Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dijabarkan mengenai dasar-dasar penelitian yang terdiri
atas latar belakang penelitian, rumusan persoalan beserta tujuan dan sasaran penelitian,
manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian, serta sistematika
penulisan dan kerangka pemikiran dari penelitian ini.

1.1 Pendahuluan

Pertumbuhan penduduk yang begitu pesat menjadi kecenderungan yang terjadi


dalam perkembangan perkotaan. Pesatnya laju pertumbuhan penduduk di perkotaan
akan menyebabkan terjadinya desakan kebutuhan lahan untuk pembangunan semakin
meningkat, sedangkan luas lahan yang tersedia tidak bertambah atau terbatas. Hal
tersebut akan berdampak pada permasalahan lingkungan berupa sering terjadinya
konversi lahan. Menurut Arsyad dan Rustiadi (2008) konversi lahan merupakan
konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta proses
pembangunan lainnya. Konversi lahan yang terjadi pada perkotaan dilakukan pada
lahan yang semula diperuntukan sebagai pertanian kemudian dialih fungsikan menjadi
non-pertanian, sebab lahan pertanian mempunyai nilai lahan yang lebih rendah
dibanding lahan non-pertanian. Menurut Hariyanto (2010), lahan pertanian perlu
dipertahankan karena selain mempunyai nilai ekonomi sebagai penyangga kebutuhan
pangan, juga berfungsi ekologi seperti mengatur tata air, penyerapan karbon di udara
dan sebagainya. Selain itu, menurut Sumaryanto dan Sudaryanto (2005), seringnya
melakukan tindakan konversi lahan akan menimbulkan dampak negatif berupa
degradasi daya dukung ketahanan pangan nasional, pendapatan pertanian menurun dan
meningkatnya kemiskinan, pemubaziran investasi, dan dampak negatif lainnya.

Kondisi tersebut mendorong pemerintah maupun masyarakat untuk mencoba


mencarikan solusi inovasi yang tepat agar masyarakat di perkotaan mampu memenuhi
kebutuhan pangan secara mandiri serta memperbaiki kondisi lingkungan agar tercipta
lingkungan yang hijau, sehat dan produktif. Menurut Mardikanto (1993), inovasi
adalah suatu ide, perilaku, produk, informasi dan praktik-praktik baru yang belum
banyak diketahui, diterima, dan diterapkan oleh sebagian besar masyarakat dalam

1
2

sesuatu lokalitas tertentu, yang mendorong terjadi perubahan-perubahan disegala


aspek kehidupan masyarakat demi terwujudnya perbaikan mutu hidup setiap individu
maysarakat yang bersangkutan. Salah satu inovasi yang dapat diterapkan dalam
menangani permasalahan kemandirian penyediaan pangan bagi tingkat rumah tangga
serta memperbaiki kondisi lingkungan agar tercipta lingkungan yang sehat dan
berkualitas pada suatu kota adalah dengan menerapkan urban farming atau pertanian
perkotaan. Menurut Yusro (2014), urban farming merupakan sebuah upaya
pemanfaatan ruang minimalis yang terdapat di perkotaan untuk dimanfaatkan agar
dapat menghasilkan produksi yang mana berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
pangan. Berdasarkan pengertian tersebut, urban farming menjadi mudah diterapkan
karena dapat dilakukan pada ruang minimalis atau lahan sempit perkotaan, baik itu di
lahan pekarangan, lahan kosong, dak bangunan, dinding bangunan serta lahan tidur
lainnya di sekitar rumah masyarakat. Namun pada kenyataannya, dibalik manfaat dan
kemudahan dalam menerapkan konsep urban farming, perkembangan konsep urban
farming di Indonesia masih hanya sebatas komunitas sosial dan belum bersifat masal.

Keberhasilan pengembangan suatu inovasi dikarenakan adanya


penyebarluasan berupa proses komunikasi (difusi) yang baik dalam menyampaikan
inovasi pada masyarakat (Priono dan Widrati). Oleh karena itu, jika ingin
mengembangkan inovasi urban farming agar diterima dan meluas secara massal pada
seluruh masyarakat maka dibutuhkan suatu proses difusi inovasi yang baik bagi
masyarakat tersebut. Menurut Rogers (2003), difusi merupakan proses di mana suatu
inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu
diantara para anggota suatu sistem sosial. Salah satu kota yang telah menerapkan dan
mengembangkan inovasi urban farming dalam mencegah dampak negatif konversi
lahan pertanian menjadi non-pertanian adalah Kota Bandung. Kota Bandung
merupakan suatu kota dengan luas wilayah 167.7 km2 yang mengalami peningkatan
jumlah penduduk setiap tahunnya. Oleh karenanya, Kota Bandung terus mengalami
konversi lahan pertanian setiap tahunnya. Berdasarkan data Dinas Pangan dan
Pertanian (2019), lahan pertanian di Kota Bandung terus mengalami penurunan setiap
tahunnya. Pada tahun 2017 luas lahan pertanian (sawah) mencapai 720 ha, namun di
tahun 2018 luas lahan pertanian (sawah) mengalami penurunan hingga menjadi 623
ha. Desakan kebutuhan pembangunan lahan untuk permukiman, perkantoran dan
lahan non-pertaniannya lainya terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
3

penduduk di Kota Bandung. Dengan terjadinya penurunan jumlah lahan pertanian


setiap tahunnya, menyebabkan Kota Bandung terancam dalam ketersediaan dan
ketahanan pangan lokal yang diproduksi sendiri serta ketersediaan ruang terbuka hijau
(RTH).

Dalam penyediaan pangan di Kota Bandung, diketahui bahwa sebanyak 97%


sumber pangan tersebut berasal dari luar Kota Bandung, yakni Kabupaten Bandung,
Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten Majalengka,
hingga berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Oleh karena itu, Kota Bandung
merupakan suatu kota yang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap wilayah di
sekitarnya dalam hal penyediaan pangan bagi masyarakat Kota Bandung. Selain
pembangunan yang terus dilakukan di dalam Kota Bandung, konversi lahan atau alih
fungsi lahan pertanian sedang gencar dilakukan pada kabupaten-kabupaten yang
menyediakan pangan di sekitar Kota Bandung dikarenakan tingginya kegiatan
pemerataan pembangunan daerah yang terjadi di wilayah tersebut. Dengan semakin
berkurangnya lahan pertanian di kabupaten-kabupaten penyedia pangan di Kota
Bandung tersebut, secara tidak langsung ketersediaan pangan di Kota Bandung akan
terus menurun yang mengakibatkan Kota Bandung terancam mengalami persoalan
ketahanan pangan. Selain itu, RTH di Kota Bandung pun hingga saat ini masih belum
mencapai 30 persen dari luas wilayah kota sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 5 Tahun 2008. Oleh karena itu, salah satu inovasi yang ditetapkan oleh
Pemerintah Kota Bandung dalam menangani permasalahan kemandirian penyediaan
pangan bagi tingkat rumah tangga serta meningkatkan ketersediaan dan pemanfaatan
RTH adalah dengan menerapkan program kampung berkebun yang menggunakan
konsep urban farming pada 151 kelurahan yang ada.

Berdasarkan Renstra-SKPD Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota


Bandung tahun 2013-2018 serta RPJMD Kota Bandung tahun 2014-2018, terdapat
program kegiatan bercocok tanam secara masal pada 151 kelurahan yaitu “kampung
berkebun” yang merupakan kegiatan inovasi bagi warga Kota Bandung dengan
harapan tanaman tersebut dapat dimanfaatkan dan dikonsumsi sehari-hari oleh warga
sebagai penunjang ketahanan pangan dalam skala rumah tangga, selain itu kegiatan ini
diharapkan berkontribusi terhadap ketersediaan ruang terbuka hijau produktif.
Program kampung berkebun menerapkan konsep urban farming atau pertanian
4

perkotaan dalam pelaksannya. Program kampung berkebun menjadi mudah diterapkan


karena dapat dilakukan pada ruang minimalis atau lahan sempit perkotaan, baik itu di
lahan pekarangan, lahan kosong, dak bangunan, dinding bangunan serta lahan tidur
lainnya di sekitar rumah masyarakat. Oleh karenanya, keterbatasan lahan yang
dimiliki tidak lantas menjadi alasan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam
program kampung berkebun ini.

Program ini dinilai dapat mengubah pola pikir masyarakat akan perlu dan
pentingnya kemandirian dalam penyediaan pangan bagi tingkat rumah tangga serta
memanfaatkan lingkungan sekitar menjadi lebih bersih, sehat dan produktif.
Penerapan program kampung ini pun dinilai dapat memberikan inspirasi kepada
berbagai pihak dalam menerapkan konsep urban farming pada lahan yang terbatas.
Tahun 2014 merupakan tahun awal disosialisasikan dan dimasyarakatkannya program
kampung berkebun yang dilaksanakan pada 151 RW sebagai perwakilan dari 151
kelurahan di Kota Bandung. Namun, dalam keberjalanannya sejak tahun 2014 dan
2015 hingga saat ini penerapan program kampung berkebun atau urban farming masih
belum merata pada seluruh kelurahan di Kota Bandung, hanya beberapa kelurahan saja
yang berhasil dan terus mengembangkan inovasinya. Dari total 435 RW lokasi
penerapan pada awal disosialisasikannya program, saat ini hanya tersisa 140 RW saja
yang masih bertahan. Kegagalan pada beberapa lokasi penerapan program kampung
berkebun disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan pengelolaan dari masyarakat
setempat yang membuat mereka memilih untuk tidak mengadopsi inovasi tersebut.
Berbeda dengan beberapa kelurahan yang mengalami kegagalan dalam program
kampung berkebun atau urban farming, salah satu lokasi yang berhasil dan menjadi
percontohan terbaik penerapan inovasi program kampung berkebun adalah kampung
berkebun RW 04 Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo.

