Anda di halaman 1dari 2

SIAPA YANG BEKERJA MENCARI NAFKAH?

Oleh: Moch Qobus Lubaaba (NIM: 2008201074) Mahasiswa Hukum Keluarga Semester 3 B

Dalam berumah tangga tentulah dibutuhkan apa yang dinamakan dengan nafkah/rizki
karena dalam menjalani kehidupan rumah tangga tidaklah cukup hanya dengan cinta semata,
melainkan dibutuhkan pula materi guna menunjang kebutuhan hidup sehari-hari. Namun
yang jadi pertanyaan siapakah yang harus mencari nafkah istri atau suami.?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut haruslah kita ketahui bahwa dasar apapun yang
berkaitan dengan persoalan dalam rumah tangga, adalah makna pernikahan itu sendiri.
Pernikahan yang dimaknai sebagai janji suci untuk hidup bersama dan saling menyayangi
dalam setiap jalan hidup yang akan dilewati. oleh karena itu, segala konsekuensi yang akan
dilalui dalam pernikahan haruslah dihadapi dan menjadi tanggung jawab bersama. Maka
jawaban dari pertanyaan diatas adalah bahwa mencari nafkah adalah tugas bersama.

Karena masalah nafkah dalah tugas bersama dan kepentingan bersama maka perlulah
membicarakan masalah nafkah ini (musyawarah) guna menemukan jalan terbaik bagi suami
maupun istri, masing masing haruslah saling mengerti, dan saling melengkapi. Jika ternyata
sang istri lah yang mendapat kesempatan lebih baik guna mencari nafkah, apa salahnya jika
sang suami yang melakukan kerja dalam rumah. Akan tetapi jika keduanya ternyata memiliki
kesempatan yang sama dalam mencari nafkah, maka haruslah dimusyawahkan untuk berbagi
peran dalam melakukan pekerjaan rumah tangga, ataupun mencari pembantu.

Baik istri ataupun suami yang mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan keluarganya
bukanlah suatu hal yang harus dipermasalahkan, adakalanya suami tidak mampu memenuhi
semua kebutuhan rumah tangga sehingga istri ikut membantu suami delam memenuhi
kebutuhan tersebut, dan ada pula suami yang tidak mampu mencari nafkah karena sakit berat
sehingga istri lah yang akhirnya bekerja memenuhi kebutuhan anak dan suaminya, hal ini
adalah suatu yang lumrah terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kita.

Pada masa Rasulullah pun banyak kejadian serupa, seperti halnya dalam hadits
berikut :
،‫صلَّى هللاُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ْ ‫ َأ َت‬،‫ْن َمسْ ع ُْو ٍد َرضِ َي هللاُ َع ْن ُه َما‬
َ ِّ‫ت ِإ َلى ال َّن ِبي‬ ِ ‫امْرَأ ِة َع ْب ِد‬
ِ ‫هللا ب‬ ِ ‫ت َع ْب ِد‬
َ ،‫هللا‬ َ ‫َعنْ َر‬
ِ ‫اِئط َة ِب ْن‬
‫ َو َسَأ ْل ُت ُه َع ِن‬.ٌ‫ْس لِي َواَل ل َِز ْو ِجي َواَل ل َِو َلدي َشيْ ء‬ َ ‫ص ْن َع ٍة َأ ِب ْي ُع ِم ْن َها َو َلي‬ ُ ‫امْرَأةٌ َذ‬
َ ‫ات‬ َ ‫هللا ِإ ِّني‬
ِ ‫ َيا َرس ُْو َل‬:‫ت‬ ْ ‫َف َقا َل‬
‫ أخرجه ابن سعد‬.‫ت َع َلي ِْهم‬ ِ ‫ َل َك فِي ٰذل َِك َأجْ َر َما َأ ْن َف ْق‬:‫ َف َقا َل‬،‫ال َّن َف َق ِة َع َلي ِْه ْم‬.

Terjemahan: Diriwayatkan dari Raithah binti Abdullah, istri Abdullah bin Mas’ud Ra. Ia
pernah mendatangi Nabi Muhammad Saw., dan bertutur, “Wahai Rasulullah, aku perempuan
pekerja. Lalu, aku menjual hasil pekerjaanku. Aku melakukan ini semua karena aku,
suamiku, maupun anakku, tidak memiliki harta apa pun” (Aku juga bertanya mengenai
nafkah yang aku berikan kepada mereka [suami dan anak]).”
“Kamu memperoleh pahala dari apa yang kamu nafkahkan kepada mereka,” jawab Nabi
Muhammad Saw. (Thabaqat Ibn Sa’d).

Dan juga salah satu hadits yang menceritakan tentang seorang perempuan bernam zainab
yang bekrja untuk menafkahi suami dan anak-anak yatim. Nabi pun ditanya apakah Zainab
mendapatkan dua pahala karena perbuatanya itu? Nabi pun menjawab: “Ya, dia mendapatkan
dua pahala, pahala nafkah kepada keluarga dan pahala sedekah.”

Jika melihat hadits diatas malah Nabi mengapresiasi istri yang bekerja mencari nafkah sama
halnya dengan suami mencari nafkah.

Wallahu a’lam

Anda mungkin juga menyukai