Anda di halaman 1dari 16

Majalah Kedokteran FK UKI 2010 Vol XXVII No.

1
Januari-Maret
Tinjauan Pustaka

Diagnosis dan Penatalaksanaan Ventilator-Associated Pneumonia


Anna Rozaliyani,*&** Boedi Swidharmoko**

* Departemen Parasitologi FKUI


** Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-RSU Persahabatan

Abstrak
Ventilator-associated pneumonia (VAP) atau pneumonia terkait penggunaan ventilator masih menjadi masalah
dalam penatalaksanaan pasien pengguna ventilasi mekanis. Kejadian VAP dihubungkan dengan meningkatnya
morbiditas, lama rawat di rumah sakit atau ICU serta biaya yang harus dikeluarkan pasien. Etiologi VAP sangat
bervariasi, hal itu berdasarkan atas populasi pasien, lama rawat di rumah sakit serta terapi antimikroba
sebelumnya. Identifikasi segera pasien terinfeksi dan pemilihan antimikroba yang tepat berperan penting dalam
penatalaksanaan. Pemilihan terapi antimikroba awal hendaknya didasarkan atas flora paling dominan yang
bertanggungjawab terhadap terjadinya VAP pada tiap pusat perawatan, jenis ruang rawat, data laboratorium
pemeriksaan langsung bahan klinis paru, aktivitas antimikroba serta karakteristik farmakokinetiknya.

Kata kunci : ventilator-associated pneumonia, diagnosis, penatalaksanaan, pemilihan antimikroba

Abstract
Ventilator-associated pneumonia (VAP) continues to complicate the management of patients receiving
mechanical ventilation (MV). The VAP is associated with excess morbidity, increasing intensive care unit
(ICU)/hospital stay and patient costs. The etiologic agents widely differ depend on the population of patients,
duration of hospital stay and prior antimicrobial therapy. Rapid identification of the infected patients and
accurate selection of the antimicrobial agents represent important clinical goals. Selection of the initial
antimicrobial therapy should be based on the predominant flora responsible for VAP at each institution and
clinical setting. Furthemore, the information provided by direct examination of pulmonary secretions. Finally, it
should also be based on the antimicrobial agents’ activities and their pharmacokinetic characteristics.

Keywords: ventilator-associated pneumonia, diagnosis, management, antimicrobial therapy

32
Pendahuluan diagnostik telah diusulkan meliputi
Ventilator-associated pneumonia (VAP) manifestasi klinis, gambaran radiologi dan
merupakan infeksi nosokomial yang sering laboratorium termasuk biomarker untuk
terjadi di ruang perawatan intensif (ICU) menilai respons pasien, namun belum
sebagai komplikasi pemberian ventilasi terdapat kesepakatan tentang baku emas
mekanis invasif. Insidensnya 28% pada hingga penegakan diagnosis VAP masih
pasien dengan ventilasi mekanis invasif kontroversiil.1,3,8
dan insidensnya meningkat seiring
bertambahnya lama pemakaian ventilasi Definisi
mekanis. Laju penambahan insidens VAP Ventilator-associated pneumonia adalah
diperkirakan 3% perhari pada lima hari inflamasi parenkim paru yang muncul 48
pertama, 2% perhari pada hari ke-6 sampai jam/lebih setelah intubasi endotrakeal dan
10 dan 1% perhari setelah hari ke-10. inisiasi ventilasi mekanis.2,3,9 American
Faktor risiko VAP yaitu lama penggunaan College of Chest Physicians
ventilator, penyakit paru kronik, sepsis, mendefinisikan VAP sebagai gambaran
gangguan neurologi, trauma, penggunaan infiltrat baru dan menetap pada foto toraks
antibiotik dan transfusi sel darah merah. disertai salah satu keadaan: hasil biakan
Mortalitasnya berkisar antara 20-50% dan darah atau pleura sama dengan
>70% bila infeksi disebabkan oleh patogen mikroorganisme yang ditemukan di sputum
invasif multiresisten.1-4 maupun aspirasi trakea, kavitas pada foto
Ventilator-associated pneumonia toraks, gejala pneumonia atau terdapat dua
berpengaruh pada lama rawat di ICU, lama dari tiga gejala berikut: demam,
penggunaan ventilator dan biaya rawat leukositosis dan sekret purulen.2,3,10
inap. Keterlambatan diagnosis dan Perbedaan pneumonia nosokomial dan
penatalaksanaan, berakibat buruk pada VAP dapat dilihat pada Tabel 1.
luaran klinis.2,3,5-8 Berbagai kriteria

Tabel 1. Perbedaan Pneumonia Nosokomial pada Pasien tanpa Ventilator dan Ventilator-
Associated Pneumonia
Pasien tanpa ventilator Pasien VAP
Insidens Relatif rendah Tinggi
Etiologi Mikroorganisme enterik gram negatif Patogen inti, berpotensi resistens
terhadap obat
Mortalitas Relatif rendah 30 – 50%
Diagnosis Secara klinis, sputum, tidak ada data Secara klinis, sekresi trakeobronkial,
bronkoskopi bronkoskopi
Antibiotika Monoterapi selama < 5 hari, kombinasi awitan dini menggunakan monoterapi,
jika > 5 hari awitan lambat dengan terapi kombinasi
Pencegahan Pegendalian infeksi secara umum Menurunkan faktor risiko yg
berhubungan dgn intubasi
Dikutip dari Marik 10