Pemilihan lokasi RW 04 Kelurahan Pajajaran digagas dan ditentukan oleh


mantan Walikota Bandung, yaitu Ridwan Kamil berdasarkan hasil tinjauan lapangan
oleh petugas penyuluhan lapangan dari Dinas Pangan dan Pertanian Kota Bandung.
Sejak diterapkan sebagai lokasi program kampung berkebun tahun 2014, masyarakat
RW 04 Kelurahan Pajajaran beserta dengan kelompok berkebun RW 04 terus menerus
mengembangkan berbagai kreativitas dan inovasi terkait teknik cara berkebun dengan
membuat hidroponik wick yang menjadi percontohan bagi lokasi kampung berkebun
5

lainnya. Lalu masyarakat dan kelompok berkebun RW 04 Kelurahan Pajajaran pun


membuat biodigester untuk mengolah sampah menjadi pupuk cair yang menjadi
contoh bagi lokasi kampung berkebun lainnya. Kemudian, dalam pengolahan hasil
tanaman pun mereka melakukan inovasi berupa membuat berbagai jenis minuman
herbal untuk kesehatan seperti serbuk jahe merah original, teh daun tin dicampur daun
gula (stevia), dan daun peppermint dicampur irisan jeruk lemon. Dengan bentuk
kreativitas dan inovasi tersebutlah yang membuat RW 04 Kelurahan Pajajaran
memenangkan berbagai penghargaan seperti juara 2 lomba herbal bejo tahun 2016,
juara 3 lomba herbal bejo tahun 2015, juara RW-ku semakin di depan yamaha serta
kejuaraan tingkat kota dan nasional lainnya. Berbagai penghargaan yang diperoleh
tersebut akhirnya membuat RW 04 Kelurahan Pajajaran menjadi salah satu lokasi
percontohan penerapan urban farming bagi lokasi kampung berkebun lainnya di Kota
Bandung maupun kota-kota lainnya di Indonesia.

Program kampung berkebun pada RW 04 Kelurahan Pajajaran ini dianggap


berhasil dalam mengubah pola pikir masyarakat akan perlu dan pentingnya
kemandirian dalam penyediaan pangan bagi tingkat rumah tangga. Selain itu, RW 04
Kelurahan Pajajaran pun dianggap berhasil karena dengan adanya program kampung
berkebun ini dapat mengubah kawasan pinggiran sungai Cilimus yang semula kumuh
dan banyak sampah berubah menjadi bersih, sehat dan produktif karena terdapat
berbagai macam jenis tanaman konsumsi dan non-konsumsi di atas sungai
menggunakan paranggong bambu. Oleh karena keberhasilannya tersebut, RW 04
Kelurahan Pajajaran semakin menjadi contoh dan rujukan bagi lokasi program
kampung berkebun di kelurahan lain yang mengalami kegagalan maupun kelurahan
atau kota lain yang belum menerapkan urban farming hingga saat ini. Dalam
pengembangan dan penyebarluasan program kampung berkebun di RW 04 Kelurahan
Pajajaran ini, tentunya dibutuhkan proses komunikasi yang baik dalam menyampaikan
ide inovasi tersebut ke masyarakat, sehingga masyarakat di sana mau menerima dan
mengadopsi inovasi tersebut secara aktif dan dengan waktu yang relatif cepat
dibandingkan dengan lokasi penerapan program lainnya.

Komunikasi yang terjadi antara individu satu dengan individu lainnya dalam
hal penyampaian suatu inovasi ini dalam ilmu komunikasi disebut sebagai difusi. Oleh
karenanya, keberjalanan penyebaran inovasi program kampung berkebun atau urban
6

farming di Kota Bandung sangat dipengaruhi oleh elemen utama dari difusi, yaitu
inovasi, saluran komunikasi, waktu dan sistem sosial. Selain dipengaruhi oleh elemen
utama proses difusi, dalam keberjalanan penyebaran suatu inovasi pun ditentukan oleh
faktor yang mempengaruhi masyarakat secara cepat dan aktif mau mengadopsi inovasi
program kampung berkebun tersebut. Salah satu upaya untuk meratakan
penyebarluasan inovasi program kampung berkebun atau urban farming pada seluruh
kelurahan yang ada di Kota Bandung adalah dengan meninjau bagaimana proses
penyebarluasan inovasi yang terjadi pada lokasi yang dianggap telah berhasil
menerapkan dan mengadopsi inovasi tersebut secara baik dan dalam waktu yang cepat.

Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses inovasi


disebarluaskan serta mengetahui faktor utama pengaruh kecepatan adopsi yang
membuat RW 04 Kelurahan Pajajaran berhasil untuk mengembangkan inovasi
program kampung berkebun atau urban farming yang ada, bahkan dapat menjadi
lokasi percontohan terbaik di Kota Bandung. Jika dilihat berdasarkan isu
pengembangan urban farming di Kota Bandung yang gerakannya belum masif
sehingga penerapannya cenderung tidak merata serta masih banyak lokasi kampung
berkebun yang mengalami kegagalan, maka studi proses penyebarluasan inovasi
program kampung berkebun yang terjadi di RW 04 Kelurahan Pajajaran merupakan
suatu hal yang penting karena dapat menjadi contoh dan rujukan untuk diterapkan pada
kelurahan lain dalam menyelesaikan permasalahan ketahanan pangan bagi tingkat
rumah tangga, upaya peningkatan pemanfaatan RTH di perkotaan, serta sebagai upaya
dalam meratakan pengembangan inovasi urban farming di Kota Bandung.

1.2 Rumusan Persoalan

Program kampung berkebun hadir dengan membawa harapan untuk dapat


menangani permasalahan kemandirian penyediaan pangan bagi tingkat rumah tangga
serta meningkatkan ketersediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH).
Program ini dinilai dapat mengubah pola pikir masyarakat akan perlu dan pentingnya
kemandirian dalam penyediaan pangan bagi tingkat rumah tangga serta memanfaatkan
lingkungan sekitar menjadi lebih bersih, sehat dan produktif. Penerapan program
kampung ini pun dinilai dapat memberikan inspirasi kepada berbagai pihak dalam
menerapkan konsep urban farming pada lahan yang terbatas. Namun, dalam
7

keberjalanannya sejak tahun 2014 hingga saat ini penerapan program kampung
berkebun atau urban farming masih belum merata pada seluruh kelurahan di Kota
Bandung, hanya beberapa kelurahan saja yang berhasil dan terus mengembangkan
inovasinya. Sebagai salah satu lokasi percontohan terbaik penerapan program
kampung berkebun di Kota Bandung, RW 04 Kelurahan Pajajaran dapat menjadi
contoh dan rujukan dalam proses penyebarluasan inovasi bagi kelurahan atau kota lain
yang belum berhasil dalam menerapkan urban farming, sehingga masyarakat di sana
menjadi mau menerima dan mengadopsi inovasi tersebut secara aktif dan dengan
waktu yang relatif cepat.

Namun, sampai saat ini belum ada penelitian yang membahas mengenai
bagaimana proses penyebarluasan inovasi sehingga banyak masyarakat di RW 04
Kelurahan Pajajaran yang secara aktif dan cepat mau mengadopsi inovasi tersebut,
terutama terkait bagaimana proses inovasi didifusikan dan faktor apa yang paling
memengaruhi kecepatan adopsi inovasi oleh masyarakat di sana. Kegunaan
mengetahui bagaimana proses penyebaran inovasi yang terjadi di RW 04 Kelurahan
Pajajaran adalah untuk menjadi contoh dan rujukan sebagai lokasi terbaik penerapan
urban farming dalam menyelesaikan permasalahan ketahanan pangan bagi tingkat
rumah tangga dengan lahan yang sempit, upaya peningkatan pemanfaatan RTH, serta
upaya meratakan pengembangan inovasi urban farming di Kota Bandung. Dengan
demikian, kelurahan atau bahkan kota lain yang memiliki karakteristik serupa dapat
menerapkannya pada lokasi masing-masing. Selain itu, berbagai penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya cenderung berfokus pada identifikasi proses difusi dan adopsi
inovasi yang terjadi pada masyarakat saja, tanpa melihat apa faktor utama yang
menyebabkan masyarakat memutuskan untuk mau menerima dan mengadopsi inovasi
dalam waktu yang cepat sesaat setelah pertama kali mengetahui adanya suatu inovasi.
Sehingga, belum banyak penelitian yang membahas sekaligus secara lengkap
mengenai proses difusi, proses adopsi dan faktor yang paling memengaruhi kecepatan
adopsi inovasi oleh masyarakat.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan membahas mengenai proses difusi
inovasi yang terjadi serta faktor yang paling memengaruhi masyarakat RW 04
Kelurahan Pajajaran mau mengadopsi secara aktif dan dalam waktu yang relatif cepat
dibandingkan dengan lokasi program kampung berkebun lainnya. Berdasarkan uraian
8

di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian, yaitu bagaimana proses difusi
inovasi program kampung berkebun atau urban farming yang terjadi di RW 04
Kelurahan Pajajaran serta apa faktor yang paling memengaruhi kecepatan adopsi
inovasi oleh masyarakat di sana, sehingga masyarakat di sana mau mengadopsi dan
mengembangkan inovasi tersebut secara aktif dan dalam waktu yang cepat.

