Anda di halaman 1dari 275

WACANA FUNDAMENTALISME DALAM KITAB

“NIZHÂM AL-ISLÂM”
(ANALISIS WACANA KRITIS)

TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Magister Ilmu-Ilmu Humaniora (M. Hum)

oleh
RIQI SAFARI
NIM: 21140222000005

KONSENTRASI BAHASA DAN SASTRA ARAB


PASCASARJANA FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M.

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Tesis mahasiswa berikut ini :


Nama : Riqi Safari
NIM : 21140222000005
Program Studi : S2 Bahasa dan Sastra Arab
Judul Tesis : Wacana Fundamentalisme dalam Kitab
Nizhâm al- Islâm (Analisis Wacana Kritis)
Telah disetujui dan dinilai layak oleh pembimbing untuk diajukan dalam ujian
tesis

Jakarta,…………….
Pembimbing

Dr. Ahmad Saekhuddin, MA

ii
iii
KATA PENGANTAR

Alḥamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan


kesehatan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan tesis ini. Tanpa izin dan campur tangan-Nya, rasanya sulit bagi penulis
untuk kembali melanjutkan pendidikan pada jenjang strata II (S2) dan
menyelesaikan penulisan tesis ini. Shalawat dan salam juga dihaturkan kepada
Nabi Muhammad Saw, keluarga, dan para sahabat beliau.
Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, motivasi,
dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis merasa berhutang
budi dan ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Fahru roji dan Ibunda Mulyati yang telah
membesarkan, mendidik, dan selalu mendoakan penulis. Terima kasih atas kasih
sayang, doa, semangat, dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan pada jenjang strata II ini.

2. Bapak Prof. Dr. Sukron Kamil, M.A., selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih untuk motivasinya
agar kami dapat menghasilkan penelitian yang kontekstual dan multidisipliner.

3. Bapak Dr. Abdullah, M.Ag., selaku Ketua Program Magister Fakultas Adab
dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih untuk semua
bantuan dan motivasinya agar kami segera menyelesaikan studi S2.

4. Bapak Dr. Adib Misbachul Islam, M.Hum, selaku Sekretaris Program Magister
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih
untuk semua bantuannya terutama dalam hal administrasi dan pengaturan jadwal
ujian.

iv
5. Ibu Dr. Akhmad Saekhudin, M. Ag, selaku dosen pembimbing yang telah sabar
dan rela meluangkan waktu dan pikirannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis ini dengan baik. Tanpa masukan, perbaikan, dan bimbingan dari beliau, tesis
ini tidak akan mungkin bisa selesai seperti sekarang ini.

6. Bapak Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum, dan Ibu Dr. Darsita Suparno,
M. Hum, selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran
dalam penulisan tesis ini.

7. Para guru besar dan dosen pada Program Magister Bahasa dan Sastra Arab,
Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih
untuk segala ilmu, didikan, dan arahan yang telah diberikan.

8. Pemerintah Provinsi Jawa Barat, atas beasiswa yang telah diberikan sehingga
penulis dapat melanjutkan pendidikan strata II.

9. Petugas dan pengelola Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,


Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, serta
pengurus Perpustakaan Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10. Teman-teman, senior dan adik-adik di Program Magister Fakultas Adab dan
Humaniora

v
11. Teman-teman di Rumah Qurani.

12. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu tetapi telah
memberikan bantuan yang tidak terhingga kepada penulis.

Akhir kata, penulis berharap agar Allah Swt berkenan untuk membalas segala
kebaikan yang telah dilakukan. Semoga tesis ini membawa berkah dan manfaat
dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Ciputat, 10 Juli 2018

Riqi Safari

vi
ABSTRAK

Riqi Safari (NIM : 21140222000005) , “Wacana Fundamentalisme dalam Kitab


“Niẕâm al-Islâm” ”, Program Studi Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan
Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018, Pembimbing : Dr. Ahmad
Saekhuddin, M.A.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis teks, kognisi sosial, serta
konteks bentuk wacana fundamentalisme yang dibangun dalam kitab “niẕâm al-
Islâm. Penelitian ini menggunakan teori analisis wacana kritis. Penelitian ini
dilakukan dengan menganalisis struktur wacana teks. Struktur wacana teks
dianalisis dengan menggunakan beberapa metode penelitian yaitu metode analisis
wacana kritis model Teun A.van Dijk, metode padan intralingual, serta metode
padan ekstralingual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teks membuat
wacana negatif sebagai bentuk pernyataan tidak setuju terhadap pemikiran
nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, kerohanian, kapitalisme, demokrasi, dan
sosialisme komunisme, karena seluruh asas pemikiran tersebut tidak dapat
membangkitkan kehidupan umat manusia dan akan menghalangi proses
penegakkan sistem Dawlah Khilâfah Islâmiyyah. Namun teks berpandangan
positif terhadap asas pemikiran kepemimpinan ideologis Islam yang bertujuan
menegakkan sistem Dawlah Khilâfah Islâmiyyah, karena asas pemikiran tersebut
sebagai cita-cita perjuangan penulis teks dan kelompok keagamaan Hizbut Tahrir.
Secara konteks sosial kitab niẕâm al-Islâm bertujuan ingin merubah pemikiran,
sistem, dan hukum kufur yang telah mendominasi asas berfikir kaum muslimin ke
dalam kehidupan yang Islami di dalam Darul Islam (Negara Islam) dan
masyarakat Islam dengan ditegakkannya sistem Dawlah Khilâfah Islâmiyyah
berdasarkan sejarah politik Islam.

Kata Kunci : Analisis Wacana Kritis, Wacana Fundamentalisme, Kitab “Niẕâm


al-Islâm”

vii
ABSTRACT

Riqi Safari (NIM: 21140222000005), "Discourse on Fundamentalism in the


Book" Niẕâm al-Islâm "", Arabic Language and Literature Course, Faculty of
Adab and Humanities, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018, Advisor: Dr.
Ahmad Saekhuddin, M.A.

This study aims to know the analysis of texts, social cognition, and the context of
fundamentalism discourse form which is built in the book "niẕâm al-Islâm. This
research uses critical discourse analysis theory. This research is done by analyzing
text discourse structure. Text discourse structure is analyzed by using some
research method that is critical discourse analysis method of Teun A.van Dijk
model, intralingual pad method, and method of extralingual padan. The results of
this study indicate that the text makes negative discourse as a form of
disagreement with nationalist, tribal, religious, spiritual, capitalistic, democratic
and communist socialism because all of the principles of thought are derived
which can‟t raise the life of mankind and will obstruct the process enforcement of
Dawlah Khilâfah Islâmiyyah system. But the text positively views the ideological
ideology of Islamic leadership that aims to establish the system of Dawlah
Khilâfah Islāmiyyah, because of the principle of thinking as the ideals of the
struggle of the text writers and religious groups of Hizb ut-Tahrir. In the social
context of the book niẕâm al-Islâm aims to change the thoughts, systems, and
laws of kufr which have dominated the principle of thinking of muslims into
Islamic life in Darul Islam (Islamic State) and Islamic society by the
establishment of the system of Dawlah Khilâfah Islâmiyyah based on Islamic
political history .

Key Words: Critical Discourse Analysis, Discourse Fundamentalism, Book


"Niẕâm al-Islâm"

viii
‫ملخص البحث‬

‫ريقى سفرى (رقم القيد ‪ ،)2001222111112 :‬قسم اللغة العربية وآداهبا‪ ،‬كلية اآلداب والعلوم اإلنسانية‪،‬‬
‫جامعة شريف هداية اهلل اإلسالمية احلكومية جاكرتا‪ ،2102 ،‬حتت إشراف ‪ :‬أمحد سيخو الدين‬

‫يهدف هذا البحث اىل الكشف عن بناء خطاب أصولية يف كتاب نظام اإلسالم من حتليل النص‪ ،‬اإلدراك‬
‫اإل جتااع‪ ،،‬وسيا النص وهذا البحث يستخدم رريقة حتليل اطخطاب النقدى عند اان داي‪ ،،‬وهذ الطريقة‬
‫يع‬ ‫ِ‬
‫ستخدم لتحليل بناء اطخطاب النص‪ ،‬وتوصل هذا البحث اىل نتائج وه‪ ،‬ان كل من النص يشري اىل الراض ََج ُ‬ ‫تُ َ‬
‫الروابِ ِط ه‪ ،‬الرابطةُ الورنيَّةُ‪ ،‬الرابطةُ القوميَّةُ‪ ،‬الرابطةُ املصلَ ِحيَّةُ‪ ،‬الرابطةُ الر ِ‬
‫وحيَّةُ‪ ،‬الرأمساليّة‪ ،‬الدموقراريّة‪ ،‬االشرتاكيّة‬‫ُ‬ ‫َ‬
‫ُّهوض يف‬ ‫ِ‬
‫حني اليسريُ يف رريق الن ِ‬ ‫و‬ ‫‪،‬‬‫الفكر‬ ‫مبادئ‬ ‫َجيع‬ ‫على‬ ‫سليب أل ّّنم يتم احلصول‬
‫َ‬ ‫الشيوعيّة بشكل ّ‬ ‫ومنها ّ‬
‫احلياةِ اإلنسان‪ ،‬وسوف تعقن عالية تطبيق لتنظيم الدولة اطخالاة اإلسالمية ولكن ان كل من النص يشري اىل‬
‫إجياب‪ ،‬أل ّن‬
‫ّ‬ ‫القبول القيادة الفكرية يف اإلسالم الذي يهدف اىل قيام لتنظيم الدولة اطخالاة اإلسالميّة بشكل‬
‫أساس هذ الفكرة مهة يف جهاد مصنف هذا النص وارقة اإلسالمية ه‪ ،‬حزب التحرير وسيا اإلجتااعى‬
‫يهدف "كتاب نظام اإلسالم" اىل اإلقتالع األوااع ال ي أقامها الكاار املستعار جزورها‪ ،‬بتحرير األاكار‪،‬‬
‫والنظام‪ ،‬واحلكم من االحتالل الكاار حىت تستأنف احلياة اإلسالمية بإقامة الدولة اطخالاة اإلسالمية ال ي حتال‬
‫رسالة اإلسالم للعامل كااة على أساس التاريخ السياس‪ ،‬اإلسالم‪،‬‬

‫الكلاات املفتاحية ‪ :‬حتليل اطخطاب النقدى‪ ،‬خطاب أصولية‪ ،‬كتاب نظام اإلسالم‬

‫‪ix‬‬
PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada


pedoman transliterasi Arab-Latin berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB)
Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.158 tahun 1987
dan No.0543b/U/1987.

A. Konsonan
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

‫ا‬ Alif Tidak Tidak


dilambangkan dilambangkan
‫ب‬ Ba B Be

‫ت‬ Ta t Te

‫ث‬ Ṡa ṡ Es (dengan titik


di atas)
‫ج‬ Jim j Je

‫ح‬ Ḥa ḥ Ha (dengan titik


di bawah)
‫خ‬ Kha kh Ka dan Ha

‫د‬ Dal d De

‫ذ‬ Żai ż Zet (dengan titik


di atas)
‫ر‬ Ra r Er

‫ز‬ Zai z Zet

‫س‬ Sin s Es

‫ش‬ Syin sy Es dan Ye

‫ص‬ Ṣad ṣ Es (dengan titik


di bawah)
‫ض‬ Ḍad ḍ De (dengan titik
di bawah)
‫ط‬ Ṭa ṭ Te (dengan titik
di bawah)
‫ظ‬ Ẓa ẓ Zet (dengan titik
di bawah)
‫ع‬ „Ain „ Koma terbalik (di
atas)

x
‫غ‬ Gain g Ge

‫ف‬ Fa f Ef
Qaf q Qi

‫ك‬ Kaf k Ka

‫ل‬ Lam l El

‫م‬ Mim m Em

‫ن‬ Nun n En

‫و‬ Waw w We

‫ه‬ Ha h Ha

‫ء‬ Hamzah ' Apostrof

‫ي‬ Ya y Ye

B. Konsonan Rangkap
Konsonan rangkap (tasydid) ditulis rangkap.
Contoh : ‫مق ّدمة‬ = muqaddimah

‫املنورة‬
ّ ‫املدينة‬ = al-Madīnah al-munawwarah

C. Vokal Pendek
— Fatḥah A
— Kasrah I
— Ḍammah U

D. Vokal Panjang
‫—ا‬ ā

‫—ي‬ ī

‫—و‬ ū

xi
E. Vokal Rangkap (Diftong)
‫— ْي‬ Ai

‫—و‬ Au

F. Ta Marbutah
a. Ta marbutah yang berharkat sukun ditransliterasikan dengan huruf “h”.
Contoh : ‫مكة املكرمة‬ = makkah al-mukarramah

‫ = الشريعة اإلسالمية‬al-syarī‟ah al-Islāmiyyah

b. Ta marbutah yang berharkat hidup ditransliterasikan dengan huruf “t”.


Contoh : ‫ = احلكومة اإلسالمية‬al-ḥukūmatu al-Islāmiyyah

‫السنة املتواترة‬ = al-sunnatu al-mutawātirah

G. Hamzah
Huruf hamzah ( ‫ ) ء‬ditransliterasikan dengan tanda apostrof. Namun, ketentuan ini
hanya berlaku apabila huruf hamzah terletak di tengah dan akhir kata. Adapun
huruf hamzah yang terletak pada awal kata ditransliterasikan dengan huruf vokal.
Contoh : ‫ = ْإيان‬īmānun.

H. Lafzu al-Jalālah
Lafzu al-Jalālah (kata ‫ )اهلل‬yang berbentuk frase nomina ditransliterasikan tanpa

hamzah. Contoh : ‫„ = عبداهلل‬Abdullah.

I. Kata Sandang ‘al’


1. Kata sandang “al” tetap ditulis “al”, baik pada kata yang dimulai dengan huruf
qamariyah maupun syamsiyah.
Contoh : ‫األماكن املقدسة‬ = al-amākinu al-muqaddasah

‫السياسة الشرعية‬ = al-siyāsah al-syar‟iyyah

xii
2. Huruf “a” pada kata sandang “al” tetap ditulis dengan huruf kecil meskipun
merupakan nama diri.
Contoh : ‫ = املاوردى‬al-Māwardi

‫ = األزهر‬al-Azhar

3. Kata sandang “al” pada awal kalimat dan pada kata “Allah Swt, Qur‟an” ditulis
dengan huruf kapital.
Contoh : Al-Afgani adalah seorang tokoh pembaharu.
Saya membaca Al-Qur‟ān al-Karīm.

xiii
DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN
ABSTRAK ..........................................................................................................iii
PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................................vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................x
DAFTAR TABEL DAN BAGAN .....................................................................xiv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................1

B. Permasalahan .......................................................................10

1. Identifikasi Masalah ..........................................................10

2. Pembatasan Masalah .........................................................11

3. Perumusan Masalah ..........................................................11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...........................................11

D. Penelitian Terdahulu ....................................................12

E. Sistematika Penulisan ....................................................14

BAB II KERANGKA TEORI .............................................................16

A. Analisis Wacana melalui Pendekatan Kritis ........................16

1. Analisis Wacana Kritis (CDA) Melihat Wacana

Fundamentalisme dalam Teks Keagamaan................................17

2. Analisis Wacana Model Teun A.Van Dijk ............................31

3. Langkah-langkah Analisis Wacana

Model Teun A.Van Dijk ............................................................34

a. Level struktur teks ........................................................34

1. Tematik ..............................................................34

xiv
2. Skematik ..............................................................35

3. Latar ..............................................................36

4. Detil ..............................................................37

5. Maksud ..............................................................38

6. Koherensi ..............................................................38

7. Analisis Bentuk Kalimat ..........................................39

8. Analisis Elemen Kata Ganti ....................................39

9. Analisis Pilihan Kata ...............................................40

b. Level Kognisi Sosial ....................................................41

c. Level Analisis Sosial ....................................................43

1. Praktik Kekuasaan ...................................................44

2. Akses Mempengaruhi Wacana ................................45

d. Kerangka Analisis ........................................................46

B. Penafsiran Teks Keagamaan Kelompok HTI ........................48

1. Pemikiran HTI dalam Menafsirkan

Teks Keagamaan terkait Syariat Islam .................................48

2. Penafsiran HTI dalam Konteks Penegakkan

Sistem Pemerintahan Khilâfah Islamiyah ............................61

3. Perlakuan HTI terhadap Kelompok Non-Muslim ................67

4. Pemikiran HTI dalam Pembahasan Gender .........................68

5. Respon HTI dalam Menyikapi Pembubarannya ..................69

6. Sikap HTI terhadap Isu Terorisme

dan Gerakan Radikalisme ..................................................72

BAB III HIZBUT TAHRIR INDONESIA SEBAGAI

KELOMPOK GERAKAN FUNDAMENTALIS ISLAM ..................74

xv
A. Potret Profil Hizbut Tahrir Indonesia ........................................74

B. Hizbut Tahrir Indonesia Sebagai Gerakan

Fundamentalis Islam ..................................................................83

1. Bentuk Ideologi Hizbut Tahrir Indonesia ..............................78

2. Visi dan Misi HTI ..............................................................82

3. Basis Keanggotaan HTI .......................................................83

4. Sumber Dana dan Kongres HTI ...........................................86

C. Sekilas Penjelasan Kitab niẕâm al-Islâm ...................................88

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ...........................................95

A. Rancangan Penelitian ....................................................96

B. Metode Penelitian ....................................................96

C. Objek Penelitian ....................................................97

D. Sumber Data ....................................................97

E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...................................97

F. Instrumen Penelitian ....................................................98

G. Analisis Data ....................................................98

H. Tahap Analisis Data ..................................................102

I. Pelaksanaan Penelitian ..................................................102

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ............104

A. Analisis teks bentuk wacana fundamentalisme

yang dibangun dalam kitab “niẕâm al-Islâm” .......................106

a. Analisis Struktur Makro ..................................................107

1. Tema Umum ..................................................107

b. Skematik Teks terkait Judul Kepemimpinan

xvi
Ideologis dalam Islam ..................................................117

c. Aspek Semantik ..................................................137

1. Latar ..................................................137

2. Detil ..................................................144

3. Maksud ..................................................145

d. Aspek Sintaksis ..................................................150

1. Koherensi ..................................................150

2. Analisis Bentuk Kalimat ................................................164

3. Anaisis Kata ganti ..................................................171

e. Aspek Stilistika ..................................................175

1. Analisis Pemilihan Kata .................................................175

B. Analisis Kognisi Sosial dan Konteks

Wacana Fundamentalisme ..............................................206

a. Analisis Kognisi Sosial ........................................................206

b. Analisis Sosial ............................................................217

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................233

A. Kesimpulan ..................................................233

B. Saran ..................................................235

DAFTARPUSTAKA ...........................................................................xv
LAMPIRAN

xvii
DAFTAR BAGAN DAN TABEL

A. Bagan Hlm.
Bagan 1. Struktur Teks 33
Bagan 2. Elemen Wacana versi Van Dijk 41
Bagan 3. Kerangka analisis van Dijk 47
Bagan 4. Metodologi Penelitian 95
Bagan 5. Metode dan Teknik Pengumpulan Data 99
Bagan 6. Metode dan Teknik Analisis Data 101
Bagan 7. Pelaksanaan Penelitian 103

B. Tabel
Tabel 1. Pilihan kata yang dapat menggambarkan 211
secara konkret kognisi sosial penulis teks
niẕâm al-Islâm

xviii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Fungsi dari bahasa adalah sebagai alat komunikasi sosial. Di dalam
masyarakat ada komunikasi atau saling hubungan antaranggota. Untuk keperluan
itu digunakanlah suatu wahana yang dinamakan bahasa. Dengan demikian, setiap
masyarakat dipastikan memiliki dan menggunakan alat komunikasi sosial
tersebut. Tidak ada masyarakat tanpa bahasa, dan tidak ada pula bahasa tanpa
masyarakat. Dengan demikian, bahasa dapat menentukan corak suatu
masyarakat.1 Bahasa bersifat sistematis dibangun oleh sejumlah subsistem.2
Jenjang subsistem ini dalam linguistik dikenal dengan nama tataran linguistik atau
tataran bahasa. Jika diurutkan dari tataran yang terendah sampai tataran yang
tertinggi, dalam hal ini yang menyangkut ketiga subsistem struktural di atas
adalah tataran fonem, morfem, frase, klausa, kalimat, dan wacana.3 Kajian wacana
merupakan satuan bahasa yang lengkap sehingga dalam hierarki gramatikal
termasuk satuan gramatikal tertinggi di atas satuan kalimat. Sebagai satuan
tertinggi yang lengkap maka di dalam wacana itu terdapat konsep, gagasan,
pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana
tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apa pun. Sebuah
wacana dapat dibangun oleh beberapa kalimat, apabila wacana yang cukup besar
biasanya dibangun oleh beberapa paragraf. Setiap paragraf dibangun oleh
sejumlah kalimat yang saling berkaitan, yang membentuk sebuah “pikiran
pokok”, di mana terdapat sebuah kalimat pokok atau kalimat utama, ditambah
oleh sejumlah kalimat penjelas.4

1
Soeparno. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana
(Anggota IKAPI). 2013. H. 15-16
2
Abdul Chaer. Psikolinguistk Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. 2003. H. 30
3
Abdul Chaer. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. 2014. H. 36
4
Abdul Chaer. Kajian Bahasa Struktural Internal, Pemakaian dan Pembelajaran Jakarta:
Rineka Cipta. 2007. H. 62

1
Bahasa juga digunakan untuk beragam fungsi dan mempunyai berbagai
konsekuensi. Lagi pula bahasa sekaligus dikonstruksi dan mengonstruksi sehingga
fenomena yang sama bisa dideskripsikan dengan bermacam-macam cara. Ada
beragam variasi laporan atau cerita, ada yang memiliki makna harfiah, lebih
banyak konotatif daripada denotatif, ada pula yang bentuknya fiksi. Ada yang
berupa representasi namun ada juga yang virtual. Menjadi susah dipahami ketika
dalam bahasa ternyata terdapat retorika, manipulasi dan penyesatan. Bahasa
merupakan mekanisme kontrol sosial yang sangat kuat, maka bisa disanggah dan
patut diperdebatkan. Orang bisa dikenali dari kelompok mana karena penggunaan
bahasa. Maka studi wacana kritis sangat diperlukan.5
Para peneliti studi wacana kritis tertarik untuk mempelajari bagaimana
wacana mereproduksi dominasi sosial, yaitu penyalahgunaan kekuasaan oleh
suatu kelompok terhadap kelompok-kelompok yang lain, dan bagaimana
kelompok-kelompok yang didominasi berusaha melakukan perlawanan terhadap
penyalahgunaan kekuasaan itu melalui wacana juga. Jadi studi wacana kritis
bukan sekedar penelitian sosial atau politik, seperti pada ilmu-ilmu sosial-politik,
namun mengedepankan premis bahwa beberapa bentuk teks dan wicara bisa saja
tidak adil. Maka penelitian studi wacana kritis berusaha membongkar
ketidakadilan itu.6
Menyoroti diskursus “fundamentalisme” dan “modernisme” bukanlah
istilah yang berasal dari perbendaharaan kata dalam bahasa masyarakat-
masyarakat Muslim. Kedua istilah itu dimunculkan oleh kalangan akdemisi Barat
dalam konteks sejarah keagamaan dalam masyarakat mereka sendiri.
Modernisme, pada awalnya diartikan sebagai aliran keagamaan yang melakukan
penafsiran terhadap doktrin agama Kristen untuk menyesuaikannya dengan
perkembangan pemikiran modern. Fundamentalisme diartikan sebagai reaksi
terhadap modernisme. Fundamentalisme dianggap sebagai aliran yang berpegang

5
Haryatmoko, Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis) Landasan Teori,
Metodologi dan Penerapan. (Jakarta: Rajawali Pers. 2017). H. 78
6
Haryatmoko, Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis) Landasan Teori,
Metodologi dan Penerapan……… H. 78

2
pada “fundamen” agama Kristen melalui penafsiran terhadap kitab suci agama itu
secara rigid dan literalis. Istilah “modernisme” dan “fundamentalisme” kemudian
digunakan oleh sarjana-sarjana Orientalis dan pakar ilmu sosial dan kemanusiaan
Barat untuk membedakan dua kecenderungan pemikiran yang hampir sama
dengan apa yang dijumpai dalam agama Kristen itu, di dalam masyarakat yang
memeluk agama lain. Hal serupa juga mereka terapkan untuk mengamati
pemikiran keagamaan dalam masyarakat-masyarakat muslim. Akan tetapi
ilmuwan Barat dan ilmuwan Muslim tidak sama mengkategorikan kedua istilah
tersebut dalam perkembangan ilmu sosial dan kemanusiaan. Istilah “modernisme”
sering diganti dengan istilah-istilah “reformis”, “reawakening”, “renaissance”,
dan “renewal”. Sedangkan istilah “fundamentalisme” sering pula diganti dengan
istilah-istilah “revivalism”, “militancy”, reassertion”, “resurgence”, “activism”,
dan “reconstructionism”.7
Hasil dari pemikiran keagamaan fundamentalisme melahirkan radikalisme.
Gejala radikalisme tersebut yang muncul satu dekade terakhir-baik diarus global
maupun nasional-sebetulnya bukanlah fokus perhatian baru bagi kalangan
akademisi. Huntington (1996), salah satu profesor di Universitas Harvard,
berpandangan bahwa pasca perang dingin identitas budaya dan agama akan
menjadi sumber utama konflik di dunia yang ia sebut sebagai “benturan antar
peradaban” (the clash of civilization). Kekuatan ekonomi, politik, dan militer yang
dimiliki oleh peradaban barat, menurut Huntington, akan mengalami pergeseran
utama dengan munculnya “peradaban tandingan” lain: Islam (Muslim) dan
Konfusius (Sino). Kedua peradaban ini, lanjut Huntington, akan menjadi ancaman
bagi peradaban barat dibawah komando Amerika Serikat. Pendapat Huntington ini
tidak luput dari berbagai kritik yang diberikan oleh berbagai pihak.8

7
Yusril Ihza Mahendra, Modernisme dan Fundamentalisme dalam politik Islam (Jakarta:
Paramadina University, 1999), h. 5-6.
8
Sakti Wira Yudha, Radikalisme Kelompok Islam (Analisis Struktur-Agen Terhadap
Wacana Radikalisme Kelompok Islam Pasca-Orde Baru) (Depok: Universitas Indonesia, 2012) h.
1 Tesis pada Pascasarjana Universitas Indonesia, Konsentrasi Sosiologi.

3
Melihat fenomena radikalisme yang semakin kompleks, Indonesia sendiri
kini dilanda problem radikalisme Islam, baik secara pemikiran maupun gerakan.
Radikalisme Islam dalam bentuk pemikiran bisa dilihat dari HTI (Hizbut Tahrir
Indonesia) sebagai salah satu elemen gerakan Islam kontemporer di Indonesia
yang menjadi cabang dari Hizbut Tahrir Internasional. Alasannya, karena bagi
HTI, negara Indonesia adalah negara kafir, dan demokrasi adalah haram. HTI
menolak NKRI sebagai sebuah sistem politik nation state secara radikal dan juga
menolak demokrasi yang mulai diberlakukan kembali di Indonesia pasca Orde
Baru. Ia memang berbeda dengan JI (Jamaah Islamiyyah) yang radikal secara
tindakan. Jika menurut JI, karena Pemerintahan Indonesia kafir, maka boleh
diperangi, maka menurut HTI, negara ini meski kafir tidak harus diperangi, tetapi
didakwahi saja.9
Berhubungan dengan gerakan fundamentalisme Islam di Indonesia yang
rupanya tidak sekedar mengusung ide pelaksanaan syariat Islam tetapi juga
pembentukan negara Islam. Meskipun ide seperti ini tidaklah baru, mengingat
dulu DI pernah menelorkannya, hal itu sekarang ini telah mengalami revitalisasi
dengan hadirnya kelompok-kelompok baru selain DI, sehingga ide ini pun
mempunyai nuansa yang bervariasi. Selain itu, ada juga diantara gerakan
fundamentalis ini yang mempunyai pemikiran untuk mendirikan kekhalifahan
Islam yang bisa mewadahi seluruh umat Islam dalam berbagai bangsa, seperti
yang diperjuangkan oleh gerakan keagamaan fundamentalis politis Hizbut Tahrir
Indonesia. Meskipun dirasa agak utopis, pendirian kekhalifahan Islam ini menjadi
perhatian dan cita-cita mereka.10 Mereka juga menyadari bahwa menegakkan
khilâfah tidaklah semudah yang dibayangkan, karena selain wilayah yang sangat
luas (saentro dunia), juga karena adanya upaya pengerdilan pemikiran dan
perasaan umat Islam oleh pemikiran asing. Kesulitan ini semakin bertambah

9
Sukron Kamil, Bahasa dan Pola Keislaman Moderat: Kajian atas Kata
Serapan/Ambilan Arab dalam Buku “Himpunan Putusan Tarjih” Muhammadiyah (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta) h. 1
10
Afadlal dkk, Islam dan Radikalisme di Indonesia (Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia Press, 2005), h. 225

4
karena banyak pihak yang berupaya menegakkan khilâfah, namun mereka justru
terjerumus dalam kesalahan-kesalahan.11 Faktor lain yang menyebabkan khilâfah
sulit direalisasikan oleh Hizbut Tahrir Indonesia dengan tanpa keterlibatan mereka
dalam politik praktis (berparlemen), sehingga mereka tidak mempunyai agenda
politik yang jelas yang dapat membimbing mereka untuk mencapai tujuan akhir
pembentukan negara atau kekhalifahan Islam.12
Mengamati corak fundamentalisme sebagai aliran keagamaan yang
bersifat rigid dikemukakan oleh Daniel Pipes. Menurutnya, kaum fundamentalis
adalah “kelompok yang berkeyakinan bahwa shari‟ah adalah peraturan-peraturan
yang kekal dan abadi sepanjang zaman” tanpa perlu ditafsirkan ulang untuk
menyesuaikannya dengan perubahan zaman. Fazlur Rahman menambahkan
beberapa ciri lain terhadap fundamentalisme, yaitu “elan vital” (semangat yang
melahirkannya): semangat anti Barat. Kaum fundamentalis, menururt Rahman,
suka kepada slogan-slogan yang bercorak distinktif. Tetapi hakikatnya mereka
adalah kelompok “anti intelektual”. Pemikiran fundamentalis, tambah Rahman,
tidaklah berakar kepada al-Qur‟an dan budaya intelektual tradisional Islam.
Semangat anti Barat yang diperlihatkan oleh kaum fundamentalis juga terlihat
pada sikapnya yang mengutuk modernisme karena corak adaptasi dan akulturasi
aliran itu dengan budaya intelektual Barat.13
Menurut Taqiyyudin Al-Nabhani sendiri “Madaniyyah14 Barat yang
merupakan produk ẖaḏârah -nya, jelas tidak boleh diambil, karena bertentangan

11
Ainur Rofiq al-Amin, Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir di Indonesia
(Yogyakrta: LKiS, 2012), h. 40
12
Afadlal dkk…. h. 129-130
13
Yusril Ihza Mahendra, Modernisme dan Fundamentalisme dalam politik Islam (Jakarta:
Paramadina University, 1999), h.18-19
14
Madaniyah adalah bentuk-bentuk fisik dari benda-benda yang terindra yang digunakan
dalam berbagai aspek kehidupan. Madaniyah bisa bersifat khas, bisa pula bersifat umum untuk
seluruh umat manusia. Madaniyah yang bersifat khas yang dihasilkan dari ẖaḏârah contohnya
patung. Sedangkan madaniyah bersifat umum milik seluruh umat manusia bukan milik umat
tertentu contohnya perkembangan sains dan teknologi/industri. Lihat Taqiyuddin An-Nabhani,
Peraturan Hidup Dalam Islam (Jakarta: HTI-Press, 2012), h. 109

5
dengan ẖaḏârah Islam, baik dari segi asas dan pandangannya terhadap kehidupan
manusia. Ḫaḏârah15 Barat dibangun berdasarkan pemisahan agama dari
kehidupan dan pengingkaran terhadap peran agama dalam kehidupan. Hal ini
berakibat munculnya paham sekular, yaitu pemisahan agama dan urusan negara
suatu hal yang wajar bagi mereka yang memisahkan agama dari kehidupan dan
mengingkari keberadaan agama dalam kehidupan. Di atas landasan inilah mereka
tegakkan sendi-sendi kehidupan beserta peraturan-peraturannya. Kehidupan
menurut mereka hanya untuk meraih manfaat/maslahat. Manfaat menjadi ukuran
bagi setiap perbuatan mereka. Manfaat merupakan dasar tegaknya sistem dan
ẖaḏârah Barat, tidak ada nilai lain selain manfaat.16 Berkaca kepada istilah
konstitusi17 meskipun berasal dari Barat, akan tetapi makna konstitusi diadopsi
oleh Hizbut Tahrir, karena tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam.
Hanya saja, konstitusi Barat lahir dari ide sekulerisme, sedangkan konstitusi Islam
lahir dari al-Quran dan Sunnah. Bahkan, penyusunan konstitusi syari‟ah18 yang

15
Haḏarah sekumpulan mafahim (ide yang dianut dan mempunyai fakta) tentang
kehidupan. Perbedaan antara ẖaḏârah dengan madaniyah harus selalu diperhatikan. Begitu pula
harus diperhatikan perbedaan antara bentuk-bentuk madaniyah yang menjadi produk suatu
ẖaḏârah, dengan bentuk-bentuk madaniyah yang merupakan produk sains dan teknologi/industri.
Lihat Taqiyuddin An-Nabhani, Peraturan Hidup Dalam Islam (Jakarta: HTI-Press, 2012), h. 109-
110
16
Taqiyuddin An-Nabhani, Peraturan Hidup Dalam Islam (Jakarta: HTI-Press, 2012),
hlm. 110
17
Konstitusi adalah undang-undang dasar negara yang memuat pokok-pokok aturan yang
melandasi seluruh perundang-undangan negara. Sedangkan undang-undang negara (qanun) adalah,
seperangkat undang-undang yang lahir dari aturan-aturan yang termaktub dalam undang-undang
dasar negara. Lihat Syamsuddin Ramadlah, Menegakkan Kembali Khilâfah Islamiyyah, h. 98
18
Hasil dari konstitusi syari‟ah masyarakat bisa memahami secara global sistem
pemerintahan, politik dalam negeri, sistem pendidikan, sistem ekonomi, sistem peradilan, sistem
pertahanan dan keamanan negara Islam, serta sistem-sistem lainnya. Untuk itu, konstitusi syari‟ah
harus mengandung pokok-pokok aturan yang menjelaskan seluruh kegiatan pemerintahan, pola
hubungan pemerintah dengan rakyat, serta hal-hal yang berhubugan dengan tingkah laku
pemerintahan. Syamsuddin Ramadlah, Menegakkan Kembali Khilâfah Islamiyyah, h. 99

6
diadopsi oleh Hizbut Tahrir ini hanya selalu didasarkan kepada al-Quran, Sunnah,
Ijma‟ Sahabat19, dan Qiyas.20
Pembahasan mengenai hukum syar‟a, menurut HTI hukum syar‟a adalah
khitab Syari‟ (seruan Allah sebagai pembuat hukum) yang berkaitan dengan amal
perbuatan manusia, baik itu berupa ketetapan yang sumbernya pasti (qaṯ‟I tsubut)
seperti Al-Quran dan Hadits mutawatir, maupun ketetapan yang sumbernya masih
dugaan kuat (zhanni tsubut) seperti hadits yang bukan tergolong mutawatir.
Apabila sumber ketetapannya pasti, maka perlu dicermati; yaitu jika penunjukan
dalilnya bersifat pasti (qaṯ‟i al-dilâlah), maka hukum yang dikandungnya pasti.
Misalnya jumlah rakaat shalat farḏu yang kesemuanya bersumber dari hadits
mutawâtir. Begitu juga dengan hukum haramnya riba, potong tangan bagi
pencuri, atau hukum jilid bagi pezina. Tidak ada tafsiran lain yang ditunjukannya
kecuali satu ketetapan pasti.21
Di negara Indonesia sendiri terdapat setidaknya tiga corak pemahaman
terhadap syariat. Pertama kelompok terbesar di Indonesia memahami syariat
sebagai fikih yang berkaitan dengan praktik-praktik ritual keagamaan seperti cara

19
Dalil paling jelas untuk konstitusi syari‟ah, atau legalisasi hukum syara‟ tertentu oleh
kepala negara, adalah ijma‟ sahâbat. Legalisasi hukum tertentu oleh kepala negara sudah akrab
sejak masa khulafaurRasyidin. Abu Bakar pernah meneteapkan hukum syara‟ tertentu pada kasus
pembagian harta, dan talak. Abu Bakar membagi harta kepada kaum muslimin dengan kadar dan
ukuran yang sama, tanpa memilahkan mana yang masuk Islam terlebih dahulu dan mana yang
terakhir. Dalam masalah talak, Abu Bakar menetapkan bahwa ucapan talak tiga tetap jatuh sebagai
talak satu. Berbeda dengan Umar bin Khattab pernah membagi harta kepada kaum muslimin siapa
yang masuk Islam terlebih dahulu diberi bagian yang lebih besar. Umar juga menetapkan ucapan
talak tiga jatuh sebagai tiga kali talak. Umar juga menetapkan tanah-tanah yang ditaklukkan lewat
peperangan sebagai ghanimah untuk pemasukan Baitul Maal, bukan dibagi-bagikan kepada
pasukan yang ikut berperang. Lihat Syamsuddin Ramadlah, Menegakkan Kembali Khilafah
Islamiyah, hlm. 9 dan lihat juga Taqiyuddin An-Nabhani, Peraturan Hidup Dalam Islam, h. 140-
141
20
Syamsuddin Ramadlah, Menegakkan Kembali Khilafah Islamiyah (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 2003), h. 98
21
Taqiyuddin An-Nabhani, Peraturan Hidup Dalam Islam (Jakarta: HTI-Press, 2012), h.
127-128

7
berwuḏu, shalat, puasa dan lain sebagainya. Kedua melihat syariat sebagai nilai-
nilai Islam universal, yakni keadilan, demokrasi, persamaan, dan sebagainya.
Mereka yang meyakini hal tersebut adalah dari kalangan Islam moderat. Ketiga
adalah kelompok yang memandang syariat sebagai hukum positif, yang
menghendaki penerapan dalam ranah politik-kenegaraan. Diantara kelompok yang
memiliki tujuan tersebut adalah Hizbut Tahrir yang terkenal dengan
semboyannya, “selamatkan Indonesia dengan syariat”. Bagi mereka, akar dari
semua permasalahan di Indonesia dewasa ini adalah tidak dilaksanakannya syariat
Islam. Mereka percaya bahwa syariat dapat menyelesaikan permasalahan yang
ada. Sekarang ini masyarakat muslim hidup dalam sistem yang tidak sesuai
dengan ajaran-ajaran Islam. Menurut mereka melaksanakan syariat dalam
kehidupan merupakan kewajiban yang tidak perlu dibantah lagi (ma‟lumin min al-
din bi al-ḏarȗrah).22
Pembahasan moderatisme Islam, dimana inti Islam menurut Sunni terletak
pada kemaslahatan atau dalam bahasa harfiah Qur‟an “rahmat bagi semesta” pun
sering menjadi tidak tampak. Hal ini terjadi karena kelakuan dalam pola pikir
keagamaan kaum fundamentalis semisal HTI, dan terutama fundamentalis jihadis
seperti JI. Bahkan kelakuan dalam pola pikir keagamaan juga terjadi di tingkat
masyarakat Muslim akar rumput biasa. Mereka menekankan sisi luar keagamaan
dan teks harfiah ayat atau hadits yang tidak ditafsirkan oleh ayat atau hadits lain.
Bahkan acap kali pemahaman keagamaan mereka, terutama kaum fundamentalis
diatas keliru. Agama kemudian disalah tafsirkan yang berawal antara lain dari teks
bahasa keagamaan.23
Pada kasus yang berbeda, pandangan terhadap kelompok lain HTI berbeda
dengan NII yang mengkafirkan kelompok lain, HTI tampak moderat dalam
pandangannya terhadap organisasi lain. HTI tidak mengklaim dirinya sebagai

22
Saiful Mujani dkk, Benturan Peradaban Sikap dan Perilaku Islamis Indonesia
terhadap Amerika Serikat (Jakarta: PPIM UIN Jakarta, 2005), h. 144-164
23
Sukron Kamil, Bahasa dan Pola Keislaman Moderat: Kajian atas Kata
Serapan/Ambilan Arab dalam Buku “Himpunan Putusan Tarjih” Muhammadiyah (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta) h. 2

8
yang paling benar. Pengertian umat yang diambil dari Quran, ummatun, bersifat
general tidak mengacu pada satu kelompok, yang penting organisasi itu memiliki
asas dan visi Islami. HTI mengakui perbedaan pendapat/ikhtilâf dikalangan umat
Islam. Sikap dan pendapat yang berbeda pada suatu masalah yang dianggap
cabang agama (furȗ῾iyyah). Meskipun demikian, dalam hal ini ada keharusan
untuk mengambil pendapat yang lebih kuat dalilnya. Bahkan ketika sudah
menyangkut prinsip, sikap tegas dan mungkin benar dan salah harus dilakukan.
Dalam hal ini sikap liberal dan dukungannya terhadap sekularisme, misalnya,
dianggap masuk dalam wilayah prinsip itu sehingga penilaiannya menjadi hanya
benar dan salah.24
Melihat pro dan kontra pemikiran kelompok keagamaan Hizbut Tahrir
Indonesia terhadap wacana fundamentalisme keagamaan, maka perlu
mendapatkan perhatian lebih untuk dikaji lebih mendalam dalam bingkai
penelitian. Kajian tersebut akan lebih objektif diteliti secara langsung melalui
pembacaan terhadap kitab keagamaan yang diterbitkan langsung oleh Hizbut
Tahrir. Fokus pembacaan dalam penelitian ini yaitu menganalisis wacana
fundamentalisme dalam kitab niẕâm al-Islâm (Peraturan Hidup dalam Islam)
melalui pendekatan wacana kritis.

24
Afadlal dkk, Islam dan Radikalisme di Indonesia (Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia Press, 2005), h. 278-279

9
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, landasan
teoritis, dan kasus-kasus pemikiran dalam wacana fundamentalisme keagamaan
kelompok Hizbut Tahrir Indonesia akhir-akhir ini terindikasi mengganggu
keutuhan NKRI, karena mereka ingin merubah NKRI, Pancasila, UUD 1945,
Bhineka Tunggal Ika, dan demokrasi (pilar-pilar negara). Oleh sebab itu, muncul
permasalahan-permasalahan yang penting dan pokok untuk dikaji dalam
penelitian ini, yaitu:

1. Identifikasi Masalah25
a. Apakah benar tuduhan pemerintah NKRI terkait wacana pemikiran
fundamentalisme Hizbut Tahrir Indonesia ingin merubah NKRI, Pancasila, UUD
1945, Bhineka Tunggal Ika, dan demokrasi (pilar-pilar negara), ketika dirujuk
dalam kitab niẕâm al-Islâm yang dipublikasikan oleh kelompok Hizbut Tahrir
Indonesia. Sedangkan mereka sendiri faktanya menggunakan kendaraan sistem
demokrasi yang digunakan NKRI. Buktinya HTI dapat dengan bebas
mengungkapkan pendapat mereka tentang formalisasi hukum syari‟ah dibawah
ideologi khilâfah Islâmiyyah yang mereka gembor-gemborkan, bahkan mereka
dengan bebas mengkritik sistem pemerintahan NKRI yang sah.
b. Kenapa kelompok fundamentalis Hizbut Tahrir Indonesia terdaftar
sebagai ormas Islam yang legal di NKRI, Padahal mereka sejatinya anti dengan
demokrasi dan NKRI.
c. Kenapa kelompok fundamentalis Hizbut Tahrir Indonesia sangat
bersungguh-sungguh dalam menegakkan syari‟ah Islam dalam sistem khilâfah
Islâmiyyah, Padahal mereka sendiri menyadari tidaklah mudah menegakkan
syari‟ah Islam dalam sistem khilâfah Islâmiyyah, karena cakupan wilayah yang
luas dan tidak sesuai dengan konteks NKRI yang plural dan toleran.

25
Identifikasi menurut KBBI yaitu; 1. Tanda kenal diri, bukti diri. 2. Penentu atau
penetepan identitas seseorang, benda, dsb. Dalam hal ini yaitu menentukan masalah-masalah
secara spesifik untuk dikaji dalam penelitian.

10
2. Pembatasan Masalah
Fokus dari kajian ini adalah menganalisis bentuk wacana fundamentalisme
dalam kitab “niẕâm al-Islâm (Peraturan Hidup dalam Islam)”. Untuk
memfokuskan pembahasan secara lebih mendalam, penulis membatasi masalah
penelitian wacana fundamentalisme dalam kitab “niẕâm al-Islâm terkait judul
tentang:
.َ‫ ثإلعال‬ٟ‫ّز ف‬٠‫جدر ثٌفىش‬١‫ثٌم‬

3. Perumusan Masalah
Permasalahan-permasalahan yang pokok di atas selanjutnya dapat
dijadikan rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1). Bagaimana bentuk wacana fundamentalisme yang dibangun dalam
kitab “niẕâm al-Islâm (Peraturan Hidup dalam Islam)?
2). Bagaimana kognisi sosial dan konteks kitab “niẕâm al-Islâm (Peraturan
Hidup dalam Islam)?
Untuk bisa menjawab pertanyaan di atas, yaitu dengan membaca dan
menganalisis wacana fundamentalisme dalam buku “niẕâm al-Islâm (Peraturan
Hidup dalam Islam)” yang diterbitkan langsung oleh HTI, pisau analisis yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan wacana kritis model Teun A. van
Dijk.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Melihat rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penulisan tesis ini yaitu:
1. Menghasilkan dan mengetahui bentuk wacana fundamentalisme yang dibangun
dalam kitab “niẕâm al-Islâm (Peraturan Hidup dalam Islam)
2. Menghasilkan dan mengetahui kognisi sosial dan konteks kitab “niẕâm al-Islâm
(Peraturan Hidup dalam Islam).

11
Sedangkan manfaat penulisan riset ini yaitu:
1. Menambah khazanah keilmuan kajian linguistik yang interdisipliner dalam kajian
wacana kritis dan kebahasaan.
2. Memberikan kontribusi referensi ilmiah dalam kajian gerakan keagamaan
fundamentalis modernis khususnya dalam riset penafsiran keagamaannya.

D. Penelitian Terdahulu
Untuk mendapatkan penelitian yang berkualitas dan komprehensif, maka penulis
akan memaparkan riset-riset terdahulu yang menjadi acuan dalam riset ini.
Riset-riset terdahulu yang berhubungan dengan studi Kebahasan dengan
tema analisis wacana, terutama menggunakan pendekatan wacana kritis terkait
wacana fundamentalisme dengan korpus kitab “niẕâm al-Islâm masih belum ada.
Namun, ada beberapa riset terkait analisis wacana dan wacana pendekatan kritis,
yaitu:
Analisis Wacana Konferensi Khilafah Internasional 2007. Hasil penelitian
ini ditulis oleh Ernawati di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta
tahun 2010. Peneliti menganalisis rubrik liputan khusus yang berkaitan dengan
acara Konferensi Khilafah Internasional 2007, penelitian ini menggunakan
pendekatan kontruktivisme model Teun Van Dijk yang menekankan pada teks,
kognisi sosial, dan konteks sosial. Penelitian ini melihat bagaimana proses
produksi dari sebuah teks, dengan pandangan bahwa penulis yang memberikan
makna pada teks atau tulisan. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian tesis
ini yang akan meneliti tentang wacana fundamentalisme dalam kitab “niẕâm al-
Islâm melalui analisis wacana kritis model Teun Van Dijk.
“Bahasa Advokasi Media Islam di Indonesia: Analisis Wacana Kritis”.
Disertasi ini ditulis oleh Ayub Khan di Program Studi Linguistik, Fakultas Sastra,
Universitas Hasanuddin tahun 2012. Peneliti menggunakan analisis wacana kritis
model Roger Fowler dan Teun Van Dijk, dalam disertasinya ia meneliti bahasa
media Islam Sabili, Hidayatullah, dan Media Umat. Pendekatan analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendektan dengan teori kritis memandang
media sebagai instrument ideologi. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian

12
tesis ini yang akan meneliti tentang wacana fundamentalisme dalam kitab “niẕâm
al-Islâm melalui analisis wacana kritis model Teun Van Dijk.
“Radikalisme Kelompok Islam (Analisis Struktur-Agen Terhadap Wacana
Radikalisme Kelompok Islam Pasca-Orde Baru)” Tesis ditulis oleh Sakti Wira
Yudha pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Poitik Departemen Sosiologi tahun 2012. Tesis ini adalah hasil penelitian
kualitatif dengan studi dokumen sebagai teknik utamanya yang mengidentifikasi
wacana radikalisme kelompok Islam, sekaligus melakukan kritik metodologis
serta konstruksi model analisis dan skenario radikalisme. Gagasan mengenai
konstruksi wacana radikalisme-secara implisit-melekat dengan Islam dan seolah-
olah hal memiliki operasi biner dengan Barat. Konsepsi pengetahuan terkait
radikalisme yang diadopsi oleh setiap agen memungkinkan mereka untuk
melakukan sebuah proses reproduksi pengetahuan mengenai wacana radikalisme.
Setiap agen justru tidak sekedar melakukan upaya mereproduksi pengetahuan
menegenai wacana radikalisme, melainkan elaborasi pengetahuan dengan
berusaha mengkonstruksi indikator dan parameter radikalisme. Tipologi, model
analisis, dan skenario tentang radikalisme kelompok Islam menjadi alternatif
pilihan bagi deteksi dini radikalisme.26 Tesis tersebut membahas wacana
radikalisme kelompok Islam Pasca Orde Baru, berbeda dengan tesis ini yang
secara spesifik membahas wacana fundamentalisme dalam kitab “niẕâm al-Islâm
melalui analisis wacana kritis model Teun Van Dijk.
“NU dan Wacana Radikalisme Agama (Analisis Terhadap Majalah
Risalah Tahun 2011-2012)”. Jurnal ditulis Arsam di jurnal Dakwah dan
Komunikasi KOMUNIKA tahun 2012. Risalah adalah majalah bulanan, dimana
majalah ini tiap bulan terbit satu kali. Majalah ini diterbitkan oleh Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama, seluruh tokoh-tokoh Nahḏatul Ulama masuk dalam jajaran
kepengurusan yang ada dalam majalah ini dan sekaligus sebagai kontributornya.
NU melalui Risalah sangat tertarik untuk mengangkat wacana radikalisme agama,

26
Sakti Wira Yudha, Radikalisme Kelompok Islam (Analisis Struktur-Agen Terhadap
Wacana Radikalisme Kelompok Islam Pasca-Orde Baru), Tesis pada Program Pascasarjana
Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Sosiologi 2012.

13
mengkrtiik gerakan yang dilakukan dengan cara kekerasan dan memberikan
wacana solusi untuk mengatasi masalah radikalisme agama. Dari sekian wacana
yang dibangun Nahḏatul Ulama melalui Risalah, serta kontributornya yang
semuanya berasal dari pengusrus PBNU, maka mengarah kepada ideologi
ahlussunnah waljamaah yang humanis transendental lebih mengedepankan sikap
Moderat, tasamuh, tawasut, toleran dan amar ma‟ruf nahi mungkar dalam
kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 27 Riset tersebut
membahas wacana radikalisme dengan korpus majalah Risalah tahun 2011-2012,
sedangkan tesis ini akan membahas wacana fundamentalisme melalui pendekatan
wacana kritis dengan menggunakan korpus kitab “niẕâm al-Islâm.

E. Sistematika Penulisan
Dalam riset ini, penulis akan memberikan gambaran tentang isi penelitian
secara utuh dan komprehensif, agar pembaca dapat memahami secara jelas sketsa
penelitian. Penulis membagi sistematika penulisan dalam riset menjadi VI BAB.
BAB I terdiri dari Latar Belakang Masalah, Permasalahan, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, Penelitian terdahulu, Sistematika Penulisan.
BAB II, Peneliti menjelaskan kerangka teori yang terdiri dari:
Pembahahasan Analisis Wacana Melalui Pendekatan Kritis, Pembahasan Analisis
Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) ketika Melihat Wacana
Fundamentalisme Islam dalam Teks Keagamaan, Analisis Wacana Model Teun
A. Van Dijk, Pembahasan Penafsiran Teks Keagamaan Kelompok Hizbut Tahrir
Indonesia.
BAB III, Penulis akan memberikan sketsa Hizbut Tahrir Indonesia
meliputi seluruh yang menggambarkan Hizbut Tahrir Indonesia secara
komprehensif.
BAB IV, Penulis akan membahas tentang Metodologi Penelitian yang
dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana proses dan prosedur yang dilakukan
dalam penelitian ini. Pembahasan metodologi penelitian mencakup rancangan
27
Arsam, NU dan Wacana Radikalisme Agama (Analisis Terhadap Majalah Risalah
Tahun 2011-2012) Jurnal Dakwah dan Komunikasi KOMUNIKA

14
penelitian, metode penelitian, objek penelitian, sumber data, metode dan Teknik
pengumpulan data, intrumen penelitian, analisis data, tahap analisis data, dan
pelaksanaan penelitian.
BAB V, Penulis akan membahas analisis wacana teks dan kognisi sosial
serta konteks wacana fundamentalisme diproduksi dalam Kitab Nizhâm Al-Islâm.
Pembahasan mengenai analisis wacana kritis ini akan mencakup pembahasan
mengenai struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro dari teks yang
dianalisis. Hasil analisis tersebut untuk mengungkap kognisi sosial serta konteks
wacana fundamentalisme diproduksi.
BAB VI, Peneliti akan memberikan Kesimpulan dan Saran dari hasil
penelitian tentang bentuk Wacana Fundamentalisme dalam Kitab Nizhâm Al-
Islâm.

15
BAB II
KERANGKA TEORI

Pada bab ini, penulis akan menguraikan tema-tema mengenai teori yang
mendukung riset ini, sehingga dapat memberikan beberapa penjelasan secara
komprehensif tentang kajian wacana fundamentalisme dan pola penafsiran
keagamaan Hizbut Tahrir Indonesia dalam kitab “niẕâm al-Islâm (Peraturan
Hidup dalam Islam)”. Tema-tema tersebut diantaranya, Analisis Wacana melalui
Pendekatan Kritis, Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) Melihat
Wacana Fundamentalisme Islam dalam Teks Keagamaan, Analisis Wacana Model
Teun A.Van Dijk, Langkah-Langkah Analisis Wacana Kritis Model Teun A. Van
Dijk serta Penafsiran Teks Keagamaan Kelompok Fundamentalis HTI.

A. Analisis Wacana melalui Pendekatan Kritis


Diantara analisis wacana yang dikembangkan yaitu melalui pendekatan kritis.
Pendekatan kritis yaitu pendekatan yang memusatkan perhatian terhadap
pembongkaran aspek-aspek yang tersembunyi di balik sebuah kenyataan yang
tampak (virtual reality) guna dilakukannya kritik dan perubahan (critique and
transformation) terhadap struktur sosial.28 Pendekatan kritis biasa disebut juga
dengan analisis wacana kritis. Asumsi dasar studi wacana kritis ialah bahwa
bahasa digunakan untuk beragam fungsi dan bahasa mempunyai berbagai
konsekuensi. Bisa untuk memerintah, memengaruhi, mendeskripsi, mengiba,
memanipulasi menggerakkan kelompok atau membujuk.29
Dalam analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis/CDA), wacana di
sini tidak dipahami semata sebagai studi bahasa. Pada akhirnya, analisis wacana
memang menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, tetapi bahasa yang
dianalisis di sini agak berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian linguistik

28
Aris Badara, Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana
Media. (Jakarta: Kencana). H. 64
29
Haryatmoko, Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis): Landasan Teori,
Metodologi dan Penerapan. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada). H. 77

16
tradisional. Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek
kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Konteks di sini berarti
itu dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik
kekuasaan.30
1. Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) Melihat Wacana
Fundamentalisme Islam dalam Teks Keagamaan
Ketika teks dihadirkan dan muncul bukan suatu ruang hampa yang mandiri.
Akan tetapi, teks dibentuk dalam suatu praktik diskursus, suatu praktik wacana.31
Dalam dimensi teks yang dilihat bukan hanya struktur teks yang mikro (kosakata,
kalimat, proposisi, dan paragraf), tetapi dilihat juga suatu teks diproduksi oleh
individu/kelompok pembuat teks, dan teks dihubungkan lebih jauh dengan
struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat atas suatu
wacana.32 Faktor ini yang menjadi landasan dari analisis wacana kritis (CDA)
dalam melihat wacana teks.
Dalam riset ini, penulis ingin melihat bentuk wacana fundamentalisme dalam
kitab “niẕâm al-Islâm yang diterbitkan dan dikonsumsi oleh kelompok HTI.
Melalui CDA ini supaya dapat terlihat maksud dibalik wacana fundamentalisme
tersebut, dilihat dari dimensi teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Selanjutnya,
dapat diketahui bentuk pola penafsiran keagamaannya.
Pembahasan ini diawali dengan mengungkap definisi terlebih dahulu terkait
fundamentalisme. Menurut Azyumardy Azra fundamentalisme adalah istilah relatif
baru dalam kamus Peristilahan Islam. Istilah “fundamentalisme Islam” di
kalangan Barat mulai populer berbarengan dengan terjadinya Revolusi Islam Iran
pada 1979, yang memunculkan kekuatan Muslim Syi‟ah radikal dan fanatik yang
siap mati melawan the great setan, Amerika Serikat. Setelah Revolusi Islam Iran,
istilah fundamentalisme Islam digunakan untuk menggeneralisasi berbagai
gerakan Islam yang muncul dalam gelombang yang sering disebut sebagai
“kebangkitan Islam” (Islamic revival). Fundamentalisme merupakan fenomena

30
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media…… H. 7
31
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media…… H. 222
32
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media…… H. 225

17
yang tidak terbatas pada agama; terdapat pula “fundamentalisme dalam bidang
politik, sosial dan budaya. Kalangan muslim tertentu keberatan dengan istilah
“fundamentalisme”, terutama atas dasar konteks historis istilah ini dengan
“fundamenlisme Kristen. Karena itu, sebagian mereka menggunakan istilah
ushuliyyun untuk menyebut “orang-orang fundamentalis”, yakni mereka yang
berpegang kepada fundamen-fundamen pokok Islam sebagaimana terdapat dalam
al-Qur‟an dan al-Hadits. Pengertian lain yaitu kembali kepada fundamen-
fundamen keimanan, penegakkan kekuasaan politik ummah, dan pengukuhan
dasar-dasar otoritas yang abash (syari‟ah al-hukm).33
Istilah fundamentalis Islam diatas diperkuat oleh kelompok fundamentalis
yang berbahasa Arab menggunakan beberapa istilah untuk menyebut diri mereka.
Diantaranya; “ushuliyyah al-Islâmiyyah” (dasar-dasar Islam), “shahwah al-
Islâmiyah” (kebangunan Islam), atau “al-ba‟ts al-Islâmi” (kebangkitan Islam).
Akan tetapi, kelompok-kelompok yang kurang simpati, menyebutnya dengan
istilah “muta‟ashibȋn” (orang-orang fanatik) atau pun “mutaẖarrifȋn” (orang-
orang radikal). Pemerintah Indonesia secara khusus menggunakan istilah “ekstrim
kanan” untuk menyebut kelompok fundamentalis. Kelompok ini dituduh ingin
mengganti “negara Pancasila” dengan “negara Islam”. Di Malaysia, menggunakan
istilah “puak pelampau” (orang-orang ekstrim) atau “puak pengganas” (orang-
orang kejam) telah lazim digunakan media massa untuk menyebut kelompok
fundamentalis.34
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, fundamentalisme yaitu paham
yang cenderung untuk memperjuangkan sesuatu secara radikal.35 Menurut Yusuf
al-Qaradhawi yang dikutip Dede Rodin, faktor utama munculnya radikalisme
dalam beragama adalah kurangnya pemahaman yang benar dan mendalam atas
esensi ajaran Islam itu sendiri dan pemahaman literalistik atas teks-teks agama.
Kita lihat rata-rata kelompok pemikir Islam Fundamentalis melakukan

33
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam Dari Fundamentalisme, Modernisme,
Hingga Post-Modernisme (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 107-109
34
Yusril Ihza Mahendra, Modernisme dan Fundamentalisme dalam politik Islam……h. 9
35
KBBI digital Departemen Pusat Bahasa Nasional 2016, entri Fundamentalisme

18
kekerasan/radikal baik secara tindakan maupun pemikiran seringkali merujuk
pada teks-teks agama al-Qur‟an dan hadits Nabi Muhammad SAW, yang
dijadikan legitimasi dan dasar tindakannya. Padahal inti ajaran Islam yaitu
mengajarkan nilai-nilai toleransi (tasamuh), keadilan („adl), kasih sayang
(rahmat), dan kebijaksanaan (hikmah), serta rahmat bagi semesta alam yang
mengakui kemajemukan keyakinan dan keberagamaan.36
Sedangkan menurut Ruslani, fundamentalisme dapat diartikan sebagai
“sebuah pandangan yang ditegakkan di atas keyakinan, baik yang bersifat agama,
politik dan budaya, yang dianut oleh pendiri yang menanamkan ajaran-ajarannya
di masa lalu dalam sejarah. Dalam definisi ini, terdapat beberapa konotasi yang
sangat negatif tentang pengertian istilah fundamentalis, yaitu: absolutism,
fanatisme, agresivisme. Maksud absolutism adalah sikap yang menganggap ajaran
sendiri sebagai yang paling benar dan semua yang di luar itu adalah salah.
Ekskluvisme adalah sikap menutup diri dari pergaulan luar karena menganggap
diri lebih baik. Sedangkan fanatisme diartikan dengan sikap tidak mau menerima
kebenaran-kebenaran dari pihak lain. Dan agresivisme adalah sikap yang
mengupayakan penyebaran serta penegakan “kebenaran” dengan cara radikal.37
Kelompok pemikir Islam fundamentalis meletakkan prinsip-prinsip pokok
sebagai kerangka berfikir ideologis kebangkitan Islam yang mereka perjuangkan.
Menurut Hrair Dekmejian (2001) yang dikutip oleh Imdadun Rahmat, prinsip-
prinsip tersebut yaitu:
Pertama, din wa dawlah. Islam merupakan sistem kehidupan yang total, yang
secara universal dapat diterapkan pada semua keadaan, tempat dan waktu.
Pemisahan antara agama (din) dan negara (dawlah) tidak dikenal dalam Islam.
Hukum syari‟ah dalam Islam bersifat inheren. Al-Qur‟an memberikan syari‟ah
dan negara menegakkannya. Kedua, fondasi Islam adalah Al-Qur‟an dan Sunah
Nabi serta tradisi para sahabatnya. Umat Islam diperintahkan untuk kembali pada

36
Dede Rodin, Islam dan Radikalisme Telaah atas Ayat-ayat “Kekerasan” dalam Al-
Qur‟an (Semarang: UIN Walisongo, 2016), h. 32
37
Ruslani, Islam Dialogis Akar-akar Toleransi dalam Sejarah dan Kitab Suci
(Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press, 2006), h. 154-155

19
akar-akar Islam (fundamental) yang awal dan praktek-praktek Nabi yang puritan.
Ketiga, puritanisme dan keadilan sosial. Umat Islam diperintahkan untuk menjaga
nilai-nilai Islam, baik dalam pergaulan dan pembagian peran laki-laki dan
perempuan, maupun kehidupan sehari-hari. Mereka wajib membentengi diri dari
pengaruh budaya asing. Hal lain yang penting dalam mewujudkan kehidupan
Islami adalah tegaknya keadilan sosial-ekonomi. Pembangunan ekonomi Islam,
selain harus meninggalkan sistem riba, juga harus memutuskan ketergantungan
kepada negara-negara Barat. Keempat, kedaulatan dan hukum Allah berdasarkan
syariat. Tujuan Islam adalah menegakkan kedaulatan Tuhan di bumi. Hal ini
hanya dapat dicapai dengan menetapkan tatanan Islam (niẕâm al-Islâmi) di mana
syari‟ah sebagai undang-undang yang tertinggi. Kelima, jihad sebagai pilar
menuju niẕâm al-Islâmi. Untuk mewujudkan tatanan Islami, diperlukan upaya
yang bersungguh-sungguh. Sebab mereka harus menghancurkan tatanan jahiliah
dan menaklukkan kekuasaan-kekuasaan duniawi mereka melalui jihad perang
suci. Tujuan jihad adalah menaklukkan semua halangan yang mungkin akan
menghambat penyiaran Islam ke seluruh dunia, apakah halangan itu berupa
negara, sistem sosial, dan tradisi-tradisi asing. Jihad ini mesti dilakukan secara
konprehensif, termasuk dengan cara kekerasan.38
Menurut sosiolog agama Marty yang dikutip Azyumardy Azra, prinsip
yang cukup relevan untuk melihat gejala “fundamentalisme Islam” diantaranya,
adalah “oppositionalism” (paham perlawanan). Fundamentalisme dalam agama
manapun mengambil bentuk perlawanan -yang bukannya tak sering bersifat
radikal- terhadap ancaman yang dipandang membahayakan eksistensi agama,
apakah dalam bentuk modernitas atau modernisme, sekularisasi, dan tata nilai
Barat pada umumnya. Acuan dan tolak ukur untuk menilai tingkat ancaman itu
tentu saja adalah kitab suci, yang dalam kasus fundamentalisme Islam adalah al-
Qur‟an, dan pada batas tertentu al-Hadits. Prinsip kedua adalah penolakan
terhadap hermeneutika. Dengan kata lain, kelompok fundamentalis menolak sikap
kritis terhadap teks dan interpretasinya. Teks al-Qur‟an harus dipahami secara
38
M. Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal Transmisi Revivlisme Islam Timur
Tengah Ke Indonesia (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 154-155

20
literal sebagaimana adanya, Karena nalar dipandang tidak mampu memberikan
interpretasi yang tepat terhadap teks. Meski bagian-bagian tertentu dari teks kitab
suci boleh jadi kelihatan bertentangan satu sama lain, nalar tidak dibenarkan
melakukan semacam “kompromi” dan menginterpretasi ayat-ayat tersebut. Prinsip
ketiga adalah penolakan pluralisme dan relativisme. Bagi kaum fundamentalisme,
pluralisme merupakan hasil dari pemahaman yang keliru terhadap teks kitab suci.
Pemahaman dan sikap keagamaan yang tidak selaras dengan pandangan
kelompok fundamentalis merupakan bentuk dari relativisme keagamaan, yang
terutama muncul tidak hanya dari intervensi nalar terhadap teks kitab suci, tetapi
juga Karena perkembangan sosial kemasyarakatan yang telah lepas dari kendali
agama. Prinsip keempat adalah penolakan terhadap perkembangan historis dan
sosiologis. Kelompok fundamentalis berpandangan, bahwa perkembangan historis
dan sosiologis telah membawa manusia semakin jauh dari doktrin literal kitab
suci.39
Menurut John O. Voll yang dikutip oleh Jamhari dan Jajang Jahroni,
gerakan keagamaan fundamentalis menunjuk pada “afirmasi terhadap prinsip-
prinsip dasar (fundamental) agama dan usaha-usaha untuk membangun kembali
masyarakat sesuai dengan nilai-nilai fundamental tersebut”. Dengan demikian
gerakan fundamentalis Islam merujuk pada “mengajak umat Muslim kembali ke
ajaran Islam” dan “penampakan ghirah umat Islam”, serta “ajakan untuk
bersandar pada prinsip fundamental Islam untuk memenuhi kebutuhan dan
menghadapi tantangan kontemporer.40
Melihat fenomena wacana pemikiran kelompok fundamentalisme Islam
seperti Hizbut Tahrir Indonesia, bisa dilihat dalam kasus-kasus persoalan pola
pemikiran keagamaan mereka. Pandangan mereka bahwa antara agama dan
negara tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Menurut Taqiyyudin Al-Nabhani
dalam kitab niẕâm al-Islâm, kapitalisme merupakan prinsip dasar atas tegaknya

39
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam Dari Fundamentalisme, Modernisme,
Hingga Post-Modernisme…. H. 109-110
40
Jamhari dan Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 34

21
sekularisme (pemisah agama dengan kehidupan) yang dijadikan sebagai
kepemimpinan ideologis serta kaidah berfikirnya. Berlandaskan kaidah berfikir
ini, manusia berhak membuat peraturan hidupnya, memberikan kebebasan
berakidah, berpendapat, hak milik, dan kebebasan pribadi. Hasil dari kaidah
berfikir tersebut telah melahirkan sistem demokrasi yang sangat bertentangan
dengan kepemimpinan ideologis dan kaidah berfikir kelompok fundamentalis
Hizbut Tahrir. Alasannya karena sekularisme dan demokrasi bertentangan dengan
fitrah manusia berupa kelemahan dan kebutuhan diri manusia pada Yang Maha
Pencipta yaitu Allah SWT. Dengan kata lain, harus ada peran agama dalam semua
aspek kehidupan manusia (naluri beragama). Sekularisme dan demokrasi juga
dibangun tidak berdasarkan akal, karena kaidah berfikirnya berlandaskan manfa‟at
atau mengambil sikap jalan tengah (moderat) dan tidak berlandaskan prinsip
Islam.41
Dari ungkapan di atas dapat dilihat bahwa wacana fundamentalisme dalam
kitab niẕâm al-Islâm berkaitan dengan produk pemikiran. HTI sangat anti sekali
terhadap produk pemikiran yang datang dari barat. Salah satu contohnya adalah
sistem demokrasi, sistem tersebut terlahir dari pemikiran sekularisme dan prinsip
dasar kapitalisme. Pemikiran tersebut juga bertentangan dengan fitrah manusia
yang lebih mengedepankan peran agama dan tidak berdasarkan akal. Kognisi
sosial dari teks keagamaan di atas menunjukkan, bahwa teks tersebut diproduksi
dan dikonsumsi dalam proses penegakkan kembali kekuasaan politik Islam yang
sudah tegak ketika masa sejarah kekuasaan Islam (masa Nabi Muhammad sampai
Turki Ustmani runtuh) yaitu sistem Khilafah Islamiyyah. Konteksnya teks tersebut
lahir ketika kondisi sosial masyarakat Islam sudah terpecah-pecah menjadi bagian
dari National State, menjaga jarak terhadap pemikiran politik Islam, dan
runtuhnya kekuasaan politik Islam (terakhir Turki Ustmani).
Pemikiran tokoh moderat berbeda dengan Taqiyyudin mengenai
demokrasi, menurut Syahrur yang dikutip oleh Nurdin Zuhdi, inti dari demokrasi
adalah syura yang merupakan prinsip dasar Islam, yang berarti konsultasi. Hal ini

41
Taqiyuddin An-Nabhani, Peraturan Hidup Dalam Islam…. H. 74-76

22
bisa dilihat cara nabi berkonsultasi dengan para sahabatnya dalam membuat
kebijakan untuk masyarakatnya. Menurutnya, di dalam Al-Qur‟an syura
disebutkan dua kali, sebagai keyakinan yang fundamental, sama seperti shalat
sebagai praktik sesuai dengan zaman sekarang. Konteks syura yang asli berarti
sudut pandang demokrasi yang asli merupakan prinsip dasar Islam.42
Pendapat tersebut diperkuat oleh El Fadl yang dikutip oleh Zuhairi
Misrawi. Menurutnya, di antara sistem politik dalam tradisi Islam, yaitu sistem
natural, monarki, dan khilafah berbasis syari‟at, model yang terakhir merupakan
model yang paling dekat dengan demokrasi. Hukum syari‟at, menurut para ahli
hukum Islam sangat menekankan dimensi keadilan, legitimasi, dan kepemimpinan
yang terukur. Prinsip syari‟at tersebut sesuai dengan prinsip demokrasi yang
tertuang dalam butiran Pancasila dasar negara Indonesia dan UUD 1945. Untuk
itu, demokrasi adalah sistem yang tidak terlalu asing bagi tradisi Islam.
Pertanyaannya, apa sesungguhnya yang dimaksud syariat disitu? Melihat konteks
sosial politik kelompok fundamentalis Hizbut Tahrir syari‟at kerapkali
diterjemahkan sebagai hukum pidana dan arabisme. Hemat El Fadl, perlu pemisah
yang tegas antara syari‟at dan fiqih. Ia menulis, “Syariat adalah nilai-nilai suci,
ideal dan tidak bisa diotak-atik. Sedangkan fiqih merupakan pendekatan manusia
untuk memahami nilai-nilai yang ideal dalam syari‟at. Syari‟at tidak berubah-
ubah, sedangkan fiqih mengalami dinamisasi sesuai dengan konteksnya.43
Sedangkan menurut Anis Matta salah satu petinggi kelompok keagamaan
fundamentalis Tarbiyah (PKS) yang dikutip oleh Imdadun Rahmat, demokrasi
memberikan jaminan kebebasan bagi dakwah Islam. Dakwah menikmati
demokrasi, Karena di sini para dai menemukan kebebasan untuk bertemu dan
berinteraksi secara terbuka dan langsung dengan semua objek dakwah. Dalam
mekanisme demokrasi, Islam mempunyai peluang untuk melakukan penetrasi
kekuasaan. Proses ini dimulai dengan memenangkan wacana publik, agar wacana
tersebut berpihak kepada Islam. Selanjutnya, wacana tersebut diformulasikan ke

42
M. Nurdin Zuhdi, Kritik Terhadap Penafsiran Al-Qur‟an HTI…….h. 11
43
Komaruddin Hidayat (ed), Kontroversi Khilafah, Islam, Negara, dan Pancasila
(Jakarta: Mizan, 2014), h. 81-83

23
dalam draft hukum untuk dimenangkan dalam wacana legislasi, melalui legislatif.
Kemenangan legislasi ini menjadi legitimasi bagi negara untuk mengeksekusinya,
maka proses terakhir adalah mengawasi pemerintah agar melaksanakan hukum
dan peraturan tersebut. Dengan melalui wacana publik, legislasi dan eksekusi
inilah gerakan Tarbiyah bisa melakukan penerapan syari‟at Islam.44
Melihat mayoritas pemikiran keagamaan masyarakat Indonesia yang
cenderung menggunakan syari‟at sebagai hukum fiqih, konteks sosial politik yang
cocok digunakan adalah sistem fiqih politik yang bersifat dinamis dan sesuai
konteks ke Indonesian, hal tersebut merupakan bagian dari syari‟at. Sistem
tersebut adalah Demokrasi yang cocok diterapkan melihat masyarakat Indonesia
yang plural dan toleran.
Pemikiran kelompok keagamaan fundamentalis Hizbut Tahrir Indonesia
berkenaan dengan pluralisme agama yang menjadi identitas dari masyarakat
Indonesia merujuk pada penafsiran Al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 256. Menurut
Rakhmat S Labib dalam Tafsir al-Wa‟I yang dikutip oleh Nurdin Zuhdi, ayat ini
sama sekali tidak mengindikasikan adanya ide kebebasan beragama. Kelompok
yang menyatakan klaim ayat ini sebagai ide kebebasan beragama menurut HTI
jelas salah dan batil. Makna lâ ikrâha fi al-dȋn yaitu tidak adanya paksaan dalam
agama itu hanya dalam konteks khilâfah Islâmiyyah. Bahwa orang kafir, selain
musyrik Arab tidak boleh dipaksa untuk masuk Islam. Itu berati bahwa musyrik
Arab haruslah dipaksa masuk Islam. Orang yang sudah masuk Islam, tidak
diperbolehkan lagi keluar atau murtad darinya. Karena jika keluar atau murtad
dari agama Islam yang bersangkutan harus dijatuhi hukuman mati. Berikut
kutipan Tafsir al-Wa‟I tentang pemikiran ide kebebasan beragama berdasarkan
pluralisme keagamaan disebutkan: “Dalam masalah agama dan ideologi, manusia
tidak boleh memilih sesukanya. Itu semua menunjukkan dengan pasti bahwa
Allah SWT tidak memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih agama
sesuai dengan keinginannya. Allah SWT telah menetapkan Islam sebagai agama
yang haq, memerintahkan semua untuk memeluknya, dan akan menjatuhkan
44
M. Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal Transmisi Revivlisme Islam Timur
Tengah Ke Indonesia….. h. 143-144

24
sanksi amat berat bagi orang-orang yang membangkangnya. Jelaslah ayat ini tidak
ada kaitannya dengan ide kebebasan beragama yang dipropagandakan Barat dan
antek-anteknya. Waspadalah, jangan sampai kita tertipu olehnya!.45
Melihat wacana teks di atas memperlihatkan bahwa HTI sangat
berpandangan negatif terhadap propaganda Barat yang datang dari ide
pemikirannya. Melihat kasus pluralisme tentang ideologi dan agama, mereka
mengharuskan bahwa ideologi yang dianut dan diterapkan yaitu kekuasaan politik
Islam. Bagi mereka konteks kekuasaan politik Islam adalah sistem Dawlah
Khilafah Islamiyyah. Ketika sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah tegak, maka ide
kebebasan beragama (pulralisme) tidak ada dan akan menjatuhkan sanksi amat
berat bagi orang-orang yang keluar dari Islam.
Pandangan berbeda menurut Ruslani tentang kebebasan beragama sudah
dicontohkan nabi Muhammad SAW dalam butiran-butiran piagam Madinah.
“Kaum Yahudi yang mempunyai hubungan dengan masyarakat kita harus
dilindungi dari berbagai macam penghinaan dan gangguan (hak-hak yang sama
kemudian juga disebutkan untuk orang-orang Kristen, karena kedua agama ini
merupakan agama-agama non-Muslim yang ada di sana pada waktu itu); mereka
mempunyai hak yang sama dengan rakyat kita untuk memperoleh bantuan kita
dan jasa-jasa baik; orang-orang Yahudi dan orang-orang lainnya yang berdiam di
Yatsrib, akan mengamalkan agamanya sama bebasnya seperti kaum Muslim
mengamalkan agamanya”. Bangsa-bangsa yang ditaklukkan diberikan kebebasan
beribadat, dengan suatu syarat pembayaran pajak khusus, yang disebabkan karena
mereka bebas dari hukum zakat, yang hanya mengikat kaum Muslimin saja. Sikap
toleransi beragama sangat ditegaskan dalam Islam, jawabanya langsung bisa
dilihat dari kata-kata Nabi Muhammad SAW sendiri: “Akankah Anda memaksa
orang untuk beriman, padahal iman itu sendiri hanya datang dari Tuhan. “Pada
suatu saat ketika serombongan urusan dari umat Kristen datang mengunjunginya,
Muhammad SAW mempersilakan mereka untuk melaksanakan ibadat mereka di

45
M. Nurdin Zuhdi, Kritik Terhadap Penafsiran Al-Qur‟an HTI…….h. 9-10

25
dalam masjid, dengan menambahkan: “Tempat ini disucikan untuk memuliakan
Tuhan.”46
Dalam buku Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia, Khilâfah adalah
sebuah kekuasaan yang menerapkan syariah Islam secara kâffah (menyeluruh).
Merupakan sebuah kebutuhan bagi umat Islam untuk mengangkat seorang
Khalifah yang akan memimpin Daulah Khilafah dan menerapkan syariah Islam
secara kâffah. Maka, tegaknya Daulah Khilafah adalah sebuah kewajiban, dan
setiap kelalaian dalam upaya menegakkannya merupakan dosa besar. Umat Islam
wajib melaksanakan syariat Islam (hukum Islam) yang sempurna secara kâffah,
seputar pernikahan, perceraian, jual-beli, dan jihad defensif untuk membebaskan
wilayah yang dijajah, sebagaimana wajib melaksanakan syariah seputar ibadah,
seperti puasa, shalat, zakat, haji dan sebagainya. Adapun hukum-hukum lain
seputar sanksi („uqȗbat), jihad ofensif untuk menyebarluaskan dakwah Islam,
hukum kepemilikan negara dan hukum tentang Khilâfah itu sendiri hanya menjadi
wewenang Khalifah. Umat Islam tidak berhak untuk melaksanakan hukum
tersebut dan wajib menaatinya dalam kondisi apapun.47
Khilâfah Islâmiyyah yang menjadi landasan berfikir yang dikembangkan
serta agenda yang diperjuangkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia dan menjadi titik
sentral perjuangan mereka. Pendekatan pemikiran mereka yang menonjol adalah
pendekatannya yang revolusioner dalam arti ingin mengubah seluruh bangunan
pemikiran, sistem nilai dan struktur yang ada ke arah yang Islami dengan
pendekatan penyadaran umat melalui penyebaran pemikiran Islam. Dalam konsep
Khilâfah Islâmiyyah kedaulatan dibedakan menjadi dua hal; pertama kedaulatan
dalam arti kekuasaan (sultân) yang oleh syari‟at diserahkan kepada umat Islam,
mereka memilih khalifah tunggal secara suka rela melalui pembaiatan. Kedua, hal

46
Ruslani, Islam Dialogis Akar-akar Toleransi dalam Sejarah dan Kitab Suci….. h. 198-
199
47
Hizbut Tahrir Indonesia, “Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia, Khilafah, dan
Penyatuan Kembali Dunia Islam. 2009. H. 10-14

26
tersebut merupakan bagian dari syariat Allah, umat Islam wajib melakukannya
berlandaskan dasar hukum Islam.48
Hal serupa yang menjadi keharusan mendirikan “Negara Islam”
merupakan tujuan sekaligus doktrin utama kelompok MMI. Istilah daulah
Islâmiyyah menjadi wajib ditegakkan karena memiliki peran sebagai wasa‟il
(institusi perantara) untuk penegakan syari‟at Islam, terutama yang menyangkut
masalah-masalah pidana, seperti qishâsh dan rajam. Menurut MMI, kedua hukum
tersebut wajib ditegakkan oleh umat Islam di bawah naungan negara Islam.
Selanjutnya, pengingkaran terhadap pembentukan negara Islam merupakan
pengingkaran terhadap syari‟at Islam yang membawa azab dari Tuhan, karena
dosa akibat pengingkaran tersebut.49
Kelompok pemikiran fundamentalis yang mengusung ide “Daulah
Islâmiyyah” yang sama adalah NII. Dulunya kelompok ini bernama DI/TII di
bawah pimpinan sang Imam S.M. Kartosoewirjo. Menurut anggota kelompok NII,
bentuk negara yang ideal yaitu negara yang berdasarkan Al-Quran dan Assunnah
(sistem Islam). Suatu sistem model ala Rasulullah, yaitu suatu bentuk kehidupan
bermasyarakat pada Periode Madinah, dimana sistemnya berdasarkan Al-Quran
dan Assunnah, hanya pengejawantahannya sekarang di Indonesia yaitu Khilâfah
Islâmiyyah. Menurut Sulaiman Mahmud murid Daud Beureuh, Islam tidak hanya
sebatas agama, tidak ada dalam Al-Quran dan Assunnah yang menyebutkan
bahwa Islam itu agama, namun disebut Dȋn al-Islâm, Dȋn itu aturan, sistem,
hukum.50
Pandangan Laskar Jihad tentang negara Islam bahkan belum jelas,
kelompok pemikiran fundamentalis ini tidak memberikan indikasi secara kuat
dalam memperjuangkan Negara Islam di Indonesia. Menurut Jamhari dan Jajang
Jahroni dalam risetnya, laskar Jihad justru lebih menekankan pentingnya

48
M. Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal Transmisi Revivlisme Islam Timur
Tengah Ke Indonesia….. h. 156
49
Jamhari dan Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia ……. H. 75-76
50
Abdul Munir dan Bilveer Singh, Demokrasi Di Bawah Bayangan Mimpi N-11 Dilema
Politik Islam Dalam Peradaban Modern (Jakarta: Kompas, 2011) h. 246

27
pemberlakuan syariat Islam seraya tetap mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari strategi yang dilakukan Laskar Jihad,
yang lebih berorientasi pada pembangunan umat Islam yang sejati. Hal paling
penting untuk dilakukan adalah membangun sebuah komunitas Muslim yang
sadar akan makna tauhid yang benar, sesuai dengan apa yang diajarkan oleh
generasi salaf. Dengan strategi seperti ini, Laskar Jihad mengharapkan bahwa jika
komunitas Muslim bertauhid sudah terbentuk, maka dengan sendirinya syari‟at
Islam bisa dijalankan.51
Hal di atas diperkuat oleh keyakinan FPI dari pemahan mereka tentang
khairu ummah (umat yang terbaik). Bagi mereka untuk menjadi umat yang
terbaik, kaum Muslim harus menjalankan apa yang di sebut Al-Quran amar
ma‟ruf nahi munkar (menyeru kebaikan dan mencegah kemunkaran). Doktrin
tersebut mengarah pada totalisme Islam. Menurut mereka, totalisme Islam hanya
tercapai lewat penegakan syari‟at Islam. Pengakan syariat Islam merupakan
keharusan yang tidak bisa ditawar. Piagam Jakarta adalah pintu gerbang untuk
menegakan syari‟at Islam di Indonesia yang memiliki asas legalitas “konstitusi”
dan “historis” yang sangat kuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
sehingga jargon yang mereka gaungkan pada masa kini yaitu NKRI bersyari‟at.
Pandangan tersebut diperkuat salah satu penjelasan Habib Rizieq selaku ketua
umum FPI sendiri, bahwa Piagam Jakarta 22 Juni 1945 memiliki nilai sejarah
nasional dan internasional karena merupakan lambang perlawanan terhadap
perlawanan imprialisme dan fasisme pertama di dunia, yang lebih dulu lahir dari
Piagam Perdamaian San Fransisco 26 Juni 1945, dan Kapitulasi Tokyo 15
Agustus 1945. Dengan demikian, tuntutan “kembalikan Piagam Jakarta” adalah
tuntutan pelurusan sejarah untuk menjaga keauntetikan sejarah bangsa Indonesia
baik ditingkat nasional maupun internasional, yang sekaligus merupakan
penghargaan dan penghormatan tertinggi kepada jasa para Pahlawan Pendiri
Republik Indonesia.”52

51
Jamhari dan Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia ……. H. 105-106
52
Jamhari dan Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia ……. H. 141-143

28
Pendapat Akhmad Sahal berseberangan dengan pendapat-pendapat di atas,
dia mengacu pendapat Kiai Sahal Mahfudz tentang fiqih sosial. Menurutnya,
hukum Islam harus bersandar pada prinsip maslahah, yang baginya merupakan
nama lain bagi keadilan sosial. Kiai Sahal mengacu pada Sayyidina Ali bin Abi
Thalib yang mengatakan: “Dunia, kekuasaan, negara, bisa berdiri tegak dengan
keadilan, meskipun ma‟a al-kufri (bersama kekufuran), dan akan hancur dengan
kezaliman, meskipun ma‟a al-Muslimȋn.” Mantan Rais Am PBNU itu juga
mengutip Ibnu Taimiyah: “Allah akan menegakkan negara yang adil meskipun
kafir, dan akan menghancurkan negara yang zalim meskipun Muslim.”53
Menurut Azyumardi Azra, seruan ISIS/IS (NIIS/NI) itu memiliki potensi
mendapat sambutan dari kalangan Muslim awam yang tidak paham geopolitik
dunia Arab, khususnya Irak dan Suriah. Orang-orang Islam yang memegang
idealisme utopian tentang kesatuan umat Islam sedunia di bawah satu entitas
politik tunggal khilâfah itu sendiri beserta implikasi dan konsekuensinya. Atau
sekedar mengekor saja apa yang terjadi di negara lain, tanpa tahu sesungguhnya
apa yang terjadi, apa latar belakangnya, motif apa yang mendorong gerakan itu
dan sebagainya.54
Pandangan berbeda tentang Khilâfah Islâmiyyah dikemukakan juga oleh
Ainur Rofiq. Menurutnya, mengacu pada sejarah Nabi, apakah baiat yang
dilakukan Nabi selalu dalam konteks pengangkatan khalifah? Nyatanya tidak
secara historis, fenomena Baiat dijumpai juga selain dalam konteks pengangkatan
pemimpin atau khalifah. Baiat yang dilakukan Nabi terjadi beberapa kali,
diantaranya baiat aqabah pertama dan baiat aqabah kedua. Kedua pristiwa baiat
tersebut terjadi sebelum Nabi hijrah ke Madinah, yang berarti-kalau menurut
keyakinan Hizbut Tahrir-sebelum negara Islam berdiri. Maka jika Hizbut Tahrir
konsisten pada keyakinannya, tentu kedua baiat tersebut bukan untuk mengangkat

53
Komaruddin Hidayat (ed), Kontroversi Khilafah, Islam, Negara, dan Pancasila……..h.
64
54
Komaruddin Hidayat (ed), Kontroversi Khilafah, Islam, Negara, dan
Pancasila………h. 235-236

29
Nabi sebagai kepala negara, sebab negara Islam belum berdiri pada saat kedua
baiat itu berlangsung.55
Sedangkan menurut Ali Abdul Raziq (w. 1966 M) yang dikutip oleh
Makmun Rasyid yakni bahwa Nabi Muhammad SAW di dalam memimpin sebuah
negara tidak merujuk kepada al-Qur‟an, bahkan ia mengatakan dengan tegas
bahwa Nabi Muhammad hanyalah seorang juru dakwah yang ditugaskan
membawa dan merubah manusia dari keterpurukan akhlak dibandingkan tokoh
politik. Lebih lanjut di dalam kesimpulannya, ia mengatakan khilâfah atau imam
al-„Udzma tidak memiliki pondasi yang kuat di dalam agama. Di satu sisi
pemikiran Ali Abdul Raziq (w. 1966 M) tidak sepenuhnya benar, khususnya tugas
Nabi Muhammad SAW di muka bumi hanyalah sebatas untuk merevolusi mental
dan akhlak masyarakat. Di dalam teks-teks al-Qur‟an tidak ada satupun pola dan
sistem pemerintahan dijelaskan secara detail, tetapi nilai-nilai yang terdapat di
dalamnya membuat para pemikir dan kelompok-kelompok menjustifikasi
pendapatnya sesuai kepentingan kelompok. Nabi Muhammad SAW telah
mengatakan di dalam hadis populernya yaitu untuk urusan dunia kamu lebih
pintar dariku.56
Mengacu pada perdebatan wacana fundamentalisme terkait kekuasaan
politik Islam antara kelompok keagamaan Islam fundamentalis dan Islam moderat
di atas, pemikiran HTI, MMI, dan NII lebih mengembangkan wacana tersebut ke
arah pembentukan negara Islam. Sedangkan Laskar Jihad dan FPI orientasinya
hanya sebatas pelaksanaan syariat Islam, tidak mengarah pada pembentukan
negara Islam. Berbeda dengan kelompok Islam moderat, mereka melihat wacana
tersebut untuk menjaga dan mempertahankan bentuk sistem kekuasaan sekarang,
yaitu konteks NKRI.

55
Ainur Rofiq al-Amin, Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir di Indonesia…..
h. 126-127
56
Makmun Rasyid, Hizbut Tahrir Indonesia Gagal Paham Khilafah. (Ciputat: Pustaka
Compass. 2016). H. 28-29

30
2. Analisis Wacana Model Teun A. Van Dijk
Dari sekian banyak model analisis wacana yang ada, model van Dijk
merupakan analisis wacana yang digunakan dalam riset penelitian ini. Hal ini
kemungkinan karena van Dijk mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga
bisa didayagunkan dan dipakai secara praktis. Model yang dipakai van Dijk ini
sering disebut sebagai “kognisi sosial”. Nama pendekatan semacam ini tidak
dapat dilepaskan dari karakteristik pendekatan yang diperkenalkan oleh van
Dijk.57
Menurut van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan
pada analisis atas teks semata, karena teks merupakan hasil suatu praktik produksi
dari kognisi sosial bersama (pengetahuan, sikap, ideologi), dan struktur sosial
yang harus juga diamati. Sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa
teks bisa semacam itu. Kalau ada suatu teks yang berisi tentang bentuk pemikiran
fundamentalisme, dibutuhkan suatu penelitian yang melihat bagaimana teks itu
bekerja, kenapa teks tersebut berisi tentang bentuk pemikiran fundamentalisme.
Proses produksi itu, dan pendekatan ini sangat has van Dijk, melibatkan suatu
proses yang disebut sebagai kognisi sosial. Istilah ini sebenarnya diadopsi dari
pendekatan dari teori psikologi sosial sebagai representasi mental dari individu
penulis sebagai pengguna bahasa, terutama untuk menjelaskan struktur dan proses
terbentuknya suatu teks. Suatu teks yang cenderung berisi tentang bentuk
pemikiran fundamentalisme, misalnya, lahir karena kognisi/kesadaran mental di
antara penulis teks bahkan kesadaran dari kelompok masyarakat tertentu yang
cenderung berfikiran fundamentalisme. Oleh karena itu, penelitian mengenai
wacana tidak bisa mengeksklusi seakan-akan teks adalah bidang yang kosong,
sebaliknya adalah bagian kecil dari struktur besar kelompok masyarakat.
Pendekatan yang dikenal sebagai kognisi sosial ini membantu memetakan

57
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media…… H. 221

31
bagaimana produksi teks yang melibatkan proses yang kompleks tersebut dapat
dipelajari dan dijelaskan.58
Teks dibentuk dalam suatu praktik diskursus, suatu praktik wacana. Jika ada
teks yang cenderung berisi tentang bentuk pemikiran fundamentalisme, maka teks
itu hadir dari representasi yang menggambarkan kelompok masyarakat tertentu
yang cenderung berfikiran fundamentalisme. Teks ini terbagi dua bagian, yaitu
teks mikro yang mempresentasikan pemikiran fundamentalisme dalam teks, dan
elemen besar berupa struktur sosial tersebut dengan elemen wacana yang makro
dengan sebuah dimensi yang dinamakan kognisi sosial.59
Sesuai dengan pemikiran Foucault mengenai aspek sosial wacana, bahwa
wacana pun diatur oleh faktor-faktor sosial dan sejarah yang diadopsi secara tidak
sadar, maka Van Dijk berusaha untuk menyambungkan wacana dengan konteks
sosialnya. Dia membuat sebuah model analisis yang menyambungkan elemen
besar berupa struktur sosial (struktur makro) dengan elemen wacana seperti gaya
bahasa, kalimat, dan lain-lain (struktur mikro) yang disebut dengan kognisi sosial.
Wacana oleh Van Dijk dikatakan memiliki tiga dimensi: teks, kognisi sosial, dan
konteks. Inti analisisnya adalah bagaimana menggabungkan ketiga dimensi
wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis.60
Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi
wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Menurut van Dijk,
teks terbagi dalam tiga tingkatan, yakni struktur makro, superstruktur, dan struktur
mikro. Struktur makro merupakan makna global atau umum dari suatu teks yang
dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang diangkat oleh suatu teks.
Superstruktur merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka
suatu teks seperti pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan. Struktur mikro

58
Teun A. van Dijk, Sociocognitive Discourse Studies, Second version. London, Chapter
to appear in Handbook of Discourse Analysis (to be published by Routledge. John Richadson &
John Flowerdew.Eds.) 2016. H. 3
59
Yoce Aliah, Analisis Wacana Kritis dalam Multiperspektif. (Bandung: PT Refika
Aditama. 2014). H. 124
60
Yoce Aliah, Analisis Wacana Kritis dalam Multiperspektif……. H. 124

32
adalah makna wacana yang dapat diamati yakni kata, kalimat, proposisi, anak
kalimat, parafrase, dan gambar. Pada level kognisi sosial dipelajari bagaimana
produksi teks yang melibatkan kognisi individu. Pada level konteks mempelajari
bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat terhadap suatu masalah.61
Model analisis pendekatan ini dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Pada level struktur teks: menganalisis bagaimana strategi wacana yang
dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu;
bagaimana strategi tekstual yang dipakai untuk menyingkirkan atau
memarginalkan suatu kelompok, gagasan atau peristiwa tertentu. Wacana
dipandang sebagai praktik sosial.62
Kalau digambarkan maka struktur teks adalah sebagai berikut:
Struktur Makro
Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang
diangkat oleh suatu teks
Superstruktur
Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan
kesimpulan
Struktur Mikro
Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat
dan gaya yang dipakai oleh suatu teks.

Bagan 1. Struktur teks diambil dari Eriyanto (2001)63

61
Uraian mengenai struktur wacana berdasarkan tulisan dari Teun A. van Dijk, Ideology
A Multidisciplinary Approach, London, SAGE Publication, 1998, terutama bab 21 (Discourse
Structure),
62
Yoce Aliah, Analisis Wacana Kritis dalam Multiperspektif……. H. 157
63
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media……. H. 227

33
2. Pada level kognisi sosial: menganalisis bagaimana kognisi penulis dalam
memahami seseorang atau peristiwa tertentu.
3. Pada level analisis sosial: menganalisis bagaimana wacana yang
berkembang di masyarakat; proses produksi dan reproduksi seseorang atau
peristiwa digambarkan.64
Struktur teks, kognisi sosial maupun konteks sosial adalah bagian yang
integral dalam pedekatan kognisi sosial. Jika suatu teks memiliki kecenderungan
tertentu atau ideologi tertentu maka hal ini mengindikasikan dua hal. Kedua hal
tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, teks tersebut merefleksikan struktur
model mental penulisnya ketika memandang suatu persoalan atau peristiwa. Jika
suatu teks berisi pemikiran fundamentalisme, maka penulis yang memproduksi
tulisan tersebut mempunyai pemikiran yang fundamentalisme pula. Kedua, teks
tersebut merefleksikan pandangan sosial secara umum, skema kognisi masyarakat
atas suatu persoalan. Jika suatu teks berisi pemikiran fundamentalisme, maka
kemungkinan mencerminkan masyarakat yang berfikiran fundamentalisme pula.
Untuk itu diperlukan analisis yang luas, yalni bukan hanya pada teks tetapi juga
kognisi individu penulis dan masyarakat.65

3. Langkah-Langkah Analisis Wacana Kritis Model Teun A. Van Dijk


a. Level struktur teks
1. Tematik
Studi wacana kritis mulai dengan mencari makna, topik utama atau
tema global yang biasanya ditentukan atau dikendalikan oleh pembicara
atau penulis. Topik utama dalam studi wacana kritis dipahami sebagai isi
model mental bagaimana peristiwa dipresentasikan sehingga isinya mudah
diingat oleh kebanyakan pembaca atau pendengar. Bila mengesan atau
mudah ditangkap, topik utama itu akan memengaruhi reproduksi
kekuasaan dan dominasi sosial. Biasanya genre dari teks akan berperan
64
Yoce Aliah, Analisis Wacana Kritis dalam Multiperspektif……. H. 157
65
Yoce Aliah, Analisis Wacana Kritis dalam Multiperspektif……. H. 157

34
penting dalam pembentukan opini. Tema global atau topik utama ini bisa
diperoleh dari penyimpulan melalui suatu reduksi informasi yang
kemudian dibuat ringkas. Biasanya mendeskripsikan isi dari ideologi,
misalnya, ideologi tertentu.66

2. Skematik
Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari
pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-
bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan
arti. Wacana percakapan sehari-hari, misalnya, mempunyai skema salam
perkenalan, isi pembicaraan, dan salam penutup/perpisahan. Wacana
pengetahuan seperti dalam jurnal atau tulisan ilmiah juga mempunyai
skematik, ditunjukkan dengan skema seperti abstraksi, latar belakang
masalah, tujuan, hipotesis, isi, dan kesimpulan.67
Skematik dalam pandangan van Dijk, dilihat sebagai satu kesatuan
yang koheren dan padu. Apa yang diungkapkan dalam skematik pertama
akan diikuti dan didukung oleh bagian-bagian lain dalam teks. Apa yang
diungkapkan dalam kalimat utama dalam teks akan diikuti dan didukung
oleh bagian skema teks yang lain. Semua bagian dan skema ini dipandang
sebagai strategi bukan saja bagaimana bagian dalam teks itu hendak
disusun tetapi juga bagaimana membentuk pengertian sebagaimana
dipahami atau pemaknaan seorang penulis teks. Arti penting dari skematik
adalah strategi penulis teks untuk mendukung tema tertentu yang ingin
disampaikan dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu.
Skematik memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana
yang bisa kemudian sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi

66
Teun A. Van Dijk, Text and Context: Eksploration in the semantics and Pragmatics of
Discourse, London: Longman, 1977. H. 157
67
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media……. H. 231-232

35
penting. Upaya penyembunyian itu dilakukan dengan menempatkan di
bagian akhir agar terkesan kurang menonjol.68

3. Latar
Latar merupakan bagian isi teks yang dapat mempengaruhi
semantik (arti) yang ingin ditampilkan. Seorang penulis ketika menulis
teks biasanya mengemukakan latar belakang atas sesuatu masalah atau
peristiwa yang ditulis. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana
pandangan khalayak hendak dibawa. Misalnya teks yang berisi pemikiran
fundamentalisme. Bagi kelompok yang setuju dengan pemikiran
fundamentalisme, latar yang dipakai adalah keberhasilan pemikiran
fundamentalisme dalam mengatasi semua permasalahan. Sebaliknya, yang
tidak setuju akan memakai latar dampak buruk yang ditimbulkan dari
pemikiran fundamentalisme.69
Latar dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan dalam
suatu teks. Oleh karena itu, latar teks merupakan elemen yang berguna
karena dapat membongkar apa maksud yang ingin disampaikan oleh
penulis. Kadang maksud atau isi utama tidak dibeberkan dalam teks, tetapi
dengan melihat latar apa yang ditampilkan dan bagaimana latar tersebut
disajikan, kita bisa menganalisis apa maksud tersembunyi yang ingin
dikemukakan penulis sesungguhnya. Latar peristiwa itu dipakai untuk
menyediakan dasar hendak ke mana makna teks dibawa. Ini merupakan
cerminan ideologis.70
Latar lebih jauh dihubungkan dengan hubungan wacana dan
masyarakat yang mana dijembatani oleh model-model konteks seperti
struktur sosial (struktur organisasi, gender atau ras) suatu fenomena yang
tidak langsung dihubungkan dengan proses mental produksi makna atau

68
Uraian mengenai skematik berdasarkan tulisan dari Teun A. van Dijk, Ideology A
Multidisciplinary Approach……… H. 207
69
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media……. H. 235
70
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media……. H. 235-236

36
pemahamannya. Perlengkapan kognitif diperlukan untuk bisa
menjembatani yang mampu merepresentasikan struktur sosial yang
relevan, baik lokal maupun global, yang sekaligus mampu mengendalikan
wacana, proses mental produksi dan pemahamannya. Model mental yang
khas direpresentasikan di dalam ingatan yang bisa tampil berkala sehingga
meyakinkan pengguna bahasa untuk menyesuaikan wacana dengan
lingkungan sosialnya. Untuk tujuan itu, pertama, diperlukan kemampuan
untuk merumuskan secara tepat isi style atau wacana tertentu. Kedua,
wacana diorganisir dengan menggunakan skema sederhana yang meliputi
latar belakang waktu dan tempat, partisipan dengan peran, hubungan,
tujuan, pengetahuan dan ideologinya, serta tindak sosialnya. Ketiga,
memperhitungkan sifat dinamis yang disesuaikan dengan situasi
komunikatifnya karena pengetahuan penerima selalu berubah karena sifat
wacana. Persilangan penting antara wacana dan masyarakat biasanya
menekankan analisis rinci tentang kekuasaan dan dominasi.71

4. Detil
Elemen wacana detil berhubungan dengan kontrol informasi yang
ditampilkan penulis. Kumunikator akan menampilkan secara berlebihan
informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya,
ia akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit (bahkan kalau perlu
tidak disampaikan) kalau hal itu merugikan kedudukannya. Informasi yang
menguntungkan komunikator, bukan hanya ditampilkan secara berlebih
tetapi juga dengan detil yang lengkap kalau perlu dengan data-data. Detil
yang lengkap dan panjang lebar merupakan penonjolan yang dilakukan
sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada khalayak. Detil yang
lengkap itu akan dihilangkan kalau berhubungan dengan sesuatu yang
menyangkut kelemahan atau kegagalan dirinya. Hal yang menguntungkan
komunikator/pembuat teks akan diuraikan secara detil dan terperinci,
71
Uraian mengenai Latar berdasarkan tulisan dari Teun A. van Dijk, Ideology A
Multidisciplinary Approach……… H. 207-208

37
sebaliknya fakta yang tidak menguntungkan, detil informasi akan
dikurangi.72

5. Maksud
Elemen wacana maksud, hampir sama dengan elemen detil. Dalam
detil, informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan dengan
detil yang panjang. Elemen maksud melihat informasi yang
menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas.
Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar,
implisit, dan tersembunyi. Tujuan akhirnya adalah publik hanya disajikan
informasi yang menguntungkan komunikator. Informasi yang
menguntungkan disajikan secara jelas, dengan kata-kata yang tegas, dan
menunjuk langsung pada fakta. Sementara itu, informasi yang merugikan
disajikan dengan kata tersamar, eufemistik, dan berbelit-belit. Dengan
semantik tertentu, seorang komunikator dapat menyampaikan secara
implisit informasi atau fakta yang merugikan dirinya, sebaliknya secara
eksplisit akan menguraikan informasi yang menguntungkan dirinya.
Elemen maksud menunjukkan bagaimana secara implisit dan tersembunyi
penulis teks menggunakan praktik bahasa tertentu untuk menunjukkan
basis basis kebenarannya dan secara implisit pula menyingkirkan versi
kebenaran lain.73

6. Koherensi
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau kalimat
dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda
dapat dihubungkan sehingga tampak koheren. Sehingga fakta yang tidak
berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika seseorang

72
Uraian mengenai detail berdasarkan tulisan dari Teun A. van Dijk, Ideology A
Multidisciplinary Approach……… H. 207
73
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media……. H. 240-241

38
menghubungkannya.74 Makna wacana sangat ditentukan oleh koherensi
lokal wacana, yaitu hubungan antara proposisi dan acuannya (fakta model
mental). Bentuk-bentuk hubungan proposisi-proposisinya bisa kausalitas
(koherensi referensial) di antaranya ditandai dengan pemakaian anak
kalimat sebagai penjelas, koherensi pembeda berhubungan dengan
pertanyaan bagaimana dua peristiwa atau fakta itu hendak dibedakan
seolah-olah saling bertentangan dan bersebrangan (contrast) dengan
menggunakan koherensi ini, koherensi pengingkaran menunjukkan seolah
penulis teks menyutujui sesuatu, padahal ia tidak setuju dengan
memberikan argumentasi atau fakta yang menyangkal persetujuannya
tersebut.75

7. Analisis Bentuk Kalimat


Analisis bentuk kalimat berhubungan dengan cara berfikir logis,
yaitu menjadikan susunan subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang
diterangkan). Struktur kalimat bisa dibuat aktif, bisa pasif, tetapi umumnya
pokok yang dipandang penting selalu ditempatkan di awal kalimat.
Kalimat “Kejaksaan Agung diduduki mahasiswa” umumnya lebih dipilih
daripada “mahasiswa menduduki Kejaksaan Agung”.76

8. Analisis Elemen Kata Ganti


Analisis elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi
bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti
merupakan alat yang dipakai oleh penulis untuk menunjukkan di mana
posisi seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya,
seseorang dapat menggunakan kata ganti “saya” atau “kami” yang

74
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media……. H. 242
75
Uraian mengenai koherensi berdasarkan tulisan dari Teun A. van Dijk, Ideology A
Multidisciplinary Approach……… H. 206
76
Uraian mengenai analisis bentuk kalimat berdasarkan tulisan dari Teun A. van Dijk,
Ideology A Multidisciplinary Approach……… H. 206

39
menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi penulis
semata-mata. Akan tetapi, ketika memakai kata ganti “kita” menjadikan
sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dalam suatu
komunitas tertentu. Batas antara penulis dengan khalayak dengan sengaja
dihilangkan untuk menunjukkan apa yang menjadi sikap penulis juga
menjadi sikap komunitas secara keseluruhan.77

9. Analisis Pilihan Kata


Analisis ini menggambarkan bagaimana penulis melakukan
pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Suatu fakta
umumnya terdiri atas beberapa kata yang merujuk pada fakta. Pilihan kata-
kata yang dipakai menunjukkan sikap dan ideologi tertentu. Peristiwa
sama dapat digambarkan dengan pilihan kata yang berbeda.78
Berikut akan diuraikan struktur elemen wacana van Dijk tersebut:79
Struktur Wacana Hal yang diamati Elemen
Struktur Makro Tematik Tema atau topik
Makna global dari Tema atau topik yang
suatu teks yang dapat dikedepankan dalam
diamati dari topik atau suatu teks
tema yang diangkat
Superstruktur Skematik Skema
Kerangka suatu teks Alur dan urutan berita
yang diskemakan
dalam teks
Struktur Mikro Semantik Latar, Detail,
Makna lokal suatu Makna yang ingin Maksud

77
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media……. H. 253-254
78
Uraian mengenai analisis pemilihan kata berdasarkan tulisan dari Teun A. van Dijk,
Ideology A Multidisciplinary Approach……… H. 205
79
Teun A. Van Dijk, News as Discourse, Hillsdale, New Jersey, Lawrence Erlbaum
Associates, 1998, terutama H. 17-94

40
teks yang dapat ditekankan dalam teks
diamati dari segi Sintaksis
pilihan kata, kalimat, Struktur kalimat yang Bentuk kalimat,
dan gaya bahasa yang digunakan dalam teks Koherensi, Kata
digunakan dalam teks ganti
Stilistika Leksikon

Bagan 2. Elemen Wacana versi Van Dijk


Sumber diambil dari Eriyanto (2001)80

b. Level Kognisi Sosial


Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur
teks, tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi. Van Djik menawarkan
suatu analisis yang disebut sebagai kognisi sosial. Dalam kerangka analisis
wacana van Djik, perlu ada penelitian mengenai kognisi sosial: kesadaran
mental penulis yang membentuk teks tersebut. Misalnya analisis wacana
fundamentalisme dalam teks keagamaan niẕâm al-Islâm. Selain analisis
teks, perlu dilakukan penelitian atas kesadaran mental penulis teks dalam
memandang bentuk pemikiran fundamentalisme. Bagaimana kepercayaan,
pengetahuan, dan prasangka penulis terhadap bentuk-bentuk produk
pemikiran dari barat, serta keyakinan kesatuan agama dan negara, di mana
agama dalam konteks penelitian ini yaitu agama Islam dan syariat Islam
harus mengatur negara, terutama dalam bidang politik Islam. Kognisi
sosial ini penting dan menjadi kerangka yang tidak terpisahkan untuk
memahami teks.81
Kognisi sosial, menurut van Djik, adalah representasi sosial yang
menjadi pengikat atau menyatukan suatu kelompok sosial dalam bentuk
pengetahuan, sikap, nilai, norma atau ideologi. Representasi sosial ini
memengruhi konstruksi model representasi pribadi. Jadi model merupakan
80
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media……. H. 228-229
81
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media……. H. 259-260

41
persinggungan antara individu dan masyarakat yang kelihatan. Model
mental selebritas atau tokoh masyarakat juga akan memengaruhi
pandangan masyarakat. Maka studi wacana kritis perlu menghubungkan
wacana dengan representasi yang secara sosial mendasari suatu
masyarakat karena representasi ini (ideologi, nilai) akan menjadi sikap dan
sumber daya pembicaraan anggota kelompok tentang kelompok-kelompok
lain. Memuji kelompok sendiri dan menghina yang bukan bagian
kelompok merupakan strategi psikososial khas dalam mendefinisikan jenis
wacana ideologis.82
Bagaimana peristiwa dipahami dan dimengerti didasarkan pada
skema. Van Dijk menyebut skema ini sebagai model. Skema
dikonseptualisasikan sebagai struktur mental di mana tercakup di
dalamnya bagaimana kita memandang manusia, peranan sosial, dan
peristiwa. Skema menunjukkan bahwa kita menggunakan struktur mental
untuk menyeleksi dan memproses informasi yang datang dari lingkungan.
Skema sangat ditentukan oleh pengalaman dan sosialisasi. Sebagai sebuah
struktur mental, skema menolong kita menjelaskan realitas dunia yang
kompleks. Karena realitas dunia itu begitu kompleksnya dan pemahaman
tentang realitas tersebut dipengaruhi oleh pengalaman dan memori
dipunyainya, implikasinya peristiwa selalu dibuat dalam bentuk kategori.
Dengan cara itu, peristiwa yang kompleks tersebut disederhanakan,
dipahami, dibuat teratur, koheren, dan mempunyai arti yang spesifik.
Model adalah sesuatu kerangka berfikir individu ketika memandang dan
memahami suatu masalah. Model yang tertanam dalam ingatan tidak
hanya berupa gambaran pengetahuan, tetapi juga pendapat atau penilaian
tentang peristiwa. Penilaian itu mempunyai pengaruh besar pada teks yang
dapat kita temukan ketika kita menggambarkan model pembuat teks. Jika
suatu teks mempunyai bias atau kecenderungan tertentu, umumnya karena
model penulis yang menggambarkan struktur kognisi penulis teks
82
Uraian kognisi sosial berdasarkan tulisan dari Teun A. van Dijk, Sociocognitive
Discourse Studies,… H. 64

42
mempunyai kecenderungan atau perspektif tertentu ketika memandang
suatu peristiwa. Oleh karena itu, menurut van Dijk, analisis wacana harus
menyertakan bagaimana reproduksi kepercayaan yang menjadi landasan
bagaimana penulis menciptakan suatu teks tertentu.83

c. Level Analisis Sosial


Dimensi ketiga dari analisis van Dijk adalah analisis sosial.
Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat,
sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan
meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi
dalam masyarakat. Misalnya dalam riset ini ingin melakukan penelitian
mengenai bagaimana konteks sosial wacana fundamentalisme dalam kitab
niẕâm al-Islâm. Dalam kerangka model van Dijk, kita perlu melakukan
penelitian bagaimana bentuk wacana fundamentalisme diproduksi dalam
kelompok keagamaan HTI. Penelitian dilakukan dengan menganalisis
bagaimana kelompok keagamaan HTI melakukan produksi dan reproduksi
atas wacana pemikiran fundamentalisme, lewat buku-buku, majalah,
selebaran, dan sebagainya yang diterbitkan dan dikonsumsi oleh kelompok
keagamaan HTI. Titik penting dari analisis ini adalah untuk menunjukkan
bagaimana makna yang dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi
lewat praktik diskursus dan legitimasi. Menurut van Dijk, dalam analisis
mengenai masyarakat ini, ada dua poin yang penting: kekuasaan (power),
dan akses (acces).

1. Praktik Kekuasaan
Van Dijk mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan
yang dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok

83
Lihat Martha Augostinos dan Iain Walker, Sosial Cognition: An Intraged Introduction,
London, Sage Publication, 1995. H. 33-42

43
untuk mengontrol kelompok (atau anggota) dari kelompok lain.84 Praktik
kekuasaan bisa dilihat menggunakan analisis ideologi. Mengapa analisis
ideologi berperan penting di dalam studi wacana kritis. Pertama, bahasa
telah membekukan ideologi sehingga bahasa sudah penuh kepentingan dan
menjadi instrumen kekuasaan. Maka ideologi mengungkap dan
mereproduksi wacana. Kedua, dominasi, penyalahgunaan kekuasaan, dan
diskriminasi selalu dilegitimasi oleh ideologi. Dalam konteks ini, ideologi
merupakan kepercayaan sosial dasar yang mengorganisir dan mengontrol
representasi sosial suatu komunitas dan anggota-anggotanya. Ideologi
dibaca melalui skema umum yang mengorganisir kategori-kategori dasar
yang mengorganisir diri dan mengorganisir representasi lain komunitas
dan anggota-anggotanya.85
Memang tidak ada hubungan langsung antara wacana dan ideologi,
namun pemahaman tentang kognisi sosial menunjukkan bahwa
kepercayaan dasar ideologi (misal pemikiran fundamentalisme)
mengorganisir sikap yang secara sosial sama dalam komunitas yang sama.
Dan pada gilirannya, sikap itu akan memengaruhi model peristiwa tertentu
(partisipan dan tindakannya) yang akhirnya dihubungkan dengan wacana
dalam kendali model konteks. Biasanya ideologi memiliki skema yang
terdiri dari lima unsur: (i) keanggotaan (siapa menjadi bagian kita?); (ii)
tindakan khas (apa yang kita lakukan?); (iii) tujuan (mengapa kita
melakukan itu?); (iv) hubungan dengan kelompok lain; (v) sumber daya,
termasuk akses ke wacana publik. Unsur-unsur ini membantu membuat
ideologi menjadi lebih kongkrit dalam wacana.86

84
Lihat lebih lanjut dalam tulisan Teun A. van Dijk, “Structure of Discourse and
Structure of Power”, dalam J.A Anderson (ed), Communication Year book 12, Newbury Park,
California, Sage Publication, 1998. H. 18-59
85
Haryatmoko, Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis): Landasan Teori,
Metodologi dan Penerapan…… H. 88
86
Haryatmoko, Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis): Landasan Teori,
Metodologi dan Penerapan…… H. 88-89

44
Kongkrit karena makna, penafsiran dan pemahaman teks serta
konteks dideskripsi dalam kerangka representasi mental yang khas, artinya
bisa mengikuti model peristiwa, model konteks dan representasi sosial.
Dengan demikian memungkinkan pengguna bahasa yang riil
mengusahakan, memroduksi dan memahami wacana. Di sini, kelihatan
bagaimana kepercayaan pribadi dan sosial memengaruhi produksi wacana,
yang pada gilirannya memengaruhi wacana. Situasi masyarakat sebetulnya
tidak bisa dilepaskan dari konsep kognisi sosial karena teori kognisi sosial
menjelaskan bagaimana struktur sosial berpengaruh atau dipengaruhi
wacana. Maka interaksi sosial lokal dimungkinkan oleh dimensi makro
yang terungkap dalam kognisi sosial kolektivitas. Sedangkan dimensi
makro dikonstruksi secara kognitif oleh representasi aktor sosial orang-
perorangan anggota kelompok. Oleh karena itu, studi wacana kritis tertarik
menganalisis reproduksi wacana terkait dengan struktur-struktur sosial
yang tidak adil.87

2. Akses Mempengaruhi Wacana


Analisis wacana van Dijk, memberi perhatian yang besar pada
akses, bagaimana akses di antara masing-masing kelompok dalam
masyarakat. Kelompok elit mempunyai akses yang lebih besar
dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Oleh karena itu,
mereka yang lebih berkuasa mempunyai kesempatan lebih besar untuk
mempunyai akses pada media, dan kesempatan lebih besar untuk
mempengaruhi kesadaran khalayak. Askes yang lebih besar bukan hanya
memberi kesempatan untuk mengontrol kesadaran khalayak lebih besar,
tetapi juga menentukan topik apa dan isi wacana apa yang dapat
disebarkan dan didiskusikan kepada khalayak. Misalnya dalam wacana
mengenai wacana pemikiran fundamentalisme, HTI mempunyai akses
lebih besar dalam menjangkau khalayak dibandingkan dengan kelompok
87
Haryatmoko, Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis): Landasan Teori,
Metodologi dan Penerapan…… H. 89

45
yang lain. Lewat buku-buku, majalah, selebaran, dan sebagainya yang
diterbitkan dan dikonsumsi oleh kelompok keagamaan HTI.88

d. Kerangka Analisis
Baik struktur teks, kognisi sosial, maupun konteks sosial adalah
bagian yang integral dalam kerangka van Dijk. Kalau suatu teks
mempunyai ideologi tertentu, maka itu menandakan dua hal.89 Pertama
teks tersebut merefleksikan struktur model mental penulis teks ketika
memandang suatu peristiwa atau persoalan. Kalau suatu teks tersebut
mempunyai pandangan tentang pemikiran fundamentalis, bisa jadi penulis
yang menghasilkan teks tersebut mempunyai pemikiran yang
fundamentalis. Kedua, teks tersebut merefleksikan pandangan sosial
secara umum, skema kognisi masyarakat atas suatu persoalan. Katakanlah
kalau suatu teks berisi pemikiran fundamentalis, kemungkinan itu juga
merefleksikan wacana masyarakat yang berfikiran fundamentalis. Untuk
itu diperlukan analisis yang luas bukan hanya pada teks tetapi juga kognisi
individu penulis teks dan masyarakat. Kalau digambarkan, maka skema
penelitian dan metode yang bisa dilakukan dalam kerangka van Dijk
sebagai berikut:90

88
Lihat selengkapnya dalam Teun A. van Dijk, “Discourse, Power and Acces”, dalam
Carmen Rosa Caldas-Coulthard dan Malcolm Coulthard (ed), Critical Discourse Analysis, London
and New York, Routladge, 1999. H. 84-102
89
Teun A. van Dijk, News as Discourse, Hilsdale, New Jersey, Lawrence Erlbaum
Associates, 1988. H. 118-119
90
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media……. H. 274-275

46
STRUKTUR METODE
Teks Critical linguistics
Menganalisis bagaimana strategi
wacana yang dipakai untuk
menggambarkan seseorang atau
peristiwa tertentu. Bagaimana
strategi tekstual yang dipakai untuk
menyingkirkan atau memarjinalkan
suatu kelompok, gagasan, atau
peristiwa tertentu.
Kognisi Sosial Dokumentasi dengan penelusuran
Menganalisis bagaimana kognisi biografi penulis teks dan karya-
penulis teks dalam memahami karyanya.
seseorang atau peristiwa tertentu
yang akan ditulis.
Analisis Sosial Studi pustaka, penulusuran
Menganalisis bagaimana wacana sejarah.
yang berkembang dalam
masyarakat, proses produksi dan
reproduksi seseorang atau peristiwa
digambarkan.

