Anda di halaman 1dari 19

Hukum Pidana Khusus

Tindak Pidana Pornografi


Dosen Pembimbing : Mukhlis R S.H., M.H

Oleh :

SELLY SALSABILA

1909113216

KELAS G

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS RIAU
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Tindak Pidana Pornografi” ini tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Bapak Mukhlis R S.H., M.H. pada mata kuliah Hukum Pidana Khusus. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang hukum pidana khusus bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mukhlis R S.H., M.H selaku dosen mata
kuliah Hukum Pidana Khusus yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 29 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i

DAFTAR ISI .................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah................................................................................4
1.3 Tujuan..................................................................................................4
1.4 Manfaat................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pornografi..........................................................................5


2.2 Unsur Pornografi.................................................................................7
2.3 Dampak Pornografi............................................................................10
2.4 Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam......................................11

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN...................................................................................14
3.2 SARAN...............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................16

ii
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Tindak Pidana Pornografi merupakan suatu tindak pidana yang sejak dahulu sampai
sekarang sering menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat. Tindak pidana pornografi
telah mencapai perkembangan yang sangat pesat, sudah menyentuh setiap lapisan
masyarakat tanpa terhalang oleh sekat-sekat geografis lagi. Media pornografi pun
semakin mudah untuk diakses melalui media elektronik dan cetak. Begitu mudahnya
setiap orang untuk melihat materi pornografi melalui internet, handphone, buku bacaan
dan lain sebagainya.

Kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi


informasi dan komunikasi, telah memberikan andil terhadap meningkatnya pembuatan,
penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memberikan pengaruh buruk terhadap
moral dan kepribadian luhur Bangsa Indonesia sehingga mengancam kehidupan dan
tatanan sosial masyarakat Indonesia. Berkembang luasnya pornografi di tengah
masyarakat juga mengakibatkan meningkatnya tindak asusila dan pencabulan.1

Kemudahan mengakses pornografi dapat mencontoh aktifitas seksual sesuai dengan


adegan yang ditontonnya. Inilah yang menyebabkan banyaknya dampak negatif yang
akan timbul dari aktivitas pornografi tersebut seperti salah satunya kekerasan seksual.
Di masa mendatang, pornografi adalah bencana besar untuk setiap orang. Belum lagi
semakin banyaknya bisnis warung internet (warnet) yang dengan leluasa dijelajahi
secara bebas oleh siapapun.

Adanya artian pornografi dalam Undang – Undang 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
yaitu gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi,
kartun, percakapan, gerak tubuh atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk
media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum yang membuat kecabulan atau
eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Sedangkan
yang dimaksud Tindak Pidana Pornografi yaitu s.uatu perbuatan asusila dalam hal yang
berhubungan dengan seksual, atau perbuatan yang bersifat tidak senonoh yang berupa
gambar sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun,
percakapan, gerak tubuh atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media

1
Rendi Saputra Mukti, Tinjauan yuridis terhadap Pornografi menurut Kuhp pidana dan Undang- undang No. 44
tahun 2008, (Surabaya : FH Universitas wijaya putra Surabaya , 2012) hlm 21.
1
komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum yang membuat kecabulan atau
eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

Dari segi etika atau moral, pornografi akan merusak tatanan norma - norma dalam
masyarakat, merusak keserasian hidup dan keluarga dan masyarakat pada umumnya dan
merusak nilai-nilai luhur dalam kehidupan manusia seperti nilai kasih, kesetiaan, cinta,
keadilan, dan kejujuran. Yang dimana nilai - nilai tersebut sangat dibutuhkan
masyarakat, sehingga tercipta dan terjamin hubungan yang sehat dalam masyarakat.
Masyarakat yang sakit dalam nilai - nilai dan norma-norma, akan mengalami
kemerosotan kultural dan akhirnya akan runtuh dan kaos.

Penegakan hukum terhadap tindak pidana pornografi telah banyak dilakukan oleh aparat
penegak hukum dan telah mendapat putusan hakim di sidang pengadilan. Penegakan
hukum ini diharapkan mampu sebagai faktor penangkal terhadap merebaknya
pornografi maupun peredaran video-video mesum narkoba, tetapi dalam kenyataannya
justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran
video mesum maupun aksi pornografi di kalangan masyarakat.

