Anda di halaman 1dari 11

Keselamatan & Kesehatan Kerja Perkantoran (Perhotelan )

PENDAHULUAN

Di era golbalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja


(K3) di setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu
mengem-bangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka
menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat
hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi.
Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan
tidak terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko
bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan
sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya.
Dari hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah Sakit, sekitar 1.505 tenaga kerja
wanita di Rumah Sakit Paris mengalami gangguan muskuloskeletal (16%) di mana
47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di daerah tulang punggung dan
pinggang. Dan dilaporkan juga pada 5.057 perawat wanita di 18 Rumah Sakit
didapatkan 566 perawat wanita adanya hubungan kausal antara pemajanan gas
anestesi dengan gejala neoropsikologi antara lain berupa mual, kelelahan,
kesemutan, keram
pada lengan dan tangan.
Di perkantoran, sebuah studi mengenai bangunan kantor modern di Singapura
dilaporkan bahwa 312 responden ditemukan 33% mengalami gejala Sick Building
Syndrome (SBS). Keluhan mereka umumnya cepat lelah 45%, hidung mampat
40%, sakit kepala 46%, kulit kemerahan 16%, tenggorokan kering 43%, iritasi mata
37%, lemah 31%.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23
mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib
diseleng-garakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja
secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya,
untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program
perlindungan tenaga kerja.
HAL-HAL YANG BERHUBUNGAN PELAKSANAAN K3 PERKANTORAN
Ada beberapa hal penting yang harus mendapatkan perhatian sehubungan
dengan pelaksanaan K3 perkantoran, yang pada dasarnya memperhatikan 2 (dua)
hal yaitu indoor dan outdoor, yang kalau diurai seperti dibawah ini :
Konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap
bahaya kebakaran serta kode pelaksanaannya.
jaringan elektrik dan komunikasi.
kualitas udara.
kualitas pencahayaan.
Kebisingan.
Display unit (tata ruang dan alat).
Hygiene dan sanitasi.
Psikososial.
Pemeliharaan.

Penggunaan Komputer.

PERMASALAHAN DAN REKOMENDASI


Konstruksi gedung :
Disain arsitektur (aspek K3 diperhatikan mulai dari tahap perencanaan).
Seleksi material, misalnya tidak menggunakan bahan yang membahayakan seperti
asbes dll.
Seleksi dekorasi disesuaikan dengan asas tujuannya misalnya penggunaan warna
yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Tanda khusus dengan pewarnaan kontras/kode khusus untuk objek penting
seperti perlengkapan alat pemadam kebakaran, tangga, pintu darurat dll. (peta
petunjuk pada setiap ruangan/unit kerja/tempat yang strategis misalnya dekat lift
dll, lampu darurat menuju exit door).
Kualitas Udara :
Kontrol terhadap temperatur ruang dengan memasang termometer ruangan.
Kontrol terhadap polusi
Pemasangan "Exhaust Fan" (perlindungan terhadap kelembaban udara).
Pemasangan stiker, poster "dilarang merokok".
Sistim ventilasi dan pengaturan suhu udara dalam ruang (lokasi udara masuk,
ekstraksi udara, filtrasi, pembersihan dan pemeliharaan secara berkala filter AC)
minimal setahun sekali, kontrol mikrobiologi serta distribusi udara untuk
pencegahan penyakit "Legionairre Diseases ".
Kontrol terhadap linkungan (kontrol di dalam/diluar kantor).
Misalnya untuk indoor: penumpukan barang-barang bekas yang menimbulkan
debu, bau dll.
Outdoor: disain dan konstruksi tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan
dan keselamatan, dll.
Perencanaan jendela sehubungan dengan pergantian udara jika AC mati.
Pemasangan fan di dalam lift.
Kualitas Pencahayaan (penting mengenali jenis cahaya) :
Mengembangkan sistim pencahayaan yang sesuai dengan jenis pekerjaan untuk
membantu menyediakan lingkungan kerja yang sehat dan aman. (secara berkala
diukur dengan Luxs Meter)
Membantu penampilan visual melalui kesesuaian warna, dekorasi dll.
Menegembangkan lingkungan visual yang tepat untuk kerja dengan kombinasi
cahaya (agar tidak terlalu cepat terjadinya kelelahan mata).
Perencanaan jendela sehubungan dengan pencahayaan dalam ruang.
Penggunaan tirai untuk pengaturan cahaya dengan memperhatikan warna yang
digunakan.
Penggunaan lampu emergensi (emergency lamp) di setiap tangga.
Jaringan elektrik dan komunikasi (penting agar bahaya dapat dikenali) :