Bagan 3. Kerangka analisis van Dijk


Sumber diambil dari Eriyanto (2001) dengan modifikasi penulis

47
B. Penafsiran Teks Keagamaan Kelompok Hizbut Tahrir Indonesia
1. Pemikiran HTI dalam Menafsirkan Teks Keagamaan terkait
Syari’at Islam.
Berdasarkan analisis studi yang dilakukan peneliti dalam mengungkap
pola penafsiran keagamaan Hizbut Tahrir Indonesia, baik melalui studi literatur
teks keagamaan HTI maupun studi dokumentasi terungkap bahwa HTI
konsisten termasuk salah satu organisasi kemasyarakatan Islam yang pola fikir
keagamaannya masuk dalam kriteria fundamentalisme Islam kontemporer.
Pernyataan di atas berdasarkan ungkapan Syaikh Taqiyyudin an-Nabhani
dalam Asy-Syakhshiyah al-Islâmiyyah (jilid III), al-muhkâm adalah lafal yang
maknanya tampak jelas dan tersingkap secara sempurna dan kemungkinannya
terangkat (hilang). Artinya, al-muhkâm itu maknanya jelas dan hanya
mengandung satu makna saja, dan tidak ada kemungkinan dua makna atau
lebih.91 HTI dalam menafsirkan al-qur‟an sebagian besar ditafsirkan secara
tekstual terutama menyangkut ayat-ayat muhkamât diantaranya: (1) Penerapan
syari‟ah Islam yang harus dilaksanakan secara keseluruhan (kâffah), perintah
tersebut berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 208 yang berbunyi:
ْٓ١ِ‫ ُِذ‬ٌّٚ ‫جْ إَُِّٔٗ ٌَ ُى ُْ َػ ُذ‬ ِ ‫ث‬َٛ ُ‫ْ ث ُخط‬ُٛ‫ ََلصَضَّذِؼ‬َٚ ً‫ ثٌغ ٍِّْ ُِ َوجفَّز‬ٝ‫ف‬
ِ َ‫ط‬١ْ ‫س ثٌ َّش‬ ِ ‫ْ ث‬ٍُٛ‫ث ث ْد ُخ‬َُِٕٛ َ‫َٓ ث‬٠ْ ‫َج ثٌَّ ِز‬ُّٙ٠َ‫جَث‬٠
Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara
keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia
musuh yang nyata bagimu.92

(2) Perintah penegakkan hukum pidana Islam yaitu potong tangan bagi
pencuri berdasarkan surat Al-Maidah ayat 38:

ِ ‫هللاُ ػ‬َٚ .ِ‫ُ َّج َخضَ ث ًء دِ َّج َو َغذَج َٔ َى ًجَل َِِٓ هللا‬َٙ٠‫ ِذ‬٠ْ َ‫ْ ث أ‬ُٛ‫َّجسلَزُ فَج ْلطَؼ‬
ُْ١‫ْض َز ِى‬٠‫َض‬ ُ ‫َّجس‬
ِ ‫ثٌغ‬َٚ ‫ق‬ ِ ‫ثٌغ‬َٚ
Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah maha perkasa, maha bijaksana.93

91
Hizbut Tahrir Indonesia, Media Politik dan Dakwah al-Wa‟ie Membangun Kesadaran
Umat (No. 198 Tahun XVII, 1-28 Februari 2017/1438 H). H. 61
92
Pernyataan Rachmat S Labib Ketua DPP HTI dalam Acara Pro Kontra di Stasiun Jak
TV Pada Tanggal 12 Juli 2017
93
Taqiyuddin an-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam……… h. 137

48
(3) Hukum haramnya riba berdasarkan surat al-Baqarah ayat 275:
ُ َ‫ط‬١ْ ‫َضَخَ ذَّطُُٗ ثٌ َّش‬٠ ٜ‫ْ َُ ثٌَّ ِز‬ُٛ‫َم‬٠ ‫ْ َْ إَِلَّ َو َّج‬ُِٛ ُْٛ‫َم‬٠‫ْ َْ ثٌشِّ دَج ََل‬ٍُٛ‫َأْ ُو‬٠ َٓ٠ْ ‫ثٌٍَّ ِز‬
َ‫جْ َِِٓ ثٌ َّظِّ َرٌِه‬
ِٗ ِّ‫ْ ِػظَز ِِ ْٓ َسد‬َِٛ ُٖ‫ َز َّش ََ ثٌشِّ دَج فَ َّ ْٓ َخج َء‬َٚ ‫ َغ‬١ْ َ‫أَ َز ًَّ هللاُ ْثٌذ‬َٚ ‫ ُغ ِِ ْث ًُ ثٌشِّ دَج‬١ْ َ‫ْ ث إَِّٔ َّج ْثٌذ‬ٌُٛ‫ُ ُْ لَج‬ََّٙٔ‫دِأ‬
ُ
ِ ٌَّٕ‫ َِ ْٓ ػَج َد فَأٌَتِهَ أَصْ َسجحُ ث‬َٚ ِ‫ هللا‬ٌٝ
َْ ْٚ‫َج خَ جٌِ ُذ‬ٙ١ْ ِ‫جس ُ٘ ُْ ف‬ َ ِ‫أَ ِْ ُشُٖ إ‬َٚ َ‫ فٍََُٗ َِج َعٍَف‬ََٝٙ‫فَج ْٔض‬
Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena
mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat
peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya
dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa
mengulangi, maka mereka itu penghuni nereka, mereka kekal di dalamnya.94

(4) Hukum jilid bagi pezina berdasarkan surat An-Nur ayat 2:


ِ‫ ِْٓ هللا‬٠‫ ِد‬ِٝ‫ َّج َس ْأفَز ف‬ِٙ ِ‫ ََلصَأْ ُخ ْز ُو ُْ د‬َٚ ‫ُ َّج ِِجةَزَ َخ ٍْ َذ ٍر‬ْٕٙ ِِ ‫ثز ٍذ‬
ِ َٚ ًَّ ‫ْ ث ُو‬ٚ‫ فَجخْ ٍِ ُذ‬ِٝٔ‫ثٌ َّضث‬َٚ ُ‫َز‬١ِٔ‫ثٌَ َّضث‬
َٓ١ْ ِِِٕ ‫ُ َّج غَجةِفَز َِِٓ ْثٌ ُّ ْؤ‬َٙ‫َ ْذ َػ َزثد‬ٙ‫َ ْش‬١ٌْ َٚ ‫ْ َِ ثَلَ ِخ ِش‬َٛ١ٌ‫ ْث‬َٚ ِ‫ْ َْ دِجهلل‬ُِِٕٛ ‫إِ ْْ ُو ْٕضُ ُْ صُ ْؤ‬
Pezinah perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari
keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu
beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.95

Menurut Hizbut Tahrir diperkuat lagi dalam kitab Al-syakhshiyyah al-


Islâmiyyah adanya keterikatan antara akidah dengan hukum syara‟, walaupun
terdapat perbedaan antara keduanya. Akidah itu adalah keimanan, keimanan
adalah pembenaran yang bersifat pasti yang sesuai dengan fakta berdasarkan
pada dalil yang qaṯ‟i. Jadi, yang dibutuhkan adalah pasti dan yakin. Sedangkan
hukum syara‟ adalah khitâb Syari‟ (seruan Allah) yang berhubungan dengan
seluruh perbuatan hamba. Pemahaman pemikiran dan pembenaran terhadap
ada atau tidaknya suatu fakta termasuk perkara akidah. Pemahaman pemikiran
dan menganggapnya sebagai solusi atau bukan terhadap suatu perbuatan
manusia termasuk ke dalam persoalan hukum syara‟. Untuk menggolongkan
suatu pemikiran itu sebagai solusi cukup dengan dalil ẕanni. Sedangkan untuk

94
Taqiyuddin an-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam……… h. 127
95
Taqiyuddin an-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam……… h. 127

49
pembenaran terhadap adanya fakta sebuah pemikiran harus berdasarkan dalil
qaṯ‟i. Misalnya, potong tangan bagi pencuri merupakan hukum syara‟.
Pembenaran terhadap keberadaan hukum tersebut dari Allah termasuk perkara
akidah. Pengharaman riba adalah hukum syara‟, dan pembenaran terhadap
keberadaan hukum tersebut dari Allah termasuk perkara akidah. Apabila
mengingkari kedua hukum syara‟ di atas maka bisa dianggap kafir.96
Sedangkan penafsiran Al-Quran yang dijelaskan oleh seorang mufassir
berfikiran moderat seperti M. Quraish Shihab sendiri dalam tafsir Al-Mishbah,
berkenaan mengenai penafsiran ayat-ayat al-Quran surat Al-Baqarah ayat 208,
surat Al-Maidah ayat 38, surat al-Baqarah ayat 275, dan surat An-Nur ayat 2
sebagai berikut:
Menurut pendapat M. Quraish Shihab tafsir surat Al-Baqarah ayat 208
yaitu Hai orang-orang yang beriman, dengan ucapannya, baik yang sudah,
maupun yang belum dibenarkan imannya oleh perbuatannya: masuklah kamu
dalam kedamaian (Islam) secara menyeluruh.97
Kata (ٍُ‫ )ثٌغ‬as-Silm yang dalam ayat di atas diterjemahkan dengan
kedamaian atau Islam, makna dasarnya adalah damai atau tidak menganggu.
Kedamaian oleh ayat ini diibaratkan berada disuatu wadah yang dipahami dari
kata (‫ )يف‬fi, yakni dalam. Yang beriman diminta untuk memasukkan totalitas

dirinya ke dalam wadah itu secara menyeluruh, sehingga semua kegiatannya


berada dalam wadah atau koridor kedamaian. Ia damai dengan dirinya,
keluarganya, dengan seluruh manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan serta
alam raya. Wal hasil (‫ )كافة‬kâffah, yakni secara menyeluruh tanpa kecuali.98

96
Taqiyyudin An-Nabhani, Syakshiyah Islam penerjemah Zakia Ahmad (Jakarta: HTI,
2007). H. 288-289
97
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an
(Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2001), volume 1 Cet I, h. 419
98
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an……. H.
419

50
Ayat ini menuntut setiap yang beriman agar melaksanakan seluruh ajaran
Islam. Jangan hanya percaya dan mengamalkan sebagian ajarannya dan
menolak atau mengabaikan sebagian yang lain. Ia dapat juga bermakna
masuklah kamu semua kaffah tanpa kecuali, jangan seorangpun di antara
kamu yang tidak masuk yang tidak masuk ke dalam kedamaian/Islam.99
Kesimpulan penafsiran M. Quraish Shihab di atas melalui pendekatan
kontekstual, kata (ٍُ‫ )ثٌغ‬tidak ditafsirkan syari‟at Islam akan tetapi
menggunakan penafsiran kedamaian/Islam, ajaran Islam ditafsirkan dengan
sesuatu yang dapat membawa kedamaian dengan sesama manusia dan seluruh
alam. Penafsiran tersebut cocok dengan konteks Indonesia yang beragam
berdasarkan konsep Bhineka Tunggal Ika. Berbeda dengan HT yang
menafsirkan kata (ٍُ‫ )ثٌغ‬dengan syari‟at Islam yang harus dilaksanakan secara
menyeluruh (kâffah). Penafsiran HTI di atas bertujuan ingin mengformalkan
syari‟at Islam di bawah naungan dawlah khilâfah Islâmiyyah. Namun, keadaan
tersebut tidak cocok dengan konteks Indonesia yang majemuk agama, suku dan
budayanya.
Penafsiran berbeda juga diperlihatkan oleh Quraish Shihab dalam
menafsirkan surat al-baqarah ayat 275, menurut penafsirannya cara perolehan
harta yang dilarang oleh ayat ini, yang bertolak belakang dengan sedekah
adalah riba. Sedekah adalah pemberian tulus dari yang mampu kepada yang
butuh tanpa mengharap imbalan dari mereka. Riba adalah mengambil
kelebihan di atas modal dari yang butuh dengan mengeksploitasi
kebutuhannya. Para pemakan riba itulah yang dikecam oleh ayat ini, apalagi
praktek ini dikenal luas di kalangan masyarakat Arab.100
Sebenarnya persoalan riba telah dibicarakan al-Qur‟an sebelum ayat ini.
Kata riba ditemukan dalam empat surah al-Qur‟an, yaitu al-Baqarah, Ali
„Imran, al-Nisa, dan al-Rum. Tiga surah pertama turun di Madinah setelah
99
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an……. H.
420
100
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an…….
H. 549-550

51
Nabi berhijrah dari Mekah, sedang al-Rum turun di Mekkah. Ini berarti ayat
pertama yang berbicara tentang riba adalah ayat 39 surat al-Rȗm yang
menyatakan, “Suatu riba (kelebihan) yang kamu berikan agar ia menambah
kelebihan pada harta manusia, maka riba itu tidak bertambah di sisi Allah”.
Sedang ayat terakhir tentang riba adalah ayat-ayat yang terdapat dalam surat
al-Baqarah, dimulai dari ayat 275 ini. Bahkan ayat ini dinilai sebagai ayat
hukum terakhir, atau ayat terakhir yang diterima oleh Rasulullah. Umar Ibn
Khattab berkata, bahwa Rasulullah wafat belum sempat menafsirkan
maknanya, yakni secara tuntas. Karena ayat ini telah didahului oleh ayat-ayat
lain yang berbicara tentang riba, maka tidak heran jika kandungannya bukan
saja melarang praktek riba, tetapi juga sangat mencela pelakunya, bahkan
mengancam mereka.101
Riba dari segi bahasa adalah penambahan. Sementara para ahli hukum
mengemukakan kaidah, bahkan ada yang menilainya hadits walau pada
hakikatnya ia adalah hadis ḏa‟if, bahwa (َ‫ زشث‬ٛٙ‫ )وً لشض خش ِٕفؼز ف‬setiap
piutang yang mengundang manfaat (melebihi jumlah hutang), maka itu adalah
haram (riba yang terlarang). Pandangan atau kaidah ini tidak sepenuhnya
benar, karena Nabi Muhammad SAW, pernah membenarkan pembayaran yang
melebihi apa yang dipinjam. Sahabat Nabi, Jabir ibn Abdillah, memberitakan
bahwa “ia pernah mengutangi Nabi dan setelah berselang beberapa waktu ia
mendatangi Nabi, beliau membayar dan melebihkannya” (H.R. Bukhari dan
Muslim); walau harus digaris bawahi bahwa penambahan itu tidak disyaratkan
sewaktu melakukan akad pinjam meminjam.102
Tidak mudah menjelaskan hakikat riba, karena al-Qur‟an tidak
menguraikannya secara rinci. Rasul pun tidak sempat menjelaskannya secara

101
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an…….
H. 550
102
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an…….
H. 553

52
tuntas, karena rangkaian ayat-ayat riba dalam surah ini turun menjelang beliau
wafat.103
Kesimpulan dari penafsiran di atas menunjukkan bahwa Quraish Shihab
menafsirkan ayat-ayat tentang keharaman riba menyuguhkan pemikiran yang
moderat dan menafsirkan secara kontekstual. Penafsiran tersebut berbeda
dengan HTI yang menafsirkan ayat tersebut secara literal dan menafikan
pemahaman secara kontektual.
Di samping itu kita lihat penafsiran Quraish Shihab surat al-Maidah ayat
38 tentang hukuman potong tangan bagi pencuri laki-laki dan perempuan.
Menurut pendapatnya, kata (‫ )ثٌغجسق‬al-sâriq (pencuri) memberi kesan bahwa
yang bersangkutan telah berulang-ulang kali mencuri, sehingga wajar ia
dinamai pencuri. Jika kita memahami demikian, maka ini berarti seorang yang
barusekali atau dua kali mencuri belum wajar dinamai pencuri, dan dengan
demikian ia belum/tidak dikenai sanksi yang disebut ayat di atas. Ini berbeda
jika kata tersebut diterjemahkan “lelaki yang mencuri” sebagaimana
terjemahan Departemen Agama dalam “Al-Qur‟an dan Terjemahannya”
(Cetakan Saudi Arabia, Rajab 1415 H).104
Memang mayoritas ulama – kalau enggan berkata semua ulama –
memahami kata al-sâriq/al-sâriqat dalam arti sebagaimana terjemahan
Departemen itu, yakni lelaki yang mencuri dan perempuan yang mencuri. Jika
demikian, walau hanya sekali ia terbukti mencuri, maka sanksi tersebut jatuh
atasnya.105
Para ulama menetapkan makna pencurian yang dimaksud oleh ayat ini di
samping menetapkan sekian syarat untuk jatuhnya sanksi hukum di atas.
Mencuri berbeda dengan korupsi, merampok, mencopet dan merampas.

103
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an…….
H. 553
104
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an
(Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2001), volume VI Cet I, h. 85-86
105
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an…… H.
86

53
Mencuri adalah mengambil secara sembunyi-sembunyi barang berharga milik
orang lain yang disimpan oleh pemiliknya pada suatu tempat yang wajar, dan si
pencuri tidak diizinkan untuk memasuki tempat itu. Dengan demikian, siapa
yang mengambil sesuatu yang bukan miliknya tetapi diamanatkan kepadanya
maka ia tidak termasuk dalam pengertian mencuri oleh ayat ini, seperti
bendaharawan menggelapkan uang. Tidak juga jika mengambil harta di mana
ada walau sedikit dari harta itu yang menjadi miliknya, seperti dua orang atau
lebih bersyarikat dalam satu usaha, atau mengambil dari uang negara. Alhasil
hukuman ini tidak serta merta tidak dijatuhkan apalagi Rasul saw. Bersabda
)‫جس‬ٙ‫د دجٌشذ‬ٚ‫ث ثٌسذ‬ٚ‫ (ثدسء‬hindarilah menjatuhkan hukuman bila ada dalih untuk
menghindarinya.106
Ini tentu bukan berarti bahwa yang bersangkutan tidak dijatuhi sanksi
sama sekali, tetapi yang dimaksud adalah tidak dikenakan atasnya had yakni
sanksi hukum potong tangan bagi yang mencuri, mencambuk, dana atau
merajam bagi yang berzina, dan membunuh bagi yang membunuh. Sanksi
hukum yang harus ditegakkan sebagai gantinya adalah apa yang diistilahkan
dengan ta‟zȋr yaitu hukuman yang lebih ringan dari hukuman yang ditetapkan
bila bukti pelanggaran cukup kuat. Ta‟zȋr berupa hukuman penjara atau apa
saja yang dinilai wajar oleh yang berwenang.107
Sementara mayoritas muslim Indonesia sepakat memahami perintah
potonglah kedua tangannya dalam arti majazi, yakni lumpuhkan
kemampuannya. Pelumpuhan dimaksud antara lain mereka pahami dalam arti
penjarakan ia. Memang dikenal istilah iqṯa‟ȗ lisanah/potonglah lidahnya,
dalam arti jangan biarkan dia mengomel atau mengecam dengan jalan
memberinya uang. Tetapi memahami potonglah tangannya dengan potonglah
lidahnya di samping tidak sejalan dengan praktek Rasul saw., juga tidak

106
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an……
H. 87
107
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an…….
H. 88

54
dikenal oleh masyarakat pengguna Bahasa Arab dalam arti itu pada masa
turunnya al-Qur‟an.108
Ada lagi yang memahami sanksi hukum yang ditetapkan ayat ini dalam
arti batas maksimal, yakni hukuman yang setinggi-tingginya, dan dengan
demikian hakim dapat menjatuhkan hukuman yang lebih ringan dari hukuman
potong tangan apabila ada hal-hal yang dapat meringankan. Pehaman ini
kendati tidak diisyaratkan dalam teks di atas, namun dapat diterima jika
memang ada alasan yang dapat meringankan seperti yang diisyaratkan di atas
ketika menyinggung pendapat Umar ra.109
Pendapat Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah ketika menafsirkan
surat An-Nur ayat 2, menyatakan ayat tersebut menggunakan kata (‫الزاين‬
ّ ) az-zânȋ
dan )‫(الزانية‬
ّ az-zâniyah yakni menggunakan patron kata yang mengandung
kemantapan kelakuan itu pada yang bersangkutan. Tentu saja kemantapan
tersebut, tidak mereka peroleh kecuali setelah berzina beulang-ulang kali. Nah,
apakah jika demikian, seorang baru dijatuhi hukuman yang disebut ayat ini,
bila ia berulang kali melakukan perzinahan? Mayoritas ulama berpendapat
tidak, yakni siapa pun yang ditemukan berzina atau mengaku berzina, dengan
memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan agama – walau baru sekali – maka ia
dijatuhi hukuman tersebut. Nah, jika demikian, mengapa ayat di atas
menggunakan patron kata tersebut? Penulis antara lain mengemukakan bahwa
jawaban pertanyaan di atas antara lain ditemukan dalam memahami sifat Allah
al-Ghaffâr yakni Yang Maha Pengampun. Imam Ghazali menjelaskan bahwa
al-Ghaffâr adalah “Yang menampakkan keindahan dan menutupi keburukan.
Dosa-dosa – tulisnya – adalah bagian dari sejumlah keburukan yang ditutup-

108
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an…….
H. 88
109
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an
(Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2001), volume 3 Cet I, h. 88-89

55
Nya dengan jalan tidak menampakkannya di dunia serta mengenyampingkan
siksanya di Akhirat.110
Kata (‫ )جلدة‬jaldah terambil dari kata )‫ (جلد‬jilid yakni kulit. Sementara

ulama antara lain al-Zamakhsyari dan al-Biqâ‟I memperoleh kesan dari


penggunaan kata tersebut bahwa pecambukan yang dilakukan ketika
menjatuhkan hukuman, hendaknya tidak terlalu keras sehingga tidak
menyakitkan dan tidak sampai ke daging. Dari sini pula sehingga kata )‫(رأفة‬

ra‟fah yang digunakan disini, bukan )‫ (رمحة‬rahmah/rahmat. Karena ra‟fah

adalah belas kasih yang mendalam melebihi rahmat. Dan dengan demikian
ayat ini tidak melarang rahmat dan kasih sayang kepada yang dicambuk selama
rahmat itu tidak mengakibatkan diabaikannya hukuman.111
Sementara orang menduga bahwa sanksi hukum terhadap pezina sangat
berat. Mereka lupa bahwa syarat-syarat jatuhya siksa tersebut sangat sulit
bahkan hampir-hampir saja mustahil terpenuhi, kecuali atas dasar pengakuan
yang bersangkutan dan itu pun dengan syarat-syarat yang cukup ketat.112
Penulis yang menjadi dasar oleh sementara ulama untuk menggugurkan
aneka sanksi hukum Allah, bila yang pelaku kejahatan benar-benar bertaubat,
atau menyampaikan pengakuannya. Hal tersebut berdasarkan QS. Al-Mâidah
ayat 33-34, “orang-orang yang bertaubat (di antara mereka) sebelum kamu
dapat menguasai (menangkap) mereka”;. Ini mereka kuatkan juga dengan
riwayat yang menyatakan bahwa seorang sahabat Nabi saw datang kepada
beliau agar dijatuhi sanksi hukum. Yang bersangkuta memohon hal tersebut
setelah berwuḏu dan sebelum shalat. Setelah selesai shalat ia mengulangi
permohonannya, maka Rasul saw menjawab: “Bukankah tadi Anda telah
berwuḏu dan shalat bersama? Sementara ulama berpendapat bahwa sanksi

110
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an
(Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2001), volume 9 Cet I, h. 279
111
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an..h. 280
112
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an..h. 282

56
yang dimaksudkan oleh si pemohon itu adalah berupa hadd akibat pelanggaran
yang mengharuskan ia didera. Jika demikian sanksi dapat gugur jika yang
bersangkutan bertaubat dan berbuat baik, seperti bunyi ayat ini.113
Penafsiran Quraish Shihab di atas tentang hukuman bagi orang-orang yang
melakukan pencurian dan zinah menjelaskannya secara kemanusiaan, toleran,
dan sesuai dengan kontek sosial masyarakat Indonesia yang minjung-jung
tinggi nilai-nilai kehormatan umat manusia. Berbeda dengan penafsiran HT,
yang mengedepankan pemahaman secara tekstual, berfikiran radikal, dan
mengenyampingkan nilai-nilai kemanusiaan yang berseberangan dengan
konteks sosial masyarakat Indonesia.
Pemikiran Hizbut Tahrir terhadap seorang muslim segala sesuatu dalam
kehidupannya selalu terikat dengan Islam, sehingga tidak memiliki kebebasan
mutlak. Akidah seorang muslim terikat dengan batas-batas Islam dan tidak
bebas. Maka murtadnya seorang muslim merupakan tindak pidana besar yang
pantas dibunuh apabila tidak segera kembali bertaubat kepada Islam. Meskipun
dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 256 dijelaskan tidak ada paksaan
dalam menganut agama Islam, ayat tersebut berbunyi:

ِّ ‫ ََّٓ ثٌشُّ ْش ُذ َِِٓ ْثٌغ‬١َ‫ ِْٓ لَ ْذ صَذ‬٠‫ ثٌ ِّذ‬ِٝ‫ََل إِ ْو َشثَٖ ف‬


ِ ْٛ‫َ ْىفُشْ دِجٌطَّج ُغ‬٠ ْٓ َّ َ‫ ف‬َٝ
ِ‫ ُْؤ ِِ ْٓ دِجهلل‬٠َٚ ‫س‬
ُْ١ٍِ‫ْغ َػ‬١ِّ ‫هللاُ َع‬َٚ ‫َج‬ٌَٙ ََ ‫صج‬ َ ِ‫ ََل ْٔف‬َٝ‫ ْثم‬ُٛ ٌ‫ ِر ْث‬َٚ ْ‫فَمَ ِذث ْعضَ ّْ َغهَ دِجٌْؼُش‬
Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah
jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa
ingkar kepada Ṯâgȗt dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah
berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus, Allah
Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

Dari segi tingkah laku, seorang muslim juga terikat dengan aturan Islam.
Berdasarkan hal ini perbuatan zina tergolong tindak pidana, dan terhadap
pelakunya berhak diberikan sanksi jilid dan rajam tanpa ada perasaan belas

113
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an…
h. 283-284

57
kasihan. Bahkan hukuman itu diumumkan kepada khalayak, sebagaimana
firman Allah SWT surat Al-Nur ayat 2.114
Pandangan Quraish Shihab mengenai surat al-Baqoroh ayat 256 tentang
tidak ada paksaan dalam menganut agama. Mengapa ada paksaan, padahal
Allah tidak membutuhkan sesuatu; Mengapa ada paksaan, padahal sekiranya
Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu ummat (saja) (Qs. Al-
Mâidah: 48). Perlu dicatat bahwa yang dimaksud dengan tidak ada paksaan
dalam menganut agama adalah menganut aqidahnya. Ini berarti jika sesorang
telah memilih satu aqidah, katakan saja aqidah Islâmiyyah, maka dia terikat
dengan tuntunan-tuntunannya dan berkewajiban melaksanakan perintah-
perintahnya. Dia terancam sanksi bila melanggar ketetapannya. Dia tidak boleh
berkata, “Allah telah memberi saya kebebasan untuk shalat atau tidak, berzina
atau nikah”. Karena bila dia telah menerima aqidahnya, maka dia harus
melaksanakan tuntunannya.115
Penegasan ayat di atas, tidak ada paksaan dalam menganut keyakinan
agama; Allah menghendaki agar setiap orang merasakan kedamaian. Agama-
Nya dinamai Islam, yakni damai. Kedamaian tidak dapat diraih kalau jiwa
tidak damai. Paksaan menyebabkan jiwa tidak damai, karena itu tidak ada
paksaan dalam menganut keyakinan agama Islam.116
Penafsiran Hizbut Tahrir di atas tidak cocok dengan kondisi sosial
masyarakat Indonesia yang beraneka ragam agama, suku bangsa, dan
bahasanya. Penafsiran yang cocok justru dijelaskan dalam Tafsir Al-Mishbah
karya Quraish Shihab, penafisiran dengan gaya pemikiran yang moderat, sesuai
dengan konteks sosial masyarakat Indonesia yang plural, dan menggunakan
analisis kebahasaan yang begitu dalam.

114
Lihat. Niẕâm al-Islam, hlm. 60-61
115
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an
(Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2001), volume VI Cet I, h. 515
116
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an…….
H. 516

58
Adapun tafsir-tafsir yang disusun pada masa sekarang dan pada akhir masa
kemunduran, seperti tafsir Muhammad „Abduh, tafsir Thanthawi Jauhari, tafsir
Ahmad Mushthafa al-Maraghi dan selain mereka, HT tidak menganggap
sebagai bagian dari tafsir dan tidak selalu harus dipercaya. Padahal mereka
semua merupakan ulama tafsir kontemporer yang berfikiran rasional
kontekstual. HT lebih menganggap tafsir Ibnu Jarir ath-Thabari, tafsir Abu
Abdullah Muhammad al-Qurthubi, tafsir an-Nasafi dan lain-lain, karena
mereka dianggap sebagai bagian dari imam-imam dalam tafsir maupun yang
lain. Alasan HT tidak mengakui ulama tafsir kontemporer yang berfikiran
rasional kontekstual, karena di dalamnya mengandung pengangkangan
terhadap agama Allah dalam menafsirkan kebanyakan dari ayat-ayat, seperti
penafsiran Muhammad Rasyid Riḏa terhadap ayat:

َْ ُْٛ‫َسْ ُى ُْ دِ َّج أَ ْٔضَ َي هللاُ فَأٌُتِهَ ُ٘ ُُ ْثٌفَج ِعم‬٠ ُْ ٌَ ْٓ َِ َٚ

Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan


Allah, maka mereka itu adalah orang-orang fasik. (QS. Al-Maidah: 47)
Dia membolehkan penduduk India yang beragama Islam megambil
undang-undang Inggris dan tunduk kepada hukum-hukum peradilan Inggris.
Menurut pernyataan Rasyid Ridha yang tidak disukai HT mengutarakan:
“secara umum bahwa dâr al-harbi bukanlah tempat untuk ditegakkannya
hukum-hukum Islam. Karena itu wajib berhijrah dari dâr al-harbi kecuali bila
ada „uzur atau maslahat bagi kaum muslim yang aman dari fitnah dalam
masalah agama, dan kepada orang yang bertekad membantu kaum Muslim
sesuai dengan kemampuannya, dan bertekad memperkuat atau menegakkan
hukum-hukum Islam sesuai kadar kemampuannya, kemudian tidak ada sarana
untuk memperkuat kekuasaan Islam serta melindungi kemaslahatan kaum
Muslim, seperti mengikuti seluruh aktivitas pemerintahan, terutama jika
pemerintah itu penuh toleransi, bersikap adil antar semua bangsa dan agama,
seperti pemerintahan Inggris.117

117
Lihat. Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah…. H. 425-426

59
Kelompok HTI yang diakui sebagai gerakan keagamaan yang
fundamentalis dan radikal dalam pemikirannya, menanggapi permasalahan
sesat menyesatkan atau kafir mengkafirkan, Hizbut Tahrir berpendapat tidak
boleh mengkafirkan seseorang di antara kaum Muslim, selama ia bersaksi
bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad
Rasulullah, disertai dengan keyakinan hatinya, dan selama ia tidak
mengingkari sesuatu di antara persoalan agama yang telah diketahui secara
pasti, serta tidak mengingkari hukum yang telah ditetapkan berdasarkan dalil
yang qaṯ‟i. Dalam hal ini Hizbut Tahrir berdalil dengan sabda Rasulullah
SAW.:

َ‫هللاُ َدخَ ًَ ْثٌ َدَّٕز‬


َّ ‫َ ْؼٍَ ُُ أََُّٔٗ ََل إٌََِٗ إِ ََّل‬٠ َٛ َُ٘ٚ َ‫َِ ْٓ َِجس‬

“Barangsiapa yang mati, sedang ia yakin bahwa tiada Tuhan yang berhak
disembah melainkan Allah, maka ia masuk surga”.118
Dan sabdanya:

‫َج لَ ٍْذُُٗ دَ َّششْ صُُٗ دِ ْجٌ َدَّٕ ِز‬ِٙ‫مًِٕج د‬١ْ َ‫هللاُ ُِ ْغض‬
َّ ‫َ ُذ أَ ْْ ََل إٌََِٗ إِ ََّل‬ٙ‫َ ْش‬٠ ‫ش‬١
ُ ِ‫َِ ْٓ ٌَم‬

“Siapapun yang aku temui sedang ia bersaksi bahwa tiada Tuhan yang
berhak disembah melainkan Allah, dengan disertai keyakinan hatinya, maka
aku sampaikan kabar gembira kepadanya dengan surga”.119
Dan nash-nash yang sejenisnya. Kemudian, Hizbut Tahrir menyatakan:
“Nash-nash ini jelas bahwa siapa pun yang bersaksi bahwa tiada Tuhan yang
berhak disembah melainkan Allah, dan Muhammad Rasulullah, dengan disertai
keyakinan hatinya, maka ia termasuk di antara penghuni surga, bukan penghuni
neraka. Siapa saja yang menjadi penghuni surga, maka tidak mungkin kecuali
ia seorang Muslim, mustahil ia seorang Kafir. Hal ini menunjukkan bahwa
seorang Muslim tidak dikafirkan sebab dosa yang dilakukannya, selama ia
tidak mengingkari sesuatu di antara persoalan agama yang telah diketahui

118
Diriwayatkan oleh Muslim. Lihat: Shahih Muslim, vol. I, hlm. 55.
119
Diriwayatkan oleh Muslim. Lihat: Shahih Muslim, vol. I, hlm. 59.

60
secara pasti, serta tidak mengingkari sesuatu (hukum) yang telah ditetapkan
berdasarkan dalil yang qath‟i.120

Berdasarkan kesimpulan pemikiran HT di atas, HT cukup moderat dan


tidak radikal secara pemikiran. Akan tetapi yang mereka pertentangkan bukan
masalah akidah pribadi individu manusia itu sendiri. Menurut HT, justru yang
mereka tidak sepakat dan ingin menggantinya yaitu tentang sistem
pemerintahan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Mereka lebih setuju
dengan sistem khilâfah Islâmiyyah sebagai jargon idola mereka dan
menurutnya sebagai jalan keluar dari semua permasalahan dari sistem tidak
Islami yang banyak mengandung permasalahan akhir-akhir ini di NKRI.

Melihat sistem pemerintahan dan hukum/peradilan yang diterapkan di


NKRI yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, bahwasanya kedua pilar
tersebut merupakan inti sari dan esensi dari ajaran Islam yang sudah
dirumuskan oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia dan mayoritas para
ulama serta cendikiawan muslim yang sesuai dengan konteks ke-Indonesiaan
yang plural dan toleran. Maka dari itu, NKRI tidak bisa disebut sebagai nagara
Dâr al-Kufr sebagaimana yang diungkapkan dari pemikiran Hizbut Tahrir.

2. Penafsiran HTI dalam Konteks Penegakkan Sistem Pemerintahan


Khilâfah Islâmiyyah.
Ayat al-Qur‟an yang menjadi rujukan berdirinya Hizbut Tahrir merupakan
pemenuhan terhadap firman Allah SWT:

‫ٌته‬ٚ‫أ‬ٚ ‫ْ ػٓ ثٌّٕىش‬ٕٛٙ٠ٚ ‫ف‬ٚ‫ْ دجٌّؼش‬ٚ‫أِش‬٠ٚ ‫ش‬١‫ ثٌخ‬ٌٝ‫ْ إ‬ٛ‫ذػ‬٠ ‫ٌضىُ ِّٕىُ أ ِّز‬ٚ
ْٛ‫ُ٘ ثٌّفٍس‬
Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyerukan
kebajikan dan melakukan amar makruf nahi mungkar; merekalah orang-orang
yang beruntung (QS. Ali Imran: 104).

120
Lihat: Jawab su‟al, 1 Dzul Hijjah 1410 H./22 Juni 1990 M. Dikutip oleh M. Muhsin
Rodhi, Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam Mendirikan Negara Khilafah Islamiyah...
H. 269

61
Hizbut Tahrir menafsirkan ayat al-Qur‟an diatas sebagai tujuan untuk
membangkitkan umat Islam dari keterpurukannya yang parah dan membebaskan
umat dari pemikiran-pemikiran, sistem dan hukum-hukum kafir, juga
membebaskan umat dari penguasaan negara-negara kafir dan pengaruhnya.
Melalui ayat al-Qur‟an di atas hizbut tahrir mengajak/menyeru untuk
mengembalikan Daulah Khilâfah Islâmiyyah agar kembali eksis sehingga
berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah akan kembali terwujud. Hizbut
Tahrir dalam menjalankan dakwahnya menegakkan Daulah Khilâfah Islâmiyyah
diharuskan menggunakan metode yang ditempuh Rasulullah SAW, karena
merupakan hukum syariah yang tidak boleh dilanggar. Hanya saja, Hizbut Tahrir
memperhatikan untuk menggunakan cara-cara dan sarana-sarana yang berbeda
karena syari‟ah memang membolehkannya. Metode yang digunakannya melalui
pergolakan pemikiran dan perjuangan politik. Mereka tidak melakukan aktifitas
fisik apapun untuk mencapai tujuan-tujuannya, walaupun fitnah dan siksaan
datang menimpa kelompok hizbut tahrir. Karena mereka harus bersabar sesuai
dengan tuntutan yang diajarkan Rasulullah SAW ketika melaksanakan dakwah
Islam di kota Mekah. Hal ini sesuai dengan perintah firman Allah SWT dalam QS
al-An‟am:34.

ّ ‫ ِج‬ٍٝ‫ث ػ‬ٚ‫وزدش سعً ِّٓ لذٍه فصذش‬


‫َل ِذ ّذي‬ٚ ‫ُ ٔصشٔج‬ٙ‫ أصى‬ّٝ‫ث زض‬ٚ‫ر‬ٚ‫أ‬ٚ ‫ث‬ٛ‫وزد‬ ّ ‫ٌمذ‬ٚ
.ٓ١ٍ‫ ثٌّشع‬ٜ‫ٌمذ خجءن ِٓ ّٔذئ‬ٚ ‫ٌىٍّش هللا‬
Sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, tetapi
mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap
mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorang pun
yang dapat mengubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Sesungguhnya telah
datang kepadamu sebagian dari berita rasul-rasul itu.121

Sedangkan ayat-ayat Al-Qur‟an yang menjadi landasannya yaitu:

ّ ‫ثءُ٘ ػ ّّج خجءن ِٓ ثٌس‬ٛ٘‫َل صضّذغ أ‬ٚ ‫ُ دّج أٔضي هللا‬ٕٙ١‫فجزىُ د‬


‫ك‬

121
Abu Za‟rur, Seputar Gerakan Islam. (Bogor: Al-Azhar Press. 2009). H. 205-225

62
Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran
yang telah datang kepadamu (QS. Al-Maidah: 48)

‫ن ػٓ دؼط ِج‬ٕٛ‫فض‬٠ ْ‫ثززسُ٘ أ‬ٚ ُ٘‫ثء‬ٛ٘‫َل صضّذغ أ‬ٚ ‫ُ دّج أٔضي هللا‬ٕٙ١‫أْ ثزىُ د‬ٚ
‫ه‬١ٌ‫أٔضي هللا إ‬
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa
yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan
berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu
dari sebagia1n apa yang telah diturunkan Allah kepadamu (QS. Al-Maidah: 49)122

Menurut Hizbut Tahrir, ayat di atas merupakan seruan Allah kepada


Rasulullah dan umatnya untuk memutuskan perkara permasalahan mereka sesuai
dengan wahyu yang diturunkan oleh Allah. Mafhum-nya adalah hendaknya kaum
Muslim mewujudkan seorang hakim (penguasa) setelah Rasulullah saw, untuk
memutuskan perkara di tengah-tengah mereka sesuai dengan wahyu yang
diturunkan Allah. Ayat di atas juga mengandung perintah yang tegas dan sifatnya
wajib. Apalagi pelaksanaan hudȗd dan seluruh hukum syari‟at itu wajib, yang
semuanya tidak bisa teralisasikan tanpa adanya hakim. Menurut mereka, hakim
yang dimaksud pada ayat di atas adalah khalifah, sedangkan sistem hukum atau
pemerintahan yang digunakan adalah sistem khilâfah.123
Mengamati penjelasan di atas, menurut Ainur Rofiq, penafsiran Hizbut
Tahrir bisa diperdebatkan dari aspek relasi antar ayat di atas dengan khilâfah.
Menururtnya, HT terlalu gegabah dan ceroboh serta tergesa-gesa untuk
memaksakan penafsiran mereka, apabila melihat penafsirannya dalam kitab
Ajhizat Dawlah al-Khilâfah, yang memakai model pemikiran jumping to
conclusion. Hal ini tampak dari penukilan dua ayat di atas. Kedua ayat di atas
dipahami sebagai wajib adanya seorang hakim (khalifah) setelah Rasulullah untuk
memutuskan perkara dengan hukum yang diturunkan Allah. Pentransferan makna
hakim menjadi khalifah inilah yang dimaksudkan sebagai jumping to conclusion.

122
Hizb al-Tahrir, Ajhizat Dawlat al-Khilâfah, H. 10. Al-Nabhani hanya mencantumkan
dua ayat di atas.
123
Hizb al-Tahrir, Ajhizat Dawlat al-Khilâfah, H. 10.

63
Khilâfah dalam pandangan HT tidak lagi mengandung makna umum, akan tetapi
sudah menjadi makna yang memiliki formulasi tersendiri, seperti penjelasan yang
tercantum dalam kitab-kitab keagamaannya. Kalaupun pemikiran penafsiran
keagamaan mereka kita terima, mungkin hanya sebatas pada “indikasi” untuk
membangun sistem di mana nilai-nilai Islam dapat diaplikasikan, bukan
merupakan sebuah kewajiban dalam menegakkan sistem pemerintahan
khilâfah.124
Bagi Hizbut Tahrir menilai aktivitas untuk melanjutkan kehidupan Islam
merupakan kewajiban bagi seluruh kaum muslim. Ia termasuk di antara kewajiban
terpenting, jika tidak, malah yang paling penting diantara semua kewajiban. Hal
tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
‫ؼز ِجس‬١‫ ػٕمٗ د‬ٟ‫ظ ف‬١ٌ ‫ِٓ ِجس‬ٚ ,ٌٗ ‫جِز زدّز‬١‫َ ثٌم‬ٛ٠ ‫ هللا‬ٟ‫ذ ِٓ غجػز ٌم‬٠ ‫ِٓ خٍغ‬
‫ّز‬١ٍ٘‫ضز خج‬١ِ
Siapa saja yang melepaskan tangan dari ketaatan maka ia akan menemui
Allah pada hari Kiamat tanpa memiliki hujjah; siapa saja yang mati, sedangkan di
pundaknya tidak ada baiat maka matinya seperti mati Jahiliyyah (HR. Muslim)125

Hizbut Tahrir Indonesia menafsirkan hadits di atas yaitu; mewajibkan


kepada setiap muslim agar dipundaknya terdapat baiat, serta menyifati orang yang
mati tidak melakukan baiat seperti mati dalam keadaan jahiliyah. Baiat setelah
Rasulullah tidak boleh digunakan dan tidak boleh diucapkan kepada seseorang,
kecuali pada khalifah. Dengan demikian, hadits di atas mewajibkan adanya baiat
di pundak setiap muslim kepada khalifah.126
Menurut Ainur Rofiq, penafsiran di atas sebagai upaya untuk mengunci
pemahaman dan keyakinan umat Islam bahwa baiat itu identik dengan khilâfah.

124
Ainur Rofiq al-Amin, Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir di
Indonesia……H. 122-123
125
Abu Za‟rur, Seputar Gerakan Islam… H. 205-225 Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Hasan
al-Qushayri al-Naysaburi. Al-Musnad al-Shahih al-Mukhtashar bi Naql al-„Adl‟an al-„Adl ila
Rasul Allah, juz 3, al-Muhaqqiq Muhammad Fuad „Abd al-Baqi (Beirut: Dar Ihya‟ al-Turath al-
„Arabi, t.t), H. 1478
126
Hizb al-Tahrir, Ajhizat Dawlat al-Khilafah, H. 10-11.

64
Padahal kalau kita cermati, hadits tersebut hanya menjelaskan kepada umat Islam
untuk berbaiat, tanpa ada penjelasan secara eksplisit kepada siapa harus
melakukan baiat. Oleh karena itu, kesimpulan HT bahwa sasaran baiat itu khalifah
adalah upaya mengiring nalar muslim yang sifatnya jumping to conclusion agar
meyakini khilâfah. Kalau melihat peristiwa baiat yang dilakukan Rasulullah pada
baiat Aqabah pertama dan baiat Aqabah kedua serta baiat riḏwân atau baiat di
bawah pohon, secara historis konteksnya bukan pengangkatan sebagai khalifah.127
Hadits lain yang mewajibkan mengangkat seorang khalifah berbunyi:
ٗ‫ د‬ٝ‫ضم‬٠ٚ ٗ‫سثة‬ٚ ِٓ ً‫مجص‬٠ ‫إّٔج ثإلِجَ خّٕز‬ٚ
Sesungguhnya imam itu adalah perisai, orang berperang di belakangnya,
dan berlindung kepadanya.128

ّٟ ‫جء وٍّّج ٍ٘ه ٔذ‬١‫ُ ثألٔذ‬ٙ‫ع‬ٛ‫ً صغ‬١‫ إعشثة‬ٕٛ‫عٍُّ لجي وجٔش د‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ ص‬ّٟ ‫ػٓ ثٌٕذ‬
‫ي‬ّٚ ‫ؼز ثأل‬١‫ث دذ‬ٛ‫ث فّج صأِشٔج لجي ف‬ٌٛ‫ْ لج‬ٚ‫ىثش‬١‫ْ خٍفجء ف‬ٛ‫ى‬١‫ع‬ٚ ٞ‫ دؼذ‬ّٟ ‫إّٔٗ ٌّج ٔذ‬ٚ ّٟ ‫خٍفٗ ٔذ‬
ّ ُّٙ‫ُ٘ زم‬ٛ‫ي أػط‬ّٚ ‫فجأل‬
ُ٘‫ُ ػ ّّج ثعضشػج‬ٍٙ‫فئْ هللا عجة‬
“Dulu Bani Israel diurus dan dipelihara oleh para nabi. Setiap kali seorang
nabi meninggal, nabi yang lain menggantikannya. Sesungguhnya tidak ada nabi
sesudahku dan ada para khalifah, yang jumlahnya banyak. “Para Sahabat
bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami? “Nabi saw bersabda,
“Penuhilah baiat yang pertama, yang pertama saja, dan berikanlah kepada mereka
hak mereka. Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka atas
apa saja yang mereka urus.

Hadits di atas sebagai ikhbâr (kabar) dari Rasulullah yang mengandung


pujian terhadap eksistensi seorang khalifah sebagai pelindung bagi umat manusia.
Ikhbar seperti ini merupakan tuntutan dari Rasulullah untuk menunjuk seorang
khalifah. Apabila ikhbâr berasal dari Allah dan Rasulullah yang mengandung
celaan, maka tuntutan tersebut wajib ditinggalkan. Akan tetapi, jika tuntutan

127
Ainur Rofiq al-Amin, Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir di
Indonesia……H. 126-128
128
Hizb al-Tahrir, Ajhizat Dawlat al-Khilâfah, H. 11. Hadits tersebut dapat dilacak dalam
Muhammad bin Ismail Abu „Abdullah al-Bukhari, Al-Jami‟ al-Musnad al-Shahih al-Mukhtashar
min Umur Rasulillah wa Sunanihi wa Ayyamihi, juz 4, al-Muhaqqiq Muhammad Zahir bin Nashir
al-Nashir (T.tp.: Dar Thuq al-Najat, 1422 H), H. 50

65
tersebut mengandung pujian dan berakibat pada tegaknya hukum syara‟ dan
pengabaiannya mengandung konsekuensi terabaikannya hukum syara‟, maka
tuntutan tersebut wajib ditegakkan. Dalam hadits ini juga terdapat pemberitahuan,
bahwa yang mengurus kaum muslim adalah para khalifah, yang berarti, hadits ini
merupakan tuntutan untuk mengangkat khalifah. Apalagi Rasulullah memerintah
untuk menaati khalifah, dan memerangi orang yang merebut kekhalifahannya.129
Sebagaimana Rasulullah saw pernah bersabda:
ٗ‫ٕجصػ‬٠ ‫طؼٗ إْ ثعضطجع فئْ خجء أخش‬١ٍ‫ثّشر لٍذٗ ف‬ٚ ٖ‫ذ‬٠ ‫ِٓ دٍغ إِجِج فأػطجٖ صفمز‬ٚ
‫ث ػٕك ثألخش‬ٛ‫فجظشد‬
Siapa yang telah membaiat seorang imam/khalifah serta telah memberikan
genggaman tangannya dan buah hatinya, maka hendaklah ia menaatinya sesuai
dengan kemampuannya. Lalu jika datang orang lain yang hendak merebut
kekuasaannya, maka penggallah leher (bunuhlah) orang itu.130

Pendapat berbeda diperlihatkan Ainur Rofiq. Menurutnya, pandangan HT


menafsirkan hadits di atas sangat lemah dan tidaklah logis. Menurutnya, Imam
sebagai perisai tentu bukan semata bahwa yang berfungsi sebagai perisai adalah
khalifah. Sedangkan pemimpin lain seperti sulthan, presiden juga dapat berfungsi
sebagai perisai. Imam masih merupakan arti umum dari pemimpin, belum
merupakan arti khusus, sebagaimana pemahaman HT. Memaknai imam sebagai
khalifah semata tentu sangat tidak logis. Demikian juga mengenai hadits baiat
kepada imam, juga tidak serta-merta bermakna baiat kepada khalifah. Penjelasan
HT juga terlihat inkonsisten mengenai “imam sebagai perisai”. Hadits ini
dianggap sebagai ikhbâr yang mengandung tuntutan. Lalu mereka melakukan
interpolasi (memasukan nash ke dalam kerangka tertentu) bahwa tuntutan itu
berakibat pada tegaknya hukum syara‟, sehingga sifatnya mutlak. Sedangkan

129
Hizb al-Tahrir, Ajhizat Dawlat al-Khilâfah (Bairut: Dar al-Ummah, 2005), H. 11.
Matan hadits tersebut ada dalam karya Muhammad bin Isma‟il Abu „Abdillah al-Bukhari, Al-Jami‟
al-Musnad al-Shahih, H. 169
130
Hizb al-Tahrir, Ajhizat Dawlat al-Khilâfah, H. 11. Hadits tersebut dimuat dalam
Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Hasan al-Qushayri al-Naysaburi. Al-Musnad al-Shahih al-
Mukhtashar bi Naql al-„Adl‟an al-„Adl ila Rasul Allah, juz 3, al-Muhaqqiq Muhammad Fuad „Abd
al-Baqi (Beirut: Dar Ihya‟ al-Turath al-„Arabi, t.t), H. 1472

66
makna hadits “Bani Israel diurus dan dipimpin oleh Nabi, dan akan ada banyak
khalifah” adalah sebuah pandangan futurologi Rasulullah tentang munculnya
banyak khalifah. Memang, dalam sejarah, pandangan futurologi Nabi telah
terbukti. Menurut Ainur Rofiq, dalam hadits ini Rasulullah ingin menekankan
etika sebuah kesetiaan saja, sehingga hadits ini tidak mengandung implikasi,
sebagaimana yang dijelaskan oleh kalangan HT.131

3. Perlakuan HTI terhadap Kelompok Non-Muslim


Perlakuan HT terhadap kelompok non-muslim (kafir ẕimmi) menganjurkan
untuk saling menghormati dan saling menghargai dalam memeluk akidah dan
menjalankan ibadahnya sesuai dengan kepercayaan non-muslim (kafir ẕimmi).
Dalam hal makanan, minuman, dan pakaian, diperlakukan sesuai dengan agama
mereka, akan tetapi hal tersebut dibatasi sesuai dengan apa yang diperbolehkan
hukum-hukum syari‟at Islam. Sedangkan orang-orang murtad dari Islam, menurut
HT harus dijatuhkan hukum murtad jika mereka sendiri yang melakukan
kemurtadan dan tidak mau bertaubat untuk kembali memeluk Islam. Jika
kedudukannya sebagai anak-anak orang murtad atau dilahirkan sebagai non-
Muslim, maka mereka diperlakukan sebagai non-Muslim, sesuai dengan kondisi
mereka selaku orang-oang musyrik atau ahli kitab.132
Perihal permasalahan pemimpin publik dan terhadap kebijakan politik
pemerintahan, HT menegaskan dalam kitab terjemahan niẕâm al-Islâm
melarang non-Muslim mengambil bagian dari ranah kedudukan tersebut,
misalnya Presiden, Gubernur, Bupati/Wali Kota dan pemimpin publik lainnya.
Kelompok non-Muslim juga tidak memiliki hak pilih dalam menentukan dan
memilih pemimpin publik.133 Akan tetapi, HT tetap membolehkan kelompok
non-Muslim menjadi bagian keanggotaan DPR (Majlis Umat/Majlis Wilayah).
Hanya saja keanggotaan kelompok non-Muslim terbatas pada penyampaian
131
Ainur Rofiq al-Amin, Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir di
Indonesia……H. 130-131
132
Taqiyuddin an-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam…..h. 155
133
Taqiyuddin an-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam…..h. 160-161

67
pengaduan tentang kedzaliman para penguasa atau penyimpangan dalam
pelaksanaan hukum-hukum Islam.134

Menyikapi pendapat HT di atas, larangan kelompok non-Muslim untuk


menjadi bagian dari pemimpin dan pengambil kebijakan publik tidak searah
dengan kebijakan dan hukum pemerintah NKRI yang berlandaskan Pancasila
dan UUD 1945. NKRI dengan sistem Demokrasinya memberikan kebebasan
dan kemaslahatan kepada seluruh elemen bangsa dengan tidak membedakan
suku, bangsa dan agama untuk menjadi bagian dari pemimpin dan pengambil
kebijakan publik, hal tersebut sesuai dengan konteks Indonesia yang ber-
Bhineka Tunggal Ika. Akan tetapi, ketika melihat secara historis dari masa ke
masa yang menjadi pemimpin dan pengambil kebijakan publik secara
kesuluruhan semuanya dari kalangan umat Islam, kondisi tersebut sangat wajar
sekali bila dilihat mayoritas rakyat Indonesia yang memeluk agama Islam.
Sehingga kemungkinan kecil kelompok non-Muslim menjadi bagian dari
pemimpin dan pengambil kebijakan pemerintahan.

4. Pemikiran HTI dalam Pembahasan Gender


Hizbut Tahrir memandang keberadaan kodrat seorang perempuan tidak
hanya sekedar melakukan aktivitas pokok sebagai ibu dan pengatur rumah
tangga saja, HT menganjurkan perempuan melakukan aktivitas di kehidupan
umum. Seorang perempuan diberikan kebebasan untuk mengemban dakwah
dan menuntut ilmu setinggi-tingginya. Kita lihat banyak aktivis perempuan HT
yang menuntut ilmu sampai ke jenjang perguruan tinggi, bahkan sampai
menempuh jenjang Pendidikan Doktor. HT juga memperbolehkan seorang
perempuan untuk melakukan transaksi jual beli, menjadi pegawai, dan
mengembangkan hartanya/menjadi pengusaha. Seorang perempuan boleh
mendirikan perusahaan, mempekerjakan orang, menyewakan sesuatu atau

134
Taqiyuddin an-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam…..h. 188-189

68
melakukan semua bentuk muamalat lainnya seperti menekuni aktivitas
pertanian, industri, dan perdagangan.135

Hanya saja, perempuan tidak boleh menduduki jabatan pemerintahan.


Maka ia tidak boleh menjadi kepala negara, gubernur, bupati/walikota, atau
jabatan apa saja yang termasuk pemerintahan (kekuasaan). Sebagaimana
didasarkan kepada apa yang telah diriwayatkan dari Abu Bakrah, ia
menuturkan: “ketika sampai berita kepada Rasulullah SAW bahwa penduduk
Persia telah mengangkat putri Kisra sebagai ratu mereka, beliau lalu bersabda:

ً‫ْ ث أَ ِْ َشُ٘ ُْ ثِ ِْ َشأَر‬ٌََٛٚ َ َْٛ‫ُ ْفٍِ ُر ل‬٠ ْٓ ٌَ

“Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan


mereka kepada seorang wanita.” (HR al-Bukhari).
Selain urusan kekuasaan pemerintahan, perempuan boleh menjabatnya,
seperti menjadi pegawai negara, seorang qâḏi, dan menjadi anggota DPR.136

Menyikapi permasalahan gender, HT cenderung moderat menyikapinya.


Sedangkan yang menjadi problem masalah gender yaitu perempuan tidak boleh
menjadi pemimpin yang mengambil kebijakan. Hal ini memang bertentangan
dengan konsep pemerintahan yang dianut NKRI, sebagaimana kita lihat di
NKRI perempuan yang memang memiliki kompetensi dapat menjadi
pemimpin publik. Salah satu contohnya yaitu Wali Kota Surabaya Tri Risma
Harini, perempuan yang satu ini memang memiliki jiwa kepemimpinan dan
sudah dua periode menjabat sebagai Wali Kota Surabaya.

5. Respon HTI dalam Menyikapi Pembubarannya


Sikap HTI menaggapi pembubarannya menyatakan, HTI mengecam
pemerintah telah menuduh HTI tidak mengakui NKRI, Pancasila, dan UUD
1945. HTI secara jujur mengakui NKRI, Pancasila, dan UUD 1945. HTI

135
Taqiyuddin an-Nabhani, Sistem Pergaulan dalam Islam Penerjemah, M. Nashir dkk
(Jakarta: HTI. 2012). H. 137
136
Taqiyuddin an-Nabhani, Sistem Pergaulan dalam Islam….. h. 137-138

69
secara legal dan konstitusional memang terdaftar sebagai ormas dalam NKRI
dan memiliki hak konstitusional dalam melakukan kegiatan dakwahnya. UU
Ormas lama pasal 59 disebutkan bahwa Ormas dilarang menyebarkan sesuatu
yang bertentangan dengan Pancasila, dalam penjelasan pasal tersebut
disebutkan faham tersebut yaitu komunisme, atheisme, lenisme dan marxisme,
bukan Islam. Jadi jelas bahwa Islam tidak bertentangan dengan Pancasila,
terkait pemikiran HTI tentang khilâfah Islâmiyyah dan syari‟at Islamiyyah
yang merupakan ajaran Islam yang dimaksud tidak bertentangan dengan
Pancasila.
Kedua HTI memiliki kontribusi positif, selama lebih 20 tahun berkiprah di
tengah masyakat dalam kegiatan dakwahnya, HTI memiliki peran dalam
pembinaan generasi muda. Pendidikan kita sebenarnya memiliki persoalan,
terutama Generasi muda kita, diantaranya maraknya tawuran, tingginya tingkat
kriminalitas yang dilakukan generasi muda, pergaulan bebas, dan narkoba. HTI
melakukan pengajian untuk membina pelajar dan mahasiswa supaya untuk
menghargai waktu, menghormati orang tua dan guru, dan meninggalkan hal-
hal buruk yang disebutkan di atas. HTI juga mengkritisi UU Migas yang
memang kebijakannya Liberal, karena Pertamina sebagai BUMN kesulitan
untuk mengelola bahan bakar karena dampak UU Migas yang harus melakukan
tender terlebih dahulu. HTI membendung arus liberalisme di tengah-tengah
pemerintahan. HTI mengadakan relawan bencana Alam terutama terkait
bencana Tsunami di Banda Aceh dengan memberikan motivasi, melakukan
pendampingan korban bencana, dan mendirikan pesantren di Banda Aceh.

HTI juga tidak melakukan kekerasan dalam dakwahnya, tidak meresahkan


masyarakat, dan mengganggu ketertiban masyarakat. Mengenai yang terjadi
akhir-akhir ini HTI menyebabkan benturan di masyarakat, sebenarnya bukan
benturan tetapi lebih tepatnya gangguan. Karena ketika HTI mengadakan
kegiatan, pada waktu itu MAPARA (Masȋrah Panji Rasulullah) kegiatan besar
di 37 kota untuk mengenalkan bendera panji Rasulullah yaitu al-liwâ dan ar-

70
rayâ, kegiatan tersebut diganggu.137 Hal ini bisa dilihat juga dalam anggaran
dasar HTI menyatakan, HTI merupakan gerakan dakwah berasas Islam dalam
NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.138

Komentar berbeda dinyatakan oleh ketua GP Anshor Saiful Dasuki


menyatakan, sebenarnya HTI secara pemikiran radikal. Ketika khilâfah berdiri
maka tidak ada negara yang berlandaskan NKRI, berideologi Pancasila dan
UUD 1945, dan bersendikan Bhineka Tunggal Ika. HTI dianggap berbahaya,
karena merupakan gerakan politik ingin mengganti NKRI, konstitusi Pancasila,
UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika. Ideologi yang mereka kampanyekan
yaitu Khilâfah Islâmiyyah merupakan ancaman serius NKRI.139 Pancasila dan
UUD 1945 merupakan kesepakatan bersama (Mu‟ahhadah Waṯaniyyah) antara
masyarakat mayoritas dan minoritas, ideologi Pancasila dan UUD 1945 tidak
boleh diganggu dan dirong-rong. Harapan Wakasekjen PBNU mari kita
tinggalkan dakwah khilâfah Islâmiyyah, mari bersama-sama berdakwah
membangun kesejahteraan dan keamanan NKRI.140 Pernyataan ini juga
dipertegas oleh Ketua MUI Ma‟ruf Amin, khilâfah bertentangan dengan sistem
pemerintahan NKRI, khilâfah bukan sesuatu yang disepakati oleh seluruh umat
Islam, karena 23 negara (Islam) di dunia ini tidak ada yang mengusung
khilâfah.141 Fraksi PKS Nasir Djamil, sebenarnya Pemerintah memiliki
wewenang memanggil ormas HTI dan menegurnya terkait pemikiran mereka
yang radikal dapat mengganggu ideologi Pancasila, UUD 1945, dan

137
Pernyataan Jubir HTI Isma‟il Yusanto dalam acara ILC (Indonesia Lawyers Club) TV
One pada tanggal 19 Juli 2017
138
Pernyataan Jubir HTI Isma‟il Yusanto dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam TV
One pada tanggal 10 Mei 2017
139
Pernyataan Ketua GP Anshar Saeful Dasuki dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam
TV One pada tanggal 10 Mei 2017
140
Pernyataan Masduki Baidlawi wakasekjen PBNU dalam acara Pro Kontra Jak TV
pada tanggal 12 Juli 2017
141
Pernyataan Ma‟ruf Amin Ketua MUI dalam acara Aiman Kompas TV pada tanggal 12
Juni 2017

71
mengancam NKRI. Dalam perpu ormas no 2 tahun 2017 tersebut peran
pengadilan dihilangkan seolah-olah pemerintah memang diktator.142

6. Sikap HTI terhadap Isu Terorisme dan Gerakan Radikalisme


Tanggapan HTI tentang isu terorisme yang dilakukan ISIS dilayangkan
oleh pernyataan Jubir HTI Isma‟il Yusanto. HTI menolak keabsahan khilâfah
yang dideklarasiakan oleh Abu Bakar Al-Baghdadi pendiri ISIS, karena tidak
memenuhi syarat-syarat syar‟i. Anggota HTI tidak ada yang mendukung ISIS
dan terorisme. Orang-orang yang terindikasi ISIS seperti Syaikh Umar Bakri
pendiri Al-Muhâjirȗn memang dahulu pernah menjadi anggota Hizbut Tahrir
di London, akan tetapi Syaikh Umar Bakri keluar bahkan dikeluarkan dari
Hizbut-tahrir dan semenjak itu tidak ada hubungan sama sekali dengan hizbut-
tahrir. Muhammad Fakhri pengikut al-Muhâjirȗn dan pernah menjadi anggota
HTI. Namun, antara tahun 1996 dan 1997 keluar dan tidak ada hubungan sama
sekali dengan HTI. Apabila menuduh HTI sebagai faksi radikal itu salah besar,
karena HTI sangat menentang terorisme dan setuju ISIS sebagai problematika
umat Islam. Ideologi tafkiri (mengkafirkan) yang digunakan ISIS sangat
mengkhawatirkan dan menganggu keamanan umat manusia, karena ideologi
tersebut mampu mengancam dan bahkan membunuh orang yang tidak se
ideologi dengan ISIS.143
Pandangan HTI tentang konsep jihad tidak sama dengan ISIS, bagi Hizbut
Tahrir kekuatan fisik tidak dapat disamakan dengan jihad, baik jihad untuk
mempertahankan daerah Islam maupun menyebarkan Islam. Jihad tetap
berlangsung terus hingga hari kiamat. Bom bunuh diri yang dilakukan ISIS dan
anggotanya bukan termasuk jihad, tetapi lebih kepada tindakan terorisme
mengancam dan mengganggu kehidupan umat manusia. Bisa dikatakan jihad,

142
Pernyataan Fraksi PKS Nasir Djamil dalam acara Pro Kontra Jak TV pada tanggal 12
Juli 2017
143
Pernyataan Isma‟il Yusanto Jubir HTI dalam acara ILC (Indonesia Lawyers Club) TV
One pada tanggal 25 Maret 2015

72
apabila musuh-musuh kafir menyerang salah-satu negeri Islam, maka wajib
atas kaum muslimin yang menjadi penduduknya untuk menghadapinya.144

Konsep jihad yang dikemukakan HTI di atas menunjukkan bahwa HTI


memang tidak terindikasi pihak-pihak yang mendukung terorisme. HTI sendiri
sebenarnya dalam dakwahnya tidak membolehkan dengan kekerasan fisik,
apalagi menjadi pihak yang mendukung terorisme itu hal yang mustahil.
Namun, pemikiran HTI sendiri yang terindikasi menjadi penyebab
berkembangnya radikalisme di NKRI. Kita lihat di tempo.com 17 Februari
2017 11 juta siap melakukan tindakan radikal, jumlah tersebut melebihi jumlah
penduduk DKI Jakarta. Radikalisme kaitannya dengan ormas memang tidak
secara langsung tapi melaui kaderisasi yang panjang, contohnya Bahrun Naim
merupakan kaderisasi HTI di Jawa Tengah. Tujuan HTI sendiri mendirikan
daulah khilâfah Islâmiyyah ini bertentangan dengan NKRI, kemudian idelogi
HTI Islam, bukan ideologi Pancasila untuk konsep bernegara dan berpolitik.
Hal ini tidak sejalan dengan konteks Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika.145

144
Rihlah Nur Aulia, Fundamentalisme Islam Indonesia Studi Atas Gerakan Dan
Pemikiran Hizbut Tahrir…h. 113-114
145
Pernyataan Guntur Aktivis Sosial Politik dalam acara ILC (Indonesia Lawyers Club)
TV One pada tanggal 18 Juli 2017

73
BAB III
HIZBUT TAHRIR INDONESIA SEBAGAI KELOPOK GERAKAN
FUNDAMENTALIS ISLAM

Pada bab dua di atas, penulis telah menguraikan beberapa tema penting
mengenai kerangka teori dari beberapa judul, di antaranya: Analisis Wacana
melalui Pendekatan Kritis, Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis)
Melihat Wacana Fundamentalisme Islam dalam Teks Keagamaan, Analisis
Wacana Model Teun A.Van Dijk, Langkah-Langkah Analisis Wacana Kritis
Model Teun A. Van Dijk, Penafsiran Teks Keagamaan Kelompok HTI. Pada bab
III ini, penulis akan membahas profil HTI sebagai kelompok gerakan keagamaan
fundamentalis yang memperjuangkan syari‟ai Islam secara kâffah di bawah
naungan Daulah Khilâfah Islâmiyyah. Kemudian dilengkapi gambaran sekilas
penjelasan kitab Niẕâm al-Islâm (Peraturan Hidup dalam Islam) yang menjadi
korpus dalam penelitian riset ini.

A. Potret Profil Hizbut Tahrir Indonesia


Hizbut Tahrir didirikan oleh Taqiyyudin an-Nabhani, seorang aktivis
gerakan Islam, hakim, sekaligus ulama, di Al-Quds (Palestina) pada tahun 1953
M/1372 H.146 Taqiyyudin sendiri lahir di Ijzim, Palestina, pernah belajar di Al-
Azhar dan Dâr al-Ulȗm, Kairo, Mesir. Ia pernah jadi dosen dan hakim di
Palestina, Yordania, dan Bait al-Maqdis. Tahun 1948, ia hijrah ke Beirut,
Lebanon.147 Ayahnya mengajar shari'ah di Kementerian Pendidikan di Palestina.
Di bawah bimbingan ayahnya, Taqiyyudin telah menghafal Al Qur'an sebelum
berusia 13 tahun dan belajar fikih Islam (fiqh) dan bahasa Arab. Tokoh penting
yang mempengaruhi karirnya adalah kakeknya, syaikh Yusuf bin Isma'il bin

146
Zuly Qodir, HTI dan PKS Menuai Kritik: Perilaku Gerakan Islam Politik Indonesia.
(Yogyakarta: Jusuf Kalla School of Government. 2013). Cetakan I. h. 48
147
Rihlah Nur Aulia, Fundamentalisme Islam Indonesia Studi Atas Gerakan Dan
Pemikiran Hizbut Tahrir. Tesis Program Pascasarjana UIN Jakarta Jurusan Pemikiran Islam. 2004.
H. 96-97

74
Hasan bin Muhammad Nasiruddin an-Nabhani, seorang hakim (qâḏi), penyair,
dan sarjana agama terkenal yang lulus dari universitas Al-Azhar, Kairo. Syaikh
Yusuf juga seorang politisi yang memiliki hubungan intens dengan rezim
Khilâfah Utsmaniyyah dan menyaksikan kejatuhannya. Keterlibatannya dalam
rezim tersebut membuat dia percaya bahwa kekhalifahan adalah penjaga agama
dan simbol kesatuan umat Islam atau ummah. Sebagai seorang Muslim
konservatif, dia menentang usaha reformatif oleh intelektual muslim seperti
Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh (seorang pemikir modernisme Islam
yang memahami perlu adanya ta‟wil atas nash dan tafsir al-Qur‟an agar merujuk
pada kondisi yang berkembang), dan murid-muridnya. Reformasi dan
kontekstualisasi menurutnya lebih mirip dengan reformasi Protestan dan metode
Kristen, oleh karena itu tidak ada reformasi Islam. Taqiyyudin tumbuh di bawah
pengaruh kakeknya. Dia belajar syariah Islam, urusan politik, dan hal penting
lainnya dari kakeknya dan biasa berpartisipasi dalam diskusi dan khutbah yang
dia lakukan.148 Taqiyyudin selama hidupnya selalu berpindah-pindah dari
Yordania, Suriah, dan Lebanon. Setelah Taqiyyudin wafat tahun 1979, tongkat
kepemimpinan Hizbut Tahrir dipegang oleh Abdul Qadim Zallum, asal Pelestina,
yang wafat pada bulan Maret 2003, dan kemudian dilanjutkan oleh Abu
Rustho.149
Penyebaran dakwah HT sebenarnya sudah meluas ke beberapa negara
yang pertama kali dilakukan oleh Abdul Qadim Zallum dengan memindahkan HT
ke London, dan menyebarkan HT ke beberapa negara, seperti Irak, Turki,
Aljazair, Maroko, maupun Asia Tenggara, seperti Indonesia dan Malaysia,
sekalipun dalam ruang gerak yang sempit sebab dilarang pemerintah. Pendirian
dan perkembangan HT ternyata juga tidak bisa dilepaskan dari figur-figur

148
Agus Salim, The Rise Of Hizbut Tahrir Indonesia (1982-2004) Its Political
Oppurtunity structure, Resource Mobilization, And Collective Action Frames. Thesis on
Interdisciplinary Islamic Studies Graduate Program Syarif Hidayatullah State Islamic University
Jakarta. 2005. H. 24
149
Rihlah Nur Aulia, Fundamentalisme Islam Indonesia Studi Atas Gerakan Dan
Pemikiran Hizbut Tahrir…h.97

75
karismatik, seperti Hasan Al Banna dan Abu A‟la Maududi, sehingga berdampak
pada pemikiran keagamaan dan politik yang bersifat monolitik.150
Sedangkan Hizbut tahrir masuk ke Indonesia pada 1982-1983, awalnya,
kyiai Mama Abdullah bin Nuh staf pengajar sastra Universitas Indonesia, pemilik
pesantren Al-Ghazali Bogor mengajak Abdurrahman Al-Baghdadi, seorang
aktivis Hizbut Tahrir berasal dari Yordania yang tinggal di Australia untuk
menetap di Bogor, sekalian mengajar dan membantu pengembangan Pesantren al-
Ghazali di Bogor. Saat mengajar di pesantren ini, Abdurrahman Al-Baghdadi
berinteraksi dengan para aktivis Islam dari Masjid Al-Ghifari, IPB Bogor. Sejak
saat itulah Hizbut Tahrir mulai berkembang di Indonesia. Pemikiran-pemikiran
Hizbut Tahrir yang diperkenalkan oleh Al-Baghdadi ternyata mampu menarik
perhatian para aktivis masjid kampus ini. Mulailah dibuat halaqah-halaqah
(pengajian-pengajian kecil) untuk mengeksplorasi gagasan-gagasan HT. Buku-
buku HT, seperti Syakhsiyyah Islâmiyyah, Fikr al-Islâm, Niẕâm al-Islâm mulai
dikaji serius. Dari Bogor HT mulai menyebar, melalui jaringan Lembaga Dakwah
Kampus, ajarannya ini menyebar ke kampus-kampus di luar Bogor seperti Unpad,
IKIP Malang, Unair Surabaya, bahkan hingga ke luar Jawa, seperti Universitas
Hasanuddin Makasar.151
Pemikiran dan bentuk HT di Timur Tengah selaras dengan HTI
berbentuk partai politik yang berideologikan Islam. HTI sendiri bersikap anti-
demokrasi. Mereka memandang demokrasi itu tidak Islami. Karena arti demokrasi
adalah kedaulatan di tangan rakyat, bukan di tangan Allah. Jika demikian, bagi
HT demokrasi itu bertentangan dengan Islam yang mengakui hak membuat
hukum itu hanya milik Allah. HTI juga menganggap NKRI adalah dâr al kufr,
karena di dalamnya diterapkan hukum-hukum kufur bukan hukum-hukum Islam.
Keadaan ini mirip dengan di Makkah saat Rasulullah diutus. Cara mengemban
da‟wah dalam keadaan seperti ini adalah dengan da‟wah (secara lisan) dan

150
Zuly Qodir, HTI dan PKS Menuai Kritik: Perilaku Gerakan Islam Politik
Indonesia…h. 54
151
Rihlah Nur Aulia, Fundamentalisme Islam Indonesia Studi Atas Gerakan Dan
Pemikiran Hizbut Tahrir...h. 97-98

76
kegiatan politik, bukan dengan menggunakan kekuatan fisik. Keadaan seperti itu
tujuannya bukan untuk mengubah penguasa yang melaksanakan hukum selain
dari apa yang diturunkan Allah SWT. Di dâr al-Kufr beserta pemikiran-
pemikiran, dan peraturan-peraturan yang dapat dilakukan adalah dengan cara
mengubah pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan, dan peraturan masyarakat
yang ada di dalamnya dengan Islam, melalui formalisasi penerapan syari‟at Islam
secara kâffah di bumi NKRI yang kita cintai ini.152
Abdullah bin Nuh selaku pimpinan HTI, wafat pada tahun 1987, dan
kepemimpinan HT di Indonesia dipimpin oleh Muhammad Al-Khaththath dan
Muhammad Ismail Yusanto sebagai juru bicara HTI. Anggotanya kini mencapai
10.000 orang lebih. Bahkan HTI mengklaim bahwa mereka memiliki 100.000
anggota dari setiap provinsi, Sidney Jones mencatat, HTI memiliki anggota yang
terbanyak dibandingkan dengan organisasi-organisasi Islam yang berhaluan
fundamental di Indonesia lainnya. Gerakan dan pemikiran HT di Indonesia ini
mendapat respon yang baik dari kalangan masyarakat, hal ini bisa dibuktikan
dengan berdirinya organisasi ini di berbagai pelosok daerah di Indonesia. HTI
juga juga menerapkan tiga tahapan dakwah untuk menegakkan Khilâfah
Islamiyyah. Pertama, membina masyarakat melalui ceramah, khutbah, maupun
membentuk kader. Kedua, interaksi dengan masyarakat, dan menawarkan ide-ide
Khilâfah Islamiyyah. Ketiga, pemindahan kekuasaan politik ke HT, baik
dilakukan secara sadar maupun melalui people power.153

152
Rihlah Nur Aulia, Fundamentalisme Islam Indonesia Studi Atas Gerakan Dan
Pemikiran Hizbut Tahrir…h. 100-101
153
Rihlah Nur Aulia, Fundamentalisme Islam Indonesia Studi Atas Gerakan Dan
Pemikiran Hizbut Tahrir…h. 98

77
B. Hizbut Tahrir Indonesia Sebagai Gerakan Fundamentalis Politis Islam
1. Bentuk Ideologi154 Hizbut Tahrir Indonesia
Di antara gerakan islam dengan strategi dan ideologi mereka yang
berbeda, penyelidikan terhadap HTI menunjukkan sejumlah poin penting.
Pertama, berbeda dengan Islam militan seperti FPI, MMI, dan FKAWJ, HT jelas
mendefinisikan gerakannya sebagai politik, meski bukan sebagai partai politik
dalam arti formal, yang dibedakan dari gerakan pendidikan atau moral. Sebagai
gerakan ekstra-anggota parlemen, HTI mengusulkan pembentukan Syari'ah Islam
dan sistem khilafah di Indonesia sebagai agenda politik utamanya. Gerakan ini
dikenal dengan slogan "Selamatkan Indonesia dengan Syari'ah" (save indonesia
with shari'ah). Itu tidak menggunakan kekerasan; Sebaliknya anggota mereka
sangat terlibat dalam artikulasi sistematis wacana dan gagasan politik Islam.
Dalam mensosialisasikan ideologi politik mereka, para peserta gerakan
memanfaatkan gerakan damai termasuk demonstrasi, petisi, "dakwah" di kampus,
di masjid, dan media. Dengan kualitas ini, HTI mengungkapkan jawaban atas
pertanyaan tentang bagaimana kelompok Muslim radikal di pinggiran155
mengartikulasikan ketidakpuasan mereka melalui cara-cara damai.156

154
idéologi/ n 1 kumpulan konsep bersistem yg dijadikan asas pendapat (kejadian) yg
memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup: dl pertemuan itu penatar menjelaskan
dasar -- negara; 2 cara berpikir seseorang atau suatu golongan: hal itu menjadi makanan empuk
bagi -- asing yg ingin menginfiltrasi kita; 3 paham, teori, dan tujuan yg merupakan satu program
sosial politik: -- komunis menjadi pegangan bagi negara-negara yg selama ini disebut Blok
Timur;
politik 1 sistem kepercayaan yg menerangkan dan membenarkan suatu tataan politik yg
ada atau yg dicita-citakan dan memberikan strategi berupa prosedur, rancangan, instruksi, serta
program untuk mencapainya; 2 himpunan nilai, ide, norma, kepercayaan, dan keyakinan yg
dimiliki seseorang atau sekelompok orang yg menjadi dasar dl menentukan sikap thd kejadian dan
problem politik yg dihadapinya dan yg menentukan tingkah laku politik;. Lihat KBBI Luar
Jaringan (Luring).
155
Kelompok Muslim radikal di Pinggiran mengacu pada kelompok, institusi, dan
jaringan sosial, budaya dan ekonomi, yang memungkinkan warga negara berpartisipasi dalam
kehidupan publik namun tidak bersaing untuk mendapatkan kekuasaan politik. Istilah ini

78
HTI menahbiskan dirinya sebagai partai politik dengan Islam sebagai
ideologinya dan kebangkitan bangsa Islam sebagai tujuannya. Meskipun selalu
mengusung nama Islam, syari‟ah, dan dakwah, namun secara tegas mereka
mengatakan bukan sebagai organisasi kerohanian (seperti jam‟iyyah ṯariqah),
bukan lembaga ilmiah, bukan lembaga Pendidikan dan bukan pula lembaga sosial
kemasyarakatan. Hal ini jelas berbeda dengan Nahdlatul Ulama yang ditegaskan
sebagai jam‟iyyah diniyyah-ijtimâ‟iyyah (organisasi keagamaan-kemasyarakatan)
dan bukan organisasi politik.157
Bentuk ideologi semacam ini, dalam beberapa segi memang bersesuaian
dengan prinsip-prinsip yang dikembangkan gerakan Ikhwanul Muslimin (IM).
Kesesuaian ini dapat dilacak dari latar belakang Taqiyyudin di mana pada waktu
belajar di Al-Azhar, Mesir, Taqiyyudin pernah bergabung dengan jamaah IM.
Seperti yang akan kita lihat, pada periode awal perkembangannya ternyata
gerakan HT didukung oleh para aktivis IM di Palestina. Namun, HT dan IM
mempunyai titik persebrangan yang krusial. Daulah Islâmiyyah yang digagas IM
sama sekali tidak memasukan prinsip kekhilafahan. Bahkan, Daulah Islâmiyyah
dimasukkan dalam kerangka nation-state. Pengabaian prinsip ini ditolak
Taqiyyudin. Baginya, semangat kembali ke Islam secara total tidak mungkin
dilaksanakan tanpa adanya penerapan sistem politik kekhalifahan. Hanya dengan
penerapan sistem ini, nilai-nilai Islam dapat diwujudkan dalam masyarakat
muslim. Sementara itu, yang dimaksud sistem kekhalifahan adalah suatu bentuk
tunggal negara Islam yang meliputi seluruh wilayah penduduk muslim (umat)
tanpa ada batas nation-state-konsep yang juga ditolak Taqiyyudin karena
dianggap sangat lemah. Konsep yang diacu adalah model kekhalifahan masa

bertentangan dengan istilah "inti" yang mengacu pada lembaga perwakilan nasional negara, yaitu
partai politik yang merupakan partai politik yang berpartisipasi dalam pemilihan parlemen. Lihat
Agus Salim, The Rise Of Hizbut Tahrir Indonesia (1982-2004) Its Political Oppurtunity structure,
Resource Mobilization, And Collective Action Frames…h. 5
156
Agus Salim, The Rise Of Hizbut Tahrir Indonesia (1982-2004) Its Political
Oppurtunity structure, Resource Mobilization, And Collective Action Frames…h. 4-5
157
Zuly Qodir, HTI dan PKS Menuai Kritik: Perilaku Gerakan Islam Politik
Indonesia…h. 2

79
Khulafaur Rasyidin, di mana seorang khalifah diangkat melalui mekanisme
bai‟at. Bagi Taqiyyudin, konsep kekhalifahanlah yang mampu dan terbukti
mendorong kejayaan Islam. Oleh karena itu, perjuangan mewujudkan kembali
kekhalifahan adalah necessary condition bagi terwujudnya masyarakat muslim.158
Konsep ideologi kekhilafahan ini sebagai jawaban kemunduran Islam
menghadapi penetrasi Barat. Tawaran ini menjadi kontekstual ketika disebarkan
di tengah masyarakat muslim yang merasa kecewa terhadap hegemoni kekuasaan
Barat. Gagasan ini semakin memperoleh tempat tatkala dihadapkan pada
eksperimen demokrasi ataupun bentuk negara modern lainnya (nation-state) di
mana mayoritas warga negaranya adalah muslim.159
Sebenarnya dalam konteks politik ke-Indonesiaan, gagasan HT di atas
kurang diterima secara luas terutama oleh kelompok gerakan keagamaan yang
mengusung faham modernis/moderat keislaman (pembaharuan Islam). Gerakan
keagamaan Indonesia yang berbasis faham moderat lebih setuju ketika aspirasi
politik HTI disalurkan melalui jalur parlementer dengan menggunakan kendaraan
partai politik yang disahkan oleh konstitusi Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan
aktivitas HTI yang berdasarkan amar ma‟ruf (melaksanakan syari‟at Islam) dan
nahi munkar (melaksanakan sesuatu yang tidak bersumber dari syari‟at)
membentuk partai politik hanya sebatas mengawasi para penguasa serta
menyampaikan nasehat dalam amar ma‟ruf nahi munkar. Menurut HTI, partai-
partai politik harus berbentuk partai Islam. Sebab, tugas yang telah ditentukan
yaitu dakwah kepada Islam dan amar ma‟ruf nahi munkar, yang dilakukan sesuai
dengan hukum Islam – tidak dapat dilaksanakan kecuali oleh kelompok-kelompok
dan partai Islam. Sedangkan partai Islam sendiri yaitu partai yang berasaskan
akidah Islam. Partai yang mengambil dan menetapkan ide-ide, hukum-hukum dan

158
Zuly Qodir, HTI dan PKS Menuai Kritik: Perilaku Gerakan Islam Politik
Indonesia…h. 60
159
Zuly Qodir, HTI dan PKS Menuai Kritik: Perilaku Gerakan Islam Politik
Indonesia…h. 61

80
pemecahan yang Islami. Ṯarȋqah (metode) operasionalnya adalah ṯarȋqah
Rasulullah SAW.160
Bagi HT sendiri tidak memperbolehkan kelompok-kelompok kaum
muslim berdiri di atas asas selain Islam, baik itu menyangkut fikrah maupun
ṯarȋqahnya. Alasannya karena hal itu perintah Allah SWT, disamping juga Islam
adalah salah-satunya ideologi yang benar dan tepat di muka bumi ini. Islam
adalah ideologi yang bersifat universal, sesuai dengan fiṯrah manusia, dan dapat
memberikan pemecahan kepada manusia sebagaimana layaknya manusia. Oleh
karena itu Islam telah mengarahkan potensi hidup manusia – yang berupa
gharizah (naluri) dan hajat al-uḏuwiyah (kebutuhan jasmani) – yaitu dengan
mengaturnya dan mengatur pemecahan (pemenuhannya) dengan tatanan yang
benar, tidak mengekang dan tidak pula melepaskannya sama sekali, gharizah yang
satu tidak mendominasi gharizah yang lain. Islam adalah ideologi yang mengatur
seluruh aspek kehidupan. Semua ideologi selain Islam, seperti kapitalisme,
sosialisme termasuk komunisme, tidak lain adalah ideologi-ideologi yang rusak
dan bertentangan dengan fitrah manusia. Ideologi-ideologi tersebut adalah buatan
manusia, sangat tampak kerusakannya, dan telah terbukti cacat celahnya.
Ideologi-ideologi itu semuanya bertentangan dengan Islam dan hukum-hukum
Islam. Mengambilnya, menyebarluaskannya, dan berkelompok berdasarkan
idelogi-ideologi itu termasuk perkara yang diharamkan oleh Islam.161

160
Rihlah Nur Aulia, Fundamentalisme Islam Indonesia Studi Atas Gerakan Dan
Pemikiran Hizbut Tahrir…h. 89
161
Rihlah Nur Aulia, Fundamentalisme Islam Indonesia Studi Atas Gerakan Dan
Pemikiran Hizbut Tahrir…h. 89-91

81
2. Visi162 dan Misi163 HTI
Menurut Syaharuddin dalam kajiannya, HTI, Visi dan Perjuangannya
(dalam majalah al-Wa‟ie, Edisi Maret 2005:1) yang dikutip oleh Zuly Qodir,
menuturkan dalam pandangan HT, syariah, dan khilafah tidaklah dapat
dipisahkan. Penegakkan syariah dan khilafah adalah visi dan misi perjuangan
dakwah HT. pasca keruntuhan Khilafah Ustmaniyah tahun 1924, problem terbesar
umat Islam adalah tidak diterapkannya syariah dalam tatanan kehidupan
masyarakat, yang sejatinya diwujudkan dalam wadah institusi Khilâfah
Islâmiyyah. Di samping itu, yang lebih penting, penegakan syariah dan khilâfah
adalah kewajiban dari Allah dan Rasul-Nya yang telah dibebankan kepada seluruh
kaum Muslim.164
Hizbut Tahrir Indonesia adalah kelompok politik, berdiri berasaskan
pemikiran Islam, bukan kelompok spiritual, bukan lembaga ilmiah ataupun
akademis, bukan pula lembaga sosial. Yang menjadi ruh (spirit) bagi tubuh HTI
adalah fikrah Islam yang dijadikan sebagai asasnya, dan setelah menyatu dalam
diri anggota-anggotanya, yang selalu diserukan kepada umat untuk direalisasikan
dan dipikul bersama-sama dengan hizb agar dapat diwujudkan kembali dalam
kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Hal ini pula yang menjadi inti, sekaligus

162
Visi 1 kemampuan untuk melihat pd inti persoalan; 2 pandangan atau wawasan ke
depan: seluruh rakyat mempunyai -- yg sama mengenai perjuangan bangsa; 3 kemampuan untuk
merasakan sesuatu yg tidak tampak melalui kehalusan jiwa dan ketajaman penglihatan; 4 apa yg
tampak dl khayalan; 5 penglihatan; pengamatan. Lihat KBBI Luar Jaringan (Luring).
163
Misi 1 perutusan yg dikirimkan oleh suatu negara ke negara lain untuk melakukan
tugas khusus dl bidang diplomatik, politik, perdagangan, kesenian, dsb: -- perdagangan kita akan
mengadakan kunjungan ke luar negeri; 2 tugas yg dirasakan orang sbg suatu kewajiban untuk
melakukannya demi agama, ideologi, patriotisme, dsb; 3 Kris kegiatan menyebarkan Kabar
Gembira (Injil) dan mendirikan jemaat setempat, dilakukan atas dasar pengutusan sbg kelanjutan
misi Kristus. Lihat KBBI Luar Jaringan (Luring).
164
Zuly Qodir, HTI dan PKS Menuai Kritik: Perilaku Gerakan Islam Politik
Indonesia…h. 12

82
rahasia sukses kelangsungan kelompoknya, dan ide-ide inilah yang menjadi
pengikat seluruh anggotanya.165
Tujuan HTI adalah melanjutkan kembali kehidupan Islam dan mengemban
dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Dengan kata lain, HTI bertujuan
memecahkan masalah utama kaum muslim. Tujuan ini berarti mengajak kaum
muslim kembali hidup secara Islami di dâr al-Islâm, dalam sebuah masyarakat
Islami yang diliputi suasana pemikiran dan perasaan Islami, serta diterapkan
sistem dan hukum-hukum Islam. Di sana, seluruh kegiatan kehidupan diatur
sesuai dengan hukum-hukum syariat Islam, menjadikan halal dan haram sebagai
pandangan hidup umat di bawah naungan Islam, yaitu Negara Khilafah. Pada saat
itu, kaum muslim akan membai‟at seorang khalifah untuk didengar dan ditaati,
dengan syarat menjalankan menjalankan hukum sesuai dengan kitabullah dan
sunnah Rasul, juga untuk mengemban Risalah Islam ke seluruh dunia, dan
memimpin umat dalam betarung melawan seluruh sistem kufur, berikut
pemikiran-pemikirannya secara menyeluruh, sehingga Islam dapat meliputi
seluruh dunia. Kata dâr al-Islam, dakwah, jihad, dan baiat kepada khalifah
menjadi kata-kata kunci dari HTI.166

3. Basis Keanggotaan HTI


Hizbut Tahrir Indonesia menerima keanggotaan setiap orang Islam, baik
laki-laki dan perempuan, tanpa memperhatikan lagi apakah mereka keturunan
Arab atau bukan, berkulit putih ataupun hitam. HT adalah partai untuk seluruh
kaum muslim dan menyerukan kepada umat untuk mengemban da‟wah Islam
serta mengambil dan menetapkan seluruh aturan-aturan Islam, tanpa memandang

165
Zuly Qodir, HTI dan PKS Menuai Kritik: Perilaku Gerakan Islam Politik
Indonesia…h. 13
166
Zuly Qodir, HTI dan PKS Menuai Kritik: Perilaku Gerakan Islam Politik
Indonesia…h. 14-19

83
ras, bangsa, warna kulit maupun madzhab mereka. Bagi HT kesemuanya hanya
dilihat dari sudut pandang Islam.167
HT adalah organisasi internasional yang memiliki banyak cabang di
berbagai dunia. HT mengadopsi struktur organisasi dengan hirearki yang ketat.
Struktur organisasinya yang paling puncak bernama Majlis al-Qiyadah yang
dipimpin oleh seorang „amir. Struktur ini adalah pusat dari cabang HT yang ada di
seluruh dunia. Saat ini „amir HT dipegang oleh Ata Abu Rashtah. Struktur di
bawah Majelis al-Qiyadah adalah Majelis al-Wilayah yang terdapat di ibu kota di
berbagai negara di mana HT menjalankan aktivitasnya, seperti Hizbut Tahrir
Indonesia, Hizbut Tahrir Inggris, Hizbut Tahrir Malaysia, Hizbut Tahrir Sudan,
Hizbut Tahrir Australia, dan lain sebagainya. Orang yang memimpin Majelis al-
Wilayah disebut dengan mu‟tamad. Mu‟tamad HTI saat ini dipegang oleh Hafidz
Abdurrahman. Di bawah Majelis al-Wilayah adalah Majelis al-Mahaliyah dengan
pemimpinnya yang bernama naqib. Struktur ini berada pada tingkat yang setara
dengan provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa
Yogyakarta, dan lain sebagainya.168
Sistem keanggotaan merupakan ciri khas dari organisasi ini. Untuk
mencapai tujuannya, para pemimpin organisasi ini mengambil bahan-bahan
ideologis, yang dapat mengikat anggotanya. Pelajar sekolah menengah,
mahasiswa, serta para sarjana adalah kalangan yang mendominasi latar belakang
anggota organisasi ini. Namun, pada tahun-tahun belakangan, organisasi ini telah
menyebarkan target rekrutmen anggota ke masyarakat umum, khususnya
pedesaan, termasuk kepada anggota dan warga Nahḏatul Ulama di Indonesia.169
HTI sangat erat menjaga hierarki kepemimpinan. Sementara itu, diketahui
bahwa anggota DPP sangat berhati-hati untuk tidak mengungkapkan siapa

167
Rihlah Nur Aulia, Fundamentalisme Islam Indonesia Studi Atas Gerakan Dan
Pemikiran Hizbut Tahrir…h. 104-105
168
Zuly Qodir, HTI dan PKS Menuai Kritik: Perilaku Gerakan Islam Politik
Indonesia…h. 23
169
Zuly Qodir, HTI dan PKS Menuai Kritik: Perilaku Gerakan Islam Politik
Indonesia…h. 2-3

84
diantara 14 anggota ini yang Mu‟tamad dan naqib. Hanya anggota DPP saja yang
tahu siapa Mu‟tamad yang sebenarnya. Beberapa departemen yang dikenal
sebagai Lajnah juga ada di dalam DPP (Dewan Pimpinan Pusat), DPW (Dewan
Pimpinan Wilayah), dan DPD (Dewan Pimpinan Daerah). Departemen ini
termasuk politik, ekonomi, dan departemen siswa. Departemen siswa kemudian
melanjutkan untuk membentuk Gerakan Pembebasan Mahasiswa (Gerakan
Emansipasi, GEMA). Pada tahun 2001 sampai sekarang, HTI telah hadir di
seluruh Indonesia 31 provinsi dan lebih dari 200 kabupaten. HTI juga menjaga
struktur tiga tingkat keanggotaan.170
Tingkat pertama adalah aktivis yang dianggap sebagai simpatisan HT dan
HTI. Para aktivis ini sering menjadi milik halaqah dan dipandang sebagai siswa
partai, tetapi tidak cukup diindoktrinasi untuk menjadi anggota penuh. Tingkat
kedua adalah anggota yang telah menunjukkan pengetahuan tentang partai melalui
penelitian secara mendalam dari teks HT dan yang telah melakukan sumpah
kesetiaan. Sumpah kesetiaan di sini adalah serupa dengan bai‟ah yang diadopsi
oleh sebagian besar gerakan Islam. Bai‟ah merupakan komponen penting dari
ideologi HTI. Anggota-angota bersumpah untuk setia pada konstitusi HT dan 15
kepemimpinan. Bai‟ah melayani fungsi penting sebagai agen mengikat. Praktik
bai‟ah dapat ditelusuri kembali ke nabi sendri. Ia percaya bahwa Nabi
Muhammad telah menerima bai‟ah dari Muslim di Madinah. Tingkat ketiga
mengizinkan salah satu keanggotaan di mana anggota mulai mengambil posisi di
dalam partai. Struktur tiga tingkat ini memungkinkan mereka menilai anggotanya
untuk memastikan bahwa hanya yang paling berkomitmen yang ditunjuk untuk
memimpin partai. Pada saat yang sama, simpatisan ini sering menyediakan
sumber daya penting untuk HTI, seperti peningkatan partisipasi di even publik
massa atau bahkan dengan cara dukungan keuangan.171

170
Zuly Qodir, HTI dan PKS Menuai Kritik: Perilaku Gerakan Islam Politik
Indonesia…h. 74
171
Zuly Qodir, HTI dan PKS Menuai Kritik: Perilaku Gerakan Islam Politik
Indonesia…h. 75-76

85
Secara struktur organisasi HTI, pemimpin tertinggi tingkat negara adalah
Komite Wilayah. Komite Wilayah dipimpin oleh seorang mu‟tamad. Di bawah
provinsi adalah tingkat lokal pusat kota, yang diurus oleh panitia lokal yang
dipimpin oleh seorang kepala daerah yang dikenal sebagai naqib. Sementara itu
Mu‟tamad HTI diharapkan menerima perintah dari Amir dan kepemimpinan pusat
HT. Mereka latihan keras untuk memperoleh kemerdekaan. Naqib pada dasarnya
diambil dari berbagai kalangan di wilayah studi tersebut. Seiring dengan
perkembangan HTI, naqib diangkat di tingkat provinsi. Dengan demikian, setiap
provinsi Indonesia terdapat HTI. Naqib lokal melaporkan kepada mu‟tamad HTI.
Dalam konteks Indonesia, sebuah komite Wilayah dikenal sebagai Dewan
Pimpinan Pusat (Komisi Eksekutif Pusat, DPP) yang dibentuk di bawah
kepemimpina al-Baghdadi pada awal 1990. Pada tingkat regional, komite yang
dikenal sebagai Dewan Pimpinan Wilayah (Provinsi Eksektif Komite, DPW)
terbentuk dan di tingkat kabupaten Dewan Pimpinan Daerah (Distrik Komite
Eksekutif, DPD) didirikan. Dalam setiap kabupaten, anggota partai (perkumpulan)
dibagi lagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang disebut sebagai halaqah.
Setiap halaqah terdiri dari 5-7 aktivis dan simpatisan HTI. Di bagian atas hierarki
ini pemimpin tertinggi adalah ketua DPP, Hafidz Abdurrahman.172

4. Sumber Dana dan Kongres HTI


Melihat kebijakan yang dilakukan oleh HTI dalam rekrutmen anggota,
mereka menerima muslim baik pria maupun wanita dengan tidak membedakan
apakah orang itu berasal dari keturunan Arab atau bukan. Keanggotaan terbuka
bagi setiap muslim tanpa membedakan kewarganegaraan dan aliran pemikiran
dalam Islam (maẕhab). Kelompok studi wanita HTI terpisah dengan pria. Anggota
wanita dipimpin dan dibina oleh sesama wanita, suami mereka, atau saudaranya
yang tidak dapat dinikahi. Keadaan diatas sangat berimplikasi terhadap sumber
pendanaan HTI, yang mana dana HTI didapatkan dari iuran anggota HTI. Dalam
hal ini, HTI berusaha untuk independen dan tidak terikat dari lembaga donor atau
172
Zuly Qodir, HTI dan PKS Menuai Kritik: Perilaku Gerakan Islam Politik
Indonesia…h. 76-77

86
kepentingan mana pun. Namun demikian, ada indikasi kuat, bahwa setidaknya
pada awal-awalnya mereka mendapat bantuan luar negeri. Setelah kaderisasi
berhasil, pendanaan untuk operasional dan lainnya murni berasal dari anggotanya
saja.
HTI sendiri mulai memproklamasikan diri di depan publik melalui
konferensi yang digelarnya pada 28 Mei 2000 di Stadion Tenis Indor, Senayan,
Jakarta. Sebelum konferensinya yang pertama ini, aktivitas HTI tetap berjalan
melaui lembaga-lembaga pengajian, baik di kampus maupun di luar kampus.
Hanya saja identitas nama HT ketika itu memang sengaja tidak digunakan untuk
menghindari tekanan dari rezim Presiden Soeharto. Pada konferensi tersebut, HT
untuk pertama kalinya secara publik menggelorakan gagasan khilafah Islam
sekaligus juga mengkritik paham nasionalsme yang dianggapnya memiliki andil
dalam menceraiberaikan umat Islam di seluruh dunia dan mengotak-kotakannya
ke dalam etnitas negara-bangsa.173
Dakwah HTI semakin mendapat kesempatan seiring adanya perubahan
iklim politik di Indonesia: reformasi. Namun demikian, tidak serta-merta HTI
mendeklarasikan sebagai gerakan Islam yang terbuka. Namun, seiring
berkembangnya sambutan masyarakat, sebuah konferensi Internasional soal
khilafah Islamiyah pun digelar, yaitu pada Maret 2002, di Istora Senayan.
Konferensi ini menghadirkan tokoh-tokoh HT dari dalam dan luar negeri sebagai
pembicara. Diantaranya adalah KH Dr. Muhammad Ustman, SPFK (Indonesia),
Ustadz Ismail Al-Wahwah (Australia), Ustadz Syarifuddin M. Zain (Malaysia),
dan Muhammad Al-Khaththath (Indonesia). Konferensi tersebut juga menjadi
penanda lahirnya organisasi HTI, dan sejak saat itu mulai memproklamirkan diri
sebagai organsasi politik yang berideologikan Islam.174

173
Zuly Qodir, HTI dan PKS Menuai Kritik: Perilaku Gerakan Islam Politik
Indonesia…h. 50-51
174
Zuly Qodir, HTI dan PKS Menuai Kritik: Perilaku Gerakan Islam Politik
Indonesia…h. 58

87
C. Sekilas Penjelasan Kitab niẕam al-Islâm (Peraturan Hidup dalam Islam)
Buku niẕâm al-Islâm karangan Taqiyuddin an-Nabhani merupakan kitab
pegangan yang dikaji dan dipelajari oleh kelompok keagamaan Hizbut Tahrir.
Tujuan mengkaji dan mempelajari kitab niẕâm al-Islâm adalah untuk merevolusi
pemikiran pengikut kelompok keagamaan HT ke arah pemikiran Islam, seruan
untuk melanjutkan kembali kehidupan yang islami (sesuai syri‟at Islam),
mengemban dakwah Islam, serta terlebih dahulu menegakkan Daulah Islamiyyah
(negara Islam). Kitab ini terbit dan cetakan pertamanya pada tahun 1953 M
bertepatan tahun 1372 H dalam versi Bahasa Arab. Setelah itu, cetakan ke-6 yang
merupakan edisi Mu‟tamadah dikeluarkan pada tahun 2001 M/1422 H. Buku
niẕâm al-Islâm secara keseluruhan berjumlah 143 halaman, dengan judul aslinya
niẕâm al-Islâm. Kitab Niẕâm al-Islâm diterbitkan oleh Pustaka Fikrul Mustanir
Taman Khoiru Ummah yang ber-alamat di Jl. Kan‟an Blok A No. 57 Rt. 05/04
Tanah Baru-Bogor, no HP yang bisa dihubungi 081317339712/085716211137
dengan email: pustakafikrulmustanir@gmail.com.
Pada bagian awal pembuka, buku niẕâm al-Islâm menyuguhkan bagian
daftar isi mengenai semua sub-bab materi yang dibahas didalamnya. Sub-bab
materi tersebut yaitu: Jalan Menuju Iman, Qaḏa dan Qadar, Kepemimpinan
Berfikir dalam Islam, Tatacara Mengemban Dakwah Islam, Ḫaḏârah Islam,
Peraturan Hidup dalam Islam, Hukum Syara‟, Macam-macam Hukum Syari‟at
Islam, As-Sunah, Meneladani Perbuatan Rasulullah SAW, Melegalisasi Hukum-
hukum Syari‟at Islam, Undang-undang Dasar dan Undang-undang, Rancangan
Undang-undang Dasar, dan Akhlak dalam Pandangan Islam. Rancangan Undang-
undang Dasar cakupannya meliputi: Hukum-hukum Umum, Sistem Pemerintahan,
Khilâfah, Mu‟âwin At-Tafwȋḏ, Mu‟âwin At-Tanfidz, Al-Wulât (Gubernur), Amȋr
al-Jihad: Direktorat Peperangan Pasukan, Keamanan Dalam Negeri, Luar Negeri,
Direktorat Perindustrian, Al-Qaḏâ (Badan Peradilan), Jihâz Al-Idâri (Aparat
Administrasi), Baitul Mal, Penerangan, Majelis Umat, Sistem Sosial, Sistem
Ekonomi, Politik Pendidikan, Politik Luar Negeri.

88
Secara ringkas, kitab niẕâm al-Islâm merupakan kitab yang mencoba
menggambarkan sistem kehidupan Islam (niẕâm al-Islâm) secara komprehensif
dalam sebuah sistem Khilafah. Namun sebagaimana Rasulullah SAW dahulu
menegakkan pemerintahan Islam berdasarkan Aqidah Islam, Hizbut Tahrir pun
meneladani Rasulullah SAW dengan menjadikan Aqidah Islam sebagai pondasi
bagi sistem kehidupan Islam itu.
Hal itu terbukti dengan diletakkannya materi-materi Aqidah Islam, yaitu
Jalan Menuju Iman (Ṯariqul Iman) dan Qaḏâ`-Qadar, sebagai materi-materi awal
kitab ini. Materi Jalan Menuju Iman (Ṯarȋq al-ȋman) menjelaskan bagaimana
metode memperoleh keimanan yang benar, yaitu diperoleh dengan jalan berpikir
cemerlang (mustanir), bukan lewat jalan wijdan (naluri) semata. Dengan kata lain,
Aqidah Islam hendaknya didasarkan pada dalil aqli, bukan hanya didasarkan pada
naluri fitri.175
Berdasarkan dalil aqli itu yang digunakan untuk memahami bukti-bukti
empiris, akan diperoleh iman adanya Allah, iman bahwa Al-Qur`an kalamullah,
dan iman bahwa Muhammad SAW Rasul Allah. Ketiga perkara keimanan inilah
yang selanjutnya menjadi dasar penetapan dalil naqli (Al-Qur`an dan As-Sunnah)
untuk mengimani perkara-perkara yang gaib, seperti adanya hari kiamat, surga,
neraka, malaikat, jin, setan, dan sebagainya.176
Adapun materi Qaḏa`-Qadar, menjelaskan bagaimana kita memahami
persoalan Qaḏa`-Qadar secara tepat dan proporsional, di tengah perbedaan
pendapat dalam persoalan ini pada kalangan Jabariyah, Mu‟tazilah, dan Ahlus
Sunnah.177 Yang fundamental, Taqiyyudin an-Nabhani meletakkan paradigma
baru dalam pembahasan Qaḏa`-Qadar. Yaitu, membahas perbuatan manusia
secara relevan dengan pahala dan dosa, bukan lagi membahas perbuatan manusia
dari segi-segi lain yang tidak relevan dengan pahala dan dosa, misalnya dari segi

175
Lihat Taqiyyudin an-Nabhani, Nizhamul Islam. (Hizbut Tahrir. 2001 M/1422 H). Cet.
Ke-6 (Thab‟atun Mu‟tamadah). H. 6-7
176
Lihat Taqiyyudin an-Nabhani, Nizhamul Islam…h.12
177
Lihat Taqiyyudin an-Nabhani, Nizhamul Islam…h. 15-22

89
penciptaan perbuatan (khalq al-„af‟âl) dan tertulisnya perbuatan manusia dalam
Lauhul Mahfuzh.178
Kalau seorang pencuri ditanya,"Mengapa kamu mencuri?" tentu akan
bikin pusing andaikan dia menjawab,"Saya mencuri ini karena sudah ditetapkan
oleh Allah dalam Lauhul Mahfuzh." Kemusykilan semacam ini tidak akan
terpecahkan dengan memuaskan kalau masalah Qaḏâ-Qadar didasarkan pada hal-
hal yang tidak relevan dengan pahala dan dosa, seperti tertulisnya perbuatan
manusia dalam Lauhul Mahfuzh. Karena itulah, Taqiyyudin an-Nabhani tidak
menjadikan masalah Lauhul Mahfuzh sebagai asas pembahasan Qaḏâ-Qadar.
Sebab, alasan beliau, hal itu tidak berhubungan dengan pahala dan dosa bagi
manusia. Jadi, harus dicari asas (paradigma) baru yang relevan dengan pahala dan
dosa. Apakah itu? Jawabnya: perbuatan manusia itu sendiri!
Taqiyyudin an-Nabhani menelaah fakta perbuatan manusia itu dari segi
apakah manusia dipaksa untuk berbuat (musayyar) atau diberi hak pilih
(mukhayyar). Fakta menunjukkan, ada dua jenis perbuatan manusia. Pertama,
adakalanya manusia itu musayyar, misalnya ia tidak bisa terbang dengan
tubuhnya sendiri atau ia mengalami suatu kecelakaan di luar kuasanya. Segala
perbuatan atau fakta di saat manusia berstatus musayyar inilah yang disebut
Qaḏa`. Yang menetapkan Qaḏa`adalah Allah dan manusia tidak akan dihisab
tentang Qaḏâ dari Allah itu. Tidak ada perhitungan dosa dan pahala di sini.
Kedua, adakalanya manusia mukhayyar, misalnya ia makan nasi, minum khamr,
mencari nafkah dengan jalan mencuri, sesuai kehendak dan pilihannya sendiri. Di
sinilah manusia dikatakan telah memanfaatkan Qadar, yakni karakter khusus yang
melekat pada segala sesuatu, misalnya sifat menghasilkan kalori pada nasi, atau
adanya hasrat ingin memiliki harta (hubbut tamalluk) pada naluri manusia. Yang
menetapkan Qadar adalah Allah semata, namun manusia tetap akan dihisab
tentang pemanfaatan Qadar dari Allah itu. Tetap ada perhitungan dosa dan pahala
di sini.179 Jadi, sang pencuri tadi harus tetap dihukum, walaupun dia berkeyakinan
perbuatannya mencuri sudah termaktub dalam Lauhul Mahfuzh. Sebab yang ia
178
Lihat Taqiyyudin an-Nabhani, Nizhamul Islam…h. 16
179
Lihat Taqiyyudin an-Nabhani, Nizhamul Islam…h. 17-19

90
pertanggungjawabkan adalah perbuatannya mencuri-yang merupakan dosa-bukan
keyakinannya itu (yang tidak relevan dengan dosa dan pahala). Kita katakan pada
sang pencuri, "Keyakinanmu benar, tapi kamu harus tetap dihukum, karena kamu
telah berdosa menyalahi larangan Allah dan Allah pun tidak pernah memaksamu
mencuri!" Walhasil paradigma baru dalam masalah Qaḏâ-Qadar tersebut
sangatlah fundamental, karena dapat menghilangkan berbagai kesamaran dan
kemusykilan di seputar masalah Qaḏâ-Qadar.
Namun satu hal yang perlu dipahami, materi-materi Aqidah seperti Jalan
Menuju Iman (Ṯariq al-Iman) tersebut sebenarnya bukanlah semata-mata materi
mengenai Aqidah Islam. Lebih dari itu, materi Jalan Menuju Iman ingin
meletakkan Aqidah Islam sebagai landasan bagi ideologi dan peradaban Islam.180
Jadi, materi Jalan Menuju Iman ini agak berbeda fokusnya dengan pembahasan
berjudul Al-Aqȋdah al-Islamiyah dalam kitab al-Syakhshiyah al-Islamiyyah Juz I.
Materi Al-Aqȋdah al-Islamiyyah ini hanya membahas aqidah Islam itu sendiri dari
segi perkara-perkara yang wajib diimani beserta dalil-dalilnya masing-masing.
Tapi materi ini tidak secara langsung dikaitkan dengan upaya membangkitkan
umat untuk kembali pada kehidupan Islam. Sedang dalam materi Jalan Menuju
Iman, Taqiyyudin al-Nabhâni hendak mengkontekstualisasikan Aqidah Islam
dalam realitas masa kini, yakni meletakkan aqidah Islam sebagai asas ideologi dan
peradaban Islam. Hal ini dikarenakan Islam telah kehilangan sifatnya sebagai
idelogi dan peradaban, setelah Khilafah Islam di Turki tahun 1924 dihancurkan
oleh Mustafa Kamal Ataturk yang murtad. Di sinilah keistimewaan materi Ṯarȋq
al-ȋman. Ia bukanlah semata penjelasan Aqidah Islam, melainkan juga peletakan
Aqidah Islam dalam sebuah konteks ruang dan waktu tertentu pada saat kaum
muslimin hidup di bawah tindasan ideologi-ideologi asing di abad ke-20 ini. Jadi,
Aqidah Islam hendak dijadikan asas kebangkitan umat di tengah-tengah hegemoni
ideologi-ideologi asing atas umat, baik ideologi Sosialisme maupun Kapitalisme.
Pada titik inilah kita dapat memahami mengapa banyak para aktivis Hizbut
Tahrir yang kemudian men-syarah lebih jauh materi Ṯarȋq al-ȋman menjadi

180
Lihat Taqiyyudin an-Nabhani, Nizhamul Islam…h. 12

91
banyak kitab yang membicarakan kebangkitan. Tercatat ada kitab Ṯarȋq al-ȋman
karya Samih Athif az-Zain (1983), kitab an-Nahḏah karya Ustadz Hafizh Shalih
(1988), dan kitab Usus an-Nahḏah ar-Rasyȋdah karya Ahmad al-Qashash (1995).
Misi ideologis dari materi Ṯariq al-Iman ini akan makin jelas pada materi
selanjutnya, yaitu al-Qiyâdah al-Fikriyyah fi al-Islâm.181 Materi ini pada dasarnya
membicarakan dua hal. Pertama, melakukan studi komparatif pada dataran
normatif (konseptual) antara ideologi Kapitalisme, Sosialisme, dan Islam. Kedua,
melakukan studi historis-empiris untuk menjelaskan penerapan ideologi Islam
sepanjang sejarah umat Islam. Pada studi komparatif-normatif itu, Taqiyyudin an-
Nabhani memaparkan secara meyakinkan bahwa ideologi Islam lebih unggul
daripada Kapitalisme dan Sosialisme. Beliau menjelaskan hal itu dengan
membandingkan aqidah (asas ideologi) masing-masing ideologi. Berdasarkan
kriteria umum bahwa suatu asas ideologi haruslah memuaskan akal, sesuai fitrah,
dan menentramkan hati, terbukti bahwa asas ideologi Kapitalisme (yakni
sekularisme) dan asas ideologi Sosialisme (yakni materialisme) telah gagal
memenuhi kriteria tersebut. Hanya asas ideologi Islam (yakni Aqidah Islam) yang
mampu lulus dari batu ujian berupa ketiga kriteria universal itu.182 Keunggulan
Islam juga didasarkan pada perbandingan pada aspek-aspek lainnya, yaitu (1)
bagaimana lahirnya peraturan hidup dari aqidah, (2) standar perbuatan, (3)
pandangan terhadap individu dan masyarakat, dan (4) pandangan terhadap metode
penerapan peraturan hidup.183
Perbedaan ketiga ideologi (mabda‟) tersebut yaitu: pertama, Sosialisme
(materialisme) akidahnya segala sesuatu berasal dari materi, tidak ada tuhan,
peraturan diambil dari evolusi materi, tolak ukurnya dialektika materialisme,
pandangan terhadap masyarakat merupakan kumpulan individu yang terdiri dari
tanah, alam, manusia dan alat produksi, dan penerapan peraturan oleh negara saja,
dengan militer dan undang-undang. Kedua, Kapitalisme akidahnya pemisahan
agama dari kehidupan, peraturan diambil dari realita kehidupan, tolak ukurnya

181
Lihat Taqiyyudin an-Nabhani, Nizhamul Islam…h. 23-58
182
Lihat Taqiyyudin an-Nabhani, Nizhamul Islam…h. 42-44
183
Lihat Taqiyyudin an-Nabhani, Nizhamul Islam…h. 35-39

92
adalah manfa‟at, pandangan terhadap masyarakat merupakan terdiri dari individu
saja, dan penerapan peraturan oleh negara adalah pengontrol kebebasan. Ketiga,
Islam akidahnya Allah sebagai pencipta, pengatur, dan tempat kembali, aturan
hidup diambil dari wahyu yang dibawa oleh utusan Allah, tolak ukurnya hukum
syara, pandangan terhadap masyarakat merupakan sekumpulan individu yang
berinteraksi terus menerus (perasaan, pemikiran, peraturan).184
Sementara studi historis-empiris yang dilakukan Taqiyyudi an-Nabhani,
dilakukan untuk menjawab satu pertanyaan kritis,"Kalau ideologi Islam itu satu-
satunya yang benar, apakah ia pernah diterapkan dalam kenyataan?" Di sinilah
Taqiyyudin an-Nabhani lalu membentangkan penerapan Islam sebagai ideologi
dan prestasi-prestasi keberhasilannya dalam rentang sejarahnya yang panjang,
sejak tahun 622 ketika Rasulullah SAW berhijrah ke Madinah hingga tahun 1918
ketika Daulah Islam yang terakhir jatuh di tangan penjajah.185
Materi al-Qiyâdah al-Fikriyyah fi al-Islâm ini merupakan materi inti dari
kitab Niẕâm al-Islâm. Selain karena penjelasannya yang paling luas dibanding
materi lainnya (menghabiskan 36 halaman), juga karena posisinya yang sentral
bila dibandingkan dengan materi sebelumnya dan sesudahnya. Seperti telah
dibahas, materi sebelumnya ialah materi tentang Aqidah (Ṯariq al-Iman dan
Qaḏa`-Qadar). Ini artinya siapa pun tidak akan dapat memahami materi al-
Qiyâdah al-Fikriyyah tanpa memahami materi pendahuluannya yang meletakkan
Aqidah Islam sebagai asas ideologi Islam.
Adapun materi-materi selanjutnya, semuanya adalah uraian lebih jauh
tentang hal-hal yang terkait dengan materi al-Qiyâdah al-Fikriyyah. Mungkin kita
bertanya, bagaimana metode mewujudkan kembali Islam sebagai sebuah
kepemimpinan ideologi (al-Qiyâdah al-Fikriyyah) dalam Khilafah? Jawabannya
ada pada materi tentang cara mengemban dakwah Islam (Kaifiyah Haml ad-
Da‟wah al-Islamiyyah).186

184
https://www.slideshare.net/.../ringkasan-kitab-nizham-islam-peraturan-hidup-dalam-
isl... Diakses pada tanggal 1 Mei 2017 pukul 16.41
185
Lihat Taqiyyudin an-Nabhani, Nizhamul Islam…h. 44-45
186
Lihat Taqiyyudin an-Nabhani, Nizhamul Islam…h. 59-63

93
Materi-materi selanjutnya semakin merinci bagaimana wujud sistem
kehidupan Islam itu, termasuk perbedaan kontrasnya dengan gaya kehidupan
Barat. Materi al-Haḏârah al-Islâmiyyah,187 dan materi Niẕâm al-Islâm188 yang
menerangkan perbedaan tajam antara sistem kehidupan Islam dan sekularisme.
Materi-materi selanjutnya menjelaskan hukum syara‟ (yang terpancar dari
Aqidah Islam) sebagai substansi peraturan dalam sistem kehidupan Islam.189
Teori-teori umum seperti definisi dan macam-macam hukum syara‟, kemudian
dilanjutkan dengan rincian secara mendetail mengenai penerapan sistem
kehidupan Islam secara nyata. Ini dijelaskan dalam bab Masyru‟ al-Dustȗr,
sebuah rancangan konstitusi negara Khilafah yang terdiri dari 186 pasal. 190 Kitab
Niẕâm al-Islâm ditutup dengan bab Akhlak. Bab ini menjelaskan posisi akhlak
dalam Islam dan peran akhlak dalam masyarakat.191

187
Lihat Taqiyyudin an-Nabhani, Nizhamul Islam…h. 64-69
188
Lihat Taqiyyudin an-Nabhani, Nizhamul Islam…h.70-75
189
Lihat Taqiyyudin an-Nabhani, Nizhamul Islam…h. 76-78
190
Lihat Taqiyyudin an-Nabhani, Nizhamul Islam…h. 79-135
191
Lihat Taqiyyudin an-Nabhani, Nizhamul Islam…h. 136-143

94
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi adalah pengetahuan tentang metode-metode, jadi metodologi


penelitian adalah pengetahuan tentang berbagai metode yang dipergunakan dalam
penelitian.192 Metodologi penelitian merupakan bagian dari ilmu pengetahuan
yang mempelajari bagaimana prosedur kerja mengkaji langkah-langkah yang
harus ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri ilmiah.193
Adapun unsur-unsur metodologi dalam penelitian secara umum dapat
digambarkan dalam tabel berikut:

Metodologi Penelitian

Pendekatan Metode Kualitatif Diskriptif Teknik

Metode Pengumpulan Data Teknik


Linguistik Pengumpulan
Metode Analisis Data Data

Analisis Wacana Kritis Makro Mikro

Analisis Wacana Kognisi sosial Semantik Sintaksis


dan konteks
Kritis terhadap Teks
nizham al-Islam
Teknik sadap Teknik video Teknik catat
you tube menggunakan
menggunakan HP ATK

Bagan 4. Metodologi Penelitian


Sumber: Diintisarikan dari Mahsun (2007) dengan modifikasi oleh Peneliti

192
Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan. 2009. H. 328
193
Noeng Muhadjir. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. 2000.
H. 5

95
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah pokok-pokok perencanaan seluruh penelitian
yang menunjukkan cara melaksanakan penelitian secara ringkas, jelas, dan utuh.
Rancangan penelitian ini digunakan sebagai landasan dalam melakukan penelitian
analisis wacana kritis terkait wacana fundamentalisme dalam kitab nizhâm al-
Islâm, sehingga seluruh pelaksanaan penelitian dapat berjalan dengan baik dan
lancar. Rancangan penelitian ini terdiri dari tiga aspek yang tercakup dalam istilah
metodologi penelitian yaitu pendekatan, metode, dan teknik penelitian.
Pendekatan penelitian merupakan cara berfikir yang diadopsi peneliti terkait
disiplin ilmu yang digunakan sebagai paradigma berpikir. Disiplin ilmu yang
dijadikan sebagai landasan berpikir dalam penelitian ini adalah analisis wacana
(tahlil al-Khithâb) dengan paradigma kritis. Analisis wacana kritis merupakan
cabang dari ilmu linguistik dan menggunakan pendekatan interdisipliner untuk
mengkaji teks dengan menganalisis unsur-unsur linguistik dan kemudian
menghubungkannya dengan konteks sosial dan politik yang melingkupi teks.194

B. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan seperangkat prosedur, cara, dan langkah
yang digunakan peneliti dalam melaksanakan penelitian. Metode penelitian
menggambarkan tata cara yang operasional dalam penelitian dan memuat
langkah-langkah penelitian yang akan dijalankan.195 Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan metode kualitatif deskriptif. Metode penelitian kualitatif merupakan
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.196 Metode kualitatif
deskriptif dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan fenomena sosial
tentang setting sosial secara lengkap berkenaan dengan wacana fundamentalisme

194
Soeseno Kartomihardjo, “Kekuasaan dalam Bahasa”, dalam Kajian Serba Linguistik:
untuk Anton Moeliono, Pereksa Bahasa, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000). H. 101.
195
Muhbib Abdul Wahab, Epistimologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2008). H. 29
196
Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Yogyakarta: Ar-Ruuz Media, 2011). H.30

96
dalam buku “niẕâm al-Islâm (Peraturan Hidup dalam Islam) dan membuat
kesimpulan yang berlaku umum. 197

C. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah kitab َ‫( ٔظجَ ثإلعال‬peraturan hidup dalam
Islam). Dalam penelitian ini, objek penelitian dispesifikkan lagi terkait wacana
fundamentalisme dalam judul "َِ َ‫عال‬ ِ ِٟ‫َّزُ ف‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫( "ثٌم‬kepemimpinan ideologis
ْ ‫ثإل‬
dalam Islam). Pemilihan materi judul "َِ َ‫عال‬ ِ ِٟ‫َّزُ ف‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ "ثٌم‬ini merupakan
ْ ‫ثإل‬
materi inti dari kitab niẕâm al-Islâm. Selain karena penjelasannya yang paling luas
dibanding materi lainnya (menghabiskan 36 halaman), juga karena posisinya yang
sentral bila dibandingkan dengan materi sebelumnya dan sesudahnya.

D. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer
dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini berupa kitab َ‫ٔظجَ ثإلعال‬

terkait wacana fundamentalisme dalam judul "َِ َ‫عال‬ ِ ِٟ‫َّزُ ف‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫"ثٌم‬. Adapun
ْ ‫ثإل‬
data sekunder dalam penelitian ini berasal dari kitab-kitab dan majalah yang
diterbitkan Hizbut Tahrir, jurnal, media massa online, serta karya-karya ilmiah
lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian terutama referensi yang
berbicara mengenai analisis wacana kritis dan bentuk pemikiran Hizbut Tahrir.

E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data


Dalam suatu penelitian, penentuan metode dan teknik pengumpulan data
merupakan suatu langkah penting yang harus dilakukan supaya data yang
diperoleh akurat, lengkap, dan representatif. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan beberapa metode pengumpulan data. Salah satu metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak.
Metode simak dilakukan untuk menyimak penggunaan bahasa. Istilah menyimak

197
Tim Lembaga Penelitian UIN Jakarta, Pedoman Penelitian UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 57-58

97
di sini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga
penggunaan bahasa secara tertulis.198 Dalam penelitian ini, penulis menyimak
penggunaan bahasa secara tertulis karena objek penelitian ini adalah teks kitab
َ‫ ٔظجَ ثإلعال‬terkait wacana fundamentalisme dalam judul ِٟ‫َّزُ ف‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫"ثٌم‬
"َِ َ‫ثإل ْعال‬.
ِ Penulis menyimak teks yang dijadikan objek penelitian dalam rangka
untuk melihat struktur wacananya seperti tema, struktur, latar, detail, maksud,
koherensi, kata ganti, bentuk kalimat, dan pilihan kata.
Metode simak ini memiliki teknik dasar yang berupa teknik sadap.
Maksud dari teknik sadap di sini adalah menyadap penggunaan bahasa, baik
penggunaan bahasa secara lisan maupun tulisan. Dalam praktiknya, teknik sadap
ini diikuti dengan teknik lanjutan yaitu teknik simak libat cakap, teknik simak
bebas libat cakap, teknik catat, dan teknik rekam.199 Metode simak dalam
penelitian ini menggunakan teknik lanjutan berupa teknik simak bebas libat
cakap, teknik catat, dan teknik rekam dari vidio www.youtube.com. Dalam
metode simak dengan teknik simak bebas libat cakap, peneliti menyadap perilaku
berbahasa dalam suatu peristiwa tutur dengan tanpa terlibat dalam peristiwa tutur
tersebut. Jadi, peneliti hanya berperan sebagai pengamat. Dalam penelitian ini,
penulis hanya mengamati penggunaan bahasa dalam teks kitab َ‫ ٔظجَ ثإلعال‬terkait
wacana fundamentalisme tanpa terlibat dalam peristiwa tutur karena memang
objek kajiannya berbentuk teks tertulis.
Teknik lain yang digunakan dalam tahap pengumpulan data ini adalah
teknik catat. Teknik catat dalam penelitian ini digunakan untuk mencatat elemen-
elemen yang menjadi bagian dari struktur wacana seperti penggunaan tema,
struktur, latar, detail, maksud, koherensi, kata ganti, bentuk kalimat, dan pilihan
kata yang terdapat dalam teks kitab َ‫ٔظجَ ثإلعال‬. Sedangkan teknik rekam
digunakan untuk mengetahui pernyataan lisan dan konteks tuturan terkait

198
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, Metode dan Tekniknya,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007). H. 92.
199
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, Metode dan Tekniknya, H. 93.

98
pemikiran kelompok keagamaan Hizbut Tahrir. Setelah itu, setiap elemen wacana
tersebut untuk mengungkap kognisi sosial dan konteks kitab َ‫ٔظجَ ثإلعال‬.
Selain metode simak, metode pengumpulan data yang juga digunakan
dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka. Metode studi pustaka ini
dilakukan dengan menghimpun kitab-kitab dan majalah yang diterbitkan Hizbut
Tahrir, jurnal, dan karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Data yang relevan dengan masalah penelitian akan dicatat dan digunakan sebagai
data pendukung dalam penelitian. Metode dan teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini digambarkan dalam bagan berikut:

Metode Pengumpulan
Data

Metode simak dengan Metode studi pustaka dengan


menyimak penggunaan menghimpun kitab-kitab dan
bahasa pada teks kitab majalah yang diterbitkan
niẕâm al-Islâm Hizbut Tahrir, jurnal, dan
karya ilmiah yang berkaitan
dengan masalah penelitian
Teknik Dasar Sadap

Teknik catat untuk


menuliskan data
yang relevan
dengan masalah
penelitian

Teknik simak Teknik catat untuk Teknik rekam dari


bebas libat cakap menulis elemen video www.
dengan menyimak struktur wacana youtube.com
elemen struktur
wacana

Bagan 5. Metode dan Teknik Pengumpulan Data


Sumber: Diringkas dari Mahsun (2014) dengan modifikasi peneliti

99
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan untuk
mengumpulkan data yang diperlukan dalam kegiatan penelitian. Dalam penelitian
kualitatif, instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti
sebagai human instrument berfungsi untuk menetapkan objek penelitian, memilih
sumber data, mengumpulkan data, menganalisis data, menafsirkan data, dan
menyimpulkan hasil temuannya.

G. Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis wacana kritis. Dengan menggunakan metode analisis wacana kritis,
analisis akan difokuskan pada aspek kebahasaan dan konteks yang terkait dengan
aspek-aspek tersebut. Metode analisis wacana kritis dilakukan dengan
menganalisis teks secara kebahasaan dan kemudian dihubungkan dengan kognisi
sosial dan konteks. Analisis wacana kritis memiliki beberapa model analisis
wacana. Dalam penelitian ini, data yang berupa teks kitab niẕâm al-Islâm akan
dianalisis dengan menggunakan model analisis wacana Teun A. van Dijk. Wacana
kitab niẕâm al-Islâm akan dianalisis dengan melakukan analisis teks, kognisi
sosial dan konteks yang mempengaruhi pembentukan wacana tersebut.
Dalam penelitian linguistik, metode analisis wacana kritis ini dapat
disejajarkan dengan metode analisis padan. Metode padan dilakukan dengan
menghubungbandingkan antar unsur yang bersifat lingual dan unsur yang bersifat
ekstralingual. Istilah intralingual mengacu pada unsur-unsur yang berada dalam
bahasa sedangkan ekstralingual mengacu pada unsur-unsur yang berada di luar
bahasa seperti konteks tuturan. Jadi, metode padan intralingual adalah metode
analisis dengan cara menghubungbandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual
baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang
berbeda.200 Sedangkan metode padan ekstralingual digunakan untuk menganalisis

200
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, Metode, dan Tekniknya, H.
118

100
unsur bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa seperti masalah konteks
wacana.201
Dalam penelitian ini digunakan kedua metode padan tersebut yaitu metode
padan intralingual untuk menganalisis struktur wacana dan metode padan
ekstralingual untuk menghubungkan teks kitab niẕâm al-Islâm dengan kognisi
sosial dan konteks wacana. Adapun teknik analisis yang digunakan adalah dengan
menggunakan teknik dasar hubung banding yang bersifat intralingual dan
ekstralingual. Agar lebih jelas, metode dan teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini digambarkan dalam bagan berikut:

Metode Analisis Data

Metode Padan

Metode padan intralingual Metode padan ekstralingual


dengan menghubungbandingkan dengan menghubungkan
elemen struktur wacana struktur wacana dengan
fundamentalisme kognisi sosial dan konteks

Teknik hubung banding yang


Teknik hubung banding yang
bersifat lingual, yaitu
bersifat ekstralingual dengan
menghubungbandingkan
menghubungkan struktur
dengan elemen struktur wacana
wacana dengan kognisi sosial
dan konteks

Bagan 6. Metode dan Teknik Analisis Data


Sumber: Diintisarikan dari Mahsun (2007) dengan modifikasi oleh peneliti

201
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, Metode, dan Tekniknya, H.
120

101
H. Tahap Analisis Data
Tahap analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Mengumpulkan dan menyediakan data
Peneliti mengumpulkan data penelitian berupa teks kitab niẕâm al-Islâm
dengan judul َ‫ ثإلعال‬ٟ‫ّز ف‬٠‫جدر ثٌفىش‬١‫( ثٌم‬kepemimpinan ideologis dalam Islam)
terkait wacana fundamentalisme yang akan dianalisis.
2. Mengklasifikasikan data
Setelah mengumpulkan data, kemudian peneliti menyimak teks kitab niẕâm al-
Islâm dan mengklasifikasikan data berdasarkan elemen wacana menurut van Dijk
yang meliputi struktur makro, super struktur, dan struktur mikro. Struktur makro
mengamati tema atau topik yang dikedepankan dalam teks. Elemen super struktur
membahas kerangka suatu teks. Sedangkan hal yang diamati dalam struktur mikro
adalah mengenai makna dari suatu teks yang dapat dilihat dari pilihan kata,
kalimat, dan gaya bahasa yang digunakan dalam teks.
3. Menganalisis data
Data yang telah diklasifikasikan kemudian akan dianalisis berdasarkan model
analisis wacana Teun A. van Dijk. Hasil analisis wacana kemudian akan dijadikan
pedoman untuk melihat kognisi sosial dan konteks.

I. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian memuat tahapan-tahapan yang harus dilakukan
dalam suatu penelitian. Adapun tahap-tahap yang akan dilakukan dalam penelitian
ini sebagai berikut:
1. Penulis mengumpulkan teks kitab niẕâm al-Islâm dengan judul ٟ‫ّز ف‬٠‫جدر ثٌفىش‬١‫ثٌم‬

َ‫( ثإلعال‬kepemimpinan ideologis dalam Islam) terkait wacana fundamentalisme.


2. Penulis juga mengumpulkan data yang berupa kitab-kitab dan majalah yang
diterbitkan Hizbut Tahrir, jurnal, dan karya ilmiah yang berkaitan dengan masalah
penelitian.

102
3. Penulis menentukan teks kitab niẕâm al-Islâm dengan judul ٟ‫ّز ف‬٠‫جدر ثٌفىش‬١‫ثٌم‬

َ‫( ثإلعال‬kepemimpinan ideologis dalam Islam) terkait wacana fundamentalisme


yang akan dianalisis dengan model analisis wacana kritis Teun A. van Dijk.
4. Hasil analisis teks akan digunakan untuk melihat kognisi sosial dan konteks
yang melatar belakangi teks sehingga akan didapatkan pemahaman yang holistik
dan kontekstual.
5. Hasil analisis teks, kognisi sosial, dan konteks tersebut kemudian akan disusun
secara sistematis dan akan disajikan dalam bentuk tesis.
Tahapan Pelaksanaan Penelitian Analisis Teks, Kognisi Sosial, dan Konteks
Kitab Niẕâm al-Islâm terkait Wacana Fundamentalisme

Pengumpulan data teks kitab niẕâm al-Islâm


menggunakan metode simak dengan teknik simak
bebas cakap dan teknik catat

Klasifikasi data yang berupa elemen struktur wacana

Analisis struktur wacana dengan menggunakan


model analisis wacana kritis van Dijk

Hasil analisis struktur wacana dihubungkan


dengan kognisi sosial, dan konteks

Hasil analisis penelitian disusun secara sistematis


dan disajikan dalam bentuk tesis

Bagan 7. Pelaksanaan Penelitian


Sumber: Dintisarikan dari Mahsun (2007) dengan modifikasi oleh peneliti

103
BAB V
HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik yang berideologikan Islam.


Politik adalah aktivitasnya, dan Islam adalah ideologinya. Hizbut Tahrir bergerak
ditengah-tengah umat, dan bersama-sama mereka berjuang untuk menjadikan
Islam sebagai permasalahan utamanya, serta mendorong dan membimbing umat
Islam untuk mendirikan kembali sistem khilâfah dan menegakkan hukum
berdasarkan yang telah diturunkan Allah dalam realitas kehidupan.202
Hizbut Tahrir merupakan organisasi atau kelompok politik, bukan
organisasi kerohanian (seperti tarekat) bukan lembaga ilmiah (seperti lembaga
studi agama atau badan penelitian), bukan lembaga Pendidikan (akademis), dan
bukan pula lembaga sosial (yang bergerak dibidang sosial kemasyarakatan). Ide-
ide Islam menjadi jiwa, inti dan sekaligus sebagai rahasia kelangsungan
kelompoknya.203
Dalam pandangan Hizbut Tahrir, khilâfah harus dibangun di atas landasan
aqȋdah aqliyyah (akidah yang menjadi dasar pemikiran) dan aqȋdah siyâsiyyah
(akidah yang menjadi dasar politik) yang melahirkan aturan untuk memecahkan
problem manusia secara keseluruhan, baik dibidang politik, ekonomi, budaya,
sosial dan lain-lain.204
Kegiatan politik ini tampak jelas dalam kegiatannya mendidik dan
membina umat dengan tsaqâfah (wawasan) Islam, pergolakan pemikiran (al-
shira‟u al-fikr) dan dalam perjuangan politiknya (al-kifâhu al-siyâsi). Adapun
pergolakan pemikiran tersebut terlihat dalam penentangannya terhadap ide-ide
dan aturan-aturan kufur, ide-ide yang salah, akidah-akidah yang rusak, atau
persepsi-persepsi yang keliru, dengan cara menjelaskan kerusakannya,

202
Hizbut Tahrir, Hizbut Tahrir, (Hizbut Tahrir, 1953), h. 1. Lihat Booklet Hizbut Tahrir,
Mengenal Hizbut Tahrir, (Hizbut Tahrir, 2003) h.1. lihat juga situs www. Al-Islam or.id
203
Hizbut Tahrir, Hizbut Tahrir,.. h. 1
204
Taqiyyudin an-Nabhani. Peraturan Hidup dalam Islam…… h. 47

104
menampakkan kekeliruannya, dan menjelaskan ketentuan hukum Islam dalam
masalah tersebut.
Sedangkan perjuangan politiknya, terlihat dari penentangnya terhadap
ideologi kapitalisme, sistem demokrasi, sosialisme, neoliberalisme dan
neoimprealisme untuk memerdekakan umat Islam dari belenggu dominasinya,
membebaskan umat dari cengkeraman pengaruhnya, serta mencabut akar-akarnya
yang berupa pemikiran, kebudayaan, politik, ekonomi, maupun militer dari
seluruh negeri-negeri Islam. Seluruh kegiatan politik tersebut dilakukan tanpa
menggunakan cara-cara kekerasan (fisik/senjata), kegiatan tersebut sebatas
aktivitas menyampaikan ide-ide (konsep-konsep) dengan lisan ataupun tulisan.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan dari uraian di atas, bahwa kegiatan
Hizbut Tahrir dapat digolongkan kegiatan politik yang berdasarkan pemikiran
fundamentalis berlandaskan ajaran Islam dengan mengusung sistem khilâfah
Islâmiyyah untuk menegakkan kembali hukum syariat Islam secara kâffah dalam
bingkai kehidupan sehari-hari. Hal tersebut untuk menentang terhadap akidah-
akidah, ide-ide, aturan-aturan, dan persepsi yang menyimpang dari ajaran Islam.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis akan mengkaji dan menguraikan
dalam bab IV ini berkaitan dengan bagaimana analisis teks dan kognisi sosial
serta konteks wacana fundamentalisme diproduksi dalam kitab “Niẕâm al-Islâm”
melalui pendekatan wacana kritis model Teun A.Van Dijk.
Melihat fenomena gerakan Hizbut Tahrir Indonesia yang berhaluan
fundamentalisme dengan aktivitasnya sebagai organisasi kemasyarakatan Islam
yang sedang mencuat beritanya akhir-akhir ini menjadi kajian yang menarik untuk
ditelusuri secara rinci dalam bingkai riset tesis ini. Melalui konferensi pers yang
diselenggarakan pada senin, 8 Mei 2017, Pemerintah Negara Kesatuan Republik
Indonesia melalui Menkopolhukam Wiranto menyatakan akan melakukan proses
pembubaran terhadap organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dengan alasan
bahwa HTI dinilai tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian
dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional; terindikasi kuat telah
bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD
Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-

105
Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas; kegiatan yang dilakukan nyata-
nyata telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam
keamanan dan ketertiban msyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.
Berkaitan hal di atas, untuk membuka pembahasan dalam riset tesis ini,
ada beberapa ciri fundamentalisme yang mungkin bisa dijadikan ukuran, yaitu: (1)
cenderung menafsirkan teks-teks keagamaan secara rigid (kaku), literalis
(tekstual), absolut, dan dogmatis; (2) cenderung memonopoli kebenaran atas tafsir
agama (menganggap dirinya sebagai pemegang otoritas tafsir agama yang paling
absah). Akibatnya mereka menganggap sesat kelompok lain yang tidak sealiran;
menganggap dirinya sebagai orang yang benar-benar percaya terhadap agama,
sementara di luarnya tidak percaya atau percaya setengah hati; agresif dalam
merekrut anggota; refresif, dan berupaya mengeliminir kelompok-kelompok non-
Muslim; (3) meyakini kesatuan agama dan negara, di mana agama harus mengatur
negara; (4) terutama di dunia Timur, memiliki pandangan yang sintagmatis
terhadap Barat (baik sebagai ide seperti pluralisme maupun sosial, khususnya
politik), di mana Barat dipandang sebagai monster imperialis yang sewaktu-waktu
mengancam akidah dan eksistensi mereka; (5) mendeklarasikan perang terhadap
paham dan tindakan sekuler, yang karena itu program utamanya antara lain
kontrol seksual; dan terakhir (6) sebagiannya cenderung radikal (menggunakan
cara-cara kekerasan) dalam memperjuangkan nilai-nilai yang diyakininya,
khususnya dalam berhadapan dengan modernitas dan sekularitas yang dinilainya
menyimpang dan merusak keimanan.205

A. Analisis teks bentuk wacana fundamentalisme yang dibangun


dalam kitab “niẕâm al-Islâm (Peraturan Hidup dalam Islam)
Hizbut-Tahrir sebagai ormas yang lahir di Palestina sumber utamanya (al-
Qur‟an, Hadist, Qiyas, dan Ijma‟ Sahabat) dan buku-bukunya banyak ditulis
dalam bahasa Arab yang isinya merupakan konsep pemikiran politik Islam.

205
Sukron Kamil, Islam dan Politik di Indonesia Terkini Islam dan Negara, Dakwah dan
Politik, HMI, Anti-Korupsi, Demokrasi, NII, MMI, dan Perda Syari‟ah, (Ciputat: Pusat Studi
Indonesia dan Arab (PSIA) UIN Jakarta. 2013). H. 166

106
Hizbut Tahrir banyak memiliki cabang diantaranya yaitu di negara Indonesia, atau
biasa disebut Hizbut Tahrir Indonesia. Pemikiran Hizbut Tahrir sama dengan HTI
bertujuan ingin melegalkan syariat Islam di bawah naungan sistem daulah
khilâfah Islâmiyyah. sistem daulah khilâfah Islâmiyyah sendiri tentunya
bertentangan dengan sistem NKRI yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Keadaan ini yang menjadi sebab pembubaran HTI oleh pemerintah NKRI, karena
dikhawatirkan mengganggu keutuhan NKRI. Menurut penulis, hal ini menjadi
menarik untuk dijadikan kajian lebih lanjut dalam penelitian bahasa yang
interdisipliner untuk mengungkap bentuk wacana fundamentalisme yang
mengarah pada pemikiran politik Islam versi Hizbut Tahrir. Supaya kajian dalam
riset ini lebih objektif, maka penulis mengkaji langsung wacana fundamentalisme
dalam kitab yang diterbitkan oleh Hizbut Tahrir yaitu niẕâm al-Islâm. Pisau
analisis yang digunakan melalui pendekatan wacana kritis model Teun Van Dijk.
Sehingga hasilnya dari riset ini bisa menunjukkan, apakah benar atau salah
anggapan kekhawatiran pemerintah NKRI terhadap HTI yang ingin mengganggu
keutuhan NKRI.
a. Analisis Struktur Makro
Analisis struktur makro teks Nizhâmul Islâm terkait judul “ ‫القيادة الفكزيّت في‬

‫ ”اإلسالم‬membahas tentang: (Brand Stroming).


1. Tema Umum atau Topik Utama
Pembahasan yang dianalisis dalam analisis struktur makro berkaitan dengan
tema umum atau topik utama. Tema ini akan terungkap setelah membaca teks
secara keseluruhan, karena menunjukkan gambaran umum dari suatu teks. Tema
dalam judul ini berbicara tentang: pertama,
ُ‫ ثٌشثدطز‬،ُ‫َّز‬١ِٛ‫ ثٌشثدطزُ ثٌم‬،ُ‫َّز‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ ثٌشثدطزُ ث‬ٟ٘( ‫ثدِ ِػ ثٌغجدِمَ ِز‬ٚ‫ ُغ ثٌش‬١ِّ ‫ٌزٌهَ َلصصٍُ ُر َخ‬ٚ
‫ك‬٠‫غش‬
ِ ٟ‫ ُش ف‬١‫غ‬٠ َٓ١‫ج ِر ز‬١‫ ثٌس‬ٟ‫دجإلٔغجْ ف‬
ِ َ ‫ألْ صشد‬
َْ‫ػ ثإلٔغج‬ ْ )ُ‫َّز‬١‫ ِز‬ُٚ‫ثٌشثدطزُ ثٌش‬ٚ ،ُ‫َّز‬١‫ثٌ َّصٍَ ِس‬
.‫ض‬ٛٙ
ِ ٌُّٕ‫ث‬

Terjemahannya: seluruh ikatan tadi (nasionalisme, kesukuan,


kemaslahatan, dan kerohanian) tidak layak dijadikan pengikat antar manusia
dalam kehidupannya, untuk meraih kebangkitan dan kemajuan.

107
Kedua,

،َ‫سز‬١‫ثٌصس‬ٚ ،َ‫ثٌصجٌسز‬
َ ٟ٘
َ ‫ز َذَ٘ج‬ٚ ُ‫َّز‬١ِ‫ثإلعال‬
ِ ُ‫َّز‬٠‫جدرُ ثٌفىش‬١‫ش ثٌم‬ ِ ٔ‫ِٓ ٕ٘ج وج‬ٚ ْ
ِ ٠‫ٓ ثٌفِ ْى ِش‬١‫جدص‬١‫ثٌم‬ٚ .َ‫ثٌٕجخسز‬ٚ
.ً‫ّج دجغ‬ٙ‫ َّ ِز ف‬١ٌ‫ثٌشأعّج‬ٚ ‫ َّ ِز‬١‫ػ‬ٛ١‫ٓ ثٌش‬١‫َّض‬
Terjemahannya: qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis) Islam yang
layak, benar, dan akan berhasil (dalam mengatur kehidupan manusia) bagi
manusia. Sedangkan qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis) komunisme
dan kapitalisme adalah bathil.

Sub topik tentang ikatan nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan


kerohanian tidak layak dijadikan pengikat antar manusia dalam
kehidupannya, untuk meraih kebangkitan dan kemajuan, bisa dilihat pada
paragraf berikut ini:
Paragraf pertama,
‫ثزذ ٍر‬ٚ ‫أسض‬ٍ ِ ُِ ‫رٌهَ دِ ُس ْى‬ٚ ،ِٓ ‫غ‬
ٟ‫ ُْ ف‬ِٙ ‫ش‬١‫ػ‬ َ ُ ‫طز‬
َ ٌٛ‫ث‬ ِ ‫َٓ ث‬١‫صَ ْٕ َشأ ُ د‬
َ ِ‫ٌٕجط ُوٍَّ َّج ث ْٔ َسػَّ ثٌفِ ْى ُش سثد‬
ٞ‫ػٓ ثٌذٍََ ِذ ثٌَّز‬ ِ َ‫ ثٌذف‬ٍٝ‫ُ ُْ ػ‬ٍُِّٙ ْ‫صَس‬ٚ ،‫ظ‬
ِ ‫جع‬ ِ ‫جع ػ َِٓ ثٌَٕ ْف‬
ِ َ‫ْضَ رُ ثٌذَمَج ِء دجٌذف‬٠‫ فضأ ُخ ُزُ٘ ُْ غَش‬،‫ج‬ٙ‫ ُْ د‬ِٙ ِ‫ثٌضصجل‬ٚ
ًُّ‫ أل‬ٟ٘ٚ
َ ،ُ‫َّز‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ ثٌشثدطزُ ث‬ٟ‫ِٓ ٕ٘ج صَأْص‬ٚ ْ ،‫ج‬ٙ١ٍ‫َْ َػ‬ٛ‫ش‬١‫َؼ‬٠ ٟ‫ثألسض ثٌَّض‬ٚ ِ ،ٗ١‫َْ ف‬ٛ‫ ُش‬١ْ ‫َ ِؼ‬٠
ٟ‫در ف‬ٛ‫خ‬ِٛ ٟ٘ َ ‫ش وّج‬١‫ثٌط‬ِٚ ْ‫ث‬ٛ١‫ثٌس‬
ِ ٟ‫در ف‬ٛ‫خ‬ِٛ ٟ٘ٚ َ ِ ‫أَ ْوثَ ُشَ٘ج‬ٚ ً‫ر‬َّٛ ُ‫ثدػ ل‬ٚ‫ثٌش‬
،‫ثٔخفجظًج‬ ِ
ِٓ ‫غ‬ٌٛ‫ ث‬ٍٝ‫ ػ‬ٍّٟ ِ‫ زجٌ ِز ثػضِذث ٍء أَخْ َٕذ‬ٟ‫ ص ٍَْ َض َُ ف‬ٟ٘ٚ .ٟ َّ ِ‫جغف‬ ْ َّ ٌ‫صأْ ُخ ُز دثةِ ًّج ث‬ٚ ،ْ‫ثإلٔغج‬
ِ ‫َ َش ثٌ َؼ‬ٙ‫ظ‬ ِ
َ ‫ زجٌ ِز َعالَ َِ ِز‬ٟ‫ج ف‬ٌٙ َْْ‫َلشأ‬ٚ ،ِٗ ١ْ ٍَ‫ْال ِء َػ‬١ِ‫ ثَل ْعض‬ٚ‫جخ َّضِ ِٗ أ‬
‫إِ َرث ُس َّد‬ٚ .‫غَ ِٓ َِِٓ ثَلػضِذَث ِء‬ٌٛ‫ث‬ َ َُّٙ ِ‫د‬
.ً‫َش سثدطزً ِٕخفعز‬ ْ ٔ‫ٌزٌهَ وج‬ٚ ،‫َج‬ٍُّٙ‫ ػ‬ََٝٙ‫ْ أُ ْخ ِش َج ِِ ُْٕٗ ثٔض‬ٚ‫غَ ِٓ أ‬ٌٛ‫ث‬
َ ٓ‫ػ‬ِ ُّٟ ِ‫ثألَخْ َٕذ‬
Terjemahannya: ikatan kebangsaan (Nasionalisme) tumbuh di tengah-
tengah masyarakat, tatkala pola pikir manusia mulai merosot. Ikatan ini terjadi
ketika manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tidak
beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan
mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempat dimana mereka
hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan
nasionalisme, yang tergolong ikatan paling lemah dan rendah nilainya. Ikatan
ini juga tampak dalam dunia binatang serta burung-burung, dan senantiasa
emosional sifatnya. Ikatan semacam ini muncul ketika ada ancaman pihak
asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Tetapi bila
suasananya aman dari serangan musuh atau musuh tersebut dapat dilawan dan
diusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini. Karena itu, ikatan ini rendah
nilainya.

108
Paragraf kedua,

ْ
ٓ‫ٌى‬ٚ ُ‫َّز‬١ٍِِ‫ ثٌشثدطزُ ثٌ َؼجة‬ٟ٘ٚ
َ ،‫ َّز‬١ِِ ٛ‫َجط سثدطَز ل‬ ِ ٌٕ‫َٓ ث‬١ْ ‫ِّمًج صَ ْٕ َشأ ُ د‬١‫ظ‬
َ ‫ْ ثٌفِ ْى ُش‬ٛ‫ى‬٠ ُ َٓ١‫ز‬ٚ
ٟ‫ ف‬ٟ٘ َ َٚ ،‫َجد ِر‬١‫ْ َخ ُذ ِػ ْٕ َذُٖ زُخُّ ثٌ ِّغ‬ُٛ١َ‫ْضَ رُ ثٌذَمَج ِء ف‬٠‫َش‬
ِ ‫ ِٗ غ‬١‫ص ًُ ف‬ َّ َ ‫رٌهَ أَ َّْ ث ِإل ْٔ َغجَْ صَضَأ‬ٚ ،‫ْ َع َغ‬َٚ‫دِ َش ْى ًٍ أ‬
ِٗ ِ‫جدرَ ػجةٍَِض‬١‫ ع‬ٜ‫ش‬١‫ ف‬،ِٗ ٠ْ ‫َج َد ِر ٌَ َذ‬١‫َضَّغ ُغ زُخُّ ثٌ ِّغ‬٠ ُُٗ١‫ ْػ‬َٚ ‫إرث ٔ َّج‬ٚ ،ً‫َّز‬٠‫ًّج فَشْ ِد‬٠‫ط فِ ْى ِش‬ ِ ِ‫جْ ثٌ َّ ْٕخَ ف‬
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
‫ ػٕ َذ‬ٜ‫ش‬٠ َُّ ُ‫ ث‬،ً‫َل‬َّٚ َ‫غَِٕ ِٗ أ‬َٚ ٟ‫ْ ِِ ِٗ ف‬َٛ‫َج َدرَ ل‬١‫ ع‬ٜ‫ش‬١‫ثن ف‬ ِ ُ‫جع ثألُف‬
ِ ِّٛ ُّ َُٔٚ ‫ك‬
ِ ‫ثإل ْد َس‬ ُ
ِ ‫َضَّ ِغ ُغ دجصِّ َغ‬٠ َُّ ُ‫ ث‬،ِٗ ِ‫أع َْشص‬ٚ
‫َجصّجس‬ِ ‫َ ِز ُِخ‬١‫ػٓ ٘ ِز ِٖ ثٌٕجز‬ ْ ُ ‫ٌزٌهَ صَ ْٕ َشأ‬ٚ ،ُْ ِ٘ ‫ ِْش‬١‫ َغ‬ٍٝ‫ُ ُْ ػ‬َٙ‫َج َدص‬١‫غِٕ ِٗ ع‬ٚ ٟ‫ْ ِِ ِٗ ف‬َٛ‫َج َد ِر ل‬١‫ك ع‬ ِ ُّ‫ص ََسم‬
.‫َج‬ِٙ‫ج َدص‬١‫ ع‬ٍٝ‫ ثألُع َْش ِر ػ‬ٟ‫َٓ ثألَ ْف َشث ِد ف‬١‫َّز د‬١ٍِّ‫َِ َس‬
Terjemahannya: adapun ikatan kesukuan (sukuisme) tumbuh di tengah-
tengah masyarakat pada saat pemikiran manusia mulai sempit. Ikatan ini mirip
dengan ikatan kekeluargaan, hanya sedikit lebih luas. Munculnya ikatan
kesukuan karena manusia pada dasarnya memiliki naluri mempertahankan diri,
kemudian dalam dirinya mencuat keinginan untuk berkuasa. Keinginan itu
muncul hanya pada individu yang rendah taraf berfikirnya. Apabila
kesadarannya meningkat dan pemikirannya berkembang, maka bertambah
luaslah wilayah kekuasaannya, sehingga timbul keinginan keluarga dan
familinya untuk berkuasa. Keinginan tersebut terus melebar sesuai dengan
perkembangan pemikirannya, sampai suatu saat timbul keinginan sukunya
berkuasa di negeri tersebut. Apabila mereka telah mendapatkan kekuasaan itu,
ia pun ingin sukunya menguasai bangsa-bangsa yang lain. Inilah yang menjadi
penyebab timbulnya berbagai pertentangan lokal antara individu dalam sebuah
keluarga yang saling berebut pengaruh.

Paragraf ketiga,
َ ِ‫ج سثدطز ُِ ْٕ َخف‬ََّٙٔ‫ أل‬:ً‫َل‬َّٚ َ‫ أ‬:‫ح‬
‫عز‬ ِ ‫ّزُ سثدطز‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ رٌهَ فجٌشثدطزُ ث‬ٍٝ‫ػ‬ٚ
ٍ ‫فجعذَر ٌثَ َالثَ ِز أعذَج‬
‫ َّز‬١‫ج سثدطز ػجغف‬َّٙٔ‫ أل‬:‫ًج‬١ٔ‫ثج‬ٚ .‫ض‬ٌٕٛٙ‫ث‬
ِ ‫ك‬٠‫غش‬
ِ ْ ‫َلَصَ ْٕفَ ُغ‬
ٟ‫ ُش ف‬١‫غ‬٠ َٓ١‫ألْ صَشْ دُػَ ثإلٔغجَْ دجإلٔغج ِْ ز‬
,‫ثٌضذذي‬ٚ
ِ ‫ش‬١‫ظز ٌٍضغ‬ َ ْ‫َّزُ ػُش‬١‫ثٌشثدطزُ ثٌؼجغف‬ٚ ,‫ظ‬
ِ ‫ػٓ ثٌٕف‬ ِ ‫دجٌذفجع‬
ِ ‫ض ِر ثٌذمج ِء‬٠‫ػٓ غش‬ ْ ُ ‫صٕ َشأ‬
‫ زجٌ ِز‬ٟ‫ْ َخ ُذ ف‬ُٛ‫َجسثدطز ُِؤَ لَّضَز ص‬َّٙٔ‫ أل‬:‫ثجٌِثًج‬ٚ .ْ‫ثإلٔغج‬ٚ
ِ ِ ْٔ ‫َٓ ثإل‬١‫ د‬ّٟ‫ٌٍشدػ ثٌذثة‬
ْ‫غج‬ ِ ‫فالصصٍُ ُر‬
‫ٌزٌه َل‬ٚ ,‫ج‬ٌَٙ‫د‬ٛ‫خ‬ٚ‫ٌإلٔغجْ – فال‬ ِ ُ‫َّز‬١ٍِ ْ‫ ثٌسجٌزُ ثألَص‬ٟ٘
َ َٚ – ‫ثس‬ِ ‫ زجٌ ِز ثَلعضِ ْم َش‬ٟ‫ أ َِّج ف‬,‫ثٌذفجع‬
ِ
.ْ‫ثإلٔغج‬
ِ ٟٕ‫َٓ د‬١‫َْ سثدطزً د‬ٛ‫ألْ صى‬
ْ ‫صصٍ ُر‬

Terjemahannya: Berdasarkan hal ini, ikatan nasionalisme merupakan ikatan


yang rusak (tabi‟atnya buruk) karena tiga hal:
(1). Karena mutu ikatannya rendah, sehingga tidak mampu mengikat antara
manusia satu dengan yang lainnya untuk menuju kebangkitan dan kemajuan.

109
(2). Karena ikatannya bersifat emosional, yang selalu didasarkan pada perasaan
yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri, yaitu untuk
membela diri. Di samping itu ikatan yang bersifat emosional sangat berpeluang
untuk berubah-ubah, sehingga tidak bisa dijadikan ikatan yang langgeng antara
manusia satu dengan yang lain.
(3). Karena ikatannya bersifat temporal, yaitu muncul saat membela diri karena
datangnya ancaman. Sedangkan dalam keadaan stabil, yaitu keadaan normal,
ikatan ini tidak muncul. Dengan demikian, tidak bisa dijadikan pengikat antara
sesama manusia.

Paragraf keempat,

ٍ ‫َّزُ فجعذر ٌثالث ِز أعذج‬١ِٛ‫وزٌهَ ثٌشثدطزُ ثٌم‬َٚ


ْ ‫َلَ صصٍ ُر‬َٚ ‫َّز‬١ٍَِ‫ج سثدطز لَذ‬َّٙٔ‫ أل‬:ً‫َل‬َّٚ ‫ أ‬:‫ح‬
ْ‫أل‬
ْ ُ ‫َّز صٕشأ‬١‫ج سثدطز ػجغف‬َّٙٔ‫ أل‬:ً‫ج‬١ِٔ‫ثج‬ٚ .‫ض‬ٌٕٛٙ‫ث‬
ٓ‫ػ‬ ِ ‫ك‬٠‫غش‬
ِ ٟ‫ ُش ف‬١‫غ‬٠ ٓ١‫دجإلٔغجْ ز‬
ِ َْ‫صشدُػَ ثإلٔغج‬
ُ‫ إر صُ َغذِّخ‬،‫َّ ٍز‬١ٔ‫ ُش إٔغج‬١‫ج سثدطز غ‬ََّٙٔ‫ أل‬:‫ثجٌِثًج‬ٚ .‫جد ِر‬١‫ج زخُّ ثٌغ‬ِٕٙ ‫خ ُذ‬ٛ١‫ف‬ َ ،‫ض ِر ثٌذمج ِء‬٠‫غش‬
.ْ‫ثإلٔغج‬
ِ ْ ‫ٌزٌهَ َلَ صصٍ ُر‬ٚ ،‫جد ِر‬١‫ ثٌغ‬ٍٝ‫ثٌٕجط ػ‬
ٟٕ‫َٓ د‬١‫َْ سثدطز د‬ٛ‫ألْ صى‬ ِ َٓ١‫س د‬
ِ ‫ِج‬ٛ‫ثٌخص‬

Terjemahannya: Demikian pula halnya dengan ikatan kesukuan termasuk ikatan


yang rusak karena tiga hal:
(1). Karena berlandaskan pada qabilah/keturunan, sehingga tidak bisa dijadikan
pengikat antara manusia satu dengan yang lainnya menuju kebangkitan dan
kemajuan.
(2). Karena ikatannya bersifat emosional, selalu didasarkan pada perasaan yang
muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri, yang didalamnya
terdapat keinginan dan ambisi untuk berkuasa.
(3). Karena ikatannya tidak manusiawi, sebab menimbulkan pertentangan dan
perselisihan antar sesama manusia dalam berebut kekuasaan. Karena itu, tidak
bisa menjadi pengikat antara sesama manusia.

Paragraf kelima,

،ُ‫َّز‬١‫ثٌٕجط ثٌشثدطزُ ثٌ ِّصْ ٍَ ِس‬


ِ َٓ١‫ ُدَ٘ج سثدطزً د‬ٛ‫خ‬ٚ ُُ ََّ٘ٛ َ‫ُض‬٠ ‫ ل ْذ‬ٟ‫ثدػ ثٌفجعذ ِر ثٌَّض‬ٚ‫ثٌش‬
ِ َِٓٚ
‫ سثدطز ُِؤَ لَّضَّز‬ٟٙ َ َ‫َّزُ ف‬١‫ أ َِّج ثٌشثدطزُ ثٌّصٍس‬.‫َج‬ْٕٙ ‫ك ػ‬
ُ ‫ٕذث‬٠ َ‫ج ٔظج‬ٌٙ ‫ظ‬١ٌ َ ٟ‫َّزُ ثٌَّض‬١‫ز‬ٚ ُّ‫ثٌشثدطزُ ثٌش‬ٚ
‫ فَضَ ْفمِ ُذ‬،‫ج‬ْٕٙ ِِ ‫أوذش‬
َ ‫ ِصجٌِ َر‬ٍٝ‫ َِ ِز ػ‬ٚ‫غج‬
َ ُّ ٌٍ ‫ظز‬ َ ْ‫ج ُػش‬َّٙٔ‫ أل‬،ْ‫ثإلٔغج‬
ِ ٟٕ‫ألْ صشدػَ د‬ ْ ‫َلصصٍ ُر‬ٚ
ً‫وجٔش سثدطز‬ ْ َ‫ٌزٌه‬ٚ ،‫َٓ صَضِ ُُّ ٘ز ِٖ ثٌّصجٌ ُر‬١‫ ز‬ٟٙ‫ج صٕض‬َّٙٔ‫أل‬ٚ .‫ْر ثٌ ِّصْ ٍَ َس ِز‬
ِ ١‫ زجٌ ِز صَشْ ِخ‬ٟ‫ َدَ٘ج ف‬ٛ‫خ‬ٚ
.‫َج‬ٍِٙ٘‫ أ‬ٍٝ‫خَ ِط َشرً ػ‬

Terjemahannya: Selain ikatan-ikatan yang rusak tadi, masih terdapat


ikatan lain yang dianggap oleh sebagian orang sebagai alat untuk mengikat
anggota masyarakat, yaitu “ikatan kemaslahatan” dan ikatan kerohanian yang

110
tidak memiliki suatu peraturan. Ikatan kemaslahatan tidak lain ikatan yang
temporal sifatnya, tidak bisa dijadikan pengikat antar manusia. Hal ini
disebabkan adanya peluang tawar menawar dalam mewujudkan kemaslahatan
mana yang lebih besar, sehingga eksistensinya akan hilang begitu satu
maslahat dipilih atau didahulukan dari maslahat yang lain. Apabila
kemaslahatan itu telah ditentukan, berakhirlah persoalannya. Kemudian orang-
orangnya pun membubarkan diri, karena ikatan itu berakhir tatkala maslahat
telah tercapai. Jadi, ikatan ini amat berbahaya bagi para pengikutnya.

Paragraf keenam,

ْ ‫َلص‬ٚ ،ُِّٓ ٠‫ زجٌ ِز ثٌضَ َذ‬ٟ‫َ ُش ف‬ٙ‫َظ‬


ٟ‫َ ُش ف‬ٙ‫َظ‬ ْ ‫َج ص‬َّٙٔ‫ فَئ‬،‫َج‬ْٕٙ ‫ك ػ‬
ُ ‫ٕذث‬٠ َ‫ٔظج‬
ٍ ‫َّزُ دال‬١‫ ِز‬ُٚ‫أ َِّج ثٌشثدطزُ ثٌش‬ٚ
‫ثٌٕجط‬
ِ َٓ١‫َْ سثدطزً د‬ٛ‫ألْ صى‬
ْ ‫َلصصٍ ُر‬ٚ ،‫َّ ٍز‬١ٍَِّ ‫ َْش َػ‬١‫َّزً َغ‬١ِ‫وجٔش سثدطزً خ ُْضة‬
ْ َ‫ٌزٌه‬ٚ .‫ج ِر‬١‫ُِ ْؼض ََش ِن ثٌس‬
‫ح‬ ْ ُ‫َّز‬١ٔ‫ذرُ ثٌَّٕصْ شث‬١‫ِٓ َُٕ٘ج ٌ ُْ صَصْ ٍُر ثٌؼم‬ٚ
ِ ٛ‫َٓ ثٌشؼ‬١‫َْ سثدطزً د‬ٛ‫ألْ صى‬ ْ ِ ‫ ُش ُؤ‬ٟ‫ف‬
،‫ج ِر‬١‫ْ ثٌس‬ٚ
.‫ج‬ٌٙ َ‫َّز َلٔظج‬١‫ ِز‬ٚ‫ج سثدطز س‬َّٙٔ‫ أل‬،‫َج‬ُٙ‫ج صَ ْؼضَِٕم‬ٍَّٙ‫ج ُو‬َّٙٔ‫َّ ِز َِ َغ أ‬١ِّ‫د‬ٚ‫س‬ٚ‫ثأل‬

Terjemahannya: Adapun ikatan kerohanian yang tidak memiliki peraturan,


aktifitasnya hanya terlihat dari kegiatan spiritual saja. Ikatan ini tidak nampak
dalam kancah kehidupan, bersifat parsial (terbatas pada aspek kerohanian
semata) yang tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga tidak
layak menjadi pengikat antar manusia dalam seluruh aspek kehidupannya.

Subtopik tentang: kelayakan qiyadah fikriyah (kepemimpinan


ideologis) Islam bagi manusia, sedangkan qiyadah fikriyah (kepemimpinan
ideologis) komunisme dan kapitalisme adalah bathil. bisa dilihat pada
paragraf berikut ini:
Paragraf pertama,
ْ ََُّٗٔ‫ أل‬،‫ ُر‬١‫ ثٌّذذأُ ثٌصس‬ٛٙ‫ف‬
ِٓ َ ِٗ ‫ هللاِ ٌُٗ د‬ٟ‫ز‬ٛ‫د‬ِ ْ‫ثإلٔغج‬
ِ ٓ٘‫ر‬
ِ ٟ‫ٕشأ ُ ف‬٠ ٞ‫أ َِّج ثٌّذذأُ ثٌَّز‬
َ .ُ‫ هللا‬َٛ َُ٘ٚ ،‫ج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ ْ‫ثإلٔغج‬ٚ
.ٌّٟ ‫ َِ ْذذَأ لط ِؼ‬ٛٙ‫ف‬ ِ ْٛ‫ثٌى‬
ِ ‫خجٌك‬
ِ
Terjemhannya: Ideologi yang muncul dari benak manusia melalui wahyu
Allah adalah ideologi yang benar. Karena bersumber dari Al-khaliq, yaitu
pencipta alam, manusia, dan hidup, yakni Allah SWT. Ideologi ini pasti
kebenarannya.
Secara kontekstual makna ideologi yang benar ini maksudnya adalah ideologi
Islam. Bentuk pernyataan makna konteks ideologi Islam tersebut bisa dirujuk
dalam paragraf berikut,

111
،ٌٝ‫ هللاُ صؼج‬ُٛ٘ ‫َج‬َٙ‫ثإل ْٔ َغج ِْ خَ جٌمًج خَ ٍَم‬ٚ
ِ ‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ ْٛ‫ثٌى‬
ِ ‫سث َء‬ٚ َّْ َ‫ ُِّٓ أ‬١‫ذ‬٠ ٛٙ‫ف‬
َ َُ َ‫ثإلعال‬
ِ ‫أ َِّج‬ٚ
َ‫َز‬١‫َجز‬ ِ ََّٕ١‫ ػ‬ٟ‫ ثٌَّض‬َٟ ٘ ُ‫ َذر‬١ْ ‫جٔش ٘ ِز ِٖ ثٌ َؼم‬
ِ ٌٕ‫ش ث‬ ْ ‫ َو‬َٚ ،ًَّ ‫خ‬َٚ ‫ ِد هللاِ ػ َّض‬ٛ‫خ‬ٛ‫ٌزٌهَ وجَْ أَ َعج ُعُٗ ثَلػضمج َد د‬ٚ
ٍ ٌ‫لَزً ٌخَ ج‬ٍٛ‫ْ ِخ‬ٛ‫ثٌى‬ٚ
.‫ك‬ ِ ‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ ْ‫ج‬
ِ ‫ثإلٔ َغ‬ ُ ٟ٘ٚ
ِ ْٛ‫و‬ َ ‫ أَل‬،َ‫َّز‬١‫ز‬ٚ‫ثٌش‬
Terjemahannya: Ideologi Islam menerangkan bahwa di balik alam
semesta, manusia, dan hidup, terdapat Al-Khaliq yang menciptakan segala
sesuatu, yaitu Allah SWT. Asas ideologi ini adalah keyakinan akan adanya
Allah SWT. Akidah ini yang menetukan aspek rohani, yaitu bahwa manusia,
hidup, dan alam semesta, diciptakan oleh Al-Khaliq.

Paragraf kedua,
‫ ْإر‬،ِ‫ ِد هللا‬ُٛ‫خ‬ُٛ ‫جْ د‬
ِ َّ ٠ْ ‫َج صدْ َؼ ًُ ثٌ َؼ ْم ًَ أَ َعجعًج ٌإل‬ََّٙٔ‫ َّز أل‬١‫ َْدجد‬٠ِ‫ إ‬ٟ٘
َ ُ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬
ِ ُ‫َّز‬٠‫َجدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫ثٌم‬ٚ
‫ك‬َ ٍ‫ خ‬ٞ‫ْ ِد هللاِ ثٌَّز‬ُٛ‫خ‬ُٛ ‫ثٌد ْض َِ د‬ ِ ‫ث ِإل ْٔ َغ‬ٚ ْٛ‫ثٌى‬
َ ٍٝ‫س ِّ ًُ ػ‬٠ ‫ ِِ َّّج‬،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ ْ‫ج‬ ِ ٟ‫ ِج ف‬ٌٝ‫ش ثٌَٕظَ َش إ‬ ُ ِ‫ص ٍَْف‬
ِْ ‫ ثإلٔ َغج‬ٟ‫ْ خ ْذ ف‬ُٛ٠ ُْ ٌ ،‫ك‬ٍ ٍَ‫ط‬ْ ُِ ‫جي‬ ْ ِٗ ِ‫ذسث ػُٕٗ دفطشص‬٠
ٍ َّ ‫ِٓ َو‬ ُ ‫جْ ِج‬ ِ ‫ ُِّٓ ٌإل ْٔ َغ‬١‫صُ َؼ‬ٚ ،‫س‬ ْ ِٖ ‫٘ز‬
ِ ‫لج‬ٍٛ‫ثٌّخ‬
.ِٗ ِ‫ ُْؤ ِِ ُٓ د‬٠َٚ ُٗ‫ُ ْذ ِس ُو‬١َ‫ ف‬،ِٗ ١ْ ٌ‫صُشْ ِش ُذ ػ ْمٍَُٗ إ‬ٚ ،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ ْٛ‫ثٌى‬ٚ
ِ
Terjemahannya: kepemimpinan ideologis Islam adalah kepemimpinan
ideologis yang positif. Karena menjadikan akal sebagai dasar untuk beriman
kepada wujud Allah. Kepemimpinan ini mengarahkan perhatian manusia
terhadap alam semesta, manusia, dan hidup, sehingga membuat manusia
yakin terhadap adanya Allah yang telah menciptakan makhluk-makhluk-Nya.
Di samping itu kepemimpinan ini menunjukkan kesempurnaan mutlak yang
selalu dicari oleh manusia karena dorongan fitrahnya. Kesempurnaan itu tidak
terdapat pada manusia, alam semesta, dan hidup. Kepemimpinan ideologis ini
memberi petunjuk pada akal agar dapat sampai pada tingkat keyakinan
terhadap Al-Khaliq supaya ia mudah menjangkau keberadaan-Nya dan
mengimani-Nya.

Paragraf ketiga,
‫ِج‬ٚ ،ُ‫سز‬١‫َّزُ ثٌصس‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫زذ٘ج ثٌم‬ٚ ٟ٘ َ َ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬ِ َ‫َّز‬٠‫َجدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١‫ثٌسجص ًُ أَ َّْ ثٌم‬ٚ
َّْ َ‫ٓ أ‬١‫ز‬
ِ ٟ‫ ف‬،ً‫ثٌؼم‬
ِ ٍَٝ‫ َّز َػ‬١ِٕ‫َّزَ َِ ْذ‬١ِِ َ‫ثإلعال‬ ِ َ‫َّز‬٠‫َج َدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ألْ ثٌم‬
َّ ،‫َّز فَجعذر‬٠‫فىش‬ ِ ‫جدثس‬١‫ػذثَ٘ج ل‬
،ْ‫ج‬ ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬ ْ ‫ك َِ َغ‬
ِ ‫فط َش ِر‬ ُ ِ‫َّز صَضَّف‬٠‫َجدَر فِ ْى ِش‬١ِ‫َج ل‬ََّٙٔ‫ ِأل‬َٚ ،ً‫ثٌؼم‬
ِ ٍٝ‫َّ ٍز ػ‬١ِٕ‫ ُش ِ ْذ‬١ْ ‫ غ‬ٜ‫َّزَ ثألخش‬٠‫س ثٌفِ ْى ِش‬
ِ ‫َجدَث‬١‫ثٌم‬
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
.ْ‫ج‬ ِ َ‫ط َشر‬ ُ ٌِ‫ صخَ ج‬ٜ‫َّزَ ثألُ ْخ َش‬٠‫َج َد ِر ثٌف ْى ِش‬١ِ‫ٓ أَ َّْ ثٌم‬١‫ز‬
ْ ِ‫ف ف‬ ِ ٟ‫َج ف‬ٙ‫حُ ِؼ‬ٚ‫ج‬
َ ‫ضد‬١‫ف‬
َ
Terjemahannya: berdasarkan keterangan tadi, hanya kepemimpinan
ideologis Islamlah satu-satunya kepemimpinan ideologis yang benar,
sedangkan kepemimpinan ideologis lainnya adalah rusak. Kepemimpinan
ideologisnya dibangun berdasarkan akal, amat berbeda dengan kepemimpinan
ideologis lainnya yang tidak dibangun berlandaskan akal. Kepemimpinan
ideologis Islam juga sesuai dengan fitrah manusia, sehingga mudah diterima

112
oleh manusia. Sedangkan kepemimpinan ideologis lainnya berlawanan
dengan fitrah manusia.

Paragraf keempat,
ِ ٔ ََُّٗٔ‫ أل‬،ً‫جغ‬
‫َجشب‬ ِ َ‫ َِ ْذذَأ د‬ٛٙ ُ ‫َّ ٍز صُ ْش َش‬٠‫خص دؼ ْذمَ ِش‬
َ َ‫ ِٗ ف‬١ِ‫ق ف‬ ٍ ٍ ٟ‫َ ْٕ َشأ ف‬٠ ٞ‫أَ َِّج ثٌّ ْذذَأُ ثٌَّز‬ٚ
‫ر٘ٓ َش‬
‫س‬
ِ ٚ‫ظز ٌٍضفج‬ َ ْ‫ُ ػُش‬١‫ٌٍضٕظ‬
ِ ْ‫ج‬ ِ َُ ْٙ َ‫ألَ َّْ ف‬ٚ ،‫ ِد‬ٛ‫خ‬ُٛ ٌ‫ثإل َزجغَ ِز دِج‬
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬ ِ ِٓ ‫ْد ُض َػ‬ِ ‫َؼ‬٠ ‫ ٍد‬ٚ‫ػمً ِسذ‬ٍ ْ
ٓ‫ػ‬
ٌٝ‫ إ‬ٞ َ ‫ط ثٌّؤ ّد‬ َ ِ‫ُ ْٕضِ ُح ثٌٕظَج ََ ثٌّضٕجل‬٠ ‫ج ِ َّّج‬ٙ١‫شُ ف‬١‫ؼ‬٠ ٟ‫ت ِز ثٌَّض‬١‫ثٌضأَثُّ ِش دجٌذ‬ٚ ‫ثٌضٕجلط‬ٚ
ِ ‫ف‬ِ َ‫ثَلخضِال‬ٚ
ٞ‫ ٔظج ِِ ِٗ ثٌَّز‬ٟ‫ف‬ٚ ِٗ ِ‫ َذص‬١‫ ػم‬ٟ‫شخص دجغالً ف‬ ٍ ِ ٟ‫ٕشأ ُ ف‬٠ ٞ‫ٌزٌهَ وجَْ ثٌّذذأُ ثٌَّز‬ٚ .ْ‫ج‬
ٓ٘‫ر‬ ِ ‫شمَجء ثإلٔ َغ‬
.‫َج‬ْٕٙ ‫ك َػ‬
ُ ِ‫َ ْٕذَث‬٠
Terjemahannya: sedangkan ideologi yang muncul dalam benak manusia
karena kejeniusan yang nampak pada dirinya adalah ideologi yang salah.
Karena berasal dari akal manusia yang terbatas, yang tidak mampu
menjangkau segala sesuatu yang nyata. Disamping itu pemahaman manusia
terhadap proses lahirnya peraturan selalu menimbulkan perbedaan,
perselisihan, dan pertentangan, serta selalu lingkungan tempat ia hidup.
Sehingga membuahkan peraturan yang saling bertentangan, yang
mendatangkan kesengsaraan bagi manusia. Karena itu, ideologi yang muncul
dari benak seseorang adalah ideologi yang salah, baik dilihat dari segi
akidahnya maupun peraturan yang lahir dari akidah tersebut.

Secara konteks makna ideologi yang salah itu maksudnya adalah ideologi
kapitalisme dan sosialisme. Makna konteks tersebut bisa dirujuk dalam
paragraf berikut:

Paragraf kelima

َٟ ٘ ُ‫٘ز ِٖ ثٌف ْى َشر‬ٚ ،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ ِ ِْٓ ٠‫جط فَصْ ًِ ثٌذ‬


َ ٓ‫ػ‬ ِ ‫ أ َع‬ٍٝ‫ َُ ػ‬ُٛ‫َج صَم‬َّٙٔ‫زُ فئ‬١ٌ‫أ َِّج ثٌشأعّج‬
َْ‫َّ ِز وج‬٠‫ثٌفىش‬
ِ ‫ ٘زٖ ثٌمَج ِػ َذ ِر‬ٍٝ‫دٕج ًء ػ‬ٚ ،ُ‫َّز‬٠‫َج ثٌفِ ْى ِش‬ُٙ‫ لج ِػ َذص‬ٟ٘ٚ
َ ،ُ‫َّز‬٠‫َج ثٌفِ ْى ِش‬ُٙ‫َج َدص‬١ِ‫ ل‬ٟ٘ٚ
َ ،‫َج‬ُٙ‫ َذص‬١ْ ِ‫ػم‬
،ْ‫ج‬ ِ ‫ج‬٠ِّ‫ ثٌسش‬ٍٝ‫ثٌّسجفَظَ ِز ػ‬
ِ ‫س ٌإلٔ َغ‬ َ َِٓ ‫ َوجَْ َل دُ َّذ‬ٚ ،‫َج ِر‬١‫ ثٌس‬ٟ‫َع ُغ ِٔظَج َُِٗ ف‬٠ ٞ‫ ثٌَّز‬ٛ٘
َ ْ‫ج‬ ُ ‫ثإلٔ َغ‬
َ ‫ل ْذ‬ٚ ،ُ‫َّز‬١‫َزُ ثٌشخص‬٠ ِّ‫ثٌسش‬ٚ ،‫َّ ِز‬١‫َزُ ثٌٍّ َّى‬٠ ِّ‫زش‬ٚ ،ٞ
ْ ‫ٔضح‬
‫َ ِز‬٠‫ػٓ ُز ِّش‬ ْ َ ُ‫َز‬٠‫ز ِّش‬ٚ ،‫ذ ِر‬١‫زُ ثٌؼم‬٠ِّ‫ زش‬ٟ٘ٚ
ِ ‫ثٌشأ‬ َ
‫أَد َْشصَ ِج‬ٚ ،ِ‫ ٘زث ثٌّذذإ‬ٟ‫ أَد َْشصَ ِج ف‬ٟ٘ َ ُ‫َّز‬١ٌ‫ش ثٌشعّج‬ ِ ٔ‫ فىج‬،ٌٟ‫ثٌشأعّج‬
ُّ ُّٞ‫َّ ِز ثٌٕظج َُ ثَللضصجد‬١‫ثٌٍّ ِى‬
ٍ ‫ ِِ ْٓ دَج‬،ُّٟ ٌِ‫ ٘ َزث ثٌّ ْذ َذإِ أََُّٔٗ ثٌّذْذأُ ثٌشأع َّج‬ٍٝ‫ك ػ‬
‫َ ِز‬١ِّ ‫ح صَ ْغ‬ َ ٍِ‫غ‬ ْ ُ‫ ٌزٌهَ أ‬،ِ‫ذ ِر ٘زث ثٌّذذإ‬١‫ٔض ََح ػٓ ػم‬

ِ َّْ َ‫َ ٍز ث‬ٙ‫َز ِٓ ِخ‬١ِ‫ آص‬َٟ ِٙ َ‫ج ٘زث ثٌّذذثُ ف‬ٙ‫ أَخَ َزَ٘ج د‬ِٟ‫ ثٌَّض‬ُّٟ ‫ثغ‬
َْ‫ثإل ْٔ َغج‬ ِ ‫أ َِّج ثٌ ِذ ُِ ْم َش‬ٚ .ِٗ ١‫ب دِأَد َْش ِص ِج ف‬١‫ثٌش‬
ِ
َ ٟ‫ ثٌَّض‬َٟ ِٙ َ‫ ف‬،‫س‬
،َ‫صع ُغ ثأل ْٔ ِظ َّز‬ ِ ‫ ِصذ ََس ثٌغٍطج‬َٟ ِ٘ ُ‫ش ثألُ َِّز‬ ِ ٔ‫ٌزٌهَ وج‬ٚ ،َُِٗ ‫ع ُغ ٔظَج‬ َ ٠ ٞ‫ ثٌَّز‬ٛ٘ َ

113
ٞ‫صع ُغ ٌُٗ ثٌٕظَج ََ ثٌَّز‬ٚ
َ ،‫َس‬ ُ َ‫صَ ْٕض‬َٚ ،‫َج‬َّٙ ‫سْ ُى‬١ٌ َُ ‫ صغضأْ ِخ ُش ثٌسجو‬ِٟ‫ ثٌَّض‬َٟ ِ٘ ٚ
ْ ‫ أَ َسثد‬ٝ‫ع ٘زث ثٌ ُس ْى َُ ِ ُْٕٗ ِض‬
.ِٗ ِ‫س ُى َُ د‬١ٌ ُ‫ع ُغ ٌَُٗ ثٌ َّشؼْخ‬٠ ٞ‫َسْ ُى َُ دجٌٕظَ ِجَ ثٌّز‬١ٌ ُِ ‫ثٌسج ِو‬ٚ
َ َ ‫ ألَ َّْ ثٌ ُس ْى َُ إِ َخ‬،‫ ُذ‬٠ْ ‫صُ ِش‬
ِ ‫َٓ ثٌ َّشؼ‬١ْ َ‫جس ٍر د‬
‫خ‬
Terjemahannya: ideologi kapitalisme tegak atas dasar pemisah agama
dengan kehidupan (sekularisme). Ide ini menjadi akidahnya, sekaligus
sebagai qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis), serta kaidah berfikirnya.
Berlandaskan kaidah berfikir ini, mereka berpendapat bahwa manusia berhak
membuat peraturan hidupnya. Mereka pertahankan kebebasan manusia yang
terdiri dari kebebasan berakidah, berpendapat, hak milik, dan kebebasan
pribadi. Dari kebebasan hak milik ini lahir sistem ekonomi kapitalis, yang
termasuk perkara paling menonjol dalam ideologi ini atau yang dihasilkan
oleh akidah ideologi ini. Demokrasi yang dianut oleh ideologi ini, berasal dari
pandangannya bahwa manusia berhak membuat peraturan (undang-undang).
Menurut mereka, rakyat adalah sumber kekuasaan. Rakyatlah yang membuat
perundang-undangan. Rakyat pula yang menggaji kepala negara untuk
menjalankan undang-undang yang telah dibuatnya. Rakyat berhak mencabut
kembali kekuasaan itu dari kepala negara, sekaligus menggantinya, termasuk
merubah undang-undang sesuai dengan kehendaknya. Hal ini karena
kekuasaan dalam sistem demokrasi adalah kontrak kerja antara rakyat dengan
kepala negara, yang digaji untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan
undang-undang yang telah dibuat oleh rakyat.

Paragraf keenam,
َّْ َ‫أ‬ٚ ‫َجرَ ِج َّدر فمػ‬١‫ثٌس‬ٚ َْ‫ثإلٔغج‬ٚ َْٛ‫أْ ثٌى‬ َّ ٜ‫ صش‬ٟٙ‫ف‬ َ ُ‫َّز‬١‫ػ‬ٛ١‫َج ثٌش‬ْٕٙ ِِ ٚ ُ‫َّز‬١‫أ َِّج ثَلشضشثو‬ٚ
‫ب‬١‫سث َء ٘ ِز ِٖ ثٌّج َّد ِر ش‬ٚ ‫ْ َخ ُذ‬ُٛ٠ َ‫َل‬ٚ ،‫َج ِء‬١‫ ُد ثأل ْش‬ُٛ‫خ‬ُٚ ‫صجس‬
َ ْ ،‫َج ِء‬١‫ أَصْ ًُ ثألَ ْش‬ٟ٘
‫ ِسَ٘ج‬ُّٛ َ‫ِٓ صط‬ٚ َ َ‫ثٌ َّجدر‬
َْ ُْٚ‫ُ ْٕ ِىش‬٠ َ‫ٌزٌه‬ٚ ،‫ ِد‬ُٛ‫خ‬ُٛ ٌ‫ثخذَزُ ث‬ٚ ْ ُِ
ِ ‫َج‬ََّٙٔ‫ْ أ‬ٞ‫ أ‬،‫ْ ِخ ْذَ٘ج أَ َزذ‬ُٛ٠ ٌُ ‫ َّز‬٠ْ ‫َّز لَذ‬١ٌِ‫أَ َّْ ٘ز ِٖ ثٌّج َّدرَ أَ ْص‬ٚ ،‫طٍَمًج‬
َ‫ْ َْ ثَلػضِ َشثف‬ُٚ‫َ ْؼضَذِش‬٠ٚ ‫َج ِء‬١‫ ثألَ ْش‬ٟ‫َّزَ ف‬١‫ز‬ٚ‫َزَ ثٌش‬١‫َجز‬ ٍ ٌِ‫لَزً ٌِخَ ج‬ٍُٛ‫َج َء َِ ْخ‬١‫ْ َْ ثألَش‬ٛ‫و‬
ِ ٌٕ‫ْ َْ ث‬ُٚ‫ُ ْٕ ِىش‬٠ ْٞ‫ أ‬،‫ك‬
َِِٓ ‫َج‬ٙ‫َ َّْٕ ُؼ‬٠ٚ ،‫ُخَ ِّذ ُسَ٘ج‬٠ ٞ‫ح ثٌَّز‬ِ ُٛ‫َْ ثٌ ُشؼ‬ُٛ١‫َٓ أ ْف‬٠‫َْ ثٌذ‬ُٚ‫ؼضَذِش‬٠ َ‫ ٌزٌه‬،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ َ ٍَٝ‫ ِد َ٘ج خَ طَشًث َػ‬ُٛ‫خ‬ُٛ ِ‫د‬
‫ ثٌف ْى ُش‬َّٝ‫ زض‬،‫ ثٔؼىجطُ ثٌّج َّد ِر‬َٛ ُ٘ ‫ ثٌفِ ْى ُشإَِّّٔج‬َّٝ‫ زض‬،‫ ثٌ َّج َّد ِر‬ٜٛ‫ب ِع‬١ٍ ‫ َد ِػ ْٕ َذُ٘ ُْ ٌ َش‬ُٛ‫خ‬ٚ َ‫َل‬ٚ .ًِ َّ ‫ثٌ َؼ‬
ْ
ِٓٚ ،‫ب‬١‫ش‬
ٍ ًِّ‫أَصْ ًُ ُو‬ٚ ،‫ ِٗ فجٌ َّج َّدرُ أَصْ ًُ ثٌفِ ْى ِش‬١ْ ٍَ‫ َػ‬ٚ ،‫ثٌذِجؽ‬
ِ ٍٝ‫ ثٔؼىجطُ ثٌ َّج َّد ِر ػ‬ٛ٘ َ ‫إَّٔ َّج‬
،ً‫َّز‬١ٌِ‫َْ ثٌ َّج َّدرَ أَ ْص‬ُٚ‫َ ْؼضَذِش‬٠ٚ ،‫ك‬
ِ ٌِ‫ َد ثٌخَ ج‬ٛ‫خ‬ٚ َُْٚ‫ُ ْٕ ِىش‬٠ ُْ َُٙ‫ ٘زث ف‬ٍٝ‫ػ‬ٚ .‫ج ُء‬١‫ْ َخ ُذ ثألش‬ٛ‫ ص‬ٞ‫ ِسَ٘ج ثٌ َّج ّد‬ُّٛ َ‫صَط‬
ْ ‫َج ِر‬١‫دجٌس‬
.‫فمػ‬ َ َّ‫َْ إَِل‬ُٛ‫ ْؼض َِشف‬٠ َ‫َل‬ٚ ،‫ِج د ْؼ َذَ٘ج‬ٚ ‫َج ِر‬١‫َْ ِج لَذ ًَْ ثٌس‬ُٚ‫ُ ْٕ ِىش‬٠ ُْ َُٙ‫ف‬
Terjemahannya: adapun sosialisme, termasuk juga komunisme, keduanya
memandang bahwa alam semesta, manusia, dan hidup adalah materi. Bahwa
materi adalah asal dari segala sesuatu. Melalui perkembangan dan evolusi
materi benda-benda lainnya menjadi ada. Di balik alam materi tidak ada alam
lainnya. Materi bersifat azali (tak berawal dan tak berakhir), qadim (terdahulu)
dan tidak seorang pun yang mengadakannya. Dengan kata lain bersifat wajib

114
adanya. Penganut ideologi ini mengingkari penciptaan alam ini oleh Zat Yang
Maha Pencipta. Mereka mengingkari aspek kerohanian, dan beranggapan
bahwa pengakuan adanya aspek rohani merupakan sesuatu yang berbahaya
bagi kehidupan. Agama dianggap sebagai candu yang meracuni masyarakat
dan menghambat pekerjaan. Bagi mereka tidak ada sesuatu yang berwujud
kecuali hanya materi, bahkan menurutnya, berpikir pun merupakan
cerminan/refleksi dari materi ke dalam otak. Materi adalah pangkal berfikir dan
pangkal dari segala sesuatu, yang berproses dan berkembang dengan sendirinya
lalu mewujudkan segala sesuatu. Ini berarti mereka mengingkari adanya Sang
Pencipta dan menganggap materi itu bersifat azali, serta mengingkari adanya
sesuatu sebelum dan sesudah kehidupan dunia. Yang mereka akui hanya
kehidupan dunia saja.

Paragraf ketujuh,
ًَ ‫ص‬ ،ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫ْظ َػ‬
َّ َٛ َ‫إِ ْْ ص‬َٚ َ ١ٌَٚ ‫َ ِز‬٠‫ ثٌّج ِّد‬ٍٝ‫َّز ػ‬١ِٕ‫ َِ ْذ‬َٟ ِٙ َ‫َّزُ ف‬١‫ْ ِػ‬ُٛ١‫َّزُ ثٌ ُّش‬٠‫َجدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫أَ َِّج ثٌم‬
‫أَ َِّج‬َٚ .‫َّز‬٠‫َِج ِّد‬
َٟ ِٙ َ‫ ف‬،‫َج ِء‬١‫َج أَصْ ًَ ثألَ ْش‬ٍِٙ‫دِ َد َؼ‬ٚ ،‫ْ ِد ثٌّج َّد ِر لَذ ًَْ ثٌفِ ْى ِش‬ُٛ‫خ‬ُٛ ِ‫ْ ُي د‬ُٛ‫َج صَم‬ََّٙٔ‫ أل‬،ًُ ‫َج ثٌؼ ْم‬ٙ١ْ ٌِ‫إ‬
ٞ‫ ثٌَّز‬ِٟ‫ثع ثٌذَث‬ِ َ‫ ِٗ َِٓ ثٌٕض‬١ْ ٌَِ‫ش إ‬ ْ ٍَ‫ص‬َّ ََٛ ‫ ص‬ٞ‫عػ ثٌَّ ِز‬ٌٛ‫ث‬
ِ ٍَٝ‫ َّز َػ‬١ِٕ‫ َِ ْذ‬َٟ ِٙ َ‫َّزُ ف‬١ٌ‫َّزُ ثٌشأع َّج‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ثٌم‬
ِ َٔ‫ ٌِزٌهَ َوج‬.‫ْ ٌَ ِز‬ٚ‫ ِْٓ ػ َِٓ ثٌذ‬٠‫أَ ْٔض ََح فَصْ ًَ ثٌ ِذ‬ٚ ،‫جي ثٌفِ ْى ِش‬
‫ش‬ ِ ‫َٓ ِس َخ‬١ْ َ‫ْ ٍْ د‬ُٚ‫ثعضَ َّشَّػ َّذرَ لُش‬
ِ ‫ َغ ِز‬١ْ ِٕ‫جي ثٌ َى‬
ِ ‫س َخ‬ٚ
ْ ِ‫َجْ َِ َغ ثٌف‬
‫ ُش‬١ْ ‫ َغ‬ٚ ،‫ط َش ِر‬ َ ِ‫ُ َّج ُِضََٕجل‬ََّٙٔ‫ أل‬،ِْٓ ١َ‫َّزُ ُِ ْخفِمَض‬١ٌ‫ثٌشأعّج‬ٚ ‫ َّ ِز‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫َجْ ثٌ ُّش‬
ِ ‫عض‬ ِ ‫َّض‬٠‫َجْ ثٌفِ ْى ِش‬
ِ ‫َج َدص‬١ِ‫ثٌم‬
.ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫ ِْٓ َػ‬١َ‫َّض‬١ِٕ‫َِ ْذ‬
Terjemahannya: kepemimpinan ideologis komunisme bersandar pada
materialisme bukan berdasarkan akal, sekalipun dihasilkan oleh akal.
Komunisme menyatakan bahwa materi itu ada sebelum adanya pemikiran
(pengetahuan). Segala sesuatu berasal dari materi, itulah materialisme.
Sedangkan kepemimpinan ideologis kapitalisme bersandar pada pemecahan
jalan tengah (kompromi) yang dicapai setelah terjadinya pertentangan yang
berlangsung hingga berabad-abad antara para pendeta gereja dan cendikiawan
Barat, yang kemudian menghasilkan pemisahan agama dari negara.
Kepemimpinan ideologis komunisme dan kapitalisme telah gagal. Keduanya
bertentangan dengan fitrah manusia dan tidak dibangun berdasarkan akal.

Interpretasi
Dari pengamatan teks di atas terkait judul “Kepemimpinan Ideologis
dalam Islam”, dapat kita lihat bahwa tema umum atau topik utama dan
subtopik teks tersebut menggambarkan kognisi penulis dan kelompok
kegamaan Hizbut Tahrir Indonesia yang fundamentalis. Dalam teks tersebut,
penulis dan kelompok kegamaan Hizbut Tahrir Indonesia berpandangan negatif
terhadap seluruh macam bentuk pemikiran yang dapat mengganggu

115
terlaksananya penegakkan sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah, seperti bentuk
pemikiran tentang ikatan nasionalisme, kesukuan, kerohanian, kemaslahatan,
kepemimpinan ideologis kapitalisme termasuk di dalamnya sistem demokrasi,
dan sosialisme (komunisme).206
Sedangkan kognisi penulis dan kelompok kegamaan Hizbut Tahrir
Indonesia berpandangan positif terhadap kepemimpinan ideologis Islam yang
mereka perjuangkan. Secara konteks sosial politik makna kepemimpinan
ideologis Islam bisa dirujuk dalam paragraf berikut,
،َ‫ثإلعال‬
ِ ‫ ِر‬َٛ ‫َّ ِز َزّالً َوج ِِالً دجٌذ ْػ‬١ِِ ‫َّ ِز ثإلعال‬٠‫جد ِر ثٌفىش‬١‫ رٌِهَ إَلَّ دِ َس ّْ ًِ ثٌم‬ٌٝ‫ً إ‬١‫ذ‬ َ ‫َل َع‬ٚ
‫َج‬ٙ‫ ِػ‬ّٛ ْ‫ ثألُ َِّ ِز دّد‬ٌٝ‫َّ ِز إ‬٠‫ثٌفىش‬ ِ ‫َج َد ِر‬١ِ‫ إرث ث ْٔضَمَ ًَ َز ّْ ًُ ثٌم‬َّٝ‫ َزض‬،ْ‫ىج‬
ٍ َِ ًِّ‫ و‬ٟ‫عالَ وج ِِالً ف‬ ِ ‫ثإل‬ ِ ‫دجد‬٠‫دِئ‬ٚ
َ ٌٍَِّٕٙ ‫ ُذ‬١ْ ‫ ًُ ثٌَ ِس‬١ْ ِ‫ ثٌ َّغذ‬َٛ ُ٘ ‫ َ٘ َزث‬.ُِ ٌَ‫ ثٌ َؼج‬ٌٝ‫َّ ِز إ‬٠‫جد ِر ثٌفىش‬١ِ‫ لُ َّْٕج دِ َس ّْ ًِ ثٌم‬،‫َّ ِز‬١ِِ ‫ٌ ِز ثإلعال‬ٚ‫ ثٌذ‬ٌَٝ‫إ‬ٚ
:‫ْع ِز‬
ِ ٌٍٕ ‫َج‬ٍُّْٙ ‫ ثُ َُّ َز‬،‫َّ ِز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬
َْٓ ‫َجط َوجفَّزً ػ‬ ِ ٕ‫ ِْٓ َل ْعضِ ْت‬١ِّ ٍِ‫َّ ِز ٌِ ٍْ ُّ ْغ‬١ِِ َ‫ثإل ْعال‬
ِ ‫َج ِر‬١‫َجف ثٌ َس‬ ِ ‫َّ ِز‬٠‫َج َد ِر ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫َز ّْ ًُ ثٌم‬
ِ ٠‫غَ ِش‬
ِ ‫ْ ٌَ ِز‬َٚ‫ْك ثٌذ‬
.‫َّ ِز‬١ِِ َ‫ثإل ْعال‬
Terjemahannya: Tidak ada jalan menuju kearah itu melainkan dengan
mengemban qiyâdah fikriyyah Islam secara total, yaitu dengan cara
mendakwahkan Islam, serta dengan cara mewujudkan Islam secara sempurna
di setiap negeri. Apabila qiyâdah fikriyyah Islam sampai kepada umat dan
Daulah Islâm, barulah kita dapat mengemban qiyâdah fikriyyah ke seluruh
penjuru dunia. Inilah satu-satunya jalan untuk menghasilkan kebangkitan: yaitu
dengan mengemban kepemimpinan ideologis Islam kepada kaum Muslim
untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam. Kemudian
menyebarluaskannya kepada umat manusia melalui Dawlah Islam.207 Makna
Dawlah Islam secara konteks sosial politik maksudnya sistem Dawlah
Khilafah Islamiyyah, makna tersebut bisa dirujuk dalam paragraf di bawah ini:

‫ َِٓ ثٌمَشْ ِْ ثٌ َغجدِ ِغ‬:ً‫ ػشش لَشْ َٔج‬ٟٕ‫أَ ْلذ ََسَ٘ج ُِ َّذرَ ْث‬ٚ ٌُ‫ثٌؼج‬
ِ ٟ‫ْ ِي ف‬ٚ‫َّزُ أَػظَ َُ ثٌ َّذ‬١ِِ ‫ْ ٌزُ ثإلعال‬ٚ‫ش ثٌ َّذ‬
ِ ٍََّ‫ظ‬ٚ
‫ف ثٌمَشْ ِْ ثٌثج ِِ ِٓ ػش َش‬ َ ‫ ُِ ْٕض‬ّٝ‫ زض‬ٞ
ِ ‫َص‬ ِّ ‫الد‬١ٌّ‫ػشش ث‬ َ ِٓ‫ثٌثج‬
ِ ْ‫ثٌمش‬
ِ ‫ف‬
ِ ‫َص‬ َ ‫ ُِ ْٕض‬َّٝ‫ِّ زض‬ٞ‫الد‬١ٌّ‫ث‬
، ِّٞ‫الد‬١ٌّ‫ث‬
Daulah Islâm telah menjadi negara terbesar dan terkuat di dunia selama 12
abad, yaitu dari abad ke-7 sampai pertengahan abad ke-18 M.208

206
Lihat Taqiyudin An-Nabhani, Ad-Dawlah al-Islamiyyah. (Bairut: Dar al-Ummah.
2002) H. 237-243
207
Lihat Taqiyudin An-Nabhani, Nizhâmul Islâm. (Hizbut Tahrir.1953). H. 58
208
Lihat Taqiyudin An-Nabhani, Nizhâmul Islâm…..H. 51

116
Secara kesimpulan dalam teks tersebut menyebutkan, bahwa pemikiran
penulis teks dan kelompok Hizbut Tahrir Indonesia menawarkan kepada
masyarakat Indonesia sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah sebagai satu-
satunya jalan untuk menghasilkan kebangkitan umat yang bertujuan
melangsungkan kembali kehidupan Islam. Pemikiran Hizbut Tahrir Indonesia
di sini bertentangan dengan konsep negara bangsa (nation state), yaitu Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan sistem Demokrasi, Pancasila, Bhineka
Tunggal Ika, dan UUD 1945 sebagai pilarnya. Padahal keempat pilar tersebut
merupakan bentuk persetujuan dan perjanjian seluruh elemen bangsa yang
telah memperjuangkan kemerdekaan demi tegak berdirinya NKRI ini.

b. Skematik teks terkait judul “Kepemimpinan Ideologis dalam Islam”


Skematik dalam pandangan van Dijk, dilihat sebagai satu kesatuan yang
koheren dan padu. Apa yang diungkapkan dalam kalimat utama dalam teks
akan di ikuti dan didukung oleh bagian skema teks yang lain. Arti penting
dari skematik adalah strategi penulis teks untuk mendukung tema tertentu
yang ingin disampaikan dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan
tertentu. Skematik memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian
mana yang bisa kemudian sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi
penting. Upaya penyembunyian itu dilakukan dengan menempatkan di bagian
akhir agar terkesan kurang menonjol. Teks tersebut bertemakan: pertama
ikatan nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan kerohanian tidak
layak dijadikan pengikat antar manusia dalam kehidupannya, untuk
meraih kebangkitan dan kemajuan. Skematik penulis teks menyuguhkan
paragraf pertama berkenaan dengan latar belakang munculnya ikatan
nasionalisme yang berbunyi:
‫ثزذ ٍر‬ٚ ‫أسض‬ٍ ِ ُِ ‫رٌهَ دِ ُس ْى‬ٚ ،ِٓ َ‫غ‬ٌٛ‫ث‬
ٟ‫ ُْ ف‬ِٙ ‫ش‬١‫ػ‬ َ ُ‫ثٌٕجط ُوٍَّ َّج ث ْٔ َسػَّ ثٌفِ ْى ُش سثدِطَز‬
ِ َٓ١‫صَ ْٕ َشأ ُ د‬
ٞ‫ػٓ ثٌذٍََ ِذ ثٌَّز‬ ِ َ‫ ثٌذف‬ٍٝ‫ُ ُْ ػ‬ٍُِّٙ ْ‫صَس‬ٚ ،‫ظ‬
ِ ‫جع‬ ِ ‫جع ػ َِٓ ثٌَٕ ْف‬
ِ َ‫ْضَ رُ ثٌذَمَج ِء دجٌذف‬٠‫ فضأ ُخ ُزُ٘ ُْ غَش‬،‫ج‬ٙ‫ ُْ د‬ِٙ ِ‫ثٌضصجل‬ٚ
ًُّ‫ أل‬ٟ٘ٚ
َ ،ُ‫َّز‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ ثٌشثدطزُ ث‬ٟ‫ِٓ ٕ٘ج صَأْص‬ٚ
ْ ،‫ج‬ٙ١ٍَ‫َْ ػ‬ٛ‫ش‬١‫َؼ‬٠ ٟ‫ثألسض ثٌَّض‬ٚ
ِ ،ٗ١‫َْ ف‬ٛ‫ ُش‬١ْ ‫َ ِؼ‬٠
ِ ‫أَ ْوثَ ُشَ٘ج‬ٚ ً‫ر‬َّٛ ُ‫ثدػ ل‬ٚ‫ثٌش‬
.‫ثٔخفجظًج‬ ِ

117
Terjemahannya: ikatan kebangsaan (Nasionalisme) tumbuh di tengah-
tengah masyarakat, tatkala pola pikir manusia mulai merosot. Ikatan ini terjadi
ketika manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tidak
beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan
mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempat dimana mereka
hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan
nasionalisme, yang tergolong ikatan paling lemah dan rendah nilainya.

Adapun paragraf kedua berkenaan dengan latar belakang munculnya


ikatan kesukuan (sukuisme) yang berbunyi,
ْ
ٓ‫ٌى‬ٚ ُ‫َّز‬١ٍِِ‫ ثٌشثدطزُ ثٌ َؼجة‬ٟ٘ٚ
َ ،‫َّز‬١ِِ ٛ‫َجط سثدطَز ل‬ ِ ٌٕ‫َٓ ث‬١ْ ‫ِّمًج صَ ْٕ َشأ ُ د‬١‫ظ‬
َ ‫ْ ثٌفِ ْى ُش‬ٛ‫ى‬٠ ُ َٓ١‫ز‬ٚ
ٟ‫ ف‬َٟ َ٘ٚ ،‫َجد ِر‬١‫ْ َخ ُذ ِػ ْٕ َذُٖ زُخُّ ثٌ ِّغ‬ُٛ١َ‫ْضَ رُ ثٌذَمَج ِء ف‬٠‫َش‬ َّ َ ‫رٌهَ أَ َّْ ث ِإل ْٔ َغجَْ صَضَأ‬ٚ ،‫ْ َع َغ‬َٚ‫دِ َش ْى ًٍ أ‬
ِ ‫ ِٗ غ‬١‫ص ًُ ف‬
ِٗ ِ‫جدرَ ػجةٍَِض‬١‫ ع‬ٜ‫ش‬١‫ ف‬،ِٗ ٠ْ ‫َج َد ِر ٌَ َذ‬١‫َضَّغ ُغ زُخُّ ثٌ ِّغ‬٠ ُُٗ١‫ ْػ‬َٚ ‫إرث ٔ َّج‬ٚ ،ً‫َّز‬٠‫ًّج فَشْ ِد‬٠‫ط فِ ْى ِش‬ ِ ِ‫جْ ثٌ َّ ْٕخَ ف‬
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
‫ ػٕ َذ‬ٜ‫ش‬٠ َُّ ُ‫ ث‬،ً‫َل‬َّٚ َ‫غَِٕ ِٗ أ‬َٚ ٟ‫ْ ِِ ِٗ ف‬َٛ‫َج َدرَ ل‬١‫ ع‬ٜ‫ش‬١‫ثن ف‬ ِ ُ‫جع ثألُف‬
ِ ِّٛ ُّ َُٔٚ ‫ك‬
ِ ‫ثإل ْد َس‬ ُ
ِ ‫َضَّ ِغ ُغ دجصِّ َغ‬٠ َُّ ُ‫ ث‬،ِٗ ِ‫أع َْشص‬ٚ
‫َجصّجس‬ِ ‫َ ِز ُِخ‬١‫ػٓ ٘ ِز ِٖ ثٌٕجز‬ ْ ُ ‫ٌزٌهَ صَ ْٕ َشأ‬ٚ ،ُْ ِ٘ ‫ ِْش‬١‫ َغ‬ٍٝ‫ُ ُْ ػ‬َٙ‫َج َدص‬١‫غِٕ ِٗ ع‬ٚ ٟ‫ْ ِِ ِٗ ف‬َٛ‫َج َد ِر ل‬١‫ك ع‬ ِ ُّ‫ص ََسم‬
.‫َج‬ِٙ‫ج َدص‬١‫ ع‬ٍٝ‫ ثألُع َْش ِر ػ‬ٟ‫َٓ ثألَ ْف َشث ِد ف‬١‫َّز د‬١ٍِّ‫َِ َس‬
Terjemahannya: adapun ikatan kesukuan (sukuisme) tumbuh di tengah-
tengah masyarakat pada saat pemikiran manusia mulai sempit. Ikatan ini mirip
dengan ikatan kekeluargaan, hanya sedikit lebih luas. Munculnya ikatan
kesukuan karena manusia pada dasarnya memiliki naluri mempertahankan diri,
kemudian dalam dirinya mencuat keinginan untuk berkuasa. Keinginan itu
muncul hanya pada individu yang rendah taraf berfikirnya. Apabila
kesadarannya meningkat dan pemikirannya berkembang, maka bertambah
luaslah wilayah kekuasaannya, sehingga timbul keinginan keluarga dan
familinya untuk berkuasa. Keinginan tersebut terus melebar sesuai dengan
perkembangan pemikirannya, sampai suatu saat timbul keinginan sukunya
berkuasa di negeri tersebut. Apabila mereka telah mendapatkan kekuasaan itu,
ia pun ingin sukunya menguasai bangsa-bangsa yang lain. Inilah yang menjadi
penyebab timbulnya berbagai pertentangan lokal antara individu dalam sebuah
keluarga yang saling berebut pengaruh.

118
Skema isi teks menggambarkan bahwa:
َ ِ‫ج سثدطز ُِ ْٕخَ ف‬ََّٙٔ‫ أل‬:ً‫َل‬َّٚ َ‫ أ‬:‫ح‬
‫عز‬ ِ ‫ّزُ سثدطز‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ رٌهَ فجٌشثدطزُ ث‬ٍٝ‫ػ‬ٚ
ٍ ‫فجعذَر ٌثَ َالثَ ِز أعذَج‬
‫ َّز‬١‫ج سثدطز ػجغف‬َّٙٔ‫ أل‬:‫ًج‬١ٔ‫ثج‬ٚ .‫ض‬ٌٕٛٙ‫ث‬
ِ ‫ك‬٠‫غش‬
ِ ْ ‫َلَصَ ْٕفَ ُغ‬
ٟ‫ ُش ف‬١‫غ‬٠ َٓ١‫ألْ صَشْ دُػَ ثإلٔغجَْ دجإلٔغج ِْ ز‬
,‫ثٌضذذي‬ٚ
ِ ‫ش‬١‫ظز ٌٍضغ‬ َ ْ‫َّزُ ػُش‬١‫ثٌشثدطزُ ثٌؼجغف‬ٚ ,‫ظ‬ ِ ‫ػٓ ثٌٕف‬ ِ ‫دجٌذفجع‬
ِ ‫ض ِر ثٌذمج ِء‬٠‫ػٓ غش‬ ْ ُ ‫صٕ َشأ‬
‫ زجٌ ِز‬ٟ‫ْ َخ ُذ ف‬ُٛ‫َجسثدطز ُِؤَ لَّضَز ص‬َّٙٔ‫ أل‬:‫ثجٌِثًج‬ٚ .ْ‫ثإلٔغج‬ٚ
ِ ِ ْٔ ‫َٓ ثإل‬١‫ د‬ّٟ‫ٌٍشدػ ثٌذثة‬
ْ‫غج‬ ِ ‫فالصصٍُ ُر‬
‫ٌزٌه َل‬ٚ ,‫ج‬ٌَٙ‫د‬ٛ‫خ‬ٚ‫ٌإلٔغجْ – فال‬
ِ ُ‫َّز‬١ٍِ ْ‫ ثٌسجٌزُ ثألَص‬ٟ٘ ِ ‫ زجٌ ِز ثَلعضِ ْم َش‬ٟ‫ أ َِّج ف‬,‫ثٌذفجع‬
َ َٚ – ‫ثس‬ ِ
.ْ‫ثإلٔغج‬
ِ ٟٕ‫َٓ د‬١‫َْ سثدطزً د‬ٛ‫ألْ صى‬ ْ ‫صصٍ ُر‬

Terjemahannya: Berdasarkan hal ini, ikatan nasionalisme merupakan ikatan


yang rusak (tabi‟atnya buruk) karena tiga hal:
(1). Karena mutu ikatannya rendah, sehingga tidak mampu mengikat antara
manusia satu dengan yang lainnya untuk menuju kebangkitan dan kemajuan.
(2). Karena ikatannya bersifat emosional, yang selalu didasarkan pada perasaan
yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri, yaitu untuk
membela diri. Di samping itu ikatan yang bersifat emosional sangat berpeluang
untuk berubah-ubah, sehingga tidak bisa dijadikan ikatan yang langgeng antara
manusia satu dengan yang lain.
(3). Karena ikatannya bersifat temporal, yaitu muncul saat membela diri karena
datangnya ancaman. Sedangkan dalam keadaan stabil, yaitu keadaan normal,
ikatan ini tidak muncul. Dengan demikian, tidak bisa dijadikan pengikat antara
sesama manusia.

ٍ ‫َّزُ فجعذر ٌثالث ِز أعذج‬١ِٛ‫وزٌهَ ثٌشثدطزُ ثٌم‬َٚ


ْ ‫َلَ صصٍ ُر‬َٚ ‫َّز‬١ٍَِ‫ج سثدطز لَذ‬َّٙٔ‫ أل‬:ً‫َل‬َّٚ ‫ أ‬:‫ح‬
ْ‫أل‬
ٓ‫ػ‬ْ ُ ‫َّز صٕشأ‬١‫ج سثدطز ػجغف‬َّٙٔ‫ أل‬:ً‫ج‬١ِٔ‫ثج‬ٚ .‫ض‬ٌٕٛٙ‫ث‬
ِ ‫ك‬٠‫غش‬
ِ ٟ‫ ُش ف‬١‫غ‬٠ ٓ١‫دجإلٔغجْ ز‬
ِ َْ‫صشدُػَ ثإلٔغج‬
ُ‫ إر صُ َغذِّخ‬،‫َّ ٍز‬١ٔ‫ ُش إٔغج‬١‫ج سثدطز غ‬ََّٙٔ‫ أل‬:‫ثجٌِثًج‬ٚ .‫جد ِر‬١‫ج زخُّ ثٌغ‬ِٕٙ ‫خ ُذ‬ٛ١‫ف‬ َ ،‫ض ِر ثٌذمج ِء‬٠‫غش‬
.ْ‫ثإلٔغج‬
ِ ْ ‫ٌزٌهَ َلَ صصٍ ُر‬ٚ ،‫جد ِر‬١‫ ثٌغ‬ٍٝ‫ثٌٕجط ػ‬
ٟٕ‫َٓ د‬١‫َْ سثدطز د‬ٛ‫ألْ صى‬ ِ َٓ١‫س د‬
ِ ‫ِج‬ٛ‫ثٌخص‬

Terjemahannya: Demikian pula halnya dengan ikatan kesukuan termasuk ikatan


yang rusak karena tiga hal:
(1). Karena berlandaskan pada qabilah/keturunan, sehingga tidak bisa dijadikan
pengikat antara manusia satu dengan yang lainnya menuju kebangkitan dan
kemajuan.
(2). Karena ikatannya bersifat emosional, selalu didasarkan pada perasaan yang
muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri, yang didalamnya
terdapat keinginan dan ambisi untuk berkuasa.

119
(3). Karena ikatannya tidak manusiawi, sebab menimbulkan pertentangan dan
perselisihan antar sesama manusia dalam berebut kekuasaan. Karena itu, tidak
bisa menjadi pengikat antara sesama manusia.
,ُ‫َّز‬١‫ثٌٕجط ثٌشثدطزُ ثٌ ِّصْ ٍَ ِس‬
ِ َٓ١‫ ُدَ٘ج سثدطزً د‬ٛ‫خ‬ٚ ُُ َّ ََ٘ٛ ‫ُض‬٠ ‫ ل ْذ‬ٟ‫ثد ِػ ثٌفجعذ ِر ثٌَّض‬ٚ‫َِٓ ثٌش‬ٚ
‫ سثدطز ُِؤَ لَّضَّز‬ٟٙ َ َ‫َّزُ ف‬١‫ أ َِّج ثٌشثدطزُ ثٌّصٍس‬.‫َج‬ْٕٙ ‫ك ػ‬
ُ ‫ٕذث‬٠ َ‫ج ٔظج‬ٌٙ ‫ظ‬١ٌ َ ٟ‫َّزُ ثٌَّض‬١‫ز‬ٚ ُّ‫ثٌشثدطزُ ثٌش‬ٚ
‫ فَضَ ْفمِ ُذ‬,‫ج‬ْٕٙ ِِ ‫أوذش‬
َ ‫ ِصجٌِ َر‬ٍٝ‫ َِ ِز ػ‬ٚ‫غج‬
َ ُّ ٌٍ ‫ظز‬ َ ْ‫ج ُػش‬َّٙٔ‫ أل‬,ْ‫ثإلٔغج‬
ِ ٟٕ‫ألْ صشدػَ د‬ ْ ‫َلصصٍ ُر‬ٚ
ً‫وجٔش سثدطز‬ ْ َ‫ٌزٌه‬ٚ ,ُ‫َٓ صَضِ ُُّ ٘ز ِٖ ثٌّصجٌر‬١‫ ز‬ٟٙ‫ج صٕض‬َّٙٔ‫أل‬ٚ .‫ْر ثٌ َّصْ ٍَ َس ِز‬
ِ ١‫ زجٌ ِز صَشْ ِخ‬ٟ‫ َدَ٘ج ف‬ٛ‫خ‬ٚ
.‫َج‬ٍِٙ٘‫ أ‬ٍٝ‫خَ ِط َشرً ػ‬

Terjemahannya: Selain ikatan-ikatan yang rusak tadi, masih terdapat


ikatan lain yang dianggap oleh sebagian orang sebagai alat untuk mengikat
anggota masyarakat, yaitu “ikatan kemaslahatan” dan ikatan kerohanian yang
tidak memiliki suatu peraturan. Ikatan kemaslahatan tidak lain ikatan yang
temporal sifatnya, tidak bisa dijadikan pengikat antar manusia. Hal ini
disebabkan adanya peluang tawar menawar dalam mewujudkan kemaslahatan
mana yang lebih besar, sehingga eksistensinya akan hilang begitu satu
maslahat dipilih atau didahulukan dari maslahat yang lain. Apabila
kemaslahatan itu telah ditentukan, berakhirlah persoalannya. Kemudian orang-
orangnya pun membubarkan diri, karena ikatan itu berakhir tatkala maslahat
telah tercapai. Jadi, ikatan ini amat berbahaya bagi para pengikutnya.
ْ ‫َلص‬ٚ ,ُِّٓ ٠‫ زجٌ ِز ثٌضَ َذ‬ٟ‫َ ُش ف‬ٙ‫َظ‬
ٟ‫َ ُش ف‬ٙ‫َظ‬ ْ ‫َج ص‬َّٙٔ‫ فَئ‬,‫َج‬ْٕٙ ‫ك ػ‬
ُ ‫ٕذث‬٠ َ‫ٔظج‬
ٍ ‫َّزُ دال‬١‫ز‬ُٚ
ِ ‫أ َِّج ثٌشثدطزُ ثٌش‬ٚ
‫ثٌٕجط‬
ِ َٓ١‫َْ سثدطزً د‬ٛ‫ألْ صى‬
ْ ‫َلصصٍ ُر‬ٚ ,‫َّ ٍز‬١ٍَِّ ‫ َْش َػ‬١‫َّزً َغ‬١ِ‫وجٔش سثدطزً خ ُْضة‬
ْ َ‫ٌزٌه‬ٚ .‫ج ِر‬١‫ُِ ْؼض ََش ٍن ثٌس‬
‫ح‬ ْ ُ‫َّز‬١ٔ‫ذرُ ثٌَّٕصْ شث‬١‫ِٓ َُٕ٘ج ٌ ُْ صَصْ ٍُر ثٌؼم‬ٚ
ِ ٛ‫َٓ ثٌشؼ‬١‫َْ سثدطزً د‬ٛ‫ألْ صى‬ ْ ِ ‫ ُش ُؤ‬ٟ‫ف‬
,‫ج ِر‬١‫ْ ثٌس‬ٚ
.‫ج‬ٌٙ َ‫َّز َلٔظج‬١‫ ِز‬ٚ‫ج سثدطز س‬َّٙٔ‫ أل‬,‫َج‬ُٙ‫ج صَ ْؼضَِٕم‬ٍَّٙ‫ج ُو‬َّٙٔ‫َّ ِز َِ َغ أ‬١ِّ‫د‬ٚ‫س‬ٚ‫ثأل‬

Terjemahannya: Adapun ikatan kerohanian yang tidak memiliki peraturan,


aktifitasnya hanya terlihat dari kegiatan spiritual saja. Ikatan ini tidak nampak
dalam kancah kehidupan, bersifat parsial (terbatas pada aspek kerohanian
semata) yang tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga tidak
layak menjadi pengikat antar manusia dalam seluruh aspek kehidupannya.
Skema penutup teks menyimpulkan bahwa:
ُ‫ ثٌشثدطز‬،ُ‫َّز‬١ِٛ‫ ثٌشثدطزُ ثٌم‬،ُ‫َّز‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ ثٌشثدطزُ ث‬ٟ٘( ‫ثدِ ِػ ثٌغجدِمَ ِز‬ٚ‫ ُغ ثٌش‬١ِّ ‫ٌزٌهَ َلصصٍُ ُر َخ‬ٚ
‫ك‬٠‫غش‬
ِ ٟ‫ ُش ف‬١‫غ‬٠ َٓ١‫ج ِر ز‬١‫ ثٌس‬ٟ‫دجإلٔغجْ ف‬
ِ َ ‫ألْ صشد‬
َْ‫ػ ثإلٔغج‬ ْ )ُ‫َّز‬١‫ ِز‬ُٚ‫ثٌشثدطزُ ثٌش‬ٚ ،ُ‫َّز‬١‫ثٌ ِّصٍَ ِس‬
ِٟ‫َّ ِز ثٌَّض‬١ٍِ‫ َذ ِر ثٌ َؼ ْم‬١ْ ِ‫ َسثدِطَزُ ثٌ َؼم‬ٟ٘
َ ‫ج ِر‬١‫ ثٌس‬ٟ‫جْ ف‬ ِ َِٟٕ‫سزُ ٌِ َشد ِْػ د‬١‫ثٌشثدطزُ ثٌصس‬ٚ .‫ض‬ٛٙ
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬ ِ ٌُّٕ‫ث‬
.ُ‫َّز‬١ِ‫ ثٌشَّثدِطَزُ ثٌ َّ ْذ َذة‬َٟ ِ٘ ِٖ ‫َ٘ ِز‬َٚ .َ‫َج ِٔظَج‬ْٕٙ ‫ك َػ‬
ُ ِ‫َ ْٕذَث‬٠

120
Terjemahannya: seluruh ikatan tadi (nasionalisme, kesukuan,
kemaslahatan, dan kerohanian) tidak layak dijadikan pengikat antar manusia
dalam kehidupannya, untuk meraih kebangkitan dan kemajuan. Ikatan yang
benar untuk mengikat manusia dalam kehidupannya adalah aqidah aqliyyah
(aqidah yang melalui proses berfikir) yang melahirkan peraturan hidup
menyeluruh. Inilah yang disebut ikatan ideologis.

Interpretasi
Dari paragraf pertama dan kedua sebagai pendahuluan di atas, penulis
lebih menonjolkan informasi penting tentang latar belakang tumbuhnya ikatan
nasionalisme dan kesukuan yang memberi kesan negatif terhadap kedua ikatan
tersebut.
Ketika melihat skema isi teks juga mempertegas penjelasan bahwa ikatan
nasionalisme dan kesukuan merupakan ikatan yang rusak dengan menampilkan
alasannya bahwa ikatan nasionalisme mutu ikatannya rendah, bersifat
emosional, dan bersifat temporal. Sehingga tidak mampu mengikat kuat antara
manusia satu dengan yang lainnya untuk menuju kebangkitan dan kemajuan.
Begitupun juga ikatan kesukuan berlandaskan keturunan, bersifat emosional,
dan ikatannya tidak manusiawi.
Selain itu, isi teks menampilkan pula ikatan-ikatan yang banyak dianut
oleh negara-negara di dunia, diantaranya ikatan kemaslahatan dan kerohanian.
Menurut teks, ikatan kemaslahatan bersifat temporal tidak bisa dijadikan
pengikat antar manusia, sedangkan ikatan kerohanian tidak memiliki peraturan,
hanya terlihat dari kegiatan spiritual saja. Kemudian teks ditutup dengan
sebuah pernyataan, bahwa seluruh ikatan di atas tidak layak dijadikan pengikat
antar manusia untuk meraih kebangkitan dan kemajuan. Sedangkan ikatan yang
benar adalah ikatan yang melahirkan peraturan hidup menyeluruh yaitu ikatan
ideologis.
Dengan melihat konteks sosial politik keempat ikatan tersebut, ikatan
nasionalisme banyak digunakan oleh banyak negara muslim di dunia yang
berbentuk negara bangsa (nation state), termasuk salah satunya Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, ada sebagian negara menggunakan
ikatan kesukuan yang bentuk negaranya monarki (kerajaan) berdasarkan garis

121
kesukuan/keturunan. Hal ini bisa disimpulkan bahwa, pertama, teks tidak
setuju dengan bentuk negara bangsa (nation state), dan negara monarki
(kerajaan) berdasarkan garis kesukuan/keturunan. Kedua, teks bertujuan
membuat wacana negatif terhadap ikatan nasionalisme, kesukuan,
kemaslahatan, dan kerohanian yang akan disebarkan kepada khalayak. Hal ini
merupakan cara dalam proses memenangkan penyebaran wacana (domain
publik opinion) tentang penegakkan sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah.209
Tema kedua teks tentang: qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis)
Islam yang layak, benar, dan akan berhasil (dalam mengatur kehidupan
manusia) bagi manusia. Sedangkan qiyadah fikriyah (kepemimpinan
ideologis) komunisme dan kapitalisme adalah bathil.
Paragraf pertama, menampilkan skema teks tentang latar belakang
pembentukan ideologi yang benar. Menurut teks,
ُ ‫ٕذث‬٠ ‫َّز‬١ٍِ‫ذَر َػ ْم‬١ْ ِ‫ثٌّ ْذذَأُ َػم‬ٚ
ِ ‫َز ػ َِٓ ثٌ َى‬١ٍِّ‫َّز ُو‬٠‫ فِ ْى ِش‬َٟ ِٙ َ‫ َذرُ ف‬١ْ ِ‫ أَ َِّج ثٌ َؼم‬.َ‫َج ِٔظَج‬ٕٙ‫ك ػ‬
ِْ ‫ث ِإل ْٔ َغج‬ٚ ْٛ
َْ‫ فَ َىج‬.‫ َِج دَ ْؼ َذَ٘ج‬ٚ ‫َج‬ٍَٙ‫َج دِ َّج لَ ْذ‬ِٙ‫ػ َْٓ َػالَ لَض‬ٚ ،‫ َػ َّّج دَ ْؼ َذَ٘ج‬ٚ ‫َج‬١ْٔ ‫َج ِر ثٌ ُّذ‬١‫ثٌس‬
َ ِٖ ‫ َػ َّّج لَذ ًَْ ٘ ِز‬ٚ ،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ
َ
‫جس‬ ُ ‫جٌد‬ َ ‫ثٌّ َؼ‬ٚ ُ‫ َذر‬١ْ ِ‫ثٌ َؼم‬َٛ ُ٘ٚ َ‫ِج َػذَث رٌه‬ٚ ،ً‫مَز‬٠ْ ‫غ ِش‬ َ ‫ ِر‬ٛ‫ٌِ َس ّْ ًِ ثٌذػ‬ٚ ‫ٌٍّسجفَظَ ِز‬ٚ َ ‫ ِز‬١ْ ِ‫َّ ِز ٌٍضَ ْٕف‬١ِ‫ف‬١‫جْ ثٌى‬
ُ َ ١‫د‬
ٌَُٗ ِ‫ هللا‬ِٟ ْ‫ز‬َٛ ‫جْ د‬ ِ ِٓ ْ٘ ‫ َر‬ِٟ‫ٕ َشأ ُ ف‬٠ ْٞ‫ أَ َِّج ثٌ َّذْذأُ ثٌَّ ِز‬.ً‫مَز‬٠ْ ‫غَ ِش‬ٚ ً‫ِٓ َُٕ٘ج َوجَْ ثٌّ ْذذَأُ فِ ْى َشر‬ٚ
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬ ْ ،ً‫فِ ْى َشر‬
ْ َ‫ َِ ْذذَأ ل‬َُٛ َٙ‫ ف‬.ُ‫ هللا‬َٛ َُ٘ٚ ،‫َج ِر‬١‫ثٌ َس‬ٚ ْ‫ج‬
‫أَ َِّج‬َٚ .ٌّٟ ‫ط ِؼ‬ ِ ‫ث ِإل ْٔ َغ‬ٚ ْٛ ِ ‫ك ثٌ َى‬ ْ ََُّٗٔ‫ أل‬،‫ ُر‬١ْ ‫َّس‬
ِ ٌِ‫ِٓ خَ ج‬ ِ ‫دِ ِٗ ثٌ َّ ْذذَأُ ثٌص‬
ِ ٔ ََُّٗٔ‫ أل‬،ً‫جغ‬ ُ ُ
ًٍ ‫ػٓ َػ ْم‬ْ ‫َجشب‬ ِ َ‫ َِ ْذذَأ د‬َُٛ َٙ‫ ِٗ ف‬١ْ ِ‫ق ف‬ُ ‫َّ ٍز صُ ْش َش‬٠‫ص د َؼ ْذمَ ِش‬ٍ ‫ َر ْ٘ ٍٓ َش ْخ‬ٟ‫َ ْٕ َشأ ف‬٠ ٞ‫ثٌّ ْذذَأ ثٌَّز‬
‫ف‬ ِ َ‫ثإل ْخضِال‬ِٚ ‫س‬ ِ ُٚ ‫ظز ٌٍضفَج‬ ِ َُ ْٙ َ‫ألَ َّْ ف‬ٚ ،‫ ِد‬ُٛ‫خ‬ُٛ ٌ‫ْد ُض ػ َِٓ ثَل َزجغَ ِز دج‬
َ ْ‫ ُِْ ػُش‬١‫ثإل ْٔ َغج ِْ ٌٍضَ ْٕ ِظ‬ ِ ‫َؼ‬٠ ‫ ٍد‬ٚ‫ِسْ ُذ‬
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
.ْ‫ج‬ ِ ‫ ِشمَج ِء‬ٌٝ‫ إ‬ِّٞ
َ ‫ط ثٌّؤَ د‬ َ ِ‫ُ ْٕضِ ُح ثٌِٕظَج ََ ثٌّضََٕجل‬٠ ‫َج ِِ َّّج‬ٙ١‫شُ ف‬١‫َؼ‬٠ ٟ‫تَ ِز ثٌَّض‬١‫ثٌضأَثُّ ِش دجٌذ‬ٚ ‫ط‬ ِ ُ‫ثٌضَٕجل‬ٚ
ِ َ‫ْ د‬َٚ‫ َسزً أ‬١ْ ‫ص ِس‬
،ً‫جغٍز‬ ْ ‫ْ د‬َٚ‫ ص َّس ِز ثٌ َّ ْذ َذإِ أ‬ٍٝ‫َ ُذيُّ ػ‬٠ ٞ‫ثٌَّز‬ٚ
ُ ١‫ َذرُ ثٌّ ْذ َذإِ ِِ ْٓ َز‬١ْ ِ‫ َػم‬َٛ ُ٘ ِٗ َِٔ‫ُطال‬
َ ‫َج‬ُٙٔ ْٛ‫ْث َو‬
‫ش َِ َغ‬ ْ َ‫َّزُ إِرث ثصَّفَم‬٠‫ثٌمج ِػ َذرُ ثٌفِ ْى ِش‬ٚ ،‫َج ُوًُّ فِ ْى ٍش‬ٙ١ْ ٍَ‫ َػ‬ْٟ َِٕ‫ٕذ‬٠ ِٟ‫َّزُ ثٌَّض‬٠‫ ثٌمَج ِػ َذرُ ثٌفِ ْى ِش‬َٟ ِ٘ َ‫ َذر‬١ْ ِ‫ألَ َّْ ٘ ِز ِٖ ثٌؼم‬
َْٚ‫ أ‬،ْ‫ج‬ ْ ِ‫ش ف‬
ِ ‫ط َشرَ ث ِإل ْٔ َغ‬ َ ‫ لَج ِػذَر‬َٟ ِٙ َ‫ ف‬،ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫ َّز َػ‬١ِٕ‫َش َِ ْذ‬
ْ َ‫إِ َرث خَ جٌَف‬َٚ ،‫ َْسز‬١‫ص ِس‬ ْ ٔ‫ َوج‬ٚ ،ْ‫ج‬ ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
ِ ‫ط َش ِر‬ ْ ِ‫ف‬

209
Lihat Muhsin Rodhin, Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam Mendirikan Negara
Khilafah Islamiyyah, (Penerjemah: M. Bajuri dan Romli Abu Wafa). Bangil: Al-Izzah. 2008 H.
613-614. Lihat juga pernyataan Rakhmat S Labib sebagai ketua DPP HTI tentang HTI Kampanye
Pembubaran NKRI dari www.youtube.com pada 15 Mei 2017.

122
َٕٝ‫ َِ ْؼ‬َٚ .ِٓ ِّ٠‫ْضَ رَ ثٌضَ َذ‬٠‫َش‬
ِ ‫كغ‬ ُ ِ‫ثف‬ََٛ ‫ ص‬،ٜ‫جس ٍر أُ ْخ َش‬ ِ َ‫ لَج ِػذَر د‬َٟ ِٙ َ‫ ف‬،ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫َّزً َػ‬١ِٕ‫ٌَ ُْ صَ ُى ْٓ َِ ْذ‬
َ َ‫دِ ِؼذ‬َٚ .‫جغٍَز‬
.‫ْػ‬
ِ ‫ع‬ٌٛ‫ث‬
َ ًِّ‫ثٌس‬ َ ٍَٝ‫ْ َػ‬َٚ‫ أ‬،‫ ثٌ َّج َّد ِر‬ٍَٝ‫ّزً ػ‬١ْٕ‫َْ َِذ‬ٛ‫ ثٌ َؼ ْم ًِ أَ ْْ َل صَ ُى‬ٍَٝ‫َّزً ػ‬١ِٕ‫َج َِ ْذ‬ِٙٔٛ‫َو‬
Terjemahannya: ideologi adalah aqidah aqliyah yang melahirkan
peraturan. Yang dimaksud akidah adalah pemikiran menyeluruh tentang alam
semesta, manusia, dan hidup; serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah
kehidupan. Penjelasan tentang cara pelaksanaan, pemeliharaan akidah, dan
penyebaran risalah dakwah inilah yang dinamakan thariqah. Sedangkan akidah
dan berbagai pemecahan masalah hidup tercakup dalam fikrah. Jadi ideologi
mencakup dua bagian, yaitu fikrah dan thariqah. Ideologi yang muncul dari
benak manusia melalui wahyu Allah adalah ideologi yang benar. Karena
bersumber dari Al-khaliq, yaitu pencipta alam, manusia, dan hidup, yakni Allah
SWT. Ideologi ini pasti kebenarannya. Sedangkan ideologi yang muncul dalam
benak manusia karena kejeniusan yang nampak pada dirinya adalah ideologi
yang salah. Karena berasal dari akal manusia yang terbatas, yang tidak mampu
menjangkau segala sesuatu yang nyata. Disamping itu pemahaman manusia
terhadap proses lahirnya peraturan selalu menimbulkan perbedaan,
perselisihan, dan pertentangan, serta selalu terpengaruh lingkungan tempat ia
hidup. Sehingga membuahkan peraturan yang saling bertentangan, yang
mendatangkan kesengsaraan bagi manusia. Yang menjadi indikasi benar atau
salahnya suatu ideologi adalah akidah ideologi itu sendiri, apakah benar atau
salah. Sebab kedudukan akidah adalah sebagai qaidah fikriyah, yang menjadi
asas bagi setiap pemikiran yang muncul. Qaidah fikriyah ini apabila sesuai
dengan fitrah manusia dan dibangun berlandaskan akal, maka berarti termasuk
kaedah yang benar. Sebaliknya, jika bertentangan dengan fitrah manusia atau
tidak dibangun berlandaskan akal, maka kaedah itu bathil. Dengan kata lain,
qaidah fikriyah itu sesuai dengan naluri beragama. Sedangkan yang dimaksud
dengan qaidah fikriyah itu dibangun berdasarkan akal adalah bahwa kaedah ini
tidak berlandaskan materi atau mengambil sikap jalan tengah.