Berdasarkan pengamatan terhadap kinerja pengadilan dalam memproses pelaku


kejahatan di sidang pengadilan, diketahui bahwa vonis hakim terhadap tindak pidana
pornografi belum seberat ketentuan dalam undang-undang di dalam penjatuhan
pidananya. Aturan hukum menetapkan hukuman maksimal, tetapi sebagian hakim
lainnya tidak pernah menerapkan hukuman maksimal tersebut. Padahal Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan tegas mengatur sanksi pidana.

“Sanksi pidana yang dijatuhkan oleh para hakim terhadap para pelaku kejahatan masih
dinilai belum memberikan rasa takut dan dipengaruhi oleh norma-norma di luar norma
hukum, tampaknya masih melekat dan menjadi kendala terhadap penegakan hukum
secara konsekuen”.

Upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi adalah mengurangi pembuatan


pornografi dengan maksud untuk disebaruaskan. Tidak sedikit orang yang masih ragu
bahwa apakah pornografi bisa berdampak terhadap timbulnya kejahatan seksual,
memang pada dasarnya tidak setiap orang yang melihat materi- materi pornografi
langsung berkeinginan untuk melakukan kejahatan seksual. Proses pengaruh pornografi
pada setiap orang itu berbeda - beda, ada yang kecil efeknya, tetapi tidak sedikit pula

2
yang menimbulkan efek yang besar sampai memicu melakukan tindak kriminal seperti
perkosaan, pencabulan, pelecehan seksual sampai kekerasan seksual.

Demikian besarnya efek tersebut lah bukan hanya mengakibatkan pelanggran norma-
norma moral atau kesusilaan di dalam masyarakat, maka dengan penegakkan hukumnya
harus dilakukan sistem sanksi yang lebih berat dan tegas.2

Pengaturan mengenai larangan melakukan tindak pidana pornografi diatur dalam


Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi yang terdapat dalam pasal 4
yakni ;

1. Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,


menyebarluaskan,menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit
memuat:

a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;


b. kekerasan seksual;
c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
e. alat kelamin; atau
f. pornografi anak

2. Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:


a. menyajikan secara eksplisit
b. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; menyajikan
secara eksplisit alat kelamin;
c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan
seksual.

Dan jika ditinjau dari Hukum Islam memiliki konsep tentang aurat, yang jelas dan baku.
Hukum Islam, melarang seseorang untuk dengan sengaja melihat atau memperlihatkan
aurat (tabarruj), mendekati atau mendekatkan diri pada perbuatan zina (qurb az-zinā),

2
Rendi Saputra Mukti, Tinjauan yuridis terhadap Pornografi menurut Kuhp pidana dan Undang- undang No. 44
tahun 2008, (Surabaya : FH Universitas wijaya putra Surabaya , 2012) hlm 21-22
3
serta memerintahkan manusia untuk menjaga kehormatan, tertuang dalam Al-Qur’an,
Hadits, serta dalam kaidah-kaidah fiqih dan ushul fiqih.

Bagi umat Islam, pemahaman tentang pornografi harus mengacu kepada hukum Islam.
Perbuatan apapun yang mengandung unsur membuka, memamerkan, dan
memperlihatkan aurat, sehingga dapat melecehkan kehormatan, apalagi dapat
mendekatkan kepada perbuatan zina, hukumnya adalah dilarang (haram). Tentu saja,
ada beberapa perkecualian dalam hal hal tertentu, dalam arti, aurat bisa diperlihatkan
untuk kepentingan yang lebih besar. Misalnya, untuk kepentingan kesehatan dan ilmu
kedokteran.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Pornografi ?


2. Apakah unsur yang terkandung dalam Pornografi ?
3. Apakah dampak dan tindakan pada kegiatan pornografi ?
4. Bagaimana Pornografi dalam perspektif hukum positif dan hukum islam ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui arti dari pornografi.


2. Untuk mengetahui unsur yang terkandung dalam Pornografi.
3. Untuk mengetahui dampak dan tindakan dari kegiatan pornografi.
4. Untuk memahami perspektif hukum positif dan hukum islam mengenai pornografi.

