Anda di halaman 1dari 2

cakupan tindak pidana rupiah palsu dalam Pasal 36 dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 7 Tahun

2011 tentang Mata Uang dan bagaimana pengaruh Pasal 36 dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2011 terhadap kejahatan memalsu mata uang atau uang kertas dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Tindak
pidana Rupiah palsu dalam Pasal 36 dan Pasal 37 UU No. 7 Tahun 2011 memiliki cakupan yang luas,
mulai dari (1) perbuatan memalsu Rupiah, (2) menyimpan Rupiah palsu, (3) mengedarkan dan/atau
membelanjakan Rupiah palsu, (4) membawa ke dalam atau ke luar Wilayah Indonesia Rupiah palsu,
(5) mengimpor atau mengekspor Rupiah palsu, (6) perbuatan-perbuatan berkenaan dengan alat
untuk membuat Rupiah palsu seperti memproduksi dan menyimpan pelat cetak untuk membuat
Rupiah palsu, dan (7) perbuatan-perbuatan berkenaan dengan bahan baku Rupiah untuk membuat
Rupiah palsu seperti memproduksi dan menyimpan bahan baku Rupiah (kertas untuk membuat
Rupiah palsu dan sebagainya). 2. Pengaruh tindak pidana Rupiah palsu dalam Pasal 36 dan Pasal 37
UU No. 7 Tahun 2011 terhadap Buku II Bab X KUHPidana hanyalah sepanjang berkenaan dengan
uang atau mata uang Rupiah. Jika terjadi pemalsuan Rupiah atau peredaran Rupiah palsu di
Indonesia, maka yang akan diterapkan sekarang adalah ketentuan pidana dalam UU No. 7 Tahun
2011. Tetapi jika yang dipalsu atau diedarkan adalah mata uang asing (baik uang logam maupun uang
kertas) maka yang akan diterapkan adalah ketentuan dalam Buku II Bab X KUHPidana karena berada
di luar cakupan UU No. 7 Tahun 2011.

Untuk menjawab pertanyaan dari Anda, tentunya kita tidak dapat memakai Undang-Undang No. 7
Tahun 2011 tentang Mata Uang (“UU Mata Uang”) sebagai dasar hukum, karena jiwa dari UU Mata
Uang tersebut adalah perlindungan hukum terhadap mata uang Rupiah. Untuk itu, dasar hukum
yang paling relevan dengan permasalahan saudara Anda adalah ketentuan Pasal 244 s.d. Pasal
252 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP (wetboek van straftrecht).

Dengan anggapan bahwa uang dolar AS yang dibeli saudara Anda tersebut adalah palsu, maka
mengingat delik pemalsuan mata uang tersebut bukanlah delik aduan (klacht delicten), maka
siapapun juga yang mengetahui adanya peristiwa pidana tersebut - terlebih lagi saudara Anda
sebagai korban - dapat bertindak sebagai pelapor untuk melaporkan tersebut ke pihak kepolisian.

Adapun pasal KUHP yang dapat saudara Anda gunakan untuk melaporkan hal tersebut adalah Pasal
244 KUHP tentang Pemalsuan Mata Uang Jo. Pasal 378 KUHP tentang Penipuan. Untuk itu
selengkapnya akan saya kutip pasal–pasal tersebut di atas:

Pasal 244 KUH Pidana:

“Barang siapa meniru atau memalsu  mata uang atau kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau
Bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau uang
kertas itu sebagai asli dan tidak dipalsu diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas
tahun.

 
Menurut pendapat R. Soesilo dalam bukunya “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta
Komentar-Komentar lengkap Pasal demi Pasal” (hal 184), dikatakan bahwa objek pemalsuan dalam
pasal ini adalah uang negara, uang kertas negara dan uang kertas bank, semuanya itu tidak saja
meliputi uang Indonesia, tetapi termasuk juga uang negara asing.

Dari pendapat R. Soesilo tersebut, maka pemalsuan dan pengedaran uang dolar palsu dapat dituntut
secara pidana dengan menggunakan ketentuan Pasal 244 KUHP.

Pasal 378 KUH Pidana:

  “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan 
hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun
rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya,
atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.”

Penggunaan Pasal 378 KUHP tersebut adalah dalam hal saudara Anda diposisikan sebagai korban
penipuan uang dolar palsu dan sertifikatnya tersebut dari pelaku kejahatan yaitu penjual dolar palsu
tersebut.

Pelaporan kedua tindak pidana tersebut di atas belum tentu dapat menjamin uang saudara Anda
dapat kembali. Dengan catatan, jika uang hasil penjualan dolar palsu tersebut dimungkinkan dapat
diamankan dan disita oleh penyidik dari para pelakunya, maka sesuai ketentuan Pasal 46 ayat (2) UU
No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), uang sitaan tersebut dapat dikembalikan
kepada siapa yang namanya disebut dalam putusan tersebut (yang paling berhak secara hukum)

Alternatif pengembalian kerugian saudara Anda dapat ditempuh melalui mekanisme penggabungan
perkara gugatan ganti kerugian oleh Penuntut Umum (Pasal 98 KUHAP) atau saudara Anda dapat
mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata) kepada penjual Dollar Palsu tersebut untuk meminta ganti kerugian (setelah proses pidana
atas kasus tersebut berkekuatan hukum tetap).

Adapun bukti yang saudara Anda perlu sertakan dalam laporan polisi tersebut adalah uang dolar
palsu beserta sertifikatnya, dan bukti lainnya yang terkait dengan pembelian uang dolar palsu
tersebut, misalnya bukti transfer atau kuitansi.

Anda mungkin juga menyukai