Anda di halaman 1dari 13

MATA KULIAH

“ PERUBAHAN IKLIM DAN MITIGASI BENCANA “


(MIL 104)
“Resume Jurnal Impact of forest plantation on methane emissions from tropical peatland”

NAMA:
RINI LYASTINI, S.Si
(NIM. L2011201004)

PROGRAM MAGISTER ILMU LINGKUNGAN


UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK

2020
Resume Jurnal “ Dampak Penanaman Hutan terhadap emisi metana
dari lahan gambut tropiS”

Dalam artikel berisikan tentang penelitian mengenai dampak 2 jenis tutupan lahan di Lahan
gambut tropis di sumatera, Indonesia terhadap pertukaran CH4/emisi CH4. Dimana penulis
mengatakan bahwa lahan gambut merupakan penyumbang sumber Merana (CH4) ke atmosfer. Jika
terjadi perubahan pada tutupan lahan gambut maka akan berdampak pada penurun muka air Tanah
(GWL). Penelitian dilakukan di Semenanjung Kampar. Semenanjung Kampar beriklim tropis lembab,
dengan suhu rata-rata 290C – 320C. Rata-rata curah hujan tahunan (5 thn terakhir) ~ 1800mm,
dengan 2 musim hujan (maret-April dan Oktober-desember) dan 2 musim kemarau (januari-maret
dan Mei-Agustus).

Pengukuran pertukaran CH4 ini dilakukan menggunakan Menara Eddy covariance dengan
mengukur pertukaran CH4 pada skala lanskap. Pengukuran dilakukan pada dua tipe tutupan lahan
yaitu (1) Hutan Alam dan (2) Perkebunan Acacia crasiccarpa (Akasia).

Gambar 1. Peta tutupan lahan Kampar Penisula, Sumatera, Indonesia dan lokasi lokasi menara penelitian fluks (a), foto alat eddy
covariance yang dipasang di puncak menara di hutan alam (b), dan perkebunan akasia ( c), dan garis kontur jejak
kovarians eddy terintegrasi dari interval 10% hingga 80% di atas hutan alam untuk Juni 2017-Mei 2019 (d), dan
Perkebunan Akasia untuk Oktober 2016-Mei 2019 (e).
Hutan alam dan perkebunan Akasia menempati sekitar 80 % dari semenanjung (gambar 1a).
Menara fluks kovarians Eddy didirikan di atas kanopi di Perkebunan Akasia dan Hutan Alam pada
tahun 2016 dan 2017, masing-masing, untuk tujuan mengukur pertukaran CO2 dan CH4 Ekosistem
bersih (gambar 1b, c). Untuk Hutan Alam dan hutan Akasia yang dilakukan pengukuran, terdiri dari
tutupan lahan yang homogen untuk 3 km kesemua arah di kedua lokasi dengan jarak antara hutan
alam dan hutan akasia ~ 80km.

Karakteristik kedua lahan yang dilakukan penilaian dapat terlihat dari table dibawah ini :

Tabel 1. karakteristik situs. Nilai mewakili rata-rata ± standard deviasi

Dari tabel diatas ada beberapa parameter yang digunakan sebagai acuan dan dibagi berdasarkan
tutupan lahan. Dimana pada kedua tutupan lahan Pohon dominan 75 %

1. Hutan alam
 Kedalaman/ketebalan gambut rata 9 ±1,0
 Tipe gambut permukaan Fibric
 Kepadatan gambut permukaan 0.08 ± 0.03
 pH permukaan gambut pH 3,6± 0,1
 Lantai lantai hutan tidak rata dengan mikrotopografi berlubang-gundukan, dan ditutupi
dengan puing-puing pohon, alas akar dan serasah
2. Hutan Akasia
 Kedalaman/ketebalan gambut rata 7 ±0,8
 Tipe gambut permukaan Hemic
 Kepadatan gambut permukaan 0.14 ± 0.02
 pH permukaan gambut pH 3,4± 0,03
 permukaan tanah di dalam areal perkebunan relatif rata, tanpa mikrotopografi berlubang-
lubang dan dengan sedikit vegetasi tumbuhan bawah.