1.3 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi proses difusi inovasi dan
faktor yang paling memengaruhi kecepatan adopsi inovasi program kampung
berkebun atau urban farming pada RW 04 Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo,
Kota Bandung. Adapun sasaran penelitian yang ingin dicapai sebagai berikut:
1. Teridentifikasinya proses difusi inovasi program kampung berkebun atau
urban farming pada RW 04 Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota
Bandung
2. Teridentifikasinya faktor yang paling memengaruhi kecepatan adopsi inovasi
program kampung berkebun atau urban farming oleh masyarakat RW 04
Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu manfaat akademis


dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Akademis

Manfaat akademis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat
memberikan pemahaman dan penambahan wawasan mengenai pentingnya proses
penyebarluasan (difusi) pada suatu inovasi, agar suatu inovasi tersebut dapat diterima
dan diadopsi oleh masyarakat yang menjadi target sasaran. Khususnya bagi bidang
perencanaan wilayah dan kota hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan dan menjadi referensi dalam pengetahuan mengenai proses penyebaran
(difusi) inovasi pada perkotaan, khususnya untuk menangani masalah terkait
penerapan dan pengadopsian inovasi pertanian perkotaan atau urban farming.
Penelitian ini memberikan penjelasan yang komprehensif terhadap proses difusi
9

inovasi serta faktor yang paling memengaruhi kecepatan adopsi inovasi program
kampung berkebun atau urban farming pada salah satu lokasi percontohan terbaik
penerapan urban farming di Kota Bandung.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah untuk
mengetahui secara mendalam proses penyebaran (difusi) inovasi ide urban farming
dalam program kampung berkebun pada lokasi studi kasus RW 04 Kelurahan
Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, sehingga kelurahan atau bahkan kota
lain yang memiliki karakteristik serupa dapat menerapkannya pada lokasi masing-
masing sebagai benchmark.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup yang dibahas pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu
ruang lingkup wilayah yang menunjukkan deliniasi lokasi penelitian dan ruang
lingkup materi sebagai batasan lingkup penelitian.

1.5.1 Ruang Lingkup Wilayah

Penelitian ini mengambil studi kasus program Kampung Berkebun yang


dilaksanakan di RW 04 Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. RW
04 Kelurahan Pajajaran terdiri dari 4 (empat) rukun tetangga (RT) yang secara
administratif RW 04 Kelurahan Pajajaran dibatasi oleh :

Utara : Kecamatan Sukajadi

Selatan : RW 10 Kelurahan Pajajaran

Timur : Kelurahan Pamoyanan

Barat : RW 03 Kelurahan Pajajaran


10

Gambar I. 1 Peta Administrasi Kelurahan Pajajaran

Sumber : Hasil Analisis, 2020

1.5.2 Ruang Lingkup Materi

Fokus dalam penelitian ini adalah proses penyebaran inovasi program


kampung berkebun atau urban farming yang terjadi di RW 04 Kelurahan Pajajaran.
Batasan materi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai proses
komunikasi atau penyampaian inovasi (difusi inovasi), proses adopsi inovasi dan
faktor yang paling memengaruhi kecepatan adopsi inovasi oleh masyarakat di RW 04
Kelurahan Pajajaran. Berikut ini merupakan penjabaran ruang lingkup materi pada
penelitian ini:

1. Menurut Rogers (2003), difusi adalah proses di mana suatu inovasi


dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu
diantara para anggota suatu sistem sosial. Selain itu, difusi adalah proses
yang dilakukan agar sebuah inovasi dapat dikenal dan menyebar di masyarakat.
Difusi juga merupakan sejenis perubahan sosial, yang diartikan sebagai proses
di mana perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Sedangkan
11

pengertian dari inovasi, yaitu suatu ide, cara, perilaku, produk, informasi dan
praktik-praktik yang dianggap baru oleh individu atau masyarakat yang
mengalami. Oleh karena itu, berdasarkan pengertian kedua padanan kata
tersebut, maka difusi inovasi adalah suatu proses penyebarluasan suatu ide atau
hal yang dianggap baru dalam upaya untuk merubah suatu perilaku masyarakat
melalui komunikasi dengan menggunakan media komunikasi tertentu, dalam
kurun waktu tertentu pada sekelompok anggota dari sistem sosial. Teori yang
diadaptasi dalam analisis adalah teori elemen utama difusi inovasi menurut
Rogers (2003), teori difusi inovasi menurut Dearing (2009), serta teori difusi
inovasi menurut Katz, et.al (1963).
2. Adopsi adalah keputusan untuk menerima dan menggunakan secara penuh
suatu inovasi, di mana inovasi tersebut diterima melalui saluran komunikasi.
Adopsi adalah suatu proses yang dimulai dari pengetahuan mengenai suatu
inovasi oleh seseorang/individu yang selanjutnya akan membentuk suatu sikap
tertentu, sampai pada tahap mengambil suatu keputusan untuk menerima,
menerapkan dan menggunakan inovasi tersebut ke dalam kehidupan mereka.
Menurut Rogers (2003), keputusan menggunakan secara penuh suatu inovasi
merupakan suatu pilihan terbaik bagi para pengadopsi atau adopter. Teori yang
diadaptasi dalam analisis proses adopsi inovasi adalah teori proses adopsi
inovasi menurut Rogers (2003).
3. Faktor pengaruh kecepatan adopsi inovasi ini akan menjelaskan faktor-faktor
apa saja yang memengaruhi masyarakat untuk menerapkan dan mengadopsi
inovasi secara aktif dan dengan waktu yang relatif cepat. Kecepatan adopsi
merupakan tingkat kecepatan anggota sistem sosial dalam menerima suatu
inovasi. Kecepatan adopsi dapat diukur dengan jumlah pengadopsi atau
adopter suatu inovasi dalam kurun waktu tertentu. Teori yang diadaptasi dalam
analisis faktor pengaruh kecepatan adopsi inovasi adalah teori faktor-faktor
yang memengaruhi kecepatan adopsi inovasi menurut Rogers (2003),
Mardikanto (1993), Lionberger (1960), serta menurut Ban dan Hawkins
(1999).
12

1.6 Metodologi Penelitian

Metodologi dalam penelitian ini merupakan tahapan-tahapan penelitian yang


dilakukan oleh penulis. Metodologi yang dibahas dalam penelitian ini dibagi menjadi
metode pendekatan penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

1.6.1 Metode Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian campuran (mixed method) yang


merupakan suatu pendekatan yang mengombinasikan dua bentuk data, yaitu
kuantitatif dan kualitatif. Menurut Creswell (2014), metode penelitian campuran
mempertimbangkan bagaimana pendekatan kuantitatif dan kualitatif digabungkan
untuk mengembangkan pemahaman yang lebih kuat pada penelitian, dan juga dapat
mengatasi keterbatasan pada tiap-tiap pendekatan baik kuantitatif maupun kualitatif.
Kemudian menurut Sugiyono (2011), metode penelitian kombinasi (mixed method)
adalah suatu metode penelitian yang mengkombinasikan atau menggabungkan antara
metode kuantitatif dengan metode kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama
dalam suatu kegiatan penelitian sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif,
valid, reliable dan obyektif. Penelitian ini mengumpulkan dan menganalisis kedua
jenis data, data kuantitatif dan kualitatif yang menjadikan penelitian ini lebih kuat dan
menghasilkan pemahaman yang lebih mendalam. Metode ini melibatkan
pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif dalam menanggapi pertanyaan dan
hipotesa penelitian, serta mencakup analisis dari kedua bentuk data tersebut.

Dalam penelitian ini, strategi pada metode pendekatan campuran yang


digunakan adalah strategi metode campuran sekuensial (sequential mixed methods)
kuhususnya eksploratoris sekuensial (sequential exploratory strategy). Menurut
Creswell (2014), strategi metode campuran sekuensial (sequential mixed methods)
merupakan strategi bagi peneliti untuk menggabungkan atau memperluas penemuan
yang diperoleh dari 1 (satu) metode dengan penemuan dari metode lainnya. Sedangkan
strategi eksploratoris sekuensial (sequential exploratory strategy) adalah rancangan
penelitian yang terlebih dahulu memulai dengan mengeksplorasi dan menganalisis
data kualitatif, kemudian mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif pada tahap
kedua. Dalam penelitian ini, tahap pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan dan
menganalisis data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam untuk
13

menjawab rumusan masalah pertama, yaitu bagaimana proses difusi inovasi program
kampung berkebun atau urban farming yang terjadi di RW 04 Kelurahan Pajajaran.
Kemudian tahap kedua, yaitu mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif yang
diperoleh dari hasil kuesioner untuk menjawab rumusan masalah kedua, yaitu faktor
yang paling memengaruhi kecepatan adopsi inovasi program kampung berkebun atau
urban farming oleh masyarakat RW 04 Kelurahan Pajajaran.

1.6.2 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, terdapat dua metode pengumpulan data yaitu pengumpulan
data primer dan data sekunder. Berikut ini merupakan paparan teknik yang digunakan
untuk setiap metode pengumpulan data.

