Anda di halaman 1dari 2

Memahami Subyek Hukum Dan Obyek Hukum

Muhammad Dahlan1

Pengantar.
Memahami siapa yang dikategorikan sebagai subyek hukum dan obyek hukum tentu bukan hal
yang sederhana. Dalam tulisan Ngaire Naffine2, seorang profesor hukum di Adelaide University,
dijelaskan tentang siapa yang dapat disebut dengan person atau manusia dalam kajian hukum,
dan siapa yang tidak bisa disebut dengan manusia. Lebih dalam lagi, siapa yang bisa melakukan
sesuatu dan siapa yang tidak. Maka mari berangkat dari pemahaman tentang siapa yang secara
tepat dikategorikan sebagai subyek hukum.
Dalam tulisan tersebut, Profesor Naffine menguraikan tentang keharusan seseorang memiliki
jiwa (tidak hanya badan secara fisik) - by his possesion of a soul - agar dapat dikategorikan
sebagai subyek hukum. Selanjutnya adalah kemampuan atau kapasitas manusia berjiwa untuk
berpikir dan mampu bertanggungjawab atas setiap hal yang dilakukannya – by his capacity for
reason, and therefore his moral and legal responsibility - menjadi syarat utama agar manusia
tersebut diklasifikasikan sebagai subyek yang cakap dan bisa mendapat pengakuan untuk
melakukan perbuatan hukum (perbuatan yang memiliki akibat hukum oleh karena kategori-
kategori yang diatur dalam norma hukum positif)3.
Selanjutnya, dalam tulisan tersebut sebagaimana mengutip the Harvard Law Review, diuraikan
pengklasifikasian person sebagai subyek hukum, sebagai berikut; confirmed this diagnosis:
sometimes the term ‘person’ was used to mean a human being (variously defined); other times it
was treated as a formal legal device (also variously defined). Bahwa kata person dapat dibagi
menjadi natural person (manusia seutuhnya) dan formal legal device yang dapat dimaknai
sebagai person yang diperlakukan sebagai alat hukum secara formal. Dari hal ini nampak person
kedua yang ingin disertakan oleh para ahli hukum menurut Profesor Naffine, yaitu corporate
personality atau lazim disebut dengan badan hukum.
Uraian berikut barangkali dapat memberikan pemahaman tentang badan hukum secara lebih
mudah; In the corporation, or the firm, we have a legal creation which is called a person, but
which appears to lack any obvious moral status, precisely because it is a legal abstraction and
not a flesh-and-blood human being. At first blush, the personification of the corporation might
seem to lend weight to the proposition that legal personality can be divorced from moral
personality. diibaratkan bahwa badan hukum sebagai terjemahan legal person adalah subyek
hukum yang tidak memiliki daging dan tidak memiliki darah sebagaimana natural person.

1
Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, www.hukum.ub.ac.id
2
https://www.adelaide.edu.au/directory/ngaire.naffine
3
Who are law’s persons? From cheshire cats to responsible subjects, Ngaire Naffine, The Modern Law Review
Limited 2003
Selanjutnya, menurut Ridwan Khairandy, badan hukum sebagai subyek hukum memiliki hak
(yang terbatas) dan kewajiban-kewajiban sebagaimana manusia alami.4
Dalam beberapa kajian insight, diuraikan bahwa legal person akan lazim didefinisikan sebagai
berikut; a legal entity is any company or organization that has legal rights and responsibilities,
including tax filings. It is a business that can enter into contracts either as a vendor or a supplier
and can sue or be sued in a court of law. Bahwa badan hukum adalah setiap perusahaan atau -
dalam makna yang lebih luas- organisasi yang memiliki hak dan kewajiban di ‘mata’ hukum,
termasuk kewajiban membayar pajak. Badan hukum dapat melaksanakan perbuatan hukum
sebagaimana diatur dalam norma hukum positif, dan dapat menjadi pihak yang berperkara di
muka pengadilan (digugat dan menggugat).
Pada saat membicarakan person, maka pemahaman beranjak pada kata non person, sebab jika
ada person, maka akan ada non person. Dalam tulisan tersebut, disebutkan bahwa selain person
adalah property, sesuatu yang dapat dimiliki, sesuatu yang tidak memiliki jiwa, sesuatu yang
tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. inilah yang disebut dengan obyek hukum,
maka semua hal selain manusia adalah obyek hukum (those who cannot act in law and who are
generally thought of as property). Dalam pandangan hukum hak asasi manusia, diyakini suatu
ajaran bahwa subyek hukum dapat memiliki obyek hukum (adanya penguasaan secara riil)
dengan cara-cara yang diatur oleh hukum itu sendiri.
Apa yang dianggap obyek seringkali disebut dengan benda (goods), lalu apa yang dimaksud
sebagai benda? Semua hal selain manusia adalah benda, dan memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1. Untuk menjadi berguna bagi manusia; yaitu, benda memiliki kemampuan untuk
memuaskan kebutuhan atau minat.
2. benda pasti potensial dimiliki oleh subyek hukum.

4
https://law.uii.ac.id/wp-content/uploads/2013/09/ISI

Anda mungkin juga menyukai