Fiqhi Mawaris
Fiqhi Mawaris
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Subhanahu wa ta’ala yang Maha Pengasih
lagi Maha Panyayang, Kami senantiasa panjatkan puji syukur atas kehadirat-
Nya., yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan pembahasan Hukum Mengajarkan
dan Mempelajari Fiqhi Mawaris dan Asas Hukum Islam Tentang Kewarisan.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
Kata Pengatar...............................................................................................1
Daftar Isi........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
2
A.
Latar Belakang..................................................................................3
B.
Rumusan Masalah............................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Hukum Mempelajari Fiqhi Mawaris..............................................4
B.
Asas-Asas Hukum Islam Tentang Kewarisan................................7
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Waris menurut hukum Islam adalah hukum yang mengatur tentang peralihan
harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi
para ahli warisnya dan juga berbagai aturan tentang perpidahan hak milik, hak
3
milik yang dimaksud adalah berupa harta, seorang yang telah meninggal dunia
kepada ahli warisnya. Dalam istilah lain waris disebut juga dengan fara‟id. Yang
artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam kepada semua yang
berhak menerimanya dan yang telah di tetapkan bagian-bagiannya.
agama Islam menghendaki dan meletakkan prinsip adil dan keadilan sebagai
salah satu sendi pembentukan dan pembinaan masyarakat. Untuk itu mempelajari
dan mengamalkan ilmu mawaris merupakan suatu hal yang sangat penting.
Dengan berpegang teguh terhadap Al-Qur’an dan As-sunnah dan memerhatikan
asas-asas hukum islam tentang kewarisan. Dengan demikian prinsip keadilan bisa
ditegakkan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana hukum mempelajari fiqhi mawaris ?
2.
Bagaimana hukum mengajarkan fiqhi mawaris ?
3.
Apa saja asas hukum islam tentang kewarisan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hukum Mempelajari Fiqhi Mawaris
4
berakibat rusaknya ikatan persaudaraan. Para ulama berpendapat mempelajari
dan mengajarkan fiqih mawaris hukumnya adalah wajib kifayah yang artinya
suatu kewajiban apabila telah ada sebagian orang yang mempelajarinya, maka
dapat menggugurkan kewajiban semua orang. Akan tetapi bila tidak ada
seorang pun yang mempelajari ilmu tersebut maka semua orang dalam
lingkungan itu akan menanggung dosa.1
Hukum Kewarisan menurut hukum Islam merupakan salah satu
bagian dari hukum keluarga (al-Ahwalus Syahsiyah). Ilmu ini sangat penting
dipelajari agar dalam pelaksanaan pembagian harta waris tidak terjadi
kesalahan dan dapat dilaksanakan dengan seadil-adilnya, sebab dengan
mempelajari hukum kewarisan Islam bagi umat Islam, akan dapat menunaikan
hak-hak yang berkenaan dengan harta waris setelah ditinggalkan oleh
muwarris (pewaris) dan disampaikan kepada ahli waris yang berhak untuk
menerimanya. Dengan demikian, seseorang dapat terhindar dari dosa yakni
tidak memakan harta orang yang bukan haknya, karena tidak ditunaikannya
hukum Islam mengenai kewarisan.2
1
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada,2005), h.6 ,
diambil dalam jurnal reeman, ‘Kewarisan Dalam Islam’
2
Afidah Wahyuni, ‘Sistem Waris Dalam Perspektif Islam Dan Peraturan Perundang-
Undangan Di Indonesia’, SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 5.2 (2018), 147–60
<https://doi.org/10.15408/sjsbs.v5i2.9412>.
5
warisan tidak mendapatkan seorangpun yang memberikan fatwa, kepada
mereka.” (HR. Ahmad, al-Nasa’i dan al-Daruqtny)
B.
Asas – Asas Hukum Islam Tentang Kewarisan
6
kerena dengan meninggalnya seseorang secara otomatis hartanya
beralih kepada ahli warisnya.
b.
