Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN INFRAK

MIOKARD ACUT

Disusun Oleh:
Fanny Okte Novita Sari (0118015)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN


STIKES DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2021
PERNYATAAN
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah GADAR.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dengan kata sempurna dan masih
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.


Mojokerto, 6 April 2021

(Penulis)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Tujuan umum
C. Tujuan khusus
D. Manfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
B. Etiologi
C. Tanda dan Gejala
D. Patofisiologi
E. Pemeriksaan Diagnostik atau Penunjang
F. Pengobatan atau Terapi
G. Analisa Data
H. Diagnosa Keperawatan
I. Intervensi Keperawatan
J. Evaluasi Keperawatan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
HALAMAN DAFTAR TABEL/GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infark miokard akut (IMA) adalah suatu keadaan nekrosis otot jantung akibat
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen yang terjadi secara mendadak.
Penyebab paling sering adalah adanya sumbatan koroner, sehingga terjadi gangguan
aliran darah yang diawali dengan hipoksia miokard (Setianto et al., 2003).
IMA merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju
mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian
terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar
30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada
perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA (Alwi, 2006).
Pada tahun 2005 di Amerika, penyakit kardiovaskuler bertanggung jawab untuk
864,500 kematian, atau 35,3% dari seluruh kematian pada tahun itu. Sebesar 151.000
kematian akibat infark miokard (Eoudi et al., 2010). Adapun data epidemiologis pada
tingkat nasional diantaranya laporan studi mortalitas tahun 2001 oleh Survei Kesehatan
Nasional menunjukkan bahwa penyebab utama kematian di Indonesia adalah penyakit
sistem sirkulasi (jantung dan pembuluh darah) sekitar 26,39% (Jamal, 2004)
Pada tahun 2005 di Amerika, penyakit kardiovaskuler bertanggung jawab untuk
864,500 kematian, atau 35,3% dari seluruh kematian pada tahun itu. Sebesar 151.000
kematian akibat infark miokard (Eoudi et al., 2010). Adapun data epidemiologis pada
tingkat nasional diantaranya laporan studi mortalitas tahun 2001 oleh Survei Kesehatan
Nasional menunjukkan bahwa penyebab utama kematian di Indonesia adalah penyakit
sistem sirkulasi (jantung dan pembuluh darah) sekitar 26,39% (Jamal, 2004).
Infark miokard diawali proses berkurangnya pasokan oksigen (iskemia) jantung yang
disebabkan oleh berbagai hal antara lain aterosklerotik, trombi arterial, spasme, emboli
koroner, anomali kongenital, yang merupakan gangguan pada pembuluh darah koroner.
Penyebab gangguan pada jantung seperti hipertrofi ventrikel, dan penyakit sistemik
seperti anemia akan menyebabkan penurunan kapasitas pembawa oksigen (O2).
Keseluruhan penyebab di atas bisa mengakibatkan iskemik jantung, bila tidak tertolong
akan mengakibatkan kematian jantung yang disebut infark miokard (Braunwald and
Pasternak, 2000).
B. TUJUAN UMUM
Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara angka leukosit dengan angka kematian
penderita infark miokard akut.
C. TUJUAN KHUSUS
Mengetahui angka leukosit pada penderita Infark miokard akut.
Mengetahui status kehidupan (hidup/mati) pada penderita infark miokard akut yang
dilihat dari angka leukosit penderita.
D. MANFAAT
Untuk mengetahui dan memahami tentang infrak miokard akut dari faktor gejala dan
penyebab dan juga memahami masalah-masalah dalam infrak miokard
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Infrak Miokard Akut (IMA) adalah kematian jaringan otot jantung (miokard)
yang disebabkan oleh insufisiensi suplai atau banyaknya darah baik relatif maupun secara
absolut (Muwarni, 2011).
Infrak Miokard Akut (IMA) oleh orang awam disebut serangan jantung yaitu
penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner sehingga aliran darah ke otot
jatung tidak cukup sehingga menyebabkan jantung mati (Rendi&Margareth, 2012).
B. Etiologi Infrak Miokard Akut (IMA)
Menurut Fakih Ruhyanuddin (2006), penyebab Infrak Miokard Akut
(IMA) adalah:
1. Gangguan pada arteri koronaria berkaitan dengan atherosclerosis, kekakuan, atau
penyumbatan total pada arteri oleh emboli atau thrombus.
2. Penurunan aliran darah system koronaria menyebabkan ketidak seimbangan
antara miokardial O2 suplai dan kebutuhan jaringan terhadap O2. Penyebab suplai
oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh faktor
3. Faktor pembuluh darah
4. Faktor sirkulasi
5. Faktor darah
Penyebab lain :
1. Curah jantung yang meningkat:
2. Aktifitas berlebih
3. Emosi
4. Makanan terlalu banyak
5. hypertiroidisme
6. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
7. Kerusakan miocard
8. Hypertopi miocard
9. Hypertensi diastolic
10. Faktor predisposisi:
11. Faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah:
12. Usia lebih dari 40tahun
13. Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah
menopause
14. Hereditas
15. Ras: lebih tinggi insiden pada kulit hitam