1. Data Primer
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan
informasi secara langsung dari berbagai sumber yang terlibat dalam proses
penyebarluasan inovasi program kampung berkebun. Metode pengambilan data
primer yang digunakan meliputi wawancara, kuesioner dan observasi. Berikut ini
merupakan penjelasan penggunaan metode-metode tersebut.
a. Wawancara
Wawancara merupakan metode eksploratif sebagai proses untuk
memperoleh informasi sesuai dengan perspektif narasumber dengan
melontarkan pertanyaan yang telah dirumuskan sesuai dengan kebutuhan data.
Menurut Creswell (2014), wawancara dapat dilakukan dengan berbagai macam
opsi, yaitu dengan face-to-face, one-on-one, in-person interview, atau yang
biasa disebut dengn tatap muka langsung, melalui media telefon antara peneliti
dengan narasumber., focus group interview, ataupun melalui surel. Metode
wawancara dipilih untuk menggali informasi mendalam terkait proses difusi
inovasi yang meliputi empat elemen utamanya, yaitu inovasi, saluran
komunikasi, waktu dan sistem sosial pada program kampung bekebun atau
urban farming berdasarkan pandangan narasumber yang dituju. Elemen-
elemen utama difusi inovasi tersebut dimasukkan ke dalam beberapa
pertanyaan sehingga peneliti memperoleh informasi mengenai proses difusi
inovasi yang terjadi pada program kampung bekebun atau urban farming.
14

Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara semi


terstruktur di mana pedoman wawancara ini tidak mengikat dan tidak harus
sama terhadap setiap narasumber. Peneliti menggunakan metode sampling,
yaitu purposive sampling dalam menentukan narasumber untuk diwawancarai,
sebab peneliti tidak mengetahui populasi pasti dari narasumber yang terlibat
secara aktif dalam pelaksanaan dan pengembangan program kampung
berkebun sejak awal diterapkan hingga saat ini. Menurut Sugiyono (2011),
purposive sampling merupakan salah satu teknik pengambilan sampel dengan
pertimbangan khusus supaya data dari hasil penelitian yang dilakukan menjadi
lebih representatif. Syarat menjadi narasumber dalam wawancara ini adalah
mengetahui bagaimana proses penyeberluasan inovasi meliputi proses
mengomunikasikan inovasi kepada masyarakat (difusi inovasi) sejak tahun
2014 hingga saat ini serta faktor apa saja yang paling memengaruhi masyarakat
RW 04 Kelurahan Pajajaran untuk mau mengadopsi inovasi program kampung
berkebun atau urban farming.
Adapun pihak yang diwawancari terdiri dari 4 (empat) narasumber, yaitu
bapak Arief Setiawan selaku pelaksana umum bidang PPK dan ibu Vivi
Apianti selaku petugas atau agen penyuluh pertanian lapangan RW 04 dari
Dinas Pangan dan Pertanian Kota Bandung, bapak Wawan Setiawan selaku
mantan ketua RW 04 dan kepala kelompok berkebun RW 04 Kelurahan
Pajajaran serta bapak Bili Edi Sugandi selaku sekretaris kelompok berkebun
RW 04 Kelurahan Pajajaran. Peneliti menjadikan Ibu Vivi Apanti yang
merupakan petugas atau agen penyuluh lapangan, Dinas Pangan dan Pertanian
Kota Bandung sebagai informan pertama karena beliau merupakan perwakilan
Dinas Pangan dan Pertanian Kota Bandung dalam melakukan penyuluhan
program kampung berkebun atau urban farming sejak tahun 2014 sampai saat
ini di lokasi studi. Kegiatan wawancara dengan keempat narasumber tersebut
dilakukan secara tatap muka pada tanggal 18 sampai 24 Juni 2020, dikarenakan
sedang masa pandemi covid-19 baik peneliti dan narasumber tetap menerapkan
protokol kesehatan. Adapun lokasi wawancara untuk bapak Arief Setiawan dan
ibu Vivi Apanti dilakukan di kantor Dinas Pangan dan Pertanian Kota
Bandung, untuk bapak Wawan Setiawan dilakukan di Polsek Astana Anyar,
sedangkan untuk bapak Bili Edi Sugandi dilakukan di gedung serba guna RW
15

04 Kelurahan Pajajaran. Hasil pengolahan wawancara ini diharapkan dapat


memperkaya dan memberikan informasi lebih komprehensif terkait dengan
tujuan penelitian. Berikut ini merupakan tabel profil narasumber yang
diwawancarai pada penelitian ini.

Tabel I. 1 Profil Narasumber Wawancara


No. Nama Instansi Jabatan Alasan Pemilihan
1 Vivi Dinas Pangan dan Petugas atau Merupakan perwakilan dari
Apanti Pertanian Kota Agen Penyuluh Dispangtan yang berperan
Bandung Pertanian dalam memberikan
Lapangan pengetahuan dan informasi
tentang program kampung
berkebun atau urban farming,
mengajarkan ketrampilan atau
kecakapan dalam berkebun,
serta membantu memenuhi
kebutuhan berkebun para
pengadopsi program, yaitu
masyarakat RW 04 Kelurahan
Pajajaran sejak tahun 2014
hingga saat ini
2 Arief Dinas Pangan dan Pelaksana umum Mampu memberikan
Setiawan Pertanian Kota bidang PPK penjelasan mengenai
Bandung pelaksanaan, data dan bantuan
yang diberikan dalam program
kampung berkebun atau urban
farming di Kota Bandung sejak
tahun 2014 hingga saat ini
3 Wawan Kelompok Mantan Ketua Merupakan pemimpin
Setiawan Berkebun RW 04 RW 04 dan lapangan program kampung
Ketua berkebun di RW 04 karena saat
Kelompok itu beliau merupakan ketua
Berkebun RW RW. Mampu memberikan
04 Kelurahan penjelasan yang sangat lengkap
Pajajaran tentang proses penyebarluasan
program kampung berkebun
atau urban farming sejak tahun
2014 hingga saat ini.
4 Bili Edi Kelompok Sekretaris Mampu memberikan
Sugandi Berkebun RW 04 Kelompok penjelasan yang sangat lengkap
Berkebun dan tentang proses penyebarluasan
Aktivis Pemuda program kampung berkebun
RW 04 atau urban farming sejak tahun
Kelurahan 2014 hingga saat ini.
Pajajaran
Sumber: Hasil Analisis, 2020
16

b. Kuesioner
Metode pengumpulan data berupa kuesioner pada penelitian ini digunakan
untuk mengidentifikasi faktor yang paling memengaruhi masyarakat RW 04
Kelurahan Pajajaran untuk mau menerima dan mengadopsi inovasi program
kampung berkebun atau urban farming secara aktif dan dengan waktu yang
relatif cepat. Kuesioner disusun dengan membuat seperangkat pertanyaan
kepada responden atau masyarakat RW 04 Kelurahan Pajajaran. Dalam
menentukan jumlah responden yang berasal dari masyarakat, peneliti
menggunakan metode sampling. Menurut Sugiyono (2008), sampel merupakan
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Menurut Sevilla et.al dalam Wahyu Supriyanto (2017), salah satu metode yang
digunakan untuk menentukan jumlah sampel adalah dengan menggunakan
rumus Slovin. Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus
Slovin sebagai berikut:
𝑵
𝒏=
𝟏 + 𝑵 ( 𝒆) ²
Keterangan:
n = Ukuran sampel/jumlah responden
N = Ukuran populasi
e = Batas toleransi kesalahan (error tolerance)
Menurut Kriyantono (2014), batas kesalahan yang ditolerir untuk setiap
populasi tidaklah sama, ada yang 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, atau 10%. Kemudian
menurut Franklin Bel, margin of error atau tingkat kepercayaan dalam hal
statistik bervariasi tergantung pada keputusan peneliti, namun standar umum
yang digunakan oleh peneliti adalah 90%, 95%, dan 99%. Adapun tingkat
kepercayaan dalam penelitian ini adalah sebesar 90%, sehingga nilai e (error
tolerance) yang digunakan adalah 0,1. Berdasarkan data dari Kantor Kelurahan
Pajajaran tahun 2019, diketahui bahwa jumlah penduduk di RW 04 Kelurahan
Pajajaran yang merupakan nilai populasi adalah sebanyak 1.055 jiwa yang
terdiri dari 331 Kepala Keluarga (KK).
Dalam penelitian ini, jumlah sampel yang didapatkan berdasarkan dari
jumlah populasi KK yang ada di RW 04 Kelurahan Pajajaran, yaitu 331 KK.
Alasan penggunaan jumlah total KK sebagai ukuran populasi karena peneliti
17

mengasumsikan bahwa 1 (satu) KK menempati 1 (satu) rumah, sehingga


peneliti ingin mengatahui apakah masing-masing KK yang berada di RW 04
Kelurahan Pajajaran sudah atau belum mengadopsi program kampung
berkebun atau urban farming pada rumah mereka. Oleh karena itu, dari hasil
perhitungan dengan menggunakan rumus Slovin didapatkan jumlah sampel
sebanyak 78 KK. Dalam menyebarkan kuesioner pada sampel 78 KK tersebut,
peneliti menggunakan proportional random sampling. Pengambilan sampel
secara proporsi dilakukan dengan mengambil subyek dari setiap strata atau
setiap wilayah ditentukan seimbang dengan banyaknya subyek dalam masing-
masing strata atau wilayah (Arikunto, 2006). Adapun strata yang dimaksudkan
dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan rukun tetangga (RT), yaitu RT 01,
RT 02, RT 03 dan RT 04. Berikut ini merupakan rumus proportional random
sampling menurut Sugiyono (2008):
𝑿
𝒏= 𝒙 𝒏𝟏
𝑵
Keterangan:
n = Jumlah sampel yang diinginkan dari setiap strata
X = Jumlah populasi setiap strata
N = Ukuran populasi seluruh strata
n1= Sampel populasi seluruh strata
Berdasarkan rumus di atas, maka pembagian sampel untuk masing-masing
Rukun Tetangga (RT) yang terdapat di RW 04 Kelurahan Pajajaran adalah
sebagai berikut.
- RT 01, RW 04 Kelurahan Pajajaran
63
𝑛= 𝑥78 = 15 KK
331