1.4 Manfaat

1. Untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis maupun pembaca mengenai


materi terkait seluk beluk Pornografi hingga pandangan dalam hukum positif dan
hukum Islam.
2. Guna dalam mencari informasi dan ilmu terkait materi Pornografi yang dijelaskan.
3. Dapat sebagai acuan atau referensi dalam penulisan yang serupa berikutnya.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pornografi

Pornografi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua suku kata, porne dan
graphein. Porne berarti ”gadis liar, nakal, pelacur, penjaja seks (a prostiute)”, dan
Graphein berarti ”tulisan, gambar, ungkapan dan sebagainya.” Awal mulanya saat itu
ditemukannya penemuan sejumlah lukisan yang bermuatan seksual yang salah satu
menonjol adalah sebuah gambaran tentang tempat pelacuran yang mengiklankan
berbagai layanan seksual dalam dinding di atas beberapa pintu yang ditemukan di
sana. pada saat itu orang pun bisa menjumpai dengan mudah suatu gambar alat
kelamin laki-laki yang terdapat disisi jalan untuk memperlihatkan arah tempat
pelacuran disana, karena pada masa itu gambar atau tulisan tentang alat vital adalah
hal yang biasa dan tidak ada peraturan khusus yang melarang tindaka tersebut.
Dalam KBBI maksud dari Pornografi disini yaitu penggambaran tingkah laku secara
erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi dan pengertian
lainnya bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk
membangkitkan nafsu birahi dalam seks.3

Dalam hukum positif Indonesia sendiri aturan mengenai pornografi ataupun


tindakannya sendiri diatur dalam suatu Hukum Pidana Khusus yaitu tercantum
didalam Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. 4 Pengertian
dari pornografi sendiri berdasar undang – undang yang mengatur yaitu UU no.
44/2008 dalam pasal 1 poin 1 berbunyi : “Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi,
foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak
tubuh atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau
pertunjukan di muka umum yang membuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang
melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.”5 Maksut dengan kecabulan dalam
undang-undang tentang pornografi ini dijelaskan dalam bab II, yang berisi larangan
dan pembatasan yang dijelaskan dalam pasal 4 dimana hal yang mengandung unsur
cabul atau porno antara lain, yaitu :

a. Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang


3
KBBI “Pornografi”
4
Adami Chawazi, Tindak Pidana mengenai kesopanan,(Jakarta: Sinar grafika, 2005) hlm 21.
5
UU no. 44 tahun 2008 tentang Pornografi
5
b. Kekerasan seksual
c. Mastrubasi atau onani
d. Ketelanjangan atau tampilan yang mengesampingkan ketelanjangan
e. Alat kelamin atau
f. Pornografi anak
Beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian Pornografi, seperti :

1. H.B Yassin , pornografi adalah setiap tulisan atau gambar yang ditulis atau
digambar dengan maksud sengaja untuk merangsang seksual. Pornografi
membikin fantasi pembaca menjadi bersayap dan ngelayap ke daerah-daerah
kelaminan yang menyebabkan syahwat berkobar-kobar.
2. Muhammad Said, pornografi adalah segala apa saja yang dengan sengaja
disajikan dengan maksud untuk merangsang nafsu seks orang banyak. Ia bisa
berupa penulisan atau peragaan bagian-bagian tertentu tubuh manusia, bisa
juga berupa penggambaran adegan yang bersifat intim dalam kehidupan
seksual manusia.
3. Ade Armando, pakar komunikasi dari UI menyebutkan, bahwa definisi
pornografi adalah suatu tayangan atau tulisan yang bisa menimbulkan
rangsangan seks.
4. Mantan Hakim Agung Bismar Siregar berpendapat, pornografi dan
pornoaksi adalah segala perbuatan yang nyaris mendekati zina.