Faktor risiko yang dapat di ubah:


Mayor :
1. Hiperlipidemia
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Diabetes Melitus
5. Obesitas
6. Diet tinggi lemah jenuh, kalori

Minor :
1. In aktifitas fisik
2. Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
3. Stres psikologis berlebihan ketidakadekuatan aliran darah akibat dari
penyimpitan, sumbatan, arteri koronaria akibat terjadinya aterosklerosis, atau
penurunan aliran darah akibat syok atau perdarahan.
4. Faktor risiko menurut framingham :
5. Hiperkolesterolemia : >275mg/dl
6. Merokok sigaret : >20/hari.
7. Kegemukan : >120% dari bb ideal
8. Hipertensi : >160/90 mmhg
9. Gaya hidup
10. Tanda Dan Gejala
11. Nyeri dada yang tidak kunjung hilang walaupun sudah beristirahat
12. Keringat dingin
13. Mual
14. Muntah
15. Batuk
16. jantung berdebar-debar
17. Pusing
C. Patofisologi / web of caution
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan selular
yang ireversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian miokardium yang mengalami
infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanent. Jaringan yang
mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup.
Ukuran infark akhir bergantung dari nasib daerah iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini
mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan bertambah besar, sedangkan
perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekro Infark miokardium biasanya
menyerang ventrikel kiri. Infark digambarkan lebih lanjut sesuai letaknya pada dinding
ventrikel. Misalnya, infark miokardium anterior mengenai dinding anterior ventrikel kiri.
Daerah lain yang biasanya terserang infark adalah bagian inferior, lateral, posterior, dan
septum.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama
berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak
memar dan sianotik akibat terputusnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam
timbul edema pada sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim
jantung akan terlepas dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai proses
degradasi jaringan dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding
nekrotik relative tipis. Kira-kira pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut.
Lambat laun jaringan penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan
mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah terbentuk dengan
jelas
D. PATHWAY

Faktor resiko (merokok,hiperlipidemi,ras, usia,dll)

Aterosklerosis korner

Penyumbatan arteri koroner

Stenosis aorta, iskemi Metabolisme


insufisiensi,spame, anaerob
hipotensi, anemiaberat Infrak miokard
Asam laknat
Kontraktilitas menurun
Nyeri Akut
Penurunan curah jantung

Penurunan perfusi jaringan

Intoleransi aktifitas Perfusi jaringan perifer


tidak efektif

E. Pemeriksaan diagnostic atau penunjang


Gambaran klinis khas yang terdiri dari nyeri dari dada yang berlangsung lama dan
hebat, biasanya disertai mual, keringat dingin, muntah, dan perasaan seakan-seakan
menghadapi ajal.
Meningkatnya kadar enzin-enzim jantung yang di lepaskan oleh sel-sel miokardium yang
nekrosis.
Terlihat perubahan-perubahan pada elektrokardiografi.
F. Pengobatan atau terapi
Pengobatan infark miokard akut bertujuan untuk harus dilakukan secepat
mungkin, karena kondisi ini termasuk ke dalam kegawatdaruratan. Diagnosis kerja
dibutuhkan secepatnya untuk segera memulai tata laksana inisial. Pasien harus segera
dilakukan pemeriksaan serta interpretasi EKG dan pemeriksaan enzim jantung. Pasien
harus dipasangi monitor dan diawasi karena pada tahap awal terjadinya infark miokard,
dapat terjadi henti jantung yang paling sering disebabkan oleh fibrilasi ventrikel.
Beberapa metode pengobatan yang bisa diberikan oleh dokter adalah:

