Anda di halaman 1dari 29

BAB VI

LIMPASAN

6.1. Umum

Apabila intensitas hujan yang jatuh di suatu DAS melebihi kapasitas infiltrasi, setelah laju
infiltrasi terpenuhi air akan mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah. Setelah
cekungan-cekungan tersebut penuh, selanjumya air akan mengalix (melimpas) di atas
permukaan tanah.

Lirnpasan permukaan (surface runof) yang menipakan air hujan yang mengalir dalarn
bentuk lapisan tipis di atas permukaan lahan akan masuk ke parit-parit dam selokan-selokan
yang kemudian bergabung rnenjadi anak sungai dan akhirnya menjadi aliran sungai. Di
daerah pegunungan (bagian hulu DAS) limpasan pexrnukaan dapat masuk ke sungai
dengan cepat, yang dapat menycbabkan debit sungai meningkat. Apabila debit sungai lebih
besar dari kapasitas sungai untuk mengalirkan debit maka akan terjadi luapan pada tebing
sungai sehingga terjadi banjir. Di DAS bagian hulu di mana kemiringan lahan dan
kemiringan sungai besar, atau di suatu DAS kecil kcnaikan debit banjir dapat terjadi dengan
cepat_ sementara pada sungai-sungai besar kenaikan debit terjadi lebih lambat untuk
mencapai debit puncak.
Banjir yang terjadi setiap tahun di banyak sungai di Indonesia menyebabkan kerugian yang
sangat besar, baik berupa korban jiwa maupun materiil. Beberapa variabel yang ditinjau
dalam analisis banjir adalah volume banjir, debit puncak, tinggi genangan, lama genangan
dan kecepatan aliran. Beberapa variabel tersebut saling terkait. Tinggi dam luas daerah
genangan tergantung pada debit puncak clan luas tampang lintang sungai.

Bagian Proyek Pengembangan Data Sumber Air, Proyek Irigasi Departemen Pekerjaan
Umum (Kimpraswil) setiap tahun menerbitkan buku data debit sungai di masing-masing
propinsi. Salah satu contoh bentuk publikasi tersebut diberikan dalam Tabel 6.1. untuk
Sungai Bengawan Solo di stasiun Babat tahun 1994. Dalam tabel tersebut tercantum lokasi
stasiun dan cara untuk mencapainya, luas DAS, debit terbesar, terkecil dan debit ekstrirn
(terbesar dan terkecil) yang pemah terjadi, debit harian selama tahun publikasi, tinggi rerata
aliran pada DAS, dan volume aliran.
Gambar 6.1_ adalah debit sungai Bengawan Solo seperti yang diberikan dalam Tabel 6.1.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa variasi debit sungai Bengawan Solo antara musirn
penghujan dan kemarau samgat besar. Debit banjir maksimum mencapai 1914 m3/d
sementara debit minimum hanya 1,5 m3/d. Variasi debit yang sangat besar tersebut terjadi
karena kondisi DAS yang tidak baik (persentase luas hutan kecil, banyak lahan gundul,
banyak pemukiman) sehingga sebagian besa: air hujan yang jatuh di DAS menjadi Iimpasan
permukaan.
Dengan mengetahui data debit dan data hujan di stasiun-stasiun penakar hujan yang
beipengaruh pada DAS yang ditinjau, maka dapat dicari hubungan antara hujan yang jatuh
dan debit aliran yang teijadi. Pengalihragarnan dari data hujan menjadi debit aliran dapat
dibedakan untuk debit banjir dam debit rendah (kekeringan). Untuk yang pertama
pengalihragaman dapat dilakukan dengan menggunakan metode rasional,
hidrograf,hidrograf satuan sintetis (Snyder, Gama I, Nakayasu, dsb); sedang yang kedua
dapat dilakukan dengan metode regresi, Mock, Tangki, dan sebagainya.
Dalam bab ini akan diberikan beberapa metode untuk mernperkirakan debit aliran berdasar
data hujan. Dalam analisis debit puncak, metode rasional digunakan pada DAS kecil,
misalnya untuk perencanaan system drainase kota; sedang analisis hidrograf digunakan
untuk DAS besar/sedang.
Limpasan dinyatakan dalam volume atau debit. Satuan dari volume limpasan adalah meter
kubik, sedang debit adalah volume per satuan waktu yang melalui suatu luasan tertentu, dan
dinyatakan dalam meter kubik per detik.
Di dalam hidxologi, sering limpasan dinyatakan dalam satuan kedalaman. Hal ini dilakukan
dengan membagi volume limpasan dengan luas DAS untuk memperoleh kedalaman
limpasan ekivalen yang terdistribusi pada seluruh DAS.

6.2. Komponen-komponen Limpasan


Limpasan terdiri dari air yang berasal dari tiga sumber sepeni ditunjukkan dalam Gambar
6.2, yakni 1) aliran permukaan, 2) aliran antara,dan 3) aliran air tanah.