Klasifikasi VAP adalah VAP awitan lambat (terjadi 5 hari atau lebih setelah
dini (terjadi dalam empat hari pertama pemberian ventilasi mekanis). Pasien VAP
pemberian ventilasi mekanis) dan awitan awitan dini prognosisnya lebih baik karena

33
biasanya kuman masih sensitif terhadap Infeksi kokus gram positif, Staphylococcus
antibiotik sedangkan VAP awitan lambat aureus termasuk golongan methicillin
kondisi sakit pasien tampak lebih berat dan resistant S. aureus (MRSA) makin banyak
prognosisnya lebih buruk karena ada dilaporkan. Patogen lain yang juga
kuman patogen multidrug-resistant dilaporkan adalah Streptococcus
(MDR). Pasien VAP awitan dini dan pneumoniae, Haemophyllus influenzae
pernah mendapat antibiotik dalam 90 hari serta Legionella pneumophila. Infeksi
sebelumnya, berisiko tinggi mengalami polimikroba juga makin sering dilaporkan,
kolonisasi dan infeksi kuman MDR hingga prevalensinya bervariasi antara 13-60%.
terapinya harus dianggap sama dengan Penyakit dasar yang dialami pasien VAP
pasien VAP awitan lambat.2,3 memungkinkan infeksi oleh kuman
spesifik. Pasien penyakit paru obstruktif
Etiologi kronik (PPOK) sangat mungkin terinfeksi
Pengetahuan dan data tentang etiologi H. influenzae, S. pneumoniae atau
VAP termasuk profil mikroorganisme serta Moraxella catarrhalis, pasien fibrosis
pola sensitivitas dan resistensinya terhadap kistik paru berisiko terinfeksi P.
obat antimikroba sangat diperlukan agar aeruginosa dan S. aureus sedangkan pasien
pemberian antibiotika dapat diberikan dengan trauma dan gangguan neurologi
secara tepat dan terarah. Hal itu sekaligus berisiko terinfeksi S. aureus.2,3,7,8 Tabel 2
bertujuan menghindari terjadinya resistensi menunjukkan pola kuman penyebab VAP.
mikroorganisme terhadap obat yang P. aeruginosa, bakteri patogen yang
diberikan. Etiologi VAP meliputi spektrum paling sering ditemukan pada kasus VAP,
mikroorganisme yang luas, dapat bersifat resisten- intrinsik terhadap berbagai
polimikrobial tetapi jarang disebabkan oleh antimikroba. Resistensinya terhadap
jamur atau virus pada pasien piperasilin, ceftazidim, cefepim, golongan
imunokompeten. Mikroorganisme yang karbapenem, aminoglikosida dan
berperan dalam etiologi VAP dapat fluorokuinolon makin sering dilaporkan di
berbeda antara satu tempat dengan yang Amerika Serikat. Beberapa isolat bakteri
lainnya. Hal itu dipengaruhi oleh populasi MDR tersebut hanya s ensitif terhadap
pasien di ICU, lama perawatan di rumah polymixin-B. Klebsiella spp. memiliki
sakit dan ICU, metode diagnostik yang resistensi intrinsik terhadap golongan
digunakan, pemberian antibiotika aminopenisilin misalnya ampisilin dan
2,3,8
sebelumnya, dan lain-lain. dapat menjadi resisten terhadap golongan
Bakteri gram negatif aerob, sefalosporin dan aztreonam dengan
Pseudomonas aeruginosa, Eschericia coli, memproduksi extended-spectrum B-
Klebsiella pneumonia dan Acinetobacter lactamases (ESBLs).
spp. paling sering menyebabkan VAP.

34
Tabel 2. Etiologi VAP Berdasarkan Hasil Bronkoskopi pada 24
Penelitian dengan Total 2490 Patogen
Patogen Frekuensi (%)
Pseudomonas aeruginosa 24,4
Acinetobacter spp 7,9
Stenotrophomonas maltophilia 1,7
Enterobacteriaceae 14,1
Haemophilus spp 9,8
Staphylococcus aureus 20,4
Streptococcus spp 8,0
Streptococcus pneumoniae 4,1
Coagulase-negative staphylococci 1,4
Neisseria spp 2,6
Anaerob 0,9
Jamur 0,9
Lain-lain 3,8
Dikutip dari Kollef 3