1. Pemberian oksigen
 Oksigen hanya diberikan bila ada tanda hipoksia dan saturasi oksigen
dipertahankan 93-96%.
 Pemberian analgesik
1. Nitrat sublingual atau spray dapat diberikan dalam interval 3-5 menit
namun tidak diberikan bila keadaan hipotensi. Morfin diberikan
dengan dosis 2-4 mg secara intravena dan dapat diulang dalam 5-10
menit.
 Pemberian aspirin dan klopidogrel
2. Dosis inisial aspirin adalah 160-320 mg yang pada umumnya
sediaannya dapat dikunyah, sedangkan dosis klopidogrel inisial adalah
300-600 mg. Selanjutnya, bisa diberikan aspirin 80 mg per hari dan
klopidogrel 75 mg per hari. [13,14]
2. Terapi Reperfusi
Tujuan penanganan infark miokard akut (acute myocardial infarct) adalah
untuk mengembalikan perfusi sesegera mungkin. Pada kasus NSTEMI, terapi
reperfusi dapat ditunda sesuai dengan stratifikasi risiko. Namun pada kasus
STEMI dengan onset kurang dari 12 jam, terapi reperfusi secara mekanik atau
farmakologis harus dilakukan secepatnya. Sesuai panduan yang dikeluarkan oleh
European Society of Cardiology (ESC), berdasarkan onset serangannya, terapi
reperfusi dilakukan pada keadaan infark miokard akut sebagai berikut:
1. Kurang 12 jam
2. Pada pasien yang datang dengan onset keluhan kurang dari 12 jam, terapi
reperfusi dilakukan pada seluruh pasien dengan gejala dan elevasi segmen ST dan
LBBB baru yang persisten.
3. Lebih dari 12 jam dan terdapat proses iskemik yang sedang berlangsung
4. Pada pasien yang datang setelah 12 jam dari onset, maka dapat diutamakan untuk
dilakukan primary PCI.
5. Pada pasien yang datang dalam rentang 12 – 24 jam setelah onset, PCI dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan pada pasien yang kondisinya stabil.
6. Sedangkan pada pasien yang datang setelah lebih dari 24 jam, tidak dianjurkan
dilakukan PCI walaupun sebelumnya telah dilakukan terapi fibrinolisis. 
G. Analisa data

SYMTOM ETIOLOGI PROBLEM


Gejala dan tanda Faktor resiko - Perfusi jaringan
mayor: Aterosklerosis korner - perifer tidak
Subjektif Penyumbatan arteri efektif
(Tidak tersedia) koroner – iskemi -
Objektif Infrak miokard -
Pengisian kapiler Kontraktilitas menurun
>3 detik - Penurunan curah
Nadi perifer jantung - Penurunan
menurun atau tidak perfusi jaringan -
teraba Perfusi jaringan perifer
Akral teraba tidak efektif
Warna kulit pucat
Turgor kulit
menurun
Gejala tanda
minor:
Subjektif :
Pasien mengatakan
sering mengalami
kesemutan
Pasien mengatakan
sering mengalami
nyeri sendi
Objektif
Edema
Penyumbatan luka
lambat
Indeks ankle-
brachial<0,90
Bruit femoral