Eddy Sistem kovarians pusar terdiri dari: penganalisis gas jalur terbuka (LI-7700, LI-COR Inc.)
untuk mengukur konsentrasi CH4 di atmosfer, dan anemometer sonik tiga dimensi (WindMaster Pro
3-Axis Anemometer, Gill Instruments Limited) untuk mengukur komponen ortogonal fluktuasi
kecepatan angin. Eddy Sistem kovarians pusar terdiri dari: penganalisis gas jalur terbuka (LI-7700, LI-
COR Inc.) untuk mengukur konsentrasi CH4 di atmosfer, dan anemometer sonik tiga dimensi
(WindMaster Pro 3-Axis Anemometer, Gill Instruments Limited) untuk mengukur komponen
ortogonal fluktuasi kecepatan angin. Mirror penganalisis CH4 dibersihkan sendiri pada pukul 5:00
(waktu setempat) setiap hari atau jika indikator kekuatan sinyal yang diterima (RSSI) turun di bawah
20%. Selanjutnya, kaca spion atas dan bawah dari penganalisis CH4 dibersihkan secara manual
setiap dua minggu sekali. Untuk Massa jenis uap air diukur dengan menggunakan penganalisis CO2 /
H2O jalur tertutup (LI-7210, LI-COR Inc.). Sensor dipasang di bagian atas menara untuk memastikan
eksposur lengkap ke semua arah (Gambar 1b, c). Data kovarians pusaran turbulensi mentah direkam
pada 10Hz menggunakan unit antarmuka penganalisis (LI-7550, LI COR Inc.) dan disimpan pada flash
disk yang dapat dilepas (APRO, Disk Flash USB Kelas Industri). Sensor kuantum (LI-190SL-50, LI-COR
Inc.) dipasang di bagian atas menara untuk mengukur kerapatan fluks foton fotosintetik yang masuk
(PPFD, µmol m − 2 day − 1). Pengukuran Kelembaban relatif (RH,%), dan dengan demikian defisit
tekanan uap (VPD, hPa) dan suhu udara (Tair, ° C) diukur menggunakan probe suhu udara dan
kelembaban (Vaisala HMP155 Humidity Temperature Probe, Vaisala, Inc), yang mana dipasang di
dalam pelindung radiasi berventilasi di bagian atas menara.

Untuk Curah hujan, pengukuran dilakukan setap hari atau harian (mm / hari) diukur dengan
cara meletakkan 3 dan 6 ember dan diukur secara manual, dengan jarak 10 km dari lokasi Menara di
hutan alam dan perkebunan Akasia. Sistem ember manual dipasang 1,5 m di atas tanah, di area
terbuka agar curah hujan tidak terhalang oleh tajuk pohon. Untuk Temperatur tanah (Tsoil, ° C)
diukur dengan cara : temperatur jubah (Stevens Hydra Probe II, Stevens Water Monitoring Systems,
Inc.) pada 15 cm di bawah permukaan cekungan gambut dengan tiga ulangan di setiap lokasi
menara. Untuk GWL (m) dipantau sebagai ketinggian air relatif terhadap permukaan tanah
(mengambil dasar cekungan sebagai datum), Adapun cara pengukurannya antara lain: (1)
pengukuran dilakukan setiap 30 menit menggunakan logger GWL (Solinst Levelogger Model 3001).
(2) Logger GWL itu ditempatkan dalam tabung polivinil klorida (PVC) berlubang yang dimasukkan
vertikal ke dalam gambut dengan jarak kira-kira 30 m dari menara. (3) Logger GWL juga mencatat
suhu di 150 cm di bawah permukaan gambut yang berada di bawah GWL. (4) tiang PVC
didistribusikan secara acak dalam radius 3 km di sekitar lokasi menara untuk memantau GWL setiap
dua minggu). Dan (5) Semua sensor meteorologi melakukan pengukuran setiap detik dan dicatat
sebagai rata-rata satu menit dengan datalogger (Sutron Model 9210 XLITE, Sutron Corporation).