Bakteri lain yang juga memproduksi ESBL Pendekatan lain untuk mengetahui
hingga resistensinya terhadap antimikroba kuman patogen penyebab VAP adalah
juga meningkat adalah golongan E. coli dengan mengelompokkannya menjadi tiga
dan Enterobacter spp. 2,3,8 golongan yaitu endogen primer, endogen
Acinetobacter spp. patogenisitasnya sekunder dan eksogen. Kuman penyebab
lebih rendah dibandingkan P. aeruginosa VAP yang mennginfeksi saat masuk ICU
tetapi infeksinya menjadi masalah karena merupakan endogen primer (S.
meningkatnya resistensi terhadap berbagai pneumoniae, H. influenzae atau
antibiotik seperti golongan karbapenem. methycillin-sensitive S .aureus-MSSA).
Antibiotik yang dapat menjadi pilihan pada Infeksi endogen sekunder awitannya
kondisi tersebut adalah sulbactam. Bakteri lambat dan terjadi pada pasien dengan
MRSA dapat memproduksi penicillin- kolonisasi bakteri di ICU (P. aeruginosa,
binding protein yang dapat menurunkan Acinetobacter spp. dan atau MRSA).
afinitasnya terhadap antibiotik golongan B- Infeksi eksogen terjadi karena kolonisasi
laktam tetapi masih cukup sensitif terhadap bakteri sebelumnya sehingga penyebabnya
linezolid. S. pneumoniae dan H. influenzae sama dengan infeksi endogen sekunder.11
sering ditemukan pada pasien VAP awitan
dini dan biasanya berasal dari masyarakat Patogenesis
(community acquired). Umumnya S. Saluran pernapasan normal memiliki
pneumoniae masih sensitif terhadap mekanisme pertahanan terhadap infeksi
golongan kuinolon, vankomisin, linezolid seperti glotis dan larings, refleks batuk,
dan beberapa obat golongan sefalosporin sekresi trakeobronkial, gerak mukosilier,
meskipun mulai terdapat peningkatan imunitas humoral serta sistem fagositik
temuan resistensi terhadap golongan yaitu makrofag alveolar dan neutrofil.
makrolid, penisilin, sefalosporin, tetrasiklin Pneumonia terjadi bila sistem pertahanan
dan klindamisin. Laporan resistensi H. tersebut terganggu, terdapat invasi
influenzae terhadap berbagai antibiotik mikroorganisme virulen atau
jarang ditemukan.2,3,8 mikroorganisme dalam jumlah sangat
banyak. Sebagian besar VAP disebabkan

35
oleh mikroaspirasi kolonisasi kuman pada Ventilator-associated pneumonia dapat
mukosa orofaring. Intubasi mempermudah pula terjadi melalui cara lain diantaranya
masuknya kuman ke dalam paru serta akibat makroaspirasi material/isi lambung
menyebabkan kontaminasi dan kolonisasi pada beberapa pasien meskipun peran
di ujung pipa endotrakeal. Bronkoskopi saluran cerna sebagai sumber kolonisasi
serat optik, penghisapan lendir sampai asendens ke daerah orofaring dan trakeal
trakea maupun ventilasi manual dapat masih menjadi kontroversi. Penelitian
mendorong kontaminasi kuman patogen ke terhadap 130 pasien diintubasi menemukan
dalam saluran napas bawah. kuman gram negatif dalam trakea 58%
Enterobacteriaceae umumnya ditemukan pasien yang mendapatkan pengobatan
di saluran orofaring sedangkan P. antasid dan antagonis H2 serta 30% pasien
aeruginosa lebih sering ditemukan di yang mendapatkan sukralfat. Sumber
trakea. Koloni kuman gram negatif sering patogen lain meliputi sinus-sinus paranasal,
ditemukan di saluran pernapasan atas saat plak gigi, daerah subglotis antara pita suara
perawatan lebih dari lima hari. Berbagai dan endotracheal tube cuff.3,9,12 Gambar 1
peralatan medis seperti alat nebulisasi, memperlihatkan patogenesis VAP.
sirkuit ventilator atau humidifier juga dapat
menjadi sumber infeksi. 3,9,12

Faktor Terapi antibiotika Peralatan Tindakan medis yg mengubah


pejamu sebelumnya medis invasif pengosongan & pH lambung

Air, cairan & peralatan medis


Kolonisasi saluran yang terkontaminasi
napas & cerna

ASPIRASI Inhalasi

Infeksi transtorakal
Bakteremia primer
Bronkiolitis
Translokasi gastrointestin

Bronkopneumonia
Bakteremia sekunder fokal/multifokal Sistem pertahanan
SIRS sal. napas bawah &
Disfungsi organ non-pulmo sistemik pejamu
Bronkopneumonia
konfluen

Abses paru

Gambar 1. Patogenesis VAP (dikutip dari Sirvent 13)

36
Faktor Risiko kolonisasi mikroorganisme patogen saluran
Insidens pneumonia lebih sering terjadi cerna maupun aspirasi. Kolonisasi
di ICU dibanding tempat rawat biasa dan mikroorganisme pada saluran napas bagian
risiko mendapat pneumonia meningkat 3- atas penting dalam prediksi patogen
10 kali pada pasien dengan ventilasi penyebab VAP. Faktor risiko (Tabel 3)
mekanis. Faktor risiko yang berhubungan memberikan informasi kemungkinan
adalah usia, jenis kelamin, trauma, PPOK infeksi paru yang berkembang pada
dan lama pemakaian ventilator telah seseorang maupun populasi, yang ternyata
banyak diteliti. Sebagian besar faktor risiko berperan dalam pengambilan strategi
tersebut merupakan akibat predisposisi pencegahan efektif terhadap VAP.2,3,10,12

Tabel 3. Faktor Risiko yang Berkaitan dengan VAP pada Beberapa Penelitian
Faktor pejamu Faktor intervensi Faktor lain

Albumin serum < 2,2 g/dl Antagonis H2 ± antasid Musim : dingin


Usia ≥ 60 th Obat paralitik, sedasi intravena panas
Acute Respiratory Distress Syndrome Menerima > 4 unit produk darah
(ARDS)
PPOK dan atau penyakit paru Penilaian tekanan intrakranial
Koma atau penurunan kesadaran Ventilasi mekanis > 2 hari
Luka bakar dan trauma Positive end-expiratory pressure
Gagal organ Perubahan sirkuit ventilator
Keparahan penyakit Reintubasi
Aspirasi volume lambung Pipa nasogastric
Kolonisasi lambung dan pH Posisi terlentang
Kolonisasi saluran napas atas Transpor keluar dari ICU
Sinusitis Antibiotika sebelumnya atau tanpa antibiotika

