging (jensen, 1996;Faizal,
lapangan. Metode penentuan sampling berdasrkan
2006). Namun sebelumnya dikoreksikan dengan data
citra satelit dengan menggunakan metode LIT (Line
Intercep Transect) sepanjang 50 meter (Gambar 2a) Mean Sea Level (MSL), 4) Analisis spasial untuk
dan khusus penilaian karang yang tertutupi oleh algae mengaitkan antara data kedalaman dengan ODPD
(gambar 2b) jika persentase penutupan dengan sistem referensi WGS 84. Dari data ini
dihitungdengan (Gambar 2.b) jika persentase tutupan didapatkan keterkaitan antara kedalaman dengan
algae lebih besar atau sama dengan karang maka ODPD. Penilaian data ini dikelaskan antara 0-10
obyek tersebut di kategorikan sebagai algae. Setiap meter, dan 10-20 meter.
lokasi sampling akan dicatat posisinya dengan
menggunakan GPS. (English, 1997); HASIL DAN PEMBAHASAN
Citra yang digunakan pada penelitian ini
Prosedur 2
2). pengukuran kedalaman, dengan echosonder, model adalah Citra Satelit Formosat -2 akuisisi 29 Agustus
pengukuran yang digunakan sejajar dengan garsi 2007 Level 2A dimana telah terkoreksi radiometrik
pantai, pada saat yang sama dilakukan pengukuran dan Geometrik tanpa GCP (Ground Control Point) .
pasang surut, pengamatannya dilakukan dengan citra formosat dipilih penulis dalam menentukan
pembacaan secara langsung dan dicatat secara model konservasi, karena satelit ini merupakan satelit
kontinyu setiap 1 jam mulai pukul 00.00 sampai pukul observasi bumi yang memiliki resolusi yang spasial
23.00 selama 15 hari (piantan).Pengamatan.
cukup tinggi yaitu sebesar 8×8 m untuk mulyati
Spectral dan 2×2 m untuk pankromatik sehingga
satuan piksel tersebut cukup mereprentasikan spot-
spot zona kawasan konservasi laut sebagai dasar dari
Cell Based Modelling dan resolusi temporal 1 hari
yang dapat memonitor perubahan situasi keseharian
dengan cepat. Citra Formosat-2 yang diperoleh dari
Laboratorium Penginderaan Jauh Teknologi
inventarisasi Sumberdaya Alam (TISDA) – BPPT,
Jakarta. Koreksi radiometrik dilakukan untuk
menghilangkan faktor-faktor yang menurunkan
kualitas Citra. Metode koreksi radiometrik yang
digunakan adalah penyesuaian histogram (histogram
adjustment) tetapi untuk penelitian kali ini koreksi
radiometrik tidak dilakukan lagi oleh peneliti karena
Citra Formosat merupakan citra high resolution
Satellite dan telah terkoreksi radiometrik.
4
alam Laut Kapoposang dapat dibagi atas 6 kelas, memberikan informasi yang lebih besar dibandingkan
masing-masing pasir, lamun atau algaa, karang mati, dengan menggunakan citra Landast ETM 7+ (Faizal,
pecahan karang, karang hidup, dan perairan (gambar 2006). Selain itu persentase tutupan karang hasil
3). Persentase tutupan ODPD seperti pada Tabel 2. observasi Lapangan (25-50%) dengan citra satelit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat (40%) memiliki kemiripan.
pengenalan citra satelit SPOT 5 resolusi 10 meter
Keterangan: Jika obyek dapat langsung dikenali; Sedang; Jika kenampakan Oyek pada Citra kurang
jelas dan Sulit; Jika kenampakan Obyek pada Citra; Dalam pengambilan keputusan perlu diadakan
analisis secara Deduksi.
Tabel 2. Persentase Luasan Penutup Dasar Perairan Berdasarkan hasil Klasifikasi Citra SPOT 5.
