Besi dan baja sangat memegang peranan penting sebagai material rekayasa dalam
peradaban kemajuan manusia. Hampir semua sektor kehidupan manusia dijumpai besi dan
baja seperti jembatan, baja beton untuk rumah, bodi mobil, peralatan rumah tangga, kereta
api, kapal laut, konstruksi pabrik dan lain sebagainya. Besi dan baja masih merupakan
material yang paling banyak digunakan dalam berbagai proses manufaktur. Walaupun
beberapa komponen industri manufaktur telah memperlihatkan trend kenaikan jenis material
subtitusi lainnya seperti paduan aluminium atau material non logam, banyak komponen atau
produk yang tidak dapat menggantikan besi baja sebagai komponen utama. Pada kulit bumi
jumlah cadangan bijih besi yang melimpah, mudahnya mendaur ulang besi baja untuk dibuat
komponen baru, serta sifat baja yang dapat di buat baik melalui pemaduan serta perlakuan
panas, membuat material ini sangat menarik untuk terus dikembangkan serta dipergunakan
dalam bidang keteknikan.
Secara umum proses pembuatan besi baja dunia masih didominasi oleh jalur tanur
tinggi (secara teknologi jalur ini sudah sangat mapan) serta jalur peleburan scrap/ besi-baja
bekas pada tanur busur listrik (pemanfaatan besi baja yang sudah habis masa pakainya).
Kedua jalur ini mendominasi lebih dari 90% produksi besi baja di dunia. Pembuatan baja
melalui jalur reduksi langsung digunakan pada negara- negara penghasil gas bumi dimana
produk dari proses reduksi langsung ini berupa besi spons (sponge iron) seperti yang ada
pada pabrik besi dan baja di Krakatau Steel. Tetapi besi spons atau pig iron yang akan
digunakan sebagai bahan baku pembuatan besi baja ini 80% masih di import dari luar negeri,
dikarenakan hanya PT. Krakatau Steel satu-satunya perusahaan yang dapat mengolah biji besi
menjadi besi kasar. Dengan adanya undang-undang minerba (mineral dan tambang) yang
baru, maka para pelaku bisnis pertambangan tidak lagi dapat menjual barang tambang dalam
bentuk mineral atau bahan galian, tetapi harus terlebih dahulu di olah menjadi barang
setengah jadi atau barang jadi.
Menurut data Departemen ESDM, bumi Indonesia memiliki kandungan bijih besi tak
kurang dari 320,43 juta ton. Tetapi deposit yang sangat besar ini masih berada di tempatnya
dan belum bisa dimanfaatkan secara optimal, karena membutuhkan investasi besar. PT
Krakatau Steel diharapkan dapat secepat mungkin mengoptimalkan pemanfaatan sumber bijih
besi di Kalimantan Selatan untuk mengurangi ketergantungan impor dengan meningkatkan
produksi baja. Untuk itu Pabrik pengolahan biji besi menjadi baja setengah jadi (sponge iron) milik
PT Meratus Jaya Steel and Iron, akan beroperasi pada Agustus nanti. Perusahaan ini merupakan
patungan antara PT Aneka Tambang (Antam), Tbk dan PT Krakatau Steel, Tbk. Selanjutnya
Kalimantan diproyeksikan akan dijadikan pusat industri baja nasional, sebuah ambisi sekaligus
cita-cita besar yang patut didukung. Tetapi langkah ini belum mulus, studi kelayakan bisnis
yang dilakukan oleh PT Krakatau Steel dan PT.Antam ini mengalami hambatan, karena
BUMN baja ini menghadapi kendala dari sekelompok pemilik kuasa lahan pertambangan
yang menjadi pemilik izin kuasa penambangan (KP) dari pemerintah daerah setempat.
Sebaiknya, persoalan sektoral ini bisa lebih cepat diatasi, melalui political will pemerintah
dalam memperkuat struktur industri nasional, melalui pengembangan sektor baja secara
serius. Industri baja merupakan mother industry yang menjadi tumpuan sekaligus
menentukan kekuatan struktur industri di suatu negara. Dengan bekal deposit bijih besi
320,43 juta ton, Indonesia dapat berpotensi menjadi pemain baja yang diperhitungkan dalam
lingkup global karena memiliki keunggulan pemilikan bahan baku. Kebijakan dan arah
pengembangan yang tepat akan memungkinkan pemanfaatan keunggulan tersebut bagi
kepentingan nasional melalui penguatan industri baja. Setelah Kalimantan ternyata Sumatera
Barat juga memiliki potensi tambang biji besi yang cukup besar, sehingga beberapa pelaku bisnis
tambang dan perusahaan yang mengolah biji besi menjadi besi dan baja melirik Sumatera Barat
untuk investasi.