Aliran permukaan (surface flaw) adalah bagian dari air hujan yang mengalir dalam bentuk
lapisari tipis di atas permukaan tanah. Aliran permukaan disebut juga aliran Iangsung (direct
runoff). Aliran permukaan dapat terkonsentrasi menuju sungai dalam waktu singkat,
sehingga aliran permukaan merupakan penyebab utarna terjadinya banjir.
Aliran antara (inlerflow) adalah aiiran daiam arah lateral yang terjadi di bawah permukaan
tanah. Aiiran antara terdiri dam" gerakan air dan lengas tanah secara lateral menuju elevasi
yang lebih rendah, yang akhirnya masuk ke sungai. Proses aliran antara ini iebih lambat dari
aliran permukaan, dengan tingkat kelambatan dalarn beberapa jam sampai hari.

Aliran air tanah adalah aliran yang terjadi di bawah permukaan air tanah ke elevasi yang
lebih rendah yang akhirnya menuju ke sungai atau langsung ke laut, Air hujan yang
terinfiltrasi rnelalui perrnukaan tanah sebagian rnenjadi aliran antara dan sebagian yang iain
rncngalir ke bawah (perkolasi) sehingga mencapai muka air tanah. Muka air tanah
mempunyai kemiringan yang sangat kecil, dan aliran air se arah dengan kemiringan tersebut
rnenuju ke sungai sebagai aliran dasar (base flow). Proses aliran air tanah ini iebih larnbat
dari aiiran antara, dengan tingkat kelambatan daiam mingguan sarnpai tahunan.
Semua tipe aliran tersebut mcmberi sumbangan pada aliran sungai.Limpasan permukaan
mulai terjadi segera setengah hujan, aliran antara agak larnbat dan aliran air tanah yang
paling iambat sampai ke sungai.

Apabila terjadi hujan pada suatu daerah, aliran permukaan dan aliran antara yang
dihasilkannya akan mencapai sungai dalarn hiturigan jam sampai hari, sedang tanggapan
dari aliran air tanah baru terjadi dalam hitungan minggu, bulan dan bahkan tahun. Oleh
karena itu dalarn analisis hidrologi, aliran permukaan clan aliran antara dapat
dikelornpokkan menjadi
satu yang disebut aliran langsung; sedang aliran air tanah disebut dengan aliran tidak
langsung. Apabila terjadi hujan di suatu daerah, aliran yang terjadi di sungai merupakan
sumbangan dari aliran langsung yang berasal dari hujan yang baru saja terjadi, sedang
surnbangan dari air tanah mempakan tanggapan yang tertunda, atau bahkan mungkin tidak
mempunyai hubungan sama sekali dengan hujan yang baru saja teijadi. Meskipun tidak
terjadi hujan, beberapa sungai masih mengalirkan air. Aliran tersebut terjadi karena
sumbangan dari air tanah yang berlangsung secara kontinyu. Oleh karena itu aliran air
tanah yang mengisi sungai disebut juga sebagai aliran dasar.

6.3. Tipe Sungai


Sungai-sungai dapat dikelornpokkan dalam tiga tipe yaitu 1) sungai perennial, 2) ephemeral
dan 3) intermitten; seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.3. Sungai perennial adalah sungai
yang mempunyai aliran sepanjang tahun. Selama musim kering di rnana tidak terjadi hujan,
aliran sungai perennial adalah aliran dasar yang berasal dari aliran air tanah.
Sungai tipe ini teijadi pada DAS yang sangat baik, misalnya rnasih berhutan lebat. Sungai-
sungai di Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Papua termasuk dalam sungai tipe ini. Variasi
debit aliran sungai pada musim kernarau dan penghujan tidak besar

Sungai ephemeral adalah sungai yang mempunyai debit hanya apabiIa terjadi hujan yang
melebihi laju infiltrasi. Permukaan air tanah selalu berada di bawah dasar sungai, sehingga
sungai ini tidak menerima aliran air tanah, yang berarti tidak mempunyai aliran dasar.
Sungai-sungai di Nusa Tenggara termasuk dalarn kelompok sungai ephemeral.

Sungai intermittent adalah sungai yang mempunyai karakteristik campuran antara kedua
tipe di atas. Pada suatu periode waktu tertentu mempunyai sifat sebagai sungai perennial,
sedang pada periode yang lain bersifat sebagai sungai ephemeral. Elevasi muka air tanah
berubah dengan,musim. Pada saat musim penghujan rnuka air tanah naik sampai di atas
dasar sungai sehingga pada saat tidak ada hujan masih terdapat aliran yang berasal dari
aliran dasar. Pada musim kemarau muka air tanah turun sampai di bawah dasar sungai
sehingga di sungai tidak ada aliran.