Paragraf kedua, menampilkan skema teks tentang latar belakang lahirnya


tiga ideologi yang ada di dunia, yaitu Kapitalisme termasuk di dalamnya
demokrasi, Sosialisme termasuk Komunisme, dan Islam. Untuk melihat skema
teks, dapat dilihat dalam paragraf berikut:
َٟ ٘ ُ‫٘ز ِٖ ثٌف ْى َشر‬ٚ ،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ ِ ِْٓ ٠‫جط فَصْ ًِ ثٌذ‬
َ ٓ‫ػ‬ ِ ‫ أ َع‬ٍٝ‫ َُ ػ‬ُٛ‫َج صَم‬َّٙٔ‫زُ فئ‬١ٌ‫أ َِّج ثٌشأعّج‬
َْ‫َّ ِز وج‬٠‫ثٌفىش‬
ِ ‫ ٘زٖ ثٌمَج ِػ َذ ِر‬ٍٝ‫دٕج ًء ػ‬ٚ ،ُ‫َّز‬٠‫َج ثٌفِ ْى ِش‬ُٙ‫ لج ِػ َذص‬ٟ٘ٚ
َ ،ُ‫َّز‬٠‫َج ثٌفِ ْى ِش‬ُٙ‫َج َدص‬١ِ‫ ل‬ٟ٘ٚ
َ ،‫َج‬ُٙ‫ َذص‬١ْ ِ‫ػم‬
،ْ‫ج‬ ِ ‫س ٌإلٔ َغ‬ َ َ‫ثٌّسجف‬
ِ ‫ج‬٠ِّ‫ ثٌسش‬ٍٝ‫ظ ِز ػ‬ َ َِٓ ‫ َوجَْ َل دُ َّذ‬ٚ ،‫َج ِر‬١‫ ثٌس‬ٟ‫َع ُغ ِٔظَج َُِٗ ف‬٠ ٞ‫ ثٌَّز‬ٛ٘
َ ْ‫ج‬ ُ ‫ثإلٔ َغ‬
َ ‫ل ْذ‬ٚ ،ُ‫َّز‬١‫َزُ ثٌشخص‬٠ ِّ‫ثٌسش‬ٚ ،‫َّ ِز‬١‫َزُ ثٌٍّ َّى‬٠ ِّ‫زش‬ٚ ،ٞ
ْ ‫ٔضح‬
‫َ ِز‬٠‫ػٓ ُز ِّش‬ ْ َ ُ‫َز‬٠‫ز ِّش‬ٚ ،‫ذ ِر‬١‫زُ ثٌؼم‬٠ِّ‫ زش‬ٟ٘ٚ
ِ ‫ثٌشأ‬ َ
‫أَد َْشصَ ِج‬ٚ ،ِ‫ ٘زث ثٌّذذإ‬ٟ‫ أَد َْشصَ ِج ف‬ٟ٘ َ ُ‫َّز‬١ٌ‫ش ثٌشعّج‬ ِ ٔ‫ فىج‬،ٌٟ‫ثٌشأعّج‬
ُّ ُّٞ‫َّ ِز ثٌٕظج َُ ثَللضصجد‬١‫ثٌٍّ ِى‬
ِ ‫أ َِّج ثٌ ِذ ُِ ْم َش‬ٚ .ُّٟ ٌِ‫ ٘ َزث ثٌّ ْذ َذإِ أََُّٔٗ ثٌّذْذأُ ثٌشأع َّج‬ٍٝ‫ك ػ‬
ُّٟ ‫ثغ‬ َ ٍِ‫غ‬ْ ُ‫ ٌزٌهَ أ‬،ِ‫ذ ِر ٘زث ثٌّذذإ‬١‫ٔض ََح ػٓ ػم‬

123
ِ ٔ‫ٌزٌهَ وج‬ٚ ،َُِٗ ‫ع ُغ ٔظَج‬٠
‫ش‬ َ ٞ‫ ثٌَّز‬ٛ٘ َ َْ‫ثإل ْٔ َغج‬ِ َّْ َ‫َ ٍز ث‬ٙ‫َز ِٓ ِخ‬١ِ‫ آص‬َٟ ِٙ َ‫ج ٘زث ثٌّذذثُ ف‬ٙ‫ أَخَ َزَ٘ج د‬ِٟ‫ثٌَّض‬
َّْ َ‫ ِء ٘ َزث ثٌّذ َذإِ أ‬ٛ‫ ُٔ ُش‬ٟ‫ثألَصْ ًُ ف‬َٚ .َ‫ع ُغ ثأل ْٔ ِظ َّز‬ َ ‫ ص‬ٟ‫ ثٌَّض‬َٟ ِٙ َ‫ ف‬،‫س‬ ِ ‫ ِصذ ََس ثٌغٍطج‬َٟ ِ٘ ُ‫ثألُ َِّز‬
،‫ح‬ ِ ُْٛ‫ٍَزً َلعضِ ْغالَ ِي ثٌ ُشؼ‬١ْ ‫ ِع‬َٚ َٓ٠ْ ‫ْ َْ ثٌ ِذ‬ٚ‫َضَّ ِخ ُز‬٠ ُْٛٔ‫َج َوج‬١‫ْ ِع‬ُٚ‫س‬ٚ ‫ْ دَج‬ُٚ‫ْ س‬ُٚ‫ أ‬ٟ‫ْ نَ ف‬ٍُُّٛ ٌ‫ث‬ٚ َ‫جص َشر‬
ِ َ١ِ‫ثٌم‬
‫ْخ‬١ِ٘ ‫صشثع َس‬ ِ ‫ فََٕشأ َ ػ َْٓ َ٘ َزث‬. َ‫َّزً ٌِزٌِه‬١‫ ِْٓ َِ ِط‬٠‫جي ثٌ ِّذ‬ َ ‫ْ َْ ِس َخ‬ٚ‫َضَّ ِخ ُز‬٠ ‫ث‬ُٛٔ‫ َوج‬َٚ ،‫َج‬ِٙ‫ َِصِّ ِد َِجة‬َٚ ،‫َج‬ِّٙ ٍُُ‫ظ‬َٚ
ْ ُِ َٓ٠ْ ‫ُ ُْ َِ ْٓ أَ ْٔ َى َش ثٌ ِذ‬ْٕٙ ِِ َْ ُْٚ‫ِفَ ِّىش‬ٚ ‫لَج ََ ْأثَٕج َءُٖ فَالَ ِعفَز‬
َٜ‫ٌ ِىَُّٕٗ َٔجد‬ٚ ِْٓ ٠‫ُ ُْ َِ ِٓ ث ْػض ََشفَ دِجٌ ِّذ‬ْٕٙ ِِ ٚ ،‫طٍَمًج‬
ِ ‫ فِ ْى َش ٍر‬ٍٝ‫َٓ ػ‬٠ْ ‫ثٌ ُّفَ ِّى ِش‬ٚ ‫ال ِعفَ ِز‬
َٟ ِ٘ ‫ثز َذ ٍر‬ٚ َ َ‫َ َش ِر ثٌف‬ّْٙ ‫ ِػ ْٕ َذ َخ‬ٞ ْ ‫ ثعضَمَ َّش‬َّٝ‫ َزض‬.‫َج ِ ِر‬١‫ثٌس‬
ُ ‫ثٌشأ‬ َ َِٓ ‫دِفَصْ ٍِ ِٗ ػ‬
‫َج‬ْٕٙ ِِ ٚ ُ‫َّز‬١‫أ َِّج ثَلشضشثو‬ٚ .‫ْ ٌَ ِز‬ٚ‫ ِْٓ ػ َِٓ ثٌ َّذ‬٠‫ًّج فَصْ ًُ ثٌ ِّذ‬١‫ ِؼ‬١ْ ِ‫ٕٔض ََح ػ َْٓ رٌِهَ غَذ‬َٚ ،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬
َ َِٓ ‫ ِْٓ ػ‬٠‫فَصْ ًُ ثٌ ِّذ‬
ْ ،‫َج ِء‬١‫ أَصْ ًُ ثألَ ْش‬ٟ٘
ِٓٚ َ َ‫أَ َّْ ثٌ َّجدر‬ٚ ‫َجرَ ِج َّدر فمػ‬١‫ثٌس‬ٚ َْ‫ثإلٔغج‬ٚ َْٛ‫أْ ثٌى‬ َّ ٜ‫ صش‬ٟٙ‫ف‬ َ ُ‫َّز‬١‫ػ‬ٛ١‫ثٌش‬
ْ ُِ ‫ب‬١‫سث َء ٘ ِز ِٖ ثٌّج َّد ِر ش‬ٚ ‫ْ َخ ُذ‬ُٛ٠ َ‫َل‬ٚ ،‫َج ِء‬١‫ ُد ثأل ْش‬ُٛ‫خ‬ُٚ ‫صجس‬
‫َّز‬١ٌِ‫أَ َّْ ٘ز ِٖ ثٌّج َّدرَ أَ ْص‬ٚ ،‫طٍَمًج‬ َ ‫ ِسَ٘ج‬ُّٛ َ‫صط‬
.‫ك‬ٍ ٌِ‫لَزً ٌِخَ ج‬ٍُٛ‫َج َء َِ ْخ‬١‫ْ َْ ثألَش‬ٛ‫ْ َْ و‬ُٚ‫ُ ْٕ ِىش‬٠ َ‫ٌزٌه‬ٚ ،‫ ِد‬ُٛ‫خ‬ُٛ ٌ‫ثخذَزُ ث‬ٚ
ِ ‫َج‬ََّٙٔ‫ْ أ‬ٞ‫ أ‬،‫ْ ِخ ْذَ٘ج أَ َزذ‬ُٛ٠ ٌُ ‫ َّز‬٠ْ ‫لَذ‬
َْ‫ٌزٌهَ وج‬ٚ ،ٌٝ‫ هللاُ صؼج‬ُٛ٘ ‫َج‬َٙ‫ثإل ْٔ َغج ِْ خَ جٌمًج خَ ٍَم‬ٚ ِ ‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ ْٛ‫ثٌى‬
ِ ‫سث َء‬ٚ َّْ َ‫ ُِّٓ أ‬١‫ذ‬٠ ٛٙ‫ف‬
َ َُ َ‫ثإلعال‬
ِ ‫أ َِّج‬ٚ
ِ ََّٕ١‫ ػ‬ٟ‫ ثٌَّض‬ٟ٘
‫ أَل‬،َ‫َّز‬١‫ز‬ٚ‫َزَ ثٌش‬١‫ش ثٌَٕج ِز‬ َ ‫ ِد هللاِ ػ َّض‬ٛ‫خ‬ٛ‫أَ َعج ُعُٗ ثَلػضمج َد د‬
ْ ‫ َو‬َٚ ،ًَّ ‫خ‬ٚ
َ ُ‫ َذر‬١ْ ‫جٔش ٘ ِز ِٖ ثٌ َؼم‬
ٍ ٌ‫لَزً ٌخَج‬ٍٛ‫ْ ِخ‬ٛ‫ثٌى‬ٚ
.‫ك‬ ِ ‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ ْ‫ج‬
ِ ‫ثإلٔ َغ‬ ُ ٟ٘ٚ
ِ ْٛ‫و‬ َ
Terjemahannya: Ideologi kapitalisme tegak atas dasar pemisah agama
dengan kehidupan (sekularisme). Ide ini menjadi akidahnya, sekaligus sebagai
qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis), serta kaidah berfikirnya.
Berlandaskan kaidah berfikir ini, mereka berpendapat bahwa manusia berhak
membuat peraturan hidupnya. Mereka pertahankan kebebasan manusia yang
terdiri dari kebebasan berakidah, berpendapat, hak milik, dan kebebasan
pribadi. Dari kebebasan hak milik ini lahir sistem ekonomi kapitalis, yang
termasuk perkara paling menonjol dalam ideologi ini, atau yang dihasilkan
oleh ideologi ini. Karena itu, ideologi tersebut dinamakan ideologi kapitalisme.
Demokrasi yang dianut oleh ideologi ini, berasal dari pandangannya bahwa
manusia berhak membuat peraturan (undang-undang). Menurut mereka, rakyat
adalah sumber kekuasaan. Rakyatlah yang membuat perundang-undangan.
Kelahiran ideologi ini bermula pada saat kaisar dan raja-raja di Eropa dan
Rusia menjadikan agama sebagai alat untuk memeras, menganiaya dan
menghisap darah rakyat. Para pemuka agama waktu itu dijadikan perisai untuk
mencapai keinginan mereka. Maka timbulah pergolakan sengit, yang kemudian
membawa kebangkitan bagi para filosof dan cendikiawan. Sebagian mereka
mengingkari adanya agama secara mutlak. Sedangkan yang lainnya mengakui
adanya agama, tetapi menyerukan agar dipisahkan dari kehidupan dunia.
Sampai akhirnya pendapat mayoritas dari kalangan filosof dan cendikiawan itu
cenderung memilih ide yang memisahkan agama dari kehidupan, yang
kemudian menghasilkan usaha pemisah antara agama dengan negara. Adapun
sosialisme, termasuk juga komunisme, keduanya memandang bahwa alam

124
semesta, manusia, dan hidup adalah materi. Bahwa materi adalah asal dari
segala sesuatu. Melalui perkembangan dan evolusi materi benda-benda lainnya
menjadi ada. Di balik alam materi tidak ada alam lainnya. Materi bersifat azali
(tak berawal dan tak berakhir), qadim (terdahulu) dan tidak seorang pun yang
mengadakannya. Dengan kata lain bersifat wajib adanya. Penganut ideologi ini
mengingkari penciptaan alam ini oleh Zat Yang Maha Pencipta. Sedangkan
ideologi Islam menerangkan bahwa di balik alam semesta, manusia, dan hidup,
terdapat Al-Khaliq yang menciptakan segala sesuatu, yaitu Allah SWT. Asas
ideologi ini adalah keyakinan akan adanya Allah SWT. Akidah ini yang
menetukan aspek rohani, yaitu bahwa manusia, hidup, dan alam semesta,
diciptakan oleh Al-Khaliq.

Skema isi teks tema kedua yaitu berbicara tentang bagaimana teks
mediskripsikan qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis) Islam yang positif,
benar, dan mampu membangkitan kembali kehidupan umat, dan sejarah
mengenai kewajiban penerapan sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah serta
gambaran kehidupan pemerintahan Islam yang gemilang. Serta
mendiskripsikan qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis) komunisme dan
kapitalisme yang rusak, dan gagal. Paragraf yang mediskripsikan qiyadah
fikriyah (kepemimpinan ideologis) Islam berikut ini:
ِٖ ‫ظ ٘ ِز‬ٍ ْٕ ‫ِٓ ِخ‬ ْ ً‫مَز‬٠ْ ‫غَ ِش‬َٚ ً‫ثإلعالَ َِ فِ ْى َشر‬ ِ ُ‫ َوجَْ ِ ْذذَأ‬ٚ ،ً‫أَ ْٔ ِظ َّز‬َٚ ً‫ َذر‬١ْ ِ‫ ِِ ْٓ َُٕ٘ج َوجَْ ثإلعالَ َُ َػم‬َٚ
‫َش‬ ْ ٔ‫ َوج‬ٚ .‫َج ِر‬١‫ثٌس‬
َ ٟ‫ًَّٕج ف‬١‫جسصُُٗ ِغ َشث ًصث ُِ َؼ‬ َ ‫ع‬َ ‫َش َز‬ ْ ٔ‫ َوج‬ٚ ،ِٗ ِ‫ َذص‬١ْ ِ‫ َوجَْ ِٔظَج ُُِٗ ُِ ْٕذَثِمًج ػ َْٓ َػم‬ٚ ،‫ثٌفِ ْى َش ِر‬
ُْٛ ‫ صَ ُى‬،ُِ ٌَ‫ ثٌ َؼج‬ٌَٝ‫َّزً إ‬٠‫َج َدرً فِ ْى ِش‬١ِ‫ُسْ َّ ًَ ل‬٠ ْ‫أ‬ٚ
ْ ،‫ٌ ِز‬ٚ‫ك ِٓ لَذ ًِْ ثٌذ‬ َ َّ‫ُطَذ‬٠ ْْ َ‫ ِر أ‬َٛ ‫ َز ّْ ًِ ثٌذ ْػ‬ٟ‫مَضُُٗ ف‬٠ْ ‫غَ ِش‬
َ‫ صُسْ َى ُُ دِِٕظَ ِج‬ِٟ‫ثٌد َّج َػ ِز ثٌَّض‬
َ ٟ‫ َوجَْ ثٌ َؼ َّ ًُ دِ ِٗ ف‬َٚ ،ِٗ ِ‫ثٌ َؼ َّ ًِ د‬ٚ َِ َ‫ ُِْ ِٔظَ ِجَ ث ِإلعال‬َٙ‫جط ٌِف‬ َ ‫ ثألَ َع‬َٟ ِ٘
ِ ٌَّٕ‫َٓ َِِٓ ث‬١ْ ِّ ٍِ‫ ِْش ثٌ ُّ ْغ‬١‫ َغ‬ٍٝ‫ك ِٔظَج َُ ثإلعالَ َِ ػ‬
‫جط‬ ْ ‫ ألَ َّْ ص‬،‫َّ ِز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬
َ ١ْ ِ‫َطذ‬ ِ ‫ ِر‬َٛ ‫ َٔ ْششًث ٌٍ َّذ ْػ‬،َِ َ‫ثإلعال‬ ِ
ُِ ٌَ‫ َْدج ِد ٘زث ثٌ َؼج‬٠‫ إ‬ٟ‫ْك ثألَثَ ُش ثألَ ْوذَشُف‬ ْ
ِ ١ِ‫ثٌضطذ‬ ‫ َزث‬ٌِٙ َْ‫ فَمَ ْذ َوج‬،‫ ِر‬َٛ ‫َّ ِز ٌٍ َّذ ْػ‬١ٍَِّ ‫مَ ِز ثٌ َؼ‬٠ْ ‫ُ ْؼضَذَ ُش َِِٓ ثٌطَ ِش‬٠
.‫ثف‬
ِ ‫غ َش‬ ْ َ‫ ثأل‬ِِٟ ‫ ثٌ ُّض ََشث‬ِّٟ ِِ َ‫ثإلعال‬
Terjemahannya: Ideologi Islam adalah akidah (keyakinan) Islam dan
syariat Islam (fikrah) dan thariqah (cara pelaksanaan syariat Islam,
pemeliharaan akidah, dan penyebaran risalah dakwahnya) yang tak terpisahkan
dari fikrah tersebut. Peraturan Islam lahir dari akidah. Sedangkan
peradabannya memiliki model dan ciri yang unik dalam kehidupan. Metode
Islam dalam pengembangan dakwah adalah diterapkannya Islam oleh negara
dan diemban sebagai qiyadah fikriyah ke seluruh dunia. Penerapan Islam oleh
jamaah kaum Muslim yang hidup dalam pemerintahan yang menerapkan
hukum Islam, adalah termasuk upaya-upaya menyebarluaskan dakwah Islam;
karena penerapan peraturan Islam di tengah-tengah masyarakat non muslim

125
tergolong metoda dakwah yang bersifat praktis. Penerapan peraturan Islam
telah berhasil memberikan pengaruh gemilang dalam mewujudkan dunia Islam
yang wilayahnya sangat luas.

‫ ْإر‬،ِ‫ ِد هللا‬ُٛ‫خ‬ُٛ ‫جْ د‬


ِ َّ ٠ْ ‫َج صدْ َؼ ًُ ثٌ َؼ ْم ًَ أَ َعجعًج ٌإل‬ََّٙٔ‫ َّز أل‬١‫ َْدجد‬٠ِ‫ إ‬ٟ٘
َ ُ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬
ِ ُ‫َّز‬٠‫َجدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫ثٌم‬ٚ
‫ك‬َ ٍ‫ خ‬ٞ‫ْ ِد هللاِ ثٌَّز‬ُٛ‫خ‬ُٛ ‫ثٌد ْض َِ د‬ ِ ‫ث ِإل ْٔ َغ‬ٚ ْٛ‫ثٌى‬
َ ٍٝ‫س ِّ ًُ ػ‬٠ ‫ ِِ َّّج‬،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ ْ‫ج‬ ِ ٟ‫ ِج ف‬ٌٝ‫ش ثٌَٕظَ َش إ‬ ُ ِ‫ص ٍَْف‬
ِْ ‫ ثإلٔ َغج‬ٟ‫ْ خ ْذ ف‬ُٛ٠ ُْ ٌ ،‫ك‬ٍ ٍَ‫ط‬ْ ُِ ‫جي‬ ْ ِٗ ِ‫ذسث ػُٕٗ دفطشص‬٠
ٍ َّ ‫ِٓ َو‬ ُ ‫جْ ِج‬ ِ ‫ ُِّٓ ٌإل ْٔ َغ‬١‫صُ َؼ‬ٚ ،‫س‬ ْ ِٖ ‫٘ز‬
ِ ‫لج‬ٍٛ‫ثٌّخ‬
..ِٗ ِ‫ ُْؤ ِِ ُٓ د‬٠َٚ ُٗ‫ُ ْذ ِس ُو‬١َ‫ ف‬،ِٗ ١ْ ٌ‫صُشْ ِش ُذ ػ ْمٍَُٗ إ‬ٚ ،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ ْٛ‫ثٌى‬ٚ
ِ
Terjemahannya: Kepemimpinan ideologis Islam adalah kepemimpinan
ideologis yang positif. Karena menjadikan akal sebagai dasar untuk beriman
kepada wujud Allah. Kepemimpinan ini mengarahkan perhatian manusia
terhadap alam semesta, manusia, dan hidup, sehingga membuat manusia yakin
terhadap adanya Allah yang telah menciptakan makhluk-makhluk-Nya. Di
samping itu kepemimpinan ini menunjukkan kesempurnaan mutlak yang selalu
dicari oleh manusia karena dorongan fitrahnya. Kesempurnaan itu tidak
terdapat pada manusia, alam semesta, dan hidup. Kepemimpinan ideologis ini
memberi petunjuk pada akal agar dapat sampai pada tingkat keyakinan
terhadap Al-Khaliq supaya ia mudah menjangkau keberadaan-Nya dan
mengimani-Nya.

‫ِج‬ٚ ،ُ‫سز‬١‫َّزُ ثٌصس‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫زذ٘ج ثٌم‬ٚ ٟ٘ َ َ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬ِ َ‫َّز‬٠‫َجدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١‫ثٌسجص ًُ أَ َّْ ثٌم‬ٚ
َّْ َ‫ٓ أ‬١‫ز‬
ِ ٟ‫ ف‬،ً‫ثٌؼم‬
ِ ٍَٝ‫ َّز َػ‬١ِٕ‫َّزَ َِ ْذ‬١ِِ َ‫ثإلعال‬ ِ َ‫َّز‬٠‫َج َدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ألْ ثٌم‬
َّ ،‫َّز فَجعذر‬٠‫فىش‬ ِ ‫جدثس‬١‫ػذثَ٘ج ل‬
،ْ‫ج‬ ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬ ْ ‫ك َِ َغ‬
ِ ‫فط َش ِر‬ ُ ِ‫َّز صَضَّف‬٠‫َجدَر فِ ْى ِش‬١ِ‫َج ل‬ََّٙٔ‫ ِأل‬َٚ ،ً‫ثٌؼم‬
ِ ٍٝ‫َّ ٍز ػ‬١ِٕ‫ ُش ِ ْذ‬١ْ ‫ غ‬ٜ‫َّزَ ثألخش‬٠‫س ثٌفِ ْى ِش‬
ِ ‫َجدَث‬١‫ثٌم‬
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
.ْ‫ج‬ ِ َ‫ط َشر‬ ُ ٌِ‫ صخَ ج‬ٜ‫َّزَ ثألُ ْخ َش‬٠‫َج َد ِر ثٌف ْى ِش‬١ِ‫ٓ أَ َّْ ثٌم‬١‫ز‬
ْ ِ‫ف ف‬ ِ ٟ‫َج ف‬ٙ‫حُ ِؼ‬ٚ‫ج‬
َ ‫ضد‬١‫ف‬
َ
Terjemahannya: Berdasarkan keterangan tadi, hanya kepemimpinan
ideologis Islamlah satu-satunya kepemimpinan ideologis yang benar,
sedangkan kepemimpinan ideologis lainnya adalah rusak. Kepemimpinan
ideologisnya dibangun berdasarkan akal, amat berbeda dengan kepemimpinan
ideologis lainnya yang tidak dibangun berlandaskan akal. Kepemimpinan
ideologis Islam juga sesuai dengan fitrah manusia, sehingga mudah diterima
oleh manusia. Sedangkan kepemimpinan ideologis lainnya berlawanan dengan
fitrah manusia.

ٌَِٝ‫ ُي إ‬ُٛ‫صً ثٌشع‬ٚ َ ْْ َ‫ ُِ ْٕ ُز أ‬،‫س‬ُٛ


ِ ‫ ِْغ ثٌؼص‬١ِّ ‫ َخ‬ٟ‫زْ َذُٖ ف‬ٚ ََ َ‫ثإل ْعال‬ ِ ‫ث‬ُٛ‫َٓ غَذَّم‬١ْ ِّ ٍِ‫أَ َّْ ثٌ ُّ ْغ‬
‫َ ِذ‬٠ ٍَٝ‫َّ ٍز َػ‬١ِِ َ‫ٌ ٍز إِ ْعال‬ٚ‫ش آخ ُش د‬ ْ َ‫َٓ َعمَط‬١‫َّ ٍز ز‬٠‫الد‬١ِ 6161 ‫َّ ٍز‬٠‫ ِ٘دْ ِش‬6331 ‫ َعَٕ ِز‬َّٝ‫َٕ ِز زض‬٠ْ ‫ثٌ َّ ِذ‬
‫ أَ َِّج‬.‫جذ‬ ْ َّ‫ ٘زث ثٌض‬ٟ‫ٔدسش ف‬ ْ ‫ َوجَْ ص‬َٚ ،‫جس‬
ِ ‫ ِد ثٌٕ ََد‬ٚ‫ أَ ْد َؼ ِذ ُز ُذ‬ٌَِٝ‫ْك إ‬ ِ ١ِ‫طذ‬ ْ َّٝ‫َج َشج ِِالً َزض‬ُٙ‫م‬١ْ ِ‫َطذ‬ ِ َّ ‫ثَلعضِ ْؼ‬
ْ ‫ص‬
،‫جع‬ ِ َّ ِ‫َّ ِز ثٌ ُّضَ َؼٍِّمَ ِز دجَلخْ ض‬١‫ ثألَزْ َى ِجَ ثٌ َّششْ ِػ‬ٟ‫ ف‬:‫َج َء‬١‫ خَ ّْ َغ ِز أَ ْش‬ٟ‫َضَ َّثَّ ًُ ف‬٠ َُِّٗٔ‫إل ْعالَ َِ فَئ‬
ِ ٌ ُِ ‫ثٌسج ِو‬
َ ‫ْك‬ ِ ١ِ‫َطذ‬

126
‫َج‬ٙ‫ ُؼ‬١ْ ِّ ‫َج ُء ثٌخَ ّْ َغزُ َخ‬١‫ش ٘ ِز ِٖ ثألَ ْش‬
ْ َ‫لَ ْذ غُذِّم‬َٚ .ُِ ‫ثٌ ُس ْى‬ٚ ،‫َّ ِز‬١‫جس ِخ‬
ِ َ‫َ ِز ثٌخ‬١‫َجع‬١‫ثٌغ‬ٚ ،ُِْ ١ٍِ‫ثٌض ْؼ‬ٚ ،‫صج ِد‬ َ ِ‫ثَل ْلض‬ٚ
ِ ‫ٌ ِز‬ٚ‫ِٓ لَذ ًِْ ثٌذ‬
.‫ َّ ِز‬١ِِ َ‫ثإل ْعال‬
Bahwa umat Islam, sepanjang sejarahnya hanya menerapkan sistem Islam,
sejak Rasulullah SAW berada di Madinah sampai tahun 1336 H (1918 M),
yaitu tatkala jatuhnya Daulah Islam yang terakhir ke tangan penjajah. Saat itu
penerapan sistem Islam mencakup seluruh aspek kehidupan, bahkan negara
berhasil menerapkannya dengan sangat gemilang. Penerapan sistem Islam oleh
penguasa dimanifestasikan dalam lima bidang, yaitu hukum-hukum syara‟
yang berkaitan dengan masalah (1) sosial (yang mengatur interaksi pria dan
wanita), (2) ekonomi, (3) Pendidikan, (4) politik luar negeri, dan (5)
pemerintahan. Hukum-hukum yang menyangkut kelima bagian ini telah
diterapkan oleh Daulah Islam sejak dulu.

ُ‫فَز‬١ْ ٍِ َ‫ ثٌخ‬:ٟ٘ٚ ،‫َج ًصث‬ٙ‫َزَ ِخ‬١ِٔ‫َج ثَ َّج‬َِّٙٔ‫ ثإلعالَ فَئ‬ٟ‫َثس ِر ف‬ َ ‫ثإلد‬ٚ ِ ُِ ‫ضَ ِر ثٌ ُس ْى‬ِٙ ْ‫أَ َِّج دجٌٕغذ ِز ألَخ‬ٚ
-‫َّ ِز‬١ِ‫ثٌسشْ د‬ ِ ‫ ُش‬١ْ ِِ َ‫أ‬َٚ ،‫ ِز‬١ْ ِ‫ ُْ ثٌضَّ ْٕف‬ٚ‫ج‬
َ ُ‫َج ِد "دَثةِ َشر‬ٙ‫ثٌد‬ ِ ‫ ُِ َؼ‬َٚ ،‫ط‬٠ٛ‫ثٌضف‬ِ ِ ‫ ُِ َؼ‬َٚ ،‫ٌَ ِز‬ٚ‫ْظُ ثٌ َّذ‬١ِ‫ َسة‬َٛ ُ٘ٚ
ُْ ٚ‫ج‬
.‫ َِدْ ٍِظُ ثألُ َِّ ِز‬َٚ ،‫ْ ٌَ ِز‬ٚ‫صجٌِ ُر ثٌ َّذ‬
َ َِ َٚ ،‫عج ُء‬ َ َ‫ثٌم‬َٚ ،ُ‫َلَر‬ُٛ ٌ‫ث‬َٚ ،" ُ‫ْش‬١‫ثٌد‬َ
Mengenai sistem pemerintahan, jelas sekali bahwa struktur negara di
dalam Islam terdiri dari delapan bagian, yaitu: (1) Khalifah, sebagai kepala
negara, (2) Mu‟awin Tafwidl, -sebagai pembantu Khalifah yang berkuasa
penuh-, (3) Mu‟awin Tanfidz, -sebagai pembantu Khalifah dalam urusan
administrasi, (4) Amirul Jihad, (5) Wali (gubernur), (6) Qadla (pengadilan), (7)
Aparat Administrasi Negara, (8) Majlis Umat.

:ِٓ ١ْ َ١ٌِ‫ٓ ثٌضج‬٠‫ثألِش‬


ِ ٟ‫َّ َّج ف‬١‫َلع‬ٚ ‫ش‬١‫ثٌٕظ‬
ِ ‫ًّج فم ْذ وجَْ ٔدجزًج ُِ ْٕمَ ِط َغ‬١ٍّ‫جد ِر ػ‬١‫أ َِّج ٔدج ُذ ٘ز ِٖ ثٌم‬

ِ ‫ْ ِػ ِٗ ِِ ْٓ زجٌ ٍز‬ُّٛ ْ‫ دِ ُّد‬ٟ


‫َّ ٍز‬٠‫فىش‬ َّ ِ‫ثٌشؼخ ثٌؼشد‬
َ ِ ٍََ‫َّزَ َٔم‬١ِ‫َّزَ ثإلعال‬٠‫ج َدرَ ثٌفىش‬١‫أ َِّج أز ُذُ٘ َّج فَئ ِ َّْ ثٌم‬
‫ش‬
،‫َّ ٍز‬٠‫ع ٍز فِ ْى ِش‬ٙٔ ‫ػصش‬
ِ ٌٝ‫ إ‬،‫ثٌذثِظ‬
ِ ًِْ ٙ‫ثٌد‬ ِ ‫َج ِخ‬٠‫ َد‬ٟ‫ُِ ْٕ َسطَّ ٍز صَضَ َخذَّػُ ف‬
َ َِ َ‫ظَال‬َٚ ،‫َّ ِز‬١ٍِِ‫ َّ ِز ثٌؼجة‬١‫شثٌؼصْ ذ‬١
‫ فَمَ ِذثٔذفَ َغ‬.َُ ٌ‫ دًَْ َػ َُّ ثٌؼج‬،‫ح‬
ِ ‫ثٌؼش‬
َ ٍٝ‫ؽ َش ّْ ِغ ِٗ ػ‬ ِ ‫ ْمض‬٠ ُْ ٌ ٞ‫ثإلعالَ َِ ثٌَّز‬
ُ ْٚ‫َصشْ دُ ُض‬ ِ ‫س‬ٕٛ‫د‬ ْ ‫َض‬٠
ُ‫َأل َأل‬
ِ
‫دال ِد‬ٚ ‫ثٌؼشثق‬ٚ
ِ ‫ط‬َ ‫جس‬ ِ َ‫ ف‬ٍٝ‫ْ ػ‬ٌَٛ َْٛ‫ثعض‬ٚ ،ُِ ٌَ‫ثإلعالَ ََ ٌٍ َؼج‬ِ ‫ث‬ٍِّٛ ‫ز‬َٚ ،‫َّ ِز‬١‫ ثٌىش ِر ثألسظ‬ٟ‫َْ ف‬ٍّٛ‫ثٌّغ‬
ِ ‫َّج‬١ِِ َْٛ‫ ُش ل‬١ْ ‫َّز َغ‬١ِِ ْٛ‫ح ل‬
‫س‬ ِ ُْٛ‫ِٓ ٘ ِز ِٖ ثٌ ُشؼ‬
ْ ‫خ‬ ْ
ٍ ‫وجٔش ٌىًِّ َش ْؼ‬ٚ .‫َج‬١ِ‫م‬٠ْ ‫ إ ْف ِش‬ِّٟ ٌِ‫ َش َّج‬ٚ ‫ِصْ َش‬ٚ َ‫ثٌشج‬
ِ
ٟ‫َ ف‬ٚ‫ثٌش‬ِ ‫َّ ِز‬١ِِ َْٛ‫ش ل‬١‫غ‬
َ ‫ط‬َ ‫فجس‬
ِ ٟ‫ط ف‬ ِ ْ‫َّز ثٌفُش‬١ِِ ٛ‫فىجٔش ل‬
ْ ،‫ج‬ِٙ‫ ُش ٌُغَجص‬١ْ ‫ٌُغَز َغ‬ٚ ،ٜ‫ح ثألُ ْخش‬ ِ ٛ‫ثٌشؼ‬
ْ
ُْ ُُٙ‫وجٔش ػجدثص‬ٚ ،‫َج‬١ِ‫م‬٠‫ إفش‬ٌٟ‫شّج‬
ِّ ٟ‫َّ ِز ثٌذشْ دَ ِش ف‬١ِٛ‫ش ل‬١‫غ‬ٚ
َ ،‫ِصش‬
َ ٟ‫َّ ِز ثٌمِذ ِْػ ف‬١ِٛ‫ش ل‬١‫غ‬َٚ ،َ‫ثٌشج‬
ِ
ِ ٍ‫ دخ‬َّٝ‫ زض‬،ََ ‫ َّ ِز ثإلعال‬ِٙ َ‫ف‬ٚ ،ِّٟ ِِ ‫ش دجٌس ْى ُِ ثإلعال‬
‫ش‬ ْ ٍََّ‫إْ ث ْعضَظ‬ِ ‫ِج‬ٚ .ً‫ُ ُْ ُِ ْخضٍَِفَز‬ُٙٔ‫ج‬٠‫أد‬ٚ ُْ ٘‫ ِذ‬١ْ ٌ‫صُمج‬ٚ
‫ج َد ِر‬١‫ٌزٌهَ وجَْ ٔ ََدج ُذ ثٌم‬ٚ .ُ‫َّز‬١ِِ ‫ ثألُ َِّزُ ثإلعال‬َٟ ِ٘ ,ً‫ثز َذر‬ٚ
ِ ً‫َج أُ َِّز‬ٙ‫ ُؼ‬١ْ ِّ ‫ش َخ‬
ْ ‫أصْ ذَ َس‬ٚ ،‫َج‬ٍُّٙ‫ثإلعال ََ ُو‬

127
َ‫ٍَز‬١ْ ‫ع‬َٚ َّْ َ‫ َِ َغ أ‬،‫ ِْش‬١‫س ٔدجزًج ُِ ْٕمَ ِط َغ ثٌَّٕ ِظ‬ ِ ٛ‫ ِْش ٘ز ِٖ ثٌ ُشؼ‬ٙ‫ص‬
ِ ‫َّج‬١ِٛ‫ثٌم‬ٚ ‫ح‬ َ ٟ‫ َّ ِز ف‬١ِ‫َّ ِز ثإلعال‬٠‫ثٌف ْى ِش‬
.ُُ ٍََ‫ثٌم‬ٚ ْ‫ثٌٍغج‬
ُ ِ َ‫ٍز‬١‫ع‬ٚٚ ،ًُ َّ ‫ثٌ َد‬ٚ ُ‫ ثٌٕجلز‬ٟ٘
‫ٔشش٘ج‬ َ ‫َج‬ٍِّٙ‫ ز‬ٟ‫س ف‬ ِ َ‫ثصال‬ٛ
ِ ُّ ٌ‫ث‬

Terjemahannya: Keberhasilan qiyâdah fikriyyah Islam secara nyata, adalah


bentuk keberhasilan yang tiada bandingannya, terutama dalam hal berikut ini:
pertama, bahwa qiyâdah fikriyyah Islam berhasil mengubah bangsa Arab
secara keseluruhan dari taraf pemikiran yang sangat rendah, dan dari kegelapan
yang selalu diliputi oleh fanatisme kesukuan dan alam kebodohan yang sangat,
menjadi era kebangkitan berpikir yang cemerlang, gemerlap dengan cahaya
Islam, yang bahkan tidak hanya untuk bangsa Arab saja tetapi seluruh dunia.
Umat Islam telah memainkan peranan penting dalam membawa Islam ke
seluruh pelosok dunia, sehingga mampu menguasai Persia, Iraq, Syam, Mesir,
dan Afrika Utara. Pada waktu itu masing-masing bangsa memiliki ras, etnik,
dan suku-suku yang saling berlainan dengan bangsa-bangsa lainnya. Juga
dalam hal bahasa. Bangsa Persia, misalnya, berbeda dengan bangsa Romawi di
Syam, berbeda pula dengan bangsa Qibthi di Mesir, berlinan pula dengan
bangsa Barbar (orang-orang Moor) yang ada di Afrika Utara. Demikian pula
halnya dengan adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan, dan agamanya, masing-
masing saling berlainan. Namun tatkala mereka hidup di bawah naungan
pemerintahan Islam, kemudian memahami Islam, pada akhirnya mereka
berduyun-duyun masuk Islam secara keseluruhan. Jadilah mereka sebagai umat
yang satu, yaitu umat Islam. Karena itu, keberhasilan qiyâdah fikriyyah Islam
dalam mempersatukan bangsa-bangsa dan suku-suku yang ada, merupakan
keberhasilan cemerlang dan tiada duanya. Padahal waktu itu sarana transportasi
dalam penyebarluasan dakwah hanya menggunakan unta, sedangkan media
penyebaran melalui lisan dan pena.
ْ ٍََّ‫َّزَ ظ‬١ِ‫أْ ثألُ َِّزَ ثإلعال‬
‫ أ َِّ ٍز‬ٍٝ‫ش أػ‬ َّ ٛٙ‫ف‬
َ ،‫جد ِر‬١‫ٔدجذ ٘ ِز ِٖ ثٌم‬ِ ٍٝ‫َ ُذيُّ ػ‬٠ ٞ‫ ثٌَّز‬ٟٔ‫أ َِّج ثأل ِْ ُش ثٌثج‬
ٌُ‫ثٌؼج‬
ِ ِ ٍََّ‫ظ‬ٚ ،ً ‫ ِػ ٍْ َّج‬َٚ ً‫ثَمجفَز‬ٚ ً‫َّز‬١ٔ‫ِذ‬ٚ ً‫ثٌؼجٌُ زعجسر‬
ٟ‫ْ ِي ف‬ٚ‫َّزُ أَػظَ َُ ثٌ َّذ‬١ِِ ‫ْ ٌزُ ثإلعال‬ٚ‫ش ثٌ َّذ‬ ِ ٟ‫ف‬
‫ثٌثجِٓ ػش َش‬ ِ ِْ ‫ف ثٌمش‬ َ ‫ ُِ ْٕض‬َّٝ‫ِّ زض‬ٞ‫الد‬١ٌّ‫ َِٓ ثٌمَشْ ِْ ثٌ َغجدِ ِغ ث‬:ً‫ ػشش لَشْ َٔج‬ٟٕ‫أَ ْلذ ََسَ٘ج ُِ َّذرَ ْث‬ٚ
ِ ‫َص‬
َ َٛ َ‫َٓ ثألُ َِ ُِ غ‬١‫ثٌشّظ ثٌّ ْش ِشلَزَ د‬ٚ
‫ُؤَ ِّو ُذ‬٠ ‫ ِِ َّّج‬،‫ثي ٘ ِز ِٖ ثٌّ َّذ ِر‬ َ ،‫َج‬١ْٔ ‫زْ َذَ٘ج صَ ْ٘ َشرَ ثٌ ُذ‬ٚ ‫وجٔش‬ٚ
ْ ، ِّٞ‫الد‬١ٌّ‫ث‬
ُ‫ْ ٌَز‬ٚ‫َٕ َّج صَخَ ٍ َّ ِز ثٌ َّذ‬١ْ ‫ ِز‬َٚ .‫جط‬
ِ ٌَّٕ‫ ث‬ٍَٝ‫ َذصِ ِٗ َػ‬١ْ ِ‫ َػم‬ٚ ِٗ ِِ ‫ك ٔظج‬١‫طذ‬
ِ ‫ ص‬ٟ‫ثإلعالَ ف‬
ِ َ ‫ٔ ََد‬َٚ ،‫ج َ َد ِر‬١ِ‫جذ ٘ ِز ِٖ ثٌم‬
‫جذ‬ َ ‫ٔ ََد‬
،َ‫ثإلعال‬
ِ ٌٝ‫رَ إ‬ٛ‫ثٌذػ‬ َ ‫َٓ أَ ْ٘ ٍََّ ِز‬١‫َ ِز ز‬٠‫ج َد ِر ثٌفِ ْى ِش‬١‫َّزُ ػ َْٓ َز ّْ ًِ ثٌم‬١ِِ ‫ثألُ َِّزُ ثإلعال‬ٚ ُ‫َّز‬١ِِ ‫ثإلعال‬
َ‫َّز‬٠‫جدرَ ثٌفىش‬١‫إْ ثٌم‬ َّ ‫ ُي‬ٛ‫زث َٔم‬ٌٙٚ .ُِ َِ ُ‫َٓ ثأل‬١‫ش د‬ ْ ‫ ثٔضَ َى َغ‬،ِٗ ِ‫م‬١‫صطذ‬ٚ َ‫ثإلعال‬ ِ ِ َ‫ ف‬ٟ‫َّشس ف‬
ُٙ ْ ‫لص‬ٚ
ُ‫ٌز‬ٚ‫ش ثٌذ‬ ِ َ‫صسمَّم‬
َ ‫إرث‬ٚ .ُِ ٌَ‫أْ صُسْ َّ ًَ ٌٍؼج‬
ْ ُ‫دخ‬٠ ِ ٟ‫ز َذَ٘ج ثٌض‬ٚ ٟ٘ٚ ،ُ‫زْ َذَ٘ج ثٌصجٌسز‬ٚ ٟ٘ َ َ‫َّز‬١ِ‫ثإلعال‬
ُ ‫َ ُى‬١‫ج َدرَ فَ َغ‬١ِ‫ صَسْ ِّ ًُ ٘ ِز ِٖ ثٌم‬ٟ‫َّزُ ثٌَّض‬١ِِ ‫ثإلعال‬
ِ ِْ ‫ ََ َو َّج َوجَْ دجأل‬ٛ١ٌ‫َج َد ِر ث‬١ِ‫ْ َٔ َدج ُذ ٘ ِز ِٖ ثٌم‬ٛ
.‫ظ‬

Terjemahannya: Kedua, hal lain yang menunjukkan keberhasilan qiyâdah


fikriyyah Islam adalah bahwa umat Islam telah menjadi umat yang terkemuka

128
di dunia dalam bidang ẖaḏârah (peradaban), tsaqofah dan ilmu pengetahuan.
Daulah Islâm telah menjadi negara terbesar dan terkuat di dunia selama 12
abad, yaitu dari abad ke-7 sampai pertengahan abad ke-18 M. Daulah Islâm
merupakan kebanggaan dunia, seperti matahari yang memancarkan sinarnya
sebagai penerang bagi umat lain di sepanjang kurun tersebut. Fakta ini adalah
bukti lain yang memperkuat argument sejauh mana keberhasilan qiyâdah
fikriyyah Islam dan betapa berhasilnya Islam menerapkan undang-undang dan
akidahnya atas umat manusia. Namun tatkala Daulah dan umat Islam
melepaskan tugas mengemban qiyâdah fikriyyah Islam, ketika mereka tidak
lagi mementingkan dakwah Islam, melainkan kewajibannya memahami dan
menerapkan Islam, maka pada saat itulah Daulah dan umat ini sirna di antara
umat-umat lain. Berdasarkan hal ini kami berani mengatakan bahwa qiyâdah
fikriyyah Islamlah satu-satunya qiyâdah yang benar dan satu-satunya yang
wajib diemban ke seluruh dunia. Apalagi Daulah Islâm yang mengemban
qiyâdah fikriyyah ini muncul dan memainkan peranannya kembali, maka
keberhasilan qiyâdah fikriyyah saat ini akan seperti keberhasilannya pada
masa yang lalu.

ِ ٕ‫ ثعْض ْت‬ٌِٝ‫ ًَْ إ‬١ِ‫َل َعذ‬ٚ .ً‫َّز‬١ِِ َ‫َجرً إِ ْعال‬١‫ أَ ْْ َٔ ْغضَأِْٔفَ َز‬َٛ َُ٘ٚ ,‫ثزذ‬ٚ
‫َجف‬ َ ْٙ َٔ ًُ ١ْ ِ‫فَ َغذ‬
ِ ًْ١ِ‫ َعذ‬َٛ ُ٘ ‫عضَِٕج‬
ْ َ‫ أ‬:ً‫ثإلعال ََ وج َ ِِال‬
ُٖ‫خَزَٔج‬ ْ ‫ رٌه إَلَّ إرث‬ٌٝ‫ ًَْ إ‬١ِ‫َل َعذ‬ٚ ،‫َّ ِز‬١ِِ َ‫ْ ٌ ِز ث ِإل ْعال‬َٚ‫َّ ٍز إَِلَّ دجٌِذ‬١ِِ َ‫َج ٍر إِ ْعال‬١‫َز‬
ِ ‫أخزَٔج‬
ِٖ ‫ك ػ َْٓ ٘ ِز‬ ُ ِ‫أَ ْٔ ِظ َّزً صَ ْٕذَث‬ٚ ،‫ج ِر‬١‫ ثٌس‬ٟ‫َزُ ثٌَٕظَ ِش ف‬ٙ ْ‫خ‬ِٚ ‫َج‬ٙ١ْ ٍَ‫صَض ََش َّو ُض َػ‬َٚ ،ٜ‫ذَر صَسًُُّ ثٌ ُؼ ْم َذرَ ثٌ ُىذْش‬١ْ ِ‫َػم‬
ْٓ ِِ ،‫َج‬ٙ١ْ ِ‫َّزُ دِ َّج ف‬١ِِ َ‫ ثٌثَمَجفَزُ ثإل ْعال‬َٟ ِ٘ ُ‫َز‬١ِ‫َج ثٌثمجف‬ُٙ‫ص‬َٚ ْ‫ثَش‬َٚ ،ِٗ ٌِ ُْٛ‫ ُعَّٕزُ َسع‬ٚ ِ‫َج ِوضجحُ هللا‬ٙ‫ أَعج ُع‬,‫ َذ ِر‬١ْ ِ‫ثٌ َؼم‬
‫َّ ِز‬١ِِ ‫ َّ ِز ثإلعال‬٠‫جد ِر ثٌفىش‬١‫ رٌِهَ إَلَّ دِ َس ّْ ًِ ثٌم‬ٌٝ‫ ًَ إ‬١‫َل َعذ‬ٚ ،‫ ِْشَ٘ج‬١‫ َغ‬َٚ ،‫ٌُ َغ ٍز‬ٚ ،‫ ٍْش‬١‫صَ ْف ِغ‬َٚ ،‫ث‬ َ ،ِٗ ‫فِ ْم‬
ٍ ٠ْ ‫ز ِذ‬ٚ
‫َج َد ِر‬١ِ‫ إرث ث ْٔضَمَ ًَ َز ّْ ًُ ثٌم‬َّٝ‫ َزض‬،ْ‫ىج‬
ٍ َِ ًِّ‫ و‬ٟ‫عالَ وج ِِالً ف‬ ِ ‫ثإل‬
ِ ‫دجد‬٠‫دِئ‬ٚ ،َ‫ثإلعال‬ ِ ‫ ِر‬َٛ ‫َزّالً َوج ِِالً دجٌذ ْػ‬
‫ َ٘ َزث‬.ُِ ٌَ‫ ثٌ َؼج‬ٌٝ‫َّ ِز إ‬٠‫جد ِر ثٌفىش‬١ِ‫ لُ َّْٕج دِ َس ّْ ًِ ثٌم‬،‫َّ ِز‬١ِِ ‫ٌ ِز ثإلعال‬ٚ‫ ثٌذ‬ٌَٝ‫إ‬ٚ ‫َج‬ٙ‫ ِػ‬ّٛ ْ‫ ثألُ َِّ ِز دّد‬ٌٝ‫َّ ِز إ‬٠‫ثٌفىش‬
ِ
ِ ٕ‫ٓ َل ْعضِ ْت‬١ٍّ‫ٌٍّغ‬
‫َج ِر‬١‫َجف ثٌ َس‬ ِ ‫َّ ِز‬١ِ‫َّ ِز ثإلعال‬٠‫َج َد ِر ثٌفىش‬١ِ‫ َز ّْ ًُ ثٌم‬:‫ع ِز‬ٙ َ ٌٍَّٕ ‫ ُذ‬١ْ ‫ز‬ٌٛ‫ث‬َ ًُ ١‫ ثٌ َغذ‬َٛ ُ٘
ِ ٌٍّٕ ‫َج‬ٍُّْٙ ‫ ثُ َُّ َز‬،‫َّ ِز‬١ِ‫ثإلعال‬
ِ ‫جط وجفَّزً ػ َْٓ غَ ِش‬
.‫َّ ِز‬١ِِ ‫ْ ٌَ ِز ثإلعال‬ٚ‫ك ثٌ َّذ‬٠

Terjemahannya: Sesungguhnya jalan kebangkitan kita hanya satu, yaitu


melanjutkan kembali kehidupan Islam. Tidak ada jalan lain untuk melanjutkan
kehidupan Islam itu kecuali dengan tegaknya Daulah Islâm. Dan hal ini tak
dapat diraih kecuali kita mengambil Islam sebagai akidah yang mampu
memecahkan masalah utama (al-uqdatul kubrâ) manusia, yang diatasnya
dibangun pandangan hidup; juga mengambilnya sebagai peraturan yang
terpancar dari akidah Islam. Asas peraturan ini adalah kitabullâh dan Sunah
Rasul-Nya, sedangkan kekayaan khazanahnya adalah tsaqâfah Islam yang
mencakup fiqih, hadits, tafsir, bahasa dan lain sebagainya. Tidak ada jalan
menuju kearah itu melainkan dengan mengemban qiyâdah fikriyyah Islam
secara total, yaitu dengan cara mendakwahkan fikriyyah Islam secara total,
yaitu dengan cara mendakwahkan Islam, serta dengan cara mewujudkan Islam

129
secara sempurna di setiap negeri. Apabila qiyâdah fikriyyah Islam sampai
kepada umat dan Daulah Islâm, barulah kita dapat mengemban qiyâdah
fikriyyah ke seluruh penjuru dunia. Inilah satu-satunya jalan untuk
menghasilkan kebangkitan: yaitu dengan mengemban qiyâdah fikriyyah Islam
kepada kaum muslim untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam.
Kemudian menyebarluaskannya kepada umat manusia melalalui Daulah
Islâm.

Paragraf yang mediskripsikan qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis)


komunisme dan kapitalisme berikut ini:
َ ‫ُ ْٕ ِى ُش ثٌش‬٠َٚ ِ‫ َد هللا‬ُٛ‫خ‬ُٚ ‫ُ ْٕ ِى ُش‬٠ ٞ‫ُّ ثٌَّز‬ِّٞ‫َ َش ثٌ َّ ْذذَأُ ثٌ َّجد‬َٙ‫ٌ َّّج ظ‬ٚ
ِ ‫َ ْم‬٠ ْْ َ‫َ ْغضَ ِط ْغ أ‬٠ ُْ ٌَ ‫ذ‬ُٚ
ٍَٝ‫ َػ‬َٟ ‫ع‬
ًَّ ‫ َٔمَ ًَ ُو‬،‫ ِر‬َّٛ ُ‫ ِز ِٖ ثٌم‬ٌٙ ُٗ‫ َغ‬٠ْ ‫َٔمَ ًَ صَ ْم ِذ‬َٚ ،ُْٕٗ ِِ ‫ ٍر أَ ْوذَ َش‬َّٛ ُ‫جْ ٌِم‬
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬ َ ‫إَِّٔ َّج َٔ ْم ًَ ص‬َٚ ،ٟ‫ؼ‬١‫ثٌطذ‬
ِ ‫ َس‬ُّٛ ‫َص‬ ِّ ُِّٓ ٠‫٘ َزث ثٌضَ َذ‬
ٌَِٝ‫ فَ َىأََُّٔٗ َس َخ َغ إ‬،‫زْ َذُ٘ َّج‬َٚ ‫ُ َّج‬ٌَٙ ُٗ‫ َغ‬٠ْ ‫ َخ َؼ ًَ صَ ْم ِذ‬َٚ ،ِٗ ِ‫ َز ٍََّض‬ٟ‫ف‬ٚ ِ‫ ثٌ َّ ْذ َذإ‬ِٟ‫ ِر ف‬َّٛ ُ‫ ِس ٘ ِز ِٖ ثٌم‬ُّٛ ‫َص‬
َ ‫ ص‬ٌٝ َ ِ‫رٌهَ إ‬
ِ ٠‫ صَ ْم ِذ‬ٌَِٝ‫س هللاِ إ‬
‫ْظ‬ ِ ‫َج‬٠‫ْظ آ‬ِ ٠‫ِٓ صَ ْم ِذ‬ٚ
ْ ،‫ ِػذَج َد ِر ثٌ ِؼذَج ِد‬ٌَِٝ‫َجط ِِ ْٓ ِػذَج َد ِر هللاِ إ‬
ِ ٌٕ‫ْظ ث‬ َ ٠‫َٔمَ ًَ صَ ْم ِذ‬َٚ ،‫ َسث ِء‬ٌٛ‫ث‬
َ
‫َج‬ٌََّٙٛ ‫إِٔ َّ َّج َز‬َٚ ْ ِ‫ ف‬ٍَٝ‫عج َء َػ‬
،ُِّٓ ٠‫ط َش ِر ثٌضَ َذ‬ َ َ‫َ ْغضَ ِط ِغ ثٌم‬٠ ُْ ٌََٚ . َ‫ رٌه‬ٟ‫ًّج ف‬١‫ فَ َىجَْ َسخْ ِؼ‬،‫س‬ ِ ‫ْ لَج‬ٍُٛ‫َوالَ َِ ثٌ َّ ْخ‬
ً‫َج َدر‬١ِ‫َش ل‬ْ ٔ‫ َوج‬َٚ ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
،ْ‫ج‬ ُ ٍَِ‫َّزُ ص َْخض‬٠‫َج َدصُُٗ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫َش ل‬
ِ ‫ َؼ ِز‬١ْ ِ‫ف َِ َغ غَذ‬ ْ ٔ‫ٌِزٌِهَ َوج‬َٚ .‫ًّج‬١‫الً َسخْ ِؼ‬٠ْ ِٛ ْ‫دِجٌ َّغَجٌَطَ ِز صَس‬
ْ ِ‫َ ٍز ف‬١‫َّ ِز ُِ ْخفِمَزً ِِ ْٓ َٔج ِز‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫ ثٌ ُّش‬ِٟ‫َّزُ ف‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ش ثٌم‬
‫َج‬ٌَٙ ًُ َّ١‫ُض ََس‬٠ ‫إَِّٔ َّج‬َٚ ،‫َّ ٍز‬٠‫ط ِش‬ ِ َٔ‫ ِِ ْٓ َُٕ٘ج َوج‬ٚ .ً‫َّز‬١ِ‫َع ٍْذ‬
ٟ‫ْ َْ ف‬ُٛ‫ثٌ ُّ ْخفِم‬ٚ ، َُْٛ‫َج ثٌ ُّ ْٕخَ فِع‬ِٙ‫ه د‬ ُ ‫َضَ َّ َّغ‬٠َٚ ، َٓ١ْ ‫ثٌذَجةِ ِغ‬ٚ ، َٓ١ْ ِ‫ثٌخَ جةِف‬ٚ ، َٓ١ْ ‫ثٌدجةِ ِؼ‬
َ َْٞٛٙ‫صَ ْغض‬َٚ ،‫دجٌ ِّ َؼ َذ ِر‬
َ َ‫ُم‬٠ َّٝ‫ َزض‬،ِّٟ ٍِ‫ ِر ثٌ َؼ ْم‬ٚ‫َْ دجٌ ُش ُز‬ُٛ‫صجد‬
َٓ١ْ ‫ ثٌفِ ْى ِش ِز‬ِٞٚ ‫ُ ُْ ِِ ْٓ َر‬َِّٙٔ‫جي إ‬ َ َّ ٌ‫ث‬ٚ ،‫َج‬ٙ١ْ ٍَ‫َْ َػ‬ٚ‫ثٌسجلِ ُذ‬ َ ‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ َ
.‫ثٌؼ ْم ًِ َِؼًج‬ٚ ِّ‫ثٌسظ‬ ِ ‫َج َد ِر‬ٙ‫دُطَالًَٔج دِ َش‬َٚ ‫ب فَ َغجدًث‬١
ٍ ‫َ ُش َش‬ٙ‫ظ‬ ْ َ‫ أ‬َٟ ِ٘ ٟ‫ َّ ِز ثٌَّض‬١‫ ِى‬١ْ ِ‫جٌِ ْىض‬٠‫َّ ِز ثٌذ‬٠‫ْ َْ دجٌٕظَ ِش‬ُٛ‫َضَ َش َّذل‬٠
ُ ‫ْ َس‬َٛ‫ش ثٌث‬
‫ثس‬ ُ ‫ثٌ َىذ‬ٚ ُ‫ثٌع ْغػ‬
ِ َٔ‫ َوج‬َٚ ،‫ْش‬ َ َْ‫ ِِ ْٓ َُٕ٘ج َوج‬َٚ ،‫َج‬ِٙ‫َجط ٌِ َّ ْذ َذة‬
ِ ٌٕ‫جع ث‬
ِ ‫ع‬َ ‫ ِر ِإل ْخ‬َّٛ ُ‫ َّع ًُ دِجٌم‬َٛ َ٠َٚ
.‫َج‬ٍِِٙ‫ َعجة‬َٚ ُِّ ََ٘‫ِٓ أ‬
ْ ُ‫ثَلظْ ِط َشثح‬ٚ ُ‫ْخ‬٠‫ثٌض َْخ ِش‬ٚ ،ًُ ِ‫ثٌمَالَل‬ٚ
Terjemahannya: Akan tetapi ketika muncul ideologi (dialektika)
materialisme, yang mengingkari adanya Allah dan ruh, ternyata ide ini tidak
mampu memusnahkan kecenderungan beragama. Ideologi ini hanya bisa
mengalihkan pandangan manusia kepada satu kekuatan yang lebih besar
dibandingkan dirinya dan mengalihkan perasaan taqdis kepada kekuatan besar
tersebut. menurut mereka, kekuatan itu berada di dalam ideologi dan diri para
pengikutnya. Mereka membatasi taqdis hanya pada keduan unsur tersebut. Ini
berarti mereka telah mengembalikan manusia ke masa silam, mengalihkan
penyembahan kepada Allah ke penyembahan makhluk-makhluk-Nya; dari
pengagungan terhadap ayat-ayat Allah kepada pengkultusan terhadap doktrin-
doktrin yang diucapkan makhluk-makhluk-Nya. Semua ini menyebabkan
kemunduran manusia ke masa silam. Mereka tidak mampu memusnahkan
fitrah beragama, melainkan hanya mengalihkan fitrah manusia seara keliru
kepada kesesatan dengan mengembalikannya ke masa silam. Berdasarkan hal

130
ini, qiyadah fikriyah-nya telah gagal ditinjau dari fitrah manusia. Malah dengan
berbagai tipu muslihat, mereka mengajak orang-orang untuk menerimanya;
dengan mendramatisir kebutuhan perut mereka menarik orang-orang yang
lapar, pengecut, dan sengsara. Ideologi ini dianut oleh orang-orang yang
bermoral bejat, orang-orang yang benci terhadap kehidupan, termasuk orang-
orang sinting yang tidak waras cara berfikirnya agar mereka dapat digolongkan
ke jajaran kaum intelektual tatkala mereka mendiskusikan dengan angkuh
tentang teori dialektika. Padahal kenyataannya, dialektika materialisme paling
terlihat kerusakan dan kebathilannya, dan dengan sangat mudah dapat
dibuktikan oleh perasaan dan akal. Supaya manusia tunduk pada ideologi ini,
maka mereka dipaksa melalui kekuatan fisik. Berbagai tekanan, intimidasi,
revolusi, menggoyang, merobohkan, dan mengacaukan merupakan sarana-
sarana penting untuk mengembangkan ideologi tersebut.

َ ٟ‫ثإلٔغجْ ثٌَّض‬
،ُِّٓ ٠‫ فطشرُ ثٌضَّذ‬ٟ٘ ِ ‫َّ ِز ُِخجٌِفَزً ٌفطش ِر‬١ٌ‫َّزُ ٌٍشأعّج‬٠‫جدرُ ثٌفىش‬١‫وزٌهَ وجٔش ثٌم‬ٚ
،‫ج ِر‬١‫ ثٌس‬ٟ‫ثإلٔغجْ ألػّجٌِ ِٗ ف‬
ِ ‫ش‬١‫صذد‬
ِ ٟ‫ظ صَ ْذ ُش ُص ف‬٠‫ثٌضمذ‬
ِ ٟ‫ ُِّٓ وّج صَ ْذ ُش ُص ف‬٠‫ألْ فطشرُ ثٌضذ‬ َّ
َْٛ‫ى‬٠ ْ‫ٌزٌهَ وجَْ َلدُ َّذ أ‬ٚ .‫زُ ثٌ َؼدْ ِض‬٠‫٘زث ث‬ٚ ،‫ش‬١‫ثٌضذد‬
ِ ‫زث‬ٙ‫ َُ د‬ُٛ‫َم‬٠ َٓ١‫ع ِٗ ز‬ِ ُ‫صٕجل‬ٚ ِٗ ِ‫ْ ِسثخضالف‬ُُٛٙ‫ٌِظ‬
.ْ‫ثإلٔغج‬
ِ ْ ِ‫ج ِر ِخجٌف ٌِف‬١‫ػٓ ثٌس‬
‫ط َش ِر‬ ِ ٓ٠‫ثٌذ‬
ِ ‫ فئدؼج ُد‬.‫ج ِر‬١‫ ثٌس‬ٟ‫ثإلٔغجْ ف‬
ِ ‫ ثٌّذد َِّش ألػّجي‬ٛ٘
َ ٓ٠‫ثٌذ‬ُ
ٕٝ‫س دً ِؼ‬ ٍ ‫ج ػذجدث‬١ٔ‫ج ِر ثٌذ‬١‫ّجي ثٌس‬ ِ ‫ َخ َؼ ًَ أَ ْػ‬َٛ ُ٘ ‫ج ِر‬١‫ ثٌس‬ٟ‫ٓ ف‬٠ َ َُّٗٔ‫ أ‬ٍٝ‫ػ‬
ِ ‫ ِد ثٌ ِذ‬ٛ‫خ‬ٚ ٕٝ‫ظ ِؼ‬١ٌ
ٟ‫ثإلٔغجْ ف‬
ِ ً‫ِشجو‬
َ ‫ُؼجٌ ُح‬٠ ٞ‫ثٌَّز‬َٛ ُ٘ ِٗ ‫أِش هللاُ د‬
َ ٞ‫ظجَ ثٌَّز‬ ِ ٌِّٕ‫ خؼ ًُ ث‬ٛ٘ ‫ج ِر‬١‫ ثٌس‬ٟ‫ٓ ف‬٠‫ثٌذ‬
ِ ‫ ِد‬ٛ‫خ‬ٚ
‫ٔظجَ صج ِد ٍس‬
ٍ ‫أخ ُز‬ٚ
ْ ُٖ‫ فئدؼج ُد‬،ْ‫ج‬ِ ‫ فطش ِر ثإلٔ َغ‬ٟ‫س ِجف‬ ْ ‫ذ ٍر لش ََّس‬١‫ػٓ ػم‬ْ ‫٘زث ثٌٕظج َُ صجدس‬ٚ ،‫ج ِر‬١‫ثٌس‬
ُ‫ز‬٠‫ثٌفىش‬
ِ ُ‫جدر‬١‫ٌزٌهَ وجٔز ثٌم‬ٚ .ْ‫ثإلٔغج‬
ِ ْ
‫ٌفط َش ِر‬ ‫ ُِّٓ ِخجٌِف‬٠‫ضرَ ثٌضذ‬٠‫ك غش‬ ُ ِ‫ثف‬َٛ ُ‫ َذ ٍر َل ص‬١ْ ِ‫ِٓ َػم‬
ْ ِ‫َ ٍز ف‬١‫ِٓ ٔجز‬
ٟ‫ف‬ٚ ،‫ج ِر‬١‫َٓ ػ ِٓ ثٌس‬٠‫َج ثٌذ‬ٍِٙ ْ‫ فَص‬ٟ‫ َّز ف‬١‫جدر عٍذ‬١‫ج ل‬َّٙٔ‫ أل‬،‫َّ ٍز‬٠‫ط ِش‬ ْ ً‫َّزُ ُِ ْخفَمَز‬١ٌ‫ثٌشّأعّج‬
ٓ‫ػ‬ َ ٞ‫ إدؼج ِدَ٘ج ثٌٕظج ََ ثٌَّز‬ٟ‫ف‬ٚ ،ً‫َّز‬٠‫ َخؼ َؼٍِ ِٗ َِغْأٌََزً فَشْ ِد‬َٚ ،‫ج ِر‬١‫ػٓ ثٌس‬
ْ ِٗ ِ‫أِش هللاُ د‬ ِ ُِّٓ ٠‫إدْؼج ِد٘ج ثٌضذ‬
.ْ‫ثإلٔغج‬
ِ ًِ ‫ِؼجٌد ِز َِ َشج ِو‬

Terjemahannya: Demikian pula qiyâdah fikriyyah kapitalisme


bertentangan dengan fitrah manusia, yaitu naluri beragama. Naluri beragama
tampak dalam aktivitas pen-taqdis-an; di samping juga tampak dalam
pengaturan manusia terhadap aktivitas hidupnya. Akan tampak perbedaan dan
pertentangannya tatkala pengaturan itu berjalan. Hal ini menunjukkan tanda
kelemahan manusia dalam mengatur aktivitasnya. Karena itu, keberadaan
agama harus dapat mengatur seluruh amal perbuatan manusia dalam
kehidupan. Menjauhkan agama dari kehidupan jelas bertentangan dengan fitrah
manusia. Namun bukan berarti adanya agama dalam kehidupan menjadikan
seluruh amal perbuatan manusia terbatas hanya pada aktivitas ibadah saja. Arti
penting agama dalam kehidupan adalah untuk mengatasi berbagai persoalan
hidup manusia sesuai dengan peraturan yang Allah perintahkan. Peraturan dan

131
sistem ini lahir dari akidah yang mengakui apa yang terkandung dalam fitrah
manusia, yaitu naluri beragama. Menjauhkan peraturan Allah dan mengambil
peraturan yang lahir dari akidah yang tidak sesuai dengan naluri beragama
adalah bertentangan dengan fitrah manusia. Demikian pula qiyâdah fikriyyah
kapitalisme bertentangan dengan fitrah manusia, yaitu naluri beragama. Maka
dari itu, qiyâdah fikriyyah kapitalisme telah gagal dilihat dari segi fitrah
manusia. Ia adalah qiyâdah fikriyyah negatif, yang memisahkan antara agama
dengan kehidupan; menjauhkan aktivitas beragama dari kehidupan;
menjadikan masalah agama sebagai masalah pribadi (bukan masalah
masyarakat); sekaligus menjauhkan peraturan yang Allah perintahkan, yang
dapat memecahkan persoalan hidup manusia.

ًَ ‫ص‬ ،ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫ْظ َػ‬


َّ ََٛ ‫إِ ْْ ص‬َٚ َ ١ٌَٚ ‫َ ِز‬٠‫ ثٌّج ِّد‬ٍٝ‫َّز ػ‬١ِٕ‫ َِ ْذ‬َٟ ِٙ َ‫َّزُ ف‬١‫ْ ِػ‬ُٛ١‫َّزُ ثٌ ُّش‬٠‫َجدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫أَ َِّج ثٌم‬
‫أَ َِّج‬َٚ .‫َّز‬٠‫َِج ِّد‬
َٟ ِٙ َ‫ ف‬،‫َج ِء‬١‫َج أَصْ ًَ ثألَ ْش‬ٍِٙ‫دِ َد َؼ‬ٚ ،‫ْ ِد ثٌّج َّد ِر لَذ ًَْ ثٌفِ ْى ِش‬ُٛ‫خ‬ُٛ ِ‫ْ ُي د‬ُٛ‫َج صَم‬ََّٙٔ‫ أل‬،ًُ ‫َج ثٌؼ ْم‬ٙ١ْ ٌِ‫إ‬
ٞ‫ ثٌَّز‬ِٟ‫ثع ثٌذَث‬ِ َ‫ ِٗ َِٓ ثٌٕض‬١ْ ٌَِ‫ش إ‬ ْ ٍَ‫ص‬َّ ََٛ ‫ ص‬ٞ‫عػ ثٌَّ ِز‬ٌٛ‫ث‬
ِ ٍَٝ‫ َّز َػ‬١ِٕ‫ َِ ْذ‬َٟ ِٙ َ‫َّزُ ف‬١ٌ‫َّزُ ثٌشأع َّج‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ثٌم‬
ِ َٔ‫ ٌِزٌهَ َوج‬.‫ْ ٌَ ِز‬ٚ‫ ِْٓ ػ َِٓ ثٌذ‬٠‫أَ ْٔض ََح فَصْ ًَ ثٌ ِذ‬ٚ ،‫جي ثٌفِ ْى ِش‬
‫ش‬ ِ ‫َٓ ِس َخ‬١ْ َ‫ْ ٍْ د‬ُٚ‫ثعضَ َّشَّػ َّذرَ لُش‬
ِ ‫ َغ ِز‬١ْ ِٕ‫جي ثٌ َى‬
ِ ‫س َخ‬ٚ
ْ ِ‫َجْ َِ َغ ثٌف‬
‫ ُش‬١ْ ‫ َغ‬ٚ ،‫ط َش ِر‬ َ ِ‫ُ َّج ُِضََٕجل‬ََّٙٔ‫ أل‬،ِْٓ ١َ‫َّزُ ُِ ْخفِمَض‬١ٌ‫ثٌشأعّج‬ٚ ‫ َّ ِز‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫َجْ ثٌ ُّش‬
ِ ‫عض‬ ِ ‫َّض‬٠‫َجْ ثٌفِ ْى ِش‬
ِ ‫َج َدص‬١ِ‫ثٌم‬
.ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫ ِْٓ َػ‬١َ‫َّض‬١ِٕ‫َِ ْذ‬
Terjemahannya: kepemimpinan ideologis komunisme bersandar pada
materialisme bukan berdasarkan akal, sekalipun dihasilkan oleh akal.
Komunisme menyatakan bahwa materi itu ada sebelum adanya pemikiran
(pengetahuan). Segala sesuatu berasal dari materi, itulah materialisme.
Sedangkan kepemimpinan ideologis kapitalisme bersandar pada pemecahan
jalan tengah (kompromi) yang dicapai setelah terjadinya pertentangan yang
berlangsung hingga berabad-abad antara para pendeta gereja dan cendikiawan
Barat, yang kemudian menghasilkan pemisahan agama dari negara.
Kepemimpinan ideologis komunisme dan kapitalisme telah gagal. Keduanya
bertentangan dengan fitrah manusia dan tidak dibangun berdasarkan akal. (71)

َّْ ِ‫ْ ُي إ‬ُٛ‫َج صَم‬ََّٙٔ‫ ِأل‬،ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫َّ ِز َلَ َػ‬٠‫ ثٌّج ِّد‬ٍَٝ‫ َّز َػ‬١ِٕ‫َّزَ َِ ْذ‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫َّزَ ثٌ ُّش‬٠‫َج َدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ أَ َّْ ثٌم‬: َ‫رٌه‬ٚ

ِ َِ ‫ ثٌ ِذ‬ٍَٝ‫َٓ صَ ْٕ َؼ ِىظُ َػ‬١ْ ‫ٌِزٌهَ فجٌّج َّدرُ ِز‬َٚ ،ًَ ‫ك ثٌ َؼ ْم‬


،‫ْ ِخ ُذ دِ ِٗ ثٌفِ ْى َش‬ُٛ‫جؽ ص‬ ُ ِ‫ْ صَ ْغذ‬َٞ‫ أ‬،‫ك ثٌفِ ْى َش‬ ُ ِ‫ثٌ َّج َّدرَ صَ ْغذ‬
َ‫ٌزٌه‬َٚ ،‫خ ُذ فِ ْىش‬ُٛ َ ٠ َ‫جؽ فَال‬ ِ ‫ أَ َِّج لَذ ًَْ ثِ ْٔ َؼ َى‬.ِٗ ١ْ ٍَ‫ش َػ‬
ِ َِ ‫ ثٌ ِذ‬ٍَٝ‫جط ثٌّج َّد ِر َػ‬ ْ ‫ ث ْٔ َؼ َى َغ‬ٟ‫ ثٌّج َّد ِر ثٌَّض‬ٟ‫ُفَ ِّى ُش ف‬١َ‫ف‬

ِ َ‫َّ ِز أ‬١‫ْ ِػ‬ُٛ١‫ َذ ِر ثٌ ُش‬١ْ ِ‫ فَأَصْ ًُ ثٌ َؼم‬،‫ ثٌ َّج َّد ِر‬ٍَٝ‫ َػ‬ٌّٟ ِٕ‫ب َِ ْذ‬١
ُ‫َّز‬٠‫ ثٌ َّج ِّد‬َٛ ُ٘ ‫َّ ِز‬١‫ْ ِػ‬ُٛ١‫َّ ِز ثٌ ُش‬٠‫َج َد ِر ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ ثٌم‬ٞ ٍ ‫فَ ُىًُّ َش‬
.‫ْظ ثٌفِ ْى َش‬
َ ١ٌََٚ
Terjemahannya: Bahwa qiyadah fikriyah komunisme dibangun
berlandaskan materialisme bukan akal adalah karena ideologi ini menyatakan
bahwa materi mendahului pemikiran (pengetahuan). Jadi, tatkala materi

132
terefleksi ke dalam otak, maka akan menghasilkan pemikiran; kemudian otak
akan memikirkan/mempertimbangkan hakekat materi yang direfleksikan ke
otak. Sebelum hal itu terjadi, tidak akan muncul pemikiran. Dengan demikian,
segala sesuatu dibangun atas materi. Jadi, dasar akidah komunisme adalah
materi bukan pemikiran.

ِ َِ ‫ ثٌ ِذ‬ٌَِٝ‫ثطِّ إ‬َٛ ‫ثٌس‬


‫جؽ‬ َ ‫ َعجغَ ِز‬َٛ ِ‫ثلِ ِغ د‬ٌٛ‫ج‬ ِ ًُ ‫ َٔ ْم‬َٛ ُ٘ ‫ن‬
َ ِ‫ثٌسظِّ د‬ ِ ِٚ َ‫ثٌفِ ْى ُش أ‬ِٚ َ‫ ِٗ فَجٌ َؼ ْم ًُ أ‬١ْ ٍَ‫ َػ‬َٚ
ُ ‫ثإل ْد َسث‬
‫َّزُ ُِ ْخ ِطتَز‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫َّزُ ثٌ ُش‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ َرٌِهَ فجٌم‬ٍَٝ‫ َػ‬َٚ .ُ‫ثلِغ‬ٌٛ‫ث‬
َ ‫َج‬ِٙ‫ َعجغَض‬َٛ ِ‫غ ُش د‬ َّ َ‫ُف‬٠ ‫س َعجدِمَ ٍز‬ ٍ ‫ْ َِج‬ٍُٛ‫ْ ُد َِ ْؼ‬ُٛ‫خ‬ُٚ َٚ
ِ َ‫ثٌ َؼ ْم ًِ ِػ ْٕ َذَ٘ج ف‬ٚ ‫ ثٌفِ ْى ِش‬َٕٝ‫ َو َّج أَ َّْ َِ ْؼ‬،ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫َّ ٍز َػ‬١ِٕ‫ ُش َِ ْذ‬١ْ ‫َج َغ‬ََّٙٔ‫ ِأل‬،‫جعذَر‬
.‫جعذ‬ ِ َ‫ف‬َٚ
Berdasarkan hal ini, maka akal, fikr (pemikiran), dan idrak (pemahaman),
terjadi dengan pencerapan terhadap fakta melalui panca indera ke otak, disertai
dengan pengetahuan (informasi) yang diperoleh sebelumnya, yang dapat
menjelaskan (hakekat) kenyataan tersebut. Dengan demikian qiyadah fikriyah
komunis jelas-jelas keliru dan rusak, karena tidak dibangun berdasarkan akal.
Sama rusaknya dengan pengertian mereka tentang pemikiran dan akal.

‫ َغ ِز‬١ْ ِٕ‫جي ثٌ َى‬


ِ ‫َٓ ِس َخ‬١ْ َ‫ْػ د‬ِ ‫ع‬ٌٛ‫ث‬
َ ًِّ‫ثٌس‬ َ ٍَٝ‫َّز َػ‬١ِٕ‫َّزُ َِ ْذ‬١ٌِ‫َّزُ ثٌشأع َّج‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ َو َزٌِهَ ثٌم‬ٚ
ِٓ ٠ْ ‫جي ثٌ ِذ‬ ِ ‫َٓ ِس َخ‬١ْ َ‫ْ ٍْ د‬ُٚ‫ ثعضَ َّ َّش ِػ َّذرَ لُش‬ٞ‫ْف ثٌَّز‬ ِ ١ِٕ‫ثع ثٌ َؼ‬
ِ ‫ثٌص َش‬
ِ َ‫َج دَ ْؼ َذ َرٌِه‬َِّٙٔ‫ فَئ‬، َٓ٠ْ ‫ثٌ ُّفَ ِّى ِش‬ٚ
ُ ‫ْ ثَل ْػضِ َش‬ٞ‫ أ‬،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬
ِٓ ٠ْ ‫ ِد ثٌ ِّذ‬ُٛ‫خ‬ُٛ ِ‫ثف د‬ ٍ ‫ع‬َٚ ًٍّ‫ ِز‬ٌَِٝ‫ْ ث إ‬ٍُٛ‫ص‬
َ ِٓ ‫ ِْٓ َػ‬٠‫فصْ ًُ ثٌ ِّذ‬َٛ ُ٘ ‫ْػ‬ َّ ََٛ ‫ ص‬، َٓ٠ْ ‫ثٌ ُّفَ ِّى ِش‬َٚ
ًُّ‫ َز‬َٟ ِ٘ ‫إَِّٔ َّج‬َٚ ،ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫َّزً َػ‬١ِٕ‫َّزُ َِ ْذ‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ٌ َزٌِهَ ٌَ ُْ صَ ُى ْٓ ثٌم‬ٚ ،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬
َ َِٓ ‫فَصْ ٍُُٗ ػ‬ٚ ‫ظ ًّْٕج‬ ِ
‫ك‬ِّ ‫ثٌس‬ ِ َ‫ْػ أ‬
َ َٓ١ْ َ‫ْ َْ د‬ُٛ‫ُمَشِّ د‬٠ ُْ َُٙ‫ ف‬،ُْ ُ٘‫ٍَزً ِػ ْٕ َذ‬١ْ ‫ص‬ ِ ‫ع‬ٌٛ‫ث‬
َ ًِّ‫ثٌس‬ َ َ‫ٌِزٌِهَ ٔ َِد ُذ فِ ْى َشر‬ٚ .‫ْػ‬ ٍ ‫ع‬َٚ ًُّ‫ْ َز‬َٚ‫َ ٍز أ‬١‫ظ‬
ِ ْ‫صَش‬
َّْ َ‫ أل‬،‫ ٍد‬ُٛ‫ْ خ‬َِٛ ‫ ُش‬١ْ ‫ػ َغ‬ َ ‫ ْع‬ٌٛ‫ث‬
َ ًَّ ‫ثٌس‬ َ َّْ َ‫ َِ َغ أ‬،‫ْػ‬ ٍ ‫ع‬َٚ ًٍّ‫ظالَ َِ دِ َس‬ َ ٌ‫ث‬َٚ ‫س‬ِٛ ٌُٕ‫َٓ ث‬١ْ َ‫د‬َٚ ،‫ْػ‬
ٍ ‫ع‬َٚ ًٍّ‫جغ ًِ دِ َس‬
ِ َ‫ثٌذ‬َٚ
َ‫ ْعػ‬ٌٛ‫ث‬ َ َّٓ ‫ٌَ ِى‬َٚ ،َُ َ‫ ثٌظَّال‬ِٚ َ‫ ُس أ‬ٌُّٕٛ‫إِ َِّج ث‬َٚ ،‫ ثٌ ُى ْف ُش‬ِٚ َ‫جْ أ‬
َ ًَّ ‫ثٌس‬ ُ َّ ٠ْ ‫ثإل‬ ِ َ‫ ثٌذ‬ِٚ َ‫ك أ‬
ِ ‫إِ َِّج‬َٚ ،ًُ ‫جغ‬ َ ‫ثٌ َّ ْغتٍََزَ إِ َِّج‬
ُّ ‫ثٌس‬
َ‫ٌِ َزٌِه‬َٚ ،‫س‬ٛ
ِ ٌُٕ‫ػ َِٓ ث‬َٚ ،ْ‫ج‬
ِ َّ ٠ْ ‫ثإل‬ ِّ ‫َّزَ أَ ْد َؼ َذُ٘ ُْ ػ َِٓ ثٌ َس‬٠‫ُ ُُ ثٌفِ ْى ِش‬َٙ‫َج َدص‬١ِ‫ل‬َٚ ُْ َُٙ‫ َذص‬١ْ ِ‫ ِٗ َػم‬١ْ ٍَ‫ْ ث َػ‬ََٕٛ‫ د‬ٞ‫ثٌَّز‬
ِ َِٓ ‫ػ‬َٚ ،‫ك‬
.ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫َّ ٍز َػ‬١ِٕ‫ ُش َِ ْذ‬١ْ ‫َج َغ‬ََّٙٔ‫جع َذرً ِأل‬ِ َ‫َّزُ ف‬٠‫ُ ُُ ثٌفِ ْى ِش‬َٙ‫َج َدص‬١ِ‫َش ل‬ْ ٔ‫َوج‬
Terjemahannya: Demikian pula halnya dengan qiyadah fikriyah
kapitalisme yang dibangun berdasarkan jalan tengah (kompromi) antara tokoh-
tokoh gereja dengan cendikiawan, setelah sebelumnya terjadi pergolakan dan
perbedaan pendapat yang sengit dan berlangsung terus menerus selama
beberapa abad. Jalan tengah itu adalah pemisahan agama dari kehidupan, yaitu
mengakui keberadaan agama secara tidak langsung, tetapi dipisahkan dari
kehidupan. Jadi, qiyadah fikriyah ini tidak dibangun berlandaskan akal, tetapi
dibangun atas dasar persetujuan kedua belah pihak sebagai jalan tengah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemikiran jalan tengah merupakan
hal yang mendasar bagi mereka. Mereka mencampuradukan antara haq dan
bathil, antara keimanan dengan kekufuran, cahaya dengan kegelapan; dengan
menempuh jalan tengah. Padahal jalan tengah itu tidak ada faktanya.

133
Persoalannya adalah tinggal memilih tindakan yang jelas. Apakah yang haq
atau yang bathil, iman ataukah kufur, cahaya ataukah kegelapan. Tetapi jalan
tengah (kompromi) yang diatasnya terdapat bangunan akidah dan qiyadah
fikriyah mereka, telah menjauhkannya dari kebenaran, keimanan, dan cahaya.
Karena itu, qiyadah fikriyah kapitalisme rusak, karena tidak dibangun
berlandaskan akal.

ْ ِ‫جْ ثٌف‬
َ‫َّز‬٠‫َج َدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ ألَ َّْ ثٌم‬،َ‫ط َشر‬ ِ َ‫ُ َّج صُخَ جٌِف‬َِّٙٔ‫َّ ِز فَئ‬١ٌِ‫ثٌشأع َّج‬ٚ ‫ َّ ِز‬١‫ْ ِػ‬ُٛ١‫ ِْٓ ثٌ ُّش‬١َ‫َّض‬٠‫ ِْٓ ثٌفِ ْى ِش‬١َ‫َج َدص‬١ِ‫ثٌم‬
ُ‫َج َدر‬١ِ‫ثٌم‬َٚ .‫ط َش ِر‬ ْ ِ‫ صَضََٕجلَطُ َِ َغ ثٌف‬َٟ ِٙ َ‫ ف‬،ِٗ ِ‫جسحُ ث ِإل ْػضِ َشثفَ د‬ ِ ‫صُ َس‬َٚ ،‫طٍَمًج‬ ْ ُِ ِْٓ ٠‫ َد ثٌ ِذ‬ُٛ‫خ‬ُٚ ‫َّزَ صُ ْٕ ِى ُش‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫ثٌ ُّش‬
‫ْ َع‬ُٛ‫ْ ظ‬َِٛ ُٖ‫ْ إِ ْٔ َىج ُس‬َٚ‫ثإل ْػضِ َشثفَ دِ ِٗ أ‬ ُ ‫َّزُ َلَصَ ْؼض َِش‬١ٌ‫َّزُ ثٌشأع َّج‬٠‫ثٌفِ ْى ِش‬
ِ ًُ ‫َلَ صَدْ َؼ‬َٚ ،ُٖ‫َلَ صُ ْٕ َى ُش‬َٚ ِْٓ ٠‫ف دجٌ ِّذ‬
َ ‫ ُش‬١ْ ‫ْ َْ َع‬ٛ‫َ ُى‬٠ ْْ َ‫ ُذ أ‬٠ْ ‫ صُش‬َٟ ِٙ َ‫ ف‬،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬
‫ دَسْ ثًج‬ًّٟ ‫َج ِر َٔ ْف ِؼ‬١‫ثٌس‬ َ َِٓ ‫ ِْٓ ػ‬٠‫ح فَصْ ًِ ثٌ ِذ‬ِ ُٛ‫خ‬ُٛ ِ‫ْ ُي د‬ُٛ‫َج صَم‬َّٕٙ‫ٌ ِى‬ٚ ،‫ث‬ ٍ ْ‫دَس‬
.ْ‫ج‬ ْ ِ‫عزً ٌِف‬
ِ ‫ط َش ِر ث ِإل ْٔ َغ‬ ْ ِ‫َ٘ َزث َُِٕجلِط ٌِ ٍْف‬َٚ ،ِٗ ِ‫ ِْٓ د‬٠‫َلَ َشأَْْ ٌٍ ِّذ‬
ْ ٔ‫ٌزٌهَ َوج‬ٚ .‫َج‬ْٕٙ ‫ْذ َػ‬١‫دَ ِؼ‬َٚ ،‫ط َش ِر‬
َ ِ‫َش َُِٕجل‬
Terjemahannya: Kedua ideologi ini bertentangan dengan fitrah manusia.
Qiyadah fikriyah komunisme mengingkari adanya agama secara mutlak bahkan
menentang pengakuan akan adanya agama. Ia bertentangan dengan fitrah
manusia. Sedangkan qiyadah fikriyah kapitalisme tidak mengakui peranan
agama, namun tidak pula mengingkarinya. Malahan tidak menjadikan
pengakuan atau pengingkaran terhadap agama sebagai sesuatu yang penting.
Qiyadah fikriyah ini hanya mengharuskan pemisahan agama dari kehidupan.
Perjalanan hidup manusia berlandaskan manfaat belaka, yang hal itu tidak ada
hubungannya dengan agama. Dari sini jelas bahwa qiyadah fikriyah
kapitalisme bertentangan dengan fitrah manusia.

Skema penutup teks tema kedua menyimpulkan, bahwa:


،َ‫ثإلعال‬
ِ ‫ ِر‬َٛ ‫َّ ِز َزّالً َوج ِِالً دجٌذ ْػ‬١ِِ ‫َّ ِز ثإلعال‬٠‫جد ِر ثٌفىش‬١‫ رٌِهَ إَلَّ دِ َس ّْ ًِ ثٌم‬ٌٝ‫ً إ‬١‫ذ‬ َ ‫َل َع‬ٚ
‫َج‬ٙ‫ ِػ‬ّٛ ْ‫ ثألُ َِّ ِز دّد‬ٌٝ‫َّ ِز إ‬٠‫ثٌفىش‬
ِ ‫َج َد ِر‬١ِ‫ إرث ث ْٔضَمَ ًَ َز ّْ ًُ ثٌم‬َّٝ‫ َزض‬،ْ‫ىج‬
ٍ َِ ًِّ‫ و‬ٟ‫عالَ وج ِِالً ف‬ ِ ‫ثإل‬ ِ ‫دجد‬٠‫دِئ‬ٚ
َ ٌٍَّٕ ‫ ُذ‬١ْ ‫ز‬َٛ ٌ‫ ًُ ث‬١‫ ثٌ َغذ‬َٛ ُ٘ ‫ َ٘ َزث‬.ُِ ٌَ‫ ثٌ َؼج‬ٌٝ‫َّ ِز إ‬٠‫جد ِر ثٌفىش‬١ِ‫ لُ َّْٕج دِ َس ّْ ًِ ثٌم‬،‫ َّ ِز‬١ِِ ‫ٌ ِز ثإلعال‬ٚ‫ ثٌذ‬ٌَٝ‫إ‬ٚ
:‫ع ِز‬ٙ
ِ ٌٍّٕ ‫َج‬ٍُّْٙ ‫ ثُ َُّ َز‬،‫َّ ِز‬١ِ‫َج ِر ثإلعال‬١‫َجف ثٌ َس‬
َْٓ ‫جط وجفَّزً ػ‬ ِ ٕ‫ ِٓ َل ْعضِ ْت‬١ٍّ‫ َّ ِز ٌٍّغ‬١ِ‫َّ ِز ثإلعال‬٠‫َج َد ِر ثٌفىش‬١ِ‫َز ّْ ًُ ثٌم‬
ِ ‫غَ ِش‬
.‫ َّ ِز‬١ِِ ‫ْ ٌَ ِز ثإلعال‬ٚ‫ك ثٌ َّذ‬٠

Terjemahannya: Tidak ada jalan menuju kearah itu melainkan dengan


mengemban qiyâdah fikriyyah Islam secara total, yaitu dengan cara
mendakwahkan fikriyyah Islam secara total, yaitu dengan cara mendakwahkan
Islam, serta dengan cara mewujudkan Islam secara sempurna di setiap negeri.
Apabila qiyâdah fikriyyah Islam sampai kepada umat dan Daulah Islâm,
barulah kita dapat mengemban qiyâdah fikriyyah ke seluruh penjuru dunia.
Inilah satu-satunya jalan untuk menghasilkan kebangkitan: yaitu dengan
mengemban qiyâdah fikriyyah Islam kepada kaum muslim untuk

134
melangsungkan kembali kehidupan Islam. Kemudian menyebarluaskannya
kepada umat manusia melalalui Daulah Islâm.

Interpretasi
Analisis wacana kritis skematik teks kedua di atas bisa terlihat, bahwa teks
pertama kali mengajak kepada khalayak untuk lebih mengamati terkait latar
belakang pembentukan lahirnya ideologi yang benar, serta lahirnya tiga
ideologi yang ada di dunia, yaitu Kapitalisme termasuk di dalamnya
demokrasi, Sosialisme termasuk Komunisme, dan Islam. Fakta tersebut
dijadikan sebagai pendahuluan dari paragraf pertama dan kedua. Menurut teks,
ideologi yang benar yaitu ideologi yang berdasarkan akal dan sesuai dengan
fitrah manusia. Ideologi Islam lah yang benar, karena asas ideologi ini adalah
keyakinan akan adanya Allah SWT. Sedangkan ideologi Kapitalisme termasuk
di dalamnya demokrasi, Sosialisme termasuk Komunisme adalah rusak, karena
kelahiran ideologi Kapitalisme bermula pada saat kaisar dan raja-raja di Eropa
dan Rusia menjadikan agama sebagai alat untuk memeras, menganiaya dan
menghisap darah rakyat. Sebagian mereka mengingkari adanya agama secara
mutlak. Sedangkan yang lainnya mengakui adanya agama, tetapi menyerukan
agar dipisahkan dari kehidupan dunia. Sampai akhirnya pendapat mayoritas
dari kalangan filosof dan cendikiawan itu cenderung memilih ide yang
memisahkan agama dari kehidupan, yang kemudian menghasilkan usaha
pemisah antara agama dengan negara. Adapun sosialisme, termasuk juga
komunisme, keduanya memandang bahwa alam semesta, manusia, dan hidup
adalah materi. Bahwa materi adalah asal dari segala sesuatu. Penganut ideologi
ini mengingkari penciptaan alam ini oleh Zat Yang Maha Pencipta. Menurut
teks, secara garis besar ideologi yang ada di dunia hanya ada tiga, yaitu Islam,
Kapitalisme termasuk sistem demokrasi, dan Sosialisme di dalamnya
komunisme. Selain ideologi Islam, kedua ideologi tersebut merupakan ideologi
yang salah dan rusak. Kalau dilihat secara konteks sekarang, ada ideologi
Pancasila yang dianut oleh pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia
saat ini. Ideologi tersebut tidak ada penjelasannya dalam teks, namun teks
sudah menjustifikasi bahwa hanya ideologi Islam yang memperjuangkan

135
tegaknya sistem Dawlah Khilafah Islamiyyahlah yang benar, selain ideologi
tersebut salah.
Skema isi teks juga menggambarkan tentang ideologi Islam yang positif
dapat menyatukan negara-negara bangsa, sehingga tercipta kebangkitan umat
untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam dengan menerapkan syariat Islam
secara sempurna di bawah sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah. Fakta tersebut
juga dipertegas dengan wacana skema isi teks yang menampilkan bentuk
sistem pemerintahannya. Sedangkan skema isi teks yang menggambarkan
ideologi Kapitalisme dan Sosialisme sebagai ideologi yang rusak. Ideologi
Kapitalisme mencampuradukan antara haq dan bathil, antara keimanan dengan
kekufuran, cahaya dengan kegelapan; dengan menempuh jalan tengah. Adapun
ideologi Sosialisme termasuk Komunisme dibangun berlandaskan materialisme
bukan akal adalah karena ideologi ini menyatakan bahwa materi mendahului
pemikiran (pengetahuan), serta mengingkari adanya agama secara mutlak
bahkan menentang pengakuan akan adanya agama.
Kesimpulan skema teks pendahuluan, isi dan penutup teks menyatakan,
bahwa pemikiran penulis teks dan kelompok Hizbut Tahrir Indonesia
mewajibkan kepada umat Islam Indonesia dan non-Muslim yang penerapannya
bersifat praktis, untuk mengemban kepemimpinan ideologis Islam melalui
penegakkan sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah yang bertujuan melaksanakan
syariat Islam secara sempurna, serta mengharamkan penerapan ideologi
Kapitalisme termasuk di dalamnya demokrasi, Sosialisme termasuk
Komunisme.210 Bahkan mereka mengatakan, seandainya seluruh manusia itu
muslim, sedangkan pemikiran-pemikiran yang dibawanya adalah kapitalisme-
demokrasi, perasaan-perasaan yang dimilikinya spritualisme (yang tidak
memiliki peraturan) atau nasionalisme; peraturan yang diterapkan adalah
kapitalisme-demokrasi, maka masyarakatnya menjadi masyarakat yang tidak
Islami sekalipun mayoritas penduduknya adalah orang-orang Islam. Pernyataan

210
Lihat Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia, Seruan HTI Indonesia, Khilafah dan
Penyatuan Kembali Dunia Islam. 2009. H. 74-77. Lihat juga Ad-Daulah al-Islamiyah, hlm. 237-
243.

136
tersebut mengindikasikan, bahwa Hizbut Tahrir Indonesia tidak setuju dengan
sistem pemerintahan NKRI yang menggunakan sistem demokrasi serta
mayoritas penduduknya Muslim berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan ber-
Bhineka Tunggal Ika. Padahal sejatinya keempat pilar tersebut merupakan
intisari dari ajaran Islam yang sudah dirumuskan oleh para pendiri bangsa ini
yang terdiri dari para ulama dan cendikiawan yang mayoritas muslim.

c. Aspek Semantik
1. Latar
Latar merupakan bagian isi teks yang dapat mempengaruhi semantik (arti)
yang ingin ditampilkan. Seorang penulis ketika menulis teks biasanya
mengemukakan latar belakang atas sesuatu masalah atau peristiwa yang ditulis.
Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan khalayak hendak
dibawa. Teks terkait judul “Kepemimpinan Ideologis Islam” setuju dengan
pemikiran politik Islam yang berorientasi untuk penegakkan sistem Dawlah
Khilafah Islamiyyah dan tidak setuju dengan penerapan ideologi Kapitalisme
termasuk di dalamnya demokrasi, nasionalisme, sukuisme, dan Sosialisme
termasuk Komunisme. Bentuk pernyataan tidak setuju dengan penerapan
ideologi Kapitalisme termasuk di dalamnya demokrasi, nasionalisme,
sukuisme, dan Sosialisme termasuk Komunisme, bisa dilihat pada paragraf
tentang latar belakang tumbuhnya ikatan nasionalisme dan kesukuan berikut:
‫ثزذ ٍر‬ٚ ‫أسض‬ٍ ِ ُِ ‫رٌهَ دِ ُس ْى‬ٚ ،ِٓ َ‫غ‬ٌٛ‫ث‬
ٟ‫ ُْ ف‬ِٙ ‫ش‬١‫ػ‬ َ ُ‫ثٌٕجط ُوٍَّ َّج ث ْٔ َسػَّ ثٌفِ ْى ُش سثدِطَز‬
ِ َٓ١‫صَ ْٕ َشأ ُ د‬
ٞ‫ػٓ ثٌذٍََ ِذ ثٌَّز‬ ِ َ‫ ثٌذف‬ٍٝ‫ُ ُْ ػ‬ٍُِّٙ ْ‫صَس‬ٚ ،‫ظ‬
ِ ‫جع‬ ِ ‫جع ػ َِٓ ثٌَٕ ْف‬
ِ َ‫ْضَ رُ ثٌذَمَج ِء دجٌذف‬٠‫ فضأ ُخ ُزُ٘ ُْ غَش‬،‫ج‬ٙ‫ ُْ د‬ِٙ ِ‫ثٌضصجل‬ٚ
ًُّ‫ أل‬ٟ٘ٚ
َ ،ُ‫َّز‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ ثٌشثدطزُ ث‬ٟ‫ِٓ ٕ٘ج صَأْص‬ٚ
ْ ،‫ج‬ٙ١ٍَ‫َْ ػ‬ٛ‫ش‬١‫َؼ‬٠ ٟ‫ثألسض ثٌَّض‬ٚ
ِ ،ٗ١‫َْ ف‬ٛ‫ ُش‬١ْ ‫َ ِؼ‬٠
‫َج َسثدِطَز‬ََّٙٔ‫ ِأل‬،‫فجعذَر‬
ِ ‫ّزُ سثدطز‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ رٌهَ فجٌشثدطزُ ث‬ٍٝ‫ػ‬ٚ .‫ثٔخفجظًج‬ ِ ‫أَ ْوثَ ُشَ٘ج‬ٚ ً‫ر‬َّٛ ُ‫ثدػ ل‬ٚ‫ثٌش‬
ِ
.‫ ُِؤَ لَّضَز‬َٚ ‫َّز‬١‫ػجغف‬َٚ ‫عز‬ َ ِ‫ُِ ْٕخَ ف‬
Terjemahannya: Ikatan kebangsaan (Nasionalisme) tumbuh di tengah-
tengah masyarakat, tatkala pola pikir manusia mulai merosot. Ikatan ini terjadi
ketika manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tidak
beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan
mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempat dimana mereka
hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan

137
nasionalisme, yang tergolong ikatan paling lemah dan rendah nilainya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, ikatan nasionalisme merupakan ikatan
yang rusak, karena mutu ikatannya rendah, bersifat emosional, dan temporal.

ًٍ ‫ٌىٓ دِ َش ْى‬ٚ
ْ ُ‫َّز‬١ٍِِ‫ ثٌشثدطزُ ثٌ َؼجة‬ٟ٘ٚ
َ ،‫َّز‬١ِِ ٛ‫َجط سثدطَز ل‬ ِ ٌٕ‫َٓ ث‬١ْ ‫ِّمًج صَ ْٕ َشأ ُ د‬١‫ظ‬َ ‫ْ ثٌفِ ْى ُش‬ٛ‫ى‬٠
ُ َٓ١‫ز‬ٚ
ْ‫ج‬ِ ‫ ثإل ْٔ َغ‬ٟ‫ ف‬ٟ٘
َ َٚ ،‫َجد ِر‬١‫ْ َخ ُذ ِػ ْٕ َذُٖ زُخُّ ثٌ ِّغ‬ُٛ١َ‫ْضَ رُ ثٌذَمَج ِء ف‬٠‫َش‬
ِ ‫ ِٗ غ‬١‫ص ًُ ف‬َّ َ ‫رٌهَ أَ َّْ ث ِإل ْٔ َغجَْ صَضَأ‬ٚ ،‫ْ َع َغ‬َٚ‫أ‬
‫ ُش‬١‫غ‬َٚ ‫ َّز‬١‫ػجغف‬َٚ ‫َّز‬١ٍَِ‫ج سثدطز لَذ‬َّٙٔ‫َّزُ فجعذر أل‬١ِٛ‫وزٌهَ ثٌشثدطزُ ثٌم‬َٚ .ً‫َّز‬٠‫ًّج فَشْ ِد‬٠‫ط فِ ْى ِش‬
ِ ِ‫ثٌ َّ ْٕخَ ف‬
‫َّ ٍز‬١ٔ‫إٔغج‬
Terjemahannya: Penulis teks juga menampilkan latar belakang tumbuhnya
ikatan sukuisme di tengah-tengah masyarakat pada saat pemikiran manusia
mulai sempit yang muncul dari naluri mempertahankan diri dan dalam dirinya
mencuat keinginan untuk berkuasa. Keinginan itu muncul hanya pada individu
yang rendah taraf berfikirnya. Demikian pula halnya dengan ikatan sukuisme
termasuk ikatan yang rusak, karena berlandaskan pada keturunan, bersifat
emosional, dan tidak manusiawi.

Sedangkan pernyataan penulis teks terkait ketidak setujuan terhadap


ideologi kapitalisme termasuk didalamnya sistem demokrasi dan sosialisme
termasuk komunisme bisa dilihat dalam paragraf latar belakang kemunculan
ideologi tersebut, yaitu:
ْ ‫ ألََُّٔٗ َٔج ِشب‬،ً‫جغ‬ ُ ُ
ٓ‫ػ‬ ِ َ‫ َِ ْذذَأ د‬َُٛ َٙ‫ ِٗ ف‬١ْ ِ‫ق ف‬ ٍ ‫ َر ْ٘ ٍٓ َش ْخ‬ٟ‫َ ْٕ َشأ ف‬٠ ٞ‫أَ َِّج ثٌّ ْذذَأ ثٌَّز‬َٚ
ُ ‫َّ ٍز صُ ْش َش‬٠‫ص د َؼ ْذمَ ِش‬
ِ ُٚ ‫ظز ٌٍضفَج‬
‫س‬ َ ْ‫ ُِْ ػُش‬١‫جْ ٌٍضَ ْٕ ِظ‬ِ ‫ث ِإل ْٔ َغ‬ َُ ْٙ َ‫ألَ َّْ ف‬ٚ ،‫ ِد‬ُٛ‫خ‬ُٛ ٌ‫ثَلزجغَ ِز دج‬
َ ِ ‫َؼ‬٠ ‫ ٍد‬ٚ‫َػ ْم ًٍ ِسْ ُذ‬
ِٓ ‫ْد ُض َػ‬
ٌٝ‫ إ‬ِّٞ َ ِ‫ظج ََ ثٌّضََٕجل‬
َ ‫ط ثٌّؤَ د‬ َ ٌِٕ‫ُ ْٕضِ ُح ث‬٠ ‫َج ِِ َّّج‬ٙ١‫شُ ف‬١‫َؼ‬٠ ٟ‫تَ ِز ثٌَّض‬١‫ثٌضأَثُّ ِش دجٌذ‬ٚ ‫ط‬ ِ ُ‫ثٌضَٕجل‬ٚ ‫ف‬ ِ َ‫ثإل ْخضِال‬ٚ
ِ
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
.ْ‫ج‬ ِ ‫ِشمَج ِء‬
Terjemahannya: Ideologi yang muncul dalam benak manusia karena
kejeniusan yang nampak pada dirinya adalah ideologi yang salah. Karena
berasal dari akal manusia yang terbatas, yang tidak mampu menjangkau segala
sesuatu yang nyata. Disamping itu pemahaman manusia terhadap proses
lahirnya peraturan selalu menimbulkan perbedaan, perselisihan, dan
pertentangan, serta selalu lingkungan tempat ia hidup. Sehingga membuahkan
peraturan yang saling bertentangan, yang mendatangkan kesengsaraan bagi
manusia.

َ ُ‫٘ز ِٖ ثٌف ْى َشر‬ٚ ،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬


،‫َج‬ُٙ‫ َذص‬١ْ ِ‫ ػم‬ٟ٘ َ ٓ‫ػ‬ِ ِْٓ ٠‫جط فَصْ ًِ ثٌذ‬ ِ ‫ أ َع‬ٍٝ‫ َُ ػ‬ُٛ‫َج صَم‬َّٙٔ‫زُ فئ‬١ٌ‫أ َِّج ثٌشأعّج‬
َٛ ٘ ْ‫ج‬ ُ ‫َّ ِز وجَْ ثإلٔ َغ‬٠‫ثٌفىش‬
ِ ‫ ٘زٖ ثٌمَج ِػ َذ ِر‬ٍٝ‫دٕج ًء ػ‬ٚ ،ُ‫َّز‬٠‫َج ثٌفِ ْى ِش‬ُٙ‫ لج ِػ َذص‬ٟ٘ٚ
َ ،ُ‫َّز‬٠‫َج ثٌفِ ْى ِش‬ُٙ‫َج َدص‬١ِ‫ ل‬ٟ٘ٚ
َ
َّْ َ‫َ ٍز ث‬ٙ‫َز ِٓ ِخ‬١ِ‫ آص‬َٟ ِٙ َ‫ج ٘زث ثٌّذذثُ ف‬ٙ‫ أَخَ َزَ٘ج د‬ِٟ‫ ثٌَّض‬ُّٟ ‫ثغ‬
ِ ‫أ َِّج ثٌ ِذ ُِ ْم َش‬ٚ ،‫َج ِر‬١‫ ثٌس‬ٟ‫َع ُغ ِٔظَج َُِٗ ف‬٠ ٞ‫ثٌَّز‬

138
َ ‫ ص‬ٟ‫ ثٌَّض‬َٟ ِٙ َ‫ ف‬،‫س‬
‫ع ُغ‬ ِ ‫ ِصذ ََس ثٌغٍطج‬َٟ ِ٘ ُ‫ش ثألُ َِّز‬ ِ ٔ‫ٌزٌهَ وج‬ٚ ،َُِٗ ‫ع ُغ ٔظَج‬٠ َ ٞ‫ ثٌَّز‬ٛ٘ َ َْ‫ثإل ْٔ َغج‬
ِ
ٌُٗ ‫صع ُغ‬ٚ
َ ،‫َس‬ ُ َ‫صَ ْٕض‬َٚ ،‫َج‬َّٙ ‫سْ ُى‬١ٌ َُ ‫ صغضأْ ِخ ُش ثٌسجو‬ِٟ‫ ثٌَّض‬َٟ ِ٘ ٚ ،َ‫ثأل ْٔ ِظ َّز‬
ْ ‫ أَ َسثد‬ٝ‫ع ٘زث ثٌ ُس ْى َُ ِ ُْٕٗ ِض‬
.‫ ُذ‬٠ْ ‫ صُ ِش‬ٞ‫ثٌٕظَج ََ ثٌَّز‬
Terjemahannya: Ideologi kapitalisme tegak atas dasar pemisah agama
dengan kehidupan (sekularisme). Ide ini menjadi akidahnya, sekaligus sebagai
qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis), serta kaidah berfikirnya.
Berlandaskan kaidah berfikir ini, mereka berpendapat bahwa manusia berhak
membuat peraturan hidupnya. Demokrasi yang dianut oleh ideologi ini, berasal
dari pandangannya bahwa manusia berhak membuat peraturan (undang-
undang). Menurut mereka, rakyat adalah sumber kekuasaan. Rakyatlah yang
membuat perundang-undangan. Rakyat pula yang menggaji kepala negara
untuk menjalankan undang-undang yang telah dibuatnya. Rakyat berhak
mencabut kembali kekuasaan itu dari kepala negara, sekaligus menggantinya,
termasuk merubah undang-undang sesuai dengan kehendaknya.

َّ ََٛ ‫إِ ْْ ص‬َٚ ،ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫ْظ َػ‬


‫َج‬ٙ١ْ ٌِ‫ص ًَ إ‬ َ ١ٌَٚ ‫َ ِز‬٠‫ ثٌّج ِّد‬ٍٝ‫َّز ػ‬١ِٕ‫ َِ ْذ‬َٟ ِٙ َ‫َّزُ ف‬١‫ْ ِػ‬ُٛ١‫َّزُ ثٌ ُّش‬٠‫َجدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫أَ َِّج ثٌم‬
ُ‫َج َدر‬١ِ‫أَ َِّج ثٌم‬َٚ .‫َّز‬٠‫ َِج ِّد‬َٟ ِٙ َ‫ ف‬،‫َج ِء‬١‫َج أَصْ ًَ ثألَ ْش‬ٍِٙ‫دِ َد َؼ‬ٚ ،‫ْ ِد ثٌّج َّد ِر لَذ ًَْ ثٌفِ ْى ِش‬ُٛ‫خ‬ُٛ ِ‫ْ ُي د‬ُٛ‫َج صَم‬ََّٙٔ‫ أل‬،ًُ ‫ثٌؼ ْم‬
ٞ‫ ثٌَّز‬ِٟ‫ثع ثٌذَث‬ ِ َ‫ ِٗ َِٓ ثٌٕض‬١ْ ٌَِ‫ش إ‬ ْ ٍَ‫ص‬َّ َٛ َ‫ ص‬ٞ‫عػ ثٌَّ ِز‬ٌٛ‫ث‬
ِ ٍَٝ‫َّز َػ‬١ِٕ‫ َِ ْذ‬َٟ ِٙ َ‫َّزُ ف‬١ٌ‫َّزُ ثٌشأع َّج‬٠‫ثٌفِ ْى ِش‬
ِ َٔ‫ ٌِزٌهَ َوج‬.‫ْ ٌَ ِز‬ٚ‫ ِْٓ ػ َِٓ ثٌذ‬٠‫أَ ْٔض ََح فَصْ ًَ ثٌ ِذ‬ٚ ،‫جي ثٌفِ ْى ِش‬
‫ش‬ ِ ‫َٓ ِس َخ‬١ْ َ‫ْ ٍْ د‬ُٚ‫ثعضَ َّشَّػ َّذرَ لُش‬
ِ ‫ َغ ِز‬١ْ ِٕ‫جي ثٌ َى‬
ِ ‫س َخ‬ٚ
ْ ِ‫َجْ َِ َغ ثٌف‬
‫ ُش‬١ْ ‫ َغ‬ٚ ،‫ط َش ِر‬ َ ِ‫ُ َّج ُِضََٕجل‬ََّٙٔ‫ أل‬،ِْٓ ١َ‫َّزُ ُِ ْخفِمَض‬١ٌ‫ثٌشأعّج‬ٚ ‫ َّ ِز‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫َجْ ثٌ ُّش‬
ِ ‫عض‬ ِ ‫َّض‬٠‫َجْ ثٌفِ ْى ِش‬
ِ ‫َج َدص‬١ِ‫ثٌم‬
.ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫ ِْٓ َػ‬١َ‫َّض‬١ِٕ‫َِ ْذ‬
Terjemahannya: Kepemimpinan ideologis komunisme bersandar pada
materialisme bukan berdasarkan akal, sekalipun dihasilkan oleh akal.
Komunisme menyatakan bahwa materi itu ada sebelum adanya pemikiran
(pengetahuan). Segala sesuatu berasal dari materi, itulah materialisme.
Sedangkan kepemimpinan ideologis kapitalisme bersandar pada pemecahan
jalan tengah (kompromi) yang dicapai setelah terjadinya pertentangan yang
berlangsung hingga berabad-abad antara para pendeta gereja dan cendikiawan
Barat, yang kemudian menghasilkan pemisahan agama dari negara.
Kepemimpinan ideologis komunisme dan kapitalisme telah gagal. Keduanya
bertentangan dengan fitrah manusia dan tidak dibangun berdasarkan akal.

Adapun penulis teks setuju dengan pemikiran kepemimpinan ideologi


Islam yang berorientasi untuk penegakkan sistem Dawlah Khilafah
Islamiyyah, bisa dilihat dalam latar belakang bentuk pernyataan paragraf
berikut:

139
ِ ٌِ‫ِٓ خَ ج‬
‫ك‬ ِ ‫ هللاِ ٌَُٗ دِ ِٗ ثٌ َّ ْذذَأُ ثٌص‬ِٟ ْ‫ز‬ٛ‫د‬
ْ ََُّٗٔ‫ أل‬،‫ ُر‬١ْ ‫َّس‬ َ ْ‫ج‬ ِ ‫ َر ْ٘ ِٓ ث ِإل ْٔ َغ‬ِٟ‫ٕ َشأ ُ ف‬٠ ْٞ‫أَ َِّج ثٌ َّذْذأُ ثٌَّ ِز‬
‫َّز‬١‫ َْدجد‬٠ِ‫ إ‬َٟ ٘ ُ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬ ْ َ‫ َِ ْذذَأ ل‬َُٛ َٙ‫ ف‬.ُ‫ هللا‬َٛ َُ٘ٚ ،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ
ِ ُ‫َّز‬٠‫َجدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫ثٌم‬ٚ .ٌّٟ ‫ط ِؼ‬ َ ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬ٚ
ْ‫ج‬ ِ ْٛ ِ ‫ثٌ َى‬
ِْ ‫ثإل ْٔ َغج‬ٚ
ِ ِْ ٛ‫ ثٌى‬ٟ‫ ِج ف‬ٌٝ‫ظ َش إ‬ ُ ِ‫ ْإر ص ٍَْف‬،ِ‫ ِد هللا‬ُٛ‫خ‬ُٛ ‫جْ د‬
َ ٌَٕ‫ش ث‬ ِ َّ ٠ْ ‫َج صدْ َؼ ًُ ثٌ َؼ ْم ًَ أَ َعجعًج ٌإل‬ََّٙٔ‫أل‬
ُ
‫ذسث‬٠ ِ ‫ ُِّٓ ٌإل ْٔ َغ‬١‫صُ َؼ‬ٚ ،‫س‬
‫جْ ِج‬ ْ ِٖ ‫ك ٘ز‬
ِ ‫لج‬ٍٛ‫ثٌّخ‬ َ ٍ‫ خ‬ٞ‫ْ ِد هللاِ ثٌَّز‬ُٛ‫خ‬ُٛ ‫ثٌد ْض َِ د‬
َ ٍٝ‫س ِّ ًُ ػ‬٠ ‫ ِِ َّّج‬،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ
ُٗ‫ُ ْذ ِس ُو‬١َ‫ ف‬،ِٗ ١ْ ٌ‫صُشْ ِش ُذ ػ ْمٍَُٗ إ‬ٚ ،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ ْٛ‫ثٌى‬ٚ
ِ ْ‫ج‬ ْ ُِ ‫جي‬
ٍ ٍَ‫ط‬
ِ ‫ ثإلٔ َغ‬ٟ‫ْ خ ْذ ف‬ُٛ٠ ُْ ٌ ،‫ك‬ ْ ِٗ ِ‫ػُٕٗ دفطشص‬
ٍ َّ ‫ِٓ َو‬
.ُ‫سز‬١‫َّزُ ثٌصس‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫زذ٘ج ثٌم‬ٚ ٟ٘ ِ َ‫َّز‬٠‫َجدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١‫ثٌسجص ًُ أَ َّْ ثٌم‬ٚ .ِٗ ِ‫ ُْؤ ِِ ُٓ د‬٠َٚ
َ َ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬
Terjemahannya: Ideologi yang muncul dari benak manusia melalui wahyu
Allah adalah ideologi yang benar. Karena bersumber dari Al-khaliq, yaitu
pencipta alam, manusia, dan hidup, yakni Allah SWT. Ideologi ini pasti
kebenarannya. Ideologi Islam menerangkan bahwa di balik alam semesta,
manusia, dan hidup, terdapat Al-Khaliq yang menciptakan segala sesuatu, yaitu
Allah SWT. Asas ideologi ini adalah keyakinan akan adanya Allah SWT.
Akidah ini yang menetukan aspek rohani, yaitu bahwa manusia, hidup, dan
alam semesta, diciptakan oleh Al-Khaliq. Kepemimpinan ideologis Islam
adalah kepemimpinan ideologis yang positif. Karena menjadikan akal sebagai
dasar untuk beriman kepada wujud Allah. Kepemimpinan ini mengarahkan
perhatian manusia terhadap alam semesta, manusia, dan hidup, sehingga
membuat manusia yakin terhadap adanya Allah yang telah menciptakan
makhluk-makhluk-Nya. Di samping itu kepemimpinan ini menunjukkan
kesempurnaan mutlak yang selalu dicari oleh manusia karena dorongan
fitrahnya. Kesempurnaan itu tidak terdapat pada manusia, alam semesta, dan
hidup. Kepemimpinan ideologis ini memberi petunjuk pada akal agar dapat
sampai pada tingkat keyakinan terhadap Al-Khaliq supaya ia mudah
menjangkau keberadaan-Nya dan mengimani-Nya. Berdasarkan keterangan
tadi, hanya kepemimpinan ideologis Islamlah satu-satunya kepemimpinan
ideologis yang benar.

Kemudian penulis teks juga menampilkan latar belakang sejarah mengenai


penerapan sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah serta kehidupan pemerintahan
Islam yang gemilang, hal tersebut bisa dilihat dalam paragraf berikut:
ٌَِٝ‫ ُي إ‬ُٛ‫صً ثٌشع‬ٚ َ ْْ َ‫ ُِ ْٕ ُز أ‬،‫س‬ُٛ ِ ‫ث‬ُٛ‫َٓ غَذَّم‬١ْ ِّ ٍِ‫أَ َّْ ثٌ ُّ ْغ‬
ِ ‫ ِْغ ثٌؼص‬١ِّ ‫ َخ‬ٟ‫زْ َذُٖ ف‬ٚ ََ َ‫ثإل ْعال‬
‫َ ِذ‬٠ ٍَٝ‫َّ ٍز َػ‬١ِِ َ‫ٌ ٍز إِ ْعال‬ٚ‫ش آخ ُش د‬ ْ َ‫َٓ َعمَط‬١‫َّ ٍز ز‬٠‫الد‬١ِ 6161 ‫َّ ٍز‬٠‫ ِ٘دْ ِش‬6331 ‫ َعَٕ ِز‬َّٝ‫َٕ ِز زض‬٠ْ ‫ثٌ َّ ِذ‬
‫ أَ َِّج‬.‫جذ‬ ْ َّ‫ ٘زث ثٌض‬ٟ‫ٔدسش ف‬ ْ ‫ َوجَْ ص‬َٚ ،‫جس‬
ِ ‫ ِد ثٌٕ ََد‬ٚ‫ أَ ْد َؼ ِذ ُز ُذ‬ٌَِٝ‫ْك إ‬ ِ ١ِ‫طذ‬ ْ َّٝ‫َج َشج ِِالً َزض‬ُٙ‫م‬١ْ ِ‫َطذ‬ ِ َّ ‫ثَلعضِ ْؼ‬
ْ ‫ص‬
ِ َّ ِ‫َّ ِز ثٌ ُّضَ َؼٍِّمَ ِز دجَلخْ ض‬١‫ ثألَزْ َى ِجَ ثٌ َّششْ ِػ‬ٟ‫ ف‬:‫َج َء‬١‫ خَ ّْ َغ ِز أَ ْش‬ٟ‫َضَ َّثَّ ًُ ف‬٠ َُِّٗٔ‫إل ْعالَ َِ فَئ‬
،‫جع‬ ِ ٌ ُِ ‫ثٌسج ِو‬
َ ‫ْك‬ِ ١ِ‫َطذ‬
‫َج‬ٙ‫ ُؼ‬١ْ ِّ ‫َج ُء ثٌخَ ّْ َغزُ َخ‬١‫ش ٘ ِز ِٖ ثألَ ْش‬ ْ َ‫لَ ْذ غُذِّم‬َٚ .ُِ ‫ثٌ ُس ْى‬ٚ ،‫َّ ِز‬١‫جس ِخ‬
ِ َ‫َ ِز ثٌخ‬١‫َجع‬١‫ثٌغ‬ٚ ،ُِْ ١ٍِ‫ثٌض ْؼ‬ٚ ،‫صج ِد‬ َ ِ‫ثَل ْلض‬ٚ
ِ ‫ٌ ِز‬ٚ‫ِٓ لَذ ًِْ ثٌذ‬
.‫ َّ ِز‬١ِِ َ‫ثإل ْعال‬

140
Bahwa umat Islam, sepanjang sejarahnya hanya menerapkan sistem Islam,
sejak Rasulullah SAW berada di Madinah sampai tahun 1336 H (1918 M),
yaitu tatkala jatuhnya Daulah Islam yang terakhir ke tangan penjajah. Saat itu
penerapan sistem Islam mencakup seluruh aspek kehidupan, bahkan negara
berhasil menerapkannya dengan sangat gemilang. Penerapan sistem Islam oleh
penguasa dimanifestasikan dalam lima bidang, yaitu hukum-hukum syara‟
yang berkaitan dengan masalah (1) sosial (yang mengatur interaksi pria dan
wanita), (2) ekonomi, (3) Pendidikan, (4) politik luar negeri, dan (5)
pemerintahan. Hukum-hukum yang menyangkut kelima bagian ini telah
diterapkan oleh Daulah Islam sejak dulu.