Sementara menurut ahli Pornografi yaitu :

1. Abu Al-Ghifari; Pornografi adalah tulisan, gambar, lukisan, tayangan


audiovisual,pembicaraan, dan gerakan-gerakan tubuh yang membuka tubuh
tertentu secara vulgar yang semata-mata untuk menarik perhatian lawan
jenis.6
2. Feminis dan Moralis Konservatif mendefinisikan pornografi sebagai
"Penggambaran material seksual yang mendorong pelecehan seksual dengan
kekerasan dan pemaksaan".7
3. Menurut RUU Anti Pornografi, "Pornografi adalah bentuk ekspresi visual
berupa gambar, lukisan, tulisan, foto, film atau yang dipersamakan dengan
film, video, terawang, tayangan atau media komunikasi lainnya yang sengaja
dibuat untuk memperlihatkan secara terang-terangan atau tersamar kepada
publik alat vital dan bagian - bagian tubuh serta gerakan-gerakan erotis yang

6
menonjolkan sensualitas dan atau seksualitas, serta segala bentuk perilaku
seksual dan hubungan seks manusia yang patut diduga menimbulkan
rangsangan nafsu berahi pada orang lain.6
4. MUI atau Departemen Agama; "Pornografi adalah ungkapan visualisasi dan
verbalisasi melalui media komunikasi massa tentang perlakuan/perbuatan laki-laki
dan/atau perempuan dalam keadaan memberi kesan telanjang bulat, dilihat dari
depan, samping, atau belakang. Penonjolan close up alat-alat vital, payudara atau
pinggul, baik dengan atau tanpa penutup, ciuman merangsang antara pasangan
sejenis ataupun berlainan jenis, gerakan atau bunyi suara dan/atau desah yang
memberi kesan persenggamaan, gerakan masturbasi, lesbian, homo, atau oral seks
yang bertujuan untuk membangkitkan nafsu seksual.

Sehingga dari berbagai macam bentuk perspektif atau sudut pandang baik didalam sudut
pandang aturan yang mengatur maupun dari perspektif berbagai ahli maka dapat
disimpulkan bahwa Pornografi merupakan segala sesuatu, baik tulisan, gambar, hingga
audio atau suara yang dapat membangkitkan nafsu birahi orang yang melihat, membaca
atau pun yang mendengarnya.

2.2 Unsur Dalam Pornogafi

UU no 44/2008 tentang Pornografi menyatakan terdapat unsur pokok didalam nya


yaitu :

a) Unsur tampakan/wujudnya pornografi.

Unsur tampak atau wujud pornografi dapat dikatakan juga sebagai objek pornografi.
Wujud pornografi menurut UU Pornografi Nomor 44 Tahun 2008 telah diperluas
sedemkian rupa, sehingga termasuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara,
bunyi, gambar bergerak,animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan
lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi. Diluar wujud yang disebutkan
dalam batasan pornografi tersebut, masih mungkin ada wujud lain yang belum
disebutkan oleh UU Pornografi Nomor 44 Tahun 2008, yang pada masa yang akan
datang bisa terjadi. UU Pornografi Nomor 44 Tahun 2008 memberi hak dan peluang
pada hakim untuk menetapkan sendiri jika ternyata ada wujud pornografi yang lain
diluar yang disebutkan dalam rumusan. Dapat dilakukan oleh hakim, karena batasan

6
Ungkapan di Pikiran Rakyat Cyber Media, Kaburnya Batasan Pornografi, Kamis, 01 Mei 2003.
7
pornografi dibuat secara terbuka dengan mencantumkan frasa “atau bentuk pesan
lainnya” dalam rumusan

b) Unsur sifat yang terkandung dalam tampakan/wujud pornografi.

Di dalam tampakan atau wujud pornografi mengandung 3 sifat. Tiga sifat yang
melekat yang tidak terpisahkan dengan wujud pornografi. Sifat tersebut ialah:

1. Memuat kecabulan;
2. Memuat eksploitasi seksual; dan
3. Melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

Apabila dalam suatu kasus suatu kasus yang diusung jaksa ke sidang pengadilan,
ternyata salah satu sifat tersebut tidak ada dalam benda pornografi yang didakwakan,
maka ketiadaan sifat tersebut menjadi alasan peniadaan pidana