Gejala tanda mayor Faktor resiko - Nyeri Akut


Subjektif: Aterosklerosis korner -
Mengeluh nyeri Penyumbatan arteri
Objektif: koroner – iskemi -
Tampak meringis Metabolisme anaerob -
Bersikap protektif Asam laknat - Nyeri
(mis.waspada, Akut
posisi menghindari
nyeri)
Gelisah
Frekuensi nadi
meningkat
Susah tidur
Gejala dan tanda
minor
Subjektif :
(tidak tersedia)
Objektif:
Tekanan darah
meningkat
Pola nafas berubah
Nafsu makan
berubah
Proses berpikir
terganggu
Menarik diri
Berfokus pada diri
sendiri
Diafroresis
Gejala dan tanda Faktor resiko - intoleransi
mayor: Aterosklerosis korner - aktifitas
Subjektif : Penyumbatan arteri
Mengeluh lelah koroner – stenosis
Objektif : aorta, insufisiensi,
Frekuensi jantung spame, hipotensi,
meningkat >20% anemiaberat - iskemi -
dari kondisi Infrak miokard -
istirahat Kontraktilitas menurun
Gejala dan tanda - Penurunan curah
minor : jantung - Penurunan
Subjektif: perfusi jaringan –
Dispnea intoleransi aktifitas
saat/setelah
aktifitas
Merasa tidak
nyaman setelah
beraktifitas
Merasa lemah
Objektif:
Tekanan darah
berubah >20% dari
kondisi istirahat
Gambaran EKG
menunjukan
aritmia saat/setelah
aktifitas
Gambaran EKG
menunjukan
iskemia
Sianosis
H. Diagnosa keperawatan
1. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan perkusi
jaringan (D.0009)
2. Nyeri Akut berhubungan dengan asam laknat (D.0077)
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan perkusi jaringan (D.0056)
I. Intervensi keperawatan
1. Perkusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan perkusi jaringan
Kriteria Hasil :
 Denyut nadi perifer meningkat
 Penyembuhan luka meningkat
 Warna kulit pucat meningkat
 Nyeri ekstremitas menurun
 Parastesia menurun
(L.02011)
Intervensi :
Observasi
 Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu,
anklebrachial index)
 Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis.diabetes, perokok, orang tua,
hipertensi dan kadar kolestrol tinggi)
 Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstremitas
Trapeutik
 hindari pemasangan infus atau penggambilan darah diarea keterbatasan perkusi
 hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan perkusi
 hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cedera
 lakukan pencegahan infeksi
 lakukan perawatan kaki dan kuku
 lakukan hidrasi
Edukasi
 anjurkan berhenti merokok
 anjurkan berolaraga rutin
 anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
 anjurkan penggunaan obat penurunan tekanan darah secara teratur
 anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat bata
 anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis.melembabkan kulit kering
pada kaki)
 anjurkan program rehabilitas vaskuler
 ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis.rendah lemak jenuh,
minyak ikan omega 3)
 informasikan tanda dan gejala darurat yang harus di laporkan (mis.rasa sakit yang
tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
(I.02079)

2. Nyeri Akut berhubungan dengan asam laknat


Kriteria hasil :
 Keluhan nyeri menurun
 Meringis menurun
 Gelisah menurun
 Kesulitan tidur menurun
 Berfokus pada diri sendiri menurun
(L.08066)
Intervensi
Observasi:
 Identifikasi karakteristik nyeri (mis.pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi,durasi)
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis.narkotika,non-narkotik,atau NSAID)
dengan tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
Trapeutik
 Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika
perlu
 Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus uploid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
 Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan respons pasien
 Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik danefek yang tidak diinginkan
 Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi (I.08243)

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan perkusi jaringan


Kriteria hasil:
 Keluhan lelah menurun
 Dispnea saat aktifitas menurun
 Dispnea setelah aktifitas menurun
 Perasaan lemah menurun
(L.05047)
Intervensi:
Observasi
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Monitor pola dan jam tidur
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas
 Trapeutik
 Sediakan lingkuan nyaman dan rendah stimulus (mis.cahaya,suara kunjungan)
 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
 Berikan aktifvitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melalukan aktifitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
 Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
(I.05178)

J. EVALUASI
BAB III
A. Kesimpulan
Pada penelitian ini disimpulkan bahwa:
1. Karakteristik klinis subyek pada penelitian ini sebagian besar yang menderita
IMA-EST adalah laki-laki dibandingkan perempuan dengan faktor risiko penyakit
jantung koroner yang paling besar adalah merokok, lokasi infark yang paling
banyak adalah anterior dan dengan infark terkait arteri terbanyak di LAD.
2. Luas infark miokard akut berdasarkan modifikasi skor QRS Selvester pada pasien
IMA-EST yang paling banyak adalah adalah skor ≥4 (tinggi).
3. Kejadian Kardiovaskuler Mayor (KKM) dalam 30 hari pasca reperfusi yang
paling banyak adalah kejadian gagal jantung.
4. Terdapat hubungan yang bermakna antara luas infark miokard akut berdasarkan
modifikasi skor QRS Selvester dengan kejadian gagal jantung 30 hari pasca
reperfusi
5. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara luas infark miokard akut
berdasarkan modifikasi skor QRS Selvester dengan kematian 30 hari pasca
reperfusi .

B. Saran
Dengan adanya makalah ini saya mengharapkan pembaca mampu memahami konsep
dan asuhan batu ureter.
DAFTAR PUSTAKA
M.Clevo Rendi, Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Alwi I (2006). Tatalaksana infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku ajar penyakit dalam jilid III.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI
PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).Jakarta
PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).Jakarta
PPNI.2019.Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).Jakarta

Anda mungkin juga menyukai