Dikutip dari Kollef 3

Berdasarkan derajat penyakit, faktor khusus di rumah sakit, ada penyakit dan
risiko serta awitannya, dibuat klasifikasi atau terapi imunosupresif, ada faktor risiko
pasien VAP untuk mengetahui healthcare-associated pneumonia (HCAP)
kemungkinan bakteri penyebab (Tabel 4). yaitu perawatan di rumah sakit selama dua
Faktor risiko terjadinya MDR pada kuman hari atau lebih dalam 90 hari terakhir,
penyebab VAP adalah pemakaian tinggal di ruang perawatan atau pelayanan
antibiotik dalam 90 hari terakhir, kesehatan khusus, pemakaian infus di
perawatan di rumah sakit dalam lima hari rumah (termasuk antibiotik), dialisis kronik
terakhir atau lebih, frekuensi resistensi dalam 30 hari, perawatan luka di rumah
kuman di masyarakat atau unit perawatan serta kontak dengan MDR.2

37
Tabel 4. Klasifikasi Pasien VAP berdasarkan Derajat Penyakit,
Faktor Risiko dan Awitan
Kriteria Bakteri penyebab

Pasien dengan faktor risiko biasa, derajat Kuman Gram negative (Enterobacter spp, Escherichia
ringan-sedang dan onset kapan saja selama coli, Klebsiella spp, Proteus spp, Serratia marcescens),
perawatan atau derajat berat dengan onset Haemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae dan
dini Methicillin sensitive staphylococcus aureus (MSSA).

Pasien dengan faktor risiko spesifik dan Semua bakteri penyebab kelompok I ditambah kuman
derajat ringan-sedang yang terjadi kapan anaerob, Legionella pneumophilia dan Methicillin
saja selama perawatan resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

Pasien derajat berat dan awitan dini dengan Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter spp dan MRSA.
faktor risiko spesifik atau awitan lambat

Dikutip dari Rello11

Diagnosis 75%.1,2,13,14 Spesifisitas diagnosis klinis


Diagnosis VAP ditentukan berdasarkan dapat ditingkatkan dengan menghitung
gambaran klinis, pemeriksaan radiologi clinical pulmonary infection score (CPIS)
dan laboratorium. American Thoracic yang menggabungkan data klinis,
Society Consensus Conference on VAP laboratorium, perbandingan tekanan
merekomendasikan diagnosis VAP oksigen dengan fraksi oksigen (PaO2/FiO2)
berdasar pembentukan infiltrat baru yang dan foto toraks (Tabel 5). Skor <6
progresif pada foto toraks disertai paling menyingkirkan diagnosis VAP sedangkan
sedikit dua dari tiga gejala: demam >38 0C, skor lebih tinggi mengindikasikan
leukositosis atau leukopeni dan sekret kecurigaan VAP. Penghitungan CPIS
purulen. Gambaran foto toraks disertai dua sederhana tetapi sensitivitas dan
dari tiga kriteria tersebut memberikan spesifisitasnya bervariasi.14-18
sensitivitas 69% dan spesifisitas

Tabel 5. Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS)


Komponen Nilai Skor
Suhu °C ≥ 36,5 dan ≤ 38,4 0
≥ 38,5 dan ≤ 38,9 1
≥ 39,0 dan ≤ 36,0 2
Leukosit per mm3 ≥ 4000 dan ≤ 11000 0
< 4000 dan >11000 1
Sekret trakea Sedikit 0
Sedang 1
Banyak 2
Purulen +1
Oksigenasi PaO2/FiO2mmHg > 240 atau terdapat ARDS 0
≤ 240 dan tidak ada ARDS 2
Foto toraks Tidak ada infiltrat 0
Bercak atau infiltrat difus 1
Infiltrat terlokalisir 2
Dikutip dari Torres15