5
Gambar 3. a). Citra SPOT 5 Hasil Koreksi Geometrik , b). Citra hasil penerapan Algotrima, c. Citra Hasil
Klasifikasi
Secara umum kondisi terumbu karang di posisi barat tutupan karang hidup antara 10-70% ,
TWAL Kapoposang dalam kondisi sedang dengan sebaliknya karang mati yang tertutup algae antara 5-
tingkat keanekaragaman yang sangat tinggi. Hasil 70%. Kondisi terumbu karang disisi Selatan dan
survey lapangan di tiga pulau uatama (Pulau Barat daya Terumbu karang bervariasi dari kondisi
Kapoposang, pulau pandangan dan Pulau kondong yang rusak parah hingga sangat bagus dengan tutupan
Bali) memperlihatkan nilai kisaran kondisi terumbu karang hidup antara 20-80%. Tutupan karang mati
karang sebesar 25-40% . pulau kapoposang kondisi mencapai 45% sementara hancuran karang mati
terumbu karang secara umum dipulau Kapoposang maksimal 70%. Pulau padangan merupakan pulau
rata-rata karang hidup 29% dan rata-rata tutupan berpenghuni dimana terumbu karangnya bertipe
karang mati sekitar 45 % (gambar4). Namun secara pinging reff atau terumbu karang tepi. Terumbu
detai kondisi terumbu karang pada posisi timur pulau karang mengelilingi semua sisi pulau yang hampir
kapoposang berupa hamparan perairan dangkal yang sama lebarnya. Rataan terumbu berupa pasir dan
tersusun atas karang mati dan pasir bercampur koloni hamparan pecahan karang mati yang terekpose pada
karang hidup dari karang-karang bercabang dari jenis sat air surut. Zona ini ditumbuhi lamun yang
Pocillopora, Acropora, Montipora, dan Poritas. membentuk ekosistem padang lamun. Terumbu
Terumbu karang didaerah ini tergolong rusak, diduga karang pada rataan terumbu mulai terlihat pada jarak
kematian karang disebabkan karena pembiusan pada antara 300-500 meter dari garis pantai dengan
lereng terumbu atau akibat gangguan alam seperti kepadatan rata-rata tutupan karang hidup 32-67% dan
eutofiksi atau penyuburan perairan. Topografi pada rata-rata tutupan karang mati sebesar 22,42%.
sisi utara dan barat terdiri dari reff flat (rataan Rataan terumbu yang ditumbuhi koloni karang keras
terumbu) dan reff edgo (batas atas tubir) dan drop off cukup landai sehinggapertumbuhan karang merata
(tebing terumbu) secara ekologi, kondisi terumbu hampir semua titik. Karang berbentuk massive
karang didaerah reff flat tergolong rusak. Kerusakan terutama dari famili Poritidae, Favidae, dan
terumbu karang diakibatkan oleh pemangsaan Acroporidae, Pulau Gondong Bali. Penutupan
binatang bermahkota duri Acanthaster planci, hal ini terumbu karang hidup dipulau ini pada umumnya
setara dengan hasil penelitian Spice-PPTK (2005). berada dalam kondisi sedang (kurang bagus) dengan
Secara kuantitatif, kondisi terumbu karang dari rata-rata penutupan sebesar 35-58% dan penutupan
tutupan komponen habitat terumbu dapat dilihat pada karang rusak sebesar 33,06% (Gambar4) . sisi Timur
posisi utara pulau pulau terdapat Demaga perahu nelayan dengan
Kapoposang tutupan karang yang hidup kedalaman dasar laut sekitar 3-5 m. Rataan terumbu
bervariasi antara 25-40%. Demikian halnya dengan umumnya sempit dibanding dengan sisi utara, barat
tutupan karang mati antara25-40%. Sementara pada dan selatan. Demikian pula halnya dengan
6
perkembangan terumbu karang tidak berkembang Kapoposang tipe pasut campuran keharian tunggal
dengan baik karena substrat di dominasi oleh rataan (mixed tide prevailing diurnal). Pada tipe ini, terjadi
pasir pada kedalaman 3-10 m. satu kali pasang satu kali surut dalam sehari tetapi
Pasang Surut kadang-kadang pula untuk sementara dengan dua kali
Hasil pengukuran dilapangan selam 15 pasang dan dua kali surut, yang sangat berbeda dalam
piantan didapatkan bahwa tinggi permukaan air pada tinggi dan waktunya (Nonji, 1993). Hasil perhitungan
saat pasang tertinggi adalah 176 cm sedangkan pada admiralty (Tabel 3) menjadi konstanta perhitungan
saat surut terendah adalah 4,5 cm (Gambar 5) dengan Mean Sea Level (MSL), hingga didapatkan faktor
demikian kisaran pasang surut (tidak range) di koreksi untuk pengukuran kedalaman sebesar 2,24
TWAL. Kapoposang adalah 172 cm. Berdasarkan atas cm.
grafik dan hasil perhitungan pasang surut di TWAL.