- RT 02, RW 04 Kelurahan Pajajaran


68
𝑛= 𝑥78 = 16 KK
331

- RT 03, RW 04 Kelurahan Pajajaran


98
𝑛= 331
𝑥 78= 23 KK

- RT 04, RW 04 Kelurahan Pajajaran


102
𝑛= 331
x 78= 24 KK
18

Teknik proportional random sampling digunakan agar keragaman populasi


KK di RW 04 Kelurahan Pajajaran terwakili oleh masing-masing sampel RT
sesuai proporsinya. Dalam menyebarkan kuesioner kepada masyarakat RW
04, peneliti menggunakan kuesioner online yang dalam proses
penyebarannya dibantu oleh karang taruna Pajajaran. Namun, karena jumlah
kuesioner online belum memenuhi jumlah sampel yang ditentukan, peneliti
pun melakukan pengambilan kuesioner secara langsung dengan ditemani oleh
ketua karang taruna Pajajaran agar tetap menjaga jarak dan menerapkan
protokol kesehatan dengan masyarakat RW 04. Pengambilan kuesioner
masyarakat ini dilakukan pada tanggal 27 Juni sampai 5 Juli 2020. Pertanyaan
dalam kuesioner ini bersifat tertutup, sehingga pilihan jawaban yang ada
sudah ditentukan terlebih dahulu oleh peneliti dan responden tidak diberikan
alternatif jawaban.
Teknik skala pengukuran atau pemberian skor yang digunakan dalam
kuesioner penelitian ini adalah menggunakan teknik skala Likert. Menurut
Sugiyono (2008), skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,
dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.
Menurut Sutrisno Hadi (1991), skala likert merupakan skala yang berisi lima
tingkat jawaban mengenai kesetujuan responden terhadap statement atau
pernyataan yang dikemukakan mendahului opsi jawaban yang disediakan.
Pernyataan yang serupa pun dikemukan oleh Sugiyono (2008), di mana skala
likert dapat menggunakan lima tingkatan jawaban yang dapat berbentuk
sebagai berikut:
Tabel I. 2 Instrumen Skala Likert
No. Pernyataan Skor
1 Sangat Setuju 5
2 Setuju 4
3 Kurang Setuju 3
4 Tidak Setuju 2
5 Sangat Tidak Setuju 1
Sumber: Sugiyono (2008)
Dalam penelitian ini, jumlah pilihan jawaban untuk faktor-faktor yang
memengaruhi kecepatan adopsi inovasi adalah sebanyak lima pilihan jawaban
yaitu sangat setuju, setuju, kurang setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju,
19

di mana sangat setuju diberi skor 5, setuju diberi skor 4, kurang setuju diberi
skor 3, tidak setuju diberi skor 2 dan sangat tidak setuju diberi skor 1.
c. Observasi
Menurut Garayibah et.al dalam Emzir 2012, metode observasi dilakukan
untuk memberikan perhatian lebih dalam menemukan suatu gejala, kejadian
yang berasal dari pengamatan secara langsung oleh peneliti. Data observasi
digunakan untuk memperkuat data hasil wawancara dan kuesioner. Pada
penelitian ini, pengambilan data melalui observasi digunakan untuk
memperoleh informasi terkait gambaran umum lokasi studi dan kondisi nyata
interaksi dan keterlibatan masyarakat dalam penerapan program kampung
berkebun atau urban farming. Pengamatan secara langsung dilakukan pada
tanggal 17 Juni 2020 sampai 11 Juli 2020 dengan catatan peneliti tetap menjaga
jarak dengan masyarakat serta menerapkan protokol kesehatan.
2. Data Sekunder
Metode pengumpulan data sekunder dilakukan melalui dua cara, yaitu studi
literatur dan survei instansi.
a. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan cara mengumpulkan data dengan
mempelajari berbagai dokumen kebijakan, peraturan perundangan, media
popular dan berbagai jurnal terkait topik penelitian, yang meliputi teori inovasi,
teori difusi inovasi, teori adopsi inovasi, faktor yang memengaruhi adopsi
inovasi dan teori mengenai urban farming.
b. Survei Instansi
Survei instansi dilakukan untuk mengumpulkan data gambaran umum
lokasi studi, yaitu RW 04 Kelurahan Pajajaran yang dilakukan pada Kantor
Kelurahan Pajajaran Kota Bandung. Selain itu, survei instansi pun dilakukan
pada Dinas Pangan dan Pertanian Kota Bandung untuk mengumpulkan data
terkait lokasi penerapan program urban farming di Kota Bandung serta profil
kelompok berkebun RW 04 Kelurahan Pajajaran.
20

1.6.3 Metode Analisis Data

Terdapat 4 (empat) metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu metode analisis konten atau analisis isi yang dijelaskan secara deskriptif, metode
analisis statistik deskriptif, metode analisis statistik inferensial serta metode analisis
regresi linier berganda. Data kualitatif selanjutnya akan dianalisis secara deskriptif
dengan menggunakan metode analisis konten atau analisis isi. Sedangkan data
kuantitatif selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan metode statistik deskriptif
dan metode analisis regresi berganda. Berikut ini merupakan penjelasan untuk ketiga
metode yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Metode Analisis Konten


Menurut Eriyanto (2011), analisis isi adalah suatu teknik penelitian ilmiah
yang ditujukan untuk mengetahui gambaran karakteristik isi dan menarik inferensi dari
isi. Untuk mengidentifikasi secara sistematis isi komunikasi yang tampak (manifest)
dan dilakukan secara objektif, valid, reliabel dan dapat direplikasi. Kemudian menurut
Berelson (1952), analisis konten ini merupakan teknik penelitian untuk
mendeskripsikan isi dari suatu proses komunikasi dengan cara yang objektif,
sistematik, dan bisa dikuantifikasikan. Analisis konten ini digunakan untuk
menentukan isi dari suatu proses komunikasi dengan mengamati akan adanya kata,
konsep, tema, frasa, atau karakter tertentu pada naskah hasil komunikasi. Dalam
penelitian ini, analisis konten atau analisis isi digunakan untuk untuk menganalisis
hasil wawancara pada setiap narasumber, yang selanjutnya peneliti cocokkan dengan
data dokumen-dokumen kebijakan maupun data hasil catatan observasi lapangan
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Metode analisis ini digunakan
untuk mengidentifikasi proses penyebarluasan inovasi, baik berupa proses komunikasi
inovasi (difusi inovasi), proses adopsi inovasi serta faktor-faktor yang memengaruhi
kecepatan masyarakat dalam mengadopsi inovasi.
Menurut Miles dan Huberman (1994), dalam melakukan analisis kualitatif
terdapat tiga alur kerja yang dilakukan untuk mengolah data kualitatif, yaitu reduksi
data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi.
A. Reduksi Data
Alur atau tahap pertama yang dilakukan dalam mengolah data kualitatif adalah
melakukan reduksi dari sekian banyaknya data yang didapatkan untuk menyaring
21

informasi yang penting dan kontekstual dengan penelitian yang dilakukan. Menurut
Miles dan Huberman (1994) proses reduksi data adalah proses menyeleksi, memberi
fokus, simplifikasi, menarik abstraksi, dan mentransformasi data yang muncul secara
tertulis dalam penelitian di lapangan. Reduksi berarti meliputi kegiatan merangkum,
memilih hal-hal dasar, memfokuskan perhatian kepada hal-hal yang penting, dan
mengidentifikasi tema atau pola. Pada penelitian ini, reduksi data merupakan tahap
pertama yang diperlukan untuk menjawab sasaran 1 (satu) penelitian, yaitu
teridentifikasinya proses difusi inovasi program kampung berkebun atau urban
farming di RW 04 Kelurahan Pajajaran. Dalam tahap ini, peneliti menggunakan
pemberian kode atau coding agar peneliti bisa dengan cepat menemukan serta
mengelompokkan segmen yang berkaitan dengan pertanyaan penelitian, hipotesis atau
tema penelitian. Reduksi data dilakukan dengan menggunakan coding yang berguna
untuk memahami rangkaian kata-kata dan mereduksi kumpulan data hasil transkrip
wawancara supaya lebih mudah dianalisis (Miles dan Huberman, 1994). Menurut
Strauss dan Corbin (1990) prosedur untuk melaksanakan pengkodean terbagi menjadi
tiga jenis kode yaitu open coding, axial coding, dan selective coding.
a. Open Coding
Open coding merupakan tahap dalam pemberian kode siklus pertama. Open
coding merupakan bagian dari analisis data di mana peneliti menguraikan,
memeriksa, membandingkan, mengkonsepkan dan mengkatagorikan hal-hal
yang ditemukan dalam teks hasil dari wawancara, observasi, dokumentasi dan
catatan harian peneliti itu sendiri. Langkah pertama untuk melakukan open
coding adalah memecah data menjadi bagian-bagian yang lebih kecil untuk
kemudian dianalisis dan didapatkan intinya yang lalu diberikan kode sebagai
penanda. Open coding adalah proses merinci, menguji, membandingkan,
konseptualisasi, dan melakukan kategorisasi data (Strauss dan Corbin, 1990)
b. Axial Coding
Axial coding atau pengkodean aksial merupakan upaya untuk
mengelompokkan rangkuman yang didapat dari open code ke dalam jumlah
kecil kategori atau tema. Menurut Strauss dan Corbin (1990), axial coding
adalah suatu perangkat prosedur di mana data dikumpulkankembali bersama
dengan cara baru setelah open coding, dengan membuatkaitan antara kategori-
kategori. Axial coding merupakan hasil dari analisis terhadap keterhubungan
22