38
Diagnosis definitif memerlukan diagnostik lain dengan penanda biologi
pemeriksaan penunjang yang lebih akurat. (biomarker). Povoa et al.20 menyimpulkan
Pengambilan sampel untuk pemeriksaan bahwa selain parameter klinis sebagai
mikrobiologi diperlukan untuk mengetahui evaluasi respons VAP terhadap antibiotik,
kuman penyebab dan resistensinya penilaian harian C-reactive protein (CRP)
mengingat mortalitas yang tinggi sehingga dapat mendeteksi perbaikan maupun
dibutuhkan antibiotik yang tepat dan cepat. perburukan. Hasil pengukuran CRP lebih
Metode tersebut ditentukan oleh besar 0,6 kali dibanding kan nilai awal
pengalaman dan keahlian petugas, fasilitas pada hari ke-4 merupakan petanda
dan biaya.2,3,10,17 perburukan dengan sensitivitas 92% dan
Pengambilan sampel saluran napas spesifisitas 59%. Penurunan konsentrasi
bawah dilakukan dengan metode CRP menunjukkan resolusi proses
noninvasif dan invasif. Metode noninvasif inflamasi berhubungan dengan perbaikan
yang sering dilakukan adalah aspirasi klinis sedangkan peningkatan CRP
trakeobronkial sedangkan metode invasif menunjukkan prognosis yang buruk.
meliputi bronchoalveolar lavage (BAL), Pemeriksaan high sensitivity CRP (CRPH)
protected BAL (pBAL), dan protected dan high sensitivity prokalsitonin (ProCa-
specimen brush (PSB). Metode invasif S) dalam sediaan BAL sebagai prediktor
dilakukan untuk menghindari kolonisasi VAP juga telah diteliti. Biomarker lain
saluran napas atas. Torres et al.,15 adalah soluble trigger receptor on myeloid
menentukan infeksi berdasarkan coloni cells (sTREM-1) yang menunjukkan
forming unit (cfu) yaitu BAL >104 cfu, kemampuan menyingkirkan atau
pBAL >104 cfu, PSB >103 cfu dan aspirasi menegakkan diagnosis pneumonia dengan
trakeobronkial >105 cfu. Hasil pemeriksaan lebih akurat. Peningkatan sTREM-1 dalam
biakan memerlukan waktu beberapa hari sediaan BAL ditunjukkan oleh pasien VAP
sehingga di rekomendasikan pemeriksaan dengan sensitivitas 75% dan spesivisitas
yang lebih cepat yaitu menentukan 84%. Pemeriksaan sekret trakea
karakterisitik sitologi BAL meliputi jumlah menggunakan elastin fiber (EF) sebagai
sel inflamasi dan pewarnaan gram sebagai penanda destruksi parenkim paru
panduan pemberian antibiotik inisial. Sel dilaporkan dapat membedakan kolonisasi
inflamasi >2% dalam sediaan BAL atau infeksi bakteri di paru pada pasien
mendukung kecurigaan VAP dengan VAP (dikutip dari Ibrahim et al., 1).
sensitivitas 75-86% dan spesifisitas 78-
98%. Biakan darah menunjukkan Penatalaksanaan
sensitivitas yang rendah dibanding BAL Tatalaksana VAP menghadapi
karena mikroorganisme yang diisolasi tantangan yang besar karena luasnya
dapat berasal ekstraparu. 3,8,11,16,19 spektrum klinis pasien, baku emas
Tidak semua pasien dapat menjalani pemeriksaan yang belum disepakati dan
pemeriksaan tersebut karena alasan teknis berbagai kendala diagnostik lain.
dan biaya, sehingga dicoba prosedur Pemberian antibiotik yang tepat merupakan

39
salah satu syarat keberhasilan taatalaksana pasien VAP saat data mikrobiologik belum
VAP. Penentuan antibiotik tersebut harus tersedia. Sebaliknya, pemberian antibiotik
didasarkan atas pengetahuan tentang yang inadekuat menyebabkan kegagalan
mikroorganisme, pola resistensi di lokasi terapi akibat timbulnya resistensi kuman
setempat, pemilihan jenis obat berdasarkan terhadap obat. Pemberian antibiotik yang
pertimbangan rasional, dll. Pemberian direkomendasi beserta dosisnya
antibiotik adekuat sejak awal dapat berdasarkan data kuman penyebab dapat
meningkatkan angka ketahanan hidup dilihat pada Tabel 6.2,3,5-8,17

Tabel 6. Pemberian antibiotika yang direkomendasi sesuai dengan etiologi kuman


Mikroba Antibiotika
VAP awitan dini, tanpa faktor risiko spesifik
Kuman gram negatif (nonpseudomonas) Sefalosporin generasi II
Enterobacter spp Nonpseudomonas generasi III atau kombinasi ß laktam
Escherichia coli Penghambat ß laktamase
Klebsiella spp
Proteus spp
Serratia marcescens
Haemophilus influenza Fluorokuinolon atau
MSSA Klindamisin + aztreonam
Streptococcus pneumoniae
VAP awitan lambat
Pseudomonas aeruginosa Aminoglikosida atau siprofloksasin
Acinetobacter baumanii ditambah :
Penisilin antipseudomonas
Kombinasi ß laktam -
penghambat ß laktamase
Ceftazidim / cefoperazon
Imipenem
Aztreonam
MRSA Linezolid atau vankomisin

Dikutip dari Kollef 3

Pasien VAP yang mendapatkan aminoglikosida (25%).21,22 Singh et al.,23


pengobatan awal penisilin menyatakan bahwa siprofloksasin sangat
antipseudomonas ditambah penghambat ß- efektif pada sebagian besar kuman
laktamase serta aminoglikosida Enterobacteriaceae, H. influenza dan S.
menunjukkan angka kematian lebih rendah aureus. Pemberian antibiotik dapat
dibandingkan dengan pasien yang tidak dihentikan setelah tiga hari pada pasien
mendapat antibiotik tersebut. Piperasilin- dengan kecenderungan VAP rendah
tazobaktam merupakan antibiotik yang (CPIS<6). Pemberian antibiotik intravena
paling banyak digunakan (63%) diikuti secara empiris pada pasien VAP awitan
golongan fluorokuinolon (57%), lambat atau memiliki faktor risiko patogen
vankomisin (47%), sefalosporin (28%) dan MDR dapat dilihat pada Tabel 7.