6.4. Hubungan Hujan-Limpasan


Hujan yang jamh di suatu DAS akan berubah menjadi aliran di sungai. Dengan demikian
terdapat suatu hubungan antara hujan dan debit aliran, yang tergantung pada karakteristik
DAS. Hujan dapat diukur dengan cara yang sederhana seperti telah dijelaskan di depan.
Stasiun pengukuran hujan bisa cukup banyak di suatu DAS, dan pengukuran juga dapat
dilakukan dalam waktu panjang. Sementara itu pengukuran debit biasanya lebih sedikit
daripada pengukuran hujan, baik dalam hal jumlah stasiun maupun waktu pengukuran.
Dengan demikian jumlah data hujan
biasanya jauh lebih banyak daripada data debit. Untuk itu perlu dicari bentuk persamaan
debit aliran sebagai fungsi curah hujan, berdasarkan kedua jenis data yang tercatat dalam
waktu yang bersamaan. Dengan telah didapatnya persamaan tersebut, maka dapat
diperkirakan debit aliran berdasar data hujan, pada waktu di mana tidak ada pengukuran
debit.

Bentuk umum dari hubungan antara hujan dan limpasan adalah (Gambar 6.4):

Apabila curah hujan P lebih kecil dari P, berarti seluruh hujan tersebut hilang di DAS yang
berupa infiltrasi dan evapotranspirasi, tampungan permukaan; dan limpasan mulai terjadi
setelah P lebih besar dari P, Dalam persamaan di atas b dan Pa dihitung dengan analisis
regresi berdasar data hujan dan limpasan. Pemakaian persamaan tersebut memungkinkan
unruk tidak menghitung parameter hujan-limpasan seperti intensitas hujan, laju infiltrasi dan
sebagainya. Biasanya penyebaran data hujan limpasan cukup besar, sehingga persamaan
yang mewakili data tersebut rnempunyai variasi, oleh karena itu pemakaian persamaan
tersebut sangat terbatas. Meskipun penggunaan hubungan seperti dalam persamaan terse-
but terbatas, namum cam ini dapat digunakan untuk memprediksi limpasan bulanan atau
tahunan atau diterapkan pada DAS yang tidak mempunyai pengukuran debit.

Gambar 6.5. adalah contoh grafik hubungan antara hujan dan debit bulanan di SWS
Ciujung~Ciliman yang berada di Propinsi Banten (Multimera Harapan, 1997). Data debit
diperoleh di stasiun Kopamaja dan Parigi yang berada di sungai Cidurian. Di stasiun
Kopamaja, yang mempunyai Iuas DAS sebesar 303,7 km2, data debit sepanjang 12 tahun (
1980-1987 dan 1991-1994) sedang stasiun Parigi dengan luas DAS 602,2 km2 data debit
sepanjang 8 tahun (1982-1986 dan 1992-1994). Data hujan adalah hujan rerata SWS pada
tahun yang sama dengan data debit.

Grafik tersebut mempunyai bentuk persamaan:


Q=0,59H+ 11,11
dengan Q adalah debit buianan (mm/bulan) dan H adalah hujan bulanan (mm/bulan).
Apabila hujan bulanan adalah 100 mm/bulan maka diperoleh debit aliran adalah
Q = 0,59>< 100+ 11,11= 70,11mm/bulan
Untuk stasiun Kopamaja yang mempunyai luas DAS 303,7 kmz, maka
debit aliran adalahz
Q = 70,11>< 303,7 >< 1000 = 21.292407 ma/bulan
= 21.292407 = 8,21,",/d

Persamaan hubungan antara hujan clan debit tersebut dapat diterapkan di stasiun lain,
dengan anggapan bahwa karakteristik DAS adalah sama.

6.5. Konsentrasi Aliran

Air hujan yang jatuh di seluruh daerah tangkapan akan terkonsentrasi (mengalir menuju)
suaru titik komrol. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.6. air hujan yang jamh di seluruh
daerah tangkapan mengalir sebagai limpasan permukaan (garis panah terputus) yang
kemudian masuk ke sa!uran—saluran kecil dan selanjutnya bergabung kc saluran yang
lebih besar dan akhimya terkonscntrasi di titik kontrol A‘ Debit di titik A akan maksimum
apabila air hujan yang jaruh di seluruh daerah tangkapan telah mencapai titik kontrol/1, pada
waktu yang sama dengan waktu konsentrasi.