antara konsep yang dielaborasi pada tahap open coding menjadi satu kerangka
berpikir yang terintegrasi dalam satu kategori.
c. Selective Coding
Selective coding merupakan tahapan terakhir dalam pengkodean data.
Menurut Strauss dan Corbin (1990), selective coding adalah proses seleksi
kategori inti, menghubungkan secara sistematis ke kategori-kategori lain,
melakukan validasi hubungan-hubungan tersebut, dan dimasukkan ke dalam
kategori-kategori yang diperlukan lebih lanjut untuk perbaikan dan
pengembangan. Kategori inti mewakili fenomena utama dari penelitian. Dalam
penelitian ini, proses reduksi data ini digunakan pada transkrip wawancara.
Untuk hasil pengkodingan kutipan wawancara berada pada tabel lampiran III.
B. Penyajian Data
Alur atau tahap selanjutnya yang dilakukan setelah reduksi data adalah tahap
penyajian atau penampilan data. Menurut Miles dan Huberman (1994), penyajian
adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk penampilan data adalah berupa teks
naratif yang didapat dari catatan lapangan. Selain dari itu juga dapat berbentuk matrik,
grafik, jaringan, dan bagan. Bentuk tersebut menggabungkan informasi yang tersusun
dalam suatu bentuk terpadu dan mudah diarahkan, dengan demikan dapat
memudahkan peneliti untuk melihat apa yang sedang terjadi dan apakah kesimpulan
sudah dapat ditarik atau sebaliknya harus melakukan analisis ulang.
C. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Alur atau tahap terakhir dari analisis data kualitatif adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Dalam proses menarik kesimpulan, peneliti perlu
mempertimbangkan hasil analisis data beserta implikasinya terhadap pertanyaan
penelitian. Penarikan kesimpulan merupakan proses yang kontinyu mengikuti
keberjalanan penelitian dan disertai juga oleh verifikasi. Verifikasi terintegrasi dengan
penarikan kesimpulan dan merupakan suatu kegiatan cross-check antara kesimpulan
yang didapatkan dengan hasil analisis (Miles dan Huberman, 1994). Dalam
mengevaluasi validitas data, peneliti menggunakan strategi triangulasi (triangulate)
sumber-sumber data yang diperoleh. Pada analisis data kualitatif, triangulasi
merupakan strategi yang dapat membantu peneliti untuk menilai keakuratan hasil
penelitian serta meyakinkan pembaca akan akuransi tersebut karena dapat
23

mengantisipasi jawaban bias yang bersifat subjektif dari narasumber atau jawaban
yang tidak sesuai dengan realita di lapangan. Data yang didapatkan dari hasil survei
diolah melalui strategi triangulasi dari berbagai sumber data dengan memeriksa bukti
dan memastikan kembali sumber-sumber yang digunakan untuk membangun
justifikasi yang koheren dengan tujuan penelitian (Creswell, 2014).

2. Metode Analisis Statistik Deskriptif


Analisis statistik deskriptif merupakan metode analisa data yang digunakan
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul.
Menurut Sugiyono (2008), statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsian atau menggambarkan data yang telah
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku
untuk umum atau generalisasi. Analisis statistik deskriptif berkaitan erat dengan
proses pengumpulan data, pemrosesan atau peringkasan, dan penyajian data yang
melibatkan sejumlah kecil angka, tabel, ataupun grafik untuk menyimpulkan suatu
deret angka yang lebih besar. Analisis ini digunakan pada sampel, yaitu 107 KK yang
bertempat tinggal di RW 04 Kelurahan Pajajaran. Pada analisis ini dilakukan penyajian
data melalui tabel, diagram pie chart, perhitungan terhadap kecenderungan pemusatan
data serta perhitungan persentase mengenai proses penyebarluasan inovasi program
kampung berkebun atau urban farming yang terjadi di RW 04 Kelurahan Pajajaran.

3. Metode Analisis Statistik Inferensial


Menurut Sugiyono (2008), statistik inferensial adalah teknik statistik yang
digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi.
Kemudian menurut Haeley (2010), statistik inferensial adalah metode analisis yang
menggunakan informasi dari sample untuk membuat kesimpulan tentang populasi.
Berdasarkan kedua pernyataan tersebut, dapat diartikan bahwa metode analisis
statistik inferensial merupakan metode yang membantu dalam membuat kesimpulan
umum tentang karakteristik populasi berdasarkan apa yang dapat dipelajari dari
sampel yang diperoleh dari populasi tersebut. Metode statistik ini dilakukan pada
sampel responden sebanyak 78 KK yang berada di RW 04 Kelurahan Pajajaran. Dalam
penelitian ini, metode analisis statistik inferensial digunakan untuk menghitung
estimasi karakteristik populasi yang telah menerapkan atau mengadopsi inovasi
program kampung berkebun pada pekarangan rumah mereka masing-masing, yaitu
24

menghitung rentang kepercayaan (confidence interval) sehingga sampel dapat


merepresentasikan gambaran populasi pada lokasi studi. Rentang kepercayaan
(confidence interval)) dihitung melalui estimasi interval proporsi sampel besar, dengan
rumus seperti berikut ini.

𝑃𝜇 ( 1 − 𝑃𝜇)
𝐶𝐼 = 𝑃𝑠 ± 𝑍 √
𝑛

Keterangan:

CI = Confidence interval atau rentang kepercayaan

Ps = Proporsi sampe terhadap populasi

P𝜇 = Diestimasikan = 0,5  nilai terbesar Pμ( 1-Pμ)

n = Sampel

Z = Nilai z pada tabel z

4. Metode Analisis Regresi Linier Berganda


Analisis regresi digunakan untuk mempelajari dan mengukur hubungan
statistik yang terjadi antara dua atau lebih variabel. Menurut Narimawati (2008),
analisis regresi linier berganda adalah suatu analisis asosiasi yang digunakan secara
bersamaan untuk meneliti pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap satu
variabel tergantung dengan skala interval. Analisis regresi linier berganda merupakan
uji statistik yang dapat digunakan untuk melihat pengaruh dua atau lebih variabel
independen (x1,x2,...,xk) terhadap suatu variabel dependen (Y). Persamaan analisis
regresi linier berganda adalah sebagai berikut:

Y’=a+b1X1+b2X2+…………………+bnXn
Keterangan:

Y = Variabel dependen

X = Variabel independen

a = Konstanta (nilai Y’ apabila X1, X2…..Xn = 0)

b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)


25

Analisis ini digunakan untuk mengetahui arah hubungan antara variabel


independen dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel independen
berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen
apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan. Data yang
digunakan pada analisis ini merupakan data berskala interval atau rasio. Namun, dalam
penelitian ini pengumpulan data melalui kuesioner dengan teknik pengukuran skala
likert masih berupa data ordinal karena faktor pengaruh adopsi inovasi merupakan
persepsi masyarakat terhadap keputusan mereka untuk mengadopsi inovasi, sehingga
perlu merubahnya menjadi data berskala interval terlebih dahulu untuk bisa dianalisis
menggunakan metode regresi linier berganda. Menurut Muhidin (2007), salah satu
metode transformasi data ordinal menjadi data interval yang sering digunakan adalah
method of successive interval (MSI). Untuk mengubah data ordinal menjadi interval
atau rasio dengan method of successive interval (MSI) peneliti menggunakan
microsoft excel dengan menu add-ins, kemudian pilih statistics dan succesive interval.
Hasil transformasi data ordinal menjadi data interval atau rasio tersebut berada pada
lampiran V.

Setelah melakukan transfromasi data mengenai faktor yang memengaruhi


kecepatan adopsi inovasi, langkah selanjutnya adalah memasukan seluruh data
tersebut pada aplikasi SPSS Statistics. Sebelum melakukan analisis regresi linier
berganda terdapat 2 (dua) uji yang perlu dilakukan untuk menentukan apakah data
yang ada valid dan layak untuk digunakan, yaitu uji instrumental dan uji asumsi klasik.
Kegunaan metode analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini adalah untuk
menjawab sasaran 2 (dua) penelitian, yaitu teridentifikasinya faktor yang paling
berpengaruh terhadap kecepatan adopsi inovasi. Oleh karena itu, dalam analisis regresi
linier berganda ini metode yang dipilih adalah stepwise dan uji koefisien derteminasi
parsial agar memunculkan satu faktor yang memiliki pengaruh paling besar, sehingga
dari beberapa faktor dan sub faktor yang ada, akan diperoleh hasil akhir berupa satu
faktor yang memiliki pengaruh paling besar pada kecepatan masyarakat RW 04 dalam
mengadopsi inovasi program kampung berkebun. Berikut ini merupakan tabel rincian
metodologi yang digunakan dalam penelitian ini.
26