40
Tabel 7. Dosis Antibiotika Intravena Pasien VAP Dewasa Awitan Lambat atau Memilki
Faktor Risiko MDR
Antibiotik Dosis
Sefalosporin antipseudomonas
Cefepim 1 – 2 g tiap 8 – 12 jam
Ceftazidim 2 g tiap 8 jam
Karbapenem
Imipenem 500 mg tiap 6 jam atau 1g tiap 8 jam
Meropenem 1 g tiap 8 jam
Kombinasi ß laktam - penghambat ß laktamase
Piperasilin-tazobaktam 4,5 g tiap 6 jam
Aminoglikosida
Gentamisin 7 mg/kg/hari
Tobramisin 7 mg/kg/hari
Amikasin 20 mg/kg/hari
Kuinolon antipseudomonas
Levofloksasin 750 mg tiap hari
Siprofloksasin 400 mg tiap 8 jam
Vankomisin 15 mg/kg tiap 12 jam
Linezolid 600 mg tiap 12 jam

Dikutip dari Ewig et al.2

Prinsip penatalaksanaan VAP berdasarkan berspektrum luas sampai diketahui pasti


panduan ATS / IDSA tahun 2004 adalah: mikroorganisme penyebab dan
tidak menunda terapi yang adekuat tetapi kepekaannya terhadap antimikroba
mengoptimalkannya. Pemilihan antimikroba tersebut), mempersingkat terapi menjadi
empiris yaitu satu atau lebih obat yang masa terapi efektif minimal untuk
memiliki aktivitas melawan beberapa memperkecil kejadian resistensi serta
kuman patogen sekaligus, baik bakteri menerapkan strategi pencegahan
maupun jamur (memiliki daya penetrasi (preventif) dengan mengetahui faktor risiko
yang baik terhadap sumber infeksi, yang ada.2 Pada Gambar 3 dan 4
mengacu pada pola kepekaan kuman yang menjelaskan secara skematis algoritme
ada di rumah sakit ataupun masyarakat, diagnosis dan tatalaksana VAP.
melanjutkan pemberian obat antimikroba

41
Clinical
Clinical suspicion
suspicion of
of VAP
VAP
Microbiological
Microbiological features
features Empiric
Empiric therapy
therapy

Late
Late onset
onset or
or risk
risk Early
Early
factors
factors onset
onset
Cultures
Cultures Direct
Direct stain
stain
Risk
Risk of
of MRSA?
MRSA?

Yes
Yes No
No Endogenous
Endogenous
Gram-
Gram--
Gram flora
flora
Anti-
Anti-MRSA coverage
Anti-MRSA coverage
positive
positive
Risk
Risk of
of
Acinetobacter ?
Acinetobacter baumannii?
baumannii
baumannii? Non-
Non -anti-
anti-
Non-anti-
Pseudomonas
Pseudomonas
Yes
Yes No
No
Gram-
Gram--
Gram aeruginosa
aeruginosa
negative
negative antibiotics
antibiotics
Carbapenem
Carbapenem

Risk
Risk of
of
Pseudomonas
Pseudomonas aeruginosa
aeruginosa

Yes
Yes No
No

22 anti-
anti-Pseudomonas
anti-Pseudomonas
Start
Start antibiotics
antibiotics and
and consider
consider
aeruginosa coverage
aeruginosa coverage
local
local epidemiology
epidemiology

Re-
Re-assessment atat 48–
Re-assessment 48–72 hours
48–72 hours
Vidaur et al. Respir Care 2005;50:956–
2005;50:956–974
Gambar 3. Algoritme Diagnosis dan Penatalaksanaan VAP
Dikutip dari Buisson 24

Awalnya penatalaksanaan VAP sebelumnya atau bila kondisi klinis pasien


dilakukan berdasarkan prinsip terapi memburuk.1-4
eskalasi (escalation therapy) yaitu memulai Saat ini dikenal prinsip terapi de-
terapi dengan satu jenis antibiotik misalnya eskalasi yaitu strategi pemberian antibiotik
sefalosporin generasi ketiga selanjutnya adekuat (poten) sejak awal terapi kepada
meningkatkan terapi dengan pemberian pasien yang memiliki faktor risiko tinggi,
antibiotik lain yang memiliki spektrum dengan menghindari penggunaan antibiotik
lebih luas misalnya golongan kurang tepat yang dapat memicu timbulnya
fluorokuinolon atau karbapenem bila resistensi. Strategi tersebut dilakukan
pemeriksaan mikrobiologi menunjukkan dengan memberikan terapi inisial tidak
resistensi kuman terhadap antibiotik lebih dari empat jam sejak pasien dirawat
di ICU dengan antibiotik berspektrum luas