Waktu konsentrasi tc adalah waktu yang diperlukan oleh panikel air untuk mengalir dari titik
terjauh di dalam daerah tangkapan sampai titik yang ditinjau. Waktu konsentrasi bergantung
pada karakteristik daerah tangkapan, tataguna lahan, jarak lintasan air dari titik terjauh
sampai
stasiun yang ditinjau.
Konsentrasi aliran di suaru DAS dapat dibedakan menjadi tiga tipe tanggapan DAS. Tipe
pertama terjadi apabila durasi hujan efektif I, sama dengan waktu konsentrasi lg (t,=t¢)‘
Pada kondisi ini, semua air hujan yang jatuh di DAS telah terkonsentrasi di titik kontrol,
sehingga debit aliran mencapai maksimum. Pada saat itu hujan berhenti, dan aliran
berikutnya di titik kontrol tidak lagi aliran dari seluruh DAS, sehingga debit aliran berkurang
secara berangsur-angsur sampai akhimya kembali nol Aliran terakhir di titik kontrol adalah
air hujan yang berasal dari titik terjauh, sehingga waktu resesi sama dengan waktu
konsentrasi, dan hidr0~
graf berbentuk segitiga. Tips tanggapan DAS seperti ini disebut aliran terkonsentrasi
(Gambar 6.7.a).
Tipe kedua terjadi apabila durasi hujan efektif Iebih lama dam waktu
konsentrasi (!T>!¢). Pada keadaan ini aliran terkonsentrasi pada titik k0n-
trol, dan debit maksimum tercapai seielah waktu aliran sama dengan wak~
tn konsentrasi. Karena hujan terns berlzmgsung, ssluruh daezah tzmgkapan
terus menyumbangkan aliran ke titik kontrol, dam debit adalah konstan se-
besar debit maksimum. Setelah hujan berhenti, debit berkurang secara
berangsur—angsur dan kembali menjadi nol. Waktu resesi sama dengan
waktu konsentrasi. Tips tanggapan DAS seperti ini disebut aliran super~
konsentrasi (Garnbar 6,7.b),

Gambar 6.7. Tipe konsentrasi aliran

Tipe ketiga terjadi apabila durasi huj an efeklif Iebih pendek daripada waktu konsentrasi (1,-
<lc). Pada keadaan ini debit aliran di titik kontrol tidak mencapai nilai maksimum. Setelah
hujan berhenti, aliran berkurang sampai akhimya menjadi nol. Tipe tauggapan DAS seperti
ini disebut aliran subkonsentrasi (Gambar 6.7.c).
Apabila durasi hujan lebih kecil dari waktu konsemrasi, intensitas hujan akan lebih tinggi;
tetapi hanya sebagian dari dacrah tangkapan yang memberikan surnbangan pada aliran;
sehingga bisa jadi debit aliran yang terjadi di stasiun yang ditinjau lebih kecil dibanding kalau
durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi. Dengan demikian debit aliran akan
maksimum bila durasi hujan sarna déngan waktu konsentrasi.

6.6. Metode Rasional


Metode rasional banyak digunakan untuk memperkirakan debit puncak yang ditirnbulkan
olah hujan deras pada daerah tangkapan (DAS) kecil. Suatu DAS disebut kecil apabila
distribusi hujan dapat dianggap seragam dalam ruang dan waktu, dan biasanya durasi hujan
melebihi
waktu konsentrasi. Bebarapa ahli memandang bahwa luas DAS kurang dari 2,5 km? dapat
dianggap sebagai DAS kecil (Ponce, 1989).

Pemakaian metode rasional sangat sederhana, dan sering digunakan dalam perencanaan
drainasi perkotaan. Beberapa parameter hidrologi yang diperhituugkan adalah iutensitas
hujan, durasi hujan, frekuensi hujan, luas DAS, abstraksi (kehilangan air akibat evaporasi,
intersepsi, infiltrasi, tampungan permukazm) dan konsentrasi aliran. Metode rasional
didasarkan pada persamaan berikut:

Q =0,278 CIA (6.2)\


dengan:
Q : debit puncak yang ditimbulkan oleh hujzm dengan intensitas,
durasi dan frekuensi tertentu (m3/d)
I : intensitas hujan (mm/jam) V__
A : luas daerah tangkapan (km2)
C : koesifien aliran yang tergantung pada jenis permukaan lahan,
yang nilainya diberikan dalam Tabel 6.2.
Dalam persamaan (6.2) intensitas hujan diperoleh dari kurva IDF (Bab VIII), di mana telah
diperhitungkan durasi dan Erekuensi (periode ulang) hujan. Dalam hal ini durasi hujan
adalah sama dengan waktu konsentrasi (tc)

Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan persamaau yang diberikanoleh Kirpich, yang
bcrlaku untuk lahan pertanian kccil dengan Iuas daerah tangkapan kurang dari 80 hektar.

dengan:

Rumus lainnya untuk menghitung wakm konsentrasi juga diberikan oleh Hathway (Ponce,
1989)

dengan n adalah koefisien kekasaran, sedang notasi Iainnya sama dengan


persamaan (6.3). Nilai koefisien kekasaran n diberikan dalam Tabs! 6.3.
(Ponce 1989).
6.7. Hidrograf
Hidrograf adalah kurva yang memberi hubungan antara parameter aliran dan waktu.
Parameter tersebut bisa berupa kedalaman aliran (elevasi) atau debit alirang sehingga
terdapat dua macam hidrograf yaitu hidrograf muka air dan hidrograf debit. Hidrograf muka
air dapat ditransformasikan menjadi hidrograf debit dengan menggunakan rating curve.
Untuk selanjutnya yang dimaksud dengan hidrograf adaiah hidrograf debit, kecuaii apabila
dinyatakan lain