:ِٓ ١ْ َ١ٌِ‫ٓ ثٌضج‬٠‫ثألِش‬


ِ ٟ‫َّ َّج ف‬١‫َلع‬ٚ ‫ش‬١‫ثٌٕظ‬
ِ ‫ًّج فم ْذ وجَْ ٔدجزًج ُِ ْٕمَ ِط َغ‬١ٍّ‫جد ِر ػ‬١‫أ َِّج ٔدج ُذ ٘ز ِٖ ثٌم‬

ِ ‫ْ ِػ ِٗ ِِ ْٓ زجٌ ٍز‬ُّٛ ْ‫ دِ ُّد‬ٟ


‫َّ ٍز‬٠‫فىش‬ َّ ِ‫ثٌشؼخ ثٌؼشد‬
َ ِ ٍََ‫َّزَ َٔم‬١ِ‫َّزَ ثإلعال‬٠‫ج َدرَ ثٌفىش‬١‫أ َِّج أز ُذُ٘ َّج فَئ ِ َّْ ثٌم‬
‫ش‬
،‫َّ ٍز‬٠‫ع ٍز فِ ْى ِش‬ٙٔ ‫ػصش‬
ِ ٌٝ‫ إ‬،‫ثٌذثِظ‬
ِ ًِْ ٙ‫ثٌد‬ ِ ‫َج ِخ‬٠‫ َد‬ٟ‫ُِ ْٕ َسطَّ ٍز صَضَ َخذَّػُ ف‬
َ َِ َ‫ظَال‬َٚ ،‫َّ ِز‬١ٍِِ‫ َّ ِز ثٌؼجة‬١‫شثٌؼصْ ذ‬١
‫ فَمَ ِذثٔذفَ َغ‬.َُ ٌ‫ دًَْ َػ َُّ ثٌؼج‬،‫ح‬
ِ ‫ثٌؼش‬
َ ٍٝ‫ؽ َش ّْ ِغ ِٗ ػ‬ ِ ‫ ْمض‬٠ ُْ ٌ ٞ‫ثإلعالَ َِ ثٌَّز‬
ُ ْٚ‫َصشْ دُ ُض‬ ِ ‫س‬ٕٛ‫د‬ ْ ‫َض‬٠
ُ‫َأل َأل‬
ِ
‫دال ِد‬ٚ ‫ثٌؼشثق‬ٚ
ِ ‫ط‬َ ‫جس‬ ِ َ‫ ف‬ٍٝ‫ْ ػ‬ٌَٛ َْٛ‫ثعض‬ٚ ،ُِ ٌَ‫ثإلعالَ ََ ٌٍ َؼج‬ِ ‫ث‬ٍِّٛ ‫ز‬َٚ ،‫َّ ِز‬١‫ ثٌىش ِر ثألسظ‬ٟ‫َْ ف‬ٍّٛ‫ثٌّغ‬
ِ ‫َّج‬١ِِ َْٛ‫ ُش ل‬١ْ ‫َّز َغ‬١ِِ ْٛ‫ح ل‬
‫س‬ ِ ُْٛ‫ِٓ ٘ ِز ِٖ ثٌ ُشؼ‬
ْ ‫خ‬ ْ
ٍ ‫وجٔش ٌىًِّ َش ْؼ‬ٚ .‫َج‬١ِ‫م‬٠ْ ‫ إ ْف ِش‬ِّٟ ٌِ‫ َش َّج‬ٚ ‫ِصْ َش‬ٚ َ‫ثٌشج‬
ِ
ٟ‫َ ف‬ٚ‫ثٌش‬ِ ‫َّ ِز‬١ِِ َْٛ‫ش ل‬١‫غ‬
َ ‫ط‬َ ‫فجس‬
ِ ٟ‫ط ف‬ ِ ْ‫َّز ثٌفُش‬١ِِ ٛ‫فىجٔش ل‬
ْ ،‫ج‬ِٙ‫ ُش ٌُغَجص‬١ْ ‫ٌُغَز َغ‬ٚ ،ٜ‫ح ثألُ ْخش‬ ِ ٛ‫ثٌشؼ‬
ْ
ُْ ُُٙ‫وجٔش ػجدثص‬ٚ ،‫َج‬١ِ‫م‬٠‫ إفش‬ٌٟ‫شّج‬
ِّ ٟ‫َّ ِز ثٌذشْ دَ ِش ف‬١ِٛ‫ش ل‬١‫غ‬ٚ
َ ،‫ِصش‬
َ ٟ‫َّ ِز ثٌمِذ ِْػ ف‬١ِٛ‫ش ل‬١‫غ‬َٚ ،َ‫ثٌشج‬
ِ
ِ ٍ‫ دخ‬َّٝ‫ زض‬،ََ ‫ َّ ِز ثإلعال‬ِٙ َ‫ف‬ٚ ،ِّٟ ِِ ‫ش دجٌس ْى ُِ ثإلعال‬
‫ش‬ ْ ٍََّ‫إْ ث ْعضَظ‬ِ ‫ِج‬ٚ .ً‫ُ ُْ ُِ ْخضٍَِفَز‬ُٙٔ‫ج‬٠‫أد‬ٚ ُْ ٘‫ ِذ‬١ْ ٌ‫صُمج‬ٚ
‫ج َد ِر‬١‫ٌزٌهَ وجَْ ٔ ََدج ُذ ثٌم‬ٚ .ُ‫َّز‬١ِِ ‫ ثألُ َِّزُ ثإلعال‬َٟ ِ٘ ,ً‫ثز َذر‬ٚ
ِ ً‫َج أُ َِّز‬ٙ‫ ُؼ‬١ْ ِّ ‫ش َخ‬ْ ‫أصْ ذَ َس‬ٚ ،‫َج‬ٍُّٙ‫ثإلعال ََ ُو‬
َ‫ٍَز‬١ْ ‫ع‬َٚ َّْ َ‫ َِ َغ أ‬،‫ ِْش‬١‫س ٔدجزًج ُِ ْٕمَ ِط َغ ثٌَّٕ ِظ‬ ِ ٛ‫ ِْش ٘ز ِٖ ثٌ ُشؼ‬ٙ‫ص‬
ِ ‫َّج‬١ِٛ‫ثٌم‬ٚ ‫ح‬ َ ٟ‫ َّ ِز ف‬١ِ‫َّ ِز ثإلعال‬٠‫ثٌف ْى ِش‬
.ُُ ٍََ‫ثٌم‬ٚ ْ‫ثٌٍغج‬
ُ ِ َ‫ٍز‬١‫ع‬ٚٚ ،ًُ َّ ‫ثٌد‬ٚ
‫ٔشش٘ج‬ َ ُ‫ ثٌٕجلز‬ٟ٘ َ ‫َج‬ٍِّٙ‫ ز‬ٟ‫س ف‬ ِ َ‫ثصال‬ِٛ ُّ ٌ‫ث‬
Terjemahannya: Keberhasilan qiyâdah fikriyyah Islam secara nyata, adalah
bentuk keberhasilan yang tiada bandingannya, terutama dalam hal berikut ini:
pertama, bahwa qiyâdah fikriyyah Islam berhasil mengubah bangsa Arab
secara keseluruhan dari taraf pemikiran yang sangat rendah, dan dari kegelapan
yang selalu diliputi oleh fanatisme kesukuan dan alam kebodohan yang sangat,
menjadi era kebangkitan berpikir yang cemerlang, gemerlap dengan cahaya
Islam, yang bahkan tidak hanya untuk bangsa Arab saja tetapi seluruh dunia.
Umat Islam telah memainkan peranan penting dalam membawa Islam ke
seluruh pelosok dunia, sehingga mampu menguasai Persia, Iraq, Syam, Mesir,
dan Afrika Utara. Pada waktu itu masing-masing bangsa memiliki ras, etnik,
dan suku-suku yang saling berlainan dengan bangsa-bangsa lainnya. Juga
dalam hal bahasa. Bangsa Persia, misalnya, berbeda dengan bangsa Romawi di

141
Syam, berbeda pula dengan bangsa Qibthi di Mesir, berlinan pula dengan
bangsa Barbar (orang-orang Moor) yang ada di Afrika Utara. Demikian pula
halnya dengan adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan, dan agamanya, masing-
masing saling berlainan. Namun tatkala mereka hidup di bawah naungan
pemerintahan Islam, kemudian memahami Islam, pada akhirnya mereka
berduyun-duyun masuk Islam secara keseluruhan. Jadilah mereka sebagai umat
yang satu, yaitu umat Islam. Karena itu, keberhasilan qiyâdah fikriyyah Islam
dalam mempersatukan bangsa-bangsa dan suku-suku yang ada, merupakan
keberhasilan cemerlang dan tiada duanya. Padahal waktu itu sarana transportasi
dalam penyebarluasan dakwah hanya menggunakan unta, sedangkan media
penyebaran melalui lisan dan pena.

ْ ٍََّ‫َّزَ ظ‬١ِ‫أْ ثألُ َِّزَ ثإلعال‬


‫ أ َِّ ٍز‬ٍٝ‫ش أػ‬ َّ ٛٙ‫ف‬
َ ،‫جد ِر‬١‫ٔدجذ ٘ ِز ِٖ ثٌم‬ِ ٍٝ‫َ ُذيُّ ػ‬٠ ٞ‫ ثٌَّز‬ٟٔ‫أ َِّج ثأل ِْ ُش ثٌثج‬
ٌُ‫ثٌؼج‬
ِ ِ ٍََّ‫ظ‬ٚ ،ً ‫ ِػ ٍْ َّج‬َٚ ً‫ثَمجفَز‬ٚ ً‫َّز‬١ٔ‫ِذ‬ٚ ً‫ثٌؼجٌُ زعجسر‬
ٟ‫ْ ِي ف‬ٚ‫َّزُ أَػظَ َُ ثٌ َّذ‬١ِِ ‫ْ ٌزُ ثإلعال‬ٚ‫ش ثٌ َّذ‬ ِ ٟ‫ف‬
‫ثٌثجِٓ ػش َش‬
ِ ِْ ‫ف ثٌمش‬ َ ‫ ُِ ْٕض‬َّٝ‫ِّ زض‬ٞ‫الد‬١ٌّ‫ َِٓ ثٌمَشْ ِْ ثٌ َغجدِ ِغ ث‬:ً‫ ػشش لَشْ َٔج‬ٟٕ‫أَ ْلذ ََسَ٘ج ُِ َّذرَ ْث‬ٚ
ِ ‫َص‬
َ َٛ َ‫َٓ ثألُ َِ ُِ غ‬١‫ثٌشّظ ثٌّ ْش ِشلَزَ د‬ٚ
.‫ثي ٘ ِز ِٖ ثٌّ َّذ ِر‬ َ ،‫َج‬١ْٔ ‫زْ َذَ٘ج صَ ْ٘ َشرَ ثٌ ُذ‬ٚ ‫وجٔش‬ٚ
ْ ، ِّٞ‫الد‬١ٌّ‫ث‬

Terjemahannya: Kedua, hal lain yang menunjukkan keberhasilan qiyâdah


fikriyyah Islam adalah bahwa umat Islam telah menjadi umat yang terkemuka
di dunia dalam bidang ẖaḏârah (peradaban), tsaqofah dan ilmu pengetahuan.
Daulah Islâm telah menjadi negara terbesar dan terkuat di dunia selama 12
abad, yaitu dari abad ke-7 sampai pertengahan abad ke-18 M. Daulah Islâm
merupakan kebanggaan dunia, seperti matahari yang memancarkan sinarnya
sebagai penerang bagi umat lain di sepanjang kurun tersebut.

Interpretasi
Melihat elemen wacana latar dalam teks di atas, penulis teks menampilkan
wacana latar yang negatif terkait ikatan nasionalisme, kesukuan, kapitalisme
termasuk sistem demokrasi, sosialisme dan komunisme. Sedangkan untuk
wacana kepemimpinan ideologis Islam, penulis teks menampilkan latar
belakang sejarah mengenai penerapan sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah
serta kehidupan pemerintahan Islam yang gemilang. Berangkat dari wacana
latar tersebut timbul pertanyaan yang signifikan mengapa teks tidak
menampilkan wacana latar faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran
sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah, khususnya dilihat dari sudut pandang
internal, yaitu faktor-faktor penyebab dari sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah
sendiri. Kemudian teks juga tidak menampilkan wacana latar tentang

142
kelebihan dan kesuksesan penerapan bentuk-bentuk kepemimpinan ideologi
Kapitalisme termasuk di dalamnya demokrasi, nasionalisme, sukuisme, dan
Sosialisme.
Jawaban dari pertanyaan di atas bisa terlihat dengan analisis teks kritis
elemen wacana latar, bahwa penulis teks setuju dengan kepemimpinan
ideologis Islam yang memperjuangkan sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah.
Kalau teks menampilkan wacana latar yang menyebabkan kemunduran sistem
Dawlah Khilafah Islamiyyah khususnya dilihat dari sudut pandang internal, ini
bisa melemahkan argumentasi penulis teks dalam memperjuangkan sistem
Dawlah Khilafah Islamiyyah. Adapun penulis teks tidak setuju dengan
penerapan ideologi Kapitalisme termasuk di dalamnya demokrasi,
nasionalisme, sukuisme, dan Sosialisme termasuk Komunisme, karena bisa
menghambat terlaksananya penegakkan sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah.
Oleh karena itu, teks tidak menampilkan wacana latar tentang kelebihan dan
kesuksesannya.
Melihat pernyataan diatas, pemikiran penulis teks dan kelompok
keagamaan Hizbut Tahrir Indonesia sama-sama ingin memperjuangkan
tegaknya sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah, mereka berkeinginan Negara
Kesatuan Republik Indonesia menjadi bagian dari sistem tersebut, tujuannya
untuk melaksanakan syariat Islam secara menyeluruh. Kemudian mereka juga
tidak setuju dengan penerapan ideologi Kapitalisme termasuk di dalamnya
demokrasi, nasionalisme, sukuisme, dan Sosialisme termasuk Komunisme di
NKRI ini.211
Adapun ketika melihat sistem demokrasi yang diterapkan oleh pemerintah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebenarnya dalam rangka memelihara
kerukunan, kedamaian, dan keamanan di NKRI ini yang beragam agama, suku
bangsa, dan adat istiadatnya. Adapun ideologi Pancasila dan peraturan UUD
1945 yang digunakan sistem pemerintah NKRI merupakan intisari dari ajaran

211
Lihat Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia……H. 73-77

143
Islam. Sedangkan pemerintah NKRI sendiri bukan penganut pemikiran
Kapitalisme dan fakta lainnya mengharamkan penerapan ideologi Komunisme.

2. Detil
Elemen wacana detil berhubungan dengan kontrol informasi yang
ditampilkan penulis. Detil yang lengkap dan panjang lebar merupakan
penonjolan yang dilakukan sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada
khalayak. Detil yang lengkap itu akan dihilangkan kalau berhubungan dengan
sesuatu yang menyangkut kelemahan atau kegagalan dirinya. Hal yang
menguntungkan komunikator/pembuat teks akan diuraikan secara detil dan
terperinci, sebaliknya fakta yang tidak menguntungkan, detil informasi akan
dikurangi.
Teks terkait judul “Kepemimpinan Ideologis Islam” menampilkan
wacana Detil yang lengkap tentang bentuk aplikasi sistem Dawlah Khilafah
Islamiyyah, fakta tersebut bisa dilihat dalam paragraf berikut:
ٌَِٝ‫ ُي إ‬ُٛ‫صً ثٌشع‬ٚ َ ْْ َ‫ ُِ ْٕ ُز أ‬،‫س‬ُٛ
ِ ‫ ِْغ ثٌؼص‬١ِّ ‫ َخ‬ٟ‫زْ َذُٖ ف‬ٚ ََ َ‫ثإل ْعال‬ ِ ‫ث‬ُٛ‫َٓ غَذَّم‬١ْ ِّ ٍِ‫أَ َّْ ثٌ ُّ ْغ‬
‫َ ِذ‬٠ ٍَٝ‫َّ ٍز َػ‬١ِِ َ‫ٌ ٍز إِ ْعال‬ٚ‫ش آخ ُش د‬ ْ َ‫َٓ َعمَط‬١‫َّ ٍز ز‬٠‫الد‬١ِ 6161 ‫َّ ٍز‬٠‫ ِ٘دْ ِش‬6331 ‫ َعَٕ ِز‬َّٝ‫َٕ ِز زض‬٠ْ ‫ثٌ َّ ِذ‬
‫ أَ َِّج‬.‫جذ‬ ْ َّ‫ ٘زث ثٌض‬ٟ‫ٔدسش ف‬ ْ ‫ َوجَْ ص‬َٚ ،‫جس‬
ِ ‫ ِد ثٌٕ ََد‬ٚ‫ أَ ْد َؼ ِذ ُز ُذ‬ٌَِٝ‫ْك إ‬ ِ ١ِ‫طذ‬ ْ َّٝ‫َج َشج ِِالً َزض‬ُٙ‫م‬١ْ ِ‫َطذ‬ ِ َّ ‫ثَلعضِ ْؼ‬
ْ ‫ص‬
،‫جع‬ ِ َّ ِ‫َّ ِز ثٌ ُّضَ َؼٍِّمَ ِز دجَلخْ ض‬١‫ ثألَزْ َى ِجَ ثٌ َّششْ ِػ‬ٟ‫ ف‬:‫َج َء‬١‫ خَ ّْ َغ ِز أَ ْش‬ٟ‫َضَ َّثَّ ًُ ف‬٠ َُِّٗٔ‫إل ْعالَ َِ فَئ‬
ِ ٌ ُِ ‫ثٌسج ِو‬
َ ‫ْك‬ ِ ١ِ‫َطذ‬
‫َج‬ٙ‫ ُؼ‬١ْ ِّ ‫َج ُء ثٌخَ ّْ َغزُ َخ‬١‫ش ٘ ِز ِٖ ثألَ ْش‬
ْ َ‫لَ ْذ غُذِّم‬َٚ .ُِ ‫ثٌ ُس ْى‬ٚ ،‫َّ ِز‬١‫جس ِخ‬
ِ َ‫َ ِز ثٌخ‬١‫َجع‬١‫ثٌغ‬ٚ ،ُِْ ١ٍِ‫ثٌض ْؼ‬ٚ ،‫صج ِد‬ َ ِ‫ثَل ْلض‬ٚ
ِ ‫ٌ ِز‬ٚ‫ِٓ لَذ ًِْ ثٌذ‬
.‫ َّ ِز‬١ِِ َ‫ثإل ْعال‬
Bahwa umat Islam, sepanjang sejarahnya hanya menerapkan sistem Islam,
sejak Rasulullah SAW berada di Madinah sampai tahun 1336 H (1918 M),
yaitu tatkala jatuhnya Daulah Islam yang terakhir ke tangan penjajah. Saat itu
penerapan sistem Islam mencakup seluruh aspek kehidupan, bahkan negara
berhasil menerapkannya dengan sangat gemilang. Penerapan sistem Islam oleh
penguasa dimanifestasikan dalam lima bidang, yaitu hukum-hukum syara‟
yang berkaitan dengan masalah (1) sosial (yang mengatur interaksi pria dan
wanita), (2) ekonomi, (3) Pendidikan, (4) politik luar negeri, dan (5)
pemerintahan. Hukum-hukum yang menyangkut kelima bagian ini telah
diterapkan oleh Daulah Islam sejak dulu.

144
ُ‫ْظ‬١ِ‫ َسة‬َٛ ُ٘ٚ ُ‫فَز‬١ْ ٍِ َ‫ ثٌخ‬:ٟ٘ٚ ،‫َج ًصث‬ٙ‫َزَ ِخ‬١ِٔ‫َج ثَ َّج‬َِّٙٔ‫ ثإلعالَ فَئ‬ٟ‫َثس ِر ف‬ ِ ُِ ‫ضَ ِر ثٌ ُس ْى‬ِٙ ْ‫أَ َِّج دجٌٕغذ ِز ألَخ‬ٚ
َ ‫ثإلد‬ٚ
،ُ‫َلَر‬ُٛ ٌ‫ث‬َٚ ،" ُ‫ْش‬١‫ثٌد‬َ -‫َّ ِز‬١ِ‫ثٌسشْ د‬ ِ ‫ ُش‬١ْ ِِ َ‫أ‬َٚ ،‫ ِز‬١ْ ِ‫ ُْ ثٌضَّ ْٕف‬ٚ‫ج‬
َ ُ‫َج ِد "دَثةِ َشر‬ٙ‫ثٌد‬ ِ ‫ ُِ َؼ‬َٚ ،‫ط‬٠ٛ‫ثٌضف‬
ِ ِ ‫ ُِ َؼ‬َٚ ،‫ٌَ ِز‬ٚ‫ثٌ َّذ‬
ُْ ٚ‫ج‬
.‫ َِدْ ٍِظُ ثألُ َِّ ِز‬َٚ ،‫ْ ٌَ ِز‬ٚ‫صجٌِ ُر ثٌ َّذ‬ َ َ‫ثٌم‬َٚ
َ َِ َٚ ،‫عج ُء‬
Mengenai sistem pemerintahan, jelas sekali bahwa struktur negara di
dalam Islam terdiri dari delapan bagian, yaitu: (1) Khalifah, sebagai kepala
negara, (2) Mu‟awin Tafwidl, -sebagai pembantu Khalifah yang berkuasa
penuh-, (3) Mu‟awin Tanfidz, -sebagai pembantu Khalifah dalam urusan
administrasi, (4) Amirul Jihad, (5) Wali (gubernur), (6) Qadla (pengadilan), (7)
Aparat Administrasi Negara, (8) Majlis Umat.

Interpretasi
Berdasarkan elemen wacana detil di atas mendiskripsikan, bahwa praktik
sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah yang mengemban dakwah kepemimpinan
ideologi Islam telah diterapkan sejak masa Rasululah SAW sampai jatuhnya
Daulah Islam yang terakhir ke tangan penjajah. Penulis dalam teks
menggambarkan bahwa sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah sebagai sistem
yang positif dan juga menampilkan bentuk sistem pemerintahannya secara detil
dan jelas.
Bentuk sistem pemerintahan Dawlah Khilafah Islamiyyah jelas berbeda
dengan sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini
yang dikhawatirkan oleh pemerintah NKRI, bahwa teks keagamaan niẕâm al-
Islâm yang dipublikasikan oleh kelompok Hizbut Tahrir Indonesia sendiri
sudah menampilkan bentuk sistem pemerintahan Dawlah Khilafah Islamiyyah.
Fakta tersebut sudah menunjukkan bahwa kelompok keagamaan Hizbut Tahrir
Indonesia bertujuan ingin merubah sistem pemerintahan NKRI yang sah
sekarang ini dengan sistem pemerintahan Dawlah Khilafah Islamiyyah.

145
3. Maksud
Elemen wacana maksud, hampir sama dengan elemen detil. Dalam detil,
informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan dengan detil yang
panjang. Elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan komunikator
akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya, informasi yang
merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit, dan tersembunyi. Tujuan
akhirnya adalah publik hanya disajikan informasi yang menguntungkan penulis
teks. Informasi yang menguntungkan disajikan secara jelas, dengan kata-kata
yang tegas, dan menunjuk langsung pada fakta.
Teks terkait judul “Kepemimpinan Ideologis Islam” menampilkan
wacana maksud yang mendiskripsikan fungsi bentuk struktur sistem
pemerintahan Dawlah Khilafah Islamiyyah dengan kata-kata yang tegas, dan
menunjuk langsung pada fakta. Fakta-fakta tersebut bisa dilihat dalam paragraf
berikut:
‫ إَِل َّ دَ ْؼ َذ أَ ْْ أَصَ ث َي‬،‫فَز‬١ْ ٍِ َ‫ ِٗ خ‬١ْ ِ‫ُ ُْ ف‬ٌَٙ ْٓ ‫َ ُى‬٠ ُْ ٌَ َِٓ َ‫ ُْ ص‬ِٙ ١ْ ٍَ‫َ ُّ َّش َػ‬٠ ُْ ٌَ َٓ١ْ ِّ ٍِ‫ فَئ ِ َّْ ثٌ ُّ ْغ‬،‫فَ ِز‬١ْ ٍِ َ‫أَ َِّج ثٌخ‬
ًَْ ‫ أَ َِّج لَذ‬.ً‫َّز‬٠‫الَ ِد‬١ْ ِِ 6113 ٚ ً‫َّز‬٠‫ ِ٘دْ ِش‬6331 ‫ َو َّجي‬َٝ‫َ ٍذ ُِصْ طَف‬٠ ٍَٝ‫ثٌخالَفَزَ َػ‬ ِ ‫ثٌ َىجفِ ُش ثٌ ُّ ْغضَ ْؼ ِّ ُش‬
‫ أَ َش ِّذ‬ٟ‫ ف‬َّٝ‫ َزض‬،‫فَز‬١ْ ٍِ َ‫ دَ ْؼ َذُٖ خ‬َٝ‫لَ ْذ أَص‬َٚ َّ ‫فَز إَِل‬١ْ ٍِ َ‫َ ْزَ٘خُ خ‬٠َ‫ًّج َل‬١ِّ ِ‫َٓ دَثة‬١ْ ِّ ٍِ‫فَزُ ثٌ ُّ ْغ‬١ْ ٍِ َ‫رٌهَ فَمَذ َوجَْ خ‬
ِ َ‫ٌَز‬ٚ‫ ألَ َّْ ثٌ َّذ‬،ُ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬
َٟ ِ٘ َ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإل ْعال‬ ِ ُ‫ْ ٌَز‬ٚ‫س ثٌ َّذ‬
ِ ‫ ِخ َذ‬ُٚ ‫فَزُ فَمَ ْذ‬١ْ ٍِ َ‫ ِخ َذ ثٌخ‬ُٚ َٝ‫ َِض‬َٚ .‫غ‬ُٛ ِ ‫ُػص‬
ِ ‫ُذ‬ٌٙ‫س ث‬ُٛ
.ُ‫فَز‬١ْ ٍِ َ‫ثٌخ‬
Pada masa lalu struktur seperti ini selalu ada. Kaum Muslim belum pernah
melewati sejarahnya, kecuali hadir di tengah-tengah mereka seorang khalifah.
Pengecualiannya tentu saja setelah para penjajah kafir merubuhkan sistem
Khilafah melalui tangan Mustafa Kamal Ataturk pada tahun 1342 H (1924 M).
Sebelum itu, kaum Muslim selalu dipimpin oleh seorang Khalifah. Belum
pernah terjadi kekosongan seorang Khalifah tanpa disertai adanya Khalifah lain
sebagai penggantinya, bahkan pada masa-masa kemundurannya. Apabila
seorang Khalifah diangkat, maka saat itu terbentuk Daulah Islam. Sebab,
Daulah Islam itu adalah Khalifah.

ِٟ‫َٓ ٌَُٗ ف‬١ْ ِٔٚ‫ج‬


ِ ‫ْ ث ُِ َؼ‬ُٛٔ‫ َوج‬َٚ ،‫ْ ِس‬ُٛ‫ ِْغ ثٌ ُؼص‬١ِّ ‫ َخ‬ْٟ ِ‫َٓ ف‬٠ْ ‫ْ ِد‬ُٛ‫ْ خ‬َِٛ َ‫ث َو َزٌِه‬ُٛٔ‫َْ فَمَ ْذ َوج‬ُٛٔٚ‫ج‬ ِ ‫أَ َِّج ثٌ ُّ َؼ‬َٚ
‫صَ َسث َء‬ُٚ ُ‫َٓ ٌَمَخ‬١ْ ِّ١‫ َػصْ ِش ثٌ َؼذَّج ِع‬ِٟ‫ ُْ ف‬ِٙ ١ْ ٍَ‫ك َػ‬ ْ ُ‫إِ ْْ أ‬َٚ ُْ َُِّٙٔ‫إ‬َٚ ،‫صَ َسث َء‬ُٚ ‫ث‬ُٛٔٛ‫َ ُى‬٠ ُْ ٌََٚ ‫ ِز‬١ْ ِ‫ ثٌض ْٕف‬ِٟ‫ف‬َٚ ُِ ‫ثٌ ُس ْى‬
َ ٍِ‫غ‬
ْ ُِ ِّٟ ‫ّمشثغ‬٠‫ثٌذ‬
ًَْ‫ د‬،‫طٍَمًج‬ ِ ُِ ‫ ثٌ ُس ْى‬ٟ‫ َد ِر ف‬ُٛ‫ْ خ‬َّٛ ٌ‫ثس ِر ث‬ ِ ُ‫صفَز‬
َ َ‫ص‬ٌٛ‫ث‬ ِ ُْ ٌَُٙ ْٓ ‫ٌَ ُْ صَ ُى‬َٚ . َٓ١ْ ِٔٚ‫ج‬ ِ ‫ث ُِ َؼ‬ُٛٔ‫ُ ُْ َوج‬َّٕٙ‫ٌ ِى‬ٚ
.‫فَ ِز‬١ْ ٍِ َ‫َج ٌٍخ‬ٍُّٙ ‫َّجس ُو‬ُ ١‫ثٌصالز‬ٚ
ِ ٍ ٠ِٛ ‫ ِز دِضَ ْف‬١ْ ِ‫ثٌضَ ْٕف‬ٚ ُِ ‫ ثٌ ُس ْى‬ٟ‫َٓ ف‬١ْ ِٔٚ‫ج‬
،‫فَ ِز‬١ْ ٍِ َ‫ْط ِٓ ثٌخ‬ ِ ‫ث ُِ َؼ‬ُٛٔ‫َوج‬

146
Mengenai Mu‟awin Tafwidl dan Mu‟awin Tanfidz, mereka selalu ada
diseluruh masa. Kedudukan mereka sebagai pembantu dan pelaksana, bukan
sebagai Wuzaraa (kementrian). Kalaupun ada sebutan Wazir, yang terjadi pada
masa Abbasiah, tetapi fungsinya sebagai pembantu. Sama sekali tidak terdapat
ciri-ciri kementrian seperti yang ada dalam sistem demokrasi. Kedudukan
mereka hanya sebagai pembantu Khalifah dalam urusan pemerintahan dan
administrasi negara, Sedangkan wewenang kekuasaan secara keseluruhan
berada di tangan Khalifah.

‫َٓ ثزضَ ًَّ ثٌذِالَ َد‬١ْ ‫ثٌ َىجفِ ُش ِز‬َٚ .‫ َدَ٘ج ثَجدِش‬ُٛ‫خ‬ُٚ َّْ ِ ‫ْ ٌَ ِز فَئ‬َٚ‫صجٌِ ُر ثٌذ‬
َ َِ َٚ ُ‫عجر‬َ َ‫ثٌم‬َٚ ُ‫َلَر‬ُٛ ٌ‫أَ َِّج ث‬َٚ
ْٓ ِِ ‫جط‬ ْ ٔ‫ َوج‬ِٟ‫ْ ٌَ ِز ثٌَّض‬ٚ‫صجٌِ ُر ثٌ َّذ‬
ِ ٌَّٕ‫ْ َْ ث‬ُٛ‫ ُش ُشت‬٠ْ ‫َش صُ ِذ‬ َ َ‫ثٌم‬ٚ ُ‫َلَر‬ٌٛ‫َج ث‬ٙ١ْ ِ‫ف‬َٚ ً‫ْ ُسَ٘ج َعجةِ َشر‬ُِٛ ُ‫َش أ‬
َ َِ َٚ ُ‫عجر‬ ْ ٔ‫َوج‬
.‫ْشَ٘ج‬١‫ َغ‬َٚ ‫ص َسث َػ ٍز‬ٚ
ِ ‫خ‬ ٍ ١‫َطذ‬ ْ ‫ص‬ٚ ٍُْ ١ٍِ‫صَ ْؼ‬
Adapun para Wali, Qadli, dan Aparat Administrasi Negara, jelas sekali
bahwa eksistensi mereka selalu ada. Bahkan tatkala para penjajah kafir
menduduki negeri-negeri Islam, urusan pemerintahan masih berlangsung dan
dijalankan oleh para Wali, Qadli, dan Aparat Administrasi Negara, sehingga
keberadaan mereka tidak perlu pembuktian lagi.

َْ‫ َوج‬ٚ ،‫ًّج‬١ِِ َ‫ ًشج إِعال‬١ْ ‫جس ِٖ َخ‬


ِ َ‫ْش دجػضذ‬ َ ُِ ُ‫ أ‬ٌّٝٛ‫ض‬٠ ْ‫ش" فمذ َوج‬١‫"ثٌد‬
ِ ١‫س ثٌ َد‬ٛ َ ِ ‫ ُش‬١ْ ِِ َ‫أَ َِّج أ‬ٚ
‫َج ِد‬ٙ‫ثٌد‬
. ُ‫ُ ْغٍَخ‬٠َ‫ َل‬ٟ
َّ ِِ َ‫ثإلعال‬
ِ ‫ْش‬َ ١‫ ِر ِْٕ٘ ِٗ أَ َّْ ثٌ َد‬ٟ‫َض ََش َّو ُض ف‬٠ ُُ ٌَ‫ثٌ َؼج‬
Akan halnya Amirul Jihad memiliki wewenang mengurus angkatan
bersenjata, sebagai pasukan Islam. Pada saat itu berkembang opini umum di
seluruh dunia bahwa pasukan Islam adalah pasukan yang tidak terkalahkan.

ََُّٗٔ‫ رٌهَ أ‬ٟ‫ثٌغذخ ف‬ٚ ،ِٗ ِ‫ د‬َٕٝ‫ُ ْؼ‬٠ ُْ ٌَ َٓ٠ْ ‫ثٌشثش ِذ‬
ِ ‫ِدٍظ ثألُ َِّ ِز فَئَُِّٔٗ دَ ْؼ َذ ثٌ ُخٍَفَج ِء‬
ِ ًُ َّ ‫أَ َِّج َػ‬َٚ
ُْ ٌَ ْْ ِ ‫ فَئ‬،ٟ‫ ثٌشثػ‬ٍَٝ‫َ ِز ػ‬١‫ق ثٌشُّ ػ‬ِ ُْٛ‫ك ِٓ ُزم‬ ٌّ ‫ ز‬ٜ‫س‬ٛ‫ فجٌش‬،ِٖ ‫ث ِػ ِذ‬َٛ َ‫ْظ ِِ ْٓ ل‬ َ ١ٌََٚ ُِ ‫ضَ ِر ثٌ ُس ْى‬ِٙ ‫ِٓ أخ‬
ٞ‫ثٌشأ‬
ِ ‫ ألَ ْخ ِز‬ٟ٘
َ ٜ‫س‬ٛ‫رٌه ِألَ َّْ ثٌش‬ٚ .‫ًّج‬١ِِ ‫ ُز ْى ًّج إعال‬ٝ‫ذم‬٠ َُ ‫ٌ ِى َّٓ ثٌ ُس ْى‬ٚ ،‫ْ ل ْذ لَص ََّش‬ٛ ُ ‫َ ُى‬٠ ‫َج‬ِٙ‫َ ْف َؼًْ د‬٠
َٟ ِ٘ ٟ‫خ ثٌض‬ ِ ‫َجدرَ ثٌشؼ‬١‫َج صَّثَ ًُ ع‬َِّٙٔ‫َّ ِز فَئ‬١‫ّمشثغ‬٠‫ثٌذ‬
ِ ِ ‫ث‬َّٛ ٌُّٕ‫ ِدٍظ ث‬ٟ‫َج ف‬ِٙ‫ دِخَ الَف‬،ُِ ‫ش ٌٍ ُس ْى‬
‫ح‬ ْ ‫ َغ‬١ٌٚ
.‫ع‬ ِ ٟ‫َج َدرَ ف‬١‫ٓ أَ َّْ ِع‬١‫ ز‬ٟ‫ ف‬ٌٟ‫ ثٌ َّ ْذ َذإِ ثٌشأع َّج‬ٟ‫ ِٔظَ ِجَ ثٌ ُس ْى ُِ ف‬ٟ‫َزُ ف‬١‫جع‬
ِ ْ‫ثإل ْعالَ َِ ٌٍ َّشش‬ ِ ‫ثٌمَج ِػ َذرُ ثألَ َع‬
ِ ٟ‫ َُّٓ أَ َّْ ِٔظَج ََ ثٌ ُس ْى ُِ َوجَْ ُِطَذَّمًج ف‬١‫ضذ‬٠ ‫ِٓ ٘زث‬ٚ
.َِ َ‫ثإل ْعال‬
Tentang Majlis umat, aktivitasnya sepeninggal masa Khulafaur Rasyidin
tidak lagi tampak, karena sekalipun termasuk salah satu struktur pemerintahan,
tetapi bukan termasuk bagian dari pilar pemerintahan. Syura merupakan salah
satu hak rakyat terhadap para penguasa. Apabila penguasa tidak meminta
pendapat dari rakyat (dalam berbagai urusan), berarti penguasa itu telah
melakukan suatu kelalaian. Meskipun demikian pemerintahan itu tetap

147
merupakan pemerintahan Islam. Sebab, syura adalah media pengambilan
pendapat, bukan untuk menetapkan kebijakan negara. Hal ini berbeda dengan
peranan parlemen pada sistem demokrasi. Parlemen merupakan manifestasi
dari kedaulatan rakyat. Dan ini menjadi pilar dasar sistem pemerintahan
ideologi Kapitalisme. Lain halnya dengan Islam yang meletakkan kedaulatan
itu hanya pada syara‟. Dari sini tampak jelas bahwa sistem pemerintahan Islam
telah diterapkan di sepanjang sejarahnya.

Interpretasi
Berdasarkan fakta di atas menunjukkan, bahwa sepanjang sejarahnya
kaum Muslim dari sejak Rasulullah sampai para penjajah kafir merobohkan
sistem Khilafah melalui tangan Mustafa Kamal Ataturk, kaum Muslim selalu
dipimpin oleh seorang Khalifah. Kemudian teks mendiskripsikan fungsi bentuk
struktur sistem pemerintahan Dawlah Khilafah Islamiyyah dengan kata-kata
yang tegas, dan menunjuk langsung pada fakta.
Ketika diamati dengan menggunakan wacana kritis elemen maksud di atas
dapat tergambar, bahwa penulis teks menguraikan informasi secara eksplisit
dan jelas terkait penerapan sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah. Teks
menampilkan fakta sejarahnya, bahwa kaum Muslim sejak Rasulullah sampai
para penjajah kafir merobohkan sistem Khilafah melalui tangan Mustafa
Kamal Ataturk sudah dipimpin oleh seorang Khalifah. Akan tetapi teks tidak
menguraikan fakta-fakta terkait penggunaan istilah “Khalifah”, apakah
digunakan sejak Rasulullah sampai kerajaan Turki Ustmani runtuh yang
berkenaan dengan istilah kepemimpinan politik Islam. Kemudian dalam teks
juga diuraikan informasi secara eksplisit dan jelas terkait masa-masa
kemunduran sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah yang dirobohkan oleh para
penjajah kafir melalui tangan Mustafa Kamal Ataturk. Akan tetapi, teks tidak
menampilkan fakta-fakta yang menyebabkan kemunduran dari sistem Dawlah
Khilafah Islamiyyah sendiri.
Teks di atas menampilkan secara eksplisit dan jelas tentang perbedaan
istilah antara Mu‟awin Tafwidl dan Mu‟awin Tanfidz sebagai pembantu dan
pelaksana Khalifah dalam urusan pemerintahan dan administrasi negara dengan
Wuzaraa (kementrian). Hal ini untuk membedakan antara sistem Dawlah

148
Khilafah Islamiyyah dengan sistem demokrasi. Akan tetapi, ketika teks
menampilkan istilah Wazir yang terjadi pada masa Abbasiah hanya
diinformasikan sebagai pembantu Khalifah terkait urusan pemerintahan dan
administrasi negara saja, padahal teks sudah memberikan informasi secara jelas
terkait perbedaan fungsi kedua istilah tersebut. Hal-hal terkait dengan alasan
kenapa istilah Wazir yang dipakai bukan istilah Mu‟awin Tafwidl dan Mu‟awin
Tanfidz pada masa Abbasiah tidak diungkap dalam teks.
Teks terkait Majlis umat menampilkan informasi yang jelas terkait
perbedaan antara bentuk parlemen sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah dan
sistem demokrasi. Fakta yang disorot berkenaan dengan fungsi syuro dalam
sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah sebagai salah satu hak rakyat terhadap para
penguasa dan tetap kedaulatan berdasarkan syara‟. Hal ini berbeda dengan
peranan parlemen pada sistem demokrasi yang merupakan manifestasi dari
kedaulatan rakyat. Akan tetapi, ketika teks menampilkan fakta apabila
penguasa tidak meminta pendapat dari rakyat (dalam berbagai urusan), berarti
penguasa itu telah melakukan suatu kelalaian. pemerintahan itu tetap
merupakan pemerintahan Islam. Informasi fakta tersebut tidak ditampilkan
secara jelas terkait ada atau tidak adanya penguasa yang melakukan suatu
kelalaian. Apabila ada penguasa yang lalai, siapa dan pada masa apa dia
berkuasa dalam sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah.
Melihat fakta sekarang, kondisi negeri kaum muslim yang sudah merdeka
dari para penjajah. Menurut penulis teks sudah saatnya umat Muslim untuk
menerapkan sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah dengan diangkatnya Khalifah
diantara kaum muslimin. Fakta tersebut berdasarkan sejarah kaum Muslim
selalu dipimpin oleh seorang Khalifah.
Berdasarkan konteks sekarang dengan kondisi kekuasaan umat muslim
yang bentuk pemerintahannya negara bangsa, bahkan ada juga sebagian
kekuasaan pemerintahan Umat Muslim yang berbentuk kerajaan. Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang bentuk pemerintahannya negara bangsa dan
konsep sistem pemerintahan tersebut sudah final serta tidak bisa diganti oleh
sistem apapun sekalipun dengan sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah. Karena

149
konsep NKRI sendiri merupakan bentuk konsep yang sudah disepakati oleh
para pendiri bangsa yang sudah berjuang merebut kemerdekaan dari para
penjajah.

d. Aspek Sintaksis
1. Koherensi
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau kalimat dalam teks.
Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat
dihubungkan sehingga tampak koheren. Sehingga fakta yang tidak
berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika seseorang
menghubungkannya. Makna wacana sangat ditentukan oleh koherensi lokal
wacana, yaitu hubungan antara proposisi dan acuannya (fakta model mental).
Bentuk-bentuk hubungan proposisi-proposisinya bisa sebab akibat, kausalitas
(koherensi referensial) di antaranya ditandai dengan pemakaian anak kalimat
sebagai penjelas, koherensi pembeda berhubungan dengan pertanyaan
bagaimana dua peristiwa atau fakta itu hendak dibedakan seolah-olah saling
bertentangan dan bersebrangan (contrast) dengan menggunakan koherensi ini,
koherensi pengingkaran menunjukkan seolah penulis teks menyutujui sesuatu,
padahal ia tidak setuju dengan memberikan argumentasi atau fakta yang
menyangkal persetujuannya tersebut.
Analisis wacana kritis terkait teks yang berjudul “Kepemimpinan
Ideologis Islam” dengan melihat dua buah kalimat yang menggambarkan
fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren bisa dilihat
dalam kalimat berikut:
1. Tema terkait ketidak layakan ikatan nasionalisme, kesukuan,
kemaslahatan, dan kerohanian dalam meraih kebangkitan dan
kemajuan
،ِٗ ١ْ ٍَ‫ْال ِء َػ‬١ِ‫ ثَل ْعض‬ٚ‫جخ َّضِ ِٗ أ‬
َ َُّٙ ِ‫غٓ د‬ٌٛ‫ث‬
ِ ٍٝ‫ ػ‬ٍّٟ ِ‫ زجٌ ِز ثػضِذث ٍء أَخْ َٕذ‬ٟ‫ ص ٍَْضَ َُ ف‬َٟ ِ٘ َٚ ُ‫َّز‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ثٌشثدطزُ ث‬
ُْٕٗ ِِ ‫ْ أُ ْخ ِش َج‬ٚ‫غَ ِٓ أ‬ٌٛ‫ث‬
َ ٓ‫ػ‬ َ ‫ زجٌ ِز َعالَ َِ ِز‬ٟ‫ج ف‬ٌٙ َْْ‫والشأ‬
ِ ُّٟ ِ‫إِ َرث ُس َّد ثألَخْ َٕذ‬ٚ .‫غَ ِٓ َِِٓ ثَلػضِذَث ِء‬ٌٛ‫ث‬
.‫َج‬ٍُّٙ‫ ػ‬ََٝٙ‫ثٔض‬

150
Ikatan nasionalisme muncul ketika ada ancaman pihak asing yang hendak
menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Tetapi bila suasananya aman dari
serangan musuh atau musuh tersebut dapat dilawan dan diusir dari negeri itu,
sirnalah kekuatan ini.

Kalimat di atas berbentuk kalimat nomina (‫ّز‬١ّ‫ )خٍّز إع‬terdiri dari ‫ِذضذأ‬
ُ‫َّز‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ثٌشثدطزُ ث‬, ‫ ص ٍَْضَ َُ خذش‬َٟ ِ٘ ٚ,
َ ‫ زجي‬ٚ‫جخ َّضِ ِٗ أ‬
َ َُّٙ ِ‫غٓ د‬ٌٛ‫ث‬
ِ ٍٝ‫ ػ‬ٍّٟ ِ‫ زجٌ ِز ثػضِذث ٍء أَخْ َٕذ‬ٟ‫ف‬
ِٗ ١ْ ٍَ‫ْال ِء َػ‬١ِ‫ ثَل ْعض‬dan merupakan bentuk kalimat majemuk setara dengan hubungan
perlawanan dengan ditandai konjungsi kata tetapi. Kata tetapi dalam bahasa
Arab termasuk huruf ‫ ػطف‬yaitu ً‫د‬, namun dalam kalimat tersebut

menggunakan kata ‫َج‬ٌَٙ َْْ‫شأ‬


َ َ‫َل‬َٚ yang secara konteks artinya tetapi. Sehingga
kalimat tersebut juga menunjukkan koheren antara kalimat satu dengan kalimat
lainnya dengan ditandai huruf ‫ ػطف‬yaitu ٚ, serta berbentuk pengingkaran
yang menunjukkan seolah-olah penulis teks setuju dengan ikatan nasionalisme,
padahal ia tidak setuju dengan memberikan fakta bahwa ikatan nasionalisme
akan sirna bila suasananya aman dari serangan musuh atau musuh tersebut
dapat dilawan dan diusir dari negeri itu. Sehingga dari fakta tersebut dapat
dilihat, bahwa penulis teks sebenarnya memang tidak setuju dengan ikatan
nasionalisme.
َ ِ‫ج سثدطز ُِ ْٕ َخف‬ََّٙٔ‫ أل‬:ً‫َل‬َّٚ َ‫ أ‬:‫ح‬
:‫ًج‬١ٔ‫ثج‬ٚ .‫عز‬ ِ ‫ّزُ سثدطز‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫فجٌشثدطزُ ث‬
ٍ ‫فجعذَر ٌثَ َالثَ ِز أعذَج‬
.‫َجسثدطز ُِؤَ لَّضَز‬َّٙٔ‫ أل‬:‫ثجٌِثًج‬ٚ .‫َّز‬١‫ج سثدطز ػجغف‬َّٙٔ‫أل‬

Ikatan nasionalisme merupakan ikatan yang rusak (tabi‟atnya buruk)


karena tiga hal: (1). Karena mutu ikatannya rendah, (2). Karena ikatannya
bersifat emosional, (3). Karena ikatannya bersifat temporal.

Kalimat berikutnya merupakan kalimat majemuk bertingkat ditandai


konjungsi kata karena menyatakan hubungan penyebab, sehingga
menunjukkan koherensi sebab akibat. Dalam bahasa Arab, kalimat di atas
menunjukkan koheren dengan bentuk kesataraan pola kalimat yang sama
antara klausa satu dengan klausa yang lainnya berbentuk kalimat nomina ( ‫خٍّز‬

‫ز‬١ّ‫ )إع‬serta mempunyai hubungan makna sebab akibat. Sehingga tampak jelas

151
penulis teks menampilkan koherensi sebab akibat yang negatif terhadap ikatan
nasionalisme. Menurut penulis teks, ikatan nasionalisme rusak disebabkan
karena mutu ikatannya rendah, bersifat emosional, dan bersifat temporal.
ٟ‫ ُش ف‬١‫غ‬٠ َٓ١‫دجإلٔغجْ ز‬ ِ َْ‫ألْ صَشْ دُػَ ثإلٔغج‬ َ ِ‫ّزَ سثدطز ُِ ْٕ َخف‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ ألَ َّْ ثٌشثدطزَ ث‬:ً‫َل‬َّٚ َ‫أ‬
ْ ‫عز َلَصَ ْٕفَ ُغ‬
‫جٌذفجع‬
ِ ‫ض ِر ثٌذمج ِء د‬٠‫ػٓ غش‬ْ ُ ‫َّز صٕ َشأ‬١‫ّزَ سثدطز ػجغف‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ألْ ثٌشثدطزَ ث‬ َّ :‫ًج‬١ٔ‫ثج‬ٚ .‫ض‬ٌٕٛٙ‫ث‬
ِ ‫ك‬٠‫غش‬
ِ
ِْ ‫َٓ ثإل ْٔغج‬١‫ د‬ّٟ‫ٌٍشدػ ثٌذثة‬
ِ ‫ فالصصٍُ ُر‬,‫ثٌضذذي‬ٚ
ِ ‫ش‬١‫ظز ٌٍضغ‬ َ ْ‫َّزُ ػُش‬١‫ثٌشثدطزُ ثٌؼجغف‬ٚ ,‫ثٌٕفظ‬
ِ ٓ‫ػ‬
ِ
‫ زجٌ ِز‬ٟ‫ أ َِّج ف‬,‫ثٌذفجع‬
ِ ‫ زجٌ ِز‬ٟ‫ْ َخ ُذ ف‬ُٛ‫ّزَ سثدطز ُِؤَ لَّضَز ص‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ألْ ثٌشثدطزَ ث‬ َّ :‫ثجٌِثًج‬ٚ .ْ‫ثإلٔغج‬ٚ
ِ
ً‫َْ سثدطز‬ٛ‫ألْ صى‬ ْ ‫ٌزٌه َل صصٍ ُر‬ٚ ,‫ج‬ٌَٙ‫د‬ٛ‫خ‬ٚ‫ٌإلٔغجْ – فال‬ ِ ُ‫َّز‬١ٍِ ْ‫ ثٌسجٌزُ ثألَص‬ٟ٘
َ َٚ – ‫ثس‬ِ ‫ثَلعضِ ْم َش‬
.ْ‫ثإلٔغج‬
ِ ٟٕ‫َٓ د‬١‫د‬
(1). Ikatan nasionalisme mutu ikatannya rendah, sehingga tidak mampu
mengikat antara manusia satu dengan yang lainnya untuk menuju kebangkitan
dan kemajuan.
(2). Ikatan nasionalisme ikatannya bersifat emosional, yang selalu didasarkan
pada perasaan yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri,
yaitu untuk membela diri. Di samping itu ikatan yang bersifat emosional sangat
berpeluang untuk berubah-ubah, sehingga tidak bisa dijadikan ikatan yang
langgeng antara manusia satu dengan yang lain.
(3). Ikatan nasionalisme ikatannya bersifat temporal, yaitu muncul saat
membela diri karena datangnya ancaman. Sedangkan dalam keadaan stabil,
yaitu keadaan normal, ikatan ini tidak muncul. Dengan demikian, tidak bisa
dijadikan pengikat antara sesama manusia.

Kalimat-kalimat di atas menunjukkan kalimat majemuk bertingkat


menyatakan hubungan penyebab. Dalam bahasa Arab kalimat di atas tampak
koheren dengan ditandai ‫ ػطف‬ٚ‫ث‬ٚ dan bentuk pola kalimat satu dan lainnya
ّ Sehingga koherensi antara
berbentuk kalimat nomina ‫ز‬١ّ‫ج( خٍّز إع‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫)إ‬.
kalimat satu dengan kalimat lainnya menunjukkan sebab akibat penjelasan
negatif terhadap ikatan nasionalisme, dan menjadikan ikatan nasionalisme
tidak legitimasi lagi diterapkan dalam konteks sistem pemerintahan. Dalam
kalimat-kalimat tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa penulis teks tidak
setuju dengan ikatan nasionalisme, sehingga dapat memberikan efek negatif
kepada khalayak terhadap pemaknaan wacana ikatan nasionalisme yang tidak
layak dijadikan pengikat antara manusia disebabkan karena mutu ikatannya
rendah, bersifat emosional, dan bersifat temporal.

152
َ َٚ .‫َجد ِر‬١‫ْ َخ ُذ ِػ ْٕ َذُٖ زُخُّ ثٌ ِّغ‬ُٛ١َ‫ْضَ رُ ثٌذَمَج ِء ف‬٠‫َش‬
ٟ‫ ف‬ٟ٘ َّ َ ‫ثإل ْٔ َغجَْ صَضَأ‬
ِ ‫ ِٗ غ‬١‫ص ًُ ف‬ ِ َّْ َ‫َّزُ أ‬١ِٛ‫ثٌشثدطزُ ثٌم‬َٚ
.ً‫َّز‬٠‫ًّج فَشْ ِد‬٠‫ط فِ ْى ِش‬
ِ ِ‫جْ ثٌ ُّ ْٕخَ ف‬
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
Munculnya ikatan kesukuan karena manusia pada dasarnya memiliki
naluri mempertahankan diri, kemudian dalam dirinya mencuat keinginan untuk
berkuasa. Keinginan itu muncul hanya pada individu yang rendah taraf
berfikirnya.

Kalimat di atas menunjukkan kalimat majemuk bertingkat yang


menyatakan sebab akibat. Dalam bahasa Arab kalimat di atas tampak koheren
dengan ditandai ‫ زشف ثٌؼطف‬yaitu ٚ‫ث‬ٚ. Kalimat pertama berbentuk kalimat

nomina ‫ّز‬١ّ‫ خذش( خٍّز إع‬ٚ ‫ )ِذضذأ‬dan anak kalimatnya berbentuk kalimat pasif

(fi‟il majhul) serta kalimat kedua menggunakan kata ganti ٟ٘ isim ḍamir.
Sehingga menunjukkan koherensi penjelasan sebab akibat yang negatif
terhadap ikatan kesukuan. Menurut teks, ikatan kesukuan muncul dari naluri
mempertahankan diri, kemudian mencuat keinginan untuk berkuasa, dan
keinginan yang muncul itu hanya terdapat pada individu yang rendah taraf
berfikirnya. Dari fakta tersebut dapat terlihat, bahwa penulis teks tidak setuju
dengan ikatan kesukuan, hal ini untuk memberikan efek negatif kepada
khalayak terkait wacana ikatan kesukuan.
ْ ُ ‫ ولذلكَ صَ ْٕ َشأ‬.ُْ ِ٘ ‫ ِْش‬١‫ َغ‬ٍٝ‫ُ ُْ ػ‬َٙ‫َج َدص‬١‫غِٕ ِٗ ع‬ٚ ٟ‫ْ ِِ ِٗ ف‬َٛ‫َج َد ِر ل‬١‫ك ع‬
ِٖ ‫ػٓ ٘ ِز‬ ِ ُّ‫ ػٕ َذ ص ََسم‬ٜ‫ش‬٠ َُّ ُ‫ ث‬،ً‫َل‬َّٚ َ‫أ‬
.‫َج‬ِٙ‫ج َدص‬١‫ ع‬ٍٝ‫ ثألُع َْش ِر ػ‬ٟ‫َٓ ثألَ ْف َشث ِد ف‬١‫ َّز د‬١ٍِّ‫َجصّجس َِ َس‬
ِ ‫َ ِز ُِخ‬١‫ثٌٕجز‬
Apabila mereka telah mendapatkan kekuasaan itu, ia pun ingin sukunya
menguasai bangsa-bangsa yang lain. Inilah yang menjadi penyebab timbulnya
berbagai pertentangan lokal antara individu dalam sebuah keluarga yang saling
berebut pengaruh.

Kalimat di atas menunjukkan kalimat majemuk bertingkat yang


menyatakan sebab akibat. Dalam bahasa Arab kalimat di atas tampak koheren
dengan ditandai ‫ زشف ثٌؼطف‬yaitu ٚ‫ث‬ٚ. Kalimat pertama berbentuk kalimat
aktif (fi‟il ma‟lum). Sedangkan kalimat kedua berbentuk kalimat aktif (fi‟il
ma‟lum) yaitu ُ ‫شأ‬
َ ْٕ َ‫ص‬, sehingga tampak koherensi dengan menggunakan
kesetaraan pola kalimat. Jadi, kalimat tersebut menunjukkan sebab akibat yang
negatif terhadap ikatan kesukuan. Menurut penulis teks, ikatan kesukuan dapat

153
menyebabkan berbagai pertentangan lokal antara individu dalam sebuah
keluarga ketika berebut kekuasaan. Berdasarkan analisis wacana kritis tersebut,
teks tidak setuju ikatan kesukuan dijadikan dasar pemikiran dalam konteks
sistem pemerintahan, karena ikatan kesukuan dapat menimbulkan berbagai
pertentangan. Hal ini menjadikan ikatan kesukuan menjadi tidak legitimasi lagi
dan dapat memberikan efek negatif kepada khalayak terkait pemaknaan
wacana ikatan kesukuan.
ٟ‫ ُش ف‬١‫غ‬٠ ٓ١‫دجإلٔغجْ ز‬ ِ َْ‫ألْ صشدُػَ ثإلٔغج‬ْ ‫َلَ صصٍ ُر‬َٚ ‫َّز‬١ٍَِ‫َّزَ سثدطز لَذ‬١ِِ َْٛ‫ألْ ثٌشثدِطَزَ ثٌم‬ َّ :ً‫َل‬َّٚ ‫أ‬
‫خ ُذ‬ٛ١‫ف‬
َ ْ ُ ‫َّز صٕشأ‬١‫َّزَ سثدطز ػجغف‬١ِِ َْٛ‫ألْ ثٌشثدِطَزَ ثٌم‬
،‫ض ِر ثٌذمج ِء‬٠‫ػٓ غش‬ َّ :ً‫ج‬١ِٔ‫ثج‬ٚ .‫ض‬ٌٕٛٙ‫ث‬
ِ ‫ك‬٠‫غش‬
ِ
ِ ‫ِج‬ٛ‫ إر صُ َغذِّخُ ثٌخص‬،‫َّ ٍز‬١ٔ‫ ُش إٔغج‬١‫َّزَ سثدطز غ‬١ِِ َْٛ‫ ألَ َّْ ثٌشثدِطَزَ ثٌم‬:‫ثجٌِثًج‬ٚ .‫جد ِر‬١‫ج زخُّ ثٌغ‬ِٕٙ
َٓ١‫س د‬
.ْ‫ثإلٔغج‬
ِ ْ ‫ٌزٌهَ َلَ صصٍ ُر‬ٚ ،‫جد ِر‬١‫ ثٌغ‬ٍٝ‫ثٌٕجط ػ‬
ٟٕ‫َٓ د‬١‫َْ سثدطز د‬ٛ‫ألْ صى‬ ِ
(1). Ikatan kesukuan berlandaskan pada qabilah/keturunan, sehingga tidak bisa
dijadikan pengikat antara manusia satu dengan yang lainnya menuju
kebangkitan dan kemajuan.
(2). Ikatan kesukuan ikatannya bersifat emosional, selalu didasarkan pada
perasaan yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri, yang
didalamnya terdapat keinginan dan ambisi untuk berkuasa.
(3). Ikatan kesukuan ikatannya tidak manusiawi, sebab menimbulkan
pertentangan dan perselisihan antar sesama manusia dalam berebut kekuasaan.
Karena itu, tidak bisa menjadi pengikat antara sesama manusia.

Kalimat-kalimat di atas menunjukkan kalimat majemuk bertingkat


menyatakan hubungan penyebab. Dalam bahasa Arab kalimat di atas tampak
koheren dengan ditandai ‫ ػطف‬ٚ‫ث‬ٚ dan bentuk pola kalimat satu dan lainnya
ّ Sehingga koherensi antara
berbentuk kalimat nomina ‫ز‬١ّ‫ج( خٍّز إع‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫)إ‬.
kalimat satu dengan kalimat lainnya menunjukkan sebab akibat penjelasan
negatif terhadap ikatan kesukuan, dan menjadikan ikatan kesukuan tidak
legitimasi lagi diterapkan dalam konteks sistem pemerintahan. Dalam kalimat-
kalimat tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa penulis teks tidak setuju
dengan ikatan kesukuan, sehingga dapat memberikan efek negatif kepada
khalayak terhadap pemaknaan wacana ikatan kesukuan yang tidak layak

154
dijadikan pengikat antara manusia disebabkan karena ikatannya berdasarkan
keturunan, bersifat emosional, dan tidak manusiawi.
‫ج‬َّٙٔ‫ أل‬،ْ‫ثإلٔغج‬
ِ ٟٕ‫ألْ صشدػَ د‬ ْ ‫َلصصٍ ُر‬ٚ ‫سثدطز ُِؤَ لَّضَّز‬ َٟ َٙ‫َّزُ ف‬١‫أ َِّج ثٌشثدطزُ ثٌّصٍس‬

ِ ١‫ زجٌ ِز صَشْ ِخ‬ٟ‫ َدَ٘ج ف‬ٛ‫خ‬ٚ ‫ فَضَ ْفمِ ُذ‬،‫ج‬ْٕٙ ِِ


‫ج‬َّٙٔ‫أل‬ٚ .‫ْر ثٌ ِّصْ ٍَ َس ِز‬ ‫أوذش‬
َ ‫ ِصجٌِ َر‬ٍٝ‫ َِ ِز ػ‬ٚ‫غج‬ َ ْ‫ػُش‬
َ ُّ ٌٍ ‫ظز‬
.‫َج‬ٍِٙ٘‫ أ‬ٍٝ‫وجٔش سثدطزً خَ ِط َشرً ػ‬
ْ َ‫ٌزٌه‬ٚ ،‫َٓ صَضِ ُُّ ٘ز ِٖ ثٌّصجٌ ُر‬١‫ ز‬ٟٙ‫صٕض‬
Ikatan kemaslahatan tidak lain ikatan yang temporal sifatnya, tidak bisa
dijadikan pengikat antar manusia. Hal ini disebabkan adanya peluang tawar
menawar dalam mewujudkan kemaslahatan mana yang lebih besar, sehingga
eksistensinya akan hilang begitu satu maslahat dipilih atau didahulukan dari
maslahat yang lain. Apabila kemaslahatan itu telah ditentukan, berakhirlah
persoalannya. Kemudian orang-orangnya pun membubarkan diri, karena ikatan
itu berakhir tatkala maslahat telah tercapai. Jadi, ikatan ini amat berbahaya bagi
para pengikutnya.

Kalimat di atas menunjukkan kalimat majemuk bertingkat yang


menyatakan hubungan sebab akibat. Dalam bahasa Arab, kalimat di atas
tampak koheren dengan ditandai penggunaan ‫ زشف ثٌؼطف‬yaitu ‫ فجء‬،ٚ‫ث‬ٚ .

Kalimat pertama berbentuk kalimat nomina ‫ّز‬١ّ‫)خٍّز ثٌششغ( خٍّز إع‬, kalimat
ّ dan anak kalimat berbentuk kalimat
kedua berbentuk ‫ّز‬١ّ‫ج( خٍّز إع‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫)إ‬

aktif (jumlah fi‟liyyah) berbentuk fi‟il muḍari‟ ‫فَضَ ْفمِ ُذ‬, sedangkan kalimat ketiga
ّ dan anak kalimatnya berbentuk fi‟il naqiṣ
berbentuk ‫ّز‬١ّ‫ج( خٍّز إع‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫)إ‬

(‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫)وج‬. Sehingga menunjukkan penjelasan sebab akibat yang negatif


terhadap ikatan kemaslahatan. Menurut teks, ikatan kemaslahatan tidak lain
ikatan yang temporal sifatnya, tidak bisa dijadikan pengikat antar manusia,
serta ikatan ini amat berbahaya bagi para pengikutnya. Berdasarkan analisis
wacana kritis tersebut, penulis teks tidak setuju ikatan kemaslahatan diterapkan
dalam konteks sistem pemerintahan. Wacana koherensi penjelas negatif
tersebut berdampak terhadap pemaknaan wacana ikatan kemaslahatan yang
disebarkan kepada khalayak.
ٍٝ‫ َِ ِز ػ‬ٚ‫غج‬ َ ْ‫ج ػُش‬َّٙٔ‫ أل‬،ِْ ‫ ثإلٔغج‬ٟٕ‫ألْ صشدػَ د‬
َ ُّ ٌٍ ‫ظز‬ َ ُ‫َّز‬١‫ثٌشثدطزُ ثٌّصٍس‬
ْ ‫ َلصصٍ ُر‬ٟ٘

ِ ١‫ زجٌ ِز صَشْ ِخ‬ٟ‫ َدَ٘ج ف‬ٛ‫خ‬ٚ ‫ فَضَ ْفمِ ُذ‬،‫ج‬ْٕٙ ِِ ‫أوذش‬


ِٖ ‫َٓ صَضِ ُُّ ٘ز‬١‫ ز‬ٟٙ‫ج صٕض‬َّٙٔ‫أل‬ٚ .‫ْر ثٌ ِّصْ ٍَ َس ِز‬ َ ‫ِصجٌِ َر‬
.‫ر‬ُ ٌ‫ثٌّصج‬

155
Ikatan kemaslahatan tidak bisa dijadikan pengikat antar manusia. Hal ini
disebabkan adanya peluang tawar menawar dalam mewujudkan kemaslahatan
mana yang lebih besar, sehingga eksistensinya akan hilang begitu satu
maslahat dipilih atau didahulukan dari maslahat yang lain. Apabila
kemaslahatan itu telah ditentukan, berakhirlah persoalannya. Kemudian orang-
orangnya pun membubarkan diri, karena ikatan itu berakhir tatkala maslahat
telah tercapai.

Kalimat di atas menunjukkan kalimat majemuk bertingkat yang


menyatakan hubungan sebab akibat. Dalam bahasa Arab, kalimat di atas
tampak koheren dengan ditandai menggunakan ‫ زشف ثٌؼطف‬yaitu ‫ فجء‬،ٚ‫ث‬ٚ .

Kalimat pertama berbentuk kalimat nomina ‫ّز‬١ّ‫)خٍّز ثٌششغ( خٍّز إع‬, kalimat
ّ dan anak kalimat berbentuk kalimat
kedua berbentuk ‫ّز‬١ّ‫ج( خٍّز إع‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫)إ‬

aktif (jumlah fi‟liyyah) berbentuk fi‟il muḍari‟ ‫فَضَ ْفمِ ُذ‬, sedangkan kalimat ketiga
ّ . Sehingga menunjukkan penjelasan sebab
berbentuk ‫ّز‬١ّ‫ج( خٍّز إع‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫)إ‬
akibat yang negatif terhadap ikatan kemaslahatan. Menurut teks, Ikatan
kemaslahatan tidak bisa dijadikan pengikat antar manusia disebabkan adanya
peluang tawar menawar dalam mewujudkan kemaslahatan mana yang lebih
besar, tatkala maslahat telah ditentukan, berakhirlah persoalannya. Berdasarkan
pernyataan tersebut, penulis teks tidak setuju ikatan kemaslahatan dijadikan
pengikat antar manusia dalam konteks sistem pemerintahan. Hal ini dapat
menyebabkan efek negatif terhadap pemaknaan wacana ikatan kemaslahatan
yang disebarkan kepada khalayak.
ْ ‫َلص‬ٚ ،ُِّٓ ٠‫ زجٌ ِز ثٌضَ َذ‬ٟ‫َ ُش ف‬ٙ‫َظ‬
ٟ‫َ ُش ف‬ٙ‫َظ‬ ْ ‫َج ص‬َّٙٔ‫ فَئ‬،‫َج‬ْٕٙ ‫ك ػ‬
ُ ‫ٕذث‬٠ َ‫ٔظج‬
ٍ ‫َّزُ دال‬١‫ ِز‬ُٚ‫أ َِّج ثٌشثدطزُ ثٌش‬ٚ
‫ثٌٕجط‬
ِ َٓ١‫َْ سثدطزً د‬ٛ‫ألْ صى‬
ْ ‫َلصصٍ ُر‬ٚ ،‫َّ ٍز‬١ٍَِّ ‫ َْش َػ‬١‫َّزً َغ‬١ِ‫وجٔش سثدطزً خ ُْضة‬
ْ َ‫ٌزٌه‬ٚ .‫ج ِر‬١‫ُِ ْؼض ََش ِن ثٌس‬
ِ ‫ ُش ُؤ‬ٟ‫ف‬
.‫ج ِر‬١‫ْ ثٌس‬ٚ

Terjemahannya: Adapun ikatan kerohanian yang tidak memiliki peraturan,


aktifitasnya hanya terlihat dari kegiatan spiritual saja. Ikatan ini tidak nampak
dalam kancah kehidupan, bersifat parsial (terbatas pada aspek kerohanian
semata) yang tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga tidak
layak menjadi pengikat antar manusia dalam seluruh aspek kehidupannya.
Kalimat di atas menunjukkan kalimat majemuk bertingkat yang
menyatakan hubungan sebab akibat. Dalam bahasa Arab, kalimat di atas

156
tampak koheren dengan ditandai penggunaan ‫ زشف ثٌؼطف‬yaitu ‫ فجء‬،ٚ‫ث‬ٚ .

Kalimat pertama berbentuk kalimat nomina ‫ّز‬١ّ‫ )خٍّز ثٌششغ( خٍّز إع‬dan anak
ّ jawab asy-syart, Sedangkan kalimat
kalimat berbentuk ‫ّز‬١ّ‫ج( خٍّز إع‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫)إ‬
ْ ‫َلص‬
kedua berbentuk kalimat aktif (jumlah fi‟liyyah) berbentuk fi‟il muḍari‟ ‫َ ُش‬ٙ‫َظ‬

dengan klausa pertama berbentuk fi‟il naqiṣ (‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫ )وج‬dan klausa kedua

berbentuk kalimat aktif (jumlah fi‟liyyah) berbentuk fi‟il muḍari‟ ‫ر‬


ُ ٍ‫ َلصص‬.
sehingga menunjukkan penjelasan sebab akibat yang negatif terhadap ikatan
kerohanian. Menurut teks, ikatan kerohanian yang tidak memiliki peraturan,
aktifitasnya hanya kegiatan spiritual saja, dan bersifat parsial (terbatas pada
aspek kerohanian semata) yang tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-
hari, sehingga tidak layak dijadikan pengikat antar manusia. Berdasarkan
pernyataan tersebut, penulis teks tidak setuju ikatan kerohanian menjadi
pengikat antar manusia dalam seluruh aspek kehidupannya. Hal ini berdampak
negatif terhadap pemaknaan wacana ikatan kerohanian yang disebarkan kepada
khalayak.
Interpretasi
Berdasarkan analisis wacana kritis terkait tema tentang ketidak layakan
ikatan nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan kerohanian dalam
meraih kebangkitan dan kemajuan. Kalimat-kalimat yang menjelaskan tema
tersebut menggunakan koherensi pengingkaran, dan sebab akibat yang negatif
terhadap wacana ikatan nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan
kerohanian. Hal ini menimbulkan pertanyaan, kenapa penulis teks
menggunakan koherensi pengingkaran, penjelas, dan sebab akibat yang negatif
terhadap bentuk wacana seluruh ikatan tersebut.
Melirik pertanyaan di atas, teks dapat mendiskripsikan bahwa kognisi
penulis dan kelompok keagamaan Hizbut Tahrir Indonesia tidak setuju dengan
ikatan nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan kerohanian dijadikan
pengikat antar manusia dalam seluruh aspek kehidupan. Seluruh ikatan tersebut
tidak layak dalam meraih kebangkitan dan kemajuan, terutama dalam rangka
penegakkan sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah. Selain itu, seluruh ikatan

157
tersebut dapat menjadi penghalang tegaknya sistem Dawlah Khilafah
Islamiyyah. Hal ini berbeda dengan sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang menjung-jung tinggi ikatan nasionalisme, kesukuan,
kemaslahatan, dan kerohanian. Seluruh ikatan tersebut merupakan bagian
elemen penting dari berdirinya NKRI yang beraneka ragam agama, suku, dan
adat istiadatnya. Keberagaman tersebut tertuang dalam konsep semboyan
Bhineka Tunggal Ika (walaupun berbeda-beda tetapi satu jua), serta
berdasarkan surat Al-Hujurat ayat 13: “Wahai manusia! sungguh, Kami telah
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian
Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.

2. Tema terkait qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis) Islam


lebih unggul daripada Kapitalisme dan Sosialisme.
‫ك‬
ِ ٌِ‫ِٓ خَج‬ ِ ‫ هللاِ ٌَُٗ دِ ِٗ ثٌ َّ ْذذَأُ ثٌص‬ِٟ ْ‫ز‬ٛ‫د‬
ْ ََُّٗٔ‫ أل‬،ُ‫ر‬١ْ ‫َّس‬ َ ْ‫ج‬ ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬ِ ِٓ ْ٘ ‫ َر‬ِٟ‫ٕ َشأ ُ ف‬٠ ْٞ‫أَ َِّج ثٌ َّذْذأُ ثٌَّ ِز‬
ْ َ‫ َِ ْذذَأ ل‬َُٛ َٙ‫ ف‬.ُ‫ هللا‬َٛ َُ٘ٚ ،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ
.ٌّٟ ‫ط ِؼ‬ َ ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬ٚ
ْ‫ج‬ ِ ِْٛ ‫ثٌ َى‬
Ideologi yang muncul dari benak manusia melalui wahyu Allah adalah
ideologi yang benar. Karena bersumber dari Al-khaliq, yaitu pencipta alam,
manusia, dan hidup, yakni Allah SWT. Ideologi ini pasti kebenarannya.

Kalimat di atas menunjukkan kalimat majemuk bertingkat yang


menyatakan hubungan penyebab ditandai dengan kata karena. Dalam bahasa
Arab, kalimat di atas tampak koheren dengan ditandai menggunakan kalimat
asy-syart (jumlah asy-syart dan jawab asy-syart). Kalimatnya berbentuk
kalimat nomina (jumlah ismiyyah) sebagai isim asy-syart dengan klausa
ّ dan klausa kedua berbentuk
pertama berbentuk kalimat ‫ّز‬١ّ‫ج( خٍّز إع‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫)إ‬
kalimat nomina (jumlah ismiyyah) sebagai jawab asy-syart ditandai dengan
penggunaan fa rabtu al-jawab. Sehingga menunjukkan penjelasan penyebab
yang positif tentang Ideologi yang muncul dari benak manusia melalui wahyu
Allah. Menurut teks, ideologi yang bersumber dari benak manusia melalui
wahyu Allah adalah ideologi yang benar. Jadi, penulis teks setuju terhadap

158
ideologi yang bersumber dari akal manusia melalui wahyu Allah. Secara
konteks makna ideologi yang benar itu adalah ideologi Islam yang
memperjuangkan tegaknya sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah.
ِ ٔ ََُّٗٔ‫ أل‬،ً‫جغ‬ ُ ُ
‫َجشب‬ ِ َ‫ َِ ْذذَأ د‬َُٛ َٙ‫ ِٗ ف‬١ْ ِ‫ق ف‬ ٍ ‫ َر ْ٘ ٍٓ َش ْخ‬ٟ‫َ ْٕ َشأ ف‬٠ ٞ‫أَ َِّج ثٌّ ْذذَأ ثٌَّز‬َٚ
ُ ‫َّ ٍز صُ ْش َش‬٠‫ص د َؼ ْذمَ ِش‬
ِ ُٚ ‫ظز ٌٍضفَج‬
‫س‬ َ ْ‫ ُِْ ػُش‬١‫جْ ٌٍضَ ْٕ ِظ‬ ِ َُ ْٙ َ‫ألَ َّْ ف‬ٚ ،‫ ِد‬ُٛ‫خ‬ُٛ ٌ‫ثَلزجغَ ِز دج‬
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬ َ ِ ‫َؼ‬٠ ‫ ٍد‬ٚ‫ػٓ َػ ْم ًٍ ِسْ ُذ‬
ِٓ ‫ْد ُض َػ‬ ْ
ٌٝ‫ إ‬ِّٞ َ ِ‫ُ ْٕضِ ُح ثٌِٕظَج ََ ثٌّضََٕجل‬٠ ‫َج ِِ َّّج‬ٙ١‫شُ ف‬١‫َؼ‬٠ ٟ‫تَ ِز ثٌَّض‬١‫ثٌضأَثُّ ِش دجٌذ‬ٚ ‫ط‬
َ ‫ط ثٌّؤَ د‬ ِ ُ‫ثٌضَٕجل‬ٚ ‫ف‬ ِ َ‫ثإل ْخضِال‬ٚ
ِ
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
.ْ‫ج‬ ِ ‫ِشمَج ِء‬
Adapun ideologi yang muncul dalam benak manusia karena kejeniusan
yang nampak pada dirinya adalah ideologi yang salah. Karena berasal dari akal
manusia yang terbatas, yang tidak mampu menjangkau segala sesuatu yang
nyata. Disamping itu pemahaman manusia terhadap proses lahirnya peraturan
selalu menimbulkan perbedaan, perselisihan, dan pertentangan, serta selalu
lingkungan tempat ia hidup. Sehingga membuahkan peraturan yang saling
bertentangan, yang mendatangkan kesengsaraan bagi manusia.

Kalimat di atas menunjukkan kalimat majemuk bertingkat yang


menyatakan hubungan penyebab dan akibat ditandai dengan kata karena dan
sehingga. Dalam bahasa Arab, kalimat di atas tampak koheren dengan ditandai
penggunaan kalimat asy-syart (jumlah asy-syart dan jawab asy-syart). Kalimat
pertama berbentuk kalimat nomina (jumlah ismiyyah) sebagai isim asy-syart
ُ ُ
ٍ ‫ َر ْ٘ ٍٓ َش ْخ‬ٟ‫َ ْٕ َشأ ف‬٠ ٞ‫أَ َِّج ثٌّ ْذذَأ ثٌَّز‬َٚ dan jawab asy-syartnya َُٛ َٙ‫ف‬
ُ ‫َّ ٍز صُ ْش َش‬٠‫ص د َؼ ْذمَ ِش‬
ِٗ ١ْ ِ‫ق ف‬
ً‫جغ‬ ّ
ِ َ‫ َِ ْذذَأ د‬, klausanya berbentuk kalimat ‫ّز‬١ّ‫ج( خٍّز إع‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫)إ‬, sedangkan

kalimat kedua berbentuk kalimat ‫ّز‬١ّ‫ج( خٍّز إع‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫)إ‬ ّ dengan klausanya
ُ ِ‫ُ ْٕض‬٠.
berbentuk kalimat aktif (jumlah fi‟liyyah) menggunakan fi‟il muḍari‟ ‫ح‬
Sehingga menunjukkan penjelasan sebab akibat yang negatif tentang ideologi
yang muncul dalam benak manusia karena kejeniusan yang nampak pada
dirinya. Menurut teks, ideologi yang muncul dalam benak manusia karena
kejeniusan yang nampak pada dirinya adalah ideologi yang salah. Karena akal
manusia terbatas dan peraturan yang dibuat manusia selalu menimbulkan
perbedaan, perselisihan, dan pertentangan, yang mendatangkan kesengsaraan
bagi manusia. Jadi intinya, penulis teks tidak setuju terhadap ideologi yang
bersumber dari akal manusia karena kejeniusan yang tampak pada dirinya serta

159
peraturan yang dibuat oleh manusia. Secara konteks makna ideologi yang salah
itu adalah ideologi Kapitalisme di dalamnya terdapat demokrasi dan ideologi
Sosialisme termasuk Komunisme.
‫ك‬
ِ ٌِ‫ِٓ خَج‬ ِ ‫ هللاِ ٌَُٗ دِ ِٗ ثٌ َّ ْذذَأُ ثٌص‬ِٟ ْ‫ز‬ٛ‫د‬
ْ ََُّٗٔ‫ أل‬،ُ‫ر‬١ْ ‫َّس‬ َ ْ‫ج‬ ِ ِٓ ْ٘ ‫ َر‬ِٟ‫ٕ َشأ ُ ف‬٠ ْٞ‫أَ َِّج ثٌ َّذْذأُ ثٌَّ ِز‬
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
ُ ُ ْ َ‫ َِ ْذذَأ ل‬َُٛ َٙ‫ ف‬.ُ‫ هللا‬َٛ َُ٘ٚ ،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ
‫ص‬ٍ ‫ َر ْ٘ ٍٓ َش ْخ‬ٟ‫َ ْٕ َشأ ف‬٠ ٞ‫أَ َِّج ثٌّ ْذذَأ ثٌَّز‬َٚ .ٌّٟ ‫ط ِؼ‬ َ ِ ‫ث ِإل ْٔ َغ‬ٚ ْٛ
ْ‫ج‬ ِ ‫ثٌ َى‬
ِ ‫َؼ‬٠ ‫ ٍد‬ٚ‫ػٓ َػ ْم ًٍ ِسْ ُذ‬
،‫ ِد‬ٛ‫ ُخ‬ُٛ ٌ‫ْد ُض ػ َِٓ ثَل َزجغَ ِز دج‬ ْ ‫ ألََُّٔٗ َٔج ِشب‬،ً‫جغ‬ ِ َ‫ َِ ْذذَأ د‬َُٛ َٙ‫ ِٗ ف‬١ْ ِ‫ق ف‬ُ ‫َّ ٍز صُ ْش َش‬٠‫د َؼ ْذمَ ِش‬
ُ‫ش‬١‫َؼ‬٠ ٟ‫تَ ِز ثٌَّض‬١‫ثٌضأَثُّ ِش دجٌذ‬ٚ ‫ط‬
ِ ُ‫ثٌضَٕجل‬ٚ ‫ف‬ِ َ‫ث ِإل ْخضِال‬ٚ ‫س‬ِ ُٚ ‫ظز ٌٍضفَج‬َ ْ‫ ُِْ ػُش‬١‫جْ ٌٍضَ ْٕ ِظ‬ ِ َُ ْٙ َ‫ألَ َّْ ف‬ٚ
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
.ْ‫ج‬ ِ ‫ ِشمَج ِء‬ٌٝ‫ إ‬ِّٞ َ ِ‫ُ ْٕضِ ُح ثٌِٕظَج ََ ثٌّضََٕجل‬٠ ‫َج ِِ َّّج‬ٙ١‫ف‬
َ ‫ط ثٌّؤَ د‬
Ideologi yang muncul dari benak manusia melalui wahyu Allah adalah
ideologi yang benar. Karena bersumber dari Al-khaliq, yaitu pencipta alam,
manusia, dan hidup, yakni Allah SWT. Ideologi ini pasti kebenarannya.
Sedangkan ideologi yang muncul dalam benak manusia karena kejeniusan
yang nampak pada dirinya adalah ideologi yang salah. Karena berasal dari akal
manusia yang terbatas, yang tidak mampu menjangkau segala sesuatu yang
nyata. Disamping itu pemahaman manusia terhadap proses lahirnya peraturan
selalu menimbulkan perbedaan, perselisihan, dan pertentangan, serta selalu
lingkungan tempat ia hidup. Sehingga membuahkan peraturan yang saling
bertentangan, yang mendatangkan kesengsaraan bagi manusia.

Kalimat di atas menunjukkan kalimat majemuk bertingkat yang


menyatakan hubungan sebab akibat ditandai dengan kata karena dan
sehingga, serta menunjukkan pembeda antara ideologi Islam dan ideologi
Kapitalisme termasuk di dalamnya demokrasi serta ideologi Sosialisme
termasuk Komunisme. Dalam bahasa Arab, kalimat di atas tampak koheren
dengan ditandai penggunaan kalimat asy-syart (jumlah asy-syart dan jawab
asy-syart). Kalimat pertama berbentuk kalimat nomina (jumlah ismiyyah)
ّ
sebagai isim asy-syart dengan klausa pertama berbentuk kalimat ‫ّز‬١ّ‫إْ ( خٍّز إع‬

‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ) dan klausa kedua berbentuk kalimat nomina (jumlah ismiyyah)


sebagai jawab asy-syart ditandai dengan menggunakan fa rabtu al-jawab.
Kalimat kedua berbentuk kalimat nomina (jumlah ismiyyah) sebagai isim asy-
ُ ُ
ٍ ‫ َر ْ٘ ٍٓ َش ْخ‬ٟ‫َ ْٕ َشأ ف‬٠ ٞ‫أَ َِّج ثٌّ ْذذَأ ثٌَّز‬َٚ dan jawab asy-
ُ ‫َّ ٍز صُ ْش َش‬٠‫ص د َؼ ْذمَ ِش‬
syart ِٗ ١ْ ِ‫ق ف‬

ِ َ‫ َِ ْذذَأ د‬َُٛ َٙ‫ف‬, klausanya berbentuk kalimat ‫ّز‬١ّ‫ج( خٍّز إع‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫)إ‬,
syartnya ً‫جغ‬ ّ
ّ dengan
sedangkan kalimat ketiga berbentuk kalimat ‫ّز‬١ّ‫ج( خٍّز إع‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫)إ‬

160
klausanya berbentuk kalimat aktif (jumlah fi‟liyyah) menggunakan fi‟il muḍari‟
‫ُ ْٕضِ ُح‬٠. Sehingga menunjukkan kohorensi pembeda antara ideologi Islam dan
ideologi Kapitalisme termasuk di dalamnya demokrasi serta ideologi
Sosialisme termasuk Komunisme dengan ditandai kata sedangkan. Menurut
teks, ideologi Islam adalah ideologi yang benar, sedangkan ideologi
Kapitalisme di dalamnya terdapat demokrasi dan ideologi Sosialisme termasuk
Komunisme adalah ideologi yang salah. Berdasarkan penjelasan tersebut,
penulis teks menampilkan dua fakta antara ideologi Islam dan ideologi
Kapitalisme termasuk di dalamnya demokrasi serta ideologi Sosialisme
termasuk Komunisme secara kontras saling bertentangan dan bersebrangan. Di
samping itu, penulis teks setuju dan mewajibkan kepada umat untuk
menerapkan ideologi Islam yang memperjuangkan tegaknya sistem Dawlah
Khilafah Islamiyyah, sedangkan ideologi selain itu tidak boleh diterapkan
dalam kehidupan. Hal ini berdampak terhadap wacana pemaknaan atas ideologi
Islam yang positif dan pemaknaan negatif terhadap ideologi Kapitalisme di
dalamnya terdapat demokrasi dan ideologi Sosialisme termasuk Komunisme
yang akan disebarkan kepada khalayak.
َّْ َ‫ أل‬،‫َّ ِز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬ ِ ‫ ِر‬َٛ ‫ َٔ ْششًث ٌٍ َّذ ْػ‬،َِ َ‫ثإلعال‬ ِ َ‫ صُسْ َى ُُ دِِٕظَ ِج‬ِٟ‫ثٌد َّج َػ ِز ثٌَّض‬
َ ٟ‫ َوجَْ ثٌ َؼ َّ ًُ دِ ِٗ ف‬َٚ
َْ‫ فَمَ ْذ َوج‬،‫ ِر‬َٛ ‫َّ ِز ٌٍ َّذ ْػ‬١ٍَِّ ‫مَ ِز ثٌ َؼ‬٠ْ ‫ُ ْؼضَذَ ُش َِِٓ ثٌطَ ِش‬٠ ‫جط‬
ِ ٌَّٕ‫َٓ َِِٓ ث‬١ْ ِّ ٍِ‫ ِْش ثٌ ُّ ْغ‬١‫ َغ‬ٍٝ‫ك ِٔظَج َُ ثإلعالَ َِ ػ‬ ْ ‫ص‬
َ ١ْ ِ‫َطذ‬
.‫ثف‬ ْ َ‫ ثأل‬ِِٟ ‫ ثٌ ُّض ََشث‬ِّٟ ِِ َ‫ َْدج ِد ٘زث ثٌ َؼجٌَ ُِ ثإلعال‬٠‫ إ‬ٟ‫ْك ثألَثَ ُش ثألَ ْوذَشُف‬
ِ ‫غ َش‬ ْ ‫ َزث‬ٌِٙ
ِ ١ِ‫ثٌضطذ‬
Penerapan Islam oleh jamaah kaum Muslim yang hidup dalam
pemerintahan yang menerapkan hukum Islam, adalah termasuk upaya-upaya
menyebarluaskan dakwah Islam; karena penerapan peraturan Islam di tengah-
tengah masyarakat non muslim tergolong metoda dakwah yang bersifat praktis.
Penerapan peraturan Islam telah berhasil memberikan pengaruh gemilang
dalam mewujudkan dunia Islam yang wilayahnya sangat luas.

Kalimat di atas menunjukkan kalimat majemuk bertingkat yang


menyatakan hubungan sebab akibat ditandai dengan kata karena dan maka.
Dalam bahasa Arab, kalimat di atas tampak koheren dengan penggunaan huruf
„athaf yaitu huruf fa َْ‫فَمَ ْذ َوج‬. Kalimatnya berbentuk fi‟il nâqiṣ (‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫)وج‬

isimnya ْ‫ وج‬yaitu ‫ػ ِز‬ َ ٟ‫ ثٌ َؼ َّ ًُ دِ ِٗ ف‬dan khabarnya ْ‫ وج‬yaitu ‫ ِر‬َٛ ‫َٔ ْششًث ٌٍ َّذ ْػ‬
َ ‫ثٌد َّج‬

161
‫َّ ِز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬
ِ sebagai klausa pertama, klausa kedua berbentuk kalimat nomina
jumlah ismiyyah (‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫إ‬ ّ ) yaitu lafadz َِ َ‫ك ِٔظَج َُ ثإلعال‬ ْ ‫ألَ َّْ ص‬, klausa ketiga
َ ١ْ ِ‫َطذ‬
berbentuk fi‟il nâqiṣ (‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫ )وج‬yaitu ‫ْك ثألَثَ ُش ثألَ ْوذَ ُش‬ ْ
ِ ١ِ‫ثٌضطذ‬ ‫ َزث‬ٌِٙ َْ‫فَمَ ْذ َوج‬.
Sehingga menunjukkan penjelasan sebab akibat yang positif terhadap
penerapan Islam yang telah berhasil memberikan pengaruh gemilang dalam
mewujudkan dunia Islam yang wilayahnya sangat luas. Menurut teks,
penerapan Islam oleh jamaah kaum Muslim yang hidup dalam pemerintahan
yang menerapkan hukum Islam, adalah termasuk upaya-upaya
menyebarluaskan dakwah Islam, terkait penerapan peraturan Islam di tengah-
tengah masyarakat non muslim tergolong metoda dakwah yang bersifat praktis.
Secara konteks makna pemerintahan yang menerapkan hukum Islam adalah
sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah yang menggunakan hukum Islam secara
menyeluruh. Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis teks setuju dan
memandang positif sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah yang menerapkan
hukum Islam, serta merupakan upaya-upaya menyebarluaskan dakwah Islam
ke seluruh dunia.

ِ َّ ٠ْ ‫َج صدْ َؼ ًُ ثٌ َؼ ْم ًَ أَ َعجعًج ٌإل‬ََّٙٔ‫َّز أل‬١‫ َْدجد‬٠ِ‫ إ‬ٟ٘


،ِ‫ ِد هللا‬ُٛ‫خ‬ُٛ ‫جْ د‬ َ ُ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬
ِ ُ‫َّز‬٠‫َجدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫ثٌم‬ٚ
ٍ ٍَ‫ط‬
.‫ك‬ ْ ُِ ‫جي‬
ٍ َّ ‫ِٓ َو‬ ُ
ْ ِٗ ِ‫ذسث ػُٕٗ دفطشص‬٠ ِ ‫ ُِّٓ ٌإل ْٔ َغ‬١‫صُ َؼ‬ٚ
‫جْ ِج‬
Kepemimpinan ideologis Islam adalah kepemimpinan ideologis yang
positif. Karena menjadikan akal sebagai dasar untuk beriman kepada wujud
Allah. Di samping itu kepemimpinan ini menunjukkan kesempurnaan mutlak
yang selalu dicari oleh manusia karena dorongan fitrahnya.

Kalimat di atas menunjukkan kalimat majemuk setara bertingkat yang


menyatakan hubungan penyebab ditandai dengan kata karena dan di samping
itu. Dalam bahasa Arab, kalimat di atas tampak koheren dengan penggunaan
huruf „athaf yaitu huruf wawu. Kalimatnya berbentuk kalimat nomina jumlah
ismiyyah, yaitu ُ ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬
ِ ُ‫َّز‬٠‫َجدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫ثٌم‬ٚ sebagai mubtada dan khabarnya ٟ٘
َ
ّ
‫َّز‬١‫ َْدجد‬٠ِ‫ إ‬dengan klausa pertama berbentuk kalimat nomina jumlah ismiyyah ( ْ‫إ‬
‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ) yaitu ‫َج صدْ َؼ ًُ ثٌ َؼ ْم ًَ أَ َعجعًج‬ََّٙٔ‫ أل‬dan klausa kedua berbentuk kalimat aktif
jumlah fi‟liyyah dengan menggunakan fi‟il mudhori‟ ma‟lum ُِّٓ ١‫صُ َؼ‬.

162
Sehingga menunjukkan penjelasan penyebab yang positif tentang
kepemimpinan ideologis Islam yang memperjuangkan dalam menegakkan
sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah. Menurut teks, kepemimpinan ideologis
Islam termasuk kepemimpinan ideologis yang positif yang menjadikan akal
sebagai dasar untuk beriman kepada Allah dan sesuai dengan fitrah manusia.
Berdasarkan pejelasan tersebut, penulis teks setuju dan berfikiran positif ketika
kepemimpinan ideologis Islam dijadikan asas dasar dalam memperjuangkan
penegakkan sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah yang disebarkan ke seluruh
dunia.
‫جدثس‬١‫ وها عذاهَا ل‬،ُ‫سز‬١‫َّزُ ثٌصس‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫زذ٘ج ثٌم‬ٚ ٟ٘ ِ َ‫َّز‬٠‫َجدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١‫أَ َّْ ثٌم‬
َ َ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬
ِ ‫َجدَث‬١‫حيي أَ َّْ ثٌم‬
َ‫َّز‬٠‫س ثٌفِ ْى ِش‬ ِ ‫ في‬،ً‫ثٌؼم‬
ِ ٍَٝ‫َّز َػ‬١ِٕ‫َّزَ َِ ْذ‬١ِِ َ‫ثإلعال‬ ِ َ‫َّز‬٠‫َج َدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ألْ ثٌم‬
َّ ،‫َّز فَجعذر‬٠‫فىش‬
ِ
‫َج في‬ٙ‫حُ ِؼ‬ٚ‫ج‬ َ ‫ضد‬١‫ف‬
َ ،ْ‫ج‬ ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬ ْ ‫ك َِ َغ‬
ِ ‫فط َش ِر‬ ُ ِ‫َّز صَضَّف‬٠‫َجدَر فِ ْى ِش‬١ِ‫َج ل‬ََّٙٔ‫ ِأل‬َٚ ،ً‫ثٌؼم‬
ِ ٍٝ‫َّ ٍز ػ‬١ِٕ‫ ُش ِ ْذ‬١ْ ‫ غ‬ٜ‫ثألخش‬
ِ ‫ط َشرَ ث ِإل ْٔ َغ‬
.ْ‫ج‬ ُ ٌِ‫ صخَ ج‬ٜ‫َّزَ ثألُ ْخ َش‬٠‫َج َد ِر ثٌف ْى ِش‬١ِ‫حيي أَ َّْ ثٌم‬
ْ ِ‫ف ف‬ ِ
Kepemimpinan ideologis Islamlah satu-satunya kepemimpinan ideologis
yang benar, sedangkan kepemimpinan ideologis lainnya adalah rusak.
Kepemimpinan ideologisnya dibangun berdasarkan akal, amat berbeda
dengan kepemimpinan ideologis lainnya yang tidak dibangun berlandaskan
akal. Kepemimpinan ideologis Islam juga sesuai dengan fitrah manusia,
sehingga mudah diterima oleh manusia. Sedangkan kepemimpinan ideologis
lainnya berlawanan dengan fitrah manusia.

Kalimat di atas menunjukkan kalimat majemuk setara bertingkat yang


menyatakan hubungan sebab akibat berlawanan ditandai dengan kata
Sedangkan, karena, amat berbeda, dan sehingga. Dalam bahasa Arab,
kalimat di atas tampak koheren dengan induk kalimat berbentuk kalimat
ّ ) dan anak kalimat setara pola kalimatnya
nomina jumlah ismiyyah (‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫إ‬
dengan induk kalimat berbentuk kalimat nomina yaitu jumlah ismiyyah serta
penggunaan huruf „athaf yaitu wawu dan fa. Sehingga menunjukkan penjelasan
sebab akibat dan pembeda antara kepemimpinan ideologis Islam yang benar
dan kepemimpinan ideologis Kapitalisme termasuk demokrasi, serta
Sosialisme termasuk Komunisme yang rusak. Menurut teks, ketiga ideologi
tersebut saling bertentangan dan bersebrangan, kepemimpinan ideologis Islam
dibangun berdasarkan akal dan sesuai fitrah manusia, amat berbeda dengan

163
kepemimpinan ideologis Kapitalisme termasuk demokrasi, serta Sosialisme
termasuk Komunisme tidak dibangun berdasarkan akal dan sesuai fitrah
manusia. Berdasarkan penjelasan tersebut, posisi penulis teks setuju dengan
kepemimpinan ideologis Islam yang benar dan memperjuangkan tegaknya
sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah, dan tidak setuju dengan kepemimpinan
ideologis Kapitalisme termasuk demokrasi, serta Sosialisme termasuk
Komunisme yang rusak. Sehingga, pemaknaan wacana kedua ideologis
tersebut sudah tidak absah lagi dan berdampak negatif terhadap pemaknaan
yang diterima oleh khalayak.
َ ‫ُ ْٕ ِى ُش ثٌش‬٠َٚ ِ‫ َد هللا‬ُٛ‫خ‬ُٚ ‫ُ ْٕ ِى ُش‬٠ ٞ‫ُّ ثٌَّز‬ِّٞ‫َ َش ثٌ َّ ْذذَأُ ثٌ َّجد‬َٙ‫ٌ َّّج ظ‬ٚ
ِ ‫َ ْم‬٠ ْْ َ‫َ ْغضَ ِط ْغ أ‬٠ ُْ ٌَ ‫ذ‬ُٚ
ٍَٝ‫ َػ‬َٟ ‫ع‬
‫َ ٍز‬١‫ َّ ِز ُِ ْخفِمَزً ِِ ْٓ َٔج ِز‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫ ثٌ ُّش‬ِٟ‫َّزُ ف‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ش ثٌم‬ِ َٔ‫ ِِ ْٓ َُٕ٘ج َوج‬ٚ ،ٟ‫ؼ‬١‫ثٌطذ‬ ِّ ُِّٓ ٠‫٘ َزث ثٌضَ َذ‬
.‫ثٌؼ ْم ًِ َِؼًج‬ٚ ِّ‫ثٌسظ‬ ِ ‫َج َد ِر‬ٙ‫دُطَالًَٔج دِ َش‬َٚ ‫ب فَ َغجدًث‬١ ٍ ‫َ ُش َش‬ٙ‫ظ‬ ْ َ‫ أ‬َٟ ِ٘ ٟ‫ َّ ِز ثٌَّض‬١‫ ِى‬١ْ ِ‫جٌِ ْىض‬٠‫ َّ ِز ثٌذ‬٠‫ثٌٕظَ ِش‬،‫َّ ٍز‬٠‫ط ِش‬ْ ِ‫ف‬
‫ثس‬ُ ‫ْ َس‬َٛ‫ش ثٌث‬ِ َٔ‫ َوج‬َٚ ،‫ْش‬ُ ‫ثٌ َىذ‬ٚ ُ‫ثٌع ْغػ‬ َ َْ‫ ِِ ْٓ َُٕ٘ج َوج‬َٚ ،‫َج‬ِٙ‫َجط ٌِ َّ ْذ َذة‬
ِ ٌٕ‫جع ث‬ ِ ‫ع‬ َ ‫ ِر ِإل ْخ‬َّٛ ُ‫ َّع ًُ دِجٌم‬َٛ َ‫صَض‬َٚ
.‫َج‬ٍِِٙ‫ َعجة‬َٚ ُِّ ََ٘‫ِٓ أ‬
ْ ُ‫ثَلظْ ِط َشثح‬ٚ ُ‫ْخ‬٠‫ثٌض َْخ ِش‬ٚ ،ًُ ِ‫ثٌمَالَل‬ٚ
Akan tetapi ketika muncul ideologi (dialektika) materialisme, yang
mengingkari adanya Allah dan ruh, ternyata ide ini tidak mampu
memusnahkan kecenderungan beragama. Berdasarkan hal ini, qiyadah fikriyah
Komunisme telah gagal ditinjau dari fitrah manusia. dialektika materialisme
paling terlihat kerusakan dan kebathilannya, dan dengan sangat mudah dapat
dibuktikan oleh perasaan dan akal. Supaya manusia tunduk pada ideologi ini,
maka mereka dipaksa melalui kekuatan fisik. Berbagai tekanan, intimidasi,
revolusi, menggoyang, merobohkan, dan mengacaukan merupakan sarana-
sarana penting untuk mengembangkan ideologi tersebut.

Kalimat di atas menunjukkan kalimat majemuk bertingkat yang


menyatakan hubungan hasil. Dalam bahasa Arab, kalimat di atas tampak
koheren dengan penggunaan huruf „ataf yaitu wawu, serta induk kalimat
berbentuk kalimat aktif jumlah fi‟liyyah dengan fi‟il mâḍi ُِّّٞ‫َ َش ثٌ َّ ْذذَأُ ثٌ َّجد‬َٙ‫ ظ‬dan

ِ َٔ‫َوج‬
anak kalimat dengan klausa pertama berbentuk fi‟il nâqiṣ (‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫ش )وج‬
ُ‫َّز‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ثٌم‬, klausa kedua berbentuk kalimat aktif jumlah fi‟liyyah dengan
bentuk fi‟il mâḍi ‫َج‬ِٙ‫َجط ٌِ َّ ْذ َذة‬
ِ ٌٕ‫جع ث‬
ِ ‫ع‬َ ‫ ِر ِإل ْخ‬َّٛ ُ‫ َّع ًُ دِجٌم‬ََٛ ‫صَض‬َٚ , bentuk klausa ketiga fi‟il
ُ ‫ثٌ َىذ‬ٚ ُ‫ثٌع ْغػ‬
nâqiṣ (‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫ْش )وج‬ َ َْ‫ َوج‬dan bentuk klusa keempat ِ َٔ‫ َوج‬َٚ
‫ش‬

164
ُ ‫ْ َس‬َٛ‫ثٌث‬. Sehingga menunjukkan hasil penjelasan yang negatif terhadap
ًُ ِ‫ثٌمَالَل‬ٚ ‫ثس‬
ideologi Komunisme yang berdasarkan materialisme. Menurut teks, penerapan
ideologi tersebut melalui paksaan dengan kekuatan fisik. Dari wacana tersebut
sudah terlihat, bahwa penulis teks tidak setuju dengan ideologi Komunisme
yang berbahaya ketika diterapkan pada sistem pemerintahan.

َ ٟ‫ثإلٔغجْ ثٌَّض‬
،ُِّٓ ٠‫ فطشرُ ثٌضَّذ‬ٟ٘ ِ ‫َّ ِز ُِخجٌِفَزً ٌفطش ِر‬١ٌ‫َّزُ ٌٍشأعّج‬٠‫جدرُ ثٌفىش‬١‫وزٌهَ وجٔش ثٌم‬َٚ
ْ ِ‫َ ٍز ف‬١‫ِٓ ٔجز‬
َٓ٠‫َج ثٌذ‬ٍِٙ ْ‫ فَص‬ٟ‫َّز ف‬١‫جدر عٍذ‬١‫ج ل‬َّٙٔ‫ أل‬,‫َّ ٍز‬٠‫ط ِش‬ ْ ً‫َّزُ ُِ ْخفَمَز‬١ٌ‫زُ ثٌشّأعّج‬٠‫ثٌفىش‬
ِ ُ‫جدر‬١‫وجٔز ثٌم‬َٚ
َ ٞ‫ إدؼج ِدَ٘ج ثٌٕظج ََ ثٌَّز‬ٟ‫ف‬ٚ ,ً‫َّز‬٠‫ َخؼ َؼٍِ ِٗ َِغْأٌََزً فَشْ ِد‬َٚ ,‫ج ِر‬١‫ػٓ ثٌس‬
‫أِش‬ ِ ُِّٓ ٠‫ إدْؼج ِد٘ج ثٌضذ‬ٟ‫ف‬ٚ ,‫ج ِر‬١‫ػٓ ثٌس‬
ِ
.ْ‫ثإلٔغج‬
ِ ْ ِٗ ِ‫هللاُ د‬
ًِ ‫ػٓ ِؼجٌد ِز َِ َشج ِو‬
Demikian pula qiyâdah fikriyyah kapitalisme bertentangan dengan fitrah
manusia, yaitu naluri beragama. Qiyâdah fikriyyah kapitalisme telah gagal
dilihat dari segi fitrah manusia. Ia adalah qiyâdah fikriyyah negatif, yang
memisahkan antara agama dengan kehidupan; menjauhkan aktivitas beragama
dari kehidupan; menjadikan masalah agama sebagai masalah pribadi (bukan
masalah masyarakat); sekaligus menjauhkan peraturan yang Allah perintahkan,
yang dapat memecahkan persoalan hidup manusia.

Kalimat di atas menunjukkan kalimat majemuk bertingkat yang


menyatakan hubungan hasil yang setara. Dalam bahasa Arab, kalimat di atas
tampak koheren dengan penggunaan huruf „ataf yaitu wawu dengan induk
kalimat berbentuk kalimat aktif jumlah fi‟liyyah dengan berbentuk fi‟il nâqiṣ
(‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫َّ ِز ُِخجٌِفَزً ٌفطش ِر ثإلٔغج ِْ )وج‬١ٌ‫َّزُ ٌٍشأعّج‬٠‫جدرُ ثٌفىش‬١‫وجٔش ثٌم‬, anak kalimat
berbentuk fi‟il nâqiṣ (‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫َ ٍز )وج‬١‫ِٓ ٔجز‬ ْ ً‫َّزُ ُِ ْخفَمَز‬١ٌ‫زُ ثٌشّأعّج‬٠‫ثٌفىش‬
ِ ُ‫جدر‬١‫وجٔز ثٌم‬َٚ
ْ ِ‫ف‬, dengan klausanya berbentuk kalimat nomina jumlah ismiyyah ( ْ‫إ‬
‫َّ ٍز‬٠‫ط ِش‬ ّ
ِ َٓ٠‫َج ثٌذ‬ٍِٙ ْ‫ فَص‬ٟ‫ َّز ف‬١‫جدر عٍذ‬١‫ج ل‬َّٙٔ‫ أل‬dan pola kalimat yang setara
‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ) ‫ج ِر‬١‫ػٓ ثٌس‬
berbentuk kalimat nomina jumlah ismiyyah. Sehingga menunjukkan hasil
penjelasan yang negatif terhadap kepemimpinan ideologis Kapitalisme
termasuk demokrasi. Menurut teks, kepemimpinan ideologis Kapitalisme telah
gagal dari segi fitrah manusia yang memisahkan antara agama dengan
kehidupan sekaligus menjauhkan peraturan yang Allah perintahkan, yang dapat
memecahkan persoalan hidup manusia. Dari wacana tersebut terlihat, bahwa
penulis teks tidak setuju terhadap kepemimpinan ideologis Kapitalisme

165
termasuk demokrasi. Hal ini terlihat, bahwa kepemimpinan ideologis tersebut
sudah tidak absah lagi dan berdampak negatif pada pemaknaan wacana yang
disebarkan kepada khalayak.
َ‫ْ ُي إِ َّْ ثٌ َّج َّدر‬ُٛ‫َج صَم‬ََّٙٔ‫ ِأل‬،ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫ َّ ِز َلَ َػ‬٠‫ ثٌّج ِّد‬ٍَٝ‫َّز َػ‬١ِٕ‫َّزَ َِ ْذ‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫َّزَ ثٌ ُّش‬٠‫َج َدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫أَ َّْ ثٌم‬
ٍَٝ‫َّ ٍز َػ‬١ِٕ‫ ُش َِ ْذ‬١ْ ‫َج َغ‬ََّٙٔ‫ ِأل‬،‫جعذَر‬ ِ َ‫ف‬َٚ ‫َّزُ ُِ ْخ ِطتَز‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫َّزُ ثٌ ُش‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ َرٌِهَ فجٌم‬ٍَٝ‫ َػ‬َٚ ،‫ك ثٌفِ ْى َش‬ ُ ِ‫صَ ْغذ‬
ِ َ‫ثٌ َؼ ْم ًِ ِػ ْٕ َذَ٘ج ف‬ٚ ‫ ثٌفِ ْى ِش‬َٕٝ‫ َو َّج أَ َّْ َِ ْؼ‬،ًِ ‫ثٌ َؼ ْم‬
.‫جعذ‬
Bahwa qiyadah fikriyah komunisme dibangun berlandaskan materialisme
bukan akal adalah karena ideologi ini menyatakan bahwa materi mendahului
pemikiran (pengetahuan). Dengan demikian qiyadah fikriyah komunis jelas-
jelas keliru dan rusak, karena tidak dibangun berdasarkan akal. Sama rusaknya
dengan pengertian mereka tentang pemikiran dan akal.
‫ َغ ِز‬١ْ ِٕ‫جي ثٌ َى‬ِ ‫َٓ ِس َخ‬١ْ َ‫ْػ د‬ ِ ‫ع‬ٌٛ‫ث‬َ ًِّ‫ثٌس‬ َ ٍَٝ‫َّز َػ‬١ِٕ‫َّزُ َِ ْذ‬١ٌِ‫َّزُ ثٌشأع َّج‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ َو َزٌِهَ ثٌم‬ٚ
‫ َِ َغ‬،‫ْػ‬ ٍ ‫ع‬َٚ ًٍّ ‫ظالَ َِ دِ َس‬ َ ٌ‫ث‬َٚ ‫س‬ٛ ِ ٌُٕ‫َٓ ث‬١ْ َ‫د‬َٚ ،‫ْػ‬ ٍ ‫ع‬َٚ ًٍّ‫جغ ًِ دِ َس‬ َ َٓ١ْ َ‫ْ َْ د‬ُٛ‫ُمَ ِّشد‬٠ ُْ َُٙ‫ ف‬، َٓ٠ْ ‫ثٌ ُّفَ ِّى ِش‬ٚ
ِّ ‫ثٌس‬
ِ َ‫ثٌذ‬َٚ ‫ك‬
.ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫َّ ٍز َػ‬١ِٕ‫ ُش َِ ْذ‬١ْ ‫َج َغ‬ََّٙٔ‫جع َذرً ِأل‬
ِ َ‫َّزُ ف‬٠‫ُ ُُ ثٌفِ ْى ِش‬َٙ‫َج َدص‬١ِ‫َش ل‬
ْ ٔ‫ٌِ َزٌِهَ َوج‬َٚ ،‫ ٍد‬ُٛ‫ْ خ‬َِٛ ‫ ُش‬١ْ ‫ ْعػَ َغ‬ٌٛ‫ث‬
َ ًَّ ‫ٌس‬ َ ‫أَ َّْ ث‬
Demikian pula halnya dengan qiyadah fikriyah kapitalisme yang dibangun
berdasarkan jalan tengah (kompromi) antara tokoh-tokoh gereja dengan
cendikiawan, Mereka mencampuradukan antara haq dan bathil, antara
keimanan dengan kekufuran, cahaya dengan kegelapan; dengan menempuh
jalan tengah. Padahal jalan tengah itu tidak ada faktanya. Karena itu, qiyadah
fikriyah kapitalisme rusak, karena tidak dibangun berlandaskan akal.

Kedua paragraf di atas menunjukkan kalimat majemuk bertingkat yang


menyatakan hubungan penyebab. Dalam bahasa Arab, kedua kalimat di atas
tampak koheren dengan penggunaan huruf „ataf yaitu wawu, fa, ma‟a, dan kaf
dan pola kalimat yang setara yaitu kalimat nomina jumlah ismiyyah. Paragraf
ّ )
pertama kalimatnya berbentuk kalimat nomina jumlah ismiyyah (‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫إ‬

ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫َّ ِز َلَ َػ‬٠‫ ثٌّج ِّد‬ٍَٝ‫َّز َػ‬١ِٕ‫َّزَ َِ ْذ‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫َّزَ ثٌ ُّش‬٠‫َج َدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫أَ َّْ ثٌم‬, klausa pertama berbentuk
kalimat nomina jumlah ismiyyah (‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫إ‬ ّ ) ‫ك ثٌفِ ْىش‬ ُ ِ‫ْ ُي إِ َّْ ثٌ َّج َّدرَ صَ ْغذ‬ُٛ‫َج صَم‬ََّٙٔ‫أل‬,ِ
klausa kedua berbentuk kalimat nomina jumlah ismiyyah ُ‫َّز‬١‫ػ‬
ِ ُٛ١‫َّزُ ثٌ ُش‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫فجٌم‬
ِ َ‫ف‬َٚ ‫ ُِ ْخ ِطتَز‬, klausa ketiga berbentuk kalimat nomina jumlah ismiyyah ( ْ‫إ‬
‫جعذَر‬ ّ
ِ َ‫ثٌ َؼ ْم ًِ ِػ ْٕ َذَ٘ج ف‬ٚ ‫ ثٌفِ ْى ِش‬َٕٝ‫أَ َّْ َِ ْؼ‬. Paragraf
ّ ) ‫جعذ‬
nomina jumlah ismiyyah (‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫إ‬

kedua induk kalimatnya berbentuk kalimat nomina jumlah ismiyyah ُ‫َج َدر‬١ِ‫ثٌم‬
َٓ٠ْ ‫ثٌ ُّفَ ِّى ِش‬ٚ ‫ َغ ِز‬١ْ ِٕ‫جي ثٌ َى‬
ِ ‫َٓ ِس َخ‬١ْ َ‫ْػ د‬
ِ ‫ع‬ٌٛ‫ث‬ َ ٍَٝ‫ َّز َػ‬١ِٕ‫َّزُ َِ ْذ‬١ٌِ‫َّزُ ثٌشأع َّج‬٠‫ثٌفِ ْى ِش‬, anak kalimat
َ ًِّ‫ثٌس‬

166
pertama berbentuk kalimat nomina jumlah ismiyyah ًِ ‫جغ‬
ِ َ‫ثٌذ‬َٚ ‫ك‬ َ َٓ١ْ َ‫ْ َْ د‬ُٛ‫ُمَشِّ د‬٠ ُْ َُٙ‫ف‬
ِّ ‫ثٌس‬
‫ ْع ٍػ‬َٚ ًٍّ‫دِ َس‬, anak kalimat kedua berbentuk kalimat nomina jumlah ismiyyah ( ْ‫إ‬ ّ
َ ‫ ْع‬ٌٛ‫ث‬
‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ) ‫ ٍد‬ُٛ‫ْ خ‬َِٛ ‫ ُش‬١ْ ‫ػ َغ‬ َ َّْ َ‫أ‬, dan anak kalimat ketiga berbentuk kalimat
َ ًَّ ‫ثٌس‬
ِ َ‫َّزُ ف‬٠‫ُ ُُ ثٌفِ ْى ِش‬َٙ‫َج َدص‬١ِ‫َش ل‬
aktif jumlah fi‟liyyah fi‟il nâqiṣ (‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫جع َذرً )وج‬ ْ ٔ‫ َوج‬.
Sehingga kedua paragraf di atas menunjukkan penjelasan penyebab yang
negatif terhadap kepemimpinan ideologis Komunisme dan Kapitalisme
termasuk demokrasi. Menurut teks, kedua kepemimpinan ideologis tersebut
rusak, karena dibangun tidak berdasarkan akal. Wacana tersebut
mendiskripsikan, bahwa penulis teks tidak setuju dengan kedua kepemimpinan
ideologis tersebut, sehingga tidak absah lagi diterapkan dalam sistem
pemerintahan. Pemaknaan terhadap kedua kepemimpinan ideologis tersebut
berdampak negatif pada wacana yang disebarkan kepada khalayak.
Interpretasi
Berdasarkan analisis wacana kritis terkait tema tentang terkait qiyadah
fikriyah (kepemimpinan ideologis) Islam lebih unggul daripada
Kapitalisme dan Sosialisme. Kalimat-kalimat di atas menunjukkan koherensi
hasil penjelasan sebab akibat yang positif terhadap kepemimpinan ideologis
Islam yang memperjuangkan tegaknya sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah,
dan koherensi sebab akibat yang negatif terhadap kepemimpinan ideologis
Kapitalisme termasuk demokrasi serta Komunisme. Selain itu juga, kalimat-
kalimat di atas menggunakan koherensi pembeda untuk membedakan antara
kepemimpinan ideologis Islam yang memperjuangkan tegaknya sistem Dawlah
Khilafah Islamiyyah dengan kepemimpinan ideologis Kapitalisme termasuk
demokrasi serta Komunisme yang saling bertentangan dan saling bersebrangan.
Dari analisis wacana kritis terkait tema di atas dapat menimbulkan
pertanyaan, kenapa teks dalam kalimat-kalimat di atas menggunakan koherensi
penjelas yang positif terhadap kepemimpinan ideologis Islam yang
memperjuangkan tegaknya sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah, dan koherensi
penjelas yang negatif terhadap kepemimpinan ideologis Kapitalisme termasuk
demokrasi serta Komunisme, serta koherensi pembeda untuk membedakan

167
antara kepemimpinan ideologis Islam yang memperjuangkan tegaknya sistem
Dawlah Khilafah Islamiyyah dengan kepemimpinan ideologis Kapitalisme
termasuk demokrasi dan Komunisme.
Menjawab pertanyaan di atas, dari teks sendiri sudah dapat
menggambarkan bahwa kognisi penulis dan kelompok keagamaan Hizbut
Tahrir Indonesia setuju dengan kepemimpinan ideologis Islam yang
memperjuangkan tegaknya sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah, dan tidak
setuju kepemimpinan ideologis Kapitalisme termasuk demokrasi serta
Komunisme. Melihat konteks sosial politik sekarang, kepemimpinan ideologis
Kapitalisme termasuk demokrasi banyak digunakan oleh berbagai negara di
dunia, khususnya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menggunakan
sistem demokrasi. Sedangkan kepemimpinan ideologis Komunisme di banyak
negara sudah mati. Menanggapi sistem demokrasi yang digunakan NKRI,
bahwa memang NKRI menggunakan sistem demokrasi, tetapi ideologi yang
diterapkan adalah ideologi Pancasila dan bersumber dari peraturan UUD 1945.
Penulis teks dan kelompok keagamaan Hizbut Tahrir Indonesia tetap
memandang, bahwa ideologi Islam yang memperjuangkan sistem Dawlah
Khilafah Islamiyyah lah yang harus diterapkan dengan melaksanakan seluruh
peraturan berdasarkan syariat Islam.
Mengamati perbedaan pandangan di atas, bahwa pendapat yang dapat
meluruskan dari perdebatan di atas. Kita bisa melihat pendapat Ketua Majlis
Ulama Indonesia yang dikutip dari harian Republika.co.id pada tanggal 8 Mei
2017. Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) bidang Hubungan Luar Negeri,
KH Muhyiddin mengatakan bahwa sejak berdiri, Indonesia telah menetapkan
Pancasila sebagai ideologi dan berdasarkan pada UUD 1945. Sementara HTI
mempunyai platform yang jelas yaitu Khilafah internasional. Menurut dia, jika
ada kelompok tertentu yang menginginkan Indonesia menjadi negara dengan
sistem khilafah tersebut, seharusnya dilakukan saja secara konstitusional
dengan cara ikut dalam Pemilu di Indonesia. “Bikin partai. Karena kebetulan
Hizbut Tahrir, buat saja Partai Pembebasan Indonesia. Ada wakil-wakilnya di
DPR, berjuanglah di DPR gitu, “ucapnya. Ia menjelaskan bahwa cara-cara

168
konstitusional seperti ini justru elegan dan demokratis. Namun, menurut dia,
masalahnya adalah HTI selama ini justru menolak sistem demokrasi itu sendiri.
Mereka menganggap bahwa demokrasi adalah sistem kafir. “Betul demokrasi
bukan produk Islam, tapi Islam sejalan dengan demokrasi banyak hal sejalan.
Tidak semuanya sama,” katanya. “Kalau mereka menganggap belum saatnya
menggunakan hak pilih karena sistem kafir, maka mereka yang tidak bisa
menggunakan hak pilihnya dirugikan dan itu tidak bagus, “ujarnya.212

2. Analisis Bentuk Kalimat


Analisis bentuk kalimat berhubungan dengan cara berfikir logis, yaitu
menjadikan susunan subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang
diterangkan). Struktur kalimat bisa dibuat aktif, bisa pasif, tetapi umumnya
pokok yang dipandang penting selalu ditempatkan di awal kalimat. Berikut
analisis bentuk kalimat judul “Kepemimpinan Ideologis dalam Islam” yang
terkait dengan tema:
1. Ketidak layakan ikatan nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan
kerohanian dalam meraih kebangkitan dan kemajuan.

َ ُ‫ثٌٕجط ُوٍَّ َّج ث ْٔ َسػَّ ثٌفِ ْى ُش سثدِطَز‬


َ ٌٛ‫ث‬
ِٓ ‫غ‬ ِ َٓ١‫صَ ْٕ َشأ ُ د‬
Ikatan kebangsaan (Nasionalisme) tumbuh di tengah-tengah masyarakat,
tatkala pola pikir manusia mulai merosot.

Kalimat di atas berbentuk kalimat aktif ditunjukkan dengan fi‟il ma‟lum,


fi‟ilnya ُ ‫شأ‬ َ ُ‫( سثدِطَز‬ikatan nasionalisme). Kalimat
َ ْٕ َ‫( ص‬tumbuh) dan fa‟ilnya ِٓ َ‫غ‬ٌٛ‫ث‬
tersebut menunjukkan merupakan pokok yang dipandang penting, sehingga
ditempatkan di awal kalimat sebagai subjek (fa‟il). Secara makna kalimat di
atas menjelaskan, bahwa ikatan nasionalisme yang menjadi pokok
permasalahan ketika pola pikir manusia mulai merosot.
َ ِ‫َج َسثدِطَز ُِ ْٕخَ ف‬ََّٙٔ‫ ِأل‬،‫ّزُ سثدطز فج ِعذَر‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫فَجٌشثدطزُ ث‬
.‫ ُِؤَ لَّضَز‬َٚ ‫َّز‬١‫ػجغف‬َٚ ‫عز‬

212
Republika.co.id pada tanggal 8 Mei 2017. Di akses pada tanggal 22 Maret 2018 pada
jam 15.00

169
Ikatan nasionalisme merupakan ikatan yang rusak, karena mutu ikatannya
rendah, bersifat emosional, dan temporal.

Kalimat di atas berbentuk kalimat nomina (jumlah Ismiyyah) terdiri dari


mubtada ُ‫ّز‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫( فَجٌشثدطزُ ث‬ikatan nasionalisme) berbentuk kalimat adjektiva

(jumlah maushuf) dan khabar ‫فجعذَر‬


ِ ‫( سثدطز‬ikatan yang rusak) berbentuk
kalimat adjektiva (jumlah maushuf). Kalimat tersebut menunjukkan ikatan
nasionalisme sebagai subjek (mubtada), sehingga menjadi bagian pokok
penting yang ditonjolkan sebagai ikatan yang rusak (khabarnya). Secara
semantik kalimat di atas menjelaskan bahwa ikatan nasionalisme merupakan
ikatan yang rusak, disebabkan mutu ikatannya rendah, bersifat emosional, dan
temporal.