Internal
Over voltage
Hubungan pendek
Induksi
Arus berlebih
Korosif kabel
Kebocoran instalasi
Campuran gas eksplosif
Eksternal
Faktor mekanik.
Faktor fisik dan kimia.
Angin dan pencahayaan (cuaca)
Binatang pengerat bisa menyebabkan kerusakan sehingga terjadi hubungan
pendek.
Manusia yang lengah terhadap risiko dan SOP.
Bencana alam atau buatan manusia.
Rekomendasi
Penggunaan central stabilizer untuk menghindari over/under voltage.
Penggunaan stop kontak yang sesuai dengan kebutuhan (tidak berlebihan) hal ini
untuk menghindari terjadinya hubungan pendek dan kelebihan beban.
Pengaturan tata letak jaringan instalasi listrik termasuk kabel yang sesuai dengan
syarat kesehatan dan keselamatan kerja.
Perlindungan terhadap kabel dengan menggunakan pipa pelindung.
Kontrol terhadap kebisingan :
Idealnya ruang rapat dilengkapi dengan dinding kedap suara.
Di depan pintu ruang rapat diberi tanda " harap tenang, ada rapat ".
Dinding isolator khusus untuk ruang genset.
Hak-hal lainnya sudah termasuk dalam perencanaan konstruksi gedung dan tata
ruang.
Display unit (tata ruang dan letak) :
Petunjuk disain interior supaya dapat bekerja fleksibel, fit, luas untuk perubahan
posisi, pemeliharaan dan adaptasi.
Konsep disain dan dan letak furniture (1 orang/2 m²).
Ratio ruang pekerja dan alat kerja mulai dari tahap perencanaan.
Perhatikan adanya bahaya radiasi, daerah gelombang elektromagnetik.

Ergonomik aspek antara manusia dengan lingkungan kerjanya.


Tempat untuk istirahat dan shalat.
Pantry dilengkapi dengan lemari dapur.
Ruang tempat penampungan arsip sementara.
Workshop station (bengkel kerja).
Hygiene dan Sanitasi :
Ruang kerja
Memelihara kebersihan ruang dan alat kerja serta alat penunjang kerja.
Secara periodik peralatan/penunjang kerja perlu di up grade.
Toilet/Kamar mandi
Disediakan tempat cuci tangan dan sabun cair.
Membuat petunjuk-petunjuk mengenai penggunaan closet duduk, larangan
berupa gambar dll.
Penyediaan bak sampah yang tertutup.
Lantai kamar mandi diusahakan tidak licin.
Kantin
Memperhatikan personal hygiene bagi pramusaji (penggunaan tutup kepala,
celemek, sarung tangan dll).
Penyediaan air mengalir dan sabun cair.
Lantai tetap terpelihara.
Penyediaan makanan yang sehat dan bergizi seimbang. Pengolahannya tidak
menggunakan minyak goreng secara berulang.
Penyediaan bak sampah yang tertutup.
Secara umum di setiap unit kerja dibuat poster yang berhubungan dengan
pemeliharaan kebersihan lingkungan kerja.
Psikososial
Petugas keamanan ditiap lantai.
Reporting system (komunikasi) ke satuan pengamanan.
Mencegah budaya kekerasan ditempat kerja yang disebabkan oleh :

Budaya nrimo.
Sistem pelaporan macet.
Ketakutan melaporkan.
Tidak tertarik/cuek dengan lingkungan sekitar.
Semua hal diatas dapat diatasi melalui pembinaan mental dan spiritual secara
berkala minimal sebulan sekali.
Penegakan disiplin ditempat kerja.
Olah raga di tempat kerja, sebelum memulai kerja.
Menggalakkan olah raga setiap jumat.
Pemeliharaan
Melakukan walk through survey tiap bulan/triwulan atau semester, dengan
memperhitungkan risiko berdasarkan faktor-faktor konsekuensi, pajanan dan
kemungkinan terjadinya.
Melakukan corrective action apabila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan
ketentuan.
Pelatihan tanggap darurat secara periodik bagi pegawai.
Pelatihan investigasi terhadap kemungkinan bahaya bom/kebakaran/demostrasi/
bencana alam serta Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) bagi satuan
pengaman.
Aspek K3 perkantoran (tentang penggunaan komputer)
Pergunakan komputer secara sehat, benar dan nyaman :
Hal-hal yang harus diperhatikan :
Memanfaatkan kesepuluh jari.
Istirahatkan mata dengan melihat kejauhan setiap 15-20 menit.
Istirahat 5-10 menit tiap satu jam kerja.
Lakukan peregangan.
Sudut lampu 45º.
Hindari cahaya yang menyilaukan, cahaya datang harus dari belakang.
Sudut pandang 15º, jarak layar dengan mata 30 – 50 cm.
Kursi ergonomis (adjusted chair).
jarak meja dengan paha 20 cm
Senam waktu istirahat.
Rekomendasi
Perlu membuat leaflet/poster yang berhubungan dengan penggunaan komputer
disetiap unit kerja.
Mengusulkan pada Pusat Promosi Kesehatan untuk membuat
poster/leaflet.Penggunaan komputer yang bebas radiasi (Liquor Crystal Display).