6.11. Komponen hidrograf


Hidrograf mcmpunyai tiga komponen pembentuk yaitu 1) aliran permukaan, 2) aliran amara,
dan 3) aliran air tanah. Hidrograf mempunyai bentuk seperti diberikan dalam Gambar 6.8.
Gambar 6.8. Kornponen hidrograf banjir

Waktu nol (zero time) menunjukkan awal hidmgrafi Puncak hidrograf adalah bagian dari
hidrograf yang menggambarkan debit maksimum. Waktu capai puncak (time ta peak) adalah
Waktu yang diukur dari waktu nol sarnpai waktu terjadinya debit puncak. Sisi naik (rising
limb) adalah bagian dari hidrograf antara waktu nol dan waktu capai puncak. Sisi turun
(recession limb) adalah bagian dari hidrograf yang menurun antara waktu capai puncak dan
waktu dasax. Waktu dasar (time base) adalah waktu yang diukur daxi waktu nol sampai
waktu di mana sisi turun berakhir. Akhir dari sisi turun ini ditentukan dengan perkiraan. Sisi
resesi mempunyai bentuk logaritrna natural (In). Volume hidrograf diperoleh dengan
mengintegralkan debit aliran dari waktu nol sampai waktu dasar. Pada kurva naik dan kurva
turun terdapat titik balik di mana kurva hidrograf berubah arah.
Bentuk hidrograf tersebut yang mempunyai waktu turun Iebih lama dari waktu naik
disebabkan oleh tanggapan yang berbeda dari aliran permukaan, aliran antara dan aliran air
tanah seperti terlihat dalam Gambar 6.9. Aliran permukaan memberikan kenaikan hidrograf
dengan cepat
dan besar, sementara dua aliran yang lain naik dengan berangsur-angsur dan dengan
waktu yang lebih lama. Superposisi dari ketiganya menghasilkan hidrograf debit dengan sisi
resesi yang panjang.

Gambar 6.9. Komponen hidrograf aliran


Apabila sebelum terjadinya hujan sungai mengalirkan air karena adanya sumbangan dari
aliran air tanah, maka bentuk hidrograf seperti dalam Gambar 6.10. di mana di bagian
bawah terdapat aliran dasar.

6.7.2. Pemisahan hidrograf


Hitungan hidrograf saman hanya dilakukan terhadap kompomn limpasan permukaan. Oleh
kaxena im perlu memisahkan hidrograf terukur rnenjadi limpasan langsung dan aliran dasar.
Aliran antara (interflow) adlalah termasuk aliran dasar. Ada beberapa cara untuk
memisahkan
kedua tipe aliran tersebut, sepeni diberikan dalam Gambar 6.11.

1. Cara paling sederhana adalah dengan menarik garis lurus dari titik dimana aliran
langsung mulai terjadi (A) sampai akhir dari aliran langsung (titik B). Apabila titik B tidak
diketahui, maka tarik garis horisontal dari titik A.

2. Cara kedua adalah membuat garis yang merupakan perpanjangan/ keIanjutan dari aliran
dasar sampai titik C yang berada di bawah puncak hidrograf. Dari titik C kemudian ditarik
garis lurus menuju titik D yang berada pada sisi turun yang berjarak N hari sesudah puncak.
Nilai N dihitung dengan rumus berikut:

dengan:

3. Cara ketiga adalah meuarik kurva resesi ke belakang yang berawal dari tirik akhir aliran
langsung (B) sampai titik E di bawah titik balik.Hubungkan titik A dengan garis lurus atau
kurva sembarang,Perbedaan nilai aliran dasar karena penggxmaan beberapa cara tersebut
relatif kecil dibanding dengan volume hidrograf limpasan Iangsung.

6.8. Hujan Efektif dan Aliran Langsung

Hujan efektif (effective rainfall) atau hujan lebihan (excess rainfall) adalah bagian dari hujan
yang menjadi aliran langsung di sungai. Hujan efektif ini adalah sama dengan hujan total
yang jaruh di permukaan tanah dikurangi dengan kehilangan air. Kehilangan air yang juga
seririg disebut sebagai abstraksi (abstraction) meliputi air yang hilang karena terinfi trasi,
tertahan di dalam cekungan-cekungan di permukaan tanah (tampungan permukaan,
depression storage) dan karena penguapan. Untuk hujan deras yang terjadi dalarn waktu
singkat, penguapan dapat diabaikan. Infiltrasi telah dibahas dalarn Bab IV. ‘
Hujan yang jatuh dipermukaan tanah merupakan fungsi wakfu, yang biasanya dinyatakan
dalam bentuk histogram. Histogram hujan efektif diperoleh dengan mcngurangkan
kehilangan air terhadap histogram hujan total. Histogram hujan efektif ini sangat penting
dalam analisis hubungan hujan limpasan. Untuk mendapatkan hujan efektif perlu dicari
besamya kehilangan air.