ِ ٌٕ‫َٓ ث‬١ْ ‫ِّمًج صَ ْٕ َشأ ُ د‬١‫ظ‬


‫َّز‬١ِِ ٛ‫َجط سثدطَز ل‬ َ ‫ْ ثٌفِ ْى ُش‬ٛ‫ى‬٠
ُ َٓ١‫ز‬ٚ
Adapun ikatan kesukuan (sukuisme) tumbuh di tengah-tengah masyarakat
pada saat pemikiran manusia mulai sempit.

Kalimat di atas berbentuk kalimat aktif ditunjukkan dengan fi‟il ma‟lum,


fi‟ilnya ُ ‫شأ‬
َ ْٕ َ‫( ص‬tumbuh) dan fa‟ilnya ‫َّز‬١ِِ ٛ‫( سثدطَز ل‬ikatan kesukuan). Kalimat
tersebut menunjukkan ikatan kesukuan yang merupakan yang dipandang
penting, karena dijadikan sebagai subjek (fa‟il). Secara semantik kalimat di
atas membicarakan, bahwa ikatan kesukuan yang mejadi sorotan penting pada
saat pemikiran manusia mulai sempit.
.‫َّ ٍز‬١ٔ‫ ُش إٔغج‬١‫غ‬َٚ ‫َّز‬١‫ػجغف‬َٚ ‫َّز‬١ٍَِ‫ج سثدطز لَذ‬َّٙٔ‫َّزُ فجعذر أل‬١ِٛ‫ثٌشثدطزُ ثٌم‬َٚ
Ikatan sukuisme termasuk ikatan yang rusak, karena berlandaskan pada
keturunan, bersifat emosional, dan tidak manusiawi.

Kalimat di atas berbentuk kalimat nomina (jumlah Ismiyyah) terdiri dari


mubtada ُ‫َّز‬١ِٛ‫ثٌشثدطزُ ثٌم‬َٚ (ikatan kesukuan) dan khabar ‫( فجعذر‬ikatan yang
rusak). Kalimat tersebut menunjukkan ikatan kesukuan (sukuisme) sebagai
subjek (mubtada), sehingga menjadi bagian pokok penting yang ditonjolkan
sebagai ikatan yang rusak (khabar). Secara semantik kalimat di atas

170
menjelaskan bahwa ikatan kesukuan merupakan ikatan yang rusak, disebabkan
karena berlandaskan pada keturunan, bersifat emosional, dan tidak manusiawi.
ْ ‫َلصصٍ ُر‬ٚ ‫ سثدطز ُِؤَ لَّضَّز‬َٟ َٙ‫َّزُ ف‬١‫أ َِّج ثٌشثدطزُ ثٌّصٍس‬
ِْ ‫ ثإلٔغج‬ٟٕ‫ألْ صشدػَ د‬
Ikatan kemaslahatan tidak lain ikatan yang temporal sifatnya, tidak bisa
dijadikan pengikat antar manusia.

Kalimat di atas berbentuk kalimat nomina (jumlah Ismiyyah) terdiri dari


mubtada dan bentuknya kalimat adjektif (jumlah mauṣuf) sebagai jumlah as-
Syart ُ ‫َّز‬١‫( ثٌشثدطزُ ثٌّصٍس‬ikatan kemaslahatan) dan khabar sebagai jawab as-

Syart ‫ سثدطز ُِؤَ لَّضَّز‬ٟٙ


َ َ‫( ف‬ikatan yang temporal sifatnya). Kalimat tersebut
menunjukkan ikatan kemaslahatan sebagai subjek (mubtada dan khabar),
sehingga menjadi sesuatu yang penting dan ditonjolkan sebagai ikatan yang
temporal sifatnya (jawab as-Syart berbentuk kalimat nomina). Secara semantik
kalimat di atas menjelaskan bahwa Ikatan kemaslahatan merupakan ikatan
yang temporal sifatnya, tidak bisa dijadikan pengikat antar manusia.
ْ ‫َلص‬ٚ ،ُِّٓ ٠‫ زجٌ ِز ثٌضَ َذ‬ٟ‫َ ُش ف‬ٙ‫َظ‬
‫َ ُش‬ٙ‫َظ‬ ْ ‫َج ص‬َّٙٔ‫ فَئ‬،‫َج‬ْٕٙ ‫ك ػ‬
ُ ‫ٕذث‬٠ َ‫ٔظج‬ ٍ ‫َّزُ دال‬١‫ز‬ُٚ
ِ ‫أ َِّج ثٌشثدطزُ ثٌش‬ٚ
َٓ١‫َْ سثدطزً د‬ٛ‫ألْ صى‬ ْ ‫َلصصٍ ُر‬ٚ ،‫َّ ٍز‬١ٍَِّ ‫ َْش َػ‬١‫َّزً َغ‬١ِ‫وجٔش سثدطزً خ ُْضة‬
ْ َ‫ٌزٌه‬ٚ .‫ج ِر‬١‫ ُِ ْؼض ََش ِن ثٌس‬ٟ‫ف‬
ِ ‫ ُش ُؤ‬ٟ‫ثٌٕجط ف‬
.‫ج ِر‬١‫ْ ثٌس‬ٚ ِ
Adapun ikatan kerohanian yang tidak memiliki peraturan, aktifitasnya
hanya terlihat dari kegiatan spiritual saja. Ikatan ini tidak nampak dalam
kancah kehidupan, bersifat parsial (terbatas pada aspek kerohanian semata)
yang tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga tidak layak
menjadi pengikat antar manusia dalam seluruh aspek kehidupannya.
Kalimat di atas berbentuk kalimat nomina (jumlah Ismiyyah) terdiri dari
mubtada dan khabar sebagai jumlah as-Syart ‫ج‬ٕٙ‫ٕذثك ػ‬٠ َ‫ٔظج‬
ٍ ‫َّزُ دال‬١‫ز‬ُٚ
ِ ‫ثٌشثدطزُ ثٌش‬
ْ ‫َج ص‬َّٙٔ‫( فَئ‬aktifitasnya
ِ ُّ٠‫ زجٌ ِز ثٌضَ َذ‬ٟ‫َ ُش ف‬ٙ‫َظ‬
(ikatan kerohanian) dan jawab as-Syart ٓ
hanya terlihat dari kegiatan spiritual saja). Kalimat tersebut menunjukkan
ikatan kerohanian sebagai subjek (mubtada dan khabar), sehingga menjadi
pembahasan yang ditonjolkan sebagai ikatan yang hanya terlihat dari kegiatan
spiritual saja (jawab as-Syart berbentuk kalimat aktif/fi‟il ma‟lum). Secara
semantik kalimat di atas menjelaskan bahwa ikatan kerohanian merupakan

171
ikatan yang tidak memiliki peraturan, aktifitasnya hanya kegiatan spiritual saja,
dan tidak layak menjadi pengikat antar manusia dalam seluruh aspek
kehidupannya.
2. Tema terkait qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis) Islam lebih
unggul daripada Kapitalisme dan Sosialisme.
ِ ‫ هللاِ ٌَُٗ دِ ِٗ ثٌ َّ ْذذَأُ ثٌص‬ِٟ ْ‫ز‬ٛ‫د‬
‫ ُر‬١ْ ‫َّس‬ ِ ِٓ ْ٘ ‫ َر‬ِٟ‫ٕ َشأ ُ ف‬٠ ْٞ‫أَ َِّج ثٌ َّذْذأُ ثٌَّ ِز‬
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
َ ْ‫ج‬
Ideologi yang muncul dari benak manusia melalui wahyu Allah adalah
ideologi yang benar.

Kalimat di atas berbentuk kalimat nomina (jumlah Ismiyyah) terdiri dari


mubtada dan khabar sebagai jumlah as-Syart, khabarnya berbentuk kalimat
aktif/fi‟il ma‟lum yang menjadi sifat/na‟at (kalimat adjektiva) buat ‫ثٌّذذأ‬
sebagai mubtada, sedangkan jawab as-Syartnya berbentuk kalimat nomina
ِ ‫ثٌ َّ ْذذَأُ ثٌص‬. Kalimat
ُ ١ْ ‫َّس‬
berbentuk kalimat adjektif (jumlah mauṣuf) yaitu ‫ر‬
tersebut menunjukkan ideologi sebagai subjek dan menjadi pembahasan yang
ditonjolkan. Secara semantik kalimat di atas menjelaskan Ideologi yang
muncul dari benak manusia melalui wahyu Allah merupakan ideologi yang
benar.
ُ ُ
ِ َ‫ َِ ْذذَأ د‬َُٛ َٙ‫ ِٗ ف‬١ْ ِ‫ق ف‬
ً‫جغ‬ ٍ ‫ َر ْ٘ ٍٓ َش ْخ‬ٟ‫َ ْٕ َشأ ف‬٠ ٞ‫أَ َِّج ثٌّ ْذذَأ ثٌَّز‬َٚ
ُ ‫ َّ ٍز صُ ْش َش‬٠‫ص د َؼ ْذمَ ِش‬
Adapun ideologi yang muncul dalam benak manusia karena kejeniusan
yang nampak pada dirinya adalah ideologi yang salah.

Kalimat di atas berbentuk kalimat nomina (jumlah Ismiyyah) terdiri dari


mubtada dan khabar sebagai adat as-Syart, khabarnya berbentuk kalimat
aktif/fi‟il ma‟lum yang menjadi sifat/na‟at (kalimat adjektiva) buat ‫ثٌّذذأ‬
sebagai mubtada, sedangkan jawab as-Syartnya berbentuk kalimat nomina
ِ َ‫ َِ ْذذَأ د‬َُٛ َٙ‫ف‬. Kalimat tersebut menunjukkan ideologi sebagai subjek dan
yaitu ً‫جغ‬
menjadi pembahasan yang ditonjolkan. Secara semantik kalimat di atas
menjelaskan Ideologi yang muncul dari benak manusia karena kejeniusannya
merupakan ideologi yang salah.
‫َّ ِز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬ ِ َ‫ صُسْ َى ُُ دِِٕظَ ِج‬ِٟ‫ثٌد َّج َػ ِز ثٌَّض‬
ِ ‫ ِر‬َٛ ‫ َٔ ْششًث ٌٍ َّذ ْػ‬،َِ َ‫ثإلعال‬ َ ٟ‫ َوجَْ ثٌ َؼ َّ ًُ دِ ِٗ ف‬َٚ

172
Penerapan Islam oleh jamaah kaum Muslim yang hidup dalam
pemerintahan yang menerapkan hukum Islam, adalah termasuk upaya-upaya
menyebarluaskan dakwah Islam.

Kalimat di atas berbentuk kalimat aktif/fi‟il ma‟lum yang berfungsi


sebagai isim ‫ج‬ٙ‫ثص‬ٛ‫أخ‬ٚ ْ‫وج‬, fi‟ilnya َْ‫ َوج‬َٚ dan isimnya ِٗ ِ‫( ثٌ َؼ َّ ًُ د‬penerapan Islam).

Kalimat tersebut menunjukkan penerapan Islam sebagai subjek (isimnya ْ‫)وج‬,

ِ ‫ ِر‬َٛ ‫َٔ ْششًث ٌٍ َّذ ْػ‬, sehingga penerapan Islam menjadi


sedangkan khabarnya ‫َّ ِز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬
pembahasan yang ditonjolkan dalam menyebarluaskan dakwah Islam. Secara
semantik kalimat di atas menjelaskan bahwa penerapan Islam oleh kaum
Muslim dalam sistem pemerintahan yang menerapkan hukum Islam termasuk
upaya menyebarluaskan dakwah Islam ke seluruh dunia.

ِ َّ ٠ْ ‫َج صدْ َؼ ًُ ثٌ َؼ ْم ًَ أَ َعجعًج ٌإل‬ََّٙٔ‫َّز أل‬١‫ َْدجد‬٠ِ‫ إ‬ٟ٘


ِ‫ ِد هللا‬ُٛ‫خ‬ُٛ ‫جْ د‬ َ ُ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬
ِ ُ‫َّز‬٠‫َجدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫ثٌم‬ٚ
.‫ك‬ ْ ُِ ‫جي‬
ٍ ٍَ‫ط‬ ٍ َّ ‫ِٓ َو‬ ُ
ْ ِٗ ِ‫ذسث ػُٕٗ دفطشص‬٠ ‫جْ ِج‬ِ ‫ ُِّٓ ٌإل ْٔ َغ‬١‫صُ َؼ‬ٚ.
Kepemimpinan ideologis Islam adalah kepemimpinan ideologis yang
positif. Karena menjadikan akal sebagai dasar untuk beriman kepada wujud
Allah. Di samping itu kepemimpinan ini menunjukkan kesempurnaan mutlak
yang selalu dicari oleh manusia karena dorongan fitrahnya.

Kalimat di atas berbentuk kalimat nomina/jumlah ismiyyah, mubtadanya


ُ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬
ِ ُ‫َّز‬٠‫َجدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫( ثٌم‬kepemimpinan ideologis Islam) berbentuk kalimat
adjektiva (jumlah maushuf) dan khabarnya ‫ َّز‬١‫ْدجد‬ َ ٠ِ‫ إ‬ٟ٘
َ (kepemimpinan ideologis
yang positif). Kalimat tersebut menunjukkan kepemimpinan ideologis Islam
sebagai subjek (mubtada), sehingga menjadi pembahasan penting yang
ditonjolkan. Secara semantik kalimat di atas menjelaskan, bahwa
Kepemimpinan ideologis Islam adalah kepemimpinan ideologis yang positif.
Karena menjadikan akal sebagai dasar untuk beriman kepada Allah, dan sesuai
dengan dorongan fitrah manusia.
‫ِج‬ٚ ،ُ‫سز‬١‫َّزُ ثٌصس‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫زذ٘ج ثٌم‬ٚ ٟ٘ ِ َ‫َّز‬٠‫َجدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١‫ثٌسجص ًُ أَ َّْ ثٌم‬ٚ
َ َ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬
.‫َّز فَجعذر‬٠‫فىش‬ ِ ‫جدثس‬١‫ػذثَ٘ج ل‬
Hanya kepemimpinan ideologis Islamlah satu-satunya kepemimpinan
ideologis yang benar, sedangkan kepemimpinan ideologis lainnya adalah rusak.

173
Kalimat di atas berbentuk kalimat nomina/jumlah ismiyyah yang

ِ َ‫َّز‬٠‫َجدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١‫( ثٌم‬kepemimpinan


menunjukkan isimnya inna yaitu َ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬

ideologis Islam), sedangkan khabarnya inna ُ ‫سز‬١‫َّزُ ثٌصس‬٠‫ش‬


ِ ‫َج َدرُ ثٌفِ ْى‬١‫زذ٘ج ثٌم‬ٚ َٟ ٘
(kepemimpinan ideologis yang benar). Kalimat tersebut menunjukkan
kepemimpinan ideologis Islam sebagai subjek (isimnya inna), sehingga
menjadi pembahasan penting yang ditonjolkan. Secara semantik kalimat di atas
menjelaskan, bahwa Kepemimpinan ideologis Islam yang menegakkan sistem
Dawlah Khilafah Islamiyyah lah satu-satunya kepemimpinan ideologis yang
benar, sedangkan kepemimpinan ideologis lainnya adalah rusak.
‫َّ ٍز ُِ ْٕ َسطَّ ٍز‬٠‫فىش‬
ِ ‫ْ ِػ ِٗ ِِ ْٓ زجٌ ٍز‬ُّٛ ْ‫ دِ ُّد‬ٟ َّ ِ‫ثٌشؼخ ثٌؼشد‬
َ ِ ٍََ‫َّزَ َٔم‬١ِ‫َّزَ ثإلعال‬٠‫ج َدرَ ثٌفىش‬١‫فَئ ِ َّْ ثٌم‬
‫ش‬
ْ ‫َض‬٠ ،‫ َّ ٍز‬٠‫ع ٍز فِ ْىش‬ٙٔ ‫ ػصش‬ٌٝ‫ إ‬،‫ ًِْ ثٌذثِظ‬ٙ‫ثٌد‬
ُ‫َأل َأل‬ َ َِ َ‫ظَال‬َٚ ،‫َّ ِز‬١ٍِِ‫ َّ ِز ثٌؼجة‬١‫شثٌؼصْ ذ‬١ ِ َ٠‫ َد‬ٟ‫صَضَ َخذَّػُ ف‬
ِ ِ ِ ِ ‫جخ‬
.َُ ٌ‫ دًَْ َػ َُّ ثٌؼج‬،‫ح‬ َ ٍٝ‫ؽ َش ّْ ِغ ِٗ ػ‬
ِ ‫ثٌؼش‬ ِ ‫ ْمض‬٠ ُْ ٌ ٞ‫ثإلعالَ َِ ثٌَّز‬
ُ ْٚ‫َصشْ دُ ُض‬ ِ ‫س‬ٕٛ‫د‬
ِ
Bahwa qiyâdah fikriyyah Islam berhasil mengubah bangsa Arab secara
keseluruhan dari taraf pemikiran yang sangat rendah, dan dari kegelapan yang
selalu diliputi oleh fanatisme kesukuan dan alam kebodohan yang sangat,
menjadi era kebangkitan berpikir yang cemerlang, gemerlap dengan cahaya
Islam, yang bahkan tidak hanya untuk bangsa Arab saja tetapi seluruh dunia.

Kalimat di atas berbentuk kalimat nomina/jumlah ismiyyah yang

ِ َ‫َّز‬٠‫َجدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١‫( ثٌم‬kepemimpinan


menunjukkan isimnya inna yaitu َ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬

ِ ُّْٛ ْ‫ دِ ُّد‬ٟ
ideologis Islam), sedangkan khabarnya inna ِٗ ‫ػ‬ َّ ِ‫ثٌشؼخ ثٌؼشد‬
َ ِ ٍََ‫َٔم‬
‫ش‬
(mengubah bangsa Arab secara keseluruhan) berbentuk kalimat aktif/fi‟il
ma‟lum. Kalimat tersebut menunjukkan keberhasilan kepemimpinan ideologis
Islam sebagai subjek (isimnya inna), sehingga menjadi pembahasan penting
yang ditonjolkan. Secara semantik kalimat di atas menjelaskan, bahwa
kepemimpinan ideologis Islam yang menegakkan sistem Dawlah Khilafah
Islamiyyah berhasil mengubah bangsa Arab secara keseluruhan dari taraf
pemikiran yang sangat rendah, dan dari kegelapan menjadi era kebangkitan
berpikir yang cemerlang, gemerlap dengan cahaya Islam, yang bahkan tidak
hanya untuk bangsa Arab saja tetapi seluruh dunia.

174
ٌُ‫ثٌؼج‬
ِ ٟ‫ أ َِّ ٍز ف‬ٍٝ‫ش أػ‬ ْ ٍََّ‫َّزَ ظ‬١ِ‫أْ ثألُ َِّزَ ثإلعال‬َّ ٛٙ‫ف‬
َ ،‫جد ِر‬١‫ٔدجذ ٘ ِز ِٖ ثٌم‬ ِ ٍٝ‫َ ُذيُّ ػ‬٠ ٞ‫ثٌَّز‬
َ‫أَ ْلذ ََسَ٘ج ُِ َّذر‬ٚ ٌُ‫ثٌؼج‬
ِ ِ ٍََّ‫ظ‬ٚ ،ً ‫ ِػ ٍْ َّج‬َٚ ً‫ثَمجفَز‬ٚ ً‫َّز‬١ٔ‫ِذ‬ٚ ً‫زعجسر‬
ٟ‫ْ ِي ف‬ٚ‫َّزُ أَػظَ َُ ثٌ َّذ‬١ِِ ‫ْ ٌزُ ثإلعال‬ٚ‫ش ثٌ َّذ‬

ِّ ‫الد‬١ٌّ‫ػشش ث‬
َ ِٓ‫ثٌثج‬
ِ ْ‫ثٌمش‬
ِ ‫ف‬ َ ‫ ُِ ْٕض‬َّٝ‫ِّ زض‬ٞ‫الد‬١ٌّ‫ َِٓ ثٌمَشْ ِْ ثٌ َغجدِ ِغ ث‬:ً‫ ػشش لَشْ َٔج‬ٟٕ‫ْث‬
ِ ‫َص‬
Hal lain yang menunjukkan keberhasilan qiyâdah fikriyyah Islam adalah
bahwa umat Islam telah menjadi umat yang terkemuka di dunia dalam bidang
ẖaḏârah (peradaban), tsaqofah dan ilmu pengetahuan. Daulah Islâm telah
menjadi negara terbesar dan terkuat di dunia selama 12 abad, yaitu dari abad
ke-7 sampai pertengahan abad ke-18 M.

Kalimat di atas berbentuk shilah al-Maushul yang menunjukkan kalimat


aktif/fi‟il ma‟lum, fi‟ilnya ُّ‫َ ُذي‬٠ (menunjukkan) dan fa‟ilnya mustatir ٛ٘ yaitu
keberhasilan qiyâdah fikriyyah Islam. Kalimat tersebut menunjukkan
keberhasilan kepemimpinan ideologis Islam sebagai subjek (fa‟il), sehingga
menjadi pembahasan penting yang ditonjolkan. Secara semantik kalimat di atas
menjelaskan, bahwa kepemimpinan ideologis Islam yang menegakkan sistem
Dawlah Khilafah Islamiyyah juga berhasil membawa umat Islam menjadi umat
yang terkemuka di dunia dalam bidang ẖaḏârah (peradaban), tsaqofah dan
ilmu pengetahuan. Daulah Islâm telah menjadi negara terbesar dan terkuat di
dunia selama 12 abad, yaitu dari abad ke-7 sampai pertengahan abad ke-18 M.
َ‫ْ ُي إِ َّْ ثٌ َّج َّدر‬ُٛ‫َج صَم‬ََّٙٔ‫ ِأل‬،ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫ َّ ِز َلَ َػ‬٠‫ ثٌّج ِّد‬ٍَٝ‫َّز َػ‬١ِٕ‫َّزَ َِ ْذ‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫َّزَ ثٌ ُّش‬٠‫َج َدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫أَ َّْ ثٌم‬
‫ ُش‬١ْ ‫َج َغ‬ََّٙٔ‫ ِأل‬،‫جعذَر‬ِ َ‫ف‬َٚ ‫َّزُ ُِ ْخ ِطتَز‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫َّزُ ثٌ ُش‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ َرٌِهَ فجٌم‬ٍَٝ‫ َػ‬َٚ .ًَ ‫ك ثٌ َؼ ْم‬ ُ ِ‫ْ صَ ْغذ‬َٞ‫ أ‬،‫ك ثٌفِ ْى َش‬
ُ ِ‫صَ ْغذ‬
.ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫َّ ٍز َػ‬١ِٕ‫َِ ْذ‬
Bahwa qiyadah fikriyah komunisme dibangun berlandaskan materialisme
bukan akal adalah karena ideologi ini menyatakan bahwa materi mendahului
pemikiran (pengetahuan). Dengan demikian qiyadah fikriyah komunis jelas-
jelas keliru dan rusak, karena tidak dibangun berdasarkan akal.

Kalimat di atas berbentuk kalimat nomina/jumlah ismiyyah yang


ِ ُٛ١‫َّزَ ثٌ ُّش‬٠‫َج َدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫( ثٌم‬kepemimpinan
menunjukkan isimnya inna yaitu َ‫َّز‬١‫ػ‬

ideologis kumunisme) sedangkan khabarnya inna ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫ػ‬


َ َ‫َّ ِز َل‬٠‫ ثٌّج ِّد‬ٍَٝ‫َّز َػ‬١ِٕ‫َِ ْذ‬
(dibangun berlandaskan materialisme bukan akal). Kalimat tersebut
menunjukkan kepemimpinan ideologis Komunisme sebagai subjek (isimnya
inna), sehingga menjadi pembahasan penting yang ditonjolkan. Secara

175
semantik kalimat di atas menjelaskan, bahwa kepemimpinan ideologis
Komunisme dibangun berlandaskan materialisme bukan akal, hal ini yang
jelas-jelas keliru dan rusak.
‫ َغ ِز‬١ْ ِٕ‫جي ثٌ َى‬
ِ ‫َٓ ِس َخ‬١ْ َ‫ْػ د‬ ِ ‫ع‬ٌٛ‫ث‬َ ًِّ‫ثٌس‬ َ ٍَٝ‫َّز َػ‬١ِٕ‫َّزُ َِ ْذ‬١ٌِ‫َّزُ ثٌشأع َّج‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ َو َزٌِهَ ثٌم‬ٚ
.ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫ َّ ٍز َػ‬١ِٕ‫ ُش َِ ْذ‬١ْ ‫َج َغ‬ََّٙٔ‫جع َذرً ِأل‬
ِ َ‫َّزُ ف‬٠‫ُ ُُ ثٌفِ ْى ِش‬َٙ‫َج َدص‬١ِ‫َش ل‬
ْ ٔ‫ٌِ َزٌِهَ َوج‬َٚ . َٓ٠ْ ‫ثٌ ُّفَ ِّى ِش‬ٚ
Demikian pula halnya dengan qiyadah fikriyah kapitalisme yang dibangun
berdasarkan jalan tengah (kompromi) antara tokoh-tokoh gereja dengan
cendikiawan. Karena itu, qiyadah fikriyah kapitalisme rusak, karena tidak
dibangun berlandaskan akal.

Kalimat di atas berebentuk kalimat nomina/jumlah ismiyyah, mubtadanya


yaitu ُ ‫َّز‬١ٌِ‫َّزُ ثٌشأع َّج‬٠‫ش‬
ِ ‫َج َدرُ ثٌفِ ْى‬١ِ‫( ثٌم‬kepemimpinan ideologis kapitalisme) dan
khabarnya ‫ْػ‬ َ ًِّ‫ ثٌ َس‬ٍَٝ‫َّز َػ‬١ِٕ‫( َِ ْذ‬dibangun berdasarkan jalan tengah). Kalimat
ِ ‫ع‬ٌٛ‫ث‬
tersebut menunjukkan kepemimpinan ideologis Kapitalisme sebagai subjek
(mubtada), sehingga menjadi pembahasan penting yang ditonjolkan. Secara
semantik kalimat di atas menjelaskan, bahwa kepemimpinan ideologis
Kapitalisme dibangun berdasarkan jalan tengah (kompromi) antara tokoh-
tokoh gereja dengan cendikiawan. Keadaan ini jelas bahwa kepemimpinan
ideologis Kapitalisme rusak.
ْ ِ‫جْ ثٌف‬
َ‫َّز‬٠‫َج َدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ ألَ َّْ ثٌم‬،َ‫ط َشر‬ ِ َ‫ُ َّج صُخَ جٌِف‬َِّٙٔ‫َّ ِز فَئ‬١ٌِ‫ثٌشأع َّج‬ٚ ‫ َّ ِز‬١‫ْ ِػ‬ُٛ١‫ ِْٓ ثٌ ُّش‬١َ‫َّض‬٠‫ ِْٓ ثٌفِ ْى ِش‬١َ‫َج َدص‬١ِ‫ثٌم‬
ُ‫َج َدر‬١ِ‫ثٌم‬َٚ .‫ط َش ِر‬ ْ ِ‫ صَضََٕجلَطُ َِ َغ ثٌف‬َٟ ِٙ َ‫ ف‬،ِٗ ِ‫جسحُ ث ِإل ْػضِ َشثفَ د‬ ِ ‫صُ َس‬َٚ ،‫طٍَمًج‬ ْ ُِ ِْٓ ٠‫ َد ثٌ ِذ‬ُٛ‫خ‬ُٚ ‫َّزَ صُ ْٕ ِى ُش‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫ثٌ ُّش‬

ِ ُٛ‫خ‬ُٛ ِ‫ْ ُي د‬ُٛ‫َج صَم‬َّٕٙ‫ٌ ِى‬ٚ ،ُٖ‫َلَ صُ ْٕ َى ُش‬َٚ ِْٓ ٠‫ف دجٌ ِّذ‬
َ ِٓ ‫ ِْٓ َػ‬٠‫ح فَصْ ًِ ثٌ ِذ‬
،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ ُ ‫َّزُ َلَصَ ْؼض َِش‬١ٌ‫َّزُ ثٌشأع َّج‬٠‫ثٌفِ ْى ِش‬
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
.ْ‫ج‬ ِ ‫ط َش ِر‬ْ ِ‫عزً ٌِف‬
َ ِ‫َش َُِٕجل‬ ْ ٔ‫ٌزٌهَ َوج‬ٚ
Kedua ideologi ini bertentangan dengan fitrah manusia. Qiyadah fikriyah
komunisme mengingkari adanya agama secara mutlak bahkan menentang
pengakuan akan adanya agama. Ia bertentangan dengan fitrah manusia.
Sedangkan qiyadah fikriyah kapitalisme tidak mengakui peranan agama,
namun tidak pula mengingkarinya. Qiyadah fikriyah ini hanya mengharuskan
pemisahan agama dari kehidupan. Dari sini jelas bahwa qiyadah fikriyah
kapitalisme bertentangan dengan fitrah manusia.

Kalimat di atas berbentuk kalimat nomina/jumlah ismiyyah yang bentuk

ِ ١ْ َ‫َّض‬٠‫ ِْٓ ثٌفِ ْى ِش‬١َ‫َج َدص‬١ِ‫( ثٌم‬kedua ideologi) dan khabarnya ‫ُ َّج‬َِّٙٔ‫فَئ‬
tatsniyyah, mubtadanya ٓ
ْ ِ‫جْ ثٌف‬
َ‫ط َشر‬ ِ َ‫( صُخَ جٌِف‬bertentangan dengan fitrah manusia) berbentuk jumlah

176
murakkabah. Kalimat tersebut menunjukkan kedua ideologi yang bertentangan
dengan fitrah manusia sebagai subjek (mubtada), sehingga menjadi
pembahasan penting yang ditonjolkan. Secara semantik kalimat di atas
menjelaskan, bahwa kepemimpinan ideologis Komunisme dan Kapitalisme
bertentangan dengan fitrah manusia, karena mengingkari adanya agama secara
mutlak dan mengharuskan pemisahan agama dari kehidupan.

3. Analisis Kata Ganti


Analisis elemen kata ganti yang merupakan elemen untuk memanipulasi
bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan
alat yang dipakai oleh penulis untuk menunjukkan di mana posisi seseorang
dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seseorang dapat
menggunakan kata ganti “saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa
sikap tersebut merupakan sikap resmi penulis semata-mata. Akan tetapi, ketika
memakai kata ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai representasi dari
sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu. Batas antara penulis dengan
khalayak dengan sengaja dihilangkan untuk menunjukkan apa yang menjadi
sikap penulis juga menjadi sikap komunitas secara keseluruhan. Pemakaian
kata yang jamak seperti “kita” atau “kami” mempunyai implikasi
menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik, serta mengurangi kritik
dan oposisi hanya kepada diri sendiri. Kata ganti “kami” dan “mereka” justru
menciptakan jarak dan memisahkan antara “kami” dengan “mereka”. Untuk
yang sependapat dengan penulis teks dipakai kata ganti “kami” Sedangkan
dengan pihak yang tidak sependapat dipakai kata ganti “mereka”.213
Berikut analisis bentuk elemen kata ganti judul “Kepemimpinan
Ideologis dalam Islam” yang terkait dengan tema:
1. Ketidak layakan ikatan nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan,
dan kerohanian dalam meraih kebangkitan dan kemajuan.

213
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. (Yogyakarta: LKiS Group.
2001). H. 254

177
ٞ‫ػٓ ثٌذٍََ ِذ ثٌَّز‬
ِ ‫جع‬ ِ َ‫ ثٌذف‬ٍٝ‫ُ ُْ ػ‬ٍُِّٙ ْ‫صَس‬ٚ ،‫ظ‬ ِ ‫جع ػ َِٓ ثٌَٕ ْف‬
ِ َ‫ْضَ رُ ثٌذَمَج ِء دجٌذف‬٠‫فضأ ُخ ُزُ٘ ُْ غَش‬
ًُّ‫ أل‬ٟ٘ٚ
َ ،ُ‫َّز‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ ثٌشثدطزُ ث‬ٟ‫ِٓ ٕ٘ج صَأْص‬ٚ ْ ،‫ج‬ٙ١ٍَ‫َْ ػ‬ٛ‫ش‬١‫َؼ‬٠ ٟ‫ثألسض ثٌَّض‬ٚ
ِ ،ٗ١‫َْ ف‬ٛ‫ ُش‬١ْ ‫َ ِؼ‬٠
.‫ثٔخفجظًج‬ ِ ‫أَ ْوثَ ُشَ٘ج‬ٚ ً‫ر‬َّٛ ُ‫ثدػ ل‬ٚ‫ثٌش‬
ِ
Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong
mereka untuk mempertahankan negerinya, tempat dimana mereka hidup dan
menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan nasionalisme,
yang tergolong ikatan paling lemah dan rendah nilainya.

Kalimat di atas yang dicetak tebal menggunakan kata ganti mereka ُ٘

)‫ش‬١ّ‫ػٓ ثٌذٍََ ِذ (إعُ ظ‬ ِ َ‫ ثٌذف‬ٍٝ‫ُ ُْ ػ‬ٍُِّٙ ْ‫صَس‬ٚ artinya dan mendorong mereka untuk
ِ ‫جع‬
mempertahankan negerinya, dan ٗ١‫َْ ف‬ٛ‫ش‬ ُ ١ْ ‫َ ِؼ‬٠ mereka hidup dan
menggantungkan diri. Sehingga penulis teks menciptakan jarak dan
memisahkan antara penulis teks dan kelompok keagamaan HTI, yang tidak
setuju dengan penerapan ikatan nasionalisme dengan kelompok yang setuju
dengan penerapan ikatan nasionalisme.
ْ ُ ‫ٌزٌهَ صَ ْٕ َشأ‬ٚ ،ُْ ِ٘ ‫ ِْش‬١‫ َغ‬ٍٝ‫ُ ُْ ػ‬َٙ‫َج َدص‬١‫غِٕ ِٗ ع‬ٚ ٟ‫ْ ِِ ِٗ ف‬َٛ‫َج َد ِر ل‬١‫ك ع‬
ِٖ ‫ػٓ ٘ ِز‬ ِ ُّ‫ ػٕ َذ ص ََسم‬ٜ‫ش‬٠ َُّ ُ‫ث‬
.‫َج‬ِٙ‫ج َدص‬١‫ ع‬ٍٝ‫ ثألُع َْش ِر ػ‬ٟ‫َٓ ثألَ ْف َشث ِد ف‬١‫ َّز د‬١ٍِّ‫َجصّجس َِ َس‬
ِ ‫َ ِز ُِخ‬١‫ثٌٕجز‬
Apabila mereka telah mendapatkan kekuasaan itu, ia pun ingin sukunya
menguasai bangsa-bangsa yang lain. Inilah yang menjadi penyebab timbulnya
berbagai pertentangan lokal antara individu dalam sebuah keluarga yang saling
berebut pengaruh.

Kalimat di atas yang dicetak tebal menggunakan kata ganti mereka ٛ٘ ٜ‫ش‬٠

ِ ُّ‫ ػٕ َذ ص ََسم‬mereka telah mendapatkan kekuasaan itu, sehingga penulis teks


‫َج َد ِر‬١‫ك ع‬
menciptakan jarak dan memisahkan antara penulis teks dan kelompok
keagamaan HTI, yang tidak setuju dengan penerapan ikatan kesukuan dengan
kelompok yang setuju dengan penerapan ikatan kesukuan.
2. Tema terkait qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis) Islam
lebih unggul daripada Kapitalisme dan Sosialisme.
َٟ ٘ ُ‫٘ز ِٖ ثٌف ْى َشر‬ٚ ،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ ِ ِْٓ ٠‫جط فَصْ ًِ ثٌذ‬
َ ٓ‫ػ‬ ِ ‫ أ َع‬ٍٝ‫ َُ ػ‬ُٛ‫َج صَم‬َّٙٔ‫زُ فئ‬١ٌ‫أ َِّج ثٌشأعّج‬
َْ‫َّ ِز وج‬٠‫ثٌفىش‬
ِ ‫ ٘زٖ ثٌمَج ِػ َذ ِر‬ٍٝ‫دٕج ًء ػ‬ٚ ،ُ‫َّز‬٠‫َج ثٌفِ ْى ِش‬ُٙ‫ لج ِػ َذص‬ٟ٘ٚ
َ ،ُ‫َّز‬٠‫َج ثٌفِ ْى ِش‬ُٙ‫َج َدص‬١ِ‫ ل‬ٟ٘ٚ
َ ،‫َج‬ُٙ‫ َذص‬١ْ ِ‫ػم‬
،ْ‫ج‬ ِ ‫ج‬٠ِّ‫ ثٌسش‬ٍٝ‫ثٌّسجفَظَ ِز ػ‬
ِ ‫س ٌإلٔ َغ‬ َ َِٓ ‫ َوجَْ َل دُ َّذ‬ٚ ،‫َج ِر‬١‫ ثٌس‬ٟ‫َع ُغ ِٔظَج َُِٗ ف‬٠ ٞ‫ ثٌَّز‬ٛ٘ ُ ‫ثإلٔ َغ‬
َ ْ‫ج‬

178
َ ‫ل ْذ‬ٚ ،ُ‫َّز‬١‫َزُ ثٌشخص‬٠ ِّ‫ثٌسش‬ٚ ،‫َّ ِز‬١‫َزُ ثٌٍّ َّى‬٠ ِّ‫زش‬ٚ ،ٞ
ْ ‫ٔضح‬
‫َ ِز‬٠‫ػٓ ُز ِّش‬ ْ َ ُ‫َز‬٠‫ز ِّش‬ٚ ،‫ذ ِر‬١‫زُ ثٌؼم‬٠ِّ‫ زش‬ٟ٘ٚ
ِ ‫ثٌشأ‬ َ
‫أَد َْشصَ ِج‬ٚ ،ِ‫ ٘زث ثٌّذذإ‬ٟ‫ أَد َْشصَ ِج ف‬ٟ٘
َ ُ‫َّز‬١ٌ‫ش ثٌشعّج‬ ِ ٔ‫ فىج‬،ٌٟ‫ثٌشأعّج‬
ُّ ُّٞ‫َّ ِز ثٌٕظج َُ ثَللضصجد‬١‫ثٌٍّ ِى‬
ٍ ‫ ِِ ْٓ دَج‬،ُّٟ ٌِ‫ ٘ َزث ثٌّ ْذ َذ ِإ أََُّٔٗ ثٌّذْذأُ ثٌشأع َّج‬ٍٝ‫ك ػ‬
‫َ ِز‬١ِّ ‫ح صَ ْغ‬ ْ ُ‫ ٌزٌهَ أ‬،ِ‫ذ ِر ٘زث ثٌّذذإ‬١‫ٔض ََح ػٓ ػم‬
َ ٍِ‫غ‬
ِ َّْ َ‫َ ٍز ث‬ٙ‫َز ِٓ ِخ‬١ِ‫ آص‬َٟ ِٙ َ‫ج ٘زث ثٌّذذثُ ف‬ٙ‫ أَخَ َزَ٘ج د‬ِٟ‫ ثٌَّض‬ُّٟ ‫ثغ‬
َْ‫ثإل ْٔ َغج‬ ِ ‫أ َِّج ثٌ ِذ ُِ ْم َش‬ٚ .ِٗ ١‫ب دِأَد َْش ِص ِج ف‬١‫ثٌش‬
ِ
.َ‫صع ُغ ثأل ْٔ ِظ َّز‬ ِ ‫ ِصذ ََس ثٌغٍطج‬َٟ ِ٘ ُ‫ش ثألُ َِّز‬
َ ٟ‫ ثٌَّض‬َٟ ِٙ َ‫ ف‬،‫س‬ َ ٠ ٞ‫ ثٌَّز‬ٛ٘
ِ ٔ‫ٌزٌهَ وج‬ٚ ،َُِٗ ‫ع ُغ ٔظَج‬ َ
Terjemahannya: Ideologi kapitalisme tegak atas dasar pemisah agama
dengan kehidupan (sekularisme). Ide ini menjadi akidahnya, sekaligus sebagai
qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis), serta kaidah berfikirnya.
Berlandaskan kaidah berfikir ini, mereka berpendapat bahwa manusia berhak
membuat peraturan hidupnya. Mereka pertahankan kebebasan manusia yang
terdiri dari kebebasan berakidah, berpendapat, hak milik, dan kebebasan
pribadi. Dari kebebasan hak milik ini lahir sistem ekonomi kapitalis, yang
termasuk perkara paling menonjol dalam ideologi ini, atau yang dihasilkan
oleh ideologi ini. Karena itu, ideologi tersebut dinamakan ideologi kapitalisme.
Demokrasi yang dianut oleh ideologi ini, berasal dari pandangannya bahwa
manusia berhak membuat peraturan (undang-undang). Menurut mereka, rakyat
adalah sumber kekuasaan. Rakyatlah yang membuat perundang-undangan.

Kalimat di atas yang dicetak tebal menggunakan kata ganti mereka isim
ḍamir ٛ٘ ‫َج ِر‬١‫ ثٌس‬ٟ‫َع ُغ ِٔظَج َُِٗ ف‬٠ mereka berpendapat bahwa manusia berhak

membuat peraturan hidupnya, ْ ِ ‫ج‬٠ ِّ‫ ثٌسش‬ٍٝ‫ثٌّسجفَظَ ِز ػ‬


ِ ‫س ٌإلٔ َغج‬ َ َِٓ ‫ َوجَْ َل دُ َّذ‬ٚ
Mereka pertahankan kebebasan manusia, dan ‫ ِصذ ََس‬َٟ ِ٘ ُ‫ش ثألُ َِّز‬
ِ ٔ‫ٌزٌهَ وج‬ٚ
‫س‬
ِ ‫ ثٌغٍطج‬Menurut mereka, rakyat adalah sumber kekuasaan. Sehingga penulis
teks menciptakan jarak dan memisahkan antara penulis teks dan kelompok
keagamaan HTI yang tidak setuju dengan penerapan ideologi kapitalisme yang
melahirkan sistem ekonomi kapitalis di dalamnya termasuk sistem demokrasi,
dengan kelompok yang setuju dengan penerapan ideologi kapitalisme yang di
dalamnya termasuk sistem demokrasi.
َ‫ٌِزٌِه‬َٚ .‫ًّج‬١‫الً َسخْ ِؼ‬٠ْ ِٛ ْ‫َج دِجٌ َّغَجٌَطَ ِز صَس‬ٌََّٙٛ ‫إَِّٔ َّج َز‬َٚ ،ُِّٓ ٠‫ط َش ِر ثٌضَ َذ‬ْ ِ‫ ف‬ٍَٝ‫عج َء َػ‬ َ َ‫َ ْغضَ ِط ِغ ثٌم‬٠ ُْ ٌََٚ
ُ‫َج َدر‬١ِ‫ش ثٌم‬ ِ َٔ‫ ِِ ْٓ َُٕ٘ج َوج‬ٚ .ً‫َّز‬١ِ‫َج َدرً َع ٍْذ‬١ِ‫َش ل‬ ْ ٔ‫ َوج‬َٚ ،ْ‫ج‬ ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬ِ ‫ َؼ ِز‬١ْ ِ‫ف َِ َغ غَذ‬ ُ ٍَِ‫َّزُ ص َْخض‬٠‫َج َدصُُٗ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫َش ل‬
ْ ٔ‫َوج‬
َ َْٞٛٙ‫صَ ْغض‬َٚ ،‫َج دجٌ ِّ َؼ َذ ِر‬ٌَٙ ًُ َّ١‫ُضَ َس‬٠ ‫إَِّٔ َّج‬َٚ ،‫َّ ٍز‬٠‫ط ِش‬
، َٓ١ْ ‫ثٌدجةِ ِؼ‬ ْ ِ‫َ ٍز ف‬١‫َّ ِز ُِ ْخفِمَزً ِِ ْٓ َٔج ِز‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫ ثٌ ُّش‬ِٟ‫َّزُ ف‬٠‫ثٌفِ ْى ِش‬
،‫َج‬ٙ١ْ ٍَ‫َْ َػ‬ٚ‫ثٌسجلِ ُذ‬ َ ٟ‫ْ َْ ف‬ُٛ‫ثٌ ُّ ْخفِم‬ٚ ، َُْٛ‫َج ثٌ ُّ ْٕخَ فِع‬ِٙ‫ه د‬
َ ‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ ُ ‫َضَ َّ َّغ‬٠َٚ ، َٓ١ْ ‫ثٌذَجةِ ِغ‬ٚ ، َٓ١ْ ِ‫ثٌخَ جةِف‬ٚ

179
‫ َّ ِز‬٠‫ْ َْ دجٌٕظَ ِش‬ُٛ‫َضَ َش َّذل‬٠ َٓ١ْ ‫ ثٌفِ ْى ِش ِز‬ِٞٚ ‫ُ ُْ ِِ ْٓ َر‬َِّٙٔ‫جي إ‬َ َ‫ُم‬٠ َّٝ‫ َزض‬،ِّٟ ٍِ‫ ِر ثٌ َؼ ْم‬ٚ‫َْ دجٌ ُش ُز‬ُٛ‫صجد‬ َ َّ ٌ‫ث‬ٚ
.‫ثٌؼ ْم ًِ َِؼًج‬ٚ ِّ‫ثٌسظ‬
ِ ‫َج َد ِر‬ٙ‫دُطَالًَٔج دِ َش‬َٚ ‫ب فَ َغجدًث‬١
ٍ ‫َ ُش َش‬ٙ‫ظ‬ ْ َ‫ أ‬َٟ ِ٘ ٟ‫ َّ ِز ثٌَّض‬١‫ ِى‬١ْ ِ‫جٌِ ْىض‬٠‫ثٌذ‬
Mereka tidak mampu memusnahkan fitrah beragama, melainkan hanya
mengalihkan fitrah manusia secara keliru kepada kesesatan dengan
mengembalikannya ke masa silam. Berdasarkan hal ini, qiyadah fikriyah-nya
telah gagal ditinjau dari fitrah manusia. Malah dengan berbagai tipu muslihat,
mereka mengajak orang-orang untuk menerimanya; dengan mendramatisir
kebutuhan perut mereka menarik orang-orang yang lapar, pengecut, dan
sengsara. Ideologi ini dianut oleh orang-orang yang bermoral bejat, orang-
orang yang benci terhadap kehidupan, termasuk orang-orang sinting yang tidak
waras cara berfikirnya agar mereka dapat digolongkan ke jajaran kaum
intelektual tatkala mereka mendiskusikan dengan angkuh tentang teori
dialektika. Padahal kenyataannya, dialektika materialisme paling terlihat
kerusakan dan kebathilannya, dan dengan sangat mudah dapat dibuktikan oleh
perasaan dan akal.

Kalimat di atas yang dicetak tebal menggunakan kata ganti mereka isim
ْ ِ‫ ف‬ٍَٝ‫عج َء َػ‬
ḍamir ٛ٘ ُِّٓ ٠‫ط َش ِر ثٌضَ َذ‬ َ َ‫َ ْغضَ ِط ِغ ثٌم‬٠ ُْ ٌََٚ Mereka tidak mampu memusnahkan
َ َْٞٛٙ‫صَ ْغض‬َٚ ،‫َج دجٌ ِّ َؼ َذ ِر‬ٌَٙ ًُ َّ١‫ُضَ َس‬٠ ‫إَِّٔ َّج‬َٚ mereka
fitrah beragama dan ٟ٘ َٓ١ْ ‫ثٌدجةِ ِؼ‬
mengajak orang-orang untuk menerimanya; dengan mendramatisir kebutuhan
perut mereka menarik orang-orang yang lapar. Sehingga penulis teks
menciptakan jarak dan memisahkan antara penulis teks dan kelompok
keagamaan HTI yang tidak setuju dengan penerapan ideologi Komunisme
dengan kelompok yang setuju dengan penerapan ideologi Komunisme.

e. Aspek Stilistika
1. Analisis Pemilihan Kata
Analisis bagaimana penulis melakukan pemilihan kata atas berbagai
kemungkinan kata yang tersedia. Suatu fakta umumnya terdiri atas beberapa
kata yang merujuk pada fakta. Pilihan kata-kata yang dipakai menunjukkan
sikap dan ideologi tertentu. Peristiwa sama dapat digambarkan dengan pilihan
kata yang berbeda. Makna lokal biasanya berfungsi sebagai cara menyeleksi
yang sesuai dengan mental, pengetahuan atau ideologi pembicara atau penulis.
Informasi ini akan memengaruhi opini atau sikap penerima (penafsir, pembaca,
pendengar atau pemirsa). Makna lokal biasanya membantu membentuk topik

180
dan makna inilah yang paling diingat direproduksi penerima. Maka makna ini
biasanya paling memiliki konsekuensi-konsekuensi sosial nyata. Makna lokal
dikendalikan oleh konteks (tujuan, norma interaksi dan organisasi
kelembagaan). Misalnya, seorang penulis teks akan berusaha menulis tentang
hal-hal yang belum diketahui pembacanya. Selain itu identitas, peran dan
hubungan partisipan juga akan membatasi pemaknaan lokal. Dengan kata lain,
pilihan kata bisa mengklasifikasi, artinya memberi presentasi tentang diri yang
positif, sedangkan pihak lain cenderung negatif. Dengan demikian makna lokal
menciptakan polarisasi.
Berikut analisis elemen pemilihan kata judul "‫سالَ ِم‬ ِ ‫"القِيَا َدةُ الفِ ْك ِزيَّتُ فِي‬
ْ ‫اإل‬
yang terkait dengan tema:
1. Ketidak layakan ikatan nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan
kerohanian dijadikan pengikat antar manusia dalam kehidupannya,
untuk meraih kebangkitan dan kemajuan.
Pemilihan kata terkait judul "‫سالَ ِم‬ ِ ‫ "القِيَا َدةُ الفِ ْك ِزيَّتُ فِي‬yang artinya
ْ ‫اإل‬
“Kepemimpinan Berfikir dalam Islam”. Dalam kamus Al-„Ashri kata ‫القِيَادة‬

artinya kepemimpinan, bimbingan, arahan,214 berasal dari kata -‫قُىدًا‬-‫يَقُى ُد‬-‫قاد‬


ً‫ َوقِيَا َدة‬artinya menuntun, memimpin,215 kata ‫ الفِ ْك ِزيَّت‬artinya berkenaan dengan
pikiran/ide (intelektual, ideasional),216 dan ‫سالَ ِم‬
ْ ‫اإل‬
ِ ‫ فِي‬artinya dalam Islam.
217

Alasan teks menggunakan judul tersebut, karena seluruh kepemimpinan


berfikir dalam Islam yang dijelaskan dalam kitab niẕâm al-Islâm merupakan
salah satu hasil pemikiran dan budaya intelektual yang ditulis oleh Taqiyyudin
an-Nabhani pendiri Hizbut Tahrir. Karya-karya Taqiyyudin an-Nabhani yang

214
Atabik Ali, dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia.
(Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Kerapyak.1996). H. 1479
215
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. (Surabaya:
Penerbit Pustaka Progressif. 1997). H. 1169
216
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 1403
217
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 124

181
paling terkenal dan menonjol diantaranya yaitu niẕâm al-Islâm.218 Secara
konteks judul di atas artinya kepemimpinan ideologis dalam Islam.219
ُ‫ ثٌشثدطز‬،ُ‫َّز‬١ِٛ‫ ثٌشثدطزُ ثٌم‬،ُ‫َّز‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ ثٌشثدطزُ ث‬ٟ٘( ‫ثدِ ِػ ثٌغجدِمَ ِز‬ٚ‫ ُغ ثٌش‬١ِّ ‫ٌزٌهَ َلصصٍُ ُر َخ‬ٚ
‫ك‬٠‫غش‬
ِ ٟ‫ ُش ف‬١‫غ‬٠ َٓ١‫ج ِر ز‬١‫ ثٌس‬ٟ‫دجإلٔغجْ ف‬
ِ َ ‫ألْ صشد‬
َْ‫ػ ثإلٔغج‬ ْ )ُ‫َّز‬١‫ ِز‬ُٚ‫ثٌشثدطزُ ثٌش‬ٚ ،ُ‫َّز‬١‫ثٌ َّصٍَ ِس‬
.‫ض‬ٛٙ
ِ ٌُّٕ‫ث‬

“Seluruh ikatan tadi (nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan


kerohanian) tidak layak dijadikan pengikat antar manusia dalam
kehidupannya, untuk meraih kebangkitan dan kemajuan”.

Pemilihan kata terkait tema di atas, yaitu: Dalam kamus Al-„Ashri kata
‫ َلصصٍُ ُر‬artinya tidak akan layak,220 kata ُ‫ ثٌشثدطز‬artinya ikatan, jamaknya
‫ثدِ ِػ‬ٚ‫ ثٌش‬artinya seluruh ikatan,221 berasal dari kata ‫رابطت‬-‫ربطًا‬-‫يزبػ‬-‫ ربػ‬artinya
mengikat, menghubungkan, menyambung, membalut,222 kata ُ ‫َّز‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ ث‬artinya

nasionalisme, kebangsaan,223 berasal dari kata ‫وغًٌا‬-‫يطي‬-‫ وغي‬artinya tinggal,


bermukim di,224 kata ُ ‫َّز‬١ِٛ‫ ثٌم‬artinya keluarga, kerabat,225 berasal dari kata -‫قام‬

‫قىها‬-‫ يقىم‬berdiri, bangkit,226 secara konteks artinya ikatan kesukuan, memang


mirip dengan ikatan kekeluargaan, hanya sedikit lebih luas.227 Kata ُ ‫َّز‬١‫س‬
ِ ٍَ‫ثٌ َّص‬
artinya kemanfaatan, kemaslahatan,228 kata ُ ‫َّز‬١‫ز‬ُٚ
ِ ‫ ثٌش‬artinya berkenaan dengan

218
Lihat Muhsin Rodhin, Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam Mendirikan Negara
Khilafah Islamiyyah……H. 69
219
Lihat Taqiyyudin An-Nabhhani, Peraturan Hidup dalam Islam. (Jakarta: HTI.2001).
H. 97-98
220
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 1186
221
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 941
222
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 466
223
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 2026
224
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 1567
225
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 1478
226
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 1172
227
Lihat Peraturan Hidup dalam Islam….H. 44
228
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 1741

182
jiwa/rohani/spiritual/keagamaan,229 kata ‫ض‬ٛٙ
ِ ُّٕ ٌ‫ث‬ artinya kebangkitan,
kemajuan.230 Analisis bentuk kalimat terkait tema “Seluruh ikatan tadi
(nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan kerohanian) tidak layak
dijadikan pengikat antar manusia dalam kehidupannya, untuk meraih
kebangkitan dan kemajuan”, menggunakan gaya bahasa sarkasme.231
Maksud penulis teks dalam kalimat tersebut menunjukkan sindiran keras
terhadap ikatan nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan kerohanian yang
tidak boleh dijadikan asas berfikir dalam penerapan sistem kehidupan
manusia.
Penulis teks pada paragraf pertama mendiskripsikan terkait latar belakang
munculnya ikatan nasionalisme:
‫ثزذ ٍر‬ٚ ‫أسض‬ٍ ِ ُِ ‫رٌهَ دِ ُس ْى‬ٚ ،ِٓ َ‫غ‬ٌٛ‫ث‬
ٟ‫ ُْ ف‬ِٙ ‫ش‬١‫ػ‬ َ ُ‫ثٌٕجط ُوٍَّ َّج ث ْٔ َسػَّ ثٌفِ ْى ُش سثدِطَز‬
ِ َٓ١‫صَ ْٕ َشأ ُ د‬
ٞ‫ػٓ ثٌذٍََ ِذ ثٌَّز‬ ِ َ‫ ثٌذف‬ٍٝ‫ُ ُْ ػ‬ٍُِّٙ ْ‫صَس‬ٚ ،‫ظ‬
ِ ‫جع‬ ِ ‫جع ػ َِٓ ثٌَٕ ْف‬
ِ َ‫ْضَ رُ ثٌذَمَج ِء دجٌذف‬٠‫ فضأ ُخ ُزُ٘ ُْ غَش‬،‫ج‬ٙ‫ ُْ د‬ِٙ ِ‫ثٌضصجل‬ٚ
‫وهي أق ُّل‬َ ،ُ‫َّز‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ ثٌشثدطزُ ث‬ٟ‫ِٓ ٕ٘ج صَأْص‬ٚ ْ ،‫ج‬ٙ١ٍَ‫َْ ػ‬ٛ‫ش‬١‫َؼ‬٠ ٟ‫ثألسض ثٌَّض‬ٚ ِ ،ٗ١‫َْ ف‬ٛ‫ ُش‬١ْ ‫َ ِؼ‬٠
‫هي هىجىدةٌ في‬ َ ‫الحيىاى والطي ِز كوا‬
ِ ‫وهي هىجىدةٌ في‬ َ ،‫ظا‬ ً ‫اًخفا‬ ِ ‫الزوابػ قُ َّىةً وأَ ْكثَ ُزهَا‬
ِ
ِٓ ‫غ‬ٌٛ‫ ث‬ٍٝ‫ ػ‬ٍّٟ ِ‫ زجٌ ِز ثػضِذث ٍء أَخْ َٕذ‬ٟ‫ ص ٍَْضَ َُ ف‬ٟ٘ٚ .‫اغفِ َّي‬ ِ ‫ وتأْ ُخ ُذ دائِ ًوا ال َو ْظ َه َز ال َع‬،‫اإلًساى‬
ِ
َ ‫ زجٌ ِز َعالَ َِ ِز‬ٟ‫ج ف‬ٌٙ َْْ‫َلشأ‬ٚ ،ِٗ ١ْ ٍَ‫ْال ِء َػ‬١ِ‫ ثَل ْعض‬ٚ‫جخ َّضِ ِٗ أ‬
‫إِ َرث ُس َّد‬ٚ .‫غَ ِٓ َِِٓ ثَلػضِذَث ِء‬ٌٛ‫ث‬ َ َُّٙ ِ‫د‬
.ً‫ ولذلكَ كاًَتْ رابطتً هٌخفعت‬،‫َج‬ٍُّٙ‫ ػ‬ََٝٙ‫ْ أُ ْخ ِش َج ِِ ُْٕٗ ثٔض‬ٚ‫غَ ِٓ أ‬ٌٛ‫ث‬
َ ٓ‫ػ‬ِ ُّٟ ِ‫ثألَخْ َٕذ‬
Ikatan kebangsaan (Nasionalisme) tumbuh di tengah-tengah
masyarakat, tatkala pola pikir manusia mulai merosot. Ikatan ini terjadi
ketika manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tidak

229
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 999
230
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 1950
231
Kata sarkasme berasal dari bahasa Yunani sarkasmos yang diturunkan dari kata kerja
sakasein yang berarti „merobek-robek daging seperti anjing‟, „menggigit bibir karena marah‟ atau
„bicara dengan kepahitan‟. Bila dibandingkan dengan ironi dan sinisme, maka sarkasme ini lebih
kasar. Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas dan
menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,
menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa.
Bandung: CV. Angkasa. 2013. H. 92

183
beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan
mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempat dimana mereka
hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan
nasionalisme, yang tergolong ikatan paling lemah dan rendah nilainya.
Ikatan ini juga tampak dalam dunia binatang serta burung-burung, dan
senantiasa emosional sifatnya. Ikatan semacam ini muncul ketika ada
ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu
negeri. Tetapi bila suasananya aman dari serangan musuh atau musuh tersebut
dapat dilawan dan diusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini. Karena itu,
ikatan ini rendah nilainya.
Pemilihan kata paragraf pertama, adalah: kata َّ‫ ا ًْ َحػ‬artinya turun,

menurun, degradasi, mereda.232 Kalimat ‫ ا ًْ َحػَّ الفِ ْك ُز‬artinya tatkala pola pikir
manusia mulai merosot. Kalimat “Ikatan kebangsaan (Nasionalisme)
tumbuh di tengah-tengah masyarakat, tatkala pola pikir manusia mulai
merosot” menggunakan gaya bahasa sarkasme.233 Maksud kalimat tersebut
menunjukkan sindiran keras terhadap latar belakang ikatan nasionalisme yang
berasal dari asas berfikir ketika mutu kualitas pola pikir manusia terbelakang.
Kata ‫ أقل‬adalah ‫ إس ُن تفعيل‬artinya yang paling sedikit, paling minim.234

Kata ‫ وأَ ْكثَ ُز‬adalah ‫ إس ُن تفعيل‬artinya lebih banyak,235 kata ‫ظا‬


ً ‫اًخفا‬
ِ berasal dari
kata ‫ظا‬
ً ‫اًخفا‬
ِ -‫يٌخفط‬-‫ إًخفط‬artinya penurunan, pengurangan.236
Kalimat ‫ظا‬ ِ ‫الزوابػ قُ َّىةً وأَ ْكثَ ُزهَا‬
ً ‫اًخفا‬ ِ ‫وهي أق ُّل‬
َ secara makna artinya Ikatan
nasionalisme tergolong ikatan paling lemah dan rendah nilainya. Kalimat

232
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 245
233
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,
menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa….H.
92
234
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 187
235
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 191
236
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 246

184
tersebut menggunakan gaya bahasa sarkasme.237 Maksud kalimat tersebut
menunjukkan sindiran keras terhadap ikatan nasionalisme yang tidak boleh
dijadikan asas berfikir manusia dalam sistem kehidupannya. Kata ‫ي‬
َّ ِ‫اغف‬
ِ ‫ال َع‬
artinya sentimentalisme, emosionalisme.238 Kalimat selanjutnya yaitu:
ْ ‫ وتأْ ُخ ُذ دائِ ًوا ال َو‬،‫اإلًساى‬
‫ظ َه َز‬ ِ ‫الحيىاى والطي ِز كوا ه َي هىجىدةٌ في‬
ِ ‫وه َي هىجىدةٌ في‬
‫اغفِ َّي‬
ِ ‫ ال َع‬artinya Ikatan ini juga tampak dalam dunia binatang serta
burung-burung, dan senantiasa emosional sifatnya, kalimat tersebut
menggunakan gaya bahasa personifikasi.239 Maksud kalimat tersebut, bahwa
ikatan nasionalisme merupakan asas berfikir manusia yang didasarkan pada
perasaan yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri untuk
membela diri.
Sedangkan kalimat ً ‫ ولذلكَ كاًَتْ رابطتً هٌخفعت‬yang artinya “karena itu,
ikatan ini rendah nilainya”, menggunakan gaya bahasa sarkasme.240
Maksud kalimat tersebut menunjukkan sindiran keras yang negatif terhadap
ikatan nasionalisme yang sudah tidak layak lagi dijadikan asas berfikir dalam
sistem kehidupan manusia.

237
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,
menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa….H.
92
238
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 1261
239
Personifikasi berasal dari bahasa Latin persona („orang, pelaku, aktor, atau topeng
yang dipakai dalam drama‟) + fic („membuat‟). Oleh karena itu, apabila kita menggunakan gaya
bahasa personifikasi, kita memberikan ciri-ciri kualitas, yaitu kualitas pribadi orang kepada benda-
benda yang tidak bernyawa ataupun kepada gagasan-gagasan. Dengan kata lain, penginsanan atau
personifikasi, ialah jenis majas yang melekat sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa
dan ide yang abstrak. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: CV. Angkasa.
2013. H. 17
240
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,
menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa….H.
92

185
Penulis teks pada paragraf kedua menjelaskan tentang latar belakang
munculnya ikatan kesukuan, yaitu:

ِ ‫ظيِّقًا تَ ٌْشَأ ُ بيْيَ الٌَا‬


.ٌ‫س رابطَتٌ قى ِهيَّت‬ َ ‫وحييَ يكىىُ الفِ ْك ُز‬
“Adapun ikatan kesukuan (sukuisme) tumbuh di tengah-tengah
masyarakat pada saat pemikiran manusia mulai sempit”. Kalimat tersebut
menggunakan gaya bahasa sarkasme.241 Maksudnya menunjukkan sindiran
keras terhadap ikatan kesukuan yang merupakan asas berfikir dari pemikiran
manusia yang mutu kualitasnya rendah.
Penulis teks pada paragraf ketiga menampilkan tentang alasan ikatan
nasionalisme merupakan ikatan yang rusak, yaitu:
َ ِ‫ ألًََّها رابطتٌ ُه ٌْ َخف‬:ً‫ أَ َّوال‬:‫ح‬
ٌ‫عت‬ ِ ٌ‫ رٌهَ فالزابطتُ الىغٌيّتُ رابطت‬ٍٝ‫ػ‬ٚ
ٍ ‫فاس َذةٌ ٌثَ َالثَ ِز أعذَج‬
ٌ‫ ألًَّها رابطت‬:‫ وثاًيًا‬.‫ض‬ِ ‫غزيق الٌهى‬ ِ ‫باإلًساى حييَ يسي ُز في‬
ِ َ‫الَتَ ٌْفَ ُع ألىْ ت َْزبُػَ اإلًساى‬
,‫ثٌضذذي‬ٚ
ِ ‫ش‬١‫ظز ٌٍضغ‬ َ ْ‫َّزُ ػُش‬١‫ثٌشثدطزُ ثٌؼجغف‬ٚ ,‫ظ‬
ِ ‫ػٓ ثٌٕف‬
ِ ‫دجٌذفجع‬
ِ ْ ُ ‫عاغفيَّتٌ صٕ َشأ‬
‫ض ِر ثٌذمج ِء‬٠‫ػٓ غش‬
ٌ‫ ألًَّ َهارابطتٌ ُه َؤقَّتَت‬:‫ وثالِثًا‬.ْ‫ثإلٔغج‬ٚ
ِ ِ ْٔ ‫َٓ ثإل‬١‫ د‬ّٟ‫ٌٍشدػ ثٌذثة‬
ْ‫غج‬ ِ ‫فالصصٍُ ُر‬

Terjemahannya: Berdasarkan hal ini, ikatan nasionalisme merupakan ikatan


yang rusak, karena tiga hal:
(1). Karena mutu ikatannya rendah, sehingga tidak mampu mengikat
antara manusia satu dengan yang lainnya untuk menuju kebangkitan dan
kemajuan.
(2). Karena ikatannya bersifat emosional, yang selalu didasarkan pada
perasaan yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri, yaitu
untuk membela diri. Di samping itu ikatan yang bersifat emosional sangat
berpeluang untuk berubah-ubah, sehingga tidak bisa dijadikan ikatan yang
langgeng antara manusia satu dengan yang lain.
(3). Karena ikatannya bersifat temporal.

Pemilihan kata pada kalimat di atas, yaitu: kalimat ٌ‫فالزابطتُ الىغٌيّتُ رابطت‬
ٌ‫فاس َذة‬
ِ artinya “ikatan nasionalisme merupakan ikatan yang rusak”,

241
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,
menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa….H.
92

186
menggunakan gaya bahasa sarkasme.242 Maksud kalimat tersebut
menunjukkan, bahwa sindiran keras terhadap ikatan nasionalisme. Ikatan
nasionalisme merupakan ikatan yang berasal dari proses berfikir manusia yang
tidak boleh dijadikan asas berfikir dalam sistem kehidupan manusia. Alasannya
terdapat dalam kalimat berikut: Kalimat
‫غزيق‬
ِ ‫باإلًساى حييَ يسي ُز في‬
ِ َ ِ‫ ألًََّها رابطتٌ ُه ٌْ َخف‬:ً‫أَ َّوال‬
َ‫عتٌ الَتَ ٌْفَ ُع ألىْ ت َْزبُػَ اإلًساى‬
.‫ض‬ِ ‫الٌهى‬
artinya “(1). Karena mutu ikatannya rendah, sehingga tidak mampu
mengikat antara manusia satu dengan yang lainnya untuk menuju
kebangkitan dan kemajuan.
Kalimat di atas menggunakan gaya bahasa sarkasme.243 Maksudnya
menunjukkan sindiran keras terhadap ikatan nasionalisme yang mutu
kualitasnya tidak bisa dijadikan asas berfikir dalam menuju kebangkitan hidup
manusia.
Kalimat ٌ ‫ ألًَّها رابطتٌ عاغفيَّت‬:‫ وثاًيًا‬artinya “Karena ikatannya bersifat
emosional” menggunakan gaya bahasa personifikasi. Maksudnya, bahwa
ikatan nasionalisme merupakan asas berfikir manusia yang didasarkan pada
perasaan yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri untuk
membela diri.
Kalimat ٌ ‫هارابطت ٌ ُهؤَ قَّتَت‬
َ ًَّ‫ أل‬:‫ وثالِثًا‬artinya “(3). Karena ikatannya bersifat
temporal” yaitu: menggunakan gaya bahasa personifikasi.244 Maksudnya,

242
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,
menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa….H.
92
243
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,
menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa….H.
92
244
Personifikasi, ialah jenis majas yang melekat sifat-sifat insani kepada benda yang
tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa…H.17

187
bahwa asas berfikir ikatan nasionalisme berdasarkan waktu, yaitu muncul saat
membela diri karena datangnya ancaman. Sedangkan dalam keadaan stabil,
ikatan ini tidak muncul.
Paragraf keempat menampilkan tentang alasan ikatan kesukuan
merupakan ikatan yang rusak, yaitu:
ٍ ‫َّزُ فجعذر ٌثالث ِز أعذج‬١ِٛ‫وزٌهَ ثٌشثدطزُ ثٌم‬َٚ
ْ ‫َلَ صصٍ ُر‬َٚ ‫َّز‬١ٍَِ‫ج سثدطز لَذ‬َّٙٔ‫ أل‬:ً‫َل‬َّٚ ‫ أ‬:‫ح‬
ْ‫أل‬
:‫ثجٌِثًج‬ٚ .‫َّز‬١‫ج سثدطز ػجغف‬َّٙٔ‫ أل‬:ً‫ج‬١ِٔ‫ثج‬ٚ .‫ض‬ٌٕٛٙ‫ث‬
ِ ‫ك‬٠‫غش‬
ِ ٟ‫ ُش ف‬١‫غ‬٠ ٓ١‫دجإلٔغجْ ز‬
ِ َْ‫صشدُػَ ثإلٔغج‬
.‫ َّ ٍز‬١ٔ‫ ُش إٔغج‬١‫ج سثدطز غ‬ََّٙٔ‫أل‬

Terjemahannya: Demikian pula halnya dengan ikatan kesukuan termasuk


ikatan yang rusak karena tiga hal:
(1). Karena berlandaskan pada qabilah/keturunan, sehingga tidak bisa dijadikan
pengikat antara manusia satu dengan yang lainnya menuju kebangkitan dan
kemajuan.
(2). Karena ikatannya bersifat emosional,
(3). Karena ikatannya tidak manusiawi.

Pemilihan kata pada kalimat di atas, yaitu: Kalimat ‫َّزُ فجعذر‬١ِٛ‫ثٌشثدطزُ ثٌم‬
artinya “ikatan kesukuan termasuk ikatan yang rusak”, menggunakan gaya
bahasa sarkasme.245 Maksud kalimat tersebut menunjukkan sindiran keras
terhadap ikatan kesukuan. Ikatan kesukuan merupakan ikatan yang berasal dari
proses berfikir manusia yang tidak bisa dijadikan asas berfikir dalam sistem
kehidupan manusia. Alasannya terdapat dalam kalimat berikut: Kalimat
‫غزيق‬
ِ ‫باإلًساى حيي يسي ُز في‬
ِ َ‫تصلح ألىْ تزبُػَ اإلًساى‬
ُ َ‫ ألًَّها رابطتٌ قَبَلِيَّتٌ َوال‬:ً‫أ َّوال‬
.‫ض‬
ِ ‫الٌهى‬
artinya “(1). Karena berlandaskan pada qabilah/keturunan, sehingga tidak
bisa dijadikan pengikat antara manusia satu dengan yang lainnya menuju
kebangkitan dan kemajuan.”

245
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,
menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa….H.
92

188
Kalimat di atas menggunakan gaya bahasa sarkasme.246 Maksudnya
menunjukkan sindiran keras terhadap ikatan kesukuan yang kualitasnya tidak
bisa dijadikan asas berfikir dalam menuju kebangkitan hidup manusia.
Kalimat ٌ‫ ألًَّها رابطتٌ عاغفيَّت‬:ً‫ وثاًِيا‬artinya “(2). Karena ikatannya bersifat
emosional,” menggunakan gaya bahasa personifikasi.247 Maksudnya, bahwa
ikatan kesukuan merupakan asas berfikir manusia yang didasarkan pada
perasaan yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri, serta
ambisi untuk berkusa.
Kalimat ‫ ألًََّها رابطتٌ غي ُز إًساًي َّ ٍت‬:‫ وثالِثًا‬artinya “(3). Karena ikatannya
tidak manusiawi”. Menggunakan gaya bahasa sarkasme.248 Maksudnya
menunjukkan sindiran keras terhadap ikatan kesukuan yang dapat
menimbulkan pertentangan dan perselisihan antar sesama manusia dalam
berebut kekuasaan.
Paragraf kelima mendiskripsikan ikatan kerohanian dan kemaslahatan,
yaitu:
،ُ‫َّز‬١‫ثٌٕجط ثٌشثدطزُ ثٌ ِّصْ ٍَ ِس‬
ِ َٓ١‫ ُدَ٘ج سثدطزً د‬ٛ‫خ‬ٚ ُُ ََّ٘ٛ َ‫ُض‬٠ ‫ ل ْذ‬ٟ‫ثدػ ثٌفجعذ ِر ثٌَّض‬ٚ‫ثٌش‬
ِ َِٓٚ
‫ سثدطز ُِؤَ لَّضَّز‬ٟٙ َ َ‫َّزُ ف‬١‫ أ َِّج ثٌشثدطزُ ثٌّصٍس‬.‫َج‬ْٕٙ ‫ك ػ‬
ُ ‫ٕذث‬٠ َ‫ج ٔظج‬ٌٙ ‫ظ‬١ٌ َ ٟ‫َّزُ ثٌَّض‬١‫ز‬ٚ ُّ‫ثٌشثدطزُ ثٌش‬ٚ
ِ ‫وجٔش سثدطزً خ‬
.‫َج‬ٍِٙ٘‫ أ‬ٍٝ‫َط َشرً ػ‬ ْ َ‫ٌزٌه‬ٚ ،ْ‫ثإلٔغج‬
ِ ٟٕ‫ألْ صشدػَ د‬
ْ ‫َلصصٍ ُر‬ٚ

Terjemahannya: Selain ikatan-ikatan yang rusak tadi, masih terdapat


ikatan lain yang dianggap oleh sebagian orang sebagai alat untuk mengikat
anggota masyarakat, yaitu “ikatan kemaslahatan” dan ikatan kerohanian yang
tidak memiliki suatu peraturan. Ikatan kemaslahatan tidak lain ikatan yang

246
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,
menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa….H.
92
247
Personifikasi, ialah jenis majas yang melekat sifat-sifat insani kepada benda yang
tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa…H.17
248
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,
menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa….H.
92

189
temporal sifatnya, tidak bisa dijadikan pengikat antar manusia. Jadi, ikatan ini
amat berbahaya bagi para pengikutnya.

Pemilihan kata pada kalimat di atas, diantaranya yaitu: Kalimat َِٓٚ


‫ثدػ ثٌفجعذ ِر‬ٚ‫ثٌش‬
ِ artinya “Selain ikatan-ikatan yang rusak tadi”, menggunakan
gaya bahasa sarkasme.249 Maksud kalimat tersebut menunjukkan, bahwa
sindiran keras terhadap tidak layaknya ikatan nasionalisme dan kesukuan
dijadikan sistem kehidupan manusia. Selain ikatan di atas, masih terdapat
ikatan yang tidak layak dijadikan sistem kehidupan oleh manusia,
penjelasannya terdapat dalam kalimat berikut:
َ ٌْ ‫ق ع‬
kalimat ‫ها‬ ُ ‫ليس لها ًظا ٌم يٌبث‬
َ ‫الزوحيَّتُ الَّتي‬
ُّ ُ‫ والزابطت‬artinya “ikatan
kerohanian yang tidak memiliki suatu peraturan”, menggunakan gaya
bahasa sinisme.250 Maksudnya, bahwa ikatan kerohanian merupakan asas
berfikir manusia hanya berdasarkan dari kegiatan spiritual saja, tidak
mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.
Sedangkan kalimat ٌ ‫هي رابطتٌ ُه َؤقَّتَّت‬
َ َ‫ أ َّها الزابطتُ الوصلحيَّتُ ف‬artinya “Ikatan
kemaslahatan tidak lain ikatan yang temporal sifatnya”, menggunakan
gaya bahasa personifikasi.251 Maksudnya adalah asas berfikir ikatan
kemaslahatan hanya berdasarkan waktu, ketika memilih kemaslahatan yang
lebih besar dan akan hilang ikatannya ketika maslahat sudah dipilih. Kalimat
terakhir dari paragraf di atas menunjukkan kalimat:

249
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,
menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa….H.
92
250
Sinisme adalah gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang
mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sinisme adalah ironi lebih kasar
sifatnya; namun kadang-kadang sukar ditarik batas yang tegas antara keduanya. Henry Guntur
Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: CV. Angkasa. 2013. H. 91
251
Personifikasi, ialah jenis majas yang melekat sifat-sifat insani kepada benda yang
tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa…H.17

190
‫ ولذلكَ كاًتْ رابطتً َخ ِط َزةً على أهلِ َها‬artinya “Jadi, ikatan ini amat berbahaya bagi
para pengikutnya”. Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa sarkasme.252
Maksud kalimat tersebut menunjukkan, bahwa sindiran keras terhadap tidak
layaknya ikatan kemaslahatan dan kerohanian diterapkan sebagai asas berfikir
manusia dalam sistem kehidupannya.
2. Tema terkait qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis) Islam lebih
unggul daripada Kapitalisme dan Sosialisme.
Analisis kata terkait tema kedua di atas, yaitu:
،َ‫سز‬١‫ثٌصس‬ٚ ،َ‫ثٌصجٌسز‬
َ ٟ٘
َ ‫ز َذَ٘ج‬ٚ ُ‫َّز‬١ِ‫ثإلعال‬
ِ ُ‫َّز‬٠‫جدرُ ثٌفىش‬١‫ش ثٌم‬ ِ ٔ‫ِٓ ٕ٘ج وج‬ٚ ْ
ِ ٠‫ٓ ثٌفِ ْى ِش‬١‫جدص‬١‫ثٌم‬ٚ .َ‫ثٌٕجخسز‬ٚ
.ً‫ّج دجغ‬ٙ‫ َّ ِز ف‬١ٌ‫ثٌشأعّج‬ٚ ‫ َّ ِز‬١‫ػ‬ٛ١‫ٓ ثٌش‬١‫َّض‬
Terjemahannya: qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis) Islam yang
layak, benar, dan akan berhasil (dalam mengatur kehidupan manusia) bagi
manusia. Sedangkan qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis) komunisme
dan kapitalisme adalah bathil.

Pemilihan kata teks paragraf terkait tema di atas, yaitu: kata ُ ‫َّز‬١‫ػ‬ٛ١‫ثٌش‬

ُّ ‫ ِػ‬ُٛ١‫ثٌ ُّش‬-‫َ ُغ‬٠‫َضَ َشج‬٠-‫َ َغ‬٠‫ صَ َشج‬artinya bersepakat, terpencar, tersebar,


berasal dari kata ٟ

ُّ ‫ ِػ‬ُٛ١‫ ثٌ ُّش‬artinya faham komunis.253 Atau yang


bercerai-berai, Sedangkan kata ٟ

berkenaan dengan pemilikan bersama, orang komunis. Adapun kata ُ‫َّز‬١ٌ‫ثٌشأعّج‬

ً ‫ َس ْث‬- ُ‫َشْ ةَظ‬٠-‫ط‬


berasal dari kata ‫عج‬ َ َ‫ َسأ‬artinya mengepalai, mengetuai, memimpin.
Kata ُ ‫َّز‬١ٌ‫ ثٌشأعّج‬terdiri dari dua kata yaitu kata ُ‫ ثٌشَّأط‬dan ‫َّ ِز‬١ٌِ‫ َِج‬artinya faham

ِ ١‫َّض‬٠‫ٓ ثٌفِ ْى ِش‬١‫جدص‬١‫ثٌم‬ٚ


kapitalisme.254 Kalimat ً‫ّج دجغ‬ٙ‫ َّ ِز ف‬١ٌ‫ثٌشأعّج‬ٚ ‫َّ ِز‬١‫ػ‬ٛ١‫ٓ ثٌش‬
menggunakan gaya bahasa sarkasme,255 bertujuan menyindir secara keras

252
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,
menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa….H.
92
253
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 756. Lihat juga Kamus Kerapyak
Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 1156
254
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 459
255
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,

191
kepemimpinan ideologis komunisme dan kapitalisme, bahwa kedua
kepemimpinan ideologis tersebut salah dan tidak boleh diterapkan dalam
konteks sistem pemerintahan.

ِ‫ هللا‬ِٟ ْ‫ز‬ٛ‫د‬ َ ْ‫ج‬ ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬ِ ِٓ ْ٘ ‫ َر‬ِٟ‫ٕ َشأ ُ ف‬٠ ْٞ‫ أَ َِّج ثٌ َّذْذأُ ثٌَّ ِز‬.َ‫َج ِٔظَج‬ٕٙ‫ك ػ‬ ُ ‫ٕذث‬٠ ‫َّز‬١ٍِ‫ذَر َػ ْم‬١ْ ِ‫ثٌّ ْذذَأُ َػم‬ٚ
ْ َ‫ َِ ْذذَأ ل‬َُٛ َٙ‫ ف‬.ُ‫ هللا‬َٛ َُ٘ٚ ،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ
‫أَ َِّج‬َٚ .ٌّٟ ‫ط ِؼ‬ َ ْ‫ج‬ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬ٚ
ِ ْٛ ِ ‫ك ثٌ َى‬ ْ ََُّٗٔ‫ أل‬،‫ ُر‬١ْ ‫َّس‬
ِ ٌِ‫ِٓ خَ ج‬ ِ ‫ٌَُٗ دِ ِٗ ثٌ َّ ْذذَأُ ثٌص‬
ِ ٔ ََُّٗٔ‫ أل‬،ً‫جغ‬ ُ ُ
ًٍ ‫ػٓ َػ ْم‬ْ ‫َجشب‬ ِ َ‫ َِ ْذذَأ د‬َُٛ َٙ‫ ِٗ ف‬١ْ ِ‫ق ف‬ ٍ ‫ َر ْ٘ ٍٓ َش ْخ‬ٟ‫َ ْٕ َشأ ف‬٠ ٞ‫ثٌّ ْذذَأ ثٌَّز‬
ُ ‫َّ ٍز صُ ْش َش‬٠‫ص د َؼ ْذمَ ِش‬
‫ف‬ ِ َ‫ثإل ْخضِال‬ٚ
ِ ‫س‬ ِ ُٚ ‫ظز ٌٍضفَج‬ ِ َُ ْٙ َ‫ألَ َّْ ف‬ٚ ،‫ ِد‬ُٛ‫خ‬ُٛ ٌ‫ْد ُض ػ َِٓ ثَل َزجغَ ِز دج‬
َ ْ‫ ُِْ ػُش‬١‫ثإل ْٔ َغج ِْ ٌٍضَ ْٕ ِظ‬ ِ ‫َؼ‬٠ ‫ ٍد‬ٚ‫ِسْ ُذ‬
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
.ْ‫ج‬ ِ ‫ ِشمَج ِء‬ٌٝ‫ إ‬ِّٞ
َ ‫ط ثٌّؤَ د‬ َ ِ‫ُ ْٕضِ ُح ثٌِٕظَج ََ ثٌّضََٕجل‬٠ ‫َج ِِ َّّج‬ٙ١‫شُ ف‬١‫َؼ‬٠ ٟ‫تَ ِز ثٌَّض‬١‫ثٌضأَثُّ ِش دجٌذ‬ٚ ‫ط‬ ِ ُ‫ثٌضَٕجل‬ٚ
َ ‫ لَج ِػذَر‬َٟ ِٙ َ‫ ف‬،ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫َّز َػ‬١ِٕ‫َش َِ ْذ‬
،‫ َْسز‬١‫ص ِس‬ ْ ٔ‫ َوج‬ٚ ،ْ‫ج‬ ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬ ْ ِ‫ش َِ َغ ف‬
ِ ‫ط َش ِر‬ ْ َ‫َّزُ إِرث ثصَّفَم‬٠‫ثٌمج ِػ َذرُ ثٌفِ ْى ِش‬ٚ
ِ َ‫ لَج ِػذَر د‬َٟ ِٙ َ‫ ف‬،ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫َّزً َػ‬١ِٕ‫ْ ٌَ ُْ صَ ُى ْٓ َِ ْذ‬َٚ‫ أ‬،ْ‫ج‬
.‫جغٍَز‬ ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬ ْ ِ‫ش ف‬
ِ َ‫ط َشر‬ ْ َ‫إِ َرث خَ جٌَف‬َٚ
Ideologi adalah keyakinan melalui proses berfikir manusia yang
melahirkan peraturan. Ideologi yang muncul dari benak manusia melalui
wahyu Allah adalah ideologi yang benar. Karena bersumber dari Al-khaliq,
yaitu pencipta alam, manusia, dan hidup, yakni Allah SWT. Ideologi ini pasti
kebenarannya. Sedangkan ideologi yang muncul dalam benak manusia
karena kejeniusan yang nampak pada dirinya adalah ideologi yang salah.
Karena berasal dari akal manusia yang terbatas, yang tidak mampu
menjangkau segala sesuatu yang nyata. Disamping itu pemahaman manusia
terhadap proses lahirnya peraturan selalu menimbulkan perbedaan,
perselisihan, dan pertentangan, serta selalu terpengaruh lingkungan tempat ia
hidup. Sehingga membuahkan peraturan yang saling bertentangan, yang
mendatangkan kesengsaraan bagi manusia. Qaidah fikriyah ini apabila sesuai
dengan fitrah manusia dan dibangun berlandaskan akal, maka berarti termasuk
kaedah yang benar. Sebaliknya, jika bertentangan dengan fitrah manusia atau
tidak dibangun berlandaskan akal, maka kaedah itu bathil.
Pemilihan kata pada teks paragraf di atas, yaitu: kata ُ‫ ثٌّ ْذذَأ‬dalam kamus

Munawwir berasal dari kata ُ‫ثٌّ ْذذَأ‬-ً‫دَ ْذأ‬-ُ‫َ ْذذَأ‬٠-َ‫ دَذَأ‬artinya tempat/titik permulaan,

asas, dasar.256 Begitupun juga dalam kamus Al-„Ashri kata ُ‫ ثٌّ ْذذَأ‬jamaknya

‫ َِذَجدا‬artinya dasar-dasar, asas, tempat/titik permulaan.257 Secara konteks


َ jamaknya ‫ َػمَجةِ ُذ‬artinya kepercayaan,
maknanya adalah ideologi. Kata ‫ذَر‬١ْ ِ‫ػم‬

menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa….H.
92
256
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 63
257
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 1589

192
keyakinan.258 Kata ‫َّز‬١ٍِ‫ػ ْم‬
َ berasal dari kata ‫ َّز‬١ٍِ‫ َػ ْم‬-ً‫ َػ ْمال‬-ًُ َ‫َ ْؼم‬٠-ًَ َ‫ َػم‬artinya
mengenai akal, mental.259 Secara konteks kata ‫ َّز‬١ٍِ‫ػ ْم‬
َ ‫ذَر‬١ْ ِ‫ َػم‬maknanya
َ ‫ذَر‬١ْ ِ‫ثٌّ ْذذَأُ َػم‬ٚ
“keyakinan melalui proses berfikir manusia”, maka kalimat ‫ َّز‬١ٍِ‫ػ ْم‬

َ‫َج ِٔظَج‬ٕٙ‫ك ػ‬
ُ ‫ٕذث‬٠ artinya “Ideologi adalah keyakinan melalui proses berfikir
manusia yang melahirkan peraturan”, menggunakan gaya bahasa
personifikasi.260 Maksud kalimat tersebut, bahwa ideologi adalah keyakinan
melalui proses berfikir yang menghasilkan peraturan hidup manusia sebagai
jalan keluar dari permasalahan hidup manusia. Kalimat ِٟ‫شأ ُ ف‬
َ ٕ٠ ْٞ‫أَ َِّج ثٌ َّذْذأُ ثٌَّ ِز‬
ِ ‫ هللاِ ٌَُٗ دِ ِٗ ثٌ َّ ْذذَأُ ثٌص‬ِٟ ْ‫ز‬ٛ‫د‬
‫ ُر‬١ْ ‫َّس‬ ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
َ ْ‫ج‬ ِ ِٓ ْ٘ ‫ َر‬artinya “Ideologi yang muncul dari
benak manusia melalui wahyu Allah adalah ideologi yang benar”,
menggunakan gaya bahasa personifikasi. Maksud kalimat tersebut, bahwa
ideologi yang melalui proses berfikir dari akal manusia melalui wahyu Allah
ُ ُ
ٍ ‫ َر ْ٘ ٍٓ َش ْخ‬ٟ‫َ ْٕ َشأ ف‬٠ ٞ‫أَ َِّج ثٌّ ْذذَأ ثٌَّز‬َٚ
adalah ideologi yang benar. Adapun kalimat ‫ص‬
ُ ‫َّ ٍز صُ ْش َش‬٠‫ د َؼ ْذمَ ِش‬artinya “ideologi yang muncul dalam benak
ِ َ‫ َِ ْذذَأ د‬َُٛ َٙ‫ ِٗ ف‬١ْ ِ‫ق ف‬
ً‫جغ‬
manusia karena kejeniusan yang nampak pada dirinya adalah ideologi yang
salah”, menggunakan gaya bahasa personifikasi.261 Maksud kalimat tersebut,
bahwa ideologi yang melalui proses berfikir dari akal manusia karena
kejeniusan yang nampak pada dirinya adalah ideologi yang salah. Kalimat
ُ‫ش‬١‫َؼ‬٠ ٟ‫تَ ِز ثٌَّض‬١‫ثٌضأَثُّ ِش دجٌذ‬ٚ ‫ط‬
ِ ُ‫ثٌضَٕجل‬ٚ ‫ف‬
ِ َ‫ث ِإل ْخضِال‬ٚ ‫س‬ َ ْ‫ ُِْ ػُش‬١‫جْ ٌٍضَ ْٕ ِظ‬
ِ ُٚ ‫ظز ٌٍضفَج‬ ِ َُ ْٙ َ‫ألَ َّْ ف‬ٚ
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
‫َج‬ٙ١‫ ف‬artinya “Disamping itu pemahaman manusia terhadap proses lahirnya
peraturan selalu menimbulkan perbedaan, perselisihan, dan pertentangan,
serta selalu terpengaruh lingkungan tempat ia hidup”, menggunakan gaya

258
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 954
259
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 956-957
260
Personifikasi, ialah jenis majas yang melekat sifat-sifat insani kepada benda yang tidak
bernyawa dan ide yang abstrak. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa…H.17
261
Personifikasi, ialah jenis majas yang melekat sifat-sifat insani kepada benda yang
tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa…H.17

193
bahasa personifikasi.262 Maksud kalimat tersebut, bahwa peraturan hidup
manusia yang dihasilkan dari pemahaman kejeniusan dan proses berfikir
manusia selalu menimbulkan perbedaan, perselisihan, dan pertentangan.
Kalimat tersebut terangkum dalam kalimat ٌٝ‫ إ‬ِّٞ َ ِ‫ُ ْٕضِ ُح ثٌِٕظَج ََ ثٌّضََٕجل‬٠ ‫ِِ َّّج‬
َ ‫ط ثٌّؤَ د‬
ِْ ‫ثإل ْٔ َغج‬
ِ ‫ ِشمَج ِء‬artinya “Sehingga membuahkan peraturan yang saling
bertentangan, yang mendatangkan kesengsaraan bagi manusia”, menggunakan
gaya bahasa personifikasi.263 Maksud kalimat tersebut, bahwa dari kejeniusan
manusia menghasilkan peraturan hidup yang saling bertentangan, serta
mendatangkan kesengsaraan bagi manusia.
َٟ ٘ ُ‫٘ز ِٖ ثٌف ْى َشر‬ٚ ،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ ِ ِْٓ ٠‫جط فَصْ ًِ ثٌذ‬
َ ٓ‫ػ‬ ِ ‫ أ َع‬ٍٝ‫ َُ ػ‬ُٛ‫َج صَم‬َّٙٔ‫زُ فئ‬١ٌ‫أ َِّج ثٌشأعّج‬
َْ‫َّ ِز وج‬٠‫ثٌفىش‬
ِ ‫ ٘زٖ ثٌمَج ِػ َذ ِر‬ٍٝ‫دٕج ًء ػ‬ٚ ،ُ‫َّز‬٠‫َج ثٌفِ ْى ِش‬ُٙ‫ لج ِػ َذص‬ٟ٘ٚ
َ ،ُ‫َّز‬٠‫َج ثٌفِ ْى ِش‬ُٙ‫َج َدص‬١ِ‫ ل‬ٟ٘ٚ
َ ،‫َج‬ُٙ‫ َذص‬١ْ ِ‫ػم‬
،ْ‫ج‬ ِ ‫ج‬٠ِّ‫ ثٌسش‬ٍٝ‫ثٌّسجفَظَ ِز ػ‬
ِ ‫س ٌإلٔ َغ‬ َ َِٓ ‫ َوجَْ َل دُ َّذ‬ٚ ،‫َج ِر‬١‫ ثٌس‬ٟ‫َع ُغ ِٔظَج َُِٗ ف‬٠ ٞ‫ ثٌَّز‬ٛ٘
َ ْ‫ج‬ ُ ‫ثإلٔ َغ‬
َ ‫ل ْذ‬ٚ ،ُ‫َّز‬١‫َزُ ثٌشخص‬٠ ِّ‫ثٌسش‬ٚ ،‫َّ ِز‬١‫َزُ ثٌٍّ َّى‬٠ ِّ‫زش‬ٚ ،ٞ
ْ ‫ٔضح‬
‫َ ِز‬٠‫ػٓ ُز ِّش‬ ْ َ ُ‫َز‬٠‫ز ِّش‬ٚ ،‫ذ ِر‬١‫زُ ثٌؼم‬٠ِّ‫ زش‬ٟ٘ٚ
ِ ‫ثٌشأ‬ َ
‫أَد َْشصَ ِج‬ٚ ،ِ‫ ٘زث ثٌّذذإ‬ٟ‫ أَد َْشصَ ِج ف‬ٟ٘ َ ُ‫َّز‬١ٌ‫ش ثٌشعّج‬ ِ ٔ‫ فىج‬،ٌٟ‫ثٌشأعّج‬
ُّ ُّٞ‫َّ ِز ثٌٕظج َُ ثَللضصجد‬١‫ثٌٍّ ِى‬
ِ ‫أ َِّج ثٌ ِذ ُِ ْم َش‬ٚ .ُّٟ ٌِ‫ ٘ َزث ثٌّ ْذ َذإِ أََُّٔٗ ثٌّذْذأُ ثٌشأع َّج‬ٍٝ‫ك ػ‬
ُّٟ ‫ثغ‬ َ ٍِ‫غ‬ْ ُ‫ ٌزٌهَ أ‬،ِ‫ذ ِر ٘زث ثٌّذذإ‬١‫ٔض ََح ػٓ ػم‬

ِ ٔ‫ٌزٌهَ وج‬ٚ ،َُِٗ ‫ع ُغ ٔظَج‬٠


‫ش‬ َ ٞ‫ ثٌَّز‬ٛ٘ َ َْ‫ثإل ْٔ َغج‬ِ َّْ َ‫َ ٍز ث‬ٙ‫َز ِٓ ِخ‬١ِ‫ آص‬َٟ ِٙ َ‫ج ٘زث ثٌّذذثُ ف‬ٙ‫ أَخَ َزَ٘ج د‬ِٟ‫ثٌَّض‬
َّْ َ‫ ِء ٘ َزث ثٌّذ َذإِ أ‬ٛ‫ ُٔ ُش‬ٟ‫ثألَصْ ًُ ف‬َٚ .َ‫ع ُغ ثأل ْٔ ِظ َّز‬ َ ‫ ص‬ٟ‫ ثٌَّض‬َٟ ِٙ َ‫ ف‬،‫س‬ ِ ‫ ِصذ ََس ثٌغٍطج‬َٟ ِ٘ ُ‫ثألُ َِّز‬
،‫ح‬ ِ ُْٛ‫ٍَزً َلعضِ ْغالَ ِي ثٌ ُشؼ‬١ْ ‫ ِع‬َٚ َٓ٠ْ ‫ْ َْ ثٌ ِذ‬ٚ‫َضَّ ِخ ُز‬٠ ُْٛٔ‫َج َوج‬١‫ْ ِع‬ُٚ‫س‬ٚ ‫ْ دَج‬ُٚ‫ْ س‬ُٚ‫ أ‬ٟ‫ْ نَ ف‬ٍُُّٛ ٌ‫ث‬ٚ َ‫جص َشر‬
ِ َ١ِ‫ثٌم‬
َْ‫ثإلٔغج‬ٚ َْٛ‫أْ ثٌى‬ َّ ٜ‫ صش‬ٟٙ‫ف‬ َ ُ‫َّز‬١‫ػ‬ٛ١‫َج ثٌش‬ْٕٙ ِِ ٚ ُ‫َّز‬١‫أ َِّج ثَلشضشثو‬ٚ .‫َج‬ِٙ‫ َِصِّ ِد َِجة‬َٚ ،‫َج‬ِّٙ ٍُُ‫ظ‬َٚ
‫ْ َخ ُذ‬ُٛ٠ َ‫َل‬ٚ ،‫َج ِء‬١‫ ُد ثأل ْش‬ُٛ‫خ‬ُٚ ‫صجس‬
َ ْ ،‫َج ِء‬١‫ أَصْ ًُ ثألَ ْش‬ٟ٘
‫ ِسَ٘ج‬ُّٛ َ‫ِٓ صط‬ٚ َ َ‫أَ َّْ ثٌ َّجدر‬ٚ ‫َجرَ ِج َّدر فمػ‬١‫ثٌس‬ٚ
ْ ُِ ‫ب‬١‫سث َء ٘ ِز ِٖ ثٌّج َّد ِر ش‬ٚ
ِ ‫َج‬ََّٙٔ‫ْ أ‬ٞ‫ أ‬،‫ْ ِخ ْذَ٘ج أَ َزذ‬ُٛ٠ ٌُ ‫ َّز‬٠ْ ‫َّز لَذ‬١ٌِ‫أَ َّْ ٘ز ِٖ ثٌّج َّدرَ أَ ْص‬ٚ ،‫طٍَمًج‬
ُ‫ثخذَز‬ٚ
ِْ ٛ‫سث َء ثٌى‬ٚ َّْ َ‫ ُِّٓ أ‬١‫ذ‬٠ ٛٙ‫ف‬
َ َُ َ‫ثإلعال‬
ِ ‫أ َِّج‬ٚ .‫ك‬ ٍ ٌِ‫لَزً ٌِخَج‬ٍُٛ‫َج َء َِ ْخ‬١‫ْ َْ ثألَش‬ٛ‫ْ َْ و‬ُٚ‫ُ ْٕ ِىش‬٠ َ‫ٌزٌه‬ٚ ،‫ ِد‬ُٛ‫خ‬ُٛ ٌ‫ث‬
َ ‫ ِد هللاِ ػ َّض‬ٛ‫خ‬ٛ‫ٌزٌهَ وجَْ أَ َعج ُعُٗ ثَلػضمج َد د‬ٚ ،ٌٝ‫ هللاُ صؼج‬ُٛ٘ ‫َج‬َٙ‫جْ خَ جٌمًج خَ ٍَم‬
،ًَّ ‫خ‬ٚ ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬ٚ
ِ ‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ

262
Personifikasi, ialah jenis majas yang melekat sifat-sifat insani kepada benda yang
tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa…H.17
263
Personifikasi, ialah jenis majas yang melekat sifat-sifat insani kepada benda yang
tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa…H.17

194
ِْ ٛ‫ثٌى‬ٚ ‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ ْ‫ج‬
ِ ‫ثإلٔ َغ‬ ُ
ِ ْٛ‫و‬ ٟ٘ٚ
َ ِ ََّٕ١‫ ػ‬ٟ‫ ثٌَّض‬ٟ٘
‫ أَل‬،َ‫َّز‬١‫ز‬ٚ‫َزَ ثٌش‬١‫ش ثٌَٕج ِز‬ ْ ‫ َو‬َٚ
َ ُ‫ َذر‬١ْ ‫جٔش ٘ ِز ِٖ ثٌ َؼم‬
ٍ ٌ‫لَزً ٌخَ ج‬ٍٛ‫ِخ‬
.‫ك‬
Ideologi kapitalisme tegak atas dasar pemisah agama dengan
kehidupan (sekularisme). Ide ini menjadi akidahnya, sekaligus sebagai
qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis), serta kaidah berfikirnya.
Berlandaskan kaidah berfikir ini, mereka berpendapat bahwa manusia berhak
membuat peraturan hidupnya. Mereka pertahankan kebebasan manusia yang
terdiri dari kebebasan berakidah, berpendapat, hak milik, dan kebebasan
pribadi. Dari kebebasan hak milik ini lahir sistem ekonomi kapitalis, yang
termasuk perkara paling menonjol dalam ideologi ini, atau yang dihasilkan
oleh ideologi ini. Karena itu, ideologi tersebut dinamakan ideologi kapitalisme.
Demokrasi yang dianut oleh ideologi ini, berasal dari pandangannya bahwa
manusia berhak membuat peraturan (undang-undang). Menurut mereka, rakyat
adalah sumber kekuasaan. Rakyatlah yang membuat perundang-undangan.
Kelahiran ideologi ini bermula pada saat kaisar dan raja-raja di Eropa dan
Rusia menjadikan agama sebagai alat untuk memeras, menganiaya dan
menghisap darah rakyat. Adapun sosialisme, termasuk juga komunisme,
keduanya memandang bahwa alam semesta, manusia, dan hidup adalah
materi. Bahwa materi adalah asal dari segala sesuatu. Melalui perkembangan
dan evolusi materi benda-benda lainnya menjadi ada. Di balik alam materi
tidak ada alam lainnya. Materi bersifat azali (tak berawal dan tak berakhir),
qadim (terdahulu) dan tidak seorang pun yang mengadakannya. Dengan kata
lain bersifat wajib adanya. Penganut ideologi ini mengingkari penciptaan alam
ini oleh Zat Yang Maha Pencipta. (53) Sedangkan ideologi Islam menerangkan
bahwa di balik alam semesta, manusia, dan hidup, terdapat Al-Khaliq yang
menciptakan segala sesuatu, yaitu Allah SWT. Asas ideologi ini adalah
keyakinan akan adanya Allah SWT. Akidah ini yang menetukan aspek rohani,
yaitu bahwa manusia, hidup, dan alam semesta, diciptakan oleh Al-Khaliq. (56)

Pemilihan kata pada teks paragraf di atas, yaitu: kata َُ ُٛ‫ صَم‬berasal dari kata
ً‫لَج َِز‬َٚ ً‫َج َِز‬١ِ‫ل‬َٚ -‫ْ ًِج‬َٛ‫ل‬-َُ ُْٛ‫َم‬٠-ََ ‫ لَج‬artinya berdiri, bangkit, berdiri tegak.264 Sedangkan
dalam kamus Al-„Ashri kata ََ ‫ لَج‬artinya berdiri/bangkit, berhenti, berdiri

ُ ‫َ ْف‬٠-ًَ ‫ص‬
tegak.265 Kata ًِ ْ‫ فَص‬berasal dari kata ً ‫ْ َل‬ُٛ‫فُص‬َٚ ً‫فَصْ ال‬-ًُ ‫ص‬ َ َ‫ ف‬artinya
memisahkan.266 Kalimat ‫َج ِر‬١‫س‬
َ ٌ‫ػٓ ث‬ ِ ‫ أ َع‬ٍٝ‫ َُ ػ‬ُٛ‫َج صَم‬َّٙٔ‫زُ فئ‬١ٌ‫أ َِّج ثٌشأعّج‬
ِ ِْٓ ٠‫جط فَصْ ًِ ثٌذ‬
artinya “Ideologi kapitalisme tegak atas dasar pemisah agama dengan

264
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 1172
265
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 1425
266
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 1058

195
kehidupan (sekularisme)”, menggunakan gaya bahasa personifikasi.267
Maksud kalimat tersebut, bahwa ideologi kapitalisme berasal dari proses
berfikir manusia dengan pertimbangan memisahkan agama dari kehidupan.
Kalimat ٌٟ‫ثٌشأعّج‬
ُّ ْ ‫ل ْذ ٔض َح‬ٚ “Dari kebebasan
ُّٞ‫َّ ِز ثٌٕظج َُ ثَللضصجد‬١‫َ ِز ثٌٍّ ِى‬٠‫ػٓ ُز ِّش‬
hak milik ini lahir sistem ekonomi kapitalis”, menggunakan gaya bahasa
personifikasi.268 Maksud kalimat tersebut menunjukkan, bahwa dari kebebasan
hak milik yang dipertahankan manusia, menghasilkan sistem ekonomi
kapitalis. Kalimat ‫َج‬ِٙ‫ َِصِّ ِد َِجة‬َٚ ،‫َج‬ِّٙ ٍُُ‫ظ‬َٚ ،‫ح‬
ِ ُْٛ‫ٍَزً َلعضِ ْغالَ ِي ثٌ ُشؼ‬١ْ ‫ ِع‬َٚ َٓ٠ْ ‫ْ َْ ثٌ ِذ‬ٚ‫َضَّ ِخ ُز‬٠
artinya “menjadikan agama sebagai alat untuk memeras, menganiaya dan
menghisap darah rakyat”, menggunakan gaya bahasa sarkasme.269 Maksud
kalimat tersebut menunjukkan, bahwa sindiran keras yang negatif terhadap
kelahiran ideologi kapitalisme bermula ketika kaisar dan raja-raja di Eropa dan
Rusia menjadikan agama sebagai sesuatu untuk mendatangkan manfaat dan
keuntungan bagi mereka. Sedangkan fakta sebenarnya, mereka memeras,
menganiaya, dan menyengsarakan rakyat.
ِٖ ‫ظ ٘ ِز‬ٍ ْٕ ‫ِٓ ِخ‬ ِ ُ‫ َوجَْ ِ ْذذَأ‬ٚ ،ً‫أَ ْٔ ِظ َّز‬َٚ ً‫ َذر‬١ْ ِ‫ثإلعالَ َُ َػم‬
ْ ً‫مَز‬٠ْ ‫غَ ِش‬َٚ ً‫ثإلعالَ َِ فِ ْى َشر‬ َْ‫ ِِ ْٓ َُٕ٘ج َوج‬َٚ
‫َش‬ ْ ٔ‫ َوج‬ٚ .‫َج ِر‬١‫ثٌس‬
َ ٟ‫ًَّٕج ف‬١‫جسصُُٗ ِغ َشث ًصث ُِ َؼ‬ َ ‫ع‬
َ ‫َش َز‬ ْ ٔ‫ َوج‬ٚ ،ِٗ ِ‫ َذص‬١ْ ِ‫ُِ ْٕذَثِمًج ػ َْٓ َػم‬ ُُِٗ ‫ َوجَْ ِٔظَج‬ٚ ،‫ثٌفِ ْى َش ِر‬
.ُِ ٌَ‫ ثٌ َؼج‬ٌَٝ‫َّزً إ‬٠‫َج َدرً فِ ْى ِش‬١ِ‫ُسْ َّ ًَ ل‬٠ ْ‫أ‬ٚ َ َّ‫ُطَذ‬٠ ْْ َ‫ ِر أ‬َٛ ‫ َز ّْ ًِ ثٌذ ْػ‬ٟ‫مَضُُٗ ف‬٠ْ ‫غَ ِش‬
ْ ،‫ٌ ِز‬ٚ‫ك ِٓ لَذ ًِْ ثٌذ‬
Ideologi Islam adalah akidah (keyakinan) Islam dan syariat Islam (fikrah)
dan thariqah (cara pelaksanaan syariat Islam, pemeliharaan akidah, dan
penyebaran risalah dakwahnya) yang tak terpisahkan dari fikrah tersebut.
Peraturan Islam lahir dari akidah. Sedangkan peradabannya memiliki model
dan ciri yang unik dalam kehidupan. Metode Islam dalam pengembangan
dakwah adalah diterapkannya Islam oleh negara dan diemban sebagai qiyadah
fikriyah ke seluruh dunia.

267
Personifikasi, ialah jenis majas yang melekat sifat-sifat insani kepada benda yang
tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa…H.17
268
Personifikasi, ialah jenis majas yang melekat sifat-sifat insani kepada benda yang
tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa…H.17
269
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,
menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa….H.
92

196
Pemilihan kata pada teks paragraf di atas, yaitu: kalimat ‫ َوجَْ ِٔظَج ُُِٗ ُِ ْٕذَثِمًج‬ٚ

ِٗ ِ‫ َذص‬١ْ ِ‫ ػ َْٓ َػم‬artinya “Peraturan Islam lahir dari akidah”, menggunakan gaya
bahasa personifikasi.270 Maksud kalimat tersebut menunjukkan, bahwa
peraturan Islam berasal dari keyakinan Islam, semua peraturan Islam berasal
dari perintah dan larangan Allah SWT yang berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadist
Nabi Muhammad SAW.

َ ‫ُ ْٕ ِى ُش ثٌش‬٠َٚ ِ‫ َد هللا‬ُٛ‫خ‬ُٚ ‫ُ ْٕ ِى ُش‬٠ ٞ‫ُّ ثٌَّز‬ِّٞ‫َ َش ثٌ َّ ْذذَأُ ثٌ َّجد‬َٙ‫ٌ َّّج ظ‬ٚ


ِ ‫َ ْم‬٠ ْْ َ‫َ ْغضَ ِط ْغ أ‬٠ ُْ ٌَ ‫ذ‬ُٚ
ٍَٝ‫ َػ‬َٟ ‫ع‬
،‫َج‬ٙ١ْ ٍَ‫َْ َػ‬ٚ‫ثٌسجلِ ُذ‬َ ‫َج ِر‬١‫ ثٌ َس‬ٟ‫ْ َْ ف‬ُٛ‫ثٌ ُّ ْخفِم‬ٚ ، َُْٛ‫َج ثٌ ُّ ْٕ َخفِع‬ِٙ‫ه د‬ ُ ‫َضَ َّ َّغ‬٠َٚ ،ٟ‫ؼ‬١‫ثٌطذ‬
ِّ ُِّٓ ٠‫٘ َزث ثٌضَ َذ‬
‫ َّ ِز‬٠‫ْ َْ دجٌٕظَ ِش‬ُٛ‫َضَ َش َّذل‬٠ َٓ١ْ ‫ ثٌفِ ْى ِش ِز‬ِٞٚ ‫ُ ُْ ِِ ْٓ َر‬َِّٙٔ‫جي إ‬َ َ‫ُم‬٠ َّٝ‫ َزض‬،ِّٟ ٍِ‫ ِر ثٌ َؼ ْم‬ٚ‫َْ دجٌ ُش ُز‬ُٛ‫صجد‬ َ َّ ٌ‫ث‬ٚ
.‫ثٌؼ ْم ًِ َِؼًج‬ٚ ِّ‫ثٌسظ‬
ِ ‫َج َد ِر‬ٙ‫دُطَالًَٔج دِ َش‬َٚ ‫ب فَ َغجدًث‬١
ٍ ‫َ ُش َش‬ٙ‫ظ‬ ْ َ‫ أ‬َٟ ِ٘ ٟ‫ َّ ِز ثٌَّض‬١‫ ِى‬١ْ ِ‫جٌِ ْىض‬٠‫ثٌذ‬
Akan tetapi ketika muncul ideologi (dialektika) materialisme, yang
mengingkari adanya Allah dan ruh, ternyata ide ini tidak mampu
memusnahkan kecenderungan beragama. Ideologi ini dianut oleh orang-
orang yang bermoral bejat, orang-orang yang benci terhadap kehidupan,
termasuk orang-orang sinting yang tidak waras cara berfikirnya agar
mereka dapat digolongkan ke jajaran kaum intelektual tatkala mereka
mendiskusikan dengan angkuh tentang teori dialektika. Padahal kenyataannya,
dialektika materialisme paling terlihat kerusakan dan kebathilannya, dan
dengan sangat mudah dapat dibuktikan oleh perasaan dan akal.

Kata ُِّّٞ‫ ثٌ َّجد‬artinya yang berfaham materialisme,271 jadi kata ُِّّٞ‫ثٌ َّ ْذذَأُ ثٌ َّجد‬

artinya ideologi materialisme. Kalimat ُِّٓ ٠‫ ٘ َزث ثٌضَ َذ‬ٍَٝ‫ػ‬ ِ ‫َ ْم‬٠ ْْ َ‫َ ْغض َِط ْغ أ‬٠ ُْ ٌَ
َ َٟ ‫ع‬
ِّٟ ‫ؼ‬١‫ ثٌطذ‬artinya “ide ini tidak mampu memusnahkan kecenderungan
beragama”, menggunakan gaya bahasa sarkasme.272 Maksud kalimat tersebut

270
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,
menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa….H.
92
271
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 1579
272
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,

197
menunjukkan, bahwa sindiran keras yang negatif terhadap ideologi
Komunisme yang tidak bisa menghilangkan naluri beragama manusia.

ِّ ٍِ‫ ِر ثٌ َؼ ْم‬ٚ‫دجٌ ُش ُز‬


Kemudian diperjelas dengan kalimat ٟ َُْٛ‫صجد‬
َ َّ ٌ‫ث‬ٚ artinya
“termasuk orang-orang sinting yang tidak waras cara berfikirnya”,
menggunakan gaya bahasa sarkasme.273 Maksud kalimat tersebut menunjukkan
sindiran keras yang negatif, bahwa sebenarnya ideologi Komunisme dianut
oleh manusia yang tidak mempunyai akal fikiran dan naluri kemanusiaan.

َ ٟ‫ثإلٔغجْ ثٌَّض‬
،ُِّٓ ٠‫ فطشرُ ثٌضَّذ‬ٟ٘ ِ ‫َّ ِز ُِخجٌِفَزً ٌفطش ِر‬١ٌ‫َّزُ ٌٍشأعّج‬٠‫جدرُ ثٌفىش‬١‫وزٌهَ وجٔش ثٌم‬ٚ
‫َج‬ٍِٙ ْ‫ فَص‬ٟ‫َّز ف‬١‫جدر عٍذ‬١‫ج ل‬َّٙٔ‫ أل‬،‫َّ ٍز‬٠‫ط ِش‬ ْ ِ‫َ ٍز ف‬١‫ِٓ ٔجز‬ ْ ً‫َّزُ ُِ ْخفَمَز‬١ٌ‫زُ ثٌشّأعّج‬٠‫ثٌفىش‬
ِ ُ‫جدر‬١‫ٌزٌهَ وجٔز ثٌم‬ٚ
ََ ‫ إدؼج ِدَ٘ج ثٌٕظج‬ٟ‫ف‬ٚ ،ً‫َّز‬٠‫ َخؼ َؼٍِ ِٗ َِغْأٌََزً فَشْ ِد‬َٚ ،‫ج ِر‬١‫ػٓ ثٌس‬ِ ُِّٓ ٠‫ إدْؼج ِد٘ج ثٌضذ‬ٟ‫ف‬ٚ ،‫ج ِر‬١‫ػٓ ثٌس‬ِ َٓ٠‫ثٌذ‬
.ْ‫ثإلٔغج‬
ِ ًِ ‫ػٓ ِؼجٌد ِز َِ َشج ِو‬ َ ٞ‫ثٌَّز‬
ْ ِٗ ِ‫أِش هللاُ د‬
Demikian pula qiyâdah fikriyyah kapitalisme bertentangan dengan
fitrah manusia, yaitu naluri beragama. Maka dari itu, qiyâdah fikriyyah
kapitalisme telah gagal dilihat dari segi fitrah manusia. Ia adalah qiyâdah
fikriyyah negatif, yang memisahkan antara agama dengan kehidupan;
menjauhkan aktivitas beragama dari kehidupan; menjadikan masalah
agama sebagai masalah pribadi (bukan masalah masyarakat); sekaligus
menjauhkan peraturan yang Allah perintahkan, yang dapat memecahkan
persoalan hidup manusia.

Pemilihan kata pada kalimat penjelas di atas, yaitu: kata ً ‫ ُِخجٌِفَز‬berasal dari

kata ‫ ُِخَ جٌِفَز‬َٚ ً ‫ ُِخَ جٌَفَز‬-‫ف‬


ُ ٌِ‫ُخَ ج‬٠- َ‫ خَ جٌَف‬artinya tidak menyetujui, menyangkal.274
Sedangkan dalam kamus Al-„Ashri kata ً‫ُِخجٌِفَز‬ artinya yang

menentang/melawan.275 Adapun kata ً ‫ ُِ ْخفَمَز‬berasal dari kata -‫ك‬ َ َ‫أَ ْخف‬


ُ ِ‫ ُْخف‬٠-‫ك‬

menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa….H.
92
273
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,
menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa….H.
92
274
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 362
275
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 1656

198
َ ً‫ إِ ْخفَجل‬artinya gagal. Kalimat ً‫ َّ ِز ُِخجٌِفَز‬١ٌ‫َّزُ ٌٍشأعّج‬٠‫جدرُ ثٌفىش‬١‫وزٌهَ وجٔش ثٌم‬ٚ
‫ ُِ ْخفَمًج‬ٚ‫ج‬ 276

ْ ً‫َّزُ ُِ ْخفَمَز‬١ٌ‫زُ ثٌشّأعّج‬٠‫ثٌفىش‬


ِٓ ِ َ ٟ‫ثإلٔغجْ ثٌَّض‬
ُ‫جدر‬١‫ٌزٌهَ وجٔز ثٌم‬ٚ ،ُِّٓ ٠‫ فطشرُ ثٌضَّذ‬ٟ٘ ِ ‫ٌفطش ِر‬
ْ ِ‫َ ٍز ف‬١‫ ٔجز‬artinya Demikian pula qiyâdah fikriyyah kapitalisme
‫َّ ٍز‬٠‫ط ِش‬
bertentangan dengan fitrah manusia, yaitu naluri beragama. Maka dari itu,
qiyâdah fikriyyah kapitalisme telah gagal dilihat dari segi fitrah manusia,
menggunakan gaya bahasa sarkasme.277 Maksudnya kalimat tersebut
menunjukkan sindiran keras yang negatif terhadap kepemimpinan ideologis
Kapitalisme termasuk didalamnya sistem demokrasi yang tidak boleh menjadi
asas berfikir manusia dan kemudian diterapkan dalam konteks sistem
pemerintahan. Karena kepemimpinan ideologis Kapitalisme bertentangan
dengan fitrah manusia, yaitu naluri beragama.

‫ ْإر‬،ِ‫ ِد هللا‬ُٛ‫خ‬ُٛ ‫جْ د‬


ِ َّ ٠ْ ‫َج صدْ َؼ ًُ ثٌ َؼ ْم ًَ أَ َعجعًج ٌإل‬ََّٙٔ‫ َّز أل‬١‫ َْدجد‬٠ِ‫ إ‬ٟ٘
َ ُ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬
ِ ُ‫َّز‬٠‫َجدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫ثٌم‬ٚ
َ ٍ‫ خ‬ٞ‫ْ ِد هللاِ ثٌَّز‬ُٛ‫خ‬ُٛ ‫ثٌد ْض َِ د‬
‫ك‬ ِ ‫ث ِإل ْٔ َغ‬ٚ ْٛ‫ثٌى‬
َ ٍٝ‫س ِّ ًُ ػ‬٠ ‫ ِِ َّّج‬،‫َج ِر‬١‫ثٌس‬ٚ ْ‫ج‬ ِ ٟ‫ ِج ف‬ٌٝ‫ش ثٌَٕظَ َش إ‬ ُ ِ‫ص ٍَْف‬
َ‫َجدر‬١‫ثٌسجص ًُ أَ َّْ ثٌم‬ٚ .‫ك‬ ٍ ٍَ‫ط‬ ْ ُِ ‫جي‬ ْ ِٗ ِ‫ذسث ػُٕٗ دفطشص‬٠
ٍ َّ ‫ِٓ َو‬ ُ ‫جْ ِج‬ ِ ‫ ُِّٓ ٌإل ْٔ َغ‬١‫صُ َؼ‬ٚ ،‫س‬ ْ
ِ ‫لج‬ٍٛ‫ثٌّخ‬ ِٖ ‫٘ز‬
ِ ‫جدثس‬١‫ِج ػذثَ٘ج ل‬ٚ ،ُ‫سز‬١‫َّزُ ثٌصس‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫زذ٘ج ثٌم‬ٚ ٟ٘
.‫َّز فَجعذر‬٠‫فىش‬ ِ َ‫َّز‬٠‫ثٌفِ ْى ِش‬
َ َ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬
Kepemimpinan ideologis Islam adalah kepemimpinan ideologis yang
positif. Karena menjadikan akal sebagai dasar untuk beriman kepada wujud
Allah. Kepemimpinan ini mengarahkan perhatian manusia terhadap alam
semesta, manusia, dan hidup, sehingga membuat manusia yakin terhadap
adanya Allah yang telah menciptakan makhluk-makhluk-Nya. Di samping itu
kepemimpinan ini menunjukkan kesempurnaan mutlak yang selalu dicari
oleh manusia karena dorongan fitrahnya. Berdasarkan keterangan tadi, hanya
kepemimpinan ideologis Islamlah satu-satunya kepemimpinan ideologis yang
benar, sedangkan kepemimpinan ideologis lainnya adalah rusak.