Untuk proses data eddy kovarian, pada saat penelitian ada factor kendala menyebabkan
kualitas data rendah bahkan hilang. Fakor penyebabnya akibat kerusakan pada alat akibat kurang
pasokan listrik bahkan karena tersambar petir. Namun peneliti melakukan dua pendekatan untuk
pengisian sampel yang hilang (utk mengisi celah data). Yaiutu dengan beberpa cara antara lain :

1. Mean Diurnal Course (MDC), teknik interpolasi sederhana di mana nilai yang hilang diganti
dengan nilai rata-rata dari hari-hari yang berdekatan tepat pada waktu itu . mempertimbangkan
kovarianasi fluks dengan variabel lingkungan dan autokorelasi temporal fluks .

2. Marginal Distribution Sampling (MDS), mempertimbangkan kovariasi fluks dengan variabel


lingkungan dan korelasi otomatis temporal fluks. pengisian celah MDS :

a. siang hari (06: 00–16:00 jam), GWL dan PPFD

b. malam hari (18: 00–06: 00). GWL dan T-soil diatas GWL

Metode analisis untuk MDC dan MDS yang digunakan antara lain:

a. Hutan Alam : Metode: uji Mann-Whitney; p = 0,34

b. Hutan Akasia : Metode : uji Mann-Whitney; p < 0.05


HASIL PNELITIAN :

1. Kondisi Lingkungan

Gambar diatas menunjukkan Variasi harian rata-rata kerapatan fluks foton fotosintetik (a, b),
suhu udara (c, d), defisit tekanan uap (e, f), konduktansi kanopi terhadap uap air (g, h), dan suhu
tanah (i, j ) di hutan alam (panel kiri) dan Akasia perkebunan (panel kanan). Data dikelompokkan
berdasarkan waktu dan kemudian disajikan untuk semua hari selama periode pengukuran. Bilah
kesalahan menunjukkan deviasi standar.

Dari gambar diatas terlihat bahwa PPFD (photosynthetic photon flux density), VPD (vapor
pressure deficit) dan konduktansi kanopi ke uap air di atas kanopi menunjukkan pola diurnal yang
khas mencapai maksimum sekitar tengah hari (2a-2h). sedangkan Tsoil dibawah GWL tidak ada
variasi harian yg signifikan (2i-j).
Gambar diatas merupakan Variasi suhu udara harian (a, b), suhu tanah di atas dan di bawah
permukaan air tanah (c, d), curah hujan kumulatif dan muka air tanah (e, f), dan pertukaran CH4
ekosistem bersih (g, h) di hutan alam (panel kiri) dan perkebunan Akasia (panel kanan). Batang
vertikal di panel (a, b, c, d) mewakili deviasi standar. Nilai positif muka air tanah menunjukkan tinggi
muka air di atas gambutpermukaan, dan nilai negatif menunjukkan ketinggian air di bawah
permukaan tanah.

Tair (suhu udara) berfluktuasi 23,3 dan 29,9 oC, akibat curah hujan dan tutupan awan, tanpa
menunjukkan kecerahan (3a,b). Rata-rata T soil (suhu tanah) diatas GWL di hutan alam 25,6 – 28,3 oC,
tergantung pada GWL dan Mendung/tutupan awan sedangkan pada Lahan akasia 26,6 -33,0 oC,
akibat pengembangan tajuk/kanopi, GWL, berawan, tanpa ada cerah. rata-rata Tsoil harian diatas
dan dibawah GWL di hutan berbeda secara statistic (uji T, p<0,05), lebih rendah ~2 oC dr hutan
tanaman akasia (gambar 3 c,d). untuk Curah hujan kumulatif harian sangat bervariasi, 0-137
mm/hari (gmbr 3e,f) tidak berbeda sec. signifikan antar situs (uji Mann-whitney, p>0,05). Dimana
GWL dihutan alam menjulang 23 cm diatas permukaan gambut pd musim hujan&turun – 44 cm pd
musim kemarau(3e) GWL di hutan akasia meningkat selama hujan, tetapi tetap dibawah permukaan
tanah (3f).
Table rata-rata dan standar deviasi dari variable lingkungan