PENUTUP
Dalam pelaksanaan K3 perkantoran perlu memperhatikan 2(dua) hal penting
yakni indoor dan outdoor. Baik perhatian terhadap konstruksi gedung beserta
perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode
pelaksanannya maupun terhadap jaringan elektrik dan komunikasi, kualitas
udara, kualitas pencahayaan, kebisingan, display unit (tata ruang dan alat),
hygiene dan sanitasi, psikososial, pemeliharaan maupun aspek lain mengenai
penggunaan komputer.
Hal diatas tidak hanya meningkatkan dari sisi kesehatan maupun sisi keselamatan
karyawan/pekerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerjanya.
Harapannya rekomendasi ini dapat dijadikan sebagai acuan ataupun
perbandingan dalam rangka meningkatkan pelaksanaan K3 khususnya di
perkantoran / perhotelan.

Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang
memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat
sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut
merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan
mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja
(zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai
upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus
dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi
keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum
K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata.
Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh
kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini
diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah
terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah
terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga
mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat
kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang
mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-
tingginya.
K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat
kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban
udara, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat
pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan,
kerusakan jaringan tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit,
kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen
perusahaan. K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan
jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan
jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain.
Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa
kecelakaan kerja.
Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di
Eropa, terutama Inggris, Jerman dan Prancis serta revolusi industri di
Amerika Serikat. Era ini ditandai adanya pergeseran besar-besaran
dalam penggunaan mesin-mesin produksi menggantikan tenaga kerja
manusia.
Pekerja hanya berperan sebagai operator. Penggunaan mesin-mesin
menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda
dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi
IndustriNamun, dampak penggunaan mesin-mesin adalah
pengangguran serta risiko kecelakaan dalam lingkungan kerja. Ini dapat
menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi pekerja. Juga dapat
menimbulkan kerugian material yang besar bagi perusahaan. Revolusi
industri juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawa-
senyawa kimia yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan
fisik dan jiwa pekerja (occupational accident) serta masyarakat dan
lingkungan hidup

Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian integral dalam


perusahaan. Pada era in kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai
kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan tanggung jawab
perusahaan. Pandangan ini diperkuat dengan konsep common law
defence (CLD) yang terdiri atas contributing negligence (kontribusi
kelalaian), fellow servant rule (ketentuan kepegawaian), dan risk
assumption (asumsi resiko) (Tono, Muhammad: 2002). Kemudian
konsep ini berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi
tanggung jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum
yang berada di luar lingkungan kerja.Dalam konteks bangsa Indonesia,
kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan kolonial
Belanda. Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak Pemerintah
Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan
penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910.
Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan beberapa
produk hukum yang memberikan perlindungan bagi keselamatan dan
kesehatan kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masing-
masing sektor ekonomi. Beberapa di antaranya yang menyangkut
sektor perhubungan yang mengatur lalu lintas perketaapian seperti
tertuang dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de
Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer
in Indonesia (Peraturan umum tentang pendirian dan perusahaan
Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia) dan Staatblad
1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi
Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement
(Peraturan Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan
sebagainya. Kepedulian Tinggi Pada awal zaman kemerdekaan, aspek
K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi bagian dari masalah
kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat dipahami karena
Pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi penataan
kehidupan politik dan keamanan nasional. Sementara itu, pergerakan
roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh pemerintah dan
swasta nasional.
K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan
semakin ramainya investasi modal dan pengadopsian teknologi industri
nasional (manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong pemerintah
melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan
masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja
sedangkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan
sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No. 14
Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga
Kerja tidak menyatakan secara eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan
sebagai norma kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus
melaksanakan program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi sangat
luas mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di
permukaan tanah, dalam air,di udara maupun di ruang angkasa.
Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai dengan
sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992 tentang
Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan
beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Selain sekor
perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan dengan K3 juga dijumpai
dalam sektor-sektor lain seperti pertambangan, konstruksi, pertanian,
industri manufaktur (pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi
saat ini, pembangunan nasional sangat erat dengan perkembangan isu-
isu global seperti hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup,
kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya sebatas kualitas
barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa. Banyak
perusahaan multinasional hanya mau berinvestasi di suatu negara jika
negara bersangkutan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap
lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap kaum pekerja dan
masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang
peduli terhadap K3, menempatkan ini pada urutanpertama sebagai
syarat investasi

Anda mungkin juga menyukai