Anda di halaman 1dari 8

Nama :Dhea Mutiara Syahfitri

Kelas:C1PAGI
Lingkungan pendidikan

A. Pengertian Lingkungan
Lingkungan pendidikan merupakan lingkungan tempat berlangsungnya proses
pendidikan yang merupakan bagian dari lingkungan sosial. Lingkungan secara umum diartikan
sebagai kesatuan ruang dengan segala benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta mahluk hidup lainnya. Lingkungan dibedakan menjadi lingkungan alam hayati,
lingkungan alam non hayati, lingkungan buatan dan lingkungan sosial. Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau
pelatihan agar peserta didik scara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki
kekuatan spritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Jadi lingkungan Pendidikan
merupakan latar tempat berlangsungnya Pendidikan. Berdasarkan hal tersebut Tirtaraharja
(2005) mengatakan bahwa ada tiga lingkungan utama tempat berlangsungnya Pendidikan,
yakni keluarga, sekolah dan masyarakat.
. Menurut Hasbullah (2003), lingkungan pendidikan mencakup:
1. Tempat (lingkungan fisik ), keadaan iklim, keadaan tanah, keadaan alam
2. Kebudayaan (lingkungan budaya ) dengan warisan budaya tertentu seperti bahasa seni
ekonomi, ilmu pengetahuan, pedagang hidup dan pedagang keagamaan; dan
3. Kelompok hidup bersama (lingkungan sosial atau masyarakat) keluarga, kelompok bermain,
desa perkumpulan dan lainnya.
B. LIngkungan Keluarga
Menurut Ki Hajar Dewantoro, suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang
sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan individual maupun pendidikan sosial. Keluarga
tempat pendidikan yang sempurna sifat dan wujudnya untuk melangsungkan pendidikan ke
arah pembentukan pribadi yang utuh.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan
utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua
bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan
berkembang dengan baik. Dalam sistem pendidikan nasional keluarga ikut serta bertanggung
jawab terhadap pendidikan, dimana ditegaskan bahwa pendidikan keluarga merupakan salah
satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengalaman seumur hidup, dengan
memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral dan aturan-aturan
pergaulan serta pandangan, keterampilan, dan sikap hidup yang mendukung kehidupan
berbangsa, bermasyarakat dan bernegara kepada anggota keluarga.
Lingkungan keluarga sungguh-sungguh merupakan pusat pendidikan yang penting dan
menentukan, karena itu tugas pendidikan adalah mencari cara, membantu para ibu dalam
keluarga agar dapat mendidik anak-anaknya dengan optimal.
Abdul Kadir (2012) mengatakan Pendidikan keluarga berfungsi:
 Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
 Menjamin kehidupan emosional anak
 Menanamkan dasar pendidikan moral
 Memberikan dasar pendidikan sosial.
 Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak
Pendidikan keluarga dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Pendidikan prenatal (pendidikan dalam kandungan), merupakan pendidikan yang
berlangsung selama anak belum lahir atau masih dalam kandungan. Pendidikan prenatal
lebih dipengaruhi kepada kebudayaan lingkungan setempat. Secara sederhana pendidikan
prenatal dalam keluarga bertujuan untuk menjamin agar si jabang bayi sehat selama dalam
kandungan hingga nanti pada akhirnya dapat terlahir dengan proses yang lancar dan
selamat.
2. Pendidikan postnatal (pendidikan setelah lahir), merupakan pendidikan manusia dalam
lingkungan keluarga di mulai dari manusia lahir hingga akhir hayatnya. Segala macam ilmu
kehidupan yang diperoleh dari keluarga merupakan hasil dari proses pendidikan keluarga
postnatal. Dari manusia lahir sudah diajari bagaimana caranya tengkurap, minum, makan,
berjalan hingga tentang ilmu agama.