276
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 356
277
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,
menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa….H.
92

199
Pemilihan kata pada kalimat penjelas di atas, yaitu: kata ‫ َّز‬١‫ْدجد‬
َ ٠ِ‫ إ‬artinya
kepositifan, positifisme.278 Kata ‫ك‬ ْ ُِ ‫جي‬
ٍ ٍَ‫ط‬ ٍ َّ ‫ َو‬terdiri dari dua kata, yaitu kata ‫َو َّج ٍي‬
berasal dari kata ً ‫ْ َل‬ُّٛ ‫ ُو‬ًٚ‫ َو َّجَل‬-ًُ ُّ ‫َ ْى‬٠-ًَ َّ ‫ َو‬artinya kesempurnaan,279 dan kata ‫ك‬ ْ ُِ
ٍ ٍَ‫ط‬
ْ ُِ َٚ ‫غالَ ْق‬
berasal dari kata ‫طٍَمًج‬ ْ ِ‫إ‬-‫ك‬ ْ ٠-‫ك‬
ُ ٍِ‫ُط‬ ْ َ‫ أ‬artinya yang bebas, tidak terikat.280
َ ٍَ‫غ‬
Kata ‫ فطشر‬artinya “sifat pembawaan (yang ada sejak lahir), fitrah”.281

Sedangkan dalam kamus Al-„Ashri kata ‫ فطشر‬artinya watak, karakter, insting.282


ْ ُِ ‫ِٓ َو َّج ٍي‬
ٍ ٍَ‫ط‬
Kalimat ‫ك‬ ُ
ْ ِٗ ِ‫ذسث ػُٕٗ دفطشص‬٠ ِ ‫ ُِّٓ ٌإل ْٔ َغ‬١‫صُ َؼ‬ٚ artinya “di samping itu
‫جْ ِج‬
kepemimpinan ini menunjukkan kesempurnaan mutlak yang selalu dicari
oleh manusia karena dorongan fitrahnya”, menggunakan gaya bahasa
hiperbola.283 Maksudnya kalimat tersebut menunjukkan, bahwa kepemimpinan
ideologis Islam merupakan asas berfikir manusia yang benar, karena sesuai
dengan fitrah manusia, yaitu naluri beragama.

‫ك‬ُ ِ‫ْ ُي إِ َّْ ثٌ َّج َّدرَ صَ ْغذ‬ُٛ‫َج صَم‬ََّٙٔ‫ ِأل‬،ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫ َّ ِز َلَ َػ‬٠‫ ثٌّج ِّد‬ٍَٝ‫ َّز َػ‬١ِٕ‫َّزَ َِ ْذ‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫َّزَ ثٌ ُّش‬٠‫َج َدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ أَ َّْ ثٌم‬: َ‫رٌه‬ٚ
‫َٓ ِس َخج ِي‬١ْ َ‫ْػ د‬ ِ ‫ع‬ٌٛ‫ث‬ َ ًِّ‫ثٌس‬ َ ٍَٝ‫َّز َػ‬١ِٕ‫َّزُ َِ ْذ‬١ٌِ‫َّزُ ثٌشأع َّج‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ َو َزٌِهَ ثٌم‬ٚ .ًَ ‫ك ثٌ َؼ ْم‬ ُ ِ‫ْ صَ ْغذ‬َٞ‫ أ‬،‫ثٌفِ ْى َش‬
ًٍّ‫ثٌظَالَ َِ دِ َس‬َٚ ‫س‬ٛ ِ ٌُٕ‫َٓ ث‬١ْ َ‫د‬َٚ ،‫ْػ‬ ٍ ‫ع‬َٚ ًٍّ‫جغ ًِ دِ َس‬ ِ َ‫ثٌذ‬َٚ ‫ك‬ َ َٓ١ْ َ‫ْ َْ د‬ُٛ‫ُمَشِّ د‬٠ ُْ َُٙ‫ ف‬، َٓ٠ْ ‫ثٌ ُّفَ ِّى ِش‬ٚ ‫ َغ ِز‬١ْ ِٕ‫ثٌ َى‬
ِّ ‫ثٌس‬
‫إَِّٔ َّج‬َٚ ،ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫َّزً َػ‬١ِٕ‫َّزُ َِ ْذ‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ٌ َزٌِهَ ٌَ ُْ صَ ُى ْٓ ثٌم‬ٚ ،‫ ٍد‬ُٛ‫ْ خ‬َِٛ ‫ ُش‬١ْ ‫ ْعػَ َغ‬ٌٛ‫ث‬
َ ًَّ ‫ثٌس‬َ َّْ َ‫ َِ َغ أ‬،‫ْػ‬ ٍ ‫ع‬َٚ
.‫ ْع ٍػ‬َٚ ًُّ‫ْ َز‬َٚ‫َ ٍز أ‬١‫ظ‬
ِ ْ‫ َزًُّ صَش‬َٟ ِ٘

278
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 283
279
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 1230
280
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 862
281
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 1063
282
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 1398-1399
283
Kata hiperbola berasal dari bahasa Yunani yang berarti „pemborosan; berlebih-
lebihan‟ dan diturunkan dari hyper „melebihi‟+ballien „melemparkan‟. Hiperbola adalah sejenis
gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau
sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk
memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Gaya bahasa ini melibatkan kata-kata, frase,
atau kalimat. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: CV. Angkasa. 2013. H.
55.

200
Bahwa qiyadah fikriyah komunisme dibangun berlandaskan
materialisme bukan akal adalah karena ideologi ini menyatakan bahwa
materi mendahului pemikiran (pengetahuan). Demikian pula halnya dengan
qiyadah fikriyah kapitalisme yang dibangun berdasarkan jalan tengah
(kompromi) antara tokoh-tokoh gereja dengan cendikiawan, Mereka
mencampuradukan antara haq dan bathil, antara keimanan dengan
kekufuran, cahaya dengan kegelapan; dengan menempuh jalan tengah.
Padahal jalan tengah itu tidak ada faktanya. Jadi, qiyadah fikriyah ini
tidak dibangun berlandaskan akal, tetapi dibangun atas dasar
persetujuan kedua belah pihak sebagai jalan tengah.

ِ ‫ ْع‬ٌٛ‫ث‬
Pemilihan kata pada kalimat penjelas di atas, yaitu: kata ‫ػ‬ َ ًِّ‫ثٌس‬
َ
berasal dari dua kata, yaitu: kata ًِّ‫ثٌس‬
َ artinya menempati, mengganti
tempatnya,284 dan kata ‫ْػ‬
ِ ‫ع‬ٌٛ‫ث‬
َ artinya yang berada di tengah. Secara makna kata
‫ْػ‬
ِ ‫ع‬ٌٛ‫ث‬ َ artinya kompromi atau jalan tengah.285 Sedangkan kata َْ ُْٛ ‫ُمَشِّ د‬٠
َ ًِّ‫ثٌس‬
ِ ‫صَ ْم‬- ُ‫ُمَشِّح‬٠-‫َّح‬
berasal dari kata ‫ْخ‬٠‫ش‬ َ ‫ لَش‬artinya mendamaikan, merukunkan.286
Secara makna artinya mencampuradukan. Adapun kalimat penjelas di atas
yaitu: kalimat َّْ ِ‫ْ ُي إ‬ُٛ‫َج صَم‬ََّٙٔ‫ ِأل‬،ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫ػ‬
َ َ‫َّ ِز َل‬٠‫ ثٌّج ِّد‬ٍَٝ‫ َّز َػ‬١ِٕ‫َّزَ َِ ْذ‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫َّزَ ثٌ ُّش‬٠‫َج َدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫أَ َّْ ثٌم‬
ُ ِ‫ْ صَ ْغذ‬َٞ‫ أ‬،‫ك ثٌفِ ْى َش‬
ًَ ‫ك ثٌ َؼ ْم‬ ُ ِ‫ ثٌ َّج َّدرَ صَ ْغذ‬artinya “Bahwa qiyadah fikriyah komunisme
dibangun berlandaskan materialisme bukan akal adalah karena ideologi ini
menyatakan bahwa materi mendahului pemikiran (pengetahuan)”,
menggunakan gaya bahasa sinisme.287 Maksud kalimat tersebut menunjukkan
sindiran terhadap kepemimpinan ideologis Komunisme yang berasal dari asas
berfikir manusia yang berdasarkan materi kebendaan bukan dari proses berfikir

ِ ٌُٕ‫َٓ ث‬١ْ َ‫د‬َٚ ،‫ْػ‬


melalui akal manusia. Kalimat ‫س‬ٛ ٍ ‫ع‬َٚ ًٍّ‫جغ ًِ دِ َس‬
ِ َ‫ثٌذ‬َٚ ‫ك‬ َ َٓ١ْ َ‫ْ َْ د‬ُٛ‫ُمَ ِّشد‬٠ ُْ َُٙ‫ف‬
ِّ ‫ثٌس‬
‫ ٍد‬ُٛ‫ْ خ‬َِٛ ‫ ُش‬١ْ ‫ ْعػَ َغ‬ٌٛ‫ث‬
َ ًَّ ‫ثٌس‬
َ َّْ َ‫ َِ َغ أ‬،‫ْػ‬
ٍ ‫ع‬َٚ ًٍّ‫ثٌظَالَ َِ دِ َس‬َٚ artinya “Mereka
mencampuradukan antara haq dan bathil, antara keimanan dengan
284
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 788
285
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 2016
286
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 1443
287
Sinisme adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian
yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sinisme adalah ironi lebih kasar
sifatnya; namun kadang-kadang sukar ditarik batas yang tegas antara keduanya. Henry Guntur
Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: CV. Angkasa. 2013. H. 91.

201
kekufuran, cahaya dengan kegelapan; dengan menempuh jalan tengah.
Padahal jalan tengah itu tidak ada faktanya”, menggunakan gaya bahasa
sinisme.288 Maksud kalimat tersebut menunjukkan sindiran terhadap
kepemimpinan ideologis Kapitalisme yang telah menggabungkan antara
kebenaran dan dosa, keimanan dan kekafiran, petunjuk Allah SWT dan jalan
sesat melalui jalan kompromi, yaitu memisahkan antara agama dan kehidupan
َ َٟ ِ٘ ‫إَِّٔ َّج‬َٚ ،ًِ ‫ ثٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫َّزً َػ‬١ِٕ‫َّزُ َِ ْذ‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ٌ َزٌِهَ ٌَ ُْ صَ ُى ْٓ ثٌم‬ٚ
(sekulerisme). Kalimat ًُّ‫ز‬

ٍ ‫ع‬َٚ ًُّ‫ْ َز‬َٚ‫َ ٍز أ‬١‫ظ‬


‫ْػ‬ ِ ْ‫ صَش‬artinya “qiyadah fikriyah ini tidak dibangun
berlandaskan akal, tetapi dibangun atas dasar persetujuan kedua belah
pihak sebagai jalan tengah”, menggunakan gaya bahasa sinisme.289 Maksud
kalimat tersebut menunjukkan sindiran terhadap kepemimpinan ideologis
Kapitalisme yang asas berfikirnya bukan melalui proses berfikir melalui akal
manusia, tetapi melaui jalan kompromi antara tokoh-tokoh gereja dengan
cendikiawan, yaitu memisahkan antara agama dan kehidupan (sekulerisme).
‫ِج‬ٚ ،ُ‫سز‬١‫َّزُ ثٌصس‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫زذ٘ج ثٌم‬ٚ ٟ٘ َ َ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬ِ َ‫َّز‬٠‫َجدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١‫ثٌسجص ًُ أَ َّْ ثٌم‬ٚ
َّْ َ‫ٓ أ‬١‫ز‬
ِ ٟ‫ ف‬،ً‫ثٌؼم‬
ِ ٍَٝ‫ َّز َػ‬١ِٕ‫َّزَ َِ ْذ‬١ِِ َ‫ثإلعال‬ ِ َ‫َّز‬٠‫َج َدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ألْ ثٌم‬
َّ ،‫َّز فَجعذر‬٠‫فىش‬ ِ ‫جدثس‬١‫ػذثَ٘ج ل‬
،ْ‫ج‬ ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬ ْ ‫ك َِ َغ‬
ِ ‫فط َش ِر‬ ُ ِ‫َّز صَضَّف‬٠‫َجدَر فِ ْى ِش‬١ِ‫َج ل‬ََّٙٔ‫ ِأل‬َٚ ،ً‫ثٌؼم‬
ِ ٍٝ‫َّ ٍز ػ‬١ِٕ‫ ُش ِ ْذ‬١ْ ‫ غ‬ٜ‫َّزَ ثألخش‬٠‫س ثٌفِ ْى ِش‬
ِ ‫َجدَث‬١‫ثٌم‬
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
.ْ‫ج‬ ِ َ‫ط َشر‬ ُ ٌِ‫ صخَ ج‬ٜ‫َّزَ ثألُ ْخ َش‬٠‫َج َد ِر ثٌف ْى ِش‬١ِ‫ٓ أَ َّْ ثٌم‬١‫ز‬
ْ ِ‫ف ف‬ ِ ٟ‫َج ف‬ٙ‫حُ ِؼ‬ٚ‫ج‬
َ ‫ضد‬١‫ف‬
َ
Berdasarkan keterangan tadi, hanya kepemimpinan ideologis Islamlah
satu-satunya kepemimpinan ideologis yang benar, sedangkan kepemimpinan
ideologis lainnya adalah rusak. Karena kepemimpinan ideologisnya dibangun
berdasarkan akal, amat berbeda dengan kepemimpinan ideologis lainnya yang
tidak dibangun berlandaskan akal. Karena kepemimpinan ideologis Islam juga
sesuai dengan fitrah manusia, sehingga mudah diterima oleh manusia.

288
Sinisme adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian
yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sinisme adalah ironi lebih kasar
sifatnya; namun kadang-kadang sukar ditarik batas yang tegas antara keduanya. Henry Guntur
Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: CV. Angkasa. 2013. H. 91.
289
Sinisme adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian
yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sinisme adalah ironi lebih kasar
sifatnya; namun kadang-kadang sukar ditarik batas yang tegas antara keduanya. Henry Guntur
Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: CV. Angkasa. 2013. H. 91.

202
Sedangkan kepemimpinan ideologis lainnya berlawanan dengan fitrah
manusia.

Pemilihan kata pada kalimat penjelas di atas, yaitu: kata ‫زذ٘ج‬ٚ artinya

keadaan sendiri, kesendirian.290 Kata ُ ‫سز‬١‫ ثٌصس‬artinyayang benar, tepat, yang

َ َ‫ف‬-‫َ ْف ُغ ُذ‬٠-‫ فَ َغ َذ‬artinya rusak.292


sah, legal.291 Kata ‫ فَجعذر‬berasal dari kata ‫غجدًث‬
Adapun kalimat penjelasnya, yaitu:
َّ ،ُ‫سز‬١‫َّزُ ثٌصس‬٠‫َج َدرُ ثٌفِ ْى ِش‬١‫زذ٘ج ثٌم‬ٚ ٟ٘
َ‫َج َدر‬١ِ‫ألْ ثٌم‬ َ َ‫َّز‬١ِِ َ‫ثإلعال‬ ِ َ‫َّز‬٠‫َجدرَ ثٌفِ ْى ِش‬١‫ثٌسجص ًُ أَ َّْ ثٌم‬ٚ
ِ ‫ثإل ْٔ َغ‬
.ْ‫ج‬ ْ ‫ك َِ َغ‬
ِ ‫فط َش ِر‬ ُ ِ‫َّز صَضَّف‬٠‫َجدَر فِ ْى ِش‬١ِ‫َج ل‬ََّٙٔ‫ ِأل‬َٚ ،ً‫ثٌؼم‬
ِ ِ َ‫َّز‬٠‫ثٌفِ ْى ِش‬
ٍَٝ‫َّز َػ‬١ِٕ‫َّزَ َِ ْذ‬١ِِ َ‫ثإلعال‬
Artinya “Berdasarkan keterangan tadi, hanya kepemimpinan ideologis
Islamlah satu-satunya kepemimpinan ideologis yang benar, Karena
kepemimpinan ideologisnya dibangun berdasarkan akal, Karena kepemimpinan
ideologis Islam juga sesuai dengan fitrah manusia, sehingga mudah diterima
oleh manusia”, menggunakan gaya bahasa hiperbola.293 Maksud kalimat
tersebut menunjukkan, bahwa kepemimpinan ideologis Islam merupakan asas
berfikir manusia yang jelas kebenarannya, karena kepemimpinan ideologis
Islam berasal dari proses berfikir melalui akal manusia, sesuai dengan fitrah
manusia, serta mudah diterima oleh manusia. Sedangkan kalimat penjelas
berikutnya, yaitu:
ٍٝ‫َّ ٍز ػ‬١ِٕ‫ ُش ِ ْذ‬١ْ ‫ غ‬ٜ‫َّزَ ثألخش‬٠‫س ثٌفِ ْى ِش‬ ِ ‫َجدَث‬١‫ٓ أَ َّْ ثٌم‬١‫ز‬
ِ ٟ‫ ف‬،‫َّز فَجعذر‬٠‫فىش‬ ِ ‫جدثس‬١‫ِج ػذثَ٘ج ل‬ٚ
ِْ ‫ثإل ْٔ َغج‬
ِ َ‫ط َشر‬ ُ ٌِ‫ صخَ ج‬ٜ‫َّزَ ثألُ ْخ َش‬٠‫َج َد ِر ثٌف ْى ِش‬١ِ‫ٓ أَ َّْ ثٌم‬١
ْ ِ‫ف ف‬ ِ ‫ ز‬ٟ‫َج ف‬ٙ‫حُ ِؼ‬ٚ‫ج‬
َ ‫ضد‬١‫ف‬
َ ،ً‫ثٌؼم‬
ِ
Artinya “sedangkan kepemimpinan ideologis lainnya adalah rusak, amat
berbeda dengan kepemimpinan ideologis lainnya yang tidak dibangun

290
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 2004
291
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 764
292
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 1055
293
Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-
lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu
pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Gaya bahasa
ini melibatkan kata-kata, frase, atau kalimat. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya
Bahasa….H. 55

203
berlandaskan akal, dan kepemimpinan ideologis lainnya berlawanan dengan
fitrah manusia, menggunakan gaya bahasa sarkasme.294 Maksud kalimat
tersebut menunjukkan sindiran keras yang negatif terhadap kepemimpinan
ideologis Kapitalisme termasuk sistem demokrasi dan Komunisme. Karena
tidak berasal dari proses berfikir melalui akal manusia, dan sesuai dengan fitrah
manusia.

ٌَِٝ‫ ُي إ‬ُٛ‫صً ثٌشع‬ٚ َ ْْ َ‫ ُِ ْٕ ُز أ‬،‫س‬ُٛ


ِ ‫ ِْغ ثٌؼص‬١ِّ ‫ َخ‬ٟ‫زْ َذُٖ ف‬ٚ ََ َ‫ثإل ْعال‬ ِ ‫ث‬ُٛ‫َٓ غَذَّم‬١ْ ِّ ٍِ‫أَ َّْ ثٌ ُّ ْغ‬
‫َ ِذ‬٠ ٍَٝ‫َّ ٍز َػ‬١ِِ َ‫ٌ ٍز إِ ْعال‬ٚ‫ش آخ ُش د‬ ْ َ‫َٓ َعمَط‬١‫َّ ٍز ز‬٠‫الد‬١ِ 6161 ‫َّ ٍز‬٠‫ ِ٘دْ ِش‬6331 ‫ َعَٕ ِز‬َّٝ‫َٕ ِز زض‬٠ْ ‫ثٌ َّ ِذ‬
‫ أَ َِّج‬.‫جذ‬ ْ َّ‫ ٘زث ثٌض‬ٟ‫ٔدسش ف‬ ْ ‫ َوجَْ ص‬َٚ ،‫جس‬
ِ ‫ ِد ثٌٕ ََد‬ٚ‫ أَ ْد َؼ ِذ ُز ُذ‬ٌَِٝ‫ْك إ‬ ِ ١ِ‫طذ‬ ْ َّٝ‫َج َشج ِِالً َزض‬ُٙ‫م‬١ْ ِ‫َطذ‬ ِ َّ ‫ثَلعضِ ْؼ‬
ْ ‫ص‬
،‫جع‬ ِ َّ ِ‫َّ ِز ثٌ ُّضَ َؼٍِّمَ ِز دجَلخْ ض‬١‫ ثألَزْ َى ِجَ ثٌ َّششْ ِػ‬ٟ‫ ف‬:‫َج َء‬١‫ خَ ّْ َغ ِز أَ ْش‬ٟ‫َضَ َّثَّ ًُ ف‬٠ َُِّٗٔ‫إل ْعالَ َِ فَئ‬
ِ ٌ ُِ ‫ثٌسج ِو‬
َ ‫ْك‬ ِ ١ِ‫َطذ‬
‫َج‬ٙ‫ ُؼ‬١ْ ِّ ‫َج ُء ثٌخَ ّْ َغزُ َخ‬١‫ش ٘ ِز ِٖ ثألَ ْش‬
ْ َ‫لَ ْذ غُذِّم‬َٚ .ُِ ‫ثٌ ُس ْى‬ٚ ،‫َّ ِز‬١‫جس ِخ‬
ِ َ‫َ ِز ثٌخ‬١‫َجع‬١‫ثٌغ‬ٚ ،ُِْ ١ٍِ‫ثٌض ْؼ‬ٚ ،‫صج ِد‬ َ ِ‫ثَل ْلض‬ٚ
ِ ‫ٌ ِز‬ٚ‫ِٓ لَذ ًِْ ثٌذ‬
.‫ َّ ِز‬١ِِ َ‫ثإل ْعال‬
Bahwa umat Islam, sepanjang sejarahnya hanya menerapkan sistem Islam,
sejak Rasulullah SAW berada di Madinah sampai tahun 1336 H (1918 M),
yaitu tatkala jatuhnya Daulah Islam yang terakhir ke tangan penjajah. Saat
itu penerapan sistem Islam mencakup seluruh aspek kehidupan, bahkan negara
berhasil menerapkannya dengan sangat gemilang. Penerapan sistem Islam oleh
penguasa dimanifestasikan dalam lima bidang, yaitu hukum-hukum syara‟
yang berkaitan dengan masalah (1) sosial (yang mengatur interaksi pria dan
wanita), (2) ekonomi, (3) Pendidikan, (4) politik luar negeri, dan (5)
pemerintahan. Hukum-hukum yang menyangkut kelima bagian ini telah
diterapkan oleh Daulah Islam sejak dulu.
Pemilihan kata pada kalimat penjelas di atas yaitu: kata ‫ َّ ِز‬١ِِ َ‫عال‬
ْ ‫ثإل‬
ِ ‫ٌ ِز‬ٚ‫ثٌذ‬
terdiri dari dua kata, kata ‫ٌز‬ٚ‫ ثٌذ‬dan kata ‫ َّز‬١ِِ َ‫عال‬
ْ ‫ثإل‬.
ِ Kata ‫ٌز‬ٚ‫ ثٌذ‬berasal dari kata
)‫ي‬َٚ ‫ٌز (ج ُد‬ٚ‫ثٌ ّذ‬ٚ ‫ٌز‬ٚ‫د‬-‫ي‬ٚ‫ذ‬٠-‫ دثي‬artinya pemerintah, negara.295 Jadi, kata ‫ٌ ِز‬ٚ‫ثٌذ‬
‫َّ ِز‬١ِِ َ‫ثإل ْعال‬
ِ artinya negara Islam, secara makna kontekstual menunjukkan sistem
Dawlah Khilafah Islamiyyah. Adapun penjelasan dalam teks tentang penerapan

294
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung „olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakit hati‟. Ciri utama sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,
menyakit hati, dan kurang enak didengar. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa….H.
92
295
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 433-434

204
ْ ُّ ٌ‫أَ َّْ ث‬
sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah terdapat dalam kalimat ‫ث‬ُٛ‫َٓ غَذَّم‬١ْ ِّ ٍِ‫غ‬

6331 ‫ َعَٕ ِز‬َّٝ‫َٕ ِز زض‬٠ْ ‫ ثٌ َّ ِذ‬ٌَِٝ‫ ُي إ‬ُٛ‫صً ثٌشع‬ٚ َ ْْ َ‫ ُِ ْٕ ُز أ‬،‫س‬ُٛ


ِ ‫ ِْغ ثٌؼص‬١ِّ ‫ َخ‬ٟ‫زْ َذُٖ ف‬ٚ ََ َ‫ثإل ْعال‬
ِ
ْ َ‫َٓ َعمَط‬١‫َّ ٍز ز‬٠‫الد‬١ِ 6161 ‫َّ ٍز‬٠‫ ِ٘دْ ِش‬artinya
ِ َّ ‫َ ِذ ثَلعضِ ْؼ‬٠ ٍَٝ‫َّ ٍز َػ‬١ِِ َ‫ٌ ٍز إِ ْعال‬ٚ‫ش آخ ُش د‬
‫جس‬
“Bahwa umat Islam, sepanjang sejarahnya hanya menerapkan sistem Islam,
sejak Rasulullah SAW berada di Madinah sampai tahun 1336 H (1918 M),
yaitu tatkala jatuhnya Daulah Islam yang terakhir ke tangan penjajah”.
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa personifikasi,296 maksudnya sistem
Dawlah Khilafah Islamiyyah selesai sampai para penjajah menguasai negara-
negara yang berada di bawah kekuasaan sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah
yang terakhir, yaitu pemerintahan Turki Ustmani.

ُ‫ْظ‬١ِ‫ َسة‬َٛ ُ٘ٚ ُ‫فَز‬١ْ ٍِ َ‫ ثٌخ‬:ٟ٘ٚ ،‫َج ًصث‬ٙ‫َزَ ِخ‬١ِٔ‫َج ثَ َّج‬َِّٙٔ‫ ثإلعالَ فَئ‬ٟ‫َثس ِر ف‬ ِ ُِ ‫ضَ ِر ثٌ ُس ْى‬ِٙ ْ‫أَ َِّج دجٌٕغذ ِز ألَخ‬ٚ
َ ‫ثإلد‬ٚ
،ُ‫َلَر‬ُٛ ٌ‫ث‬َٚ ،" ُ‫ْش‬١‫ثٌد‬َ -‫َّ ِز‬١ِ‫ثٌسشْ د‬ ِ ‫ ُش‬١ْ ِِ َ‫أ‬َٚ ،‫ ِز‬١ْ ِ‫ ُْ ثٌضَّ ْٕف‬ٚ‫ج‬
َ ُ‫َج ِد "دَثةِ َشر‬ٙ‫ثٌد‬ ِ ‫ ُِ َؼ‬َٚ ،‫ط‬٠ٛ‫ثٌضف‬
ِ ِ ‫ ُِ َؼ‬َٚ ،‫ٌَ ِز‬ٚ‫ثٌ َّذ‬
ُْ ٚ‫ج‬
.‫ َِدْ ٍِظُ ثألُ َِّ ِز‬َٚ ،‫ْ ٌَ ِز‬ٚ‫صجٌِ ُر ثٌ َّذ‬ َ َ‫ثٌم‬َٚ
َ َِ َٚ ،‫عج ُء‬
Mengenai sistem pemerintahan, jelas sekali bahwa struktur negara di
dalam Islam terdiri dari delapan bagian, yaitu: (1) Khalifah, sebagai kepala
negara, (2) Mu‟awin Tafwidl, -sebagai pembantu Khalifah yang berkuasa
penuh-, (3) Mu‟awin Tanfidz, -sebagai pembantu Khalifah dalam urusan
administrasi, (4) Amirul Jihad, (5) Wali (gubernur), (6) Qadla (pengadilan), (7)
Aparat Administrasi Negara, (8) Majlis Umat.

ُ ً‫ثٌغ ٍُّْط‬
Pemilihan kata pada kalimat di atas, yaitu kata ‫فز‬١ٍ‫ثٌخ‬: ‫ثٌّغضخٍف‬, ْ‫ج‬

ُْ َ‫ثألَ ْػظ‬, artinya menjadi pengganti, kekuasaan yang besar.297 Secara konteks
makna khalifah adalah orang yang mewakili dalam menjalankan pemerintahan,
kekuasaan, dan penerapan-penerapan hukum syari‟ah.298. Kata ‫ثٌخالفز‬: ‫ثإل َِجسر‬,

296
Personifikasi, ialah jenis majas yang melekat sifat-sifat insani kepada benda yang
tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa…H.17
297
Syawqi Dhoyif, Al-Mu‟jam Al-Wasith. (Mesir: Maktabah Al-Syuruq Al-Dawliyyah.
2011) H. 260
298
Hizbut Tahrir, Struktur Negara Khilafah (Pemerintahan dan Administrasi),
Penerjemah, Yahya A.R. Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia. 2006. H. 31

205
artinya imarah, kekuasaan, penguasa, pemerintah.299 Secara konteks makna
Khilafah atau Daulah Islam adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum
Muslim di dunia, untuk menerapkan syariat Islam dan mengemban dakwah
Islam ke seluruh dunia.300 Kata ‫ط‬٠ٛ‫ثٌضف‬
ِ ِ ‫ ُِ َؼ‬َٚ berasal dari kata - ُ‫ض‬ِّٛ َ‫ُف‬٠-‫ض‬
ُْ ٚ‫ج‬ َ َّٛ َ‫ف‬
‫ض‬َّٛ ‫ط ِف‬٠ٛ‫صَ ْف‬, ‫ض‬ِّٛ ‫ ثٌّف‬: ‫ض‬َّٛ ‫ش ثٌّف‬٠‫ص‬ٌٛ‫ث‬, ‫ز‬١‫ دالد أخٕذ‬ٝ‫ٌضٗ ف‬ٚ‫ّثً د‬٠ ٝ‫جع‬١‫ظَّف ع‬ِٛ
‫ق سصذضٗ ثٌمجةُ دجألػّجي‬ٛ‫ف‬ٚ ‫ش‬١‫سصذضٗ ألً ِٓ سصذضٗ ثٌغف‬ٚ artinya Menteri yang
berkuasa penuh, pegawai pemerintah yang berkuasa di negara asing,
kedudukannya lebih rendah dari kedudukan duta besar, kedudukan kekuasaan
di atas dalam pekerjaannya.301 Secara konteks makna Mu‟awin Tafwidl adalah
wazir yang ditunjuk Khalifah untuk bersama-sama mengemban tanggung

ِ ‫ ُِ َؼ‬َٚ berasal dari kata -‫ٔف َّز‬


jawab pemerintahan dan kekuasaan.302 Kata ‫ ِز‬١ْ ِ‫ ُْ ثٌض َّ ْٕف‬ٚ‫ج‬

‫ز‬١ِ‫صٕف‬-‫ُٕفِّ ُز‬٠ jadi, ‫ ِز‬١ْ ِ‫ ُْ ثٌض َّ ْٕف‬ٚ‫ج‬


ِ ‫ ُِ َؼ‬ٚ:
َ ُ‫ ثٌسى‬ٝ‫ف‬: ٗ‫ د‬ٟ‫ ٌّج لع‬ٍّٟ‫ثٌؼ‬
ُّ ‫ ثإلخشثء‬. ‫تز‬١ٌٙ‫ ث‬ٚ
‫َّز‬٠‫ز‬١‫ثٌضٕف‬: ‫ثِش٘ج‬ٚ‫أ‬ٚ ‫ٌز‬ٚ‫ٓ ثٌذ‬١ٔ‫ث‬ٛ‫ز ل‬١‫َ دضٕف‬ٛ‫ صم‬ٟ‫ثٌغٍطز ثٌض‬, artinya dalam
pemerintahan: pelaksana yang memutuskan suatu kebijakan. Lembaga
pelaksanaan: Kekuasaan eksekutif yang melaksanakan undang-undang
negara.303 Secara konteks makna Mu‟awin Tanfidz adalah wazir sebagai
pembantu Khalifah urusan adminstrasi, bukan tugas pemerintahan.
Implementasinya menyampaikan dan menunaikan kebijakan khalifah.304

ِ ‫ ُش‬١ْ ِِ َ‫أ‬َٚ artinya komando pasukan, dan kata ُ‫ْش‬١‫ثٌد‬


Kata ‫َج ِد‬ٙ‫ثٌد‬ َ ُ‫دَثةِ َشر‬
َ -‫َّ ِز‬١ِ‫ثٌسشْ د‬
artinya Departemen Peperangan.305 Kata ُ ‫َلَر‬ُٛ ٌ‫ث‬ٚ:
َ ‫ثٌٍّه‬. ‫ ثٌمشح‬ٚ, ‫ ثٌمشثدَز‬ٚ, ٚ
‫ثٌُّٕصشر‬, ُ‫ ثٌّسذَّز‬ٚ, artinya penguasa. Yang dekat, sanak saudara, keluarga,

299
Sholih Ali Sholih dan Sulaiman Ahmad, Al-Mu‟jam Al-Shopi Fi Al-Lughah Al-
„Arabiyyah. (Riyad: Fi Ghirah Muharram Al-Muharram. 1401). H. 153
300
Hizbut Tahrir, Struktur Negara Khilafah….H. 77
301
Syawqi Dhoyif, Al-Mu‟jam Al-Wasith……..H. 770
302
Hizbut Tahrir, Struktur Negara Khilafah….H. 90
303
Syawqi Dhoyif, Al-Mu‟jam Al-Wasith……..H. 978
304
Hizbut Tahrir, Struktur Negara Khilafah….H. 105
305
Hizbut Tahrir, Struktur Negara Khilafah….H. 139-140

206
penolong, yang dicintai306, secara konteks makna wali adalah gubernur. Kata
َ َ‫ثٌم‬ٚ:
‫عج ُء‬ َ ُ‫ثٌسى‬, ‫ ثألدثء‬ٚ, ٝ‫ ػًّ ثٌمجظ‬ٚ artinya hakim yang memutuskan hukum,
penegak hukum, dan pekerjaannya sebagai hakim.307 Secara konteks makna
Qadla adalah lembaga peradilan.308 Kata ‫ْ ٌَ ِز‬ٚ‫ر ثٌ َّذ‬
ُ ٌِ‫صج‬
َ َِ َٚ terdiri dari dua kata,
yaitu kata ‫ر‬
ُ ٌِ‫صج‬
َ َِ : ٖ‫صجفج‬ٚ ٌّٗ‫ عج‬artinya yang selamat, yang bersih, murni309, dan
kata ‫ْ ٌَ ِز‬ٚ‫ ثٌ َّذ‬artinya negara. Secara konteks maknanya Aparat Administrasi
Negara.310

:ِٓ ١ْ َ١ٌِ‫ٓ ثٌضج‬٠‫ثألِش‬


ِ ٟ‫َّ َّج ف‬١‫َلع‬ٚ ‫ش‬١‫ثٌٕظ‬
ِ ‫ًّج فم ْذ وجَْ ٔدجزًج ُِ ْٕمَ ِط َغ‬١ٍّ‫جد ِر ػ‬١‫أ َِّج ٔدج ُذ ٘ز ِٖ ثٌم‬

ِ ‫ْ ِػ ِٗ ِِ ْٓ زجٌ ٍز‬ُّٛ ْ‫ دِ ُّد‬ٟ


‫َّ ٍز‬٠‫فىش‬ َّ ِ‫ثٌشؼخ ثٌؼشد‬
َ ِ ٍََ‫َّزَ َٔم‬١ِ‫َّزَ ثإلعال‬٠‫ج َدرَ ثٌفىش‬١‫أ َِّج أز ُذُ٘ َّج فَئ ِ َّْ ثٌم‬
‫ش‬
،‫َّ ٍز‬٠‫ع ٍز فِ ْى ِش‬ٙٔ ‫ػصش‬
ِ ٌٝ‫ إ‬،‫ثٌذثِظ‬
ِ ًِْ ٙ‫ثٌد‬ ِ ‫َج ِخ‬٠‫ َد‬ٟ‫ُِ ْٕ َسطَّ ٍز صَضَ َخذَّػُ ف‬
َ َِ َ‫ظَال‬َٚ ،‫َّ ِز‬١ٍِِ‫ َّ ِز ثٌؼجة‬١‫شثٌؼصْ ذ‬١
‫ فَمَ ِذثٔذفَ َغ‬.َُ ٌ‫ دًَْ َػ َُّ ثٌؼج‬،‫ح‬
ِ ‫ثٌؼش‬
َ ٍٝ‫ؽ َش ّْ ِغ ِٗ ػ‬ ِ ‫ ْمض‬٠ ُْ ٌ ٞ‫ثإلعالَ َِ ثٌَّز‬
ُ ْٚ‫َصشْ دُ ُض‬ ِ ‫س‬ٕٛ‫د‬ ْ ‫َض‬٠
ُ‫َأل َأل‬
ِ
‫دال ِد‬ٚ ‫ثٌؼشثق‬ٚ
ِ ‫ط‬َ ‫جس‬ ِ َ‫ ف‬ٍٝ‫ْ ػ‬ٌَٛ َْٛ‫ثعض‬ٚ ،ُِ ٌَ‫ثإلعالَ ََ ٌٍ َؼج‬ِ ‫ث‬ٍِّٛ ‫ز‬َٚ ،‫َّ ِز‬١‫ ثٌىش ِر ثألسظ‬ٟ‫َْ ف‬ٍّٛ‫ثٌّغ‬
ِ ‫َّج‬١ِِ َْٛ‫ ُش ل‬١ْ ‫َّز َغ‬١ِِ ْٛ‫ح ل‬
‫س‬ ِ ُْٛ‫ِٓ ٘ ِز ِٖ ثٌ ُشؼ‬
ْ ‫خ‬ ْ
ٍ ‫وجٔش ٌىًِّ َش ْؼ‬ٚ .‫َج‬١ِ‫م‬٠ْ ‫ إ ْف ِش‬ِّٟ ٌِ‫ َش َّج‬ٚ ‫ِصْ َش‬ٚ َ‫ثٌشج‬
ِ
ٟ‫َ ف‬ٚ‫ثٌش‬ِ ‫َّ ِز‬١ِِ َْٛ‫ش ل‬١‫غ‬
َ ‫ط‬َ ‫فجس‬
ِ ٟ‫ط ف‬ ِ ْ‫َّز ثٌفُش‬١ِِ ٛ‫فىجٔش ل‬
ْ ،‫ج‬ِٙ‫ ُش ٌُغَجص‬١ْ ‫ٌُغَز َغ‬ٚ ،ٜ‫ح ثألُ ْخش‬ ِ ٛ‫ثٌشؼ‬
ْ
ُْ ُُٙ‫وجٔش ػجدثص‬ٚ ،‫َج‬١ِ‫م‬٠‫ إفش‬ٌٟ‫شّج‬
ِّ ٟ‫َّ ِز ثٌذشْ دَ ِش ف‬١ِٛ‫ش ل‬١‫غ‬ٚ
َ ،‫ِصش‬
َ ٟ‫َّ ِز ثٌمِ ْذ ِػ ف‬١ِٛ‫ش ل‬١‫غ‬ٚ
َ ،َ‫ثٌشج‬
ِ
ِ ٍ‫ دخ‬َّٝ‫ زض‬،ََ ‫ َّ ِز ثإلعال‬ِٙ َ‫ف‬ٚ ،ِّٟ ِِ ‫ش دجٌس ْى ُِ ثإلعال‬
‫ش‬ ْ ٍََّ‫إْ ث ْعضَظ‬ِ ‫ِج‬ٚ .ً‫ُ ُْ ُِ ْخضٍَِفَز‬ُٙٔ‫ج‬٠‫أد‬ٚ ُْ ٘‫ ِذ‬١ْ ٌ‫صُمج‬ٚ
‫ج َد ِر‬١‫ٌزٌهَ وجَْ ٔ ََدج ُذ ثٌم‬ٚ .ُ‫َّز‬١ِِ ‫ ثألُ َِّزُ ثإلعال‬َٟ ِ٘ ,ً‫ثز َذر‬ٚ
ِ ً‫َج أُ َِّز‬ٙ‫ ُؼ‬١ْ ِّ ‫ش َخ‬ْ ‫أصْ ذَ َس‬ٚ ،‫َج‬ٍُّٙ ‫ثإلعال ََ ُو‬
َ‫ٍَز‬١ْ ‫ع‬َٚ َّْ َ‫ َِ َغ أ‬،‫ ِْش‬١‫س ٔدجزًج ُِ ْٕمَ ِط َغ ثٌَّٕ ِظ‬ ِ ٛ‫ ِْش ٘ز ِٖ ثٌ ُشؼ‬ٙ‫ص‬
ِ ‫َّج‬١ِٛ‫ثٌم‬ٚ ‫ح‬ َ ٟ‫ َّ ِز ف‬١ِ‫َّ ِز ثإلعال‬٠‫ثٌف ْى ِش‬
.ُُ ٍََ‫ثٌم‬ٚ ْ‫ثٌٍغج‬
ُ ِ َ‫ٍز‬١‫ع‬ٚٚ ،ًُ َّ ‫ثٌد‬ٚ
‫ٔشش٘ج‬ َ ُ‫ ثٌٕجلز‬ٟ٘ َ ‫َج‬ٍِّٙ‫ ز‬ٟ‫س ف‬ ِ َ‫ثصال‬ٛ ِ ُّ ٌ‫ث‬
Terjemahannya: Keberhasilan qiyâdah fikriyyah Islam secara nyata, adalah
bentuk keberhasilan yang tiada bandingannya, terutama dalam hal berikut
ini: pertama, bahwa qiyâdah fikriyyah Islam berhasil mengubah bangsa Arab
secara keseluruhan dari taraf pemikiran yang sangat rendah, dan dari
kegelapan yang selalu diliputi oleh fanatisme kesukuan dan alam

306
Syawqi Dhoyif, Al-Mu‟jam Al-Wasith……..H. 1101
307
Syawqi Dhoyif, Al-Mu‟jam Al-Wasith……..H. 770
308
Hizbut Tahrir, Struktur Negara Khilafah….H. 178
309
Syawqi Dhoyif, Al-Mu‟jam Al-Wasith……..H. 539
310
Hizbut Tahrir, Struktur Negara Khilafah….H. 212

207
kebodohan yang sangat, menjadi era kebangkitan berpikir yang
cemerlang, gemerlap dengan cahaya Islam, yang bahkan tidak hanya untuk
bangsa Arab saja tetapi seluruh dunia. Umat Islam telah memainkan peranan
penting dalam membawa Islam ke seluruh pelosok dunia, sehingga mampu
menguasai Persia, Iraq, Syam, Mesir, dan Afrika Utara. Pada waktu itu masing-
masing bangsa memiliki ras, etnik, dan suku-suku yang saling berlainan
dengan bangsa-bangsa lainnya. Juga dalam hal bahasa. Bangsa Persia,
misalnya, berbeda dengan bangsa Romawi di Syam, berbeda pula dengan
bangsa Qibthi di Mesir, berlinan pula dengan bangsa Barbar (orang-orang
Moor) yang ada di Afrika Utara. Demikian pula halnya dengan adat istiadat,
kebiasaan-kebiasaan, dan agamanya, masing-masing saling berlainan. Namun
tatkala mereka hidup di bawah naungan pemerintahan Islam, kemudian
memahami Islam, pada akhirnya mereka berduyun-duyun masuk Islam secara
keseluruhan. Jadilah mereka sebagai umat yang satu, yaitu umat Islam. Karena
itu, keberhasilan qiyâdah fikriyyah Islam dalam mempersatukan bangsa-
bangsa dan suku-suku yang ada, merupakan keberhasilan cemerlang dan
tiada duanya. Padahal waktu itu sarana transportasi dalam penyebarluasan
dakwah hanya menggunakan unta, sedangkan media penyebaran melalui lisan
dan pena.

Pemilihan kata pada kalimat penjelas di atas yaitu: kata ‫ذ‬


ُ ‫ ٔدج‬berasal dari
ُ ‫َ ْٕ َد‬٠-‫ ٔ ََد َر‬artinya “keberhasilan”.311 Kata ‫ش‬١‫ثٌٕظ‬
kata ‫ ٔ ََدجزًج‬ٚ ‫ٔ ََدسًج‬-‫ر‬ ِ ‫ُِ ْٕمَ ِط َغ‬
artinya tiada bandingannya,312 kata ‫َّ َّج‬١‫ َلع‬artinya lebih-lebih, terutama,

nyata.313 Kalimat ‫ َّ َّج‬١‫َلع‬ٚ ‫ش‬١‫ثٌٕظ‬


ِ ‫ًّج فم ْذ وجَْ ٔدجزًج ُِ ْٕمَ ِط َغ‬١ٍّ‫جد ِر ػ‬١‫أ َِّج ٔدج ُذ ٘ز ِٖ ثٌم‬
artinya “Keberhasilan qiyâdah fikriyyah Islam secara nyata, adalah bentuk
keberhasilan yang tiada bandingannya”, menggunakan gaya bahasa
hiperbola.314 Maksud kalimat tersebut menunjukkan, bahwa keberhasilan
kepemimpinan ideologis Islam yang memperjuangkan tegaknya sistem
Dawlah Khilafah Islamiyyah merupakan asas berfikir manusia yang tidak bisa
disamakan dan dicapai oleh kepemimpinan ideologis kapitalisme, sistem
311
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 1387
312
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 1847
313
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 1106
314
Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-
lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu
pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Gaya bahasa
ini melibatkan kata-kata, frase, atau kalimat. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya
Bahasa….H. 55

208
َ ْٕ ُِ berasal dari kata ٌّ ‫ ُِ ْٕ َسػ‬ٚ ‫ َزطًّج‬-ُّ‫َ َسػ‬٠-َّ‫زػ‬
demokrasi, dan komunisme. Kata ‫سطَّ ٍز‬

artinya “yang rendah”,315 kata ُ‫خذَّػ‬


َ َ‫ صَض‬berasal dari kata ُ‫ضخَ ذَّػ‬٠-َ‫ صخذَّػ‬artinya
“bertindak tanpa dengan petunjuk, kegelapan”,316 kata ‫ َّ ِز‬١‫ ثٌؼصْ ذ‬berasal dari

َ ‫ صَ َؼص‬artinya “fanatik”,317 kata َِ َ‫ظَال‬َٚ berasal dari kata


kata ‫َّز‬١‫ػصذ‬- ُ‫َ َؼصَّخ‬١َ‫ص‬-‫َّخ‬

‫ظٍ ًّج‬-ٍُ‫ظ‬٠-ٍُ‫ ظ‬artinya “kegelapan”,318 kata ‫ثٌذثِظ‬


ِ berasal dari kata -‫ذِظ‬٠-‫دِظ‬

‫دثِظ‬ٚ ‫عًج‬ِٛ‫د‬ٚ ‫ دِغًج‬artinya “sangat hitam, gelap gulita”.319 Jadi, kalimat َّْ ِ ‫فَئ‬
‫َّ ٍز ُِ ْٕ َسطَّ ٍز‬٠‫فىش‬
ِ ‫ْ ِػ ِٗ ِِ ْٓ زجٌ ٍز‬ُّٛ ْ‫ دِ ُّد‬ٟ
َّ ِ‫ثٌشؼخ ثٌؼشد‬
َ ِ ٍََ‫َّزَ َٔم‬١ِ‫َّزَ ثإلعال‬٠‫ج َدرَ ثٌفىش‬١‫صَضَ َخذَّػُ ثٌم‬
‫ش‬
‫ثٌذثِظ‬
ِ َ َِ َ‫ظَال‬َٚ ،‫َّ ِز‬١ٍِِ‫َّ ِز ثٌؼجة‬١‫شثٌؼصْ ذ‬١
ًِْ ٙ‫ثٌد‬ ِ ‫جخ‬
ِ َ٠‫ َد‬ٟ‫ ف‬artinya “bahwa qiyâdah fikriyyah
Islam berhasil mengubah bangsa Arab secara keseluruhan dari taraf pemikiran
yang sangat rendah, dan dari kegelapan yang selalu diliputi oleh fanatisme
kesukuan dan alam kebodohan yang sangat”, menggunakan gaya bahasa
hiperbola.320 Maksud kalimat tersebut menunjukkan, bahwa keberhasilan
kepemimpinan ideologis Islam dapat merubah pemikiran bangsa Arab yang
selalu fanatik terhadap kasta kesukuan, moral prilakunya tidak baik dan
ُ ْٚ‫ دُ ُض‬berasal dari kata
menyalahi rasa kemanusiaan. Kata ‫ؽ‬ ‫دضؽ‬-‫ذضؽ‬٠-‫دضؽ‬
‫ ًغج‬ٚ‫دض‬ٚ artinya “terbit”.321 Jadi, kalimat َِ َ‫ثإلعال‬ ِ ‫س‬ٕٛ‫د‬ ْ ‫َض‬٠ ،‫َّ ٍز‬٠‫ع ٍز فِ ْىش‬ٙٔ ‫ػصش‬
ُ‫َأل َأل‬
ِ ِ ِ
َُ ٌ‫ دًَْ َػ َُّ ثٌؼج‬،‫ح‬
ِ ‫ثٌؼش‬
َ ِ ‫ ْمض‬٠ ُْ ٌ ٞ‫ ثٌَّز‬artinya “era kebangkitan
ُ ْٚ‫َصشْ دُ ُض‬
ٍٝ‫ؽ َش ّْ ِغ ِٗ ػ‬
berpikir yang cemerlang, gemerlap dengan cahaya Islam”, menggunakan

315
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 275
316
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 320
317
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 935
318
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 882
319
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 420
320
Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-
lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu
pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Gaya bahasa
ini melibatkan kata-kata, frase, atau kalimat. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya
Bahasa….H. 55
321
Lihat Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia……H. 81

209
gaya bahasa hiperbola.322 Maksud kalimat tersebut menunjukkan, bahwa
keberhasilan kepemimpinan ideologis Islam dapat merubah pemikiran bangsa
Arab yang moral prilakunya tidak baik, menjadi bangsa yang beradab, bangkit
dan maju dengan syariat Islam. Kemudian penjelasannya ditutup dengan
kalimat ‫س‬
ِ ‫َّج‬١ِٛ‫ثٌم‬ٚ ‫ح‬ َ ٟ‫َّ ِز ف‬١ِ‫َّ ِز ثإلعال‬٠‫ج َد ِر ثٌف ْى ِش‬١‫ٌزٌهَ وجَْ ٔ ََدج ُذ ثٌم‬ٚ
ِ ٛ‫ ِْش ٘ز ِٖ ثٌ ُشؼ‬ٙ‫ص‬
‫ْش‬١‫ ٔدجزًج ُِ ْٕمَ ِط َغ ثٌَّٕ ِظ‬artinya “Karena itu, keberhasilan qiyâdah fikriyyah Islam
dalam mempersatukan bangsa-bangsa dan suku-suku yang ada,
merupakan keberhasilan cemerlang dan tiada duanya”. Kalimat tersebut
menggunakan gaya bahasa hiperbola.323 Maksud kalimat tersebut
menunjukkan, bahwa kepemimpinan ideologis Islam yang memperjuangkan
tegaknya sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah satu-satunya yang dapat
mempersatukan bangsa-bangsa dan suku-suku yang ada di seluruh dunia.

ْ ٍََّ‫َّزَ ظ‬١ِ‫أْ ثألُ َِّزَ ثإلعال‬


‫ أ َِّ ٍز‬ٍٝ‫ش أػ‬ َّ ٛٙ‫ف‬
َ ،‫جد ِر‬١‫ٔدجذ ٘ ِز ِٖ ثٌم‬ِ ٍٝ‫َ ُذيُّ ػ‬٠ ٞ‫ ثٌَّز‬ٟٔ‫أ َِّج ثأل ِْ ُش ثٌثج‬
ٌُ‫ثٌؼج‬
ِ ِ ٍََّ‫ظ‬ٚ ،ً ‫ ِػ ٍْ َّج‬َٚ ً‫ثَمجفَز‬ٚ ً‫َّز‬١ٔ‫ِذ‬ٚ ً‫ثٌؼجٌُ زعجسر‬
ٟ‫ْ ِي ف‬ٚ‫َّزُ أَػظَ َُ ثٌ َّذ‬١ِِ ‫ْ ٌزُ ثإلعال‬ٚ‫ش ثٌ َّذ‬ ِ ٟ‫ف‬
‫ثٌثجِٓ ػش َش‬
ِ ِْ ‫ف ثٌمش‬ َ ‫ ُِ ْٕض‬َّٝ‫ِّ زض‬ٞ‫الد‬١ٌّ‫ َِٓ ثٌمَشْ ِْ ثٌ َغجدِ ِغ ث‬:ً‫ ػشش لَشْ َٔج‬ٟٕ‫أَ ْلذ ََسَ٘ج ُِ َّذرَ ْث‬ٚ
ِ ‫َص‬
‫ثٌشّظ‬ٚ
َ ،‫َج‬١ْٔ ‫زْ َذَ٘ج صَ ْ٘ َشرَ ثٌ ُذ‬ٚ ‫وجٔش‬ٚ
ْ ، ِّٞ‫الد‬١ٌّ‫ػشش ث‬َ ِٓ ِِ ‫ف ثٌمَشْ ِْ ثٌثج‬ ِ ‫َص‬َ ‫ ُِ ْٕض‬ّٝ‫ِّ زض‬ٞ‫الد‬١ٌّ‫ث‬
َ َٛ َ‫َٓ ثألُ َِ ُِ غ‬١‫ثٌّ ْش ِشلَزَ د‬
.‫ثي ٘ ِز ِٖ ثٌّ َّذ ِر‬

Terjemahannya: Kedua, hal lain yang menunjukkan keberhasilan qiyâdah


fikriyyah Islam adalah bahwa umat Islam telah menjadi umat yang
terkemuka di dunia dalam bidang ẖaḏârah (peradaban), tsaqofah dan

322
Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-
lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu
pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Gaya bahasa
ini melibatkan kata-kata, frase, atau kalimat. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya
Bahasa….H. 55
323
Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-
lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu
pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Gaya bahasa
ini melibatkan kata-kata, frase, atau kalimat. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya
Bahasa….H. 55

210
ilmu pengetahuan. Daulah Islâm telah menjadi negara terbesar dan
terkuat di dunia selama 12 abad, yaitu dari abad ke-7 sampai pertengahan
abad ke-18 M. Daulah Islâm merupakan kebanggaan dunia, seperti
matahari yang memancarkan sinarnya sebagai penerang bagi umat lain di
sepanjang kurun tersebut.

Pemilihan kata pada kalimat penjelas di atas yaitu: kata ٍٝ‫ أػ‬artinya yang

maksimal, tertinggi, terkemuka,324 kata ً ‫ زعجسر‬artinya peradaban,325 kata ً ‫َّز‬١ٔ‫ِذ‬

artinya peradaban,326 kata ً ‫ ثَمجفَز‬artinya kebudayaan, pendidikan,327 kata َُ َ‫أَػظ‬

َ ‫ أَ ْلذ‬artinya lebih kuasa/mampu,


artinya lebih besar, lebih agung,328 kata ‫َسَ٘ج‬
ْ ٍََّ‫َّزَ ظ‬١ِ‫أْ ثألُ َِّزَ ثإلعال‬
lebih kapabel, terkuat.329 Adapun kalimatnya yaitu ٍٝ‫ش أػ‬ َّ
ِ ٍََّ‫ظ‬ٚ ،ً ‫ ِػ ٍْ َّج‬َٚ ً‫ثَمجفَز‬ٚ ً‫َّز‬١ٔ‫ِذ‬ٚ ً‫ثٌؼجٌُ زعجسر‬
ٟ‫ْ ِي ف‬ٚ‫َّزُ أَػظَ َُ ثٌ َّذ‬١ِِ ‫ْ ٌزُ ثإلعال‬ٚ‫ش ثٌ َّذ‬ ِ ٟ‫أ َِّ ٍز ف‬
ً ‫ ػشش لَشْ َٔج‬ٟٕ‫أَ ْلذ ََسَ٘ج ُِ َّذرَ ْث‬ٚ ٌُ‫ثٌؼج‬
ِ artinya “bahwa umat Islam telah menjadi
umat yang terkemuka di dunia dalam bidang ẖaḏârah (peradaban),
tsaqofah dan ilmu pengetahuan. Daulah Islâm telah menjadi negara
terbesar dan terkuat di dunia selama 12 abad”, menggunakan gaya bahasa
hiperbola.330 Maksud kalimat tersebut menunjukkan, bahwa keberhasilan
kepemimpinan ideologis Islam melalui sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah
mampu menjadikan umat Islam sebagai umat yang maju dalam bidang
peradaban, kebudayaan, Pendidikan, dan ilmu pengetahuan, serta Dawlah
Khilafah Islamiyyah menjadi negara kuat yang menguasai seluruh dunia

324
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 162
325
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 775
326
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 1674
327
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 631
328
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 161
329
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 184
330
Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-
lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu
pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Gaya bahasa
ini melibatkan kata-kata, frase, atau kalimat. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya
Bahasa….H. 55

211
ْ َ‫ ص‬artinya kembang, bunga,331 secara makna
internasional. Pemilihan kata َ‫٘ َشر‬
ْ
konteks menunjukkan makna “kebanggaan”. Kalimatnya yaitu ‫زْ َذَ٘ج‬ٚ ‫وجٔش‬ٚ

َ َٛ َ‫َٓ ثألُ َِ ُِ غ‬١‫ثٌشّظ ثٌّ ْش ِشلَزَ د‬ٚ


‫ثي ٘ ِز ِٖ ثٌّ َّذ ِر‬ َ ،‫َج‬١ْٔ ‫ صَ ْ٘ َشرَ ثٌ ُذ‬artinya “Daulah Islâm
merupakan kebanggaan dunia, seperti matahari yang memancarkan
sinarnya sebagai penerang bagi umat lain di sepanjang kurun tersebut”,
menggunakan gaya bahasa hiperbola.332 Maksud kalimat tersebut
menunjukkan, bahwa Dawlah Khilafah Islamiyyah merupakan negara yang
didambakan dunia internasional, karena sebagai negara maju yang mampu
mensejahterakan dan membangkitkan dunia internasional.

B. Analisis kognisi sosial dan konteks wacana fundamentalisme


diproduksi dalam Kitab Nizhâm Al-Islâm
a. Analisis kognisi sosial
Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur teks,
tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi. Van Djik menawarkan suatu
analisis yang disebut sebagai kognisi sosial. Dalam kerangka analisis wacana
van Djik, perlu ada penelitian mengenai kognisi sosial: kesadaran mental
penulis yang membentuk teks tersebut. Misalnya analisis wacana
fundamentalisme dalam teks keagamaan niẕâm al-Islâm. Selain analisis teks,
perlu dilakukan penelitian atas kesadaran mental penulis teks dalam
memandang bentuk pemikiran fundamentalisme. Bagaimana kepercayaan,
pengetahuan, dan prasangka penulis terhadap bentuk-bentuk produk pemikiran
dari barat, serta keyakinan kesatuan agama dan negara, di mana agama dalam
konteks penelitian ini yaitu agama Islam dan syariat Islam harus mengatur

331
Lihat Kamus Kerapyak Al-„Ashri Arab-Indonesia….H. 1024
332
Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-
lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu
pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Gaya bahasa
ini melibatkan kata-kata, frase, atau kalimat. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya
Bahasa….H. 55

212
negara, terutama dalam bidang politik Islam. Kognisi sosial ini penting dan
menjadi kerangka yang tidak terpisahkan untuk memahami teks.
Kognisi sosial, menurut van Djik, adalah representasi sosial yang menjadi
pengikat atau menyatukan suatu kelompok sosial dalam bentuk pengetahuan,
sikap, nilai, norma atau ideologi. Representasi sosial ini memengaruhi
konstruksi model representasi pribadi. Jadi model merupakan persinggungan
antara individu dan masyarakat yang kelihatan. Model mental selebritas atau
tokoh masyarakat juga akan memengaruhi pandangan masyarakat. Maka studi
wacana kritis perlu menghubungkan wacana dengan representasi yang secara
sosial mendasari suatu masyarakat karena representasi ini (ideologi, nilai) akan
menjadi sikap dan sumber daya pembicaraan anggota kelompok tentang
kelompok-kelompok lain. Memuji kelompok sendiri dan menghina yang bukan
bagian kelompok merupakan strategi psikososial khas dalam mendefinisikan
jenis wacana ideologis. Hal ini sangat jelas dalam teks keagamaan nizhâmul
Islâm333 terkait judul “Kepemimpinan Ideologis dalam Islam”.
Taqiyuddin an-Nabhani meninggalkan banyak buku-buku penting, yang
dianggap sebagai peninggalan intelektual yang luar biasa dan tak ternilai
harganya. Karya-karya beliau ini menunjukkan bahwa beliau merupakan sosok
pribadi yang pikiran dan sensitivitasnya di atas rata-rata dan tiada duanya.
Beliaulah yang menulis setiap pemikiran dan konsep Hizbut Tahrir, baik yang
terkait hukum-hukum syara‟ maupun yang terkait masalah-masalah pemikiran,
politik, ekonomi dan sosial. 334 Dan inilah yang mendorong sebagian peneliti
untuk mengatakan bahwa Hizbut Tahrir itu adalah Taqiyuddin an-Nabhani.
Karya-karya Taqiyuddin an-Nabhani kebanyak berupa buku-buku yang
sifatnya pembentukan teori (tanzhiriyah) dan pembuatan rencana
(tanzhimiyah), atau buku-buku yang isinya dimaksudkan sebagai seruan untuk

333
Nizhâmul Islâm adalah buku yang digunakan oleh Hizbut Tahrir bagi kelompok
lanjutan. lihat Ainur Rofiq al-Amin, Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir di Indonesia
h. 39
334
Lihat Muhsin Rodhin, Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam Mendirikan Negara
Khilafah Islamiyyah……H. 67-68

213
melanjutkan kembali kehidupan yang islami (sesuai syariat Islam), dengan
terlebih dahulu menegakkan Daulah Islamiyah (Negara Islam). Salah satu
Karya-karya Asy-Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani yang paling terkenal dan
menonjol, yang berisiskan pemikiran-pemikiran dan ijtihad-ijtihad, yaitu kitab
niẕâm al-Islâm.335
Dalam teks keagamaan nizhâmul Islâm terkait judul “Kepemimpinan
Ideologis dalam Islam”, penulis teks menampilkan tema pertama tentang
ketidaklayakan ikatan nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan kerohanian
dijadikan asas berfikir dan pengikat antar manusia dalam kehidupannya, untuk
meraih kebangkitan dan kemajuan. Kemudian, pada tema kedua dijelaskan
kepemimpinan ideologis Islam yang memperjuangkan tegaknya sistem Dawlah
Khilafah Islamiyyah sebagai dasar pemikiran yang layak, benar, dan akan
berhasil (dalam mengatur kehidupan manusia) bagi manusia. Sedangkan
kepemimpinan ideologis komunisme dan kapitalisme termasuk sistem
demokrasi adalah bathil. Teks keagamaan nizhâm al-Islâm yang digunakan dan
dipelajari oleh kelompok keagamaan Hizbut Tahrir Indonesia berpandangan
negatif terhadap Ikatan nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan kerohanian,
serta terhadap kepemimpinan ideologis komunisme dan kapitalisme termasuk
sistem demokrasi. Sebaliknya, penulis dan kelompok keagamaan Hizbut Tahrir
Indonesia berpandangan positif terhadap penjelasan kepemimpinan ideologis
Islam yang memperjuangkan tegaknya sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah.
Dalam teks terkait judul “Kepemimpinan Ideologis dalam Islam”, ikatan
nasionalisme dan kesukuan tumbuh tatkala pola fikir manusia mulai merosot
dan sempit. Jadi, ikatan nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan kerohanian
merupakan ikatan yang dijadikan pengikat antar manusia jelas rusaknya.
Karena ikatan nasionalisme mutu ikatannya rendah, bersifat emosional, bersifat
temporal. Rusaknya ikatan kesukuan disebabkan berlandaskan keturunan,
bersifat emosional, dan tidak manusiawi. Begitu juga ikatan kemaslahatan yang
temporal sifatnya dan ikatan kerohanian yang tidak memiliki peraturan,
335
Lihat Muhsin Rodhin, Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam Mendirikan Negara
Khilafah Islamiyyah……H. 68-69

214
aktifitasnya hanya terlihat dari kegiatan spiritual saja. Pandangan negatif
penulis teks terhadap kepemimpinan ideologis komunisme dan kapitalisme
termasuk sistem demokrasi terdeteksi dalam ungkapannya, bahwa
kepemimpinan ideologis komunisme dan kapitalisme termasuk sistem
demokrasi adalah rusak. Alasan rusaknya kepemimpinan ideologis komunisme
disebabkan pandangan bahwa alam semesta, manusia, dan hidup adalah materi.
Materi adalah asal dari segala sesuatu. Sedangkan kerusakan kepemimpinan
ideologis kapitalisme termasuk sistem demokrasi dilatarbelakangi pada saat
kaisar dan raja-raja di Eropa dan Rusia menjadikan agama sebagai alat untuk
memeras, menganiaya dan menghisap darah rakyat. Sebagian mereka
mengingkari adanya agama secara mutlak. Sedangkan yang lainnya mengakui
adanya agama, tetapi menyerukan agar dipisahkan dari kehidupan dunia.
Sampai akhirnya menghasilkan usaha pemisah antara agama dengan negara
(sekuler). Jadi alasan rusaknya kepemimpinan ideologis Komunisme dan
Kapitalisme termasuk sistem demokrasi, karena tidak berlandaskan fitrah
manusia, yaitu naluri beragama dan tidak melalui proses berfikir melalui akal
manusia. Akan tetapi sebaliknya, penulis teks ketika menampilkan
kepemimpinan ideologis Islam digambarkan secara positif yang berlandaskan
fitrah manusia, yaitu naluri beragama dan melalui proses berfikir melalui akal
manusia. Sehingga kepemimpinan ideologis Islam dapat menyatukan negara-
negara bangsa, kemudian tercipta kebangkitan umat untuk melanjutkan
kembali kehidupan Islam dengan menerapkan syariat Islam secara sempurna di
bawah sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah. Fakta tersebut juga dipertegas
dengan wacana skema isi teks yang menampilkan bentuk sistem
pemerintahannya.
Representasi seperti itu menunjukkan bahwa studi wacana kritis van Dijk
tertarik pada makna wacana dalam kaitannya dengan kekuasaan, dominasi dan
reproduksi yang khas yang selalu melibatkan kolektivitas sebagai kelompok,
gerakan sosial, organisasi atau institusi.336 Jadi teks keagamaan nizhâmul Islâm
336
Haryatmoko, Critical Discourse Anlyisis (Analisis Wacana Kritis) Landasan Teori,
Metodologi dan Penerapan. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2017). H. 104

215
yang digunakan dan dipelajari oleh kelompok keagamaan Hizbut Tahrir
Indonesia mempresentasikan kewajiban mengemban kepemimpinan ideologis
Islam melalui penegakkan sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah yang bertujuan
melaksanakan syariat Islam secara sempurna, serta mengharamkan penerapan
ikatan nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan kerohanian, serta ideologi
Kapitalisme termasuk di dalamnya sistem demokrasi, Sosialisme termasuk
Komunisme. Alasan mengharamkan penerapan ikatan nasionalisme, kesukuan,
kemaslahatan, dan kerohanian, serta ideologi Kapitalisme termasuk di
dalamnya sistem demokrasi, karena dapat mengganggu tegaknya sistem
Dawlah Khilafah Islamiyyah.337
Hal di atas juga dapat dilihat dalam kalimat teks, “seandainya seluruh
manusia itu muslim, sedangkan pemikiran-pemikiran yang dibawanya adalah
kapitalisme-demokrasi, perasaan-perasaan yang dimilikinya spritualisme (yang
tidak memiliki peraturan) atau nasionalisme; peraturan yang diterapkan adalah
kapitalisme-demokrasi, maka masyarakatnya menjadi masyarakat yang tidak
Islami sekalipun mayoritas penduduknya adalah orang-orang Islam”.338
Pernyataan tersebut mengindikasikan, bahwa Hizbut Tahrir Indonesia tidak
setuju dengan sistem pemerintahan NKRI yang menggunakan sistem
demokrasi serta mayoritas penduduknya Muslim berlandaskan Pancasila, UUD
1945, dan ber-Bhineka Tunggal Ika.
Beberapa pilihan kata yang dapat menggambarkan secara konkret kognisi
sosial penulis teks niẕâm al-Islâm
Pilihan Kata Terjemahan Makna yang
ditimbulkan
َ‫ ثإلعال‬ٟ‫ز ف‬٠‫جدر ثٌفىش‬١‫ثٌم‬ Kepemimpinan ideologis Kepemimpinan
dalam Islam berfikir Islam dalam
memperjuangkan

337
Lihat Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia……H. 73-77. Lihat juga Ad-Daulah
al-Islamiyah, hlm. 237-243.
338
Taqiyyudin An-Nabhani, Niẕâm al-Islâm (Hizbut Tahrir. 1953). H. 37

216
tegaknya sistem
Dawlah Khilah
Islamiyyah

‫ثٔسػّ ثٌفىش‬ Tatkala pola pikir Memberikan makna


manusia mulai merosot negatif terhadap latar
belakang tumbuhnya
ikatan nasionalisme
‫سثدطز ِٕخفعز‬ Ikatan yang rendah Memberikan makna
negatif terhadap
kualitas ikatan
nasionalisme,
kesukuan, kerohanian,
dan kemaslahatan.
‫ثدػ‬ٚ‫أل ًّ ثٌش‬ Ikatan paling lemah Memberikan makna
negatif terhadap
kualitas ikatan
nasionalisme,
kesukuan, kerohanian,
dan kemaslahatan.
‫ش‬١‫ثٌط‬ٚ ْ‫ث‬ٛ١‫ ثٌس‬ٟ‫در ف‬ٛ‫خ‬ِٛ Tampak dalam dunia Memberikan makna
binatang dan burung- negatif terhadap
burung kualitas ikatan
nasionalisme, yaitu
menyamakan cara
berfikir manusia
dengan binatang dan
burung-burung
‫ّمج‬١‫ْ ثٌفىش ظ‬ٛ‫ى‬٠ Pemikiran mulai sempit Memberikan makna
negatif terhadap latar

217
belakang tumbuhnya
ikatan kesukuan
‫ّز‬١‫سثدطز ػجغف‬ Ikatan yang emosional Memberikan makna
negatif terhadap
kualitas ikatan
nasionalisme,
kesukuan, kerohanian,
dan kemaslahatan
‫سثدطز ِؤلضز‬ Ikatan yang temporal Memberikan makna
sifatnya negatif terhadap
kualitas ikatan
nasionalisme,
kesukuan, kerohanian,
dan kemaslahatan
‫ّز‬١ٍ‫سثدطز لذ‬ Ikatan berlandaskan Memberikan makna
keturunan negatif terhadap
kualitas ikatan
kesukuan
‫ّز‬١ٔ‫ش إٔغج‬١‫سثدطز غ‬ Ikatan yang tidak Memberikan makna
manusiawi negatif terhadap
kualitas ikatan
kesukuan
‫سثدطز فجعذر‬ Ikatan yang rusak Memberikan makna
negatif terhadap
kualitas ikatan
nasionalisme,
kesukuan, kerohanian,
dan kemaslahatan
َ‫ج ٔظج‬ٌٙ ‫ظ‬١ٌ Tidak memiliki suatu Memberikan makna
peraturan negatif terhadap

218
kualitas ikatan
kerohanian
‫ر‬١‫ثٌّذذأ ثٌصس‬ Ideologi yang benar Memberikan makna
positif terhadap
kepemimpian
ideologis Islam yang
memperjuangkan
tegaknya sistem
Dawlah Khilafah
Islamiyyah
ً‫ِذذأ دجغ‬ Ideologi yang salah Memberikan makna
negatif terhadap
kepemimpinan
ideologis kapitalisme
termasuk demokrasi
dan
komunisme/sosialisme
‫جر‬١‫ٓ ػٓ ثٌس‬٠‫فصً ثٌذ‬ Pemisah agama dari Memberikan makna
kehidupan (sekuler) negatif terhadap
kepemimpinan
ideologis kapitalisme
termasuk demokrasi
‫ح‬ٛ‫ٍز إلعغالي ثٌشؼ‬١‫ع‬ٚ Alat untuk memeras Memberikan makna
negatif terhadap
kepemimpinan
ideologis
sosialisme/komunisme
‫ج‬ٍّٙ‫ظ‬ٚ Menganiaya Memberikan makna
negatif terhadap
kepemimpinan

219
ideologis
sosialisme/komunisme
‫ج‬ٙ‫ِصّ دِجة‬ٚ menghisap darah rakyat Memberikan makna
negatif terhadap
kepemimpinan
ideologis
sosialisme/komunisme
ً‫ثٌؼم‬ٚ ْ‫ِخجٌفز ٌفطشر ثإلٔغج‬ Bertentangan dengan Memberikan makna
fitrah manusia dan akal negatif terhadap
kepemimpinan
ideologis
kapitalisme/demokrasi
dan
sosialisme/komunisme
‫ّز‬١‫دجد‬٠‫إ‬ Positif Memberikan makna
positif terhadap
kepemimpinan
ideologis Islam yang
memperjuangkan
tegaknya sistem
Dawlah Khilafah
Islamiyyah
‫وّجي ِطٍك‬ Kesempurnaan mutlak Memberikan makna
positif terhadap
kepemimpinan
ideologis Islam yang
memperjuangkan
tegaknya sistem
Dawlah Khilafah
Islamiyyah

220
ْ‫صضّفك ِغ فطشر ثإلٔغج‬ Sesuai dengan fitrah Memberikan makna

ً‫ثٌؼم‬ٚ manusia dan akal positif terhadap


kepemimpinan
ideologis Islam yang
memperjuangkan
tegaknya sistem
Dawlah Khilafah
Islamiyyah
‫سز‬١‫ّز ثٌصس‬٠‫جدر ثٌفىش‬١‫ثٌم‬ Kepemimpinan ideologis Memberikan makna
yang benar positif terhadap
kepemimpinan
ideologis Islam yang
memperjuangkan
tegaknya sistem
Dawlah Khilafah
Islamiyyah
‫ّز فجعذر‬٠‫جدثس فىش‬١‫ل‬ Kepemimpinan ideologis Memberikan makna
lainnya rusak positif terhadap
kepemimpinan
ideologis
kapitalisme/demokrasi
dan
sosialisme/komunisme
‫ّز‬١ِ‫ٌز ثإلعال‬ٚ‫ثٌذ‬ Negara Islam Sistem Dawlah
Khilafah Islamiyyah
‫فز‬١ٍ‫ثٌخ‬ Kepala negara Pemimpin Sistem
Dawlah Khilafah
Islamiyyah
‫ط‬٠ٛ‫ْ ثٌضف‬ٚ‫ِؼج‬ Pembantu khalifah yang Pembantu khalifah
berkuasa penuh dalam Sistem Dawlah

221
Khilafah Islamiyyah
‫ز‬١‫ْ ثٌضٕف‬ٚ‫ِؼج‬ Pembantu khalifah Pembantu khalifah
urusan adminstrasi dalam Sistem Dawlah
Khilafah Islamiyyah
‫جد‬ٙ‫ش ثٌد‬١ِ‫أ‬ Pasukan perang Departemen
peperrangan dalam
Sistem Dawlah
Khilafah Islamiyyah
‫َلر‬ٌٛ‫ث‬ Gubernur Pemimpin provinsi
dalam Sistem Dawlah
Khilafah Islamiyyah
‫ثٌمعجء‬ Hakim Depatemen
Kehakiman dalam
Sistem Dawlah
Khilafah Islamiyyah
‫ٌز‬ٚ‫ِصجٌر ثٌذ‬ Aparat Admintrasi Aparat Admintrasi
Negara Negara dalam Sistem
Dawlah Khilafah
Islamiyyah
‫ِدٍظ ثأل ِّز‬ Dewan Perwakilan Dewan Perwakilan
Rakyat Rakyat dalam Sistem
Dawlah Khilafah
Islamiyyah
‫ّز‬٠‫جدر ثٌفىش‬١‫ٔدجذ ثٌم‬ Keberhasilan Memberikan makna

‫ّز‬١ِ‫ثإلعال‬ kepemimpinan ideologis positif terhadap


Islam kepemimpinan
ideologis Islam yang
memperjuangkan
tegaknya sistem
Dawlah Khilafah

222
Islamiyyah

b. Analisis Sosial
Dimensi ketiga dari analisis van Dijk adalah analisis sosial. Wacana
adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga
untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti
bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam
masyarakat. Misalnya dalam riset ini ingin melakukan penelitian mengenai
bagaimana konteks sosial wacana fundamentalisme dalam kitab niẕâm al-
Islâm. Dalam kerangka model van Dijk, kita perlu melakukan penelitian
bagaimana bentuk wacana fundamentalisme diproduksi dalam kelompok
keagamaan HTI. Penelitian dilakukan dengan menganalisis bagaimana
kelompok keagamaan HTI melakukan produksi dan reproduksi atas wacana
pemikiran fundamentalisme, lewat buku-buku, majalah, selebaran, dan
sebagainya yang diterbitkan dan dikonsumsi oleh kelompok keagamaan HTI.
Titik penting dari analisis ini adalah untuk menunjukkan bagaimana makna
yang dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi lewat praktik diskursus
dan legitimasi. Menurut van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat ini, ada
dua poin yang penting: kekuasaan (power), dan akses (acces), serta struktur
sosial yang melatarbelakangi terbentuknya teks.
Van Dijk mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang
dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk
mengontrol kelompok (atau anggota) dari kelompok lain. Praktik kekuasaan
bisa dilihat menggunakan analisis ideologi. Mengapa analisis ideologi berperan
penting di dalam studi wacana kritis. Pertama, bahasa telah membekukan
ideologi sehingga bahasa sudah penuh kepentingan dan menjadi instrumen
kekuasaan. Maka ideologi mengungkap dan mereproduksi wacana. Kedua,
dominasi, penyalahgunaan kekuasaan, dan diskriminasi selalu dilegitimasi oleh
ideologi. Biasanya ideologi memiliki skema yang terdiri dari lima unsur: (i)
keanggotaan (siapa menjadi bagian kita?); (ii) tindakan khas (apa yang kita

223
lakukan?); (iii) tujuan (mengapa kita melakukan itu?); (iv) hubungan dengan
kelompok lain; (v) sumber daya, termasuk akses ke wacana publik. Unsur-
unsur ini membantu membuat ideologi menjadi lebih kongkrit dalam wacana.
“Kita” adalah penulis teks keagamaan Nizhâmul Islâm dan kelompok
keagamaan Hizbut Tahrir, Sedangkan “mereka” adalah kelompok masyarakat
yang menerapkan ikatan nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan
kerohanian, serta ideologi Kapitalisme termasuk di dalamnya sistem
demokrasi, Sosialisme termasuk Komunisme
Tindakan khas yang dilakukan penulis teks dan kelompok keagamaan
Hizbut Tahrir adalah membuat pembentukan wacana negatif terhadap Ikatan
nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan kerohanian, serta terhadap
kepemimpinan ideologis komunisme dan kapitalisme termasuk sistem
demokrasi. Serta memprotes secara keras kebijakan-kebijakan pemerintahan
yang sedang berkuasa di dunia Islam, khususnya di Indonesia. Sebaliknya
membuat wacana positif terhadap penjelasan kepemimpinan ideologis Islam
yang memperjuangkan tegaknya sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah.
Puncaknya mewajibkan mengemban kepemimpinan ideologis Islam melalui
penegakkan sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah yang melaksanakan syariat
Islam secara sempurna, kemudian mengharamkan penerapan ikatan
nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan kerohanian, serta ideologi
Kapitalisme termasuk di dalamnya sistem demokrasi, Sosialisme termasuk
Komunisme
Tujuannya adalah:
a. Mengembalikan kehidupan yang islami.
b. Mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.
c. Membangun masyarakat di atas asas Islam.
Jadi, ini artinya bahwa Hizbut Tahrir bertujuan mengembalikan kaum
muslimin ke dalam kehidupan yang islami di dalam Darul Islam (Negara
Islam) dan masyarakat Islam. Dimana seluruh urusan kehidupan didalamnya
dijalankan sesuai dengan hukum-hukum syara‟ (Islam), dan pandangan hidup
(way of live) yang berlaku adalah halal haram, di bawah naungan Negara Islam,

224
yaitu Negara Khilafah. Negara Khilafah adalah negara yang di dalamnya kaum
muslimin mengangkat seorang khalifah, yang dibai‟at untuk menerapkan
hukum berdasarkan al-Qur‟an dan as-Sunnah, serta untuk mengemban risalah
Islam ke seluruh dunia dengan jihad. Hizbut Tahrir juga bertujuan
membangkitkan kaum muslimin dengan kebangkitan yang benar, dan dengan
pemikran yang cemerlang. Hizbut Tahrir berusaha mengembalikan umat Islam
pada kemuliaan dan keagungannya yang pernah dimiliki sebelumnya, dengan
cara merebut kembali kendali kepemimpinan dunia, umat dan bangsa. Sehinga
Negara umat Islam kembali menjadi negara nomor satu di dunia seperti yang
pernah diraih sebelumnya, yang akan mengurusi semuanya sesuai dengan
hukum-hukum Islam. Hizbut Tahrir juga bertujuan membimbing manusia dan
memimpinnya melakukan pergolakan (perang) terhadap kekufuran, sistem
kufur dan pemikiran kufur, hingga Islam tersebar secara merata di seluruh
dunia.339
Hubungan dengan sebagian besar negeri-negeri di dunia Islam, Hizbut
Tahrir dikatagorikan sebagai partai terlarang. Para anggota Hizbut Tahrir
ditangkapi, dipenjara, dan bahkan tidak sedikit yang dijatuhi hukuman mati.
Hal itu disebabkan aktivitas Hizbut Tahrir yang menjelaskan pandangannya
berdasarkan dalil-dalil syara‟, dan sikapnya yang sangat berani menentang
kebijakan-kebijakan pemerintah yang sedang berkuasa di dunia Islam. 340
Adapun Hizbut Tahrir di Indonesia baru saja dibubarkan, dengan
mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan. Akan tetapi belum sampai pada pelarangan dan Hizbut Tahrir
Indonesia sudah mengajukan uji materi Perppu Ormas ke Mahkamah
Konstitusi didampingi kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra. Alasan Hizbut
Tahrir dibubarkan di Indonesia, pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI

339
Lihat. Mafahim Hizb at-Tahrir, hlm. 84. Lihat juga Lihat Muhsin Rodhin, Tsaqofah
dan Metode Hizbut Tahrir dalam Mendirikan Negara Khilafah Islamiyyah……H. 39-40
340
Lihat Muhsin Rodhin, Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam Mendirikan Negara
Khilafah Islamiyyah…..H. 166-167

225
tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses
pembangunan guna mencapai tujuan nasional. Kedua, kegiatan HTI terindikasi
kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan
Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Ketiga, aktifitas
yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang
dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan
NKRI, ungkap Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan
“Wiranto”.341
Sedangkan hubungan Hizbut Tahrir di sejumlah negara di Barat banyak
mendapatkan tekanan, bahkan tidak jarang yang sampai pada pelarangan
melakukan aktivitas politiknya, seperti yang terjadi di Denmark, namun usaha-
usaha tersebut akhirnya gagal. Akan tetapi tidak jarang di sejumlah negara
yang lain usaha-usaha tersebut berhasil, seperti di Jerman. Adapun di Rusia,
pemerintahan memasukkan Hizbut Tahrir ke dalam organisasi terorisme.
Akhir-akhir ini pemerintahan Inggrir dengan kepemimpinan Blair melakukan
berbagai usaha dengan serius untuk mengeluarkan undang-undang yang
melarang kegiatan-kegiatan Hizbut Tahrir dan aktivitas politiknya.342
Akses ke wacana publik oleh Hizbut Tahrir Indonesia terkait pandangan
negatif terhadap sistem pemerintahan Indonesia yang berlandaskan negara
bangsa yang menggunakan sistem demokrasi menjadi lebih kongkrit. Keadaan
tersebut tergambar dalam bentuk wacana kritik negatif terhadap sistem
pemerintahan Indonesia saat ini membuat penguasa tidak mudah diminta
pertanggung jawaban. Hanya dalam Khilafah, kontrol yang ketat bisa
dilakukan. Hal tersebut sesuai pasal 5, pasal 7B, pasal 20 UUD 1945 yang telah
mengalami amandemen IV (Tahun 2003), Presiden tidak dapat diberhentikan
oleh Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebelum Mahkamah Konstitusi

341
https://nasional.kompas.com>2017/07/19. Di akses pada tanggal 21 Maret 2018 jam
09.30
342
Lihat Muhsin Rodhin, Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam Mendirikan Negara
Khilafah Islamiyyah…..H. 167-168

226
memutus pelanggaran konstitusi apa yang dilakukan oleh Presiden. Sementara
Presiden bersama DPR sepenuhnya bebas membuang undang-undang apapun,
diantaranya undang-undang yang dapat mencegah rakyat memiliki akses guna
melakukan kontrol atau koreksi terhadap pemerintah. Contoh mutakhir adalah
Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK), yang
menyatakan bahwa para pejabat di sektor keuangan ini tidak dapat dijerat
hukum terkait kebijakannya dalam memberikan Bantuan Likuiditas guna
menghadapi krisis finansial global. Demikianlah, ketentuan dan mekanisme
dibuat sedemikian rupa sehingga pada akhirnya rakyat tidak bisa melakukan
kontrol dan koreksi terhadap pemerintah.343
Sedangkan dalam Daulah Khilafah, kepala negara atau Khalifah
bukanlah seorang raja atau seorang diktator. Khalifah tidak dapat mengganti
atau mengubah syariat Islam sesuka hatinya. Dalam Daulah Khilafah, upaya
meminta pertanggungjawaban penguasa bukan sekedar hak, tapi merupakan
kewajiban dari setiap warga, karena amar ma‟ruf dan nahi munkar merupakan
salah satu kewajiban dalam Islam.344
Akses ke wacana publik lainnya, pandangan negatif Hizbut Tahrir
Indonesia terhadap pemerintah Indonesia yang menggunakan sistem
demokrasi, dapat dilihat dalam wacana Khilafah akan Menghapus Korupsi
Politik. Korupsi politik senantiasa muncul dalam masyarakat sekuler, lebih-
lebih di negara yang menerapkan sistem demokrasi, tidak terkecuali di
Indonesia. Namun masyarakat seringkali salah mengira. Mereka menganggap
korupsi politik itu semata-mata terjadi karena kesalahan individu, bukan
kesalahan sistemik. Padahal fakta menunjukkan bahwa sistemlah yang
menghasilkan individu-individu yang bermasalah. Dan sistem itu pula yang
kemudian membiarkan individu-individu tersebut melakukan berbagai
korupsi.345

343
Lihat Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia……H. 20
344
Lihat Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia……H. 20-21
345
Lihat Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia……H. 21

227
Salah satu bentuk korupsi politik yang paling menonjol adalah dengan
memperjual-belikan pasal-pasal dalam undang-undang atau keputusan politik
lain seperti penetapan sebuah jabatan atau penyusunan anggaran. Dengan hak
untuk membuat hukum perundang-undangan yang dimilikinya, anggota
lembaga legislatif bisa melakukan negosiasi kepada pihak-pihak tertentu, baik
di dalam maupun di luar negeri untuk memasukan pasal-pasal dalam
perundangan yang menguntungkan mereka. Atau mengatur besaran anggaran
dan person tertentu dalam jabatan publik yang sesuai dengan kepentingan
mereka. Untuk melakukan itu semua, anggota legislatif akan mendapatkan
bayaran sejumlah uang. Tertangkapnya sejumlah anggota DPR dalam kasus
suap menunjukkan bahwa praktek seperti itu memang berlangsung secara
nyata. Karena itu, uang ratusan juta bahkan milyaran rupiah yang dibelanjakan
agar bisa menjadi anggota parlemen dianggap sebagai sebuah investasi yang
pantas. Dengan cara inilah orang-orang yang bermental korup justru yang
paling banyak terjaring masuk ke parlemen. Tak mengherankan, jika lembaga
perwakilan rakyat itu lebih menjadi wadah untuk mengamankan kepentingan
individu yang korup, bukan lembaga untuk mengurusi kepentingan rakyat,
justru menjadi alat untuk melakukan berbagai tindakan korupsi politik tadi.346
Dalam Daulah Khilafah, karena hak membuat hukum dan perundang-
undangan ada pada syari‟ah dan proses legislasinya dilakukan dengan ijtihad,
maka tidak ada seorang pun, termasuk anggota majlis Umat, yang bisa
melakukan korupsi politik dengan jalan menjual belikan pasal-pasal dalam
perundang-undangan itu. Dalam Daulah Khilafah para wakil juga rakyat tidak
bisa memeras Khalifah dengan ancaman mosi tidak percaya atas prasangka
semata. Khalifah hanya bisa diberhentikan bila ia menyimpang dari Syariah
Islam. Dengan cara inilah, Khilafah akan menghapuskan korupsi politik yang
merajalela di dalam sistem demokrasi.347
Melihat tema diatas terkait pandangan wacana negatif terhadap ikatan
nasionalisme dan sistem demokrasi, dapat memunculkan pertanyaan kenapa
346
Lihat Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia……H. 21-22
347
Lihat Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia……H. 22

228
Hizbut Tahrir sangat anti sekali terhadap ikatan nasionalisme dan sistem
demokrasi. Hal ini dapat dirujuk dalam wacana terkait “kesulitan-kesulitan
pendirian Daulah Khilafah Islamiyyah”. Hizbut Tahrir sangat menyadari
bahwa mendirikan Daulah Khilafah Islamiyyah dan melanjutkan kehidupan
Islam bukan perkara yang gampang dan mudah, karena ada banyak hambatan
dan tantangan yang besar yang menghalangi berdirinya Daulah Khilafah
Islamiyyah yang harus disingkirkan dan dihilangkan. Kesulitan-kesulitan itu
banyak dan besar yang menghalangi jalan melanjutkan kehidupan Islam yang
harus diatasinya. Di antara kesulitan-kesulitan itu yang paling menonjol adalah:
1. Adanya berbagai pemikiran yang tidak sesuai dengan Islam yang
menyerang dunia Islam
2. Adanya berbagai agenda pendidikan diatas dasar yang telah diletakkan
oleh penjajah
3. Keberadaan masyarakat di dunia Islam yang hidup tidak sesuai Islam
4. Jauhnya jarak antara kaum Muslim dan pemerintahan Islam
5. Adanya pemerintah-pemerintah di negeri-negeri Islam yang berdiri
diatas dasar demokrasi
6. Adanya opini umum tentang nasionalisme, patriotisme, dan
348
sosialisme.
Hizbut Tahrir membuat wacana negatif terhadap ikatan nasionalisme,
kesukuan, kemaslahatan, kerohanian, ideologi kapitalisme termasuk sistem
demokrasi, dan sosialisme dalam kitab Nizhâmul Islâm, karena situasi
masyarakat pada saat itu sampai sekarang yaitu kemerosotan dan kemunduran
yang begitu parah, yang menimpa kaum muslimin; adanya dominasi
pemikiran-pemikiran kufur, sistem-sistem kufur dan hukum-hukum kufur, serta
kekuasaan negara-negara kafir dan pengaruhnya. Dominasi tersebut dapat
dilihat dari asas berfikir kaum muslimin yang lebih memprioritaskan penerapan
ikatan nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, kerohanian, ideologi
Kapitalisme termasuk di dalamnya sistem demokrasi, serta ideologi

348
Lihat Ad-Daulah al-Islamiyyah……H. 237-243

229
Komunisme dalam kehidupan. Hizbut Tahrir yakin bahwa sebab terjadinya
semua itu adalah kembali pada lemahnya kaum muslimin dalam memahami
Islam, dan dalam menyampaikannya. Kondisi ini terjadi dan menimpa kaum
muslimin akibat mereka memisahkan kekuatan bahasa Arab dari kekuatan
Islam, yaitu ketika peran bahasa Arab mulai diremehkan sejak awal abad ke-7
Hijriyah. Serta adanya unsur-unsur terselubung yang mulai masuk sejak abad
ke-2 Hijriyah hingga sekarang. Dan yang paling terlihat dan terasa adalah:
a. Adanya transfer filsafat-filsafat India, Persia dan Yunani, serta adanya
usaha sebagian kaum muslimin untuk mengkompromikan filsafat-
filsafat itu dengan Islam, padahal antara keduanya terdapat pertentangan
yang mustahil bisa dikompromikan.
b. Adanya infiltrasi pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum yang bukan
dari Islam terhadap ajaran Islam oleh orang-orang yang membenci
Islam, dengan tujuan merusak citra Islam dan menjauhkan kaum
muslimin dari Islam.
c. Diabaikannya bahasa Arab dalam memahami Islam, dan dalam
menyampaikan ajaran Islam. Disusul kemudian dengan dipisahkan
bahasa Arab dari Islam pada abad ke-7 Hijriyah. Padahal agama Islam
tidak mungkin dipahami tanpa bahasa Arab. Seperti misalnya dalam
pengambilan hukum-hukum baru pada berbagai peristiwa yang
berkembang, yang dilakukan dengan cara ijtihad, sementara ijitihad
mustahil dilakukan tanpa menggunakan bahasa Arab.
d. Pada akhir abad ke-11 Hijriyah (abad ke-17 Masehi) kaum muslimin
dihadapkan pada serangan misionaris, budaya dan politik oleh negara-
negara kafir Barat, dengan tujuan menjauhkan kaum muslimin dari
Islam.349
Setelah itu, pada awal abad ke-10, kaum muslimin dihadapkan pada
goncangan yang keras, yang berdampak pada goncangnya institusi mereka,
hancurnya negeri-negeri mereka, tercerai-berainya persatuan mereka,
349
Lihat: Mafahim Hizb at-Tahrir, hlm. 3-5. Lihat juga Muhsin Rodhin, Tsaqofah dan
Metode Hizbut Tahrir dalam Mendirikan Negara Khilafah Islamiyyah…..H. 34-35

230
lenyapnya negara mereka yaitu negara Khilafah, terkuburnya semangat
mereka, dan puncaknya dijauhkannya Islam dari penerapan dalam kehidupan,
negara dan masyarakat. Dampak buruk yang pertama dari hancurnya negara
(Khilafah) menjadi negeri-negeri dan institusi-institusi adalah tunduknya
secara langsung pada kekuasaan negara-negara kafir, baru setelah itu tunduk
pada kekuasaan antek-antek mereka dari kalangan kaum muslimin sendiri,
serta menerapkan dan melaksanakan sistem-sistem kufur dan hukum-hukum
kufur di seluruh negeri-negeri kaum muslimin. Kemudian, goncangan itu
diikuti oleh goncangan yang lain, yaitu konspirasi antara negara-negara kafir
dengan antek-antek mereka di antara penguasa-penguasa negeri Arab untuk
merampas wilayah Palestina, dan selanjutnya di atas wilayah itu mereka
mendirikan negara Israil. Untuk itu, harus ada aktivitas (amal nyata) yaitu
mengemban kepemimpinan ideologis Islam yang bertujuan mengembalikan
Negara Khilafah, serta menegakkan kembali hukum-hukum yang telah
diturunkan Allah di dalam realitas kehidupan ini. Allah SWT telah mewajibkan
kaum muslimin agar terikat dengan seluruh hukum syara‟, menegakkan
hukum-hukum yang telah diturunkan-Nya, serta menerapkan Islam secara
menyeluruh dalam semua urusan kehidupan. Oleh karena itu, UUD dan
undang-undang yang lain harus berupa hukum syara‟ yang diambil dari Al-
Qur‟an dan As-Sunnah. Sedang hukum-hukum Islam mustahil bisa dijalankan
dengan sempurna kecuali dengan adanya Daulah Islamiyah (Negara Islam),
dan seorang khalifah yang akan menerapkan Islam kepada manusia.350
Tak diragukan lagi, bahwa satu-satunya jalan untuk membebaskan umat
dari keadaan yang penuh kesulitan dan kehinaan ini adalah dengan
menegakkan kembali Daulah Khilafah. Kita telah merasakan berbagai sistem
dan ideologi, dari sistem demokrasi hingga sistem diktator, berikut segala janji-
janji palsu yang disampaikan oleh para pendukungnya. Tapi tak satupun dari
sistem tersebut yang benar-benar bisa membawa kita kepada kehidupan yang
lebih baik. Maka, inilah saat yang paling tepat bagi kita untuk bergerak
350
Lihat Muhsin Rodhin, Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam Mendirikan Negara
Khilafah Islamiyyah…..H. 35-37

231
bersama-sama menuju sebuah sistem yang sesuai dengan akidah Islam. Sebuah
sistem yang diperintahkan Allah SWT dan pasti membawa kebaikan buat
semua. Inilah sistem Khilafah.351

351
Lihat Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia……H. 74-76

232
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Secara keseluruhan penulis dapat menyimpulkan dari hasil riset penulisan
tesis ini, diantara beberapa kesimpulannya yaitu:
Berdasarkan analisis teks wacana fundamentalisme terungkap kognisi
sosial penulis teks niẕâm al-Islâm yang merupakan mentor dan pendiri Hizbut
Tahrir. Pemikirannya yang menonjol tergambar dalam dua tema umum,
pertama: ketidaklayakan ikatan nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan
kerohanian dijadikan pengikat antar manusia dalam kehidupannya, untuk
meraih kebangkitan dan kemajuan. Kedua: Kepemimpinan ideologis
kapitalisme termasuk demokrasi dan sosialisme komunisme adalah rusak,
sedangkan kepemimpinan ideologis Islamlah yang benar, layak, dan akan
berhasil dalam mengatur kehidupan manusia. Alasan teks membuat wacana
negatif terhadap bentuk-bentuk pemikiran nasionalisme, kesukuan,
kemaslahatan, kerohanian, kapitalisme, demokrasi, dan sosialisme komunisme,
karena seluruh asas pemikiran tersebut berasal dari faham barat yang tidak
dapat membangkitkan kehidupan umat manusia dan akan menghalangi proses
penegakkan sistem Dawlah Khilâfah Islâmiyyah. Ungkapan tersebut sebagai
bentuk ketidak setujuan terhadap semua asas pemikiran yang berasal dari
faham barat. Sedangkan penulis teks, berpandangan positif terhadap asas
pemikiran kepemimpinan ideologis Islam yang bertujuan menegakkan sistem
Dawlah Khilâfah Islâmiyyah, karena asas pemikiran tersebut sebagai cita-cita
perjuangan penulis teks dan kelompok keagamaan Hizbut Tahrir.
Kognisi sosial penulis semakin jelas tergambar dalam pemilihan diksi teks
niẕâm al-Islâm yang berpandangan negatif terhadap ikatan nasionalisme,
kesukuan, kemaslahatan, dan kerohanian. Dalam wacana teks terdapat
penggunaan kata ‫„ ثٔسػّ ثٌفىش‬tatkala pola pikir manusia mulai merosot‟, ‫سثدطز‬

‫„ ِٕخفعز‬ikatan yang rendah‟, ‫ثدػ‬ٚ‫„ أل ًّ ثٌش‬ikatan paling lemah‟, ٟ‫در ف‬ٛ‫خ‬ِٛ

233
‫ش‬١‫ثٌط‬ٚ ْ‫ث‬ٛ١‫„ ثٌس‬Tampak dalam dunia binatang dan burung-burung‟, ‫ْ ثٌفىش‬ٛ‫ى‬٠
‫ّمج‬١‫„ ظ‬pemikiran mulai sempit‟, ‫ّز‬١ٔ‫ش إٔغج‬١‫„ سثدطز غ‬ikatan yang tidak
manusiawi‟, dan ‫„ سثدطز فجعذر‬ikatan yang rusak‟. Seluruh diksi tersebut
menunjukkan kognisi penulis teks yang tidak setuju terhadap penerapan ikatan
nasionalisme, kesukuan, kemaslahatan, dan kerohanian dalam kehidupan
manusia.
Pemilihan diksi lainnya yang menggambarkan kognisi penulis
berpandangan negatif terhadap ideologi kapitalisme termasuk demokrasi dan
sosialisme komunisme terdapat pada kata ‫جر‬١‫ٓ ػٓ ثٌس‬٠‫„ فصً ثٌذ‬pemisah agama

dari kehidupan (sekuler)‟,‫ج‬ٙ‫ِصّ دِجة‬ٚ ‫ج‬ٍّٙ‫ظ‬ٚ ‫ح‬ٛ‫ٍز إلعغالي ثٌشؼ‬١‫ع‬ٚ „Alat untuk

memeras menganiaya menghisap darah rakyat‟, ً‫ثٌؼم‬ٚ ْ‫ِخجٌفز ٌفطشر ثإلٔغج‬

„bertentangan dengan fitrah manusia dan akal‟, ‫فجعذر‬ ‫ّز‬٠‫جدثس فىش‬١‫ل‬


„kepemimpinan ideologis lainnya rusak‟, ً‫„ ِذذأ دجغ‬ideologi yang salah‟.
Seluruh diksi tersebut menunjukkan kognisi penulis teks yang tidak setuju
terhadap penerapan ideologi kapitalisme termasuk sistem demokrasi serta
ideologi sosialisme komunisme.
Sedangkan kognisi penulis berpandangan positif terhadap kepemimpinan
ideologis Islam yang bertujuan menegakkan sistem Dawlah Khilafah
Islamiyyah tergambar pada pemilihan diksi yang terdapat pada kata ‫ّز‬١‫دجد‬٠‫إ‬

„positif‟, ‫„ وّجي ِطٍك‬kesempurnaan mutlak‟, ً‫ثٌؼم‬ٚ ْ‫„ صضّفك ِغ فطشر ثإلٔغج‬sesuai

dengan fitrah manusia dan akal‟, ‫سز‬١‫ّز ثٌصس‬٠‫جدر ثٌفىش‬١‫„ ثٌم‬kepemimpinan

ideologis yang benar‟, ‫ر‬١‫„ ثٌّذذأ ثٌصس‬ideologi yang benar‟. Seluruh diksi
tersebut menunjukkan kognisi penulis teks yang setuju terhadap penerapan
kepemimpinan ideologi Islam yang bertujuan menegakkan sistem Dawlah
Khilafah Islamiyyah. Wacana kepemimpinan ideologi Islam yang bertujuan
menegakkan sistem Dawlah Khilafah Islamiyyah juga digambarkan secara
detail dan jelas berdasarkan latarbelakang sejarah politik Islam.
Konteks sosial wacana fundamentalisme dalam teks niẕâm al-Islâm
bertujuan ingin mengembalikan kaum muslimin ke dalam kehidupan yang

234
Islami di dalam Darul Islam (Negara Islam) dan masyarakat Islam. Dimana
seluruh urusan kehidupan didalamnya dijalankan sesuai dengan hukum-hukum
syara‟ (Islam), dan pandangan hidup (way of live) yang berlaku adalah halal
haram, di bawah naungan Negara Islam, yaitu sistem Dawlah Khilâfah
Islâmiyyah berdasarkan sejaran politik Islam. Latar belakang keadaan tersebut
berangkat dari situasi masyarakat pada saat runtuhnya negara Khilafah Turki
Ustmani sampai sekarang yaitu kemerosotan dan kemunduran yang begitu
parah menimpa kaum muslimin, adanya dominasi pemikiran-pemikiran kufur,
sistem-sistem kufur dan hukum-hukum kufur, serta kekuasaan negara-negara
kafir dan pengaruhnya. Dominasi tersebut dapat dilihat dari asas berfikir kaum
muslimin yang lebih memprioritaskan penerapan ikatan nasionalisme,
kesukuan, kemaslahatan, kerohanian, ideologi Kapitalisme termasuk di
dalamnya sistem demokrasi, serta ideologi Komunisme dalam kehidupan.

B. Saran
Tesis ini merupakan sebagai sebuah riset keilmuan, tentunya juga
memiliki beberapa keterbatasan. Salah satu keterbatasan penelitian tesis ini
adalah belum mengkaji aspek wacana fundamentalisme pendekatan kritis
pemikiran Hizbut Tahrir terkait formalisasi syariat Islam serta bentuk peraturan
perundang-undangan sistem Dawlah Khilâfah Islâmiyyah. Keterbatasan
tersebut disebabkan karena luasnya cakupan pembahasan aspek pemikiran
fundamentalisme Hizbut Tahrir dalam kitab niẕhâm al-Islâm dan kitab-kitab
lain yang diterbitkan Hizbut Tahrir. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
agar peneliti lainnya dapat menindaklanjuti hal tersebut sehingga permasalahan
wacana fundamentalisme dalam teks kitab niẕhâm al-Islâm dapat tergambar
secara sempurna.

235
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Muhbib. 2008. Epistimologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa


Arab, (Jakarta: UIN Jakarta Press).
Afadlal dkk. 2005. Islam dan Radikalisme di Indonesia, Jakarta: Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia Press.
Al-Amin, Ainur Rofiq. 2017. Khilafah HTI dalam Timbangan. Jakarta: Pustaka
Harakatuna.
………………………… 2012. Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir di
Indonesia, Yogyakrta: LKiS.
Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu „Abdullah. 1422 H. Al-Jami‟ al-Musnad al-
Shahih al Mukhtashar min Umur Rasulillah wa Sunanihi wa Ayyamihi, juz 4, al-
Muhaqqiq Muhammad Zahir bin Nashir al-Nashir. T.tp.: Dar Thuq al-Najat.
Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. 1996. Kamus Al-„Ashri Arab-Indonesia.
Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak.
Aliah, Yoce. 2014. Analisis Wacana Kritis dalam Multiperspektif. (Bandung: PT Refika
Aditama).
Ali Sholih Sholih dan Sulaiman Ahmad. 1401. Al-Mu‟jam Al-Shopi Fi Al-Lughah Al-
„Arabiyyah. (Riyad: Fi Ghirah Muharram Al-Muharram).
Al-Nabhani, Taqiyuddin. 2002. Ad-Dawlah al-Islamiyyah. (Bairut: Dar al-Ummah).
………………………… 1422 H/2001 M. Niẕâm al-Islâm. Jakarta: Hizbut Tahrir
Indonesia. Edisi Mu‟tamadah. Cet. Ke-6
………………………… 2001. Mafahim Hizb at-Tahrir penerjemah Abdullah. Jakarta:
HTI.
………………………… 2007. Syakshiyah Islam penerjemah Zakia Ahmad. Jakarta:
HTI.
………………………… 2012. Peraturan Hidup Dalam Islam diterjemahkan oleh Abu
Amin dkk. Jakarta: HTI-Press.
……..…………………… 2012. Sistem Pergaulan dalam Islam Penerjemah, M. Nashir
dkk. Jakarta: HTI.

xix
Al-qur‟an al-Karim
Arsam, NU dan Wacana Radikalisme Agama (Analisis Terhadap Majalah Risalah
Tahun 2011-2012) Jurnal Dakwah dan Komunikasi KOMUNIKA
Augostinos Martha dan Iain Walker. 1995. Sosial Cognition: An Intraged Introduction,
London, Sage Publication. Aulia, Rihlah Nur. 2004. Fundamentalisme Islam
Indonesia Studi Atas Gerakan Dan Pemikiran Hizbut Tahrir. Tesis Program
Pascasarjana UIN Jakarta Jurusan Pemikiran Islam.
Azra, Azyumardi. 1996. Pergolakan Politik Islam Dari Fundamentalisme, Modernisme,
Hingga Post-Modernisme, Jakarta: Paramadina.
Badara, Aris. Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana
Media. (Jakarta: Kencana).
Booklet Hizbut Tahrir. 2003. Mengenal Hizbut Tahrir, Hizbut Tahrir.
Chaer, Abdul. 2007. Kajian Bahasa Struktural Internal, Pemakaian dan Pembelajaran
Jakarta: Rineka Cipta.
……………. Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta.
……………. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pusat Pengembangan Bahasa. 2016. Kamus KBBI.
Dhoyif, Syawqi. 2011 Al-Mu‟jam Al-Wasith. (Mesir: Maktabah Al-Syuruq Al-
Dawliyyah).
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. (LKiS: Yogyakarta).
Haryatmoko. 2017 Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis) Landasan
Teori, Metodologi dan Penerapan. (Jakarta: Rajawali Pers).
Hidayat, Komaruddin (ed). 2014. Kontroversi Khilafah, Islam, Negara, dan Pancasila,
Jakarta: Mizan.
Hizbut Tahrir. 1953. Hizbut Tahrir, Hizbut Tahrir.
……………. 2005. Ajhizat Dawlat al-Khilafah.Bairut: Dar al-Ummah.
…………….2009. “Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia, Khilafah, dan Penyatuan
Kembali Dunia Islam.
…………….1-28 Februari 2017/1438 H. Media Politik dan Dakwah al-Wa‟ie
Membangun Kesadaran Umat. No. 198 Tahun XVII.

xx
………….2006. Struktur Negara Khilafah (Pemerintahan dan Administrasi),
Penerjemah, Yahya A.R. Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia.
https://nasional.kompas.com>2017/07/19. Di akses pada tanggal 21 Maret 2018 jam
09.30
https://www.slideshare.net/.../ringkasan-kitab-nizham-islam-peraturan-hidup-dalam-
isl... Diakses pada tanggal 1 Mei 2017 pukul 16.41
Jamhari dan Jajang Jahroni. 2004. Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Kamil, Sukron. Bahasa dan Pola Keislaman Moderat: Kajian atas Kata
Serapan/Ambilan Arab dalam Buku “Himpunan Putusan Tarjih”
Muhammadiyah. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
………………… 2013. Islam dan Politik di Indonesia Terkini Islam dan Negara,
Dakwah dan Politik, HMI, Anti-Korupsi, Demokrasi, NII, MMI, dan Perda
Syari‟ah. Ciputat: Pusat Studi Indonesia dan Arab (PSIA) UIN Jakarta.
Kartomihardjo, Soeseno. 2000. “Kekuasaan dalam Bahasa”, dalam Kajian Serba
Linguistik: untuk Anton Moeliono, Pereksa Bahasa, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia).
Mahendra, Yusril Ihza. 1999. Modernisme dan Fundamentalisme dalam politik Islam.
Jakarta: Paramadina University.
Mahsun. 2014. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan strategi, metode, dan tekniknya,
Jakarta: Rajawali Pers.
Muhajir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Muhammad. 2016 Metode Penelitian Bahasa. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media).
Mujani, Saiful dkk. 2005. Benturan Peradaban Sikap dan Perilaku Islamis Indonesia
terhadap Amerika Serikat, Jakarta: PPIM UIN Jakarta.
Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. (Surabaya:
Penerbit Pustaka Progressif.)
Munir, Abdul. dan Bilveer Singh. 2011. Demokrasi Di Bawah Bayangan Mimpi N-11
Dilema Politik Islam Dalam Peradaban Modern, Jakarta: Kompas.

xxi
Nur Aulia, Rihlah. 2004. Fundamentalisme Islam Indonesia Studi Atas Gerakan Dan
Pemikiran Hizbut Tahrir. Tesis Program Pascasarjana UIN Jakarta Jurusan
Pemikiran Islam.
Pernyataan Isma‟il Yusanto Jubir HTI dalam acara ILC (Indonesia Lawyers Club) TV
One pada tanggal 25 Maret 2015
Pernyataan Jubir HTI Isma‟il Yusanto dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam TV
One pada tanggal 10 Mei 2017
Pernyataan Guntur Aktivis Sosial Politik dalam acara ILC (Indonesia Lawyers Club)
TV One pada tanggal 18 Juli 2017
Pernyataan Ketua GP Anshar Saeful Dasuki dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam
TV One pada tanggal 10 Mei 2017
Pernyataan Ma‟ruf Amin Ketua MUI dalam acara Aiman Kompas TV pada tanggal 12
Juni 2017
Pernyataan Fraksi PKS Nasir Djamil dalam acara Pro Kontra Jak TV pada tanggal 12
Juli 2017
Pernyataan Masduki Baidlawi wakasekjen PBNU dalam acara Pro Kontra Jak TV pada
tanggal 12 Juli 2017
Pernyataan Rachmat S Labib Ketua DPP HTI dalam Acara Pro Kontra di Stasiun Jak
TV Pada Tanggal 12 Juli 2017
Pernyataan Jubir HTI Isma‟il Yusanto dalam acara ILC (Indonesia Lawyers Club) TV
One pada tanggal 19 Juli 2017
Qodi, Zuly. 2013. HTI dan PKS Menuai Kritik: Perilaku Gerakan Islam Politik
Indonesia. Yogyakarta: Jusuf Kalla School of Government.
Rahmat, M. Imdadun. 2005. Arus Baru Islam Radikal Transmisi Revivlisme Islam
Timur Tengah Ke Indonesia, Jakarta: Erlangga.
Ramadlan, Syamsuddin. 2003. Menegakkan Kembali Khilafah Islamiyah, Jakarta:
Pustaka Panjimas.
Rasyid, Makmun. 2016. Hizbut Tahrir Indonesia Gagal Paham Khilafah, Ciputat:
Pustaka Compass.
Republika.co.id pada tanggal 8 Mei 2017. Di akses pada tanggal 22 Maret 2018 pada
jam 15.00

xxii
Rodhi, M. Muhsin. 2008. Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam Mendirikan
Negara Khilafah Islamiyah, diterjemahkan oleh M. Bajuri dan Romli Abu Wafa.
Gempang Bangil: Al-Izzah.
Rodin, Dede. 2016. Islam dan Radikalisme Telaah atas Ayat-ayat “Kekerasan” dalam
Al-Qur‟an, Jurnal Studi Al-Quran. Semarang: UIN Walisongo.
Ruslani. 2006. Islam Dialogis Akar-akar Toleransi dalam Sejarah dan Kitab Suci,
Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press.
Salim Agus. 2005. The Rise Of Hizbut Tahrir Indonesia (1982-2004) Its Political
Oppurtunity structure, Resource Mobilization, And Collective Action Frames.
Thesis on Interdisciplinary Islamic Studies Graduate Program Syarif Hidayatullah
State Islamic University Jakarta.
Shahih Muslim, vol. I
Shihab, M. Quraish. 2001. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an.
Ciputat: Penerbit Lentera Hati, volume 1 Cet I
……………………... 2001. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an
(Ciputat: Penerbit Lentera Hati), volume 3 Cet I
……………………... 2001. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an
(Ciputat: Penerbit Lentera Hati), volume VI Cet I
……………………... 2001. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an
(Ciputat: Penerbit Lentera Hati), volume 9 Cet I
Shuyuti, Imam 1984. Jami‟ al-Ahadist. Madinah al-Munawwarah
Soeparno. 2013. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana
(Anggota IKAPI).
S. Suriasumantri, Jujun. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Tarigan, Henry Guntur. 2013. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: CV. Angkasa.
Tim Lembaga Penelitian UIN Jakarta. 2009. Pedoman Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta.
Tim UIN Jakarta. 2014. Buku Pedoman Penulisan Tesis Program Magister, Ciputat:
UIN Jakarta.

xxiii
van Dijk, Teun A. 1999. “Discourse, Power and Acces”, dalam Carmen Rosa Caldas-
Coulthard dan Malcolm Coulthard (ed), Critical Discourse Analysis, London and
New York, Routladge.
………………….. 1998. Ideology A Multidisciplinary Approach, London, SAGE
Publication.
………………….. 1998. News as Discourse, Hillsdale, New Jersey, Lawrence Erlbaum
Associates.
………………….. 2016. Sociocognitive Discourse Studies, Second version. London,
Chapter to appear in Handbook of Discourse Analysis (to be published by
Routledge. John Richadson & John Flowerdew.Eds.).
………………….. 1998. “Structure of Discourse and Structure of Power”, dalam J.A
Anderson (ed), Communication Year book 12, Newbury Park, California, Sage
Publication.
………………….. 1977. Text and Context: Eksploration in the semantics and
Pragmatics of Discourse, London: Longman.
www. Al-Islam or.id
Yudha, Sakti Wira. 2012. Radikalisme Kelompok Islam (Analisis Struktur-Agen
Terhadap Wacana Radikalisme Kelompok Islam Pasca-Orde Baru). Depok:
Universitas Indonesia.
Za‟rur, Abu. 2009. Seputar Gerakan Islam. Bogor: Al-Azhar Press.
Zuhdy, M. Nurdin. Kritik Terhadap Penafsiran Al-Qur‟an HTI, Jurnal di Ma‟had Aly
Wahid Hasyim Yogyakarta.

xxiv
Paragraf pertama,

‫ازذ ٍح‬ٚ ‫أسض‬ٍ ِ ُِ ‫رٌهَ ثِ ُس ْى‬ٚ ،ِٓ ‫غ‬


ٟ‫ ُْ ف‬ِٙ ‫ش‬١‫ػ‬ َ ُ ‫طخ‬
َ ٌٛ‫ا‬ َ ِ‫إٌبط ُوٍَّ َّب ا ْٔ َسػَّ اٌفِ ْى ُش ساث‬
ِ َٓ١‫رَ ْٕ َشأ ُ ث‬
ٞ‫ػٓ اٌجٍََ ِذ اٌَّز‬ ِ َ‫ اٌذف‬ٍٝ‫ُ ُْ ػ‬ٍُِّٙ ْ‫رَس‬ٚ ،‫ظ‬
ِ ‫بع‬ ِ ‫بع ػ َِٓ إٌَ ْف‬
ِ َ‫ْضَ حُ اٌجَمَب ِء ثبٌذف‬٠‫ فزأ ُخ ُزُ٘ ُْ غَش‬،‫ب‬ٙ‫ ُْ ث‬ِٙ ِ‫اٌزصبل‬ٚ
ًُّ‫ أل‬ٟ٘ٚ
َ ،ُ‫َّخ‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ اٌشاثطخُ ا‬ٟ‫ِٓ ٕ٘ب رَأْر‬ٚ ْ ،‫ب‬ٙ١ٍَ‫َْ ػ‬ٛ‫ش‬١‫َؼ‬٠ ٟ‫األسض اٌَّز‬ ِ ٚ ،ٗ١‫َْ ف‬ٛ‫ ُش‬١ْ ‫َ ِؼ‬٠
ٟ‫دحٌ ف‬ٛ‫خ‬ِٛ ٟ٘ َ ‫ش وّب‬١‫اٌط‬ِٚ ْ‫ا‬ٛ١‫اٌس‬
ِ ٟ‫دحٌ ف‬ٛ‫خ‬ِٛ ٟ٘ٚ َ ِ ‫أَ ْوثَ ُشَ٘ب‬ٚ ً‫ح‬َّٛ ُ‫اثػ ل‬ٚ‫اٌش‬
،‫أخفبظًب‬ ِ
ِٓ ‫غ‬ٌٛ‫ ا‬ٍٝ‫ ػ‬ٍّٟ ِ‫ زبٌ ِخ اػزِذا ٍء أَخْ َٕج‬ٟ‫ ر ٍَْ َض َُ ف‬ٟ٘ٚ .ٟ َّ ِ‫بغف‬ ْ َّ ٌ‫رأْ ُخ ُز دائِ ًّب ا‬ٚ ،ْ‫اإلٔغب‬
ِ ‫َ َش اٌ َؼ‬ٙ‫ظ‬ ِ
َ ‫ زبٌ ِخ َعالَ َِ ِخ‬ٟ‫ب ف‬ٌٙ َْْ‫الشأ‬ٚ ،ِٗ ١ْ ٍَ‫ْال ِء َػ‬١ِ‫ اال ْعز‬ٚ‫بخ َّزِ ِٗ أ‬
‫إِ َرا ُس َّد‬ٚ .‫غَ ِٓ َِِٓ االػزِذَا ِء‬ٌٛ‫ا‬ َ َُّٙ ِ‫ث‬
.ً‫َذ ساثطخً ِٕخفعخ‬ ْ ٔ‫ٌزٌهَ وب‬ٚ ،‫َب‬ٍُّٙ‫ ػ‬ََٝٙ‫ْ أُ ْخ ِش َج ِِ ُْٕٗ أز‬ٚ‫غَ ِٓ أ‬ٌٛ‫ا‬
َ ٓ‫ػ‬ِ ُّٟ ِ‫األَخْ َٕج‬
Terjemahannya: ikatan kebangsaan (Nasionalisme) tumbuh di tengah-
tengah masyarakat, tatkala pola pikir manusia mulai merosot. Ikatan ini terjadi
ketika manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tidak
beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan
mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempat dimana mereka
hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan
nasionalisme, yang tergolong ikatan paling lemah dan rendah nilainya. Ikatan
ini juga tampak dalam dunia binatang serta burung-burung, dan senantiasa
emosional sifatnya. Ikatan semacam ini muncul ketika ada ancaman pihak
asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Tetapi bila
suasananya aman dari serangan musuh atau musuh tersebut dapat dilawan dan
diusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini. Karena itu, ikatan ini rendah
nilainya.