Salah satu cara untuk mencari kehilangan air guna menghitung aliran langsung adalah
dengan menggunakan metode CD indeks, seperti yang telah dijelaskan dalam Bab IV. Nilai
CD indeks adalah laju kehilangan air rerata yang disebabkan karcna infiltrasi, tampungan
permukaan dan penguapan. Untuk mencari ind indeks diperlukan data debit aliran.

Contoh 1
DAS Cemoro yang merupakan areal HPH Industri PT Perhutani Unit jawa Tengah di Cepu
Kabupaten Blora mernpunyai Iuas 13,48 kmz (Edi Mashuri, 2004). Data hujan dan debit
yang terjadi pada tanggal 15-16 Februari 2003 adalah seperti diberikan dalam T abel 6.4.
Hitung hidrograf aliran langsung, (D indeks, dan histogram hujau efektif.
Penyelesaian
Hitungan dilakukan dengan menggunakan Tabel 6.4. Data hujau retata kawasan yang
diberikan dalam kolom 2 diperoleh dengan menggunakan metode poligon Thiessen dari
data hujan di tiga stasiun yaitu stasiun Cemoro, Modang dan Ngawenan. I-lujan tercatat
merupakan hujan jam-jaman. Data debit yang tercatat di stasiun pengukuran debit Cemoro
diberikan dalam kolom 3.

Hitungan dilakukan dengan prosedur berikut ini.


1. Perkiraan aliran dasar. Dengan memperhatikan kolom 3 dapat diketahui bahwa aliran
dasar adalah Qb = 0,094 ma/d. Dianggap bahwa aliran dasar adalah konstan.
2. Hitung hidrograf limpasan langsung, yang diperoleh dengan mengurangkan aliran dasar
terhadap hidrograf pada kolom 3, dan hasilnya diberikan dalam kolom 4.
3. Hitung volume dan kedalaman limpasan langsung. Volume limpasan langsung adalah
jumlah dari limpasan langsung (kolom 4) dikalikan dengan interval waktu yaitu 1 jam (3600
detik):
Kedalaman limpasan adalah volume Iimpasan langsung dibagi dengan luas DAS:

6.9. Metode SCS untuk Menghifung Hujan Efektif


The Soil Conservation Service (SCS, 1972, dalam Chow 1988) telah mengembangkan
metode untuk menghitung hujan efektif dari hujan deras, dalam bentuk persamaan berikut:
Persarnaan (6.6.) merupakan persarnaan dasar untuk menghitung kedalaman hujan efektif.
Retensi potensial maksirnum mempunyai bentuk berikut:

dengan CN adalah Curve Number yang merupakan fungsi dari karakteristik DAS seperti tipe
tanah, tanaman penutup, tataguna lahan, kelembaban dan cara peugerjaan tanah. Nilai CN
untuk berbagai jenis tataguna lahan diberikan dalam Tabel 6.5. Gambar 6.12. memberikan
hubungan antara hujan kumulatif dan hujan efektif untuk berbagai nilai CN, yang merupakan
bentuk gxafik dari Persamaan 6.5. Nilai CN bervariasi antara O sampai 100. Untuk CN=100
(permukaan lahan kedap air), dari Persamaan (6.7) diperoleh nilai S=0; yang sclanjutnya
dari Persamaan (66) diperoleh Pe=P. Aninya hujan efektif sama dengan hujan total yang
selan-
jutnya berubah menjadi limpasan langsung. Nilai CN dalam Tabel 6.5.
diperoleh dari penelitian di daerah beriklim sedang. Namun nilai tersebut dapat digunakan
apabila nilai CN di daerah yang diteliti belum tersedia.
Apabila Iahan terdiri dari beberapa tataguna lahan dan tipe tanah maka dihitung nilai CN
komposit.
Nilai CN dalam Gambar 6.12. berlaku untuk antecedent moisture conditions (kondisi
kelengasan awal) normal (AMC II). Untuk kondisi kering (AMC I) atau kondisi basah (AMC
III), nilai CN ekivalen dapat dihitung dengan Persamaan (6.8) dzm (6.9). Tabel 6,6.
memberikan AMC untuk masing-masing kelas.
Tabel 6.6. Memberikan AMC untuk masing-rnasing kelas

Selain itu jenis tanah juga sangat berpengaruh terhadap nilai hujan efektif. Tanah berpasir
mempunyai nilai infiltrasi tinggi sehmgga hujan efektifkecil; sebaliknya nilai infiltrasi tanah
lempung sangat kecil sehingga sebagian besar hujan yang jatuh di pennukaan tanah
menjadi limpasan permukaan. Jenis tanah dibagi dalarn empat kelompok yaitu:

Kel.A : terdiri dari tanah dengan potensi limpasan rendah, mempunyai laju infiltrasi tinggi.
Terutama untuk tanah pasir (deep sand) dengan silty dan clay sangat sedikit; juga kerikil
(gravel) yang sangat lulus air.