Dari table diatas terlihat bahwa Rata-rata VPD di hutan Alam 3,7 ± 1,9 hPa, signifikan lebih rendah 40% di hutan akasia (5,6 ± 2,2 hPa (table 3)) (Uji T;
p<0,05), sedangkan GWL rata-rata dari enam titik sampling di sekitar menara hutan alam −0,24 ± 0,14 m cukup signifikan lebih dangkal dari −0,73 ± 0,14 m
dari 10-20 titik pengambilan sampel di sekitar menara perkebunan Akasia (uji Mann – Whitney; p <.05).
2. Pertukaran bersih CH4 ekosistem

Gambar diatas merupakan Variasi harian dalam ekosistem bersih pertukaran CH4 (a, b), dan
siang hari (10: 30-18: 30 jam) dan malam hari (18: 30-10: 30 jam) rentang untuk ekosistem bersih.
Pertukaran CH4 (c, d) di hutan alam (panel kiri), dan perkebunan Akasia (panel kanan). Kotak
menunjukkan median dan jangkauan interkuartil, dan kumis menunjukkan kisaran 10–90 dari semua
nilai.

Dari gambar diatas terlihat bahwa NNE-CH4/pertukaran CH4 puncaknya terjai pada jam 07:00-
10:30 (4a,b) dikedua lokasi, NEE-CH4 pada siang hari lebih tinggi dari pada malam hari (hutan
gambut) (gambar 4a) dan NEE-CH4 mulai menurun dan mencapai level yang mirip dgn malam hari
setelah 10:30 (gmbr 4b). Di hutan alam, median siang hari NEE-CH4 tiga kali lebih tinggi (29 mg m − 2
hari − 1) dibandingkan malam hari (8.4 mg m − 2 hari − 1; uji Mann-Whitney; p <.05; Gambar 4c).
Sedangkan median siang hari NEE-CH4 hampir tiga kali lebih tinggi di atas hutan alam dibandingkan
dengan hutan tanaman Akasia (uji Mann-Whitney; p <.05; Gambar 4c, d). Sebaliknya, median malam
hari NEE-CH4 masing-masing adalah 8,3 dan 7,9 mg m − 2 hari − 1 di atas hutan alam. dan perkebunan
Akasia (Gambar 4c, d).
Gambar diatas merupakan Respon dari pertukaran CH4 ekosistem bersih setengah jam untuk
konduktansi kanopi menjadi uap air (a, e), kerapatan fluks foton fotosintesis (b, f), defisit tekanan
uap (c, g), dan suhu udara (d, h) di hutan alam (panel kiri), dan perkebunan Akasia (panel kanan).
Data dikumpulkan oleh subkelompok dari 50 nilai variabel independen dan nilai tukar CH4 ekosistem
bersih yang sesuai dan kemudian dirata-ratakan untuk subkelompok. Batang vertikal dan horizontal
mewakili deviasi standar untuk subkelompok. Catatan: kami mengecualikan pengukuran dari jam
7:00 hingga 10:30 untuk menghindari kemungkinan bias karena pembilasan malam hari akumulasi
CH4. Pengecualian data mungkin telah menciptakan bias dalam kurva respons aktual kedua
ekosistem, tetapi bias ini tidak akan mengubah penafsiran.