Untuk menindaklanjuti kemungkinan Sumatera Barat memiliki industri yang mengolah
biji besi menjadi besi spons (sponge iron) atau pig iron, beberapa dosen Teknik Universitas
Andalas (termasuk penulis) dengan para pejabat daerah Solok Selatan serta manajemen BUMD
Solok Selatan mengadakan pertemuan dengan pemilik Pabrik Baja Gunung Garuda group
bertempat di Departemen Perindustrian. Sebagai perusahan baja kedua terbesar setelah
PT.Krakatau Steel, Gunung Garuda grup ternyata beberapa tahun belakangan ini telah ke
Sumatera Barat untuk menjajaki kemungkinan investasi pabrik pengolahan biji besi. Kendalanya
ternyata pihak investor tidak mendapatkan data yang valid dan up to date tentang potensi mineral
biji besi di Sumatera Barat, sehingga rencana investasi belum terlaksana karena nilai investasi
pengolahan biji besi ini cukup besar (kurang lebih US $150 juta) dengan tenaga kerja sampai
dengan 1500 orang. Kendala jarak tempuh dari lokasi tambang ke pelabuhan (transportasi),
infrastruktur, serta status lahan juga merupakan hal yang mesti dipastikan tidak akan menjadi
kendala. Karena itu pihak Gunung Garuda sementara ini akan memprioritaskan investasi
pabrik pengolahan biji besinya di Sumatera Utara dan Kalimantan dengan mendirikan blast
furnace (tanur tinggi) untuk mengolah biji besi menjadi piq iron, tetapi investasi di Sumatera
Barat tetap akan menjadi perhatian pihak Gunung Garuda grup. Selain itu salah satu
perusahaan baja yang cukup besar dari China telah lebih dahulu melakukan investasi
pengolahan biji besi di Kota Padang yaitu PT. PT Gainet International Indonesia . Didirikan
PT Gainet International Indonesia untuk mengolah mineral biji besi menjadi barang setengah
jadi (masih tahap proses crushing dan magnetic separator/ belum sampai menghasilkan pig
iron) dan produk hasil pengolahan biji besi tersebut diekspor untuk memenuhi kebutuhan
bahan baku pabrik baja di China.
Tetapi dari hasil diskusi penulis dengan pihak PT.Gainet, ternyata perusahaan baja
asal China ini juga akan bersiap untuk melanjutkan investasi pengolahan lanjut biji besi
dengan mendirikan blast furnace untuk menghasilkan piq iron yang akan menjadi bahan baku
pabrik besi baja. Diskusi juga menghasilkan bahwa nantinya pabrik ini akan mempekerjakan
tenaga lokal, dan ini tentunya peluang untuk perguruan tinggi di Sumatera Barat untuk
mempersiapkan tenaga kerja tersebut. Dan untuk diketahui, investasi pengolahan biji besi
juga dapat diikuti investasi pengolahan batubara menjadi kokas dan batu kapur (lime stone)
yang dibutuhkan untuk pabrik besi kasar ( pig iron). Kokas merupakan residu karbon padat
yang dapat dihasilkan dari batubara kualitas tinggi jenis bitumen, yang akan digunakan sebagai
bahan bakar dan batu kapur untuk mengikat terak pada pengolahan biji besi.
Akhir tulisan ini penulis ingin menyampaikan agar Pemerintah Daerah melalui Dinas
Pertambangan segera untuk memvalidasi data mineral tambang termasuk biji besi, kepastian
hukum, perizinan/ regulasi untuk kenyamanan/ keamanan investor, memastikan status lahan
tambang, infrastuktur, skema/model kerjasama antara investor dengan pihak pemerintah dan
masyarakat, dan tentunya yang tidak kalah penting keterlibatan para akademisi di Perguruan
Tinggi