8
area. Agar kondisi wilayah ini terlindung dari
.Diskusi ancaman faktor oceanografi. Yang ekstrim seperti
Setiap metode atau teknologi selalu arus dan gelombang, maka lokasi kawasan konservasi
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Demikian laut sebaiknya berada dilokasi terlindung. Penentuan
pula dengan teknologi penginderaan jauh. Oleh karena keterlindungan wilayah dilakukan melalui interpretasi
secara visual dari citra komposit, kemudian lakukan
itu maka penggunaan teknologi ini harus disesuaikan
training area berdasarkan komposit citra. Kelas baru
dengan tujuan. Teknologi penginderaan jauh didapat dari klasifikasi supervised area. Daerah
merupakan salah satu metode alternatif yang sangat terlindung terdapat pada gosong dan goba. Perairan
menguntungkan jika dimanfaatkan pada suatu negara kepulauan seribu memiliki banyak pulau-pulau kecil
dengan wilayah yang sangat luas seperti Indonesia. dan gosong-gosong karang..
Beberapa keuntungan penggunaan teknologi
penginderaan jauh, antara lain yaitu: Suhu
1. Citra menggambarkan obyek, daerah dan Suhu merupakan salah satu faktor pembatas
gejala dipermukaan bumi dengan wujud dan bagi keberadaan ekosistem terumbu karang. Karang
letak obyek yang mirip dengan wujud akan tumbuh secara optimal pada kisaran suhu rata-
lengkap, permanen dan meliputi daerah yang rata tahunan 23-25 0C. Toleransi suhu sampai dengan
sangat luas. 36-400C.sebaran suhu perairan karang lebar dan
2. Karakteristik obyek yang tidak tampak dapat karang congkak dapat dilihat pada Gambar 18. Nilai
diwujudkan dalam bentuk citra, sehingga
sebaran suhu permukaan laut berkisar antara 28,6-
dimungkinkan pengenalan obyeknya.
3. Jumlah data yang dapat diambil dalam waktu 32,49 0C. Kondisi ini ideal bagi pertumbuhan terumbu
sekali pengambilan data sangat banyak yang karang. Semakin kelaut lepas suhu semakin
tidak akan tertandingi oleh metode lain. berkurang, hal ini disebabkan pengaruh panas dari
4. Pengambilan data diwilayah yang sama dapat daratan dimana pada siang hari darat lebih cepat
dilakukan berulang-ulang sehingga analisis menerima panas dibandingkan dengan lautan.
data dapat dilakukan tidak saja berdasarkan
variasi spasial tetapi juga berdasarkan variasi Salinitas
temporal. Salinitas adalah kadar garam yang
5. Citra dapat dibuat secara tepat, meskipun terkandung dalam 1 kilogram air laut. salinitas
untuk daerah yang sulit dijelajahi secara merupakan salah satu faktor biofisik perairan yang
tersesterial. berpengaruh dalam penentuan zona perlindungan laut,
6. Merupakan satu-satunya cara untuk dimana salinitas juga merupakan salah satu faktor
memetakan daerah bencana. pembatas bagimpertumbuhan terumbu karang.
Terumbu karang hanya dapat hidup diperairan laut
Periode pembuatan citra relatif pendek adapun dengan salinitas normal 32-35 ‰. Sebaran nilai
kelemahan teknologi penginderaan jauh yaitu: salinitas gambar 19. Dari gambar tersebut terlihat
1. Tidak semua parameter kelautan wilayah bahwa seberan salinitas diperairan karang lebar dan
pesisir dapat dideteksi dengan teknologi karang congkak secara horizontal cocok untuk
penginderaan jauh. Hal ini disebabkan pertumbuhan terumbu karang yaitu 32-35‰. Semakin
karena gelombang elektromagnetik kearah laut lepas salinitas meningkat, hal ini
mempunyai keterbatasan dalam membedakan disebabkan tidak adanya masuk tair tawar (run off)
benda yang satu dengan benda yang lain, dari daratan.
tidak dapat menembus benda padat yang
tidak transparan, daya tembus terhadap air Oksigen terlarut
yang terbatas. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) atau
2. Akurasi data lebih rendah dibandingkan
disingkat dengan DO adalah jumlah oksigen yang
dengan metode pendataan lapangan (survey
in situ) yang disebabkan karena keterbatasan terlarut dalam air, yang diukur dalam unit satuan
sifat gelomabang elektromagnetik dan jarak miligram per liter (mg/l). Komponen oksigen ini
yang jauh antara sensor dengan benda yang dalam air sangat kritis untuk kelangsungan hidup ikan
diamati. dan organisme laut lainnya, tetapi bila adanya
berlebihan juga dapat menyebabkan kematian.