Dalam kaitannya dengan pendidikan pertama dan utama, maka keluarga memiliki dasar
tanggung jawab terhadap pendidikan meliputi:
1. Motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orangtua dengan anaknya.
2. Motivasi kewajiban moral orangtua terhadap anak.
3. Tanggung jawab sosial sebagai bagian dari keluarga.
C. Lingkungan Sekolah
Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki
arti: waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu
luang bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan
menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan dalam waktu
luang itu adalah mempelajari cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal tentang
moral (budi pekerti) dan estetika (seni).

Untuk mendampingi dalam kegiatan sekolah anak-anak didampingi oleh orang ahli dan
mengerti tentang psikologi anak, sehingga memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya
kepada anak untuk menciptakan sendiri dunianya melalui berbagai pelajaran di atas. Secara
istilah Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa (atau “murid“)
di bawah pengawasan guru. Dengan demikian, lingkungan sekolah dapat diartikan segala
sesuatu yang tampak dan terdapat di sekolah, baik itu alam sekitar maupun setiap individu
yang berada di dalamnya.

Karena perkembangan peradaban manusia, orang tidak mampu lagi untuk mendidik
anaknya.Dengan demikian orang perlu lembaga tertentu untuk menggantikan sebagian
fungsinya sebagai pendidik, dimana lembaga tersebut adalah sekolah. Semakin maju
masyarakat, semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda, seelum
masuk dalam proses membangun masyarakat. Di sisi lain sekolah juga mendapat kritik atas
berbagai kelemahan dan kekurangan.
Oleh karena itu sekolah seharusnya menjadi pendidikan untuk menyiapkan manusia
Indonesia sebagai individu, warga masyarakat, warga negara, dan warga dunia di masa depan.
Dengan kata lain sekolah sebagai pusat Pendidikan, sekolah mencerminkan masyarakat
maju karena memanfaatkan secara optimal ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi tetap
berpijak pada ciri bangsa Indonesia. Dengan demikian, pendidikan di sekolah mampu secara
seimbang dan serasi menjamah aspek pembudayaan, penguasaan pengetahuan, dan pemilikan
keterampilan peserta didik.
Tirtaraharja (2005) menjelaskan adanya alternatif yang dapat dilakukan untuk mampu
menjawab sekolah sebagai pusat latihan, diantaranya:
1. Melaksanakan pengajaran yang mendidik
Dalam upaya mewujudkan pengajaran yang mendidik, perlu dikemukakan bahwa setiap
keputusan dan tindakan guru/pendidik dalam kegiatan belajar mengajar akan membawa
berbagai dampak/efek kepada siswa, baik itu efek pengajaran/instructional effect
maupun efek pengiring/nurturant effect. Efek pengajaran merupakan efek langsung dari
bahan ajar yang menjadi isi/pesan dari belajar mengajar, yang ditujukan untuk mencapai
tujuan instruksional. Efek pengiring merupakan efek tidak langsung bahan ajar atau
pengalaman belajar yang dihayati peserta didik akibat dari strategi belajar mengajar yang
menjadi landasan kegiatan pembelajaran. Efek pengiring pada umumnya terjadi karena
peserta didik “menghidupi” (to live in) atau terlibat secara bermakna di dalam suatu
pengajaran tertentu, yang pada umunya untuk tujuan jangka panjang, seperti; kreativitas,
berpikir praktis, mampu bekerja mandiri, dan sebagainya.
2. Peningkatan dan Pemantapan pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan.
Pengembangan kepribadian ke arah penyadaran jati diri sebagai manusia Indonesia
merupakan sisi lain dari tujuan pendidikan nasional, selain penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Pemantapan jati diri lebih penting dari pada menguasai Iptek, karena
kekuatan mental kepribadian akan mampu menciptakan manusia Indonesia seutuhnya.