Kel. B : terdiri dari tanah dengan potensi limpasan agak rendah, Iaju infiltrasi sedang. Tanah
berbutir sedang (sandy soils) dengan laju melcloskan air sedang.

Kel. C : terdiri dari tanah dengan potensi limpasan agak tinggi, laju infiltrasi lambat jika tanah
tersebut sepenuhnya basah. Tanah berbutir sedang sampai haius (clay dan colloids) dengan
laju mel0I0skan air lambat.

Kel.D : terdiri dari tanah dengan potensi limpasan tinggi, mempunyai laju infiltrasi sangat
lambat. Terutama tanah liat (clay) dengan daya kembang (swelling) tinggi, tanah dcngan
muka air tanah permanen tinggi, tanah dengan lapis Iempung di dekat permukaan dan
tanah yang dilapisi dengan bahan kedap air. Tanah ini mempunyai laju meloloskan air
sangat Iambat.

Tabel 6.7. memberikan klasifikasi tanah untuk berbagai jenis tanah.Dalam tabel tersebut
juga diberikan perkiraan nilai laju infiltrasi minimumnya.
Tahel 6.7. Klasifikasi tanah secara hidrologi bcrdasar tekstur tanah

6.18.1. Konsep Hidragraf Satuan


Karakteristik bentuk hidrograf yang merupakan dasar dari konsep hidrograf satuan adalah
sebagai berikut ini (Gambar 6.13)

1. Hidrograf menggambarkan semua kombinasi dari karakteristik fisik DAS (bentuk,


ukuran, kerniringan, sifat tanah) dan karakteristik hujan (pola, intensitas dan durasi).
2. Mengingat sifat DAS tidak berubah dari hujan yang satu dengan hujan yang lain,
maka hidrograf yang dihasilkan oleh hujan dengan durasi dan pola yang serupa
memberikan benmk dan waktu dasar yang seru pa pula. Dengan demikian dapat
dilakukan superposisi dari hidrograf-hidrograf tersebut. Apabila terjadi hujan efektif
sebesar 2 mm dengan satuan waktu tertentu, hidrograf yang terjadi akan mempunyai
bentuk yang sama dengan hidrograf dengan hujan efektif 1 mm dengan durasi yang
sama, kecuali bahwa ordinatnya adalah dua kali lebih besar (Gambar 6.13.b).
Demikian juga, apabila hujan efektif 1 mm terjadi dalam dua satuan durasi yang
berurutan, hidrograf yang dihasilkan adalah jumlah dari dua hidrograf 1 mm, dengan
hidrograf kedua mulai dengan keterlambatan satu satuan waktu (Gambar 6.13.0).
3. Variasi sifat hujan mempunyai pengaruh signifikan pada bentuk hidrograf, yang
meliputi a) durasi hujan, b) intensitas, dan c)distribusi hujan pada DAS.
6.10.2. Penurunan hidrograf satuan
Untuk menurunkan hidrograf satuan diperlukan data hujan dan debit aliran yang berkaitan,
Prosedur penurunan hidrograf saruan adaiah sebagai berikut ini.

1. Digambar hidrograf yang berkaitan dengan hujan yang texjadi. Aliran dasar dipisahkan
dengan cara seperti yang telah dijelaskan di depan, sehingga diperoleh hidrograf aliran
langsung (HAL).
2. Dihitung luasan di bawah HAL yang merupakan volume aliran permukaan. Volume aliran
tersebut dikonversi menjadi kedalaman aliran di seluruh DAS.
3. Ordinat dari HAL dibagi dengan kedalaman aliran, yang menghasilkan hidrograf satuan
dengan durasi sama dengan durasi hujan.
6.10.3. Penurunan hidrograf satuau dari hujan sembarang

Dalam Sub bab 610.2. telah dijelaskan cara penurunan hidrograf satuan dari hidrograf
terukur yang dibangkitkau oleh hujan efektif tunggal.
Hitungan dapat dilakukan dengan cara sederhana.
Apabila hujan terdiri dari beberapa intensitas berbeda yang terjadi secara berurutan seperti
ditunjukkan dalam Gambar 6.15, analisis hidrograf satuan menjadi lebih rumit. Hidrograf
satuan dapat dihitung dengan persarnaan berikut:

Seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 6.15. nilai M = 3 yang berarti terdapat tiga hujan
berurutan dengan intensitas berbeda yaitu pl, p2,p3
Jumlah ordinat yang nilainya tidak sama dengan nol dari hidrograf satuan adalah 6.