42
dan dosis tinggi untuk menurunkan tidak ditemukan pada pemeriksaan
mortalitas, mencegah disfungsi organ dan mikrobiologi atau mikroorganisme masih
mempersingkat lama perawatan di rumah sensitif terhadap antibiotik golongan lebih
sakit serta mengoptimalkan terapi de- rendah. Pasien yang tidak menunjukkan
eskalasi untuk meminimalkan resistensi respons baik perlu dievaluasi untuk
dan meningkatkan cost-effectiveness. 1-7,24 menyingkirkan kemungkinan infeksi lain
Penilaian respons terapi harus dilakukan yang menyerupai pneumonia (atelektasis,
dengan hati-hati. Respons klinis gagal jantung kongestif, emboli paru,
dipengaruhi oleh berbagai faktor kontusio/trauma paru), mikroorganisme
diantaranya faktor pasien (usia, penyakit yang resisten terhadap obat, infeksi organ
komorbid), faktor bakteri (pola virulensi lain/ekstraparu serta komplikasi pneumonia
dan resistensi kuman terhadap antimikroba) dan terapinya (empiema torasis, abses paru,
dan faktor lain yang mungkin terjadi kolitis, dll).2,3,5,7
selama episode VAP. Perbaikan klinis Pencegahan VAP merupakan upaya
biasanya baru terjadi setelah 48-72 jam penting yang harus dilakukan secara
terapi sehingga antibiotik yang diberikan optimal. Ventilasi mekanis non-invasif
tidak boleh diganti dalam waktu tersebut (tanpa intubasi) dilaporkan dapat
kecuali bila terdapat perburukan progresif menurunkan kejadian VAP secara
atau hasil pemeriksaan mikrobiologi bermakna. Pembatasan penggunaan
menunjukkan hasil yang tidak sesuai. antibiotik secara berlebihan di ICU juga
Penilaian respons terapi juga dapat dapat menurunkan insidens pneumonia
dilakukan dengan melihat parameter lain nosokomial akibat resistensi obat. Koenig
misalnya pemeriksaan hasil laboratorium dan Truwit7 menyatakan strategi
darah serial (hitung sel darah putih, pencegahan VAP yang dikelompokkan
oksigenasi, dll), foto toraks serial, berdasarkan waktu terkait dengan proses
pemeriksaan mikrobiologi spesimen intubasi (sebelum intubasi, saat intubasi
saluran napas serial, CPIS serial, dll.2,3,5,-10 dan setelah intubasi). Strategi yang
Terapi antibiotik empirik dapat dilakukan sebelum intubasi meliputi
dimodifikasi berdasarkan penilaian melakukan ventilasi mekanis non-invasif
berbagai parameter tersebut. Modifikasi bila memungkinkan serta memperkirakan
perlu dilakukan bila ditemukan kuman kemungkinan berbagai penyebab gagal
resisten/tidak diharapkan pada pasien yang napas (bronkospasme, pemberian analgesi
menunjukkan respons terapi kurang baik. dan sedasi dan gangguan keseimbangan
Terapi de-eskalasi dapat dilakukan pada elektrolit). Strategi saat proses intubasi
pasien yang menunjukkan respons baik dan dilakukan diantaranya menghindari
lebih difokuskan pada antibiotik tertentu overdistensi lambung dan mengupayakan
bila mikroorganisme yang dikhawatirkan intubasi melalui oroendotrakeal. Strategi
(P. aeruginosa atau Acinetobacter spp.) setelah intubasi dilakukan misalnya

43
pemasangan pipa lambung melalui mulut, dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu
menjaga kebersihan tangan terutama strategi farmakologi yang bertujuan untuk
petugas kesehatan dengan sebaik-baiknya, menurunkan kolonisasi saluran cerna
elevasi tempat tidur pasien 30-45 derajat, terhadap kuman patogen serta strategi
mengganti sirkuit respirasi bila diperlukan, nonfarmakologi yang bertujuan untuk
pengisapan subglotis secara kontinu, rotasi menurunkan kejadian aspirasi. Strategi
tempat tidur pasien, menjaga kebersihan secara umum yang tidak boleh dilupakan
mulut pasien dengan obat kumur antiseptik, adalah melalukan pengontrolan infeksi
mengurangi penggunaan sedatif untuk lokal di rumah sakit (surveilans rutin),
mengurangi lama pemberian ventilasi kebijakan penggunaan antibiotika secara
mekanis, dll. rasional serta penerapan strategi
Strategi pencegahan VAP yang lain pencegahan secara efektif.
dapat dilihat pada Tabel 7. Strategi tersebut

44
Gambar 4. Rekomendasi ATS/IDSA dalam diagnosis dan penatalaksanaan VAP
Dikutip dari Chastre & Fagon7

45
Tabel 8. Intervensi Pencegahan VAP
Intervensi dengan tujuan mencegah kolonisasi saluran cerna
- mencegah penggunaan antibiotikaa yang tidak perlu
- membatasi profilaksis tukak lambung pada pasien risiko tinggi
- menggunakan sukralfat sebagai profilaksis tukak lambung
- menggunakan antibiotikaa untuk dekontaminasi saluran cerna secara selektif
- dekontaminasi dan menjaga kebersihan mulut
- menggunakan antibiotikaa yang sesuai pada pasien risiko tinggi
- selalu mencuci tangan sebelum kontak dengan pasien
- mengisolasi pasien risiko tinggi dengan kasus MDR
Intervensi dengan tujuan utama mencegah aspirasi
- menghentikan penggunaan pipa nasogastric atau pipa endotrakeal segera mungkin
- posisi pasien semirecumbent atau setengah duduk
- menghindari distensi lambung berlebihan
- intubasi oral atau nonnasal
- penyaliran subglotik
- penyaliran sirkuit ventilator
- menghindari reintubasi dan pemindahan pasien jika tidak diperlukan
- ventilasi masker noninvasif untuk mencegah intubasi trakea
- menghindari penggunaan sedasi jika tidak diperlukan