Dari segi peralihan harta, mengandung arti bahwa harta orang yang
meninggal itu beralih dengan sendirinya, bukan dialihkan oleh siapa-
sapa kecuali oleh Allah.oleh sebab itu, kewarisan dalam Islam
diartikan dengan peralihan harta, bukan pengalihan harta karena pada
peralihan berarti beralih dengan sendirinya sedangkan pada kata
pengalihan artinya terdapat usaha seseorang.
c.
Dari segi jumlah harta yang beralih, artinya telah ditentkan atau
diperhitungkan
d.
Dari segi penerima peralihan harta itu , artinya siapa yang berhak
menerima harta itu.
Dalil yang menjelaskan mengenai asas tersebut terdapat pada Q.s An-nisa
ayat 7:
Artinya: Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-
bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bahagian yang telah ditetapkan.
2. Asas Bilateral
7
Yang dimaksud dengan asas bilateral dalam hukum kewarisan Islam
adalah seseorang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak kerabat,
yaitu dari garis keturunan perempuan maupun keturunan laki-laki. Dalam ayat
7 Q..S An-nisa dijelaskan dikemukakan bahwa seorang laki-laki berhak
memperoleh warisan dari pihak ayahnya maupun ibunya. Asas kebilateralan
itu mempunyai 2 (dua) dimensi saling mewarisi dalam al-Qur’an surah An-
Nisa/4 ayat 7, 11, 12, dan 176, yaitu: (1) antara anak dengan orang tuanya, dan
(2) antara orang yang bersaudara bila pewaris tidak mempunyai anak dan
orang tua.
3. Asas Individual
Yang dimaksud asas individual ini adalah, setiap ahli waris (secara
individu) berhak atas bagian yang didapatkan tanpa terikat kepada ahli waris
lainya (sebagaimana halnya dengan pewaris kolektif yang dijumpai di dalam
ketentuan hukum adat). Dengan demikian bagian yang diperoleh oleh ahli
waris secara individu berhak mendapatkan semua harta yang telah menjadi
bagianya.5
5
Freeman, ‘Kewarisan Dalam Islam’, Journal of Chemical Information and Modeling,
53.9 (2013), 16.
6
Freeman.
8
sebatas keperluannya semasa ia masih hidup, dan bukan untuk penggunaan harta
tersebut sesudah ia meninggal dunia.7
6. Asas Tandhidh
Asas tandhidh kelihatannya layak untuk dipertimbangkan dalam
pembagian harta warisan, terutama terhadap mauruts/tirkah yang ragam dari
segi bentuk dan nilai. pembagian harta warisan dilakukan setelah dilakukan
penaksiran sehingga sangat mungkin luas tanah atau bangunan yang diterima
oleh waris berbeda-beda tapi relatitif sama dari segi nilai/harga setelah
dilakukan perhitungan porsi/kadar bagian masing-masing ahli waris sesuai
dengan derajat yang dimilikinya.8
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengetahuan tentang warisan merupakan salah satu ilmu yang sangat penting
dalam hal terwujudnya keadilan dalam masyarakat islam. Sebab seperti yang
tidak puas, tidak adil bahkan kadang memetingkan diri sendiri, maka mempelajari
kifayah karena alasan tertentu menjadi fardu’ain , terutama bagi orang –orang
7
Suhrawardi Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam Lengkap dan Praktis, Cetakan
kedua, h. 41.
8
Wahyuni.
9
yang bagi masyarakat dipandang sebagai pemimpin atau panutan, terutama
pemimpin keagamaan.
Kewarisan dalam islam terdapat asa-asas yang perlu diperhatikan baik dalam
kadar jumlah maupun waktu. Diantara asas-asas tersebut ialah ; asas individual,
asas bilateral , asas keadilan berimbang, akbat kematian , Tandhidh , dan Al-ijbari
(paksaan) .
DAFTAR PUSTAKA
10