Tabel I. 3 Metodologi Penelitian


Sasaran Input Metode Output
Kebutuhan Data/ Informasi Sumber Data Metode Analisis Data
Pengumpulan
Data
Teridentifikasinya  Informasi mengenai ciri-ciri umum  Dinas Pangan dan  Wawancara  Analisis Penjelasan mengenai
proses difusi inovasi dari inovasi yang diadopsi Pertanian Kota  Kuesioner konten atau proses difusi yang
program kampung  Informasi tipe keputusan inovasi Bandung  Observasi analisis isi terjadi pada inovasi
berkebun pada RW 04 yang diadopsi  Kelompok berkebun  Tinjauan  Analisis program kampung
Kelurahan Pajajaran,  Informasi saluran komunikasi yang RW 04 Kel. dokumen statistik berkebun atau urban
Kecamatan Cicendo, digunakan dalam Pajajaran pendukung deskriptif farming di RW 04
Kota Bandung mengomunikasikan inovasi  RW 04 Kel.  Analisis Kelurahan Pajajaran
 Informasi hubungan interaksi Pajajaran statistik
komunikasi yang terbentuk dalam  Masyarakat RW 04 inferensial
mengomunikasikan informasi Kel. Pajajaran
 Informasi mengenai tahapan
pengambilan keputusan inovasi
 Informasi pembagian pengadopsi
berdasarkan keinovatifannya
 Informasi rentang waktu yang
digunakan dalam proses
pengambilan keputusan inovasi
 Informasi sistem norma yang ada
dalam kehidupan masyarakat
 Informasi dampak yang dirasakan
dari adopsi inovasi
27

Sasaran Input Metode Output


Kebutuhan Data/ Informasi Sumber Data Metode Analisis Data
Pengumpulan
Data
Teridentifikasinya faktor  Informasi mengenai sifat atau Masyarakat RW 04 Kuesioner Analisis Penentuan faktor yang
yang paling karakteristik umum dari inovasi kelurahan pajajaran regresi linier paling memengaruhi
memengaruhi kecepatan yang diadopsi berganda kecepatan adopsi
adopsi inovasi program  Informasi mengenai cara inovasi program
kampung berkebun oleh pengambilan keputusan inovasi kampung berkebun
masyarakat RW 04 yang digunakan oleh pengadopsi atau urban farming
Kelurahan Pajajaran,  Informasi mengenai saluran oleh masyarakat RW
Kecamatan Cicendo, komunikasi yang digunakan dalam 04 Kelurahan Pajajaran
Kota Bandung proses adopsi inovasi
 Informasi mengenai hubungan
kekosmoplitan masyarakat dan
frekuensi interaksi yang dilakukan
oleh agen peubah dalam
mempromosikan inovasi

Sumber: Hasil Analisis, 2020


28

1.7 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir akan menjelaskan sistematika dan alur pemikiran dari


penelitian ini, yang dimulai dari latar belakang hingga kesimpulan dan rekomendasi
penelitian. Latar belakang penelitian ini adalah pertambahan penduduk di perkotaan
setiap tahunnya menimbulkan desakan kebutuhan lahan untuk pembangunan semakin
meningkat, sehingga menyebabkan terjadinya fenomena alih fungsi lahan pertanian
menjadi non-pertanian. Seringnya melakukan alih fungsi lahan akan menimbulkan
dampak negatif berupa ketersediaan dan kualitas pangan semakin berkurang dan
berakibat pada terancamnya ketahanan pangan, pendapatan pertanian menurun,
kualitas lingkungan serta ketersediaan RTH produktif kota semakin berkurang, dan
dampak negatif lainnya. Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut
adalah dengan menerapkan inovasi urban farming atau pertanian perkotaan. Urban
farming merupakan konsep pertanian yang mudah diterapkan karena dapat dilakukan
pada ruang minimalis atau lahan sempit perkotaan, baik itu di lahan pekarangan, lahan
kosong, dak bangunan, dinding bangunan serta lahan tidur lainnya di sekitar rumah
masyarakat. Namun pada kenyataannya, perkembangan inovasi urban farming di
Indonesia belum bersifat masal dan belum bergerak secara masif. Agar inovasi urban
farming dapat diterima dan meluas secara massal pada seluruh masyarakat maka
dibutuhkan suatu proses difusi inovasi yang baik bagi masyarakat tersebut (Priono dan
Widrati).

Kota Bandung merupakan salah satu kota yang telah menerapkan program
pemberdayaan masyarakat dengan konsep urban farming sejak tahun 2014, yang
disebut sebagai kampung berkebun. Tujuan program kampung berkebun adalah untuk
menopang pemenuhan ketersediaan dan kualitas pangan yang baik bagi tingkat rumah
tangga, perbaikan dan pemanfaatan RTH kota, serta mendorong masyarakat untuk
menghasilkan produk pertanian yang memiliki nilai ekonomi dan berdaya saing tinggi.
Tahun 2014 sampai 2015 merupakan awal diterapkannya program pada 151 kelurahan
se-Kota Bandung secara serentak dengan jumlah lokasi program sebanyak 435 RW.
Namun, dalam keberjalanannya penerapan program masih belum merata pada seluruh
kelurahan di Kota Bandung, karena hanya beberapa kelurahan saja yang berhasil dan
terus mengembangkan inovasinya sampai saat ini. Salah satu lokasi yang berhasil dan
menjadi percontohan terbaik penerapan inovasi program kampung berkebun adalah
29

kampung berkebun RW 04 Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo. Keberhasilan


RW 04 Kelurahan Pajajaran menjadi lokasi percontohan karena memiliki beberapa
kreativitas dan inovasi yang dibuat dan dikembangkan oleh masyarakatnya bahkan
menjadi percontohan se-Kota Bandung, yaitu hidroponik wick, biodigester,
paranggong bambu di atas sungai, dan olahan minuman kesehatan.

Berbagai bentuk kreativitas masyarakat tersebutlah yang membuat RW 04


Kelurahan Pajajaran berhasil mendapatkan berbagai penghargaan. Selain itu, program
kampung berkebun pada RW 04 Kelurahan Pajajaran ini dianggap berhasil dalam
mengubah pola pikir masyarakat akan pentingnya kemandirian penyediaan pangan
serta berhasil mengubah kawasan pinggiran sungai Cilimus yang semula kumuh
berubah menjadi bersih, sehat dan produktif. Oleh karena keberhasilannya tersebut,
RW 04 Kelurahan Pajajaran menjadi contoh dan rujukan lokasi penerapan urban
farming bagi kelurahan atau kota lain. Salah satu upaya untuk meratakan
pengembangan inovasi urban farming pada seluruh kelurahan yang ada di Kota
Bandung adalah dengan meninjau bagaimana proses difusi inovasi serta mengetahui
faktor utama pengaruh kecepatan adopsi oleh masyarakat RW 04 Kelurahan Pajajaran.
Hal tersebut perlu dilakukan sebab jika dilihat berdasarkan isu pengembangan urban
farming di Kota Bandung yang gerakannya belum masif sehingga penerapannya
cenderung tidak merata serta masih banyak lokasi kampung berkebun yang mengalami
kegagalan, maka studi proses penyebarluasan inovasi program kampung berkebun
yang terjadi di RW 04 Kelurahan Pajajaran merupakan suatu hal yang penting karena
dapat menjadi contoh dan rujukan untuk diterapkan pada kelurahan atau bahkan kota
lain dalam menyelesaikan permasalahan ketahanan pangan bagi tingkat rumah tangga,
upaya peningkatan pemanfaatan RTH di perkotaan, serta sebagai upaya dalam
meratakan pengembangan inovasi urban farming di Kota Bandung.

Sebagai lokasi percontohan, sampai saat ini belum ada penelitian yang
membahas mengenai proses penyebarluasan inovasi, terutama terkait bagaimana
proses inovasi dikomunikasikan dan faktor yang paling memengaruhi kecepatan
adopsi inovasi oleh masyarakat RW 04 Kelurahan Pajajaran. Selain itu, berbagai
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya cenderung berfokus pada identifikasi
proses difusi dan adopsi inovasi yang terjadi pada masyarakat saja, tanpa melihat apa
faktor utama yang menyebabkan masyarakat memutuskan untuk mau menerima dan
30

mengadopsi inovasi dalam waktu yang cepat sesaat setelah pertama kali mengetahui
adanya suatu inovasi. Dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan,
maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian, yaitu “bagaimana proses difusi inovasi
program kampung berkebun atau urban farming yang terjadi di RW 04 Kelurahan
Pajajaran serta apa faktor yang paling memengaruhi kecepatan adopsi inovasi oleh
masyarakat di sana?”. Rumusan masalah dan pertanyaan penelitian tersebut menjadi
dasar dalam menentukan tujuan penelitian, yaitu mengidentifikasi proses difusi
inovasi dan faktor yang paling memengaruhi kecepatan adopsi inovasi program
kampung berkebun atau urban farming pada RW 04 Kelurahan Pajajaran, Kecamatan
Cicendo, Kota Bandung. Tujuan tersebut akan diturunkan menjadi 2 (dua) sasaran
penelitian, sasaran pertama adalah teridentifikasinya proses difusi inovasi program
kampung berkebun atau urban farming pada RW 04 Kelurahan Pajajaran, Kecamatan
Cicendo, Kota Bandung. Sedangkan sasaran kedua adalah teridentifikasinya faktor
yang paling memengaruhi kecepatan adopsi inovasi program kampung berkebun atau
urban farming oleh masyarakat RW 04 Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo,
Kota Bandung.