Oleh karena itu pelaksanaan program bimbingan konseling merupakan salah satu upaya
memantapkan jati diri peserta didik, melalui bimbingan terhadap pribadi melalui
pendekatan kelompok ataupun individu
3. Pengembangan perpustakaan sekolah menjadi pusat sumber belajar
Buku merupakan jendela dunia, sehingga perpustakaan merupakan salah satu tempat
peserta didik menuntut ilmu. Selain buku, sumber belajar lainnya dapat berupa sumber
belajar yang dirancang maupun yang dimanfaatkan. Dengan perannya sebagai PSB,
diharapkan peran perpustakaan akan leih aktif lagi dalam mendukung program pengajaran,
bahkan dapat berperan sebagai “mitra kelas” dalam upaya menjawa tantangan
perkembangan iptek yang semakin laju. Penyediaan berbagai perangkat lunak yang
didukung dengan perangkat keras yang memadai sebagai bahan belajar mandiri, seperti
modul, rekaman elektronik, computer, internet, dan video akan sangat penting terhadap
pelaksanaan tugas peserta didik dan juga pendidik
4. Peningkatan dan pemantapan program pengelolaan sekolah.
Bagian ini merupakan bagian paling penting dalam mewujudkan sekolah sebagai pusat
latihan, tanpa pengelolaan yang baik dan tepat, tidak akan terwujud sekolah yang
diinginkan. Oleh karena itu para pengelola harus menjalankan tugas dan kewajibannya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kesemua aspek yang mendasari peningkatan
kualitas hendaknya di jalankan, tanpa melihat siapa dan apa yang dihadapi. Selain itu
peserta didik yang baru mengenal sekolah, akan merasa bahwa terjadi suatu yang berbeda
antara lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga atau rumah yang pernah mereka
rasakan, walaupun mereka sebaya dan wawasan pengetahuan yang relatif sederajat,
sekaligus menerima pengajaran yang sama, tetapi lingkungan yang berbeda akan
mempengaruhi proses belajar peserta didik, oleh karena itu guru/pendidik harus bisa
membedakan lingkungan keluarga dengan lingkungan sekolah, antara lain :
a. Suasana
Rumah adalah tempat anak-anak itu lahir dan kelahirannya juga disambut dengan
sukacita. Kemudian setelah itu mereka diasuh oleh kedua orang tua mereka dengan
penuh kasih sayang. Sedangkan di sekolah mereka akan menghadapi guru yang tak
mereka kenal dan kasih sayang guru juga tak sedalam kasih sayang kedua orangnya.
b. Tanggung jawab
Di rumah, dikarenakan ayah dan ibu sebagai orang tua kandung anak-anak mereka,
maka sudah barang tentu orang tua tersebut memiliki perhatian yang lebih terhadap
perkembangan jasmani dan rohani anak-anaknya. Sebaliknya di sekolah guru yang
seharusnya memiliki kewajiban untuk mendidik peserta didiknya, sebagian besar guru
merasa telah memenuhi kewajibannya ketika hanya berhasil menaikkan atau
meluluskan peserta didiknya.
c. Kebebasan
Ketika di rumah anak memiliki kebebasan yang lebih dalam gerak-geriknya, ia bebas
makan ketika lapar, atau tidur ketika ngantuk. Sedangkan di sekolah kebebasan
semacam itu tak bisa di dapatkannya karena di sana ada aturan-aturan yang harus
dipatuhi.
d. Pergaulan
Pergaulan di rumah senantiasa diliputi suasana kasih sayang, saling mengerti dan saling
bantu membantu, meskipun terkadang terdapat pertikaian antara kakak dan adik,
tetapi di luar rumah pasti kakak senantiasa melindungi adiknya. Di sekolah pergaulan
antar murid lebih “luwes” . Mereka harus menghargai hak dan kepentingan masing-
masing.
Hal-hal diatas, menunjukkan perbedaan yang asasi antara rumah dengan sekolah.
Rumah ialah lingkungan pendidikan yang sewajarnya. Pemeliharaan orang tua terhadap
anak bukan diperoleh dari suatu pengalaman, melainkan adalah sifat yang naluriah.