Dimana Variasi harian di NEE-CH4 di atas hutan alam berkorelasi positif sesuai perubahan
konduktansi kanopi uap air, PPFD, VPD, dan Tair (Gambar 5a – d). Namun, peneliti tidak mengamati
ketergantungan NEE-CH4 diurnal pada variabel lingkungan di perkebunan Akasia (Gambar 5e – h).
Gambar diatas merupakan Variasi harian dalam ekosistem bersih pertukaran CH4 (a, b), dan siang hari (10: 30-18: 30 jam) dan malam hari (18: 30-10:
30 jam) rentang untuk ekosistem bersih. Pertukaran CH4 (c, d) di hutan alam (panel kiri), dan perkebunan Akasia (panel kanan). Kotak menunjukkan median
dan jangkauan interkuartil, dan kumis menunjukkan kisaran 10–90 dari semua nilai .

Pengukuran menunjukkan bahwa hutan alam mengeluarkan emisi 9,1 ± 0,9 g m −2 tahun − 1 ke atmosfer. NEE-CH4 tahunan di atas hutan tanaman Akasia
sekitar 50% lebih rendah dari hutan alam, pada 4,7 ± 1,5 g m − 2 tahun − 1, menunjukkan penurunan bersih pertukaran CH4 dari hutan alam menjadi
perkebunan Akasia −4,4 ± 1,7 g m − 2 tahun − 1 .
Gambar diatas merupakan Hubungan antara pertukaran bersih ekosistem CH4 setengah jam
dan tingkat air tanah. Data dikumpulkan oleh subkelompok yang terdiri dari 50 nilai permukaan air
tanah dan nilai tukar bersih ekosistem CH4 dan kemudian dirata-ratakan untuk subkelompok
tersebut. Catatan: kami mengecualikan pengukuran dari 7:00 hingga 10:30 untuk menghindari
kemungkinan bias karena pembilasan akumulasi CH4 malam hari. Pengecualian data mungkin telah
menciptakan bias dalam kurva respons aktual dari kedua ekosistem, tetapi bias ini tidak akan
mengubah interpretasi.

Variasi di siang dan malam hari NEE-CH4 berkorelasi positif dengan perubahan terkait GWL di
kedua lokasi, Khususnya, hubungan antara NEE-CH4 dan GWL untuk siang hari dan malam hari di
hutan alam berbeda secara signifikan, sedangkan hubungannya cukup mirip dengan hutan tanaman
Akasia.

Hasil ini menunjukkan bahwa Lahan gambut tropis merupakan sumber CH4 yang signifikan.
Berdasarkan hasil pengamatan harian bahwa terjadi varaiasi yang jelas dalam pertukaran CH4 diatas
Hutan Alam, hal ini ditunjukkan dengan adanya GWL yang lebih tinggi 40 cm di bawah permukaan
tanah. Variasi harian pertukaran CH4 ini sangat berkorelasi dengan perubahan terkait dalam
konduktansi kanopi uap air, kerapatan fluks foton fotosintesis, efek tekanan uap, dan suhu udara.
Sedangkan untuk hutan Akasia bahwa tidak adanya pola diurnal yang sebanding dengan pertukaran
CH4 dimungkinkan disebabkan oleh GWL yang secara konsisten berada di bawah zona akar.
Berdasarkan hasil penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa lahan gambut tropis, termasuk hutan
alam dan Kawasan yang dikelola untuk hutan tanaman (Tanaman Akasia), merupakan sumber CH4
yang signifikan walaupun dari hasil penelitian pada lahan akasia jauh lebih kecil dari pada hutan alam
pada lahan gambut dan mungkin memiliki dampak global yang lebih besar konsentrasi CH4 di
atmosfer dari yang diperkirakan sebelumnya. Berdasarkan data pula penulis menyimpulkan bahwa
hutan tanaman Akasia di lahan gambut tropis menghasilkan pengurangan emisi CH4 yang signifikan
dibandingkan dengan sistem alami, meskipun dampak pendinginan yang terkait kemungkinan besar
lebih kecil daripada dampak pemanasan yang menyertai emisi CO2 dan nitrous oksida yang lebih
tinggi. Dapat terlihat dari hasil penelitian berupa gambar.

Anda mungkin juga menyukai