Anda di halaman 1dari 1

Belajar dari Ki Moh.

Said
Ki Fatahilah Nur R

Pak Said adalah putera pak Wedana. Ia mahasiswa Kedokteran (GHS) yang pada tahun 1937
meninggalkan studinya, dan mengabdi kepada perguruan Taman Siswa, Jakarta. Biarpun beliau belum
berkeluarga, ini tidak berarti bahwa dia hidup seorang diri, karena dia selalu dikerumuni oleh anak-
anak. Beliau memutuskan mengabdikan diri pada Tamansiswa. Rumahnya yang terletak dalam
komplek Tamansiswa Jakarta selalu penuh dengan anak-anak. Yang sebagian mereka adalah anak-
anak yatim atau anak-anak yang dipungut dari jalanan. Beliau dengan ikhlas memberi pelajaran
kepada mereka tanpa melihat status mereka. Pak Said berpendirian, kita tidak boleh menolak anak-
anak yang datang mendaftar. Ketika kesulitan kekurangan bangku sekolah, ruang kelas, alat pelajaran
dan sebagainya cara menyelesaikan masalah itu sederhana sekali, yaitu setiap murid diharuskan
membawa dari rumah kursi atau bangku atau meja. Apabila ia kelak meninggalkan sekolah, maka
bangku atau meja itu boleh dibawanya kembali. Mengatasi kekurangan alat pelajaran dilakukan juga
dengan cara gotong royong.

Tamansiswa pertama-tama bermaksud merupakan satu gerakan kebudayaan. Tamansiswa mulai


berpikir dari fakta, bahwa manusia karena sifat kemanusiaan merupakan pencipta kebudayaan dan
dari keyakinan bahwa seorang manusia telah terpanggil sebagai pencipta kebudayaan untuk
mengungkapkan apakah ia sebenarnya dan dengan demikian ia memenuhi arti keberadaannya juga.

Rasa cinta dan hormat terhadap milik nasional itu tidak berarti penolakan dari kebudayaan nasioanl
lain, tetapi menvegah untuk meniru begitu saja. Hanya unsur-unsur tertentu kebudayaan nasional lain
yang dapat disesuaikan, dimasukkan ke dalam kebudayaan nasional sendiri. Kerjasama kebudayaan
hanya mungkin terjadi antara orang-orang bebas dan rakyat bebas.

Pengajar dan siswa harus saling menghormati kepribadiannya. Pengajar tidak berhak untuk dengan
cara bagaimanapun memaksakan kemauannya pada siswa. Apa yang diajarkan sang pengajar kepada
siswa bukanlah untuk diikuti diri sendiri, dan memikul tanggung jawab penuh atasnya. Bukanlah
pendidikan untuk menjadi teladan, tetapi untuk orang berkepribadian, yang bersedia bertanggung
jawab penuh bukan hanya atas nasibnya sendiri, tetapi juga atas golongannya, naegaranya dan umat
manusia. Pengajar di tamansiswa itu tidak suka menamakan diri guru tetapi pamong. Menurut
etimologi rakyat jawa guru berarti orang yang dipercayai dan diikuti sementara pamong paling baik
diterjemahkan dengan pendidik yang mengawasi dengan penuh perhatian. Pemaksaan daam bentuk
apapun sebanyak mungkin dihindari. Pemaksaan itu hanya dilakukan, bila siswa sedang merugikan diri
sendiri dan lain-lain sampai membahayakan. Disiplin harus tumbuh dari dalam kalbu hati. Ketertiban
itu harus berdasarkan atas pengertian dan disiplin diri sendiri, bukan ketertiban yang dipertahankan
oleh ketakutan dan hukuman. Sang guru harus memberi segala-galanya sesuai dengan sifatnya, dan
ia tidak boleh bertindak seolah-olah sempurna. Sebaliknya siswa harus juga menerima, bahwa guru
itu hanya seorang manusia dengan sifat baik dan buruk. Pekerjaan di tamansiswa dilakukan karena
rasa cinta, karena satu panggilan, karena suatu rasa dari dalam hati nurasni yang tidak dapat dielakkan
dan dengan demikian tidak ada soal berkorban dan syahid. Hubungan antara guru dan siswa
diibaratkan seperti di dalam kehidupan keluaraga, si siswa menyebut gurunya sebagai bapak, ibu atau
kakak sesuai dengan usia guru dan sebaliknya guru memanggil siswa dengan anak atau adik. Sekolah
diibaratkan sebagi rumah. Di tamansiwa tidak digunakan kata gaji yaitu upah tetapi nafkah yaitu
sarana menanggung biaya hidup. Pengurus sekolah itu dipilih oleh dan dari para guru selama satu
tahun sekolah, sedangkan ketua dipilih untuk empat tahun. Bila memuaskan ia dapat dipilih kembali.
Para siswa mempunyai perkumpulan sekolah yaitu PPTS. IKTS (Ikatan keluarga taman siswa) sebagai
organisasi terdiri dari mantan siswa, mantan pengajar dan tiap orang, tidak memandang suku atau
aliran, yang menaruh simpati pada tamansiswa.

Anda mungkin juga menyukai