Paragraf kedua,

ْ
ٓ‫ٌى‬ٚ ُ‫َّخ‬١ٍِِ‫ اٌشاثطخُ اٌ َؼبئ‬ٟ٘ٚ
َ ،ٌ‫َّخ‬١ِِ ٛ‫َبط ساثطَخٌ ل‬ ِ ٌٕ‫َٓ ا‬١ْ ‫ِّمًب رَ ْٕ َشأ ُ ث‬١‫ظ‬
َ ‫ْ اٌفِ ْى ُش‬ٛ‫ى‬٠ ُ َٓ١‫ز‬ٚ
ٟ‫ ف‬ٟ٘ َ َٚ ،‫َبد ِح‬١‫ْ َخ ُذ ِػ ْٕ َذُٖ زُتُّ اٌ ِّغ‬ُٛ١َ‫ْضَ حُ اٌجَمَب ِء ف‬٠‫َش‬
ِ ‫ ِٗ غ‬١‫ص ًُ ف‬ َّ َ ‫رٌهَ أَ َّْ ا ِإل ْٔ َغبَْ رَزَأ‬ٚ ،‫ْ َع َغ‬َٚ‫ثِ َش ْى ًٍ أ‬
ِٗ ِ‫بدحَ ػبئٍَِز‬١‫ ع‬ٜ‫ش‬١‫ ف‬،ِٗ ٠ْ ‫َب َد ِح ٌَ َذ‬١‫َزَّغ ُغ زُتُّ اٌ ِّغ‬٠ ُُٗ١‫ ْػ‬َٚ ‫إرا ٔ َّب‬ٚ ،ً‫َّخ‬٠‫ًّب فَشْ ِد‬٠‫ط فِ ْى ِش‬ ِ ِ‫بْ اٌ َّ ْٕخَ ف‬
ِ ‫اإل ْٔ َغ‬
‫ ػٕ َذ‬ٜ‫ش‬٠ َُّ ُ‫ ث‬،ً‫ال‬َّٚ َ‫غَِٕ ِٗ أ‬َٚ ٟ‫ْ ِِ ِٗ ف‬َٛ‫َب َدحَ ل‬١‫ ع‬ٜ‫ش‬١‫ان ف‬ ِ ُ‫بع األُف‬
ِ ِّٛ ُّ َُٔٚ ‫ك‬
ِ ‫اإل ْد َس‬ ُ
ِ ‫َزَّ ِغ ُغ ثبرِّ َغ‬٠ َُّ ُ‫ ث‬،ِٗ ِ‫أ ْع َشر‬ٚ
ٌ ‫َبص‬
‫ّبد‬ ِ ‫َ ِخ ُِخ‬١‫ػٓ ٘ ِز ِٖ إٌبز‬ ْ ُ ‫ٌزٌهَ رَ ْٕ َشأ‬ٚ ،ُْ ِ٘ ‫ ِْش‬١‫ َغ‬ٍٝ‫ُ ُْ ػ‬َٙ‫َب َدر‬١‫غِٕ ِٗ ع‬ٚ ٟ‫ْ ِِ ِٗ ف‬َٛ‫َب َد ِح ل‬١‫ك ع‬ ِ ُّ‫ر ََسم‬
.‫َب‬ِٙ‫ب َدر‬١‫ ع‬ٍٝ‫ األُع َْش ِح ػ‬ٟ‫َٓ األَ ْف َشا ِد ف‬١‫َّخٌ ث‬١ٍِّ‫َِ َس‬
Terjemahannya: adapun ikatan kesukuan (sukuisme) tumbuh di tengah-
tengah masyarakat pada saat pemikiran manusia mulai sempit. Ikatan ini mirip
dengan ikatan kekeluargaan, hanya sedikit lebih luas. Munculnya ikatan

xxv
kesukuan karena manusia pada dasarnya memiliki naluri mempertahankan diri,
kemudian dalam dirinya mencuat keinginan untuk berkuasa. Keinginan itu
muncul hanya pada individu yang rendah taraf berfikirnya. Apabila
kesadarannya meningkat dan pemikirannya berkembang, maka bertambah
luaslah wilayah kekuasaannya, sehingga timbul keinginan keluarga dan
familinya untuk berkuasa. Keinginan tersebut terus melebar sesuai dengan
perkembangan pemikirannya, sampai suatu saat timbul keinginan sukunya
berkuasa di negeri tersebut. Apabila mereka telah mendapatkan kekuasaan itu,
ia pun ingin sukunya menguasai bangsa-bangsa yang lain. Inilah yang menjadi
penyebab timbulnya berbagai pertentangan lokal antara individu dalam sebuah
keluarga yang saling berebut pengaruh.

Paragraf ketiga,

َ ِ‫ب ساثطخٌ ُِ ْٕ َخف‬ََّٙٔ‫ أل‬:ً‫ال‬َّٚ َ‫ أ‬:‫ة‬


ٌ ‫عخ‬ ِ ٌ‫ّخُ ساثطخ‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ رٌهَ فبٌشاثطخُ ا‬ٍٝ‫ػ‬ٚ
ٍ ‫فبع َذحٌ ٌثَ َالثَ ِخ أعجَب‬
ٌ‫َّخ‬١‫ب ساثطخٌ ػبغف‬َّٙٔ‫ أل‬:‫ًب‬١ٔ‫ثب‬ٚ .‫ض‬ٌٕٛٙ‫ا‬
ِ ‫ك‬٠‫غش‬
ِ ْ ‫الَرَ ْٕفَ ُغ‬
ٟ‫ ُش ف‬١‫غ‬٠ َٓ١‫ألْ رَشْ ثُػَ اإلٔغبَْ ثبإلٔغب ِْ ز‬
,‫اٌزجذي‬ٚ
ِ ‫ش‬١‫ظخٌ ٌٍزغ‬ َ ْ‫َّخُ ػُش‬١‫اٌشاثطخُ اٌؼبغف‬ٚ ,‫ظ‬ ِ ‫ػٓ إٌف‬ ِ ‫ثبٌذفبع‬
ِ ‫ض ِح اٌجمب ِء‬٠‫ػٓ غش‬ ْ ُ ‫رٕ َشأ‬
‫ زبٌ ِخ‬ٟ‫ْ َخ ُذ ف‬ُٛ‫َبساثطخٌ ُِؤَ لَّزَخٌ ر‬َّٙٔ‫ أل‬:‫ثبٌِثًب‬ٚ .ْ‫اإلٔغب‬ٚ
ِ ِ ْٔ ‫َٓ اإل‬١‫ ث‬ّٟ‫ٌٍشثػ اٌذائ‬
ْ‫غب‬ ِ ‫فالرصٍُ ُر‬
‫ٌزٌه ال‬ٚ ,‫ب‬ٌَٙ‫د‬ٛ‫خ‬ٚ‫ٌإلٔغبْ – فال‬
ِ ُ‫َّخ‬١ٍِ ْ‫ اٌسبٌخُ األَص‬ٟ٘ ِ ‫ زبٌ ِخ االعزِ ْم َش‬ٟ‫ أ َِّب ف‬,‫اٌذفبع‬
َ َٚ – ‫اس‬ ِ
.ْ‫اإلٔغب‬
ِ ٟٕ‫َٓ ث‬١‫َْ ساثطخً ث‬ٛ‫ألْ رى‬ ْ ‫رصٍ ُر‬

Terjemahannya: Berdasarkan hal ini, ikatan nasionalisme merupakan ikatan


yang rusak (tabi‟atnya buruk) karena tiga hal:
(1). Karena mutu ikatannya rendah, sehingga tidak mampu mengikat antara
manusia satu dengan yang lainnya untuk menuju kebangkitan dan kemajuan.
(2). Karena ikatannya bersifat emosional, yang selalu didasarkan pada perasaan
yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri, yaitu untuk
membela diri. Di samping itu ikatan yang bersifat emosional sangat berpeluang
untuk berubah-ubah, sehingga tidak bisa dijadikan ikatan yang langgeng antara
manusia satu dengan yang lain.
(3). Karena ikatannya bersifat temporal, yaitu muncul saat membela diri karena
datangnya ancaman. Sedangkan dalam keadaan stabil, yaitu keadaan normal,
ikatan ini tidak muncul. Dengan demikian, tidak bisa dijadikan pengikat antara
sesama manusia.

xxvi
Paragraf keempat,

ْ ‫الَ رصٍ ُر‬َٚ ٌ‫َّخ‬١ٍَِ‫ب ساثطخٌ لَج‬َّٙٔ‫ أل‬:ً‫ال‬َّٚ ‫ أ‬:‫ة‬


ْ‫أل‬ ٍ ‫َّخُ فبعذحٌ ٌثالث ِخ أعجب‬١ِٛ‫وزٌهَ اٌشاثطخُ اٌم‬َٚ
ْ ُ ‫َّخٌ رٕشأ‬١‫ب ساثطخٌ ػبغف‬َّٙٔ‫ أل‬:ً‫ب‬١ِٔ‫ثب‬ٚ .‫ض‬ٌٕٛٙ‫ا‬
ٓ‫ػ‬ ِ ‫ك‬٠‫غش‬
ِ ٟ‫ ُش ف‬١‫غ‬٠ ٓ١‫ثبإلٔغبْ ز‬
ِ َْ‫رشثُػَ اإلٔغب‬
ُ‫ إر رُ َغجِّت‬،‫َّ ٍخ‬١ٔ‫ ُش إٔغب‬١‫ب ساثطخٌ غ‬ََّٙٔ‫ أل‬:‫ثبٌِثًب‬ٚ .‫بد ِح‬١‫ب زتُّ اٌغ‬ِٕٙ ‫خ ُذ‬ٛ١‫ف‬ َ ،‫ض ِح اٌجمب ِء‬٠‫غش‬
.ْ‫اإلٔغب‬
ِ ٟٕ‫َٓ ث‬١‫َْ ساثطخٌ ث‬ٛ‫ألْ رى‬
ْ ‫ٌزٌهَ الَ رصٍ ُر‬ٚ ،‫بد ِح‬١‫ اٌغ‬ٍٝ‫إٌبط ػ‬
ِ َٓ١‫د ث‬
ِ ‫ِب‬ٛ‫اٌخص‬
Terjemahannya: Demikian pula halnya dengan ikatan kesukuan termasuk ikatan
yang rusak karena tiga hal:
(1). Karena berlandaskan pada qabilah/keturunan, sehingga tidak bisa dijadikan
pengikat antara manusia satu dengan yang lainnya menuju kebangkitan dan
kemajuan.
(2). Karena ikatannya bersifat emosional, selalu didasarkan pada perasaan yang
muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri, yang didalamnya
terdapat keinginan dan ambisi untuk berkuasa.
(3). Karena ikatannya tidak manusiawi, sebab menimbulkan pertentangan dan
perselisihan antar sesama manusia dalam berebut kekuasaan. Karena itu, tidak
bisa menjadi pengikat antara sesama manusia.

Paragraf kelima,

،ُ‫َّخ‬١‫إٌبط اٌشاثطخُ اٌ ِّصْ ٍَ ِس‬


ِ َٓ١‫ ُدَ٘ب ساثطخً ث‬ٛ‫خ‬ٚ ُُ ََّ٘ٛ َ‫ُز‬٠ ‫ ل ْذ‬ٟ‫اثػ اٌفبعذ ِح اٌَّز‬ٚ‫اٌش‬
ِ َِٓٚ
ٌ‫ ساثطخٌ ُِؤَ لَّزَّخ‬ٟٙ َ َ‫َّخُ ف‬١‫ أ َِّب اٌشاثطخُ اٌّصٍس‬.‫َب‬ْٕٙ ‫ك ػ‬
ُ ‫ٕجث‬٠ ٌَ ‫ب ٔظب‬ٌٙ ‫ظ‬١ٌ َ ٟ‫َّخُ اٌَّز‬١‫ز‬ٚ ُّ‫اٌشاثطخُ اٌش‬ٚ
‫ فَزَ ْفمِ ُذ‬،‫ب‬ْٕٙ ِِ ‫أوجش‬
َ َ ُّ ٌٍ ٌ‫ظخ‬
‫ ِصبٌِ َر‬ٍٝ‫ َِ ِخ ػ‬ٚ‫غب‬ َ ْ‫ب ػُش‬َّٙٔ‫ أل‬،ْ‫اإلٔغب‬
ِ ٟٕ‫ألْ رشثػَ ث‬ ْ ‫الرصٍ ُر‬ٚ
ً‫وبٔذ ساثطخ‬ ْ َ‫ٌزٌه‬ٚ ،‫َٓ رَزِ ُُّ ٘ز ِٖ اٌّصبٌ ُر‬١‫ ز‬ٟٙ‫ب رٕز‬َّٙٔ‫أل‬ٚ .‫ْر اٌ ِّصْ ٍَ َس ِخ‬
ِ ١‫ زبٌ ِخ رَشْ ِخ‬ٟ‫ َدَ٘ب ف‬ٛ‫خ‬ٚ
.‫َب‬ٍِٙ٘‫ أ‬ٍٝ‫خَ ِط َشحً ػ‬
Terjemahannya: Selain ikatan-ikatan yang rusak tadi, masih terdapat
ikatan lain yang dianggap oleh sebagian orang sebagai alat untuk mengikat
anggota masyarakat, yaitu “ikatan kemaslahatan” dan ikatan kerohanian yang
tidak memiliki suatu peraturan. Ikatan kemaslahatan tidak lain ikatan yang
temporal sifatnya, tidak bisa dijadikan pengikat antar manusia. Hal ini
disebabkan adanya peluang tawar menawar dalam mewujudkan kemaslahatan
mana yang lebih besar, sehingga eksistensinya akan hilang begitu satu
maslahat dipilih atau didahulukan dari maslahat yang lain. Apabila
kemaslahatan itu telah ditentukan, berakhirlah persoalannya. Kemudian orang-
orangnya pun membubarkan diri, karena ikatan itu berakhir tatkala maslahat
telah tercapai. Jadi, ikatan ini amat berbahaya bagi para pengikutnya.

xxvii
Paragraf keenam,

ْ ‫الر‬ٚ ،ُِّٓ ٠‫ زبٌ ِخ اٌزَ َذ‬ٟ‫َ ُش ف‬ٙ‫َظ‬


ٟ‫َ ُش ف‬ٙ‫َظ‬ ْ ‫َب ر‬َّٙٔ‫ فَئ‬،‫َب‬ْٕٙ ‫ك ػ‬
ُ ‫ٕجث‬٠ َ‫ٔظب‬
ٍ ‫َّخُ ثال‬١‫ ِز‬ُٚ‫أ َِّب اٌشاثطخُ اٌش‬ٚ
‫إٌبط‬
ِ َٓ١‫َْ ساثطخً ث‬ٛ‫ألْ رى‬
ْ ‫الرصٍ ُر‬ٚ ،‫َّ ٍخ‬١ٍَِّ ‫ َْش َػ‬١‫َّخً َغ‬١ِ‫وبٔذ ساثطخً خ ُْضئ‬
ْ َ‫ٌزٌه‬ٚ .‫ب ِح‬١‫ُِ ْؼز ََش ِن اٌس‬
‫ة‬ ْ ُ‫َّخ‬١ٔ‫ذحُ إٌَّصْ شا‬١‫ِٓ َُٕ٘ب ٌ ُْ رَصْ ٍُر اٌؼم‬ٚ
ِ ٛ‫َٓ اٌشؼ‬١‫َْ ساثطخً ث‬ٛ‫ألْ رى‬ ْ ِ ‫ ُش ُؤ‬ٟ‫ف‬
،‫ب ِح‬١‫ْ اٌس‬ٚ
.‫ب‬ٌٙ َ‫َّخٌ الٔظب‬١‫ ِز‬ٚ‫ب ساثطخٌ س‬َّٙٔ‫ أل‬،‫َب‬ُٙ‫ب رَ ْؼزَِٕم‬ٍَّٙ‫ب ُو‬َّٙٔ‫َّ ِخ َِ َغ أ‬١ِّ‫ث‬ٚ‫س‬ٚ‫األ‬
Terjemahannya: Adapun ikatan kerohanian yang tidak memiliki peraturan,
aktifitasnya hanya terlihat dari kegiatan spiritual saja. Ikatan ini tidak nampak
dalam kancah kehidupan, bersifat parsial (terbatas pada aspek kerohanian
semata) yang tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga tidak
layak menjadi pengikat antar manusia dalam seluruh aspek kehidupannya.

Paragraf ketujuh,

ُ‫ اٌشاثطخ‬،ُ‫َّخ‬١ِٛ‫ اٌشاثطخُ اٌم‬،ُ‫َّخ‬١ٕ‫غ‬ٌٛ‫ اٌشاثطخُ ا‬ٟ٘( ‫اثِ ِػ اٌغبثِمَ ِخ‬ٚ‫ ُغ اٌش‬١ِّ ‫ٌزٌهَ الرصٍُ ُر َخ‬ٚ
‫ك‬٠‫غش‬
ِ ٟ‫ ُش ف‬١‫غ‬٠ َٓ١‫ب ِح ز‬١‫ اٌس‬ٟ‫ثبإلٔغبْ ف‬
ِ َْ‫ألْ رشثػَ اإلٔغب‬ْ )ُ‫َّخ‬١‫ ِز‬ُٚ‫اٌشاثطخُ اٌش‬ٚ ،ُ‫َّخ‬١‫اٌ ِّصٍَ ِس‬
ِٟ‫َّ ِخ اٌَّز‬١ٍِ‫ َذ ِح اٌ َؼ ْم‬١ْ ِ‫ َساثِطَخُ اٌ َؼم‬ٟ٘
َ ‫ب ِح‬١‫ اٌس‬ٟ‫بْ ف‬ ِ َِٟٕ‫سخُ ٌِ َشث ِْػ ث‬١‫اٌشاثطخُ اٌصس‬ٚ .‫ض‬ٛٙ
ِ ‫اإل ْٔ َغ‬ ِ ٌُّٕ‫ا‬
.ُ‫َّخ‬١ِ‫ اٌشَّاثِطَخُ اٌ َّ ْج َذئ‬َٟ ِ٘ ِٖ ‫َ٘ ِز‬َٚ .ٌَ ‫َب ِٔظَب‬ْٕٙ ‫ك َػ‬
ُ ِ‫َ ْٕجَث‬٠

Terjemahannya: seluruh ikatan tadi (nasionalisme, kesukuan,


kemaslahatan, dan kerohanian) tidak layak dijadikan pengikat antar manusia
dalam kehidupannya, untuk meraih kebangkitan dan kemajuan. Ikatan yang
benar untuk mengikat manusia dalam kehidupannya adalah aqidah aqliyyah
(aqidah yang melalui proses berfikir) yang melahirkan peraturan hidup
menyeluruh. Inilah yang disebut ikatan ideologis.

Paragraf pertama, menampilkan skema teks tentang latar belakang


pembentukan ideologi yang benar. Menurut teks,
ُ ‫ٕجث‬٠ ٌ‫َّخ‬١ٍِ‫ َذحٌ َػ ْم‬١ْ ِ‫اٌّ ْجذَأُ َػم‬ٚ
ِ ‫َخٌ ػ َِٓ اٌ َى‬١ٍِّ‫َّخٌ ُو‬٠‫ فِ ْى ِش‬َٟ ِٙ َ‫ َذحُ ف‬١ْ ِ‫ أَ َِّب اٌ َؼم‬.ٌَ ‫َب ِٔظَب‬ٕٙ‫ك ػ‬
ِْ ‫ا ِإل ْٔ َغب‬ٚ ْٛ
َْ‫ فَ َىب‬.‫ َِب ثَ ْؼ َذَ٘ب‬ٚ ‫َب‬ٍَٙ‫َب ثِ َّب لَ ْج‬ِٙ‫ػ َْٓ َػالَ لَز‬ٚ ،‫ َػ َّّب ثَ ْؼ َذَ٘ب‬ٚ ‫َب‬١ْٔ ‫َب ِح اٌ ُّذ‬١‫اٌس‬
َ ِٖ ‫ َػ َّّب لَج ًَْ ٘ ِز‬ٚ ،‫َب ِح‬١‫اٌس‬ٚ
َ
ُ ‫بٌد‬
‫بد‬ َ ‫اٌّ َؼ‬ٚ ُ‫ َذح‬١ْ ِ‫اٌ َؼم‬َٛ ُ٘ٚ َ‫ِب َػذَا رٌه‬ٚ ،ً‫مَخ‬٠ْ ‫غ ِش‬ َ ‫ ِح‬ٛ‫ٌِ َس ّْ ًِ اٌذػ‬ٚ ‫ٌٍّسبفَظَ ِخ‬ٚ َ ‫ ِز‬١ْ ِ‫َّ ِخ ٌٍزَ ْٕف‬١ِ‫ف‬١‫بْ اٌى‬
ُ َ ١‫ث‬
ٌَُٗ ِ‫ هللا‬ِٟ ْ‫ز‬َٛ ‫بْ ث‬ ِ ِٓ ْ٘ ‫ َر‬ِٟ‫ٕ َشأ ُ ف‬٠ ْٞ‫ أَ َِّب اٌ َّجْذأُ اٌَّ ِز‬.ً‫مَخ‬٠ْ ‫غَ ِش‬ٚ ً‫ِٓ َُٕ٘ب َوبَْ اٌّ ْجذَأُ فِ ْى َشح‬ٚ
ِ ‫اإل ْٔ َغ‬ ْ ،ً‫فِ ْى َشح‬
ْ َ‫ َِ ْجذَأٌ ل‬َُٛ َٙ‫ ف‬.ُ‫ هللا‬َٛ َُ٘ٚ ،‫َب ِح‬١‫اٌ َس‬ٚ ْ‫ب‬
‫أَ َِّب‬َٚ .ٌّٟ ‫ط ِؼ‬ ِ ‫ا ِإل ْٔ َغ‬ٚ ِْٛ ‫ك اٌ َى‬ ِ ٌِ‫ِٓ خَ ب‬ ْ ََُّٗٔ‫ أل‬،‫ ُر‬١ْ ‫َّس‬ ِ ‫ثِ ِٗ اٌ َّ ْجذَأُ اٌص‬

xxviii
ًٍ ‫ػٓ َػ ْم‬ْ ‫َبش ٌئ‬ ِ َ‫ َِ ْجذَأٌ ث‬َُٛ َٙ‫ ِٗ ف‬١ْ ِ‫ق ف‬
ِ ٔ ََُّٗٔ‫ أل‬،ًٌ ‫بغ‬ ُ ُ
ٍ ‫ َر ْ٘ ٍٓ َش ْخ‬ٟ‫َ ْٕ َشأ ف‬٠ ٞ‫اٌّ ْجذَأ اٌَّز‬
ُ ‫َّ ٍخ رُ ْش َش‬٠‫ص ث َؼ ْجمَ ِش‬
‫ف‬ ِ َ‫اإل ْخزِال‬ٚ
ِ ‫د‬ ِ ُٚ ‫ظخٌ ٌٍزفَب‬ ِ َُ ْٙ َ‫ألَ َّْ ف‬ٚ ،‫ ِد‬ُٛ‫خ‬ُٛ ٌ‫ْد ُض ػ َِٓ اال َزبغَ ِخ ثب‬
َ ْ‫ ُِْ ػُش‬١‫اإل ْٔ َغب ِْ ٌٍزَ ْٕ ِظ‬ ِ ‫َؼ‬٠ ‫ ٍد‬ٚ‫ِسْ ُذ‬
.ِْ ‫اإل ْٔ َغب‬
ِ ‫ ِشمَب ِء‬ٌٝ‫ إ‬ِّٞ
َ ‫ط اٌّؤَ د‬ َ ِ‫ُ ْٕزِ ُح إٌِظَب ََ اٌّزََٕبل‬٠ ‫َب ِِ َّّب‬ٙ١‫شُ ف‬١‫َؼ‬٠ ٟ‫ئَ ِخ اٌَّز‬١‫اٌزأَثُّ ِش ثبٌج‬ٚ ‫ط‬ ِ ُ‫اٌزَٕبل‬ٚ
ِ َ‫ْ ث‬َٚ‫ َسخً أ‬١ْ ‫ص ِس‬
،ً‫بغٍخ‬ ْ ‫ْ ث‬َٚ‫ ص َّس ِخ اٌ َّ ْج َذإِ أ‬ٍٝ‫َ ُذيُّ ػ‬٠ ٞ‫اٌَّز‬ٚ
ُ ١‫ َذحُ اٌّ ْج َذإِ ِِ ْٓ َز‬١ْ ِ‫ َػم‬َٛ ُ٘ ِٗ َِٔ‫ُطال‬
َ ‫َب‬ُٙٔ ْٛ‫ْث َو‬
‫ذ َِ َغ‬ ْ َ‫َّخُ إِرا ارَّفَم‬٠‫اٌمب ِػ َذحُ اٌفِ ْى ِش‬ٚ ،‫َب ُوًُّ فِ ْى ٍش‬ٙ١ْ ٍَ‫ َػ‬ْٟ َِٕ‫ٕج‬٠ ِٟ‫َّخُ اٌَّز‬٠‫ اٌمَب ِػ َذحُ اٌفِ ْى ِش‬َٟ ِ٘ َ‫ َذح‬١ْ ِ‫ألَ َّْ ٘ ِز ِٖ اٌؼم‬
َْٚ‫ أ‬،ْ‫ب‬ ْ ِ‫ذ ف‬
ِ ‫ط َشحَ ا ِإل ْٔ َغ‬ َ ٌ‫ لَب ِػ َذح‬َٟ ِٙ َ‫ ف‬،ًِ ‫ اٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫َّخٌ َػ‬١ِٕ‫َذ َِ ْج‬
ْ َ‫إِ َرا خَ بٌَف‬َٚ ،ٌ‫ َْسخ‬١‫ص ِس‬ ْ ٔ‫ َوب‬ٚ ،ْ‫ب‬ ِ ‫اإل ْٔ َغ‬
ِ ‫ط َش ِح‬ ْ ِ‫ف‬
َٕٝ‫ َِ ْؼ‬َٚ .ِٓ ِّ٠‫ْضَ حَ اٌزَ َذ‬٠‫َش‬
ِ ‫كغ‬ ُ ِ‫اف‬ََٛ ‫ ر‬،ٜ‫بس ٍح أُ ْخ َش‬ ِ َ‫ لَب ِػ َذحٌ ث‬َٟ ِٙ َ‫ ف‬،ًِ ‫ اٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫َّخً َػ‬١ِٕ‫ٌَ ُْ رَ ُى ْٓ َِ ْج‬
َ َ‫ثِ ِؼج‬َٚ .ٌ‫بغٍَخ‬
.‫ْػ‬
ِ ‫ع‬ٌٛ‫ا‬
َ ًِّ‫اٌس‬ َ ٍَٝ‫ْ َػ‬َٚ‫ أ‬،‫ اٌ َّب َّد ِح‬ٍَٝ‫ّخً ػ‬١ْٕ‫َْ َِج‬ٛ‫ اٌ َؼ ْم ًِ أَ ْْ ال رَ ُى‬ٍَٝ‫َّخً ػ‬١ِٕ‫َب َِ ْج‬ِٙٔٛ‫َو‬
Terjemahannya: ideologi adalah aqidah aqliyah yang melahirkan
peraturan. Yang dimaksud akidah adalah pemikiran menyeluruh tentang alam
semesta, manusia, dan hidup; serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah
kehidupan. Penjelasan tentang cara pelaksanaan, pemeliharaan akidah, dan
penyebaran risalah dakwah inilah yang dinamakan thariqah. Sedangkan akidah
dan berbagai pemecahan masalah hidup tercakup dalam fikrah. Jadi ideologi
mencakup dua bagian, yaitu fikrah dan thariqah. Ideologi yang muncul dari
benak manusia melalui wahyu Allah adalah ideologi yang benar. Karena
bersumber dari Al-khaliq, yaitu pencipta alam, manusia, dan hidup, yakni Allah
SWT. Ideologi ini pasti kebenarannya. Sedangkan ideologi yang muncul dalam
benak manusia karena kejeniusan yang nampak pada dirinya adalah ideologi
yang salah. Karena berasal dari akal manusia yang terbatas, yang tidak mampu
menjangkau segala sesuatu yang nyata. Disamping itu pemahaman manusia
terhadap proses lahirnya peraturan selalu menimbulkan perbedaan,
perselisihan, dan pertentangan, serta selalu terpengaruh lingkungan tempat ia
hidup. Sehingga membuahkan peraturan yang saling bertentangan, yang
mendatangkan kesengsaraan bagi manusia. Yang menjadi indikasi benar atau
salahnya suatu ideologi adalah akidah ideologi itu sendiri, apakah benar atau
salah. Sebab kedudukan akidah adalah sebagai qaidah fikriyah, yang menjadi
asas bagi setiap pemikiran yang muncul. Qaidah fikriyah ini apabila sesuai
dengan fitrah manusia dan dibangun berlandaskan akal, maka berarti termasuk
kaedah yang benar. Sebaliknya, jika bertentangan dengan fitrah manusia atau
tidak dibangun berlandaskan akal, maka kaedah itu bathil. Dengan kata lain,
qaidah fikriyah itu sesuai dengan naluri beragama. Sedangkan yang dimaksud
dengan qaidah fikriyah itu dibangun berdasarkan akal adalah bahwa kaedah ini
tidak berlandaskan materi atau mengambil sikap jalan tengah.

Paragraf kedua, menampilkan skema teks tentang latar belakang lahirnya


tiga ideologi yang ada di dunia, yaitu Kapitalisme termasuk di dalamnya
demokrasi, Sosialisme termasuk Komunisme, dan Islam. Untuk melihat skema
teks, dapat dilihat dalam paragraf berikut:

xxix
َٟ ٘ ُ‫٘ز ِٖ اٌف ْى َشح‬ٚ ،‫َب ِح‬١‫اٌس‬ ِ ِْٓ ٠‫بط فَصْ ًِ اٌذ‬
َ ٓ‫ػ‬ ِ ‫ أ َع‬ٍٝ‫ َُ ػ‬ُٛ‫َب رَم‬َّٙٔ‫خُ فئ‬١ٌ‫أ َِّب اٌشأعّب‬
َْ‫َّ ِخ وب‬٠‫اٌفىش‬
ِ ‫ ٘زٖ اٌمَب ِػ َذ ِح‬ٍٝ‫ثٕب ًء ػ‬ٚ ،ُ‫َّخ‬٠‫َب اٌفِ ْى ِش‬ُٙ‫ لب ِػ َذر‬ٟ٘ٚ
َ ،ُ‫َّخ‬٠‫َب اٌفِ ْى ِش‬ُٙ‫َب َدر‬١ِ‫ ل‬ٟ٘ٚ
َ ،‫َب‬ُٙ‫ َذر‬١ْ ِ‫ػم‬
،ْ‫ب‬ ِ ‫د ٌإلٔ َغ‬ َ َ‫اٌّسبف‬
ِ ‫ب‬٠ِّ‫ اٌسش‬ٍٝ‫ظ ِخ ػ‬ َ َِٓ ‫ َوبَْ ال ثُ َّذ‬ٚ ،‫َب ِح‬١‫ اٌس‬ٟ‫َع ُغ ِٔظَب َُِٗ ف‬٠ ٞ‫ اٌَّز‬ٛ٘
َ ْ‫ب‬ ُ ‫اإلٔ َغ‬
َ ‫ل ْذ‬ٚ ،ُ‫َّخ‬١‫َخُ اٌشخص‬٠ ِّ‫اٌسش‬ٚ ،‫َّ ِخ‬١‫َخُ اٌٍّ َّى‬٠ ِّ‫زش‬ٚ ،ٞ
ْ ‫ٔزح‬
‫َ ِخ‬٠‫ػٓ ُز ِّش‬ ْ َ ُ‫َخ‬٠‫ز ِّش‬ٚ ،‫ذ ِح‬١‫خُ اٌؼم‬٠ِّ‫ زش‬ٟ٘ٚ
ِ ‫اٌشأ‬ َ
‫أَث َْشصَ ِب‬ٚ ،ِ‫ ٘زا اٌّجذإ‬ٟ‫ أَث َْشصَ ِب ف‬ٟ٘ َ ُ‫َّخ‬١ٌ‫ذ اٌشعّب‬ ِ ٔ‫ فىب‬،ٌٟ‫اٌشأعّب‬
ُّ ُّٞ‫َّ ِخ إٌظب َُ االلزصبد‬١‫اٌٍّ ِى‬
ِ ‫أ َِّب اٌ ِذ ُِ ْم َش‬ٚ .ُّٟ ٌِ‫ ٘ َزا اٌّ ْج َذإِ أََُّٔٗ اٌّجْذأُ اٌشأع َّب‬ٍٝ‫ك ػ‬
ُّٟ ‫اغ‬ َ ٍِ‫غ‬ْ ُ‫ ٌزٌهَ أ‬،ِ‫ذ ِح ٘زا اٌّجذإ‬١‫ٔز ََح ػٓ ػم‬

ِ ٔ‫ٌزٌهَ وب‬ٚ ،َُِٗ ‫ع ُغ ٔظَب‬٠


‫ذ‬ َ ٞ‫ اٌَّز‬ٛ٘ َ َْ‫اإل ْٔ َغب‬ ِ َّْ َ‫َ ٍخ ا‬ٙ‫َخٌ ِٓ ِخ‬١ِ‫ آر‬َٟ ِٙ َ‫ب ٘زا اٌّجذاُ ف‬ٙ‫ أَخَ َزَ٘ب ث‬ِٟ‫اٌَّز‬
َّْ َ‫ ِء ٘ َزا اٌّج َذإِ أ‬ٛ‫ ُٔ ُش‬ٟ‫األَصْ ًُ ف‬َٚ .َ‫ع ُغ األ ْٔ ِظ َّخ‬َ ‫ ر‬ٟ‫ اٌَّز‬َٟ ِٙ َ‫ ف‬،‫د‬ ِ ‫ ِصذ ََس اٌغٍطب‬َٟ ِ٘ ُ‫األُ َِّخ‬
ِ ُْٛ‫ٍَخً العزِ ْغالَ ِي اٌ ُشؼ‬١ْ ‫ ِع‬َٚ َٓ٠ْ ‫ْ َْ اٌ ِذ‬ٚ‫َزَّ ِخ ُز‬٠ ُْٛٔ‫َب َوب‬١‫ْ ِع‬ُٚ‫س‬ٚ ‫ْ ثَب‬ُٚ‫ْ س‬ُٚ‫ أ‬ٟ‫ْ نَ ف‬ٍُُّٛ ٌ‫ا‬ٚ َ‫بص َشح‬
،‫ة‬ ِ َ١ِ‫اٌم‬
ٌ ‫صشا‬
ٌ‫ْت‬١ِ٘ ‫ع َس‬ ِ ‫ فََٕشأ َ ػ َْٓ َ٘ َزا‬. َ‫َّخً ٌِزٌِه‬١‫ ِْٓ َِ ِط‬٠‫بي اٌ ِّذ‬
َ ‫ْ َْ ِس َخ‬ٚ‫َزَّ ِخ ُز‬٠ ‫ا‬ُٛٔ‫ َوب‬َٚ ،‫َب‬ِٙ‫ َِصِّ ِد َِبئ‬َٚ ،‫َب‬ِّٙ ٍُُ‫ظ‬َٚ
ْ ُِ َٓ٠ْ ‫ُ ُْ َِ ْٓ أَ ْٔ َى َش اٌ ِذ‬ْٕٙ ِِ َْ ُْٚ‫ِفَ ِّىش‬ٚ ٌ‫لَب ََ ْأثَٕب َءُٖ فَالَ ِعفَخ‬
َٜ‫ٌ ِىَُّٕٗ َٔبد‬ٚ ِْٓ ٠‫ُ ُْ َِ ِٓ ا ْػز ََشفَ ثِبٌ ِّذ‬ْٕٙ ِِ ٚ ،‫طٍَمًب‬
ِ ‫ فِ ْى َش ٍح‬ٍٝ‫َٓ ػ‬٠ْ ‫اٌ ُّفَ ِّى ِش‬ٚ ‫َ َش ِح اٌفَالَ ِعفَ ِخ‬ّْٙ ‫ ِػ ْٕ َذ َخ‬ٞ
َٟ ِ٘ ‫از َذ ٍح‬ٚ ْ ‫ اعزَمَ َّش‬َّٝ‫ َزز‬.‫َب ِ ِح‬١‫اٌس‬
ُ ‫اٌشأ‬ َ َِٓ ‫ثِفَصْ ٍِ ِٗ ػ‬
‫َب‬ْٕٙ ِِ ٚ ُ‫َّخ‬١‫أ َِّب االشزشاو‬ٚ .‫ْ ٌَ ِخ‬ٚ‫ ِْٓ ػ َِٓ اٌ َّذ‬٠‫ًّب فَصْ ًُ اٌ ِّذ‬١‫ ِؼ‬١ْ ِ‫ٕٔز ََح ػ َْٓ رٌِهَ غَج‬َٚ ،‫َب ِح‬١‫اٌس‬
َ َِٓ ‫ ِْٓ ػ‬٠‫فَصْ ًُ اٌ ِّذ‬
ْ ،‫َب ِء‬١‫ أَصْ ًُ األَ ْش‬ٟ٘
ِٓٚ َ َ‫أَ َّْ اٌ َّبدح‬ٚ ‫َبحَ ِب َّدحٌ فمػ‬١‫اٌس‬ٚ َْ‫اإلٔغب‬ٚ َْٛ‫أْ اٌى‬ َّ ٜ‫ رش‬ٟٙ‫ف‬ َ ُ‫َّخ‬١‫ػ‬ٛ١‫اٌش‬
ْ ُِ ‫ ٌئ‬١‫سا َء ٘ ِز ِٖ اٌّب َّد ِح ش‬ٚ ‫ْ َخ ُذ‬ُٛ٠ َ‫ال‬ٚ ،‫َب ِء‬١‫ ُد األ ْش‬ُٛ‫خ‬ُٚ ‫صبس‬
ٌ‫َّخ‬١ٌِ‫أَ َّْ ٘ز ِٖ اٌّب َّدحَ أَ ْص‬ٚ ،‫طٍَمًب‬ َ ‫ ِسَ٘ب‬ُّٛ َ‫رط‬
.‫ك‬ٍ ٌِ‫لَخً ٌِخَ ب‬ٍُٛ‫َب َء َِ ْخ‬١‫ْ َْ األَش‬ٛ‫ْ َْ و‬ُٚ‫ُ ْٕ ِىش‬٠ َ‫ٌزٌه‬ٚ ،‫ ِد‬ُٛ‫خ‬ُٛ ٌ‫اخجَخُ ا‬ٚ ِ ‫َب‬ََّٙٔ‫ْ أ‬ٞ‫ أ‬،‫ْ ِخ ْذَ٘ب أَ َز ٌذ‬ُٛ٠ ٌُ ٌ‫ َّخ‬٠ْ ‫لَذ‬
َْ‫ٌزٌهَ وب‬ٚ ،ٌٝ‫ هللاُ رؼب‬ُٛ٘ ‫َب‬َٙ‫اإل ْٔ َغب ِْ خَ بٌمًب خَ ٍَم‬ٚ ِ ‫َب ِح‬١‫اٌس‬ٚ ْٛ‫اٌى‬
ِ ‫سا َء‬ٚ َّْ َ‫ ُِّٓ أ‬١‫ج‬٠ ٛٙ‫ف‬
َ َُ َ‫اإلعال‬ ِ ‫أ َِّب‬ٚ
ِ ََّٕ١‫ ػ‬ٟ‫ اٌَّز‬ٟ٘
‫ أال‬،َ‫َّخ‬١‫ز‬ٚ‫َخَ اٌش‬١‫ذ إٌَب ِز‬ َ ‫ ِد هللاِ ػ َّض‬ٛ‫خ‬ٛ‫أَ َعب ُعُٗ االػزمب َد ث‬
ْ ‫ َو‬َٚ ،ًَّ ‫خ‬ٚ
َ ُ‫ َذح‬١ْ ‫بٔذ ٘ ِز ِٖ اٌ َؼم‬
ٍ ٌ‫لَخً ٌخَب‬ٍٛ‫ْ ِخ‬ٛ‫اٌى‬ٚ
.‫ك‬ ِ ‫َب ِح‬١‫اٌس‬ٚ ْ‫ب‬
ِ ‫اإلٔ َغ‬ ُ ٟ٘ٚ
ِ ْٛ‫و‬ َ
Terjemahannya: Ideologi kapitalisme tegak atas dasar pemisah agama
dengan kehidupan (sekularisme). Ide ini menjadi akidahnya, sekaligus sebagai
qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis), serta kaidah berfikirnya.
Berlandaskan kaidah berfikir ini, mereka berpendapat bahwa manusia berhak
membuat peraturan hidupnya. Mereka pertahankan kebebasan manusia yang
terdiri dari kebebasan berakidah, berpendapat, hak milik, dan kebebasan
pribadi. Dari kebebasan hak milik ini lahir sistem ekonomi kapitalis, yang
termasuk perkara paling menonjol dalam ideologi ini, atau yang dihasilkan
oleh ideologi ini. Karena itu, ideologi tersebut dinamakan ideologi kapitalisme.
Demokrasi yang dianut oleh ideologi ini, berasal dari pandangannya bahwa
manusia berhak membuat peraturan (undang-undang). Menurut mereka, rakyat
adalah sumber kekuasaan. Rakyatlah yang membuat perundang-undangan.
Kelahiran ideologi ini bermula pada saat kaisar dan raja-raja di Eropa dan

xxx
Rusia menjadikan agama sebagai alat untuk memeras, menganiaya dan
menghisap darah rakyat. Para pemuka agama waktu itu dijadikan perisai untuk
mencapai keinginan mereka. Maka timbulah pergolakan sengit, yang kemudian
membawa kebangkitan bagi para filosof dan cendikiawan. Sebagian mereka
mengingkari adanya agama secara mutlak. Sedangkan yang lainnya mengakui
adanya agama, tetapi menyerukan agar dipisahkan dari kehidupan dunia.
Sampai akhirnya pendapat mayoritas dari kalangan filosof dan cendikiawan itu
cenderung memilih ide yang memisahkan agama dari kehidupan, yang
kemudian menghasilkan usaha pemisah antara agama dengan negara. Adapun
sosialisme, termasuk juga komunisme, keduanya memandang bahwa alam
semesta, manusia, dan hidup adalah materi. Bahwa materi adalah asal dari
segala sesuatu. Melalui perkembangan dan evolusi materi benda-benda lainnya
menjadi ada. Di balik alam materi tidak ada alam lainnya. Materi bersifat azali
(tak berawal dan tak berakhir), qadim (terdahulu) dan tidak seorang pun yang
mengadakannya. Dengan kata lain bersifat wajib adanya. Penganut ideologi ini
mengingkari penciptaan alam ini oleh Zat Yang Maha Pencipta. Sedangkan
ideologi Islam menerangkan bahwa di balik alam semesta, manusia, dan hidup,
terdapat Al-Khaliq yang menciptakan segala sesuatu, yaitu Allah SWT. Asas
ideologi ini adalah keyakinan akan adanya Allah SWT. Akidah ini yang
menetukan aspek rohani, yaitu bahwa manusia, hidup, dan alam semesta,
diciptakan oleh Al-Khaliq.

ِٖ ‫ظ ٘ ِز‬ٍ ْٕ ‫ِٓ ِخ‬ ْ ً‫مَخ‬٠ْ ‫غَ ِش‬َٚ ً‫اإلعالَ َِ فِ ْى َشح‬ ِ ُ‫ َوبَْ ِ ْجذَأ‬ٚ ،ً‫أَ ْٔ ِظ َّخ‬َٚ ً‫ َذح‬١ْ ِ‫ ِِ ْٓ َُٕ٘ب َوبَْ اإلعالَ َُ َػم‬َٚ
‫َذ‬ ْ ٔ‫ َوب‬ٚ .‫َب ِح‬١‫اٌس‬
َ ٟ‫ًَّٕب ف‬١‫بسرُُٗ ِغ َشا ًصا ُِ َؼ‬ َ ‫ع‬َ ‫َذ َز‬ ْ ٔ‫ َوب‬ٚ ،ِٗ ِ‫ َذر‬١ْ ِ‫ َوبَْ ِٔظَب ُُِٗ ُِ ْٕجَثِمًب ػ َْٓ َػم‬ٚ ،‫اٌفِ ْى َش ِح‬
ُْٛ ‫ رَ ُى‬،ُِ ٌَ‫ اٌ َؼب‬ٌَٝ‫َّخً إ‬٠‫َب َدحً فِ ْى ِش‬١ِ‫ُسْ َّ ًَ ل‬٠ ْ‫أ‬ٚ
ْ ،‫ٌ ِخ‬ٚ‫ك ِٓ لَج ًِْ اٌذ‬ َ َّ‫طج‬ َ ُ٠ ْْ َ‫ ِح أ‬َٛ ‫ َز ّْ ًِ اٌذ ْػ‬ٟ‫مَزُُٗ ف‬٠ْ ‫غَ ِش‬
َ‫ رُسْ َى ُُ ثِِٕظَ ِب‬ِٟ‫اٌد َّب َػ ِخ اٌَّز‬
َ ٟ‫ َوبَْ اٌ َؼ َّ ًُ ثِ ِٗ ف‬َٚ ،ِٗ ِ‫اٌ َؼ َّ ًِ ث‬ٚ َِ َ‫ ُِْ ِٔظَ ِبَ ا ِإلعال‬َٙ‫بط ٌِف‬ َ ‫ األَ َع‬َٟ ِ٘
ِ ٌَّٕ‫َٓ َِِٓ ا‬١ْ ِّ ٍِ‫ ِْش اٌ ُّ ْغ‬١‫ َغ‬ٍٝ‫ك ِٔظَب َُ اإلعالَ َِ ػ‬
‫بط‬ ْ ‫ ألَ َّْ ر‬،‫َّ ِخ‬١ِِ َ‫اإلعال‬
َ ١ْ ِ‫َطج‬ ِ ‫ ِح‬َٛ ‫ َٔ ْششًا ٌٍ َّذ ْػ‬،َِ َ‫اإلعال‬ ِ
ُِ ٌَ‫ َْدب ِد ٘زا اٌ َؼب‬٠‫ إ‬ٟ‫ْك األَثَ ُش األَ ْوجَشُف‬ ْ
ِ ١ِ‫اٌزطج‬ ‫ َزا‬ٌِٙ َْ‫ فَمَ ْذ َوب‬،‫ ِح‬َٛ ‫َّ ِخ ٌٍ َّذ ْػ‬١ٍَِّ ‫مَ ِخ اٌ َؼ‬٠ْ ‫ُ ْؼزَجَ ُش َِِٓ اٌطَ ِش‬٠
.‫اف‬
ِ ‫غ َش‬ ْ َ‫ األ‬ِِٟ ‫ اٌ ُّز ََشا‬ِّٟ ِِ َ‫اإلعال‬
Terjemahannya: Ideologi Islam adalah akidah (keyakinan) Islam dan
syariat Islam (fikrah) dan thariqah (cara pelaksanaan syariat Islam,
pemeliharaan akidah, dan penyebaran risalah dakwahnya) yang tak terpisahkan
dari fikrah tersebut. Peraturan Islam lahir dari akidah. Sedangkan
peradabannya memiliki model dan ciri yang unik dalam kehidupan. Metode
Islam dalam pengembangan dakwah adalah diterapkannya Islam oleh negara
dan diemban sebagai qiyadah fikriyah ke seluruh dunia. Penerapan Islam oleh
jamaah kaum Muslim yang hidup dalam pemerintahan yang menerapkan
hukum Islam, adalah termasuk upaya-upaya menyebarluaskan dakwah Islam;
karena penerapan peraturan Islam di tengah-tengah masyarakat non muslim
tergolong metoda dakwah yang bersifat praktis. Penerapan peraturan Islam

xxxi
telah berhasil memberikan pengaruh gemilang dalam mewujudkan dunia Islam
yang wilayahnya sangat luas.

‫ ْإر‬،ِ‫ ِد هللا‬ُٛ‫خ‬ُٛ ‫بْ ث‬


ِ َّ ٠ْ ‫َب ردْ َؼ ًُ اٌ َؼ ْم ًَ أَ َعبعًب ٌإل‬ََّٙٔ‫َّخٌ أل‬١‫ َْدبث‬٠ِ‫ إ‬ٟ٘
َ ُ‫َّخ‬١ِِ َ‫اإلعال‬
ِ ُ‫َّخ‬٠‫َبدحُ اٌفِ ْى ِش‬١‫اٌم‬ٚ
‫ك‬َ ٍ‫ خ‬ٞ‫ْ ِد هللاِ اٌَّز‬ُٛ‫خ‬ُٛ ‫اٌد ْض َِ ث‬ ِ ‫ا ِإل ْٔ َغ‬ٚ ْٛ‫اٌى‬
َ ٍٝ‫س ِّ ًُ ػ‬٠ ‫ ِِ َّّب‬،‫َب ِح‬١‫اٌس‬ٚ ْ‫ب‬ ِ ٟ‫ ِب ف‬ٌٝ‫ظ َش إ‬ ُ ِ‫ر ٍَْف‬
َ ٌَٕ‫ذ ا‬
ِْ ‫ اإلٔ َغب‬ٟ‫ْ خ ْذ ف‬ُٛ٠ ُْ ٌ ،‫ك‬ٍ ٍَ‫ط‬ْ ُِ ‫بي‬ ْ ِٗ ِ‫جسث ػُٕٗ ثفطشر‬٠
ٍ َّ ‫ِٓ َو‬ ُ ‫بْ ِب‬ ِ ‫ ُِّٓ ٌإل ْٔ َغ‬١‫رُ َؼ‬ٚ ،‫د‬ ْ ِٖ ‫٘ز‬
ِ ‫لب‬ٍٛ‫اٌّخ‬
..ِٗ ِ‫ ُْؤ ِِ ُٓ ث‬٠َٚ ُٗ‫ُ ْذ ِس ُو‬١َ‫ ف‬،ِٗ ١ْ ٌ‫رُشْ ِش ُذ ػ ْمٍَُٗ إ‬ٚ ،‫َب ِح‬١‫اٌس‬ٚ ْٛ‫اٌى‬ٚ
ِ
Terjemahannya: Kepemimpinan ideologis Islam adalah kepemimpinan
ideologis yang positif. Karena menjadikan akal sebagai dasar untuk beriman
kepada wujud Allah. Kepemimpinan ini mengarahkan perhatian manusia
terhadap alam semesta, manusia, dan hidup, sehingga membuat manusia yakin
terhadap adanya Allah yang telah menciptakan makhluk-makhluk-Nya. Di
samping itu kepemimpinan ini menunjukkan kesempurnaan mutlak yang selalu
dicari oleh manusia karena dorongan fitrahnya. Kesempurnaan itu tidak
terdapat pada manusia, alam semesta, dan hidup. Kepemimpinan ideologis ini
memberi petunjuk pada akal agar dapat sampai pada tingkat keyakinan
terhadap Al-Khaliq supaya ia mudah menjangkau keberadaan-Nya dan
mengimani-Nya.

‫ِب‬ٚ ،ُ‫سخ‬١‫َّخُ اٌصس‬٠‫َب َدحُ اٌفِ ْى ِش‬١‫زذ٘ب اٌم‬ٚ ٟ٘ َ َ‫َّخ‬١ِِ َ‫اإلعال‬ِ َ‫َّخ‬٠‫َبدحَ اٌفِ ْى ِش‬١‫اٌسبص ًُ أَ َّْ اٌم‬ٚ
َّْ َ‫ٓ أ‬١‫ز‬
ِ ٟ‫ ف‬،ً‫اٌؼم‬
ِ ٍَٝ‫َّخٌ َػ‬١ِٕ‫َّخَ َِ ْج‬١ِِ َ‫اإلعال‬ َّ ،ٌ‫َّخٌ فَبعذح‬٠‫فىش‬
ِ َ‫َّخ‬٠‫َب َدحَ اٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ألْ اٌم‬ ِ ٌ
‫بداد‬١‫ل‬ ‫ػذاَ٘ب‬
،ْ‫ب‬ ِ ‫اإل ْٔ َغ‬ ْ ‫ك َِ َغ‬
ِ ‫فط َش ِح‬ ُ ِ‫َّخٌ رَزَّف‬٠‫َب َدحٌ فِ ْى ِش‬١ِ‫َب ل‬ََّٙٔ‫ ِأل‬َٚ ،ً‫اٌؼم‬
ِ ٍٝ‫َّ ٍخ ػ‬١ِٕ‫ ُش ِ ْج‬١ْ ‫ غ‬ٜ‫َّخَ األخش‬٠‫د اٌفِ ْى ِش‬
ِ ‫َبدَا‬١‫اٌم‬
ِ ‫اإل ْٔ َغ‬
.ْ‫ب‬ ِ َ‫ط َشح‬ ُ ٌِ‫ رخَ ب‬ٜ‫َّخَ األُ ْخ َش‬٠‫َب َد ِح اٌف ْى ِش‬١ِ‫ٓ أَ َّْ اٌم‬١‫ز‬
ْ ِ‫ف ف‬ ِ ٟ‫َب ف‬ٙ‫ةُ ِؼ‬ٚ‫ب‬
َ ‫زد‬١‫ف‬
َ
Terjemahannya: Berdasarkan keterangan tadi, hanya kepemimpinan
ideologis Islamlah satu-satunya kepemimpinan ideologis yang benar,
sedangkan kepemimpinan ideologis lainnya adalah rusak. Kepemimpinan
ideologisnya dibangun berdasarkan akal, amat berbeda dengan kepemimpinan
ideologis lainnya yang tidak dibangun berlandaskan akal. Kepemimpinan
ideologis Islam juga sesuai dengan fitrah manusia, sehingga mudah diterima
oleh manusia. Sedangkan kepemimpinan ideologis lainnya berlawanan dengan
fitrah manusia.

ٌَِٝ‫ ُي إ‬ُٛ‫صً اٌشع‬ٚ َ ْْ َ‫ ُِ ْٕ ُز أ‬،‫س‬ُٛ


ِ ‫ ِْغ اٌؼص‬١ِّ ‫ َخ‬ٟ‫زْ َذُٖ ف‬ٚ ََ َ‫اإل ْعال‬ ِ ‫ا‬ُٛ‫َٓ غَجَّم‬١ْ ِّ ٍِ‫أَ َّْ اٌ ُّ ْغ‬
‫َ ِذ‬٠ ٍَٝ‫َّ ٍخ َػ‬١ِِ َ‫ٌ ٍخ إِ ْعال‬ٚ‫ذ آخ ُش د‬ ْ َ‫َٓ َعمَط‬١‫َّ ٍخ ز‬٠‫الد‬١ِ 6161 ‫َّ ٍخ‬٠‫ ِ٘دْ ِش‬6331 ‫ َعَٕ ِخ‬َّٝ‫َٕ ِخ زز‬٠ْ ‫اٌ َّ ِذ‬
‫ أَ َِّب‬.‫بذ‬ ْ َّ‫ ٘زا اٌز‬ٟ‫ٔدسذ ف‬ ْ ‫ َوبَْ ر‬َٚ ،‫بس‬
ِ ‫ ِد إٌ ََد‬ٚ‫ أَ ْث َؼ ِذ ُز ُذ‬ٌَِٝ‫ْك إ‬ ِ ١ِ‫طج‬ ْ َّٝ‫َب َشب ِِالً َزز‬ُٙ‫م‬١ْ ِ‫َطج‬ ِ َّ ‫االعزِ ْؼ‬
ْ ‫ر‬
،‫بع‬ ِ َّ ِ‫َّ ِخ اٌ ُّزَ َؼٍِّمَ ِخ ثبالخْ ز‬١‫ األَزْ َى ِبَ اٌ َّششْ ِػ‬ٟ‫ ف‬:‫َب َء‬١‫ خَ ّْ َغ ِخ أَ ْش‬ٟ‫َزَ َّثَّ ًُ ف‬٠ َُِّٗٔ‫إل ْعالَ َِ فَئ‬
ِ ٌ ُِ ‫اٌسب ِو‬
َ ‫ْك‬ ِ ١ِ‫َطج‬

xxxii
‫َب‬ٙ‫ ُؼ‬١ْ ِّ ‫َب ُء اٌخَ ّْ َغخُ َخ‬١‫ذ ٘ ِز ِٖ األَ ْش‬
ْ َ‫لَ ْذ غُجِّم‬َٚ .ُِ ‫اٌ ُس ْى‬ٚ ،‫َّ ِخ‬١‫بس ِخ‬
ِ َ‫َ ِخ اٌخ‬١‫َبع‬١‫اٌغ‬ٚ ،ُِْ ١ٍِ‫اٌز ْؼ‬ٚ ،‫صب ِد‬ َ ِ‫اال ْلز‬ٚ
ِ ‫ٌ ِخ‬ٚ‫ِٓ لَج ًِْ اٌذ‬
.‫ َّ ِخ‬١ِِ َ‫اإل ْعال‬
Bahwa umat Islam, sepanjang sejarahnya hanya menerapkan sistem Islam,
sejak Rasulullah SAW berada di Madinah sampai tahun 1336 H (1918 M),
yaitu tatkala jatuhnya Daulah Islam yang terakhir ke tangan penjajah. Saat itu
penerapan sistem Islam mencakup seluruh aspek kehidupan, bahkan negara
berhasil menerapkannya dengan sangat gemilang. Penerapan sistem Islam oleh
penguasa dimanifestasikan dalam lima bidang, yaitu hukum-hukum syara‟
yang berkaitan dengan masalah (1) sosial (yang mengatur interaksi pria dan
wanita), (2) ekonomi, (3) Pendidikan, (4) politik luar negeri, dan (5)
pemerintahan. Hukum-hukum yang menyangkut kelima bagian ini telah
diterapkan oleh Daulah Islam sejak dulu.

ُ‫فَخ‬١ْ ٍِ َ‫ اٌخ‬:ٟ٘ٚ ،‫َب ًصا‬ٙ‫َخَ ِخ‬١ِٔ‫َب ثَ َّب‬َِّٙٔ‫ اإلعالَ فَئ‬ٟ‫َاس ِح ف‬ َ ‫اإلد‬ٚ ِ ُِ ‫ضَ ِح اٌ ُس ْى‬ِٙ ْ‫أَ َِّب ثبٌٕغج ِخ ألَخ‬ٚ
-‫َّ ِخ‬١ِ‫اٌسشْ ث‬ ِ ‫ ُش‬١ْ ِِ َ‫أ‬َٚ ،‫ ِز‬١ْ ِ‫ ُْ اٌزَّ ْٕف‬ٚ‫ب‬
َ ُ‫َب ِد "دَائِ َشح‬ٙ‫اٌد‬ ِ ‫ ُِ َؼ‬َٚ ،‫ط‬٠ٛ‫اٌزف‬ِ ِ ‫ ُِ َؼ‬َٚ ،‫ٌَ ِخ‬ٚ‫ْظُ اٌ َّذ‬١ِ‫ َسئ‬َٛ ُ٘ٚ
ُْ ٚ‫ب‬
.‫ َِدْ ٍِظُ األُ َِّ ِخ‬َٚ ،‫ْ ٌَ ِخ‬ٚ‫صبٌِ ُر اٌ َّذ‬
َ َِ َٚ ،‫عب ُء‬ َ َ‫اٌم‬َٚ ،ُ‫الَح‬ُٛ ٌ‫ا‬َٚ ،" ُ‫ْش‬١‫اٌد‬َ
Mengenai sistem pemerintahan, jelas sekali bahwa struktur negara di
dalam Islam terdiri dari delapan bagian, yaitu: (1) Khalifah, sebagai kepala
negara, (2) Mu‟awin Tafwidl, -sebagai pembantu Khalifah yang berkuasa
penuh-, (3) Mu‟awin Tanfidz, -sebagai pembantu Khalifah dalam urusan
administrasi, (4) Amirul Jihad, (5) Wali (gubernur), (6) Qadla (pengadilan), (7)
Aparat Administrasi Negara, (8) Majlis Umat.

:ِٓ ١ْ َ١ٌِ‫ٓ اٌزب‬٠‫األِش‬


ِ ٟ‫َّ َّب ف‬١‫الع‬ٚ ‫ش‬١‫إٌظ‬
ِ ‫ًّب فم ْذ وبَْ ٔدبزًب ُِ ْٕمَ ِط َغ‬١ٍّ‫بد ِح ػ‬١‫أ َِّب ٔدب ُذ ٘ز ِٖ اٌم‬

ِ ‫ْ ِػ ِٗ ِِ ْٓ زبٌ ٍخ‬ُّٛ ْ‫ ثِ ُّد‬ٟ


‫َّ ٍخ‬٠‫فىش‬ َّ ِ‫اٌشؼت اٌؼشث‬
َ ِ ٍََ‫َّخَ َٔم‬١ِ‫َّخَ اإلعال‬٠‫ب َدحَ اٌفىش‬١‫أ َِّب أز ُذُ٘ َّب فَئ ِ َّْ اٌم‬
‫ذ‬
،‫َّ ٍخ‬٠‫ع ٍخ فِ ْى ِش‬ٙٔ ‫ػصش‬
ِ ٌٝ‫ إ‬،‫اٌذاِظ‬
ِ ًِْ ٙ‫اٌد‬ ِ ‫َب ِخ‬٠‫ َد‬ٟ‫ُِ ْٕ َسطَّ ٍخ رَزَ َخجَّػُ ف‬
َ َِ َ‫ظَال‬َٚ ،‫َّ ِخ‬١ٍِِ‫ َّ ِخ اٌؼبئ‬١‫شاٌؼصْ ج‬١
‫ فَمَ ِذأذفَ َغ‬.َُ ٌ‫ ثًَْ َػ َُّ اٌؼب‬،‫ة‬
ِ ‫اٌؼش‬
َ ٍٝ‫ؽ َش ّْ ِغ ِٗ ػ‬ ِ ‫ ْمز‬٠ ُْ ٌ ٞ‫اإلعالَ َِ اٌَّز‬
ُ ْٚ‫َصشْ ثُ ُض‬ ِ ‫س‬ٕٛ‫ث‬ ْ ‫َز‬٠
ُ‫َأل َأل‬
ِ
‫ثال ِد‬ٚ ‫اٌؼشاق‬ٚ
ِ ‫ط‬َ ‫بس‬ ِ َ‫ ف‬ٍٝ‫ْ ػ‬ٌَٛ َْٛ‫اعز‬ٚ ،ُِ ٌَ‫اإلعالَ ََ ٌٍ َؼب‬ِ ‫ا‬ٍِّٛ ‫ز‬َٚ ،‫َّ ِخ‬١‫ اٌىش ِح األسظ‬ٟ‫َْ ف‬ٍّٛ‫اٌّغ‬
ِ ‫َّب‬١ِِ َْٛ‫ ُش ل‬١ْ ‫َّخٌ َغ‬١ِِ ْٛ‫ة ل‬
‫د‬ ِ ُْٛ‫ِٓ ٘ ِز ِٖ اٌ ُشؼ‬
ْ ‫ت‬ ْ
ٍ ‫وبٔذ ٌىًِّ َش ْؼ‬ٚ .‫َب‬١ِ‫م‬٠ْ ‫ إ ْف ِش‬ِّٟ ٌِ‫ َش َّب‬ٚ ‫ِصْ َش‬ٚ َ‫اٌشب‬
ِ
ٟ‫َ ف‬ٚ‫اٌش‬ِ ‫َّ ِخ‬١ِِ َْٛ‫ش ل‬١‫غ‬
َ ‫ط‬َ ‫فبس‬
ِ ٟ‫ط ف‬ ِ ْ‫َّخٌ اٌفُش‬١ِِ ٛ‫فىبٔذ ل‬
ْ ،‫ب‬ِٙ‫ ُش ٌُغَبر‬١ْ ‫ٌُ َغخٌ َغ‬ٚ ،ٜ‫ة األُ ْخش‬ ِ ٛ‫اٌشؼ‬
ْ
ُْ ُُٙ‫وبٔذ ػبدار‬ٚ ،‫َب‬١ِ‫م‬٠‫ إفش‬ٌٟ‫شّب‬
ِّ ٟ‫َّ ِخ اٌجشْ ثَ ِش ف‬١ِٛ‫ش ل‬١‫غ‬ٚ
َ ،‫ِصش‬
َ ٟ‫َّ ِخ اٌمِج ِْػ ف‬١ِٛ‫ش ل‬١‫غ‬َٚ ،َ‫اٌشب‬
ِ
ِ ٍ‫ دخ‬َّٝ‫ زز‬،ََ ‫ َّ ِخ اإلعال‬ِٙ َ‫ف‬ٚ ،ِّٟ ِِ ‫ذ ثبٌس ْى ُِ اإلعال‬
‫ذ‬ ْ ٍََّ‫إْ ا ْعزَظ‬ِ ‫ِب‬ٚ .ً‫ُ ُْ ُِ ْخزٍَِفَخ‬ُٙٔ‫ب‬٠‫أد‬ٚ ُْ ٘‫ ِذ‬١ْ ٌ‫رُمب‬ٚ
‫ب َد ِح‬١‫ٌزٌهَ وبَْ ٔ ََدب ُذ اٌم‬ٚ .ُ‫َّخ‬١ِِ ‫ األُ َِّخُ اإلعال‬َٟ ِ٘ ,ً‫از َذح‬ٚ
ِ ً‫َب أُ َِّخ‬ٙ‫ ُؼ‬١ْ ِّ ‫ذ َخ‬
ْ ‫أصْ جَ َس‬ٚ ،‫َب‬ٍُّٙ‫اإلعال ََ ُو‬

xxxiii
َ‫ٍَخ‬١ْ ‫ع‬َٚ َّْ َ‫ َِ َغ أ‬،‫ ِْش‬١‫د ٔدبزًب ُِ ْٕمَ ِط َغ إٌَّ ِظ‬ ِ ٛ‫ ِْش ٘ز ِٖ اٌ ُشؼ‬ٙ‫ص‬
ِ ‫َّب‬١ِٛ‫اٌم‬ٚ ‫ة‬ َ ٟ‫ َّ ِخ ف‬١ِ‫َّ ِخ اإلعال‬٠‫اٌف ْى ِش‬
.ُُ ٍََ‫اٌم‬ٚ ْ‫اٌٍغب‬
ُ ِ َ‫ٍخ‬١‫ع‬ٚٚ ،ًُ َّ ‫اٌد‬ٚ
‫ٔشش٘ب‬ َ ُ‫ إٌبلخ‬ٟ٘
َ ‫َب‬ٍِّٙ‫ ز‬ٟ‫د ف‬ ِ َ‫اصال‬ٛ
ِ ُّ ٌ‫ا‬

Terjemahannya: Keberhasilan qiyâdah fikriyyah Islam secara nyata, adalah


bentuk keberhasilan yang tiada bandingannya, terutama dalam hal berikut ini:
pertama, bahwa qiyâdah fikriyyah Islam berhasil mengubah bangsa Arab
secara keseluruhan dari taraf pemikiran yang sangat rendah, dan dari kegelapan
yang selalu diliputi oleh fanatisme kesukuan dan alam kebodohan yang sangat,
menjadi era kebangkitan berpikir yang cemerlang, gemerlap dengan cahaya
Islam, yang bahkan tidak hanya untuk bangsa Arab saja tetapi seluruh dunia.
Umat Islam telah memainkan peranan penting dalam membawa Islam ke
seluruh pelosok dunia, sehingga mampu menguasai Persia, Iraq, Syam, Mesir,
dan Afrika Utara. Pada waktu itu masing-masing bangsa memiliki ras, etnik,
dan suku-suku yang saling berlainan dengan bangsa-bangsa lainnya. Juga
dalam hal bahasa. Bangsa Persia, misalnya, berbeda dengan bangsa Romawi di
Syam, berbeda pula dengan bangsa Qibthi di Mesir, berlinan pula dengan
bangsa Barbar (orang-orang Moor) yang ada di Afrika Utara. Demikian pula
halnya dengan adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan, dan agamanya, masing-
masing saling berlainan. Namun tatkala mereka hidup di bawah naungan
pemerintahan Islam, kemudian memahami Islam, pada akhirnya mereka
berduyun-duyun masuk Islam secara keseluruhan. Jadilah mereka sebagai umat
yang satu, yaitu umat Islam. Karena itu, keberhasilan qiyâdah fikriyyah Islam
dalam mempersatukan bangsa-bangsa dan suku-suku yang ada, merupakan
keberhasilan cemerlang dan tiada duanya. Padahal waktu itu sarana transportasi
dalam penyebarluasan dakwah hanya menggunakan unta, sedangkan media
penyebaran melalui lisan dan pena.

ْ ٍََّ‫َّخَ ظ‬١ِ‫أْ األُ َِّخَ اإلعال‬


‫ أ َِّ ٍخ‬ٍٝ‫ذ أػ‬ َّ ٛٙ‫ف‬
َ ،‫بد ِح‬١‫ٔدبذ ٘ ِز ِٖ اٌم‬ِ ٍٝ‫َ ُذيُّ ػ‬٠ ٞ‫ اٌَّز‬ٟٔ‫أ َِّب األ ِْ ُش اٌثب‬
ٌُ‫اٌؼب‬
ِ ِ ٍََّ‫ظ‬ٚ ،ً ‫ ِػ ٍْ َّب‬َٚ ً‫ثَمبفَخ‬ٚ ً‫َّخ‬١ٔ‫ِذ‬ٚ ً‫اٌؼبٌُ زعبسح‬
ٟ‫ْ ِي ف‬ٚ‫َّخُ أَػظَ َُ اٌ َّذ‬١ِِ ‫ْ ٌخُ اإلعال‬ٚ‫ذ اٌ َّذ‬ ِ ٟ‫ف‬
‫اٌثبِٓ ػش َش‬ِ ِْ ‫ف اٌمش‬ َ ‫ ُِ ْٕز‬َّٝ‫ِّ زز‬ٞ‫الد‬١ٌّ‫ َِٓ اٌمَشْ ِْ اٌ َغبثِ ِغ ا‬:ً‫ ػشش لَشْ َٔب‬ٟٕ‫أَ ْلذ ََسَ٘ب ُِ َّذحَ ْث‬ٚ
ِ ‫َص‬
‫اٌشّظ‬ٚ
َ ،‫َب‬١ْٔ ‫زْ َذَ٘ب صَ ْ٘ َشحَ اٌ ُذ‬ٚ ‫وبٔذ‬ٚ ْ ، ِّٞ‫الد‬١ٌّ‫ػشش ا‬ َ ِٓ ِِ ‫ف اٌمَشْ ِْ اٌثب‬ ِ ‫َص‬َ ‫ ُِ ْٕز‬ّٝ‫ِّ زز‬ٞ‫الد‬١ٌّ‫ا‬
‫ك‬١‫رطج‬
ِ ٟ‫اإلعالَ ف‬
ِ َ ‫ٔ ََد‬َٚ ،‫ب َ َد ِح‬١ِ‫بذ ٘ ِز ِٖ اٌم‬
‫بذ‬ َ َٛ َ‫َٓ األُ َِ ُِ غ‬١‫اٌّ ْش ِشلَخَ ث‬
َ ‫ُؤَ ِّو ُذ ٔ ََد‬٠ ‫ ِِ َّّب‬،‫اي ٘ ِز ِٖ اٌّ َّذ ِح‬
‫ب َد ِح‬١‫َّخُ ػ َْٓ َز ّْ ًِ اٌم‬١ِِ ‫األُ َِّخُ اإلعال‬ٚ ُ‫َّخ‬١ِِ ‫ْ ٌَخُ اإلعال‬ٚ‫َٕ َّب رَخَ ٍ َّ ِخ اٌ َّذ‬١ْ ‫ ِز‬َٚ .‫بط‬ ِ ٌَّٕ‫ ا‬ٍَٝ‫ َذرِ ِٗ َػ‬١ْ ِ‫ َػم‬ٚ ِٗ ِِ ‫ٔظب‬
ْ ‫ أزَ َى َغ‬،ِٗ ِ‫م‬١‫رطج‬ٚ َ‫اإلعال‬
َٓ١‫ذ ث‬ ِ ُٙ ْ ‫لص‬ٚ ،َ‫اإلعال‬
ِ َ‫ ف‬ٟ‫َّشد ف‬ ِ ٌٝ‫حَ إ‬ٛ‫اٌذػ‬
َ ‫َٓ أَ ْ٘ ٍََّ ِخ‬١‫َ ِخ ز‬٠‫اٌفِ ْى ِش‬
ُ‫ ِدت‬٠ ٟ‫ز َذَ٘ب اٌز‬ٚ ٟ٘ٚ ،ُ‫زْ َذَ٘ب اٌصبٌسخ‬ٚ ٟ٘ َّ ‫ ُي‬ٛ‫زا َٔم‬ٌٙٚ .ُِ َِ ُ‫األ‬
َ َ‫َّخ‬١ِ‫َّخَ اإلعال‬٠‫بدحَ اٌفىش‬١‫إْ اٌم‬
ُ ‫َ ُى‬١‫ب َدحَ فَ َغ‬١ِ‫ رَسْ ِّ ًُ ٘ ِز ِٖ اٌم‬ٟ‫َّخُ اٌَّز‬١ِِ ‫ٌخُ اإلعال‬ٚ‫ذ اٌذ‬
‫َب َد ِح‬١ِ‫ْ ٔ ََدب ُذ ٘ ِز ِٖ اٌم‬ٛ ِ َ‫رسمَّم‬
َ ‫إرا‬ٚ .ُِ ٌَ‫أْ رُسْ َّ ًَ ٌٍؼب‬
ْ
ِ ِْ ‫ ََ َو َّب َوبَْ ثبأل‬ٛ١ٌ‫ا‬
.‫ظ‬

xxxiv
Terjemahannya: Kedua, hal lain yang menunjukkan keberhasilan qiyâdah
fikriyyah Islam adalah bahwa umat Islam telah menjadi umat yang terkemuka
di dunia dalam bidang ẖaḏârah (peradaban), tsaqofah dan ilmu pengetahuan.
Daulah Islâm telah menjadi negara terbesar dan terkuat di dunia selama 12
abad, yaitu dari abad ke-7 sampai pertengahan abad ke-18 M. Daulah Islâm
merupakan kebanggaan dunia, seperti matahari yang memancarkan sinarnya
sebagai penerang bagi umat lain di sepanjang kurun tersebut. Fakta ini adalah
bukti lain yang memperkuat argument sejauh mana keberhasilan qiyâdah
fikriyyah Islam dan betapa berhasilnya Islam menerapkan undang-undang dan
akidahnya atas umat manusia. Namun tatkala Daulah dan umat Islam
melepaskan tugas mengemban qiyâdah fikriyyah Islam, ketika mereka tidak
lagi mementingkan dakwah Islam, melainkan kewajibannya memahami dan
menerapkan Islam, maka pada saat itulah Daulah dan umat ini sirna di antara
umat-umat lain. Berdasarkan hal ini kami berani mengatakan bahwa qiyâdah
fikriyyah Islamlah satu-satunya qiyâdah yang benar dan satu-satunya yang
wajib diemban ke seluruh dunia. Apalagi Daulah Islâm yang mengemban
qiyâdah fikriyyah ini muncul dan memainkan peranannya kembali, maka
keberhasilan qiyâdah fikriyyah saat ini akan seperti keberhasilannya pada
masa yang lalu.

ِ ٕ‫ اعْز ْئ‬ٌِٝ‫ ًَْ إ‬١ِ‫ال َعج‬ٚ .ً‫َّخ‬١ِِ َ‫َبحً إِ ْعال‬١‫ أَ ْْ َٔ ْغزَأِْٔفَ َز‬َٛ َُ٘ٚ ,‫از ٌذ‬ٚ
‫َبف‬ َ ْٙ َٔ ًُ ١ْ ِ‫فَ َغج‬
ِ ًٌ ١ْ ِ‫ َعج‬َٛ ُ٘ ‫عزَِٕب‬
ْ َ‫ أ‬:ً‫اإلعال ََ وب َ ِِال‬
ُٖ‫خَزَٔب‬ ْ ‫ رٌه إالَّ إرا‬ٌٝ‫ ًَْ إ‬١ِ‫ال َعج‬ٚ ،‫َّ ِخ‬١ِِ َ‫ْ ٌ ِخ ا ِإل ْعال‬َٚ‫َّ ٍخ إِالَّ ثبٌِذ‬١ِِ َ‫َب ٍح إِ ْعال‬١‫َز‬
ِ ‫أخزَٔب‬
ِٖ ‫ك ػ َْٓ ٘ ِز‬ ُ ِ‫أَ ْٔ ِظ َّخً رَ ْٕجَث‬ٚ ،‫ب ِح‬١‫ اٌس‬ٟ‫َخُ إٌَظَ ِش ف‬ٙ ْ‫خ‬ِٚ ‫َب‬ٙ١ْ ٍَ‫رَز ََش َّو ُض َػ‬َٚ ،ٜ‫ َذحٌ رَسًُُّ اٌ ُؼ ْم َذحَ اٌ ُىجْش‬١ْ ِ‫َػم‬
ْٓ ِِ ،‫َب‬ٙ١ْ ِ‫َّخُ ثِ َّب ف‬١ِِ َ‫ اٌثَمَبفَخُ اإل ْعال‬َٟ ِ٘ ُ‫َخ‬١ِ‫َب اٌثمبف‬ُٙ‫ر‬َٚ ْ‫ثَش‬َٚ ،ِٗ ٌِ ُْٛ‫ ُعَّٕخُ َسع‬ٚ ِ‫َب ِوزبةُ هللا‬ٙ‫ أَعب ُع‬,‫ َذ ِح‬١ْ ِ‫اٌ َؼم‬
‫َّ ِخ‬١ِِ ‫ َّ ِخ اإلعال‬٠‫بد ِح اٌفىش‬١‫ رٌِهَ إالَّ ثِ َس ّْ ًِ اٌم‬ٌٝ‫ ًَ إ‬١‫ال َعج‬ٚ ،‫ ِْشَ٘ب‬١‫ َغ‬َٚ ،‫ٌُ َغ ٍخ‬ٚ ،‫ ٍْش‬١‫رَ ْف ِغ‬َٚ ،‫ث‬ َ ،ِٗ ‫فِ ْم‬
ٍ ٠ْ ‫ز ِذ‬ٚ
‫َب َد ِح‬١ِ‫ إرا ا ْٔزَمَ ًَ َز ّْ ًُ اٌم‬َّٝ‫ َزز‬،ْ‫ىب‬
ٍ َِ ًِّ‫ و‬ٟ‫اإلعال َِ وب ِِالً ف‬ِ ‫دبد‬٠‫ثِئ‬ٚ ،َ‫اإلعال‬ ِ ‫ ِح‬َٛ ‫َزّالً َوب ِِالً ثبٌذ ْػ‬
‫ َ٘ َزا‬.ُِ ٌَ‫ اٌ َؼب‬ٌٝ‫َّ ِخ إ‬٠‫بد ِح اٌفىش‬١ِ‫ لُ َّْٕب ثِ َس ّْ ًِ اٌم‬،‫َّ ِخ‬١ِِ ‫ٌ ِخ اإلعال‬ٚ‫ اٌذ‬ٌَٝ‫إ‬ٚ ‫َب‬ٙ‫ ِػ‬ّٛ ْ‫ األُ َِّ ِخ ثّد‬ٌٝ‫َّ ِخ إ‬٠‫اٌفىش‬
ِ
‫َب ِح‬١‫اٌس‬ ِ ٕ‫ٓ ال ْعزِ ْئ‬١ٍّ‫ٌٍّغ‬
َ ‫َبف‬ ِ ‫َّ ِخ‬١ِ‫َّ ِخ اإلعال‬٠‫َب َد ِح اٌفىش‬١ِ‫ َز ّْ ًُ اٌم‬:‫ع ِخ‬ٙ َ ٌٍَّٕ ‫ ُذ‬١ْ ‫ز‬ٌٛ‫ا‬َ ًُ ١‫ اٌ َغج‬َٛ ُ٘
ِ ٌٍّٕ ‫َب‬ٍُّْٙ ‫ ثُ َُّ َز‬،‫َّ ِخ‬١ِ‫اإلعال‬
ِ ‫بط وبفَّخً ػ َْٓ غَ ِش‬
.‫َّ ِخ‬١ِِ ‫ْ ٌَ ِخ اإلعال‬ٚ‫ك اٌ َّذ‬٠

Terjemahannya: Sesungguhnya jalan kebangkitan kita hanya satu, yaitu


melanjutkan kembali kehidupan Islam. Tidak ada jalan lain untuk melanjutkan
kehidupan Islam itu kecuali dengan tegaknya Daulah Islâm. Dan hal ini tak
dapat diraih kecuali kita mengambil Islam sebagai akidah yang mampu
memecahkan masalah utama (al-uqdatul kubrâ) manusia, yang diatasnya
dibangun pandangan hidup; juga mengambilnya sebagai peraturan yang
terpancar dari akidah Islam. Asas peraturan ini adalah kitabullâh dan Sunah
Rasul-Nya, sedangkan kekayaan khazanahnya adalah tsaqâfah Islam yang
mencakup fiqih, hadits, tafsir, bahasa dan lain sebagainya. Tidak ada jalan
menuju kearah itu melainkan dengan mengemban qiyâdah fikriyyah Islam

xxxv
secara total, yaitu dengan cara mendakwahkan fikriyyah Islam secara total,
yaitu dengan cara mendakwahkan Islam, serta dengan cara mewujudkan Islam
secara sempurna di setiap negeri. Apabila qiyâdah fikriyyah Islam sampai
kepada umat dan Daulah Islâm, barulah kita dapat mengemban qiyâdah
fikriyyah ke seluruh penjuru dunia. Inilah satu-satunya jalan untuk
menghasilkan kebangkitan: yaitu dengan mengemban qiyâdah fikriyyah Islam
kepada kaum muslim untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam.
Kemudian menyebarluaskannya kepada umat manusia melalalui Daulah Islâm.

َ ‫ُ ْٕ ِى ُش اٌش‬٠َٚ ِ‫ َد هللا‬ُٛ‫خ‬ُٚ ‫ُ ْٕ ِى ُش‬٠ ٞ‫ُّ اٌَّز‬ِّٞ‫َ َش اٌ َّ ْجذَأُ اٌ َّبد‬َٙ‫ٌ َّّب ظ‬ٚ


ِ ‫َ ْم‬٠ ْْ َ‫َ ْغزَ ِط ْغ أ‬٠ ُْ ٌَ ‫ذ‬ُٚ
ٍَٝ‫ َػ‬َٟ ‫ع‬
ًَّ ‫ َٔمَ ًَ ُو‬،‫ ِح‬َّٛ ُ‫ ِز ِٖ اٌم‬ٌٙ ُٗ‫ َغ‬٠ْ ‫َٔمَ ًَ رَ ْم ِذ‬َٚ ،ُْٕٗ ِِ ‫ ٍح أَ ْوجَ َش‬َّٛ ُ‫بْ ٌِم‬
ِ ‫اإل ْٔ َغ‬ َ ‫إَِّٔ َّب َٔ ْم ًَ ر‬َٚ ،ٟ‫ؼ‬١‫اٌطج‬
ِ ‫ َس‬ُّٛ ‫َص‬ ِّ ُِّٓ ٠‫٘ َزا اٌزَ َذ‬
ٌَِٝ‫ فَ َىأََُّٔٗ َس َخ َغ إ‬،‫زْ َذُ٘ َّب‬َٚ ‫ُ َّب‬ٌَٙ ُٗ‫ َغ‬٠ْ ‫ َخ َؼ ًَ رَ ْم ِذ‬َٚ ،ِٗ ِ‫ َز ٍََّز‬ٟ‫ف‬ٚ ِ‫ اٌ َّ ْج َذإ‬ِٟ‫ ِح ف‬َّٛ ُ‫ ِس ٘ ِز ِٖ اٌم‬ُّٛ ‫َص‬
َ ‫ ر‬ٌٝ َ ِ‫رٌهَ إ‬
ِ ٠‫ رَ ْم ِذ‬ٌَِٝ‫د هللاِ إ‬
‫ْظ‬ ِ ‫َب‬٠‫ْظ آ‬ِ ٠‫ِٓ رَ ْم ِذ‬ٚ
ْ ،‫ ِػجَب َد ِح اٌ ِؼجَب ِد‬ٌَِٝ‫َبط ِِ ْٓ ِػجَب َد ِح هللاِ إ‬
ِ ٌٕ‫ْظ ا‬ َ ٠‫َٔمَ ًَ رَ ْم ِذ‬َٚ ،‫ َسا ِء‬ٌٛ‫ا‬
َ
‫َب‬ٌََّٙٛ ‫إِٔ َّ َّب َز‬َٚ ْ ِ‫ ف‬ٍَٝ‫عب َء َػ‬
،ُِّٓ ٠‫ط َش ِح اٌزَ َذ‬ َ َ‫َ ْغزَ ِط ِغ اٌم‬٠ ُْ ٌََٚ . َ‫ رٌه‬ٟ‫ًّب ف‬١‫ فَ َىبَْ َسخْ ِؼ‬،‫د‬ ِ ‫ْ لَب‬ٍُٛ‫َوالَ َِ اٌ َّ ْخ‬
ً‫َب َدح‬١ِ‫َذ ل‬ْ ٔ‫ َوب‬َٚ ِ ‫اإل ْٔ َغ‬
،ْ‫ب‬ ُ ٍَِ‫َّخُ ر َْخز‬٠‫َب َدرُُٗ اٌفِ ْى ِش‬١ِ‫َذ ل‬
ِ ‫ َؼ ِخ‬١ْ ِ‫ف َِ َغ غَج‬ ْ ٔ‫ٌِزٌِهَ َوب‬َٚ .‫ًّب‬١‫الً َسخْ ِؼ‬٠ْ ِٛ ْ‫ثِبٌ َّغَبٌَطَ ِخ رَس‬
ْ ِ‫َ ٍخ ف‬١‫َّ ِخ ُِ ْخفِمَخً ِِ ْٓ َٔب ِز‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫ اٌ ُّش‬ِٟ‫َّخُ ف‬٠‫َب َدحُ اٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ذ اٌم‬
‫َب‬ٌَٙ ًُ َّ١‫ُز ََس‬٠ ‫إَِّٔ َّب‬َٚ ،‫َّ ٍخ‬٠‫ط ِش‬ ِ َٔ‫ ِِ ْٓ َُٕ٘ب َوب‬ٚ .ً‫َّخ‬١ِ‫َع ٍْج‬
ٟ‫ْ َْ ف‬ُٛ‫اٌ ُّ ْخفِم‬ٚ ، َُْٛ‫َب اٌ ُّ ْٕخَ فِع‬ِٙ‫ه ث‬ ُ ‫َزَ َّ َّغ‬٠َٚ ، َٓ١ْ ‫اٌجَبئِ ِغ‬ٚ ، َٓ١ْ ِ‫اٌخَ بئِف‬ٚ ، َٓ١ْ ‫اٌدبئِ ِؼ‬
َ َْٞٛٙ‫رَ ْغز‬َٚ ،‫ثبٌ ِّ َؼ َذ ِح‬
َ َ‫ُم‬٠ َّٝ‫ َزز‬،ِّٟ ٍِ‫ ِر اٌ َؼ ْم‬ٚ‫َْ ثبٌ ُش ُز‬ُٛ‫صبث‬
َٓ١ْ ‫ اٌفِ ْى ِش ِز‬ِٞٚ ‫ُ ُْ ِِ ْٓ َر‬َِّٙٔ‫بي إ‬ َ َّ ٌ‫ا‬ٚ ،‫َب‬ٙ١ْ ٍَ‫َْ َػ‬ٚ‫اٌسبلِ ُذ‬ َ ‫َب ِح‬١‫اٌس‬ َ
.‫اٌؼ ْم ًِ َِؼًب‬ٚ ِّ‫اٌسظ‬ ِ ‫َب َد ِح‬ٙ‫ثُطَالًَٔب ثِ َش‬َٚ ‫ئ فَ َغبدًا‬١
ٍ ‫َ ُش َش‬ٙ‫ظ‬ ْ َ‫ أ‬َٟ ِ٘ ٟ‫ َّ ِخ اٌَّز‬١‫ ِى‬١ْ ِ‫بٌِ ْىز‬٠‫َّ ِخ اٌذ‬٠‫ْ َْ ثبٌٕظَ ِش‬ُٛ‫َزَ َش َّذل‬٠
ُ ‫ْ َس‬َٛ‫ذ اٌث‬
‫اد‬ ُ ‫اٌ َىج‬ٚ ُ‫اٌع ْغػ‬
ِ َٔ‫ َوب‬َٚ ،‫ْذ‬ َ َْ‫ ِِ ْٓ َُٕ٘ب َوب‬َٚ ،‫َب‬ِٙ‫َبط ٌِ َّ ْج َذئ‬
ِ ٌٕ‫بع ا‬
ِ ‫ع‬َ ‫ ِح ِإل ْخ‬َّٛ ُ‫ َّع ًُ ثِبٌم‬َٛ َ٠َٚ
.‫َب‬ٍِِٙ‫ َعبئ‬َٚ ُِّ ََ٘‫ِٓ أ‬
ْ ُ‫االظْ ِط َشاة‬ٚ ُ‫ْت‬٠‫اٌز َْخ ِش‬ٚ ،ًُ ِ‫اٌمَالَل‬ٚ
Terjemahannya: Akan tetapi ketika muncul ideologi (dialektika)
materialisme, yang mengingkari adanya Allah dan ruh, ternyata ide ini tidak
mampu memusnahkan kecenderungan beragama. Ideologi ini hanya bisa
mengalihkan pandangan manusia kepada satu kekuatan yang lebih besar
dibandingkan dirinya dan mengalihkan perasaan taqdis kepada kekuatan besar
tersebut. menurut mereka, kekuatan itu berada di dalam ideologi dan diri para
pengikutnya. Mereka membatasi taqdis hanya pada keduan unsur tersebut. Ini
berarti mereka telah mengembalikan manusia ke masa silam, mengalihkan
penyembahan kepada Allah ke penyembahan makhluk-makhluk-Nya; dari
pengagungan terhadap ayat-ayat Allah kepada pengkultusan terhadap doktrin-
doktrin yang diucapkan makhluk-makhluk-Nya. Semua ini menyebabkan
kemunduran manusia ke masa silam. Mereka tidak mampu memusnahkan
fitrah beragama, melainkan hanya mengalihkan fitrah manusia seara keliru
kepada kesesatan dengan mengembalikannya ke masa silam. Berdasarkan hal
ini, qiyadah fikriyah-nya telah gagal ditinjau dari fitrah manusia. Malah dengan
berbagai tipu muslihat, mereka mengajak orang-orang untuk menerimanya;

xxxvi
dengan mendramatisir kebutuhan perut mereka menarik orang-orang yang
lapar, pengecut, dan sengsara. Ideologi ini dianut oleh orang-orang yang
bermoral bejat, orang-orang yang benci terhadap kehidupan, termasuk orang-
orang sinting yang tidak waras cara berfikirnya agar mereka dapat digolongkan
ke jajaran kaum intelektual tatkala mereka mendiskusikan dengan angkuh
tentang teori dialektika. Padahal kenyataannya, dialektika materialisme paling
terlihat kerusakan dan kebathilannya, dan dengan sangat mudah dapat
dibuktikan oleh perasaan dan akal. Supaya manusia tunduk pada ideologi ini,
maka mereka dipaksa melalui kekuatan fisik. Berbagai tekanan, intimidasi,
revolusi, menggoyang, merobohkan, dan mengacaukan merupakan sarana-
sarana penting untuk mengembangkan ideologi tersebut.

َ ٟ‫اإلٔغبْ اٌَّز‬
،ُِّٓ ٠‫ فطشحُ اٌزَّذ‬ٟ٘ ِ ‫َّ ِخ ُِخبٌِفَخً ٌفطش ِح‬١ٌ‫َّخُ ٌٍشأعّب‬٠‫بدحُ اٌفىش‬١‫وزٌهَ وبٔذ اٌم‬ٚ
،‫ب ِح‬١‫ اٌس‬ٟ‫اإلٔغبْ ألػّبٌِ ِٗ ف‬
ِ ‫ش‬١‫رذث‬
ِ ٟ‫ظ رَ ْج ُش ُص ف‬٠‫اٌزمذ‬
ِ ٟ‫ ُِّٓ وّب رَ ْج ُش ُص ف‬٠‫ألْ فطشحُ اٌزذ‬ َّ
َْٛ‫ى‬٠ ْ‫ٌزٌهَ وبَْ الثُ َّذ أ‬ٚ .‫خُ اٌ َؼدْ ِض‬٠‫٘زا ا‬ٚ ،‫ش‬١‫اٌزذث‬
ِ ‫زا‬ٙ‫ َُ ث‬ُٛ‫َم‬٠ َٓ١‫ع ِٗ ز‬ِ ُ‫رٕبل‬ٚ ِٗ ِ‫ْ ِساخزالف‬ُُٛٙ‫ٌِظ‬
.ْ‫اإلٔغب‬
ِ ْ ِ‫ِخبٌف ٌِف‬
‫ط َش ِح‬ ٌ ‫ب ِح‬١‫ػٓ اٌس‬ِ ٓ٠‫اٌذ‬
ِ ‫ فئثؼب ُد‬.‫ب ِح‬١‫ اٌس‬ٟ‫اإلٔغبْ ف‬
ِ ‫ اٌّذث َِّش ألػّبي‬ٛ٘
َ ٓ٠‫اٌذ‬ُ
ٕٝ‫د ثً ِؼ‬ ٍ ‫ب ػجبدا‬١ٔ‫ب ِح اٌذ‬١‫ّبي اٌس‬ ِ ‫ َخ َؼ ًَ أَ ْػ‬َٛ ُ٘ ‫ب ِح‬١‫ اٌس‬ٟ‫ٓ ف‬٠ َ َُّٗٔ‫ أ‬ٍٝ‫ػ‬
ِ ‫ ِد اٌ ِذ‬ٛ‫خ‬ٚ ٕٝ‫ظ ِؼ‬١ٌ
ٟ‫اإلٔغبْ ف‬
ِ ً‫ِشبو‬
َ ‫ُؼبٌ ُح‬٠ ٞ‫اٌَّز‬َٛ ُ٘ ِٗ ‫أِش هللاُ ث‬
َ ٞ‫ظبَ اٌَّز‬ ِ ٌِّٕ‫ خؼ ًُ ا‬ٛ٘ ‫ب ِح‬١‫ اٌس‬ٟ‫ٓ ف‬٠‫اٌذ‬
ِ ‫ ِد‬ٛ‫خ‬ٚ
‫ٔظبَ صب ِد ٍس‬
ٍ ‫أخ ُز‬ٚ
ْ ُٖ‫ فئثؼب ُد‬،ْ‫ب‬ِ ‫ فطش ِح اإلٔ َغ‬ٟ‫د ِبف‬ ْ ‫ذ ٍح لش ََّس‬١‫ػٓ ػم‬ْ ‫٘زا إٌظب َُ صبد ٌس‬ٚ ،‫ب ِح‬١‫اٌس‬
ُ‫خ‬٠‫اٌفىش‬
ِ ُ‫بدح‬١‫ٌزٌهَ وبٔخ اٌم‬ٚ .ْ‫اإلٔغب‬
ِ ْ
‫ٌفط َش ِح‬ ٌ ٌِ‫ ُِّٓ ِخب‬٠‫ضحَ اٌزذ‬٠‫ك غش‬
‫ف‬ ُ ِ‫اف‬َٛ ُ‫ َذ ٍح ال ر‬١ْ ِ‫ِٓ َػم‬
ٟ‫ف‬ٚ ،‫ب ِح‬١‫َٓ ػ ِٓ اٌس‬٠‫َب اٌذ‬ٍِٙ ْ‫ فَص‬ٟ‫َّخٌ ف‬١‫بدحٌ عٍج‬١‫ب ل‬َّٙٔ‫ أل‬،‫َّ ٍخ‬٠‫ط ِش‬ ْ ِ‫َ ٍخ ف‬١‫ِٓ ٔبز‬
ْ ً‫َّخُ ُِ ْخفَمَخ‬١ٌ‫اٌشّأعّب‬
ٓ‫ػ‬ َ ٞ‫ إثؼب ِدَ٘ب إٌظب ََ اٌَّز‬ٟ‫ف‬ٚ ،ً‫َّخ‬٠‫ َخؼ َؼٍِ ِٗ َِغْأٌََخً فَشْ ِد‬َٚ ،‫ب ِح‬١‫ػٓ اٌس‬
ْ ِٗ ِ‫أِش هللاُ ث‬ ِ ُِّٓ ٠‫إثْؼب ِد٘ب اٌزذ‬
.ْ‫اإلٔغب‬
ِ ًِ ‫ِؼبٌد ِخ َِ َشب ِو‬

Terjemahannya: Demikian pula qiyâdah fikriyyah kapitalisme


bertentangan dengan fitrah manusia, yaitu naluri beragama. Naluri beragama
tampak dalam aktivitas pen-taqdis-an; di samping juga tampak dalam
pengaturan manusia terhadap aktivitas hidupnya. Akan tampak perbedaan dan
pertentangannya tatkala pengaturan itu berjalan. Hal ini menunjukkan tanda
kelemahan manusia dalam mengatur aktivitasnya. Karena itu, keberadaan
agama harus dapat mengatur seluruh amal perbuatan manusia dalam
kehidupan. Menjauhkan agama dari kehidupan jelas bertentangan dengan fitrah
manusia. Namun bukan berarti adanya agama dalam kehidupan menjadikan
seluruh amal perbuatan manusia terbatas hanya pada aktivitas ibadah saja. Arti
penting agama dalam kehidupan adalah untuk mengatasi berbagai persoalan
hidup manusia sesuai dengan peraturan yang Allah perintahkan. Peraturan dan
sistem ini lahir dari akidah yang mengakui apa yang terkandung dalam fitrah
manusia, yaitu naluri beragama. Menjauhkan peraturan Allah dan mengambil

xxxvii
peraturan yang lahir dari akidah yang tidak sesuai dengan naluri beragama
adalah bertentangan dengan fitrah manusia. Demikian pula qiyâdah fikriyyah
kapitalisme bertentangan dengan fitrah manusia, yaitu naluri beragama. Maka
dari itu, qiyâdah fikriyyah kapitalisme telah gagal dilihat dari segi fitrah
manusia. Ia adalah qiyâdah fikriyyah negatif, yang memisahkan antara agama
dengan kehidupan; menjauhkan aktivitas beragama dari kehidupan;
menjadikan masalah agama sebagai masalah pribadi (bukan masalah
masyarakat); sekaligus menjauhkan peraturan yang Allah perintahkan, yang
dapat memecahkan persoalan hidup manusia.

ًَ ‫ص‬ ،ًِ ‫ اٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫ْظ َػ‬


َّ ََٛ ‫إِ ْْ ر‬َٚ َ ١ٌَٚ ‫َ ِخ‬٠‫ اٌّب ِّد‬ٍٝ‫َّخٌ ػ‬١ِٕ‫ َِ ْج‬َٟ ِٙ َ‫َّخُ ف‬١‫ْ ِػ‬ُٛ١‫َّخُ اٌ ُّش‬٠‫َبدحُ اٌفِ ْى ِش‬١‫أَ َِّب اٌم‬
‫أَ َِّب‬َٚ .ٌ‫َّخ‬٠‫َِب ِّد‬
َٟ ِٙ َ‫ ف‬،‫َب ِء‬١‫َب أَصْ ًَ األَ ْش‬ٍِٙ‫ثِ َد َؼ‬ٚ ،‫ْ ِد اٌّب َّد ِح لَج ًَْ اٌفِ ْى ِش‬ُٛ‫خ‬ُٛ ِ‫ْ ُي ث‬ُٛ‫َب رَم‬ََّٙٔ‫ أل‬،ًُ ‫َب اٌؼ ْم‬ٙ١ْ ٌِ‫إ‬
ٞ‫ اٌَّز‬ِٟ‫اع اٌذَا‬ِ َ‫ ِٗ َِٓ إٌض‬١ْ ٌَِ‫ذ إ‬ ْ ٍَ‫ص‬َّ ََٛ ‫ ر‬ٞ‫عػ اٌَّ ِز‬ٌٛ‫ا‬
ِ ٍَٝ‫َّخٌ َػ‬١ِٕ‫ َِ ْج‬َٟ ِٙ َ‫َّخُ ف‬١ٌ‫َّخُ اٌشأع َّب‬٠‫َب َدحُ اٌفِ ْى ِش‬١ِ‫اٌم‬
ِ َٔ‫ ٌِزٌهَ َوب‬.‫ْ ٌَ ِخ‬ٚ‫ ِْٓ ػ َِٓ اٌذ‬٠‫أَ ْٔز ََح فَصْ ًَ اٌ ِذ‬ٚ ،‫بي اٌفِ ْى ِش‬
‫ذ‬ ِ ‫َٓ ِس َخ‬١ْ َ‫ْ ٍْ ث‬ُٚ‫اعزَ َّشَّػ َّذحَ لُش‬
ِ ‫ َغ ِخ‬١ْ ِٕ‫بي اٌ َى‬
ِ ‫س َخ‬ٚ
ْ ِ‫َبْ َِ َغ اٌف‬
‫ ُش‬١ْ ‫ َغ‬ٚ ،‫ط َش ِح‬ َ ِ‫ُ َّب ُِزََٕبل‬ََّٙٔ‫ أل‬،ِْٓ ١َ‫َّخُ ُِ ْخفِمَز‬١ٌ‫اٌشأعّب‬ٚ ‫ َّ ِخ‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫َبْ اٌ ُّش‬
ِ ‫عز‬ ِ ‫َّز‬٠‫َبْ اٌفِ ْى ِش‬
ِ ‫َب َدر‬١ِ‫اٌم‬
.ًِ ‫ اٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫ ِْٓ َػ‬١َ‫َّز‬١ِٕ‫َِ ْج‬
Terjemahannya: kepemimpinan ideologis komunisme bersandar pada
materialisme bukan berdasarkan akal, sekalipun dihasilkan oleh akal.
Komunisme menyatakan bahwa materi itu ada sebelum adanya pemikiran
(pengetahuan). Segala sesuatu berasal dari materi, itulah materialisme.
Sedangkan kepemimpinan ideologis kapitalisme bersandar pada pemecahan
jalan tengah (kompromi) yang dicapai setelah terjadinya pertentangan yang
berlangsung hingga berabad-abad antara para pendeta gereja dan cendikiawan
Barat, yang kemudian menghasilkan pemisahan agama dari negara.
Kepemimpinan ideologis komunisme dan kapitalisme telah gagal. Keduanya
bertentangan dengan fitrah manusia dan tidak dibangun berdasarkan akal. (71)

َّْ ِ‫ْ ُي إ‬ُٛ‫َب رَم‬ََّٙٔ‫ ِأل‬،ًِ ‫ اٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫َّ ِخ الَ َػ‬٠‫ اٌّب ِّد‬ٍَٝ‫َّخٌ َػ‬١ِٕ‫َّخَ َِ ْج‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫َّخَ اٌ ُّش‬٠‫َب َدحَ اٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ أَ َّْ اٌم‬: َ‫رٌه‬ٚ

ِ َِ ‫ اٌ ِذ‬ٍَٝ‫َٓ رَ ْٕ َؼ ِىظُ َػ‬١ْ ‫ٌِزٌهَ فبٌّب َّدحُ ِز‬َٚ ،ًَ ‫ك اٌ َؼ ْم‬


،‫ْ ِخ ُذ ثِ ِٗ اٌفِ ْى َش‬ُٛ‫بؽ ر‬ ُ ِ‫ْ رَ ْغج‬َٞ‫ أ‬،‫ك اٌفِ ْى َش‬ ُ ِ‫اٌ َّب َّدحَ رَ ْغج‬
َ‫ٌزٌه‬َٚ ،‫خ ُذ فِ ْى ٌش‬ُٛ َ ٠ َ‫بؽ فَال‬ ِ ‫ أَ َِّب لَج ًَْ اِ ْٔ َؼ َى‬.ِٗ ١ْ ٍَ‫ذ َػ‬
ِ َِ ‫ اٌ ِذ‬ٍَٝ‫بط اٌّب َّد ِح َػ‬ ْ ‫ ا ْٔ َؼ َى َغ‬ٟ‫ اٌّب َّد ِح اٌَّز‬ٟ‫ُفَ ِّى ُش ف‬١َ‫ف‬

ِ َ‫َّ ِخ أ‬١‫ْ ِػ‬ُٛ١‫ َذ ِح اٌ ُش‬١ْ ِ‫ فَأَصْ ًُ اٌ َؼم‬،‫ اٌ َّب َّد ِح‬ٍَٝ‫ َػ‬ٌّٟ ِٕ‫ئ َِ ْج‬١
ُ‫َّخ‬٠‫ اٌ َّب ِّد‬َٛ ُ٘ ‫َّ ِخ‬١‫ْ ِػ‬ُٛ١‫َّ ِخ اٌ ُش‬٠‫َب َد ِح اٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ اٌم‬ٞ ٍ ‫فَ ُىًُّ َش‬
.‫ْظ اٌفِ ْى َش‬
َ ١ٌََٚ
Terjemahannya: Bahwa qiyadah fikriyah komunisme dibangun
berlandaskan materialisme bukan akal adalah karena ideologi ini menyatakan
bahwa materi mendahului pemikiran (pengetahuan). Jadi, tatkala materi
terefleksi ke dalam otak, maka akan menghasilkan pemikiran; kemudian otak
akan memikirkan/mempertimbangkan hakekat materi yang direfleksikan ke

xxxviii
otak. Sebelum hal itu terjadi, tidak akan muncul pemikiran. Dengan demikian,
segala sesuatu dibangun atas materi. Jadi, dasar akidah komunisme adalah
materi bukan pemikiran.

ِ َِ ‫ اٌ ِذ‬ٌَِٝ‫اطِّ إ‬َٛ ‫اٌس‬


‫بؽ‬ َ ‫ َعبغَ ِخ‬َٛ ِ‫الِ ِغ ث‬ٌٛ‫ب‬ ِ ًُ ‫ َٔ ْم‬َٛ ُ٘ ‫ن‬
َ ِ‫اٌسظِّ ث‬ ِ ِٚ َ‫اٌفِ ْى ُش أ‬ِٚ َ‫ ِٗ فَبٌ َؼ ْم ًُ أ‬١ْ ٍَ‫ َػ‬َٚ
ُ ‫اإل ْد َسا‬
ٌ‫َّخُ ُِ ْخ ِطئَخ‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫َّخُ اٌ ُش‬٠‫َب َدحُ اٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ َرٌِهَ فبٌم‬ٍَٝ‫ َػ‬َٚ .ُ‫الِغ‬ٌٛ‫ا‬
َ ‫َب‬ِٙ‫ َعبغَز‬َٛ ِ‫غ ُش ث‬ َّ َ‫ُف‬٠ ‫د َعبثِمَ ٍخ‬ ٍ ‫ْ َِب‬ٍُٛ‫ْ ُد َِ ْؼ‬ُٛ‫خ‬ُٚ َٚ
ِ َ‫اٌ َؼ ْم ًِ ِػ ْٕ َذَ٘ب ف‬ٚ ‫ اٌفِ ْى ِش‬َٕٝ‫ َو َّب أَ َّْ َِ ْؼ‬،ًِ ‫ اٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫َّ ٍخ َػ‬١ِٕ‫ ُش َِ ْج‬١ْ ‫َب َغ‬ََّٙٔ‫ ِأل‬،ٌ‫بع َذح‬
.‫بع ٌذ‬ ِ َ‫ف‬َٚ
Berdasarkan hal ini, maka akal, fikr (pemikiran), dan idrak (pemahaman),
terjadi dengan pencerapan terhadap fakta melalui panca indera ke otak, disertai
dengan pengetahuan (informasi) yang diperoleh sebelumnya, yang dapat
menjelaskan (hakekat) kenyataan tersebut. Dengan demikian qiyadah fikriyah
komunis jelas-jelas keliru dan rusak, karena tidak dibangun berdasarkan akal.
Sama rusaknya dengan pengertian mereka tentang pemikiran dan akal.

‫ َغ ِخ‬١ْ ِٕ‫بي اٌ َى‬


ِ ‫َٓ ِس َخ‬١ْ َ‫ْػ ث‬ِ ‫ع‬ٌٛ‫ا‬
َ ًِّ‫اٌس‬ َ ٍَٝ‫َّخٌ َػ‬١ِٕ‫َّخُ َِ ْج‬١ٌِ‫َّخُ اٌشأع َّب‬٠‫َب َدحُ اٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ َو َزٌِهَ اٌم‬ٚ
ِٓ ٠ْ ‫بي اٌ ِذ‬ ِ ‫َٓ ِس َخ‬١ْ َ‫ْ ٍْ ث‬ُٚ‫ اعزَ َّ َّش ِػ َّذحَ لُش‬ٞ‫ْف اٌَّز‬ ِ ١ِٕ‫اع اٌ َؼ‬
ِ ‫اٌص َش‬
ِ َ‫َب ثَ ْؼ َذ َرٌِه‬َِّٙٔ‫ فَئ‬، َٓ٠ْ ‫اٌ ُّفَ ِّى ِش‬ٚ
ُ ‫ْ اال ْػزِ َش‬ٞ‫ أ‬،‫َب ِح‬١‫اٌس‬
ِٓ ٠ْ ‫ ِد اٌ ِّذ‬ُٛ‫خ‬ُٛ ِ‫اف ث‬ ٍ ‫ع‬َٚ ًٍّ‫ ِز‬ٌَِٝ‫ْ ا إ‬ٍُٛ‫ص‬
َ ِٓ ‫ ِْٓ َػ‬٠‫فصْ ًُ اٌ ِّذ‬َٛ ُ٘ ‫ْػ‬ َّ ََٛ ‫ ر‬، َٓ٠ْ ‫اٌ ُّفَ ِّى ِش‬َٚ
ًُّ‫ َز‬َٟ ِ٘ ‫إَِّٔ َّب‬َٚ ،ًِ ‫ اٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫َّخً َػ‬١ِٕ‫َّخُ َِ ْج‬٠‫َب َدحُ اٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ٌَ ُْ رَ ُى ْٓ اٌم‬ َ َِٓ ‫فَصْ ٍُُٗ ػ‬ٚ ‫ظ ًّْٕب‬
َ‫ٌ َزٌِه‬ٚ ،‫َب ِح‬١‫اٌس‬ ِ
ِّ ‫اٌس‬
‫ك‬ ِ َ‫ْػ أ‬
َ َٓ١ْ َ‫ْ َْ ث‬ُٛ‫ُمَشِّ ث‬٠ ُْ َُٙ‫ ف‬،ُْ ُ٘‫ٍَخً ِػ ْٕ َذ‬١ْ ‫ص‬ ِ ‫ع‬ٌٛ‫ا‬
َ ًِّ‫اٌس‬ َ َ‫فِ ْى َشح‬ ٍ ‫ع‬َٚ ًُّ‫ْ َز‬َٚ‫َ ٍخ أ‬١‫ظ‬
‫ٌِز ٌِهَ ٔ َِد ُذ‬ٚ .‫ْػ‬ ِ ْ‫رَش‬
َّْ َ‫ أل‬،‫ ٍد‬ُٛ‫ْ خ‬َِٛ ‫ ُش‬١ْ ‫ ْعػَ َغ‬ٌٛ‫ا‬ َ َّْ َ‫ َِ َغ أ‬،‫ْػ‬
َ ًَّ ‫اٌس‬ ٍ ‫ع‬َٚ ًٍّ‫اٌظَالَ َِ ثِ َس‬َٚ ‫س‬ٛ ِ ٌُٕ‫َٓ ا‬١ْ َ‫ث‬َٚ ،‫ْػ‬ ٍ ‫ع‬َٚ ًٍّ‫بغ ًِ ثِ َس‬
ِ َ‫اٌج‬َٚ
َ‫ ْعػ‬ٌٛ‫ا‬ َ َّٓ ‫ٌَ ِى‬َٚ ،َُ َ‫ اٌظَّال‬ِٚ َ‫ ُس أ‬ٌُّٕٛ‫إِ َِّب ا‬َٚ ،‫ اٌ ُى ْف ُش‬ِٚ َ‫بْ أ‬
َ ًَّ ‫اٌس‬ ُ َّ ٠ْ ‫اإل‬ ِ َ‫ اٌج‬ِٚ َ‫ك أ‬
ِ ‫إِ َِّب‬َٚ ،ًُ ‫بغ‬ َ ‫اٌ َّ ْغئٍََخَ إِ َِّب‬
ُّ ‫اٌس‬
َ‫ٌِ َزٌِه‬َٚ ،‫س‬ٛ
ِ ٌُٕ‫ػ َِٓ ا‬َٚ ،ْ‫ب‬
ِ َّ ٠ْ ‫اإل‬ ِّ ‫َّخَ أَ ْث َؼ َذُ٘ ُْ ػ َِٓ اٌ َس‬٠‫ُ ُُ اٌفِ ْى ِش‬َٙ‫َب َدر‬١ِ‫ل‬َٚ ُْ َُٙ‫ َذر‬١ْ ِ‫ ِٗ َػم‬١ْ ٍَ‫ْ ا َػ‬ََٕٛ‫ ث‬ٞ‫اٌَّز‬
ِ َِٓ ‫ػ‬َٚ ،‫ك‬
.ًِ ‫ اٌ َؼ ْم‬ٍَٝ‫َّ ٍخ َػ‬١ِٕ‫ ُش َِ ْج‬١ْ ‫َب َغ‬ََّٙٔ‫بع َذحً ِأل‬ِ َ‫َّخُ ف‬٠‫ُ ُُ اٌفِ ْى ِش‬َٙ‫َب َدر‬١ِ‫َذ ل‬ْ ٔ‫َوب‬
Terjemahannya: Demikian pula halnya dengan qiyadah fikriyah kapitalisme
yang dibangun berdasarkan jalan tengah (kompromi) antara tokoh-tokoh gereja
dengan cendikiawan, setelah sebelumnya terjadi pergolakan dan perbedaan
pendapat yang sengit dan berlangsung terus menerus selama beberapa abad.
Jalan tengah itu adalah pemisahan agama dari kehidupan, yaitu mengakui
keberadaan agama secara tidak langsung, tetapi dipisahkan dari kehidupan.
Jadi, qiyadah fikriyah ini tidak dibangun berlandaskan akal, tetapi dibangun
atas dasar persetujuan kedua belah pihak sebagai jalan tengah. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pemikiran jalan tengah merupakan hal yang
mendasar bagi mereka. Mereka mencampuradukan antara haq dan bathil,
antara keimanan dengan kekufuran, cahaya dengan kegelapan; dengan
menempuh jalan tengah. Padahal jalan tengah itu tidak ada faktanya.
Persoalannya adalah tinggal memilih tindakan yang jelas. Apakah yang haq
atau yang bathil, iman ataukah kufur, cahaya ataukah kegelapan. Tetapi jalan

xxxix
tengah (kompromi) yang diatasnya terdapat bangunan akidah dan qiyadah
fikriyah mereka, telah menjauhkannya dari kebenaran, keimanan, dan cahaya.
Karena itu, qiyadah fikriyah kapitalisme rusak, karena tidak dibangun
berlandaskan akal.

ْ ِ‫بْ اٌف‬
َ‫َّخ‬٠‫َب َدحَ اٌفِ ْى ِش‬١ِ‫ ألَ َّْ اٌم‬،َ‫ط َشح‬ ِ َ‫ُ َّب رُخَ بٌِف‬َِّٙٔ‫َّ ِخ فَئ‬١ٌِ‫اٌشأع َّب‬ٚ ‫ َّ ِخ‬١‫ْ ِػ‬ُٛ١‫ ِْٓ اٌ ُّش‬١َ‫َّز‬٠‫ ِْٓ اٌفِ ْى ِش‬١َ‫َب َدر‬١ِ‫اٌم‬
ُ‫َب َدح‬١ِ‫اٌم‬َٚ .‫ط َش ِح‬ ْ ِ‫ رَزََٕبلَطُ َِ َغ اٌف‬َٟ ِٙ َ‫ ف‬،ِٗ ِ‫بسةُ ا ِإل ْػزِ َشافَ ث‬ ِ ‫رُ َس‬َٚ ،‫طٍَمًب‬ ْ ُِ ِْٓ ٠‫ َد اٌ ِذ‬ُٛ‫خ‬ُٚ ‫َّخَ رُ ْٕ ِى ُش‬١‫ ِػ‬ُٛ١‫اٌ ُّش‬
‫ْ َع‬ُٛ‫ْ ظ‬َِٛ ُٖ‫ْ إِ ْٔ َىب ُس‬َٚ‫اإل ْػزِ َشافَ ثِ ِٗ أ‬ ُ ‫َّخُ الَرَ ْؼز َِش‬١ٌ‫َّخُ اٌشأع َّب‬٠‫اٌفِ ْى ِش‬
ِ ًُ ‫الَ رَدْ َؼ‬َٚ ،ُٖ‫الَ رُ ْٕ َى ُش‬َٚ ِْٓ ٠‫ف ثبٌ ِّذ‬
َ ‫ ُش‬١ْ ‫ْ َْ َع‬ٛ‫َ ُى‬٠ ْْ َ‫ ُذ أ‬٠ْ ‫ رُش‬َٟ ِٙ َ‫ ف‬،‫َب ِح‬١‫اٌس‬
‫ ثَسْ ثًب‬ًّٟ ‫َب ِح َٔ ْف ِؼ‬١‫اٌس‬ َ َِٓ ‫ ِْٓ ػ‬٠‫ة فَصْ ًِ اٌ ِذ‬ِ ُٛ‫خ‬ُٛ ِ‫ْ ُي ث‬ُٛ‫َب رَم‬َّٕٙ‫ٌ ِى‬ٚ ،‫ث‬ ٍ ْ‫ثَس‬
.ْ‫ب‬ ْ ِ‫عخً ٌِف‬
ِ ‫ط َش ِح ا ِإل ْٔ َغ‬ ْ ِ‫َ٘ َزا َُِٕبلِطٌ ٌِ ٍْف‬َٚ ،ِٗ ِ‫ ِْٓ ث‬٠‫الَ َشأَْْ ٌٍ ِّذ‬
ْ ٔ‫ٌزٌهَ َوب‬ٚ .‫َب‬ْٕٙ ‫ ٌذ َػ‬١ْ ‫ثَ ِؼ‬َٚ ،‫ط َش ِح‬
َ ِ‫َذ َُِٕبل‬
Terjemahannya: Kedua ideologi ini bertentangan dengan fitrah manusia.
Qiyadah fikriyah komunisme mengingkari adanya agama secara mutlak bahkan
menentang pengakuan akan adanya agama. Ia bertentangan dengan fitrah
manusia. Sedangkan qiyadah fikriyah kapitalisme tidak mengakui peranan
agama, namun tidak pula mengingkarinya. Malahan tidak menjadikan
pengakuan atau pengingkaran terhadap agama sebagai sesuatu yang penting.
Qiyadah fikriyah ini hanya mengharuskan pemisahan agama dari kehidupan.
Perjalanan hidup manusia berlandaskan manfaat belaka, yang hal itu tidak ada
hubungannya dengan agama. Dari sini jelas bahwa qiyadah fikriyah
kapitalisme bertentangan dengan fitrah manusia.

Skema penutup teks tema kedua menyimpulkan, bahwa:


،َ‫اإلعال‬
ِ ‫ ِح‬َٛ ‫َّ ِخ َزّالً َوب ِِالً ثبٌذ ْػ‬١ِِ ‫َّ ِخ اإلعال‬٠‫بد ِح اٌفىش‬١‫ رٌِهَ إالَّ ثِ َس ّْ ًِ اٌم‬ٌٝ‫ً إ‬١‫ج‬ َ ‫ال َع‬ٚ
‫َب‬ٙ‫ ِػ‬ّٛ ْ‫ األُ َِّ ِخ ثّد‬ٌٝ‫َّ ِخ إ‬٠‫اٌفىش‬
ِ ‫َب َد ِح‬١ِ‫ إرا ا ْٔزَمَ ًَ َز ّْ ًُ اٌم‬َّٝ‫ َزز‬،ْ‫ىب‬
ٍ َِ ًِّ‫ و‬ٟ‫عالَ وب ِِالً ف‬ ِ ‫اإل‬ ِ ‫دبد‬٠‫ثِئ‬ٚ
َ ٌٍَّٕ ‫ ُذ‬١ْ ‫ز‬َٛ ٌ‫ ًُ ا‬١‫ اٌ َغج‬َٛ ُ٘ ‫ َ٘ َزا‬.ُِ ٌَ‫ اٌ َؼب‬ٌٝ‫َّ ِخ إ‬٠‫بد ِح اٌفىش‬١ِ‫ لُ َّْٕب ثِ َس ّْ ًِ اٌم‬،‫ َّ ِخ‬١ِِ ‫ٌ ِخ اإلعال‬ٚ‫ اٌذ‬ٌَٝ‫إ‬ٚ
:‫ع ِخ‬ٙ
ِ ٌٍّٕ ‫َب‬ٍُّْٙ ‫ ثُ َُّ َز‬،‫َّ ِخ‬١ِ‫َب ِح اإلعال‬١‫َبف اٌ َس‬
َْٓ ‫بط وبفَّخً ػ‬ ِ ٕ‫ ِٓ ال ْعزِ ْئ‬١ٍّ‫ َّ ِخ ٌٍّغ‬١ِ‫َّ ِخ اإلعال‬٠‫َب َد ِح اٌفىش‬١ِ‫َز ّْ ًُ اٌم‬
ِ ‫غَ ِش‬
.‫ َّ ِخ‬١ِِ ‫ْ ٌَ ِخ اإلعال‬ٚ‫ك اٌ َّذ‬٠

Terjemahannya: Tidak ada jalan menuju kearah itu melainkan dengan


mengemban qiyâdah fikriyyah Islam secara total, yaitu dengan cara
mendakwahkan fikriyyah Islam secara total, yaitu dengan cara mendakwahkan
Islam, serta dengan cara mewujudkan Islam secara sempurna di setiap negeri.
Apabila qiyâdah fikriyyah Islam sampai kepada umat dan Daulah Islâm,
barulah kita dapat mengemban qiyâdah fikriyyah ke seluruh penjuru dunia.
Inilah satu-satunya jalan untuk menghasilkan kebangkitan: yaitu dengan
mengemban qiyâdah fikriyyah Islam kepada kaum muslim untuk
melangsungkan kembali kehidupan Islam. Kemudian menyebarluaskannya
kepada umat manusia melalalui Daulah Islâm.

xl

Anda mungkin juga menyukai