Keterlindungan wilayah Oksigen terlarut menggambarkan besarnya tingkat
Keterlindungan merupakan parameter yang produktivitas primer perairan. Semakin tinggi
turut berpengaruh dalam pembangunan sebuah Marine kandungan oksigen yang terlarut diperairan dapat
Protected Area. Agar kondisi ekologi wilayah ini
terlindung dari ancaman faktor oceanografi protected mengindikasikan tingginya tingkat produktivitas
9
primer. Produktivitas merupakan hasil dari proses salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan terumbu
fotosintesis. Sebaran oksigen terlarut diperoleh dari karang.
hasil interpolasi dari titik pengambilan sampel di
lapangan sebanyak 25 titik yang menyebar diperairan Kesimpulan :
karang lebar dan karang congkak. Berdasarkan Terumbu karang memiliki nilai yang sangat
gambar diatas terlihat bahwa sebaran oksigen terlarut penting bagi ekosistem dilingkungan wilayah pesisir
diperairan karang lebar dan karang congkak. Indonesia. Terumbu karang dan segala kehidupan
Berdasarkan gambar tersebut diatas terlihat bahwa yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan
sebaran oksigen terlarut diperairan karang lebar dan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai
karang congkak berkisar antara 5,01-8,6 mg/l. Kadar harganya. Dengan banyaknya kegiatan-kegiatan yang
oksigen cenderung meningkat kearah laut lepas. mengganggu dan merusak fungsi, kesehatan dan
keseimbangan ekologis terumbu karang. Berdasarkan
Kecerahan banyaknya kegiatan-kegiatan oknum yang tidak
Intensitas cahaya matahari yang menembus bertanggung jawab itru, untuk mengantisipasi
kedalam suatu perairan mempengaruhi kehidupan masalah-masalah perusakan dan tangkap lebih serta
sebagian besar organisme perairan. Selain penting menjaga dan melindungi ekosistem pesisir dan lautan
sinar matahari juga membatasi kehidupan. Organisme secara berkelanjutan diperlukan suatu pengelolaan
tersebut intensitas sinar (masukan energi) yang yang tepat dengan mengidentifikasi kehidupan
mengenai lapisan autotrofik mengendalikan seluruh ekosistem terumbu karang leawat Teknologi
ekosistem melalui pengaruhnya pada produksi primer. Penginderaan Jauh dengan segala kelebihannya
Oleh karena itu, tingkat kecerahan perairan perlu merupakan solusi yang lebih efektif dalam
diketahui untuk mengetahui produktivitas primer yang memperoleh data secara akurat dengan penyajian data
dapat terjadi diperairan tersebut. Kecderahan juga yang cukup detail dan akses dat
a yang direkam secara periodic. Pembangunan, Seminar Nasional-PJ
dan SIG I.
DAFTAR PUSTAKA
Hartono, Taufik Hery Purwanto. 2017. Peran
DKP.2007. Rencana Strategis Pengelolaan
Teknologi Infomasi Geografi Untuk
Terumbu karang Sulawesi Selatan.
Mendukung Ketangguhan Bangsa: Dari
RCU-Coremap II.Sulsel.Makassar.
Foto Udara Hingga Augmented
Sulistyo B, 2007, Uji ketelitian identifikasi RealityDalam Bingkai Informasi
penyebaran terumbu karang Geospasial, Seminar Nasional Geotik.
berdasarkan landast TM Studi Kasus di
Faizal, Ahmad, Chair Rani, Natsir Nessa,
Pulau Enggano, kab. Bengkulu Utara.
Jamaludin Jompa, Rohani Ambo-
Majalah Geografi Indonesia 212: 191-
Rappe. Pengembangan Metode
203
Multikriteria Berbasis SIG Untuk
Sulistyo, B. 2017. The Accuracy of The Outer Zoning Kawasan Konservasi Perairan.
Boundary Delineation of Coral Reef
Louhenapessy, Daniel, H.J.D. Waas, 2009.
Area Derived From The Analyses of
Aplikasi Teknologi Remote Sensing
Various Vegetation Indices of Satelite
Satelit dan Sistem Informasi Geografis
Landsat Thematic Mapper. Department
(SIG)Untuk Memetakan Klorofil-a
of Marine Sciences and Department of
Fitoplankton. Jurnal Triton Volume 5
Soil Sciences, Faculty of Agriculture,
halaman 41-52. Universitas Pattimura
Universitas Bengkulu, Indonesia.
Ambon.
Biodiversitas, 18, 351-358.
Hikmah, Riveral. 2009. Kerusakan Terumbu
Hartono. 2010. Penginderaan Jauh dan Sistem
Karang di Kepulauan Karimunjawa,
Informasi Geografi Serta Aplikasinya
Skripsi. Universitas Indonesia.
di Bidang Pendidikan dan
10
Faizal, Ahmad, Jamaluddin Jompa. 2010.
Pemanfaatan Seminar Nasional
Tahunan VII Hasil Penelitian Perikanan
dan Kelautan.
11
View publication stats