Sasaran pertama akan dianalisis menggunakan 3 (tiga) jenis analisis, yaitu


analisis konten atau analisis isi, analisis statistik deskriptif dan analisis statistik
inferensial. Data yang digunakan dan dikumpulkan untuk analisis konten atau analisis
isi berasal dari wawancara secara tatap muka dengan empat narasumber, yaitu bapak
Arief Setiawan, ibu Vivi Apianti, bapak Wawan Setiawan serta bapak Bili Edi
Sugandi. Untuk mempermudah analisis konten, pada bagian reduksi data peneliti
menggunakan pengkodingan untuk mempermudah menemukan pesan dari kutipan
wawancara yang ada. Kemudian data yang digunakan dan dikumpulkan pada analisis
statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial berasal dari kuesioner masyarakat
yang disebarkan pada 78 sampel KK secara online dan tatap muka. Sasaran kedua akan
dianalisis menggunakan 2 (dua) jenis analisis, yaitu analisis statistik deskriptif dan
analisis regresi linier berganda. Data yang digunakan dan dikumpulkan pada analisis
statistik deskriptif berasal dari kuesioner masyarakat yang disebarkan pada 78 sampel
KK secara online dan tatap muka. Adapun tujuan analisis statistik deskriptif adalah
untuk menghitung persentase pilihan masyarakat terhadap ke-4 faktor dan ke-15 sub-
faktor yang memengaruhi kecepatan adopsi inovasi, yang lalu melihat apakah terdapat
indikasi pengaruh antara faktor dengan kecepatan adopsi yang ada. Untuk analisis
31

regresi linier berganda, data yang digunakan berasal dari dari kuesioner masyarakat
yang disebarkan pada 78 sampel KK secara online dan tatap muka yang
ditransformasikan terlebih dahulu dengan MSI. Adapun tujuan analisis regresi linier
berganda adalah menghitung dan menentukan dari ke-4 faktor dan ke-15 sub-faktor
yang memengaruhi kecepatan adopsi inovasi, mana yang memiliki pengaruh terbesar
pada kecepatan masyarakat untuk mengadopsi inovasi program kampung berkebun.

Dari hasil analisis, didapatkan kesimpulan berupa penjelasan masing-masing


elemen utama dari proses difusi inovasi, yaitu inovasi, saluran komunikasi, waktu dan
sistem sosial serta pengaruhnya terhadap penyebarluasan dan pengadopsian yang
dilakukan oleh masyarakat RW 04 Kelurahan Pajajaran. Kemudian didapatkan pula
kesimpulan berupa 1 (satu) dari ke-4 faktor yang paling memengaruhi kecepatan
masyarakat RW 04 Kelurahan Pajajaran dalam mengadopsi inovasi program kampung
berkebun atau urban farming sejak pertama kali mendengar dan mengetahui tentang
adanya program tersebut. Rekomendasi dari penelitian ini akan diberikan kepada
Pemerintah Kota Bandung terutama Dinas Pangan dan Pertanian Kota Bandung
sebagai penanggung jawab program kampung berkebun atau urban farming. Adapun
rekomendasi yang diberikan adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh Dinas
Pangan dan Pertanian Kota Bandung dalam meratakan penyebarluasan dan
pengembangan inovasi urban farming di Kota Bandung dengan meninjau hasil analisis
proses difusi inovasi dan faktor yang paling memengaruhi kecepatan adopsi inovasi di
RW 04 Kelurahan Pajajaran sebagai lokasi percontohan dan rujukan. Di mana upaya-
upaya penyebarluasan tersebut dalam tingkat rencana pembangunan dapat dimasukan
pada indikator program dan kinerja SKPD Dinas Pangan dan Pertanian Kota Bandung.
Berikut ini merupakan kerangka berpikir dalam mengerjakan penelitian ini.
32

Gambar I. 2 Kerangka Berpikir


Pertambahan penduduk di perkotaan setiap Alih fungsi lahan menimbulkan dampak negatif berupa
tahunnya menyebabkan terjadinya alih fungsi terancamnya ketahanan pangan lokal, kualitas lingkungan serta
lahan pertanian menjadi non-pertanian ketersediaan RTH produktif kota semakin berkurang, dll

Urban farming merupakan konsep pertanian yang mudah


diterapkan pada lahan sempit perkotaan, namun sampai saat Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan
ini perkembangan inovasi urban farming di Indonesia tersebut adalah dengan menerapkan inovasi urban
belum bersifat masal dan belum bergerak secara masif farming atau pertanian perkotaan

Kota Bandung telah menerapkan program pemberdayaan


Agar inovasi urban farming dapat diterima dan
masyarakat dengan konsep urban farming sejak tahun
meluas secara massal pada seluruh masyarakat maka
2014, disebut sebagai kampung berkebun yang
dibutuhkan suatu proses difusi inovasi yang baik
diterapkan serentak pada 151 kelurahan
bagi masyarakat tersebut (Priono dan Widrati)

Dalam keberjalanannya, hanya beberapa kelurahan saja yang berhasil mengembangkan inovasi.
Keberhasilan.pengembangan inovasi dikarenakan adanya proses komunikasi (difusi) yang baik dalam
Latar menyampaikan inovasi pada masyarakat

Belakang
Salah satu upaya untuk meratakan penyebarluasan inovasi program kampung berkebun adalah meninjau bagaimana
proses difusi inovasi dan faktor pengaruh kecepatan adopsi inovasi pada lokasi percontohan penerapan program kampung
berkebun atau urban farming di Kota Bandung

Keberhasilan RW 04 Kelurahan Pajajaran menjadi lokasi


Salah satu lokasi yang berhasil dan menjadi percontohan karena memiliki beberapa kreativitas
percontohan terbaik penerapan inovasi program masyarakatnya serta mendapatkan berbagai penghargaan
kampung berkebun adalah RW 04 Kelurahan sebagai RW terbaik
Pajajaran, Kecamatan Cicendo

Penyebarluasan inovasi kampung berkebun di RW 04 Kelurahan Pajajaran dapat menjadi contoh dan rujukan pada
kelurahan atau kota lain, dalam menyelesaikan permasalahan ketahanan pangan bagi tingkat rumah tangga, upaya
peningkatan pemanfaatan RTH di perkotaan, serta sebagai upaya dalam meratakan pengembangan inovasi urban farming

Rumusan
Bagaimana proses difusi inovasi program kampung berkebun atau urban farming yang terjadi di RW 04 Kelurahan
Masalah Pajajaran serta apa saja faktor yang paling memengaruhi kecepatan adopsi inovasi oleh masyarakat di sana?

Mengidentifikasi proses difusi inovasi dan faktor yang paling memengaruhi kecepatan adopsi inovai program kampung
Tujuan berkebun atau urban farming pada RW 04 Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung

Teridentifikasinya proses difusi inovasi program kampung Teridentifikasinya faktor yang paling memengaruhi
berkebun atau urban farming pada RW 04 Kelurahan kecepatan adopsi inovasi program kampung berkebun
Sasaran Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung atau urban farming oleh masyarakat RW 04 Kelurahan
Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung

Metode
Pengumpulan Wawancara Kuesioner Observasi Data Wawancara Kuesioner Data
Data Sekunder Sekunder

Metode
Analisis Konten, Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis Regresi
Analisis Data Statistik Infrensial Linier Berganda

Proses difusi inovasi terutama elemen utama difusi yang Faktor yang paling memengaruhi kecepatan adopsi
berpengaruh pada penyebarluasan program kampung inovasi program kampung berkebun atau urban
berkebun atau urban farming pada RW 04 Kelurahan farming oleh masyarakat RW 04 Kelurahan Pajajaran,
Keluaran Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung Kecamatan Cicendo, Kota Bandung

Kesimpulan dan

Rekomendasi
Kesimpulan proses difusi inovasi dan faktor yang paling memengaruhi kecepatan adopsi inovai program kampung
berkebun atau urban farming pada RW 04 Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. Rekomendasi
kepada Dinas Pangan dan Pertanian Kota Bandung berupa upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam meratakan
penyebarluasan dan pengembangan inovasi urban farming di Kota Bandung

Sumber: Hasil Analisis, 2020


33

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan gambaran besar oenelitian secara substantif.


Sistemtika penulisan yang digunakan dalam studi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bagian pendahuluan menguraikan substansi terkait latar belakang masalah


penelitian, rumusan persoalan, tujuan dan sasaran, manfaat penelitian, ruang lingkup
penelitian, metodologi penelitian berupa metode pendekatan penelitian, metode
pengumpulan data dan metode analisis data, kerangka berpikir dan sistematika
penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bagian tinjauan pustaka akan menjelaskan pustaka yang menjadi landasan dan
dasar-dasar teori dalam penelitian ini meliputi bahasan mengenai inovasi, inovasi
dalam pembangunan kota, difusi inovasi, adopsi inovasi, faktor-faktor pengaruh
kecepatan adopsi inovasi, urban farming, dan manfaat penerapan urban farming.

BAB III GAMBARAN UMUM

Bagian gambaran umum menjelaskan gambaran wilayah penelitian yaitu


Kelurahan Pajajaran berupa kondisi fisik dan geografi, kondisi sarana prasarana serta
kondisi sosial kependudukan. Pada bagian ini pun dijelaskan mengenai gambaran
umum terkait program kampung berkebun, gambaran umum kelompok berkebun RW
04 Kelurahan Pajajaran serta gambaran umum karakteristik responden.

BAB IV ANALISIS

Bagian ini akan menjelaskan analisis proses penyebarluasan inovasi program


kampung berkebun atau urban farming yang meliputi proses difusi inovasi serta faktor
yang paling memengaruhi kecepatan adopsi inovasi oleh masyarakat di RW 04
Kelurahan Pajajaran.
34

BAB V Kesimpulan dan Rekomendasi

Bagian ini akan menjelaskan temuan studi, kesimpulan, dan rekomendasi dari
proses difusi inovasi dan faktor yang memengaruhi kecepatan adopsi inovasi yang
terjadi pada masyarakat RW 04 Kelurahan Pajajaran berdasarkan hasil studi yang
dilakukan. Selain itu, dipaparkan juga kelemahan studi dan saran untuk dilakukannya
studi lanjutan.

(bagian ini sengaja dikosongkan)

Anda mungkin juga menyukai