2. Metode kurva S
Dengan metode kurva S, hidrograf satuan dapat dikonversi rnenjadi durasi lain yang lebih
pendek atau paujang. Kurva S akan terbentuk apabila hujan terus berlanjut sampai waktu
tak terhingga. Kurva S dibentuk dengan menjumlahkan suafu seri hidrograf satuan dengan
durasi t, dengan keterlambatan 1,, seperti ter1ihat dalam Gambar 6.17. Apabila T
adalahwaktu dasar hidrograf satuan, jumlah dari T/t, hidrograf satuan akan menghasilkan
kurva S.
Contoh 9
Hidrograf satuan basil hinmgan Contoh 7 dihasilkan oleh hujan dengan durasi 1 jam. Hitung
hidrcgraf satuan dengan hujan 3 jam dengan menggunakan metode kurva S,
Penyelesaian
Hitungan hidrograf satuan dengan menggunakan memde Kurva S dilakukan dalam Tabel
6.15. Hidrograf satuan yang diperoleh dalam Contoh 7 disusun dalam kolom 1. Hidrograf
satuan tersebut disusun pada kolom-kolom berikutnya dengan kelarnbatan setiap 1 jam,
seperti diberikan dalam kolom 3 sampai 9. Kurva-S diperoleh dengan menjumlahkan 0rdinat
hidrograf satuan dengan hidrograf satuan dengan beberapa kelambatan (penjumlahan
kolom 2 sampai kolom 9), yang diberikan dalam kolom 10. Kolom 11 adalah kurva-S dengan
kelambatan 3 jam. Kolom (11)adalah basil pengurangan antara kurva-S (kolom 10) dengan
kurva-S kelambatan 3 jam (kolom 11). Ordinat hidrograf satuan dengan durasi 3 jam (kolom
13) diperoleh dengan mengalikan kolom 12 dengan perbandingan antara durasi hujan asli
dengan durasi hujan turunannya, q = X 1, /t’,.
6.11. Hjdrograf Satuan Sintetis
Di daerah di mama data hidrologi tidak lersedia unruk menurunkan hidrograf satuan, maka
dibuat hidrograf satuau sintetis yang didasarkan pada karakteristik fisik dari DAS. Berikut ini
diberikan beberapa metode yang biasa digunakan.
6.11.1. Metode Snyder
Empat parameter yaitu wakm kelambatan, aliran puncak, waktu dasar, dan durasi standar
dari hujan efektif untuk hidrograf satuan dikaitkan dengan geometri fisik dari DAS dengan
hubungan berikut ini (Gupta, 1929).
Dengan menggunakan rumus-rumus tersebut di atas dapat digambarkan hidrograf satuan.
Untuk memudahkan penggambaran, berikut ini diberikan beberapa rumus:

dengan W50 dam W75 adalah lebar unit hidrograf pada debit 50% dan 75% dari debit
puncak, yang dinyatakan dalam jam. Sebagai acuan, lebar W50 dan W75 dibuat dengan
perbandingan 1:2; dengan sisi pendek di sebelah kiri dari hidrograf satuan.

6.11.2. Metode SCS (Soil Canservation Service)


SCS meugguuakan hidrograf tak berdimensi yang dikembangkan dari analisis sejumlah
besar hidrografsatuan dari data lapangan dengan berbagai ukuran DAS dan lokasi berbeda.
Ordinat hidrograf satuan untuk peziode waktu berbeda dapat diperoleh dari tabel berikut,
dengan nilai (Gupta, 1989):

6.11.3. Metode GAMA I


Hidrograf satuan sintetis Gama I dikembangkan oleh Sri Harto (1993,2000) berdasar
perilaku hidrologis 30 DAS di Pulau Jawa. Meskipun diturunkan dari data DAS di Pulau
Jawa, memyata hidrograf saruan sintetis Gama I juga berfungsi baik untuk berbagai daerah
Iain di Indonesia.
HSS Gama I terdixi dam‘ tiga bagian pokok yaim sisi naik (rising limb), puncak (crest) dan
sisi fllrun/resesi (recesxion limb). Gambar 6,19. menunjukkan HSS Gama I. Dalam gambar
tersebut tampak ada patahan dalam sisi resesi. Hal ini disebabkan sisi resesi mengikuti
persamaan eksponensial yang tidak memungkinkan debit sama dengan nol. Meskipun
pengaruhnya sangat kecil namun harus volume hidr0graf satuan harus tetap satu
6.11.4. Metode Nakayasu
Hidrograf satuan sintetis Nakayasu dikembangkan berdasar beberapa sungai di Jepang
(Soemano, 1987). Bentuk I-ISS Nakayasu diberikan oleh Gambar 6.22 clan persamaan
berikut ini.

Anda mungkin juga menyukai