25
Dikutip dari Fowler et.,at

Kesimpulan 3. Kollef MH. The prevention of ventilator-


Risiko VAP meningkat sejalan dengan associated pneumonia. N Engl J Med 2005;
340:627-34.
penggunaan ventilasi mekanis invasif, 4. Rello J, Lorente C, Diaz E, Bodi M, Boque C,
namun belum terdapat kesepakatan tentang Sandiumenge A, et al. Incidence, etiology, and
baku emas penegakan diagnosis VAP. outcome of nosocomial pneumonia in ICU
Diagnosis VAP ditegakkan berdasarkan patients requiring percutaneous treacheotomy
gejala klinis, pemeriksaan fisik serta for mechanical ventilation. Chest 2003;
124:2239-43.
pemeriksaan penunjang (laboratorium dan 5. Afessa B. Ventilator-associated pneumonia.
radiologi). Prinsip pemberian terapi Chest 2004; 125:1600-1.
antimikroba saat ini adalah terapi de- 6. Hőffken G, Niederman MS. Nosocomial
eskalasi. Agar terapi berhasil, dalam pneumonia. Chest 2002; 122:2183-96.
tatalaksana perlu diketahui patogenesis, 7. Chastre J, Fagon JY. Ventilator-associated
pneumonia. Am J Respir Crit Care Med 2002;
faktor risiko, pola kuman setempat dan 165:867-903.
profil resistensi kuman terhadap obat serta 8. Ibrahim EH, Ward S, Sherman G, Kollef MH.
strategi pencegahan yang efektif. A comparative analysis of patients with early-
onset vs late-onset nosocomial pneumonia in
the ICU setting. Chest 2000; 117:1434-42.
9. Eggimann P, Pittet D. Infection control in the
Daftar Pustaka ICU. Chest 2001; 120:2059-93.
10. Marik PE, Varon J. Ventilator-associated
1. Ibrahim EH, Tracy L, Hill C, Fraser VJ, Kollef pneumonia. Chest 2001; 120:702-4.
MH. The occurrence of ventilator-associated 11. Rello J, Paiva JA, Baraibar J, Barcenilla F,
pneumonia in a community hospital. Chest Bodi M, Castander D, et al., International
2001; 120:555-61. conference for the development of consensus
2. Ewig E, Bauer T, Torres A. The pulmonary on the diagnosis and treatment of ventilator-
physician in critical care: nosocomial associated pneumonia. Chest 2001; 120:955-
pneumonia. Thorax 2002; 57:366-71. 70.

46
12. Shaw MJ. Ventilator-associated pneumonia. 20. Luna CM, Blanzaco D, Niederman MS,
Curr Opin Pulm Med 2005; 11:236-41. Matarucco W, Baredes NC, Desemery P, et al.
13. Sirvent JM, Vidaur L, Gonzalez S, Castro P, Resolution of ventilator-associated pneumonia:
Batlle J, Castro A, et al., Microscopic prospective evaluation of the clinical
examination of intracellular organisms in pulmonary infection score as an early clinical
protected bronchoalveolar mini-lavage fluid for predictor of outcome. Crit Care Med 2003;
the diagnosis of ventilator-associated 31:676-82.
pneumonia. Chest 2003; 123:518-23. 21. Michel F, Franceschini B, Berger P, Arnal JM,
14. Fartoukh M, Maitre B, Honore S, Cerf C, Zahar Gainnier M, Sainty JM, et al., Early antibiotic
JR, Buisson CB. Diagnosing pneumonia during treatment for BAL-confirmed ventilator-
mechanical ventilation. Am J Respir Crit Care associated pneumonia. Chest 2005; 127:589-
Med 2003; 168:173-9. 97.
15. Torres A, Ewig S. Diagnosing ventilator- 22. Lambotte O, Timsit JF, Orgeas MG, Misset B,
associated pneumonia. N Engl J Med 2004; Benali A, Carlet J. The significance of distal
350:433-5. bronchial samples with commensals in
16. Lynch JP. Hospital-acquired pneumonia. Chest ventilator-associated pneumonia. Chest 2002;
2001; 119:373-84. 122:1389-99.
17. Niederman MS, Craven DE. Guidelines for the 23. Povoa P, Coelho L, Almeida E, Fernandes A,
management of adults with hospital-acquired, Mealha R, Moreira P, et al., C-reactive protein
ventilator-associated, and healthcare-associated as a marker of ventilator-associated pneumonia
pneumonia. Am J Respir Crit Care Med 2005; resolution: a pilot study. Eur Respir J 2005;
171:388-416. 25:804-12.
18. Ioanas M, Ferrer R, Angrill J, Ferrer M, Torres 24. Buisson CB. Antibiotic therapy of ventilator-
A. Microbial investigation in ventilator- associated pneumonia. Chest 2003; 123:670-3.
associated pneumonia. Eur Respir J 2001; 25. Fowler RA, Flavin KE, Barr J, Weinacker AB,
17:791-801. Parsonnet J, Gould MK. Variability in
19. Ost DE, Hall CS, Joseph G, Ginocchio C, antibiotic prescribing patterns and outcomes in
Condon S, Kao E, et al., Decision analysis of patients with clinically suspected ventilator-
antibiotic and diagnostic strategies in associated pneumonia. Chest 2003; 123:835-
ventilator-associated pneumonia. Am J Respir 44.
Crit Care Med 2003; 168:1060-7.

47

Anda mungkin juga menyukai