Sekolah yang dibuat sendiri oleh manusia, karena semakin tinggi tingkat kebudayaan, maka
tuntutan masyarakat bertambah tinggi pula. Lingkungan rumah tak lagi mampu mendidik
anak dengan maksimal. Dengan demikian masyarakat mendirikan sekolah-sekolah, yang di
sana dilaksanakan pendidikan untuk anak disertai peraturan-peraturan tertentu.
D. Lingkungan Masyarakat
Didalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan bahwa masyarakat adalah pergaulan
hidup manusia atau perkumpulan orang yang hidup bersama disuatu tempat dengan ikatan –
ikatan aturan tertentu yang membuat warga masyarakat itu menyadari diri mereka sebagai
suatu kelompok serta saling membutuhkan. Kelompok-kelompok masyarakat yang terdiri dari
dua orang atau lebih dan bekerja sama dibidang tertentu untuk mencapai tujuan tertentu
adalah merupakan sumber pendidikan bagi warga masyarakat , seperti lembaga-lembaga sosial
budaya, yayasan-yayasan, organisasi-organisasi, perkumpulan -perkumpulan yang semuanya
itu merupakan unsur – unsur pelaksana asas pendidikan masyarakat.
Masing-masing kelompok tersebut melakukan aktifitas-aktifitas keterampilan,
penerangan dan pendalaman dengan sadar dibawah pimpinan atau koordinator masing-masing
kelompok.
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga
dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk
beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah.
Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampak lebih luas.
Lembaga pendidikan yang dalam istilah UU No. 20 Tahun 2003 disebut dengan jalur pendidikan
non formal ini, bersifat fungsional dan praktis yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
dan keterampilan kerja peserta didik yang berguna bagi usaha perbaikan taraf hidupnya.
Pendidikan masyarakat ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
o pendidikan diselenggarakan dengan sengaja di luar sekolah
o peserta umumnya mereka yang sudah tidak bersekolah
o pendidikan tidak mengenal jenjang dan program pendidikan untuk jangka waktu
pendek.
o Peserta tidak perlu homogen
o Ada waktu belajar dan metode formal, serta evaluasi yang sistematis.
o Isi pendidikan bersifat praktis dan khusus
o Keterampilan kerja sangat ditekankan
E. Tripusat Pendidikan
Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi
sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali, mustahil suatu kelompok manusia dapat
berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera. Sedangkan pendidikan
itu sendiri tidak hanya dapat dilakukan di lingkungan keluarga saja, melainkan di tiga
lingkungan pendidikan yaitu; lingkungan pendidikam keluarga (pendidikan informal), sekolah
(pendidikan formal), dan masyarakat (pendidikan non formal). Jadi baik buruknya akhlak
seseorang dan tinggi rendahnya kecakapan atu keahlian seseorang dipengaruhi oleh tiga
lingkungan pendidikan tersebut, yang mana ketiga lingkungan tersebut terkenal dengan istilah
Tri Pusat Pendidikan.
Tri Pusat Pendidikan adalah tiga pusat yang bertanggung jawab atas terselenggaranya
pendidikan terhadap anak yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.Hal itu juga dikemukakan
oleh para tokoh pendidikan, hanya saja ada perbedaan dalam menentukan ketiga pusat
pendidikan tersebut, diantaranya M.J Langeveld dalam Tirtaraharja (2005) mengemukakan tiga
macam lembaga pendidikan yaitu :
a. Keluarga
b. Negara
c. Gereja.
Sedangkan Menurut Ki Hajar Dewantoro mengemukakan sistem Tri Centra dengan
menyatakan :“Didalam hidupnya anak- anak ada tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat
pendidikan yang amat penting baginya yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam
pergerakan pemuda”.
Dari kedua pendapat tersebut itu, kini lahir istilah Tri Pusat Pendidikan menurut UU No. 20
Tahun 2003, yang meliputi :
a. Pendidikan keluarga
b. Pendidikan sekolah
c. Pendidikan masyarakat
Tiga tempat pergaulan atau lembaga pendidikan tersebut mempunyai pengaruh yang sangat
besar dalam membentuk kepribadian serta tingkah laku anak. U

Anda mungkin juga menyukai