Sifat pertama, Kecabulan yaitu sifat asal katanya cabul yang artinya keji dan kotor,
tidak senonoh, jorok, jijik atau menjijikkan, muak atau memuakkan dengan kata
apapun yang menggambarkan suatu yang buruk, jahat, memalukan dan perlu
dihindari. Ukuran sesuatu wujud kecabulan seperti subuah foto telanjang diukur dari
nilai-nilai (disebut nilai kesusilaan) yang hidup dalam masyarakat. Diakui atau ditolak,
bahwa kenyataannya ada nilai-nilai kesusilaan yang hidup dan dipatuhi oleh
masyarakat. Dapat ditangkap dan diterima oleh akal manusia. Hanya manusia yang
berakal saja yang mampu menangkap, mengerti dan merasakan adanya nilai - nilai
kesusilaan dalam masyarakat. Hanya manusia yang berakal dan berakhlak saja yang
dapat menghormati dan patuh pada nilai-nilai kesusilaan umum tersebut. Akal dan
akhlak adalah syarat yang diperlukan untuk menegakkan nilai- nilai moral kesusilaan
dalam masyarakat, kecabulan pada pornografi terletak dan disebabkan oleh
penampakannya sehingga faktor penyebabnya terjadi dari cara penyajiannya atau hasil
penyajiannya.

Kemudian kedua ada eksploitasi seksual, kata eksploitasi mengandung arti


pendayagunaan atau pemanfaatan sesuatu untuk kepentingan atau keuntungan sendiri.
Eksploitasi dalam konteks batasan pornografi menurut UU Pornografi Nomor 44
Tahun 2008 adalah pendayagunaan atau pemanfaatan seksual untuk kepentingan atau
keuntungan diri sendiri. Sifat eksploitasi seksual melekat langsung pada tampakannya,
misalnya pada gerak tubuh, seperti seorang penyanyi sedang saat beryanyi sambil
melakukan gerakan yang mengarah ke seksual seperti gerakan yang menunjukkan
8
gerakan tidak senonoh demi kepentingan pribadinya, yang dimana dari gerakannya
tersebut termasuk kedalam sifat yang ketiga melanggar nilai kesusilaan di masyarakat.
Sehingga dapat dikatakan sifat ketiga tersebut tidak dapat dipisahkan dalam unsur
pornografi.Selain unsur dari ketiga sifat diatas, adanya unsur media yang menjadi alat
dalam melakukan penyebaran tindak pornografi, terbagi dalam 3 kelompok besar,
yaitu7 :

1. Media audio (dengar). Yang termasuk dalam kategori ini diantaranya siaran
radio, kaset, CD, telepon, ragam media audio lain yang dapatdiakses di internet

a) Lagu-lagu yang mengandung lirik mesum, lagu-lagu yang mengandung bunyi-


bunyian atau suara-suara yang dapat diasosiasikan dengan kegiatan seksual;

b) Program radio dimana penyiar atau pendengar berbicara dengan gaya mesum

c) Jasa layanan pembicaraan tentang seks melalui telepon (partyline) dan


sebagainya

2. Media audio-visual (pandang-dengar) seperti program televisi, film layar lebar,


video, laser disc, VCD, DVD, game komputer, atau ragam media audio visual lain
yang dapat diakses di internet
a) film-film yang mengandung adegan seks atau menampilkan artis yang tampil
dengan pakaian minim atau tidak (seolah-olah) tidak berpakaian
b) adegan pertunjukkan musik dimana penyanyi, musisi atau penari latar, hadir
dengan tampilan dan gerak yang membangkitkan syahwat penonton

3. Media visual (pandang) seperti koran, majalah, tabloid, buku (karya sastra, novel
popular, buku non-fiksi) komik, iklan billboard, lukisan, foto atau bahkan media
permainan seperti kartu:

a) berita, cerita atau artikel yang menggambarkan aktivitas seks secara terperinci
atau yang memang dibuat dengan cara yang demikian rupa untuk merangsang
hasrat seksual pembaca.

b) gambar, foto adegan seks atau artis yang tampil dengan gaya yang dapat
membangkitkan daya tarik seksual

7
Miriam L. Campanella, Transition to a Global Society dalam Abdul Wahid dan Mohammad Labib, 2005,
Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), Bandung: PT Refika Aditama, hal 6
9
c) fiksi atau komik yang mengisahkan atau menggambarkan adegan seksual
dengan cara yang sedemikian rupa sehingga membangkitkan hasrat seksual.

2.3 Dampak Tindakan Pornografi

Ahli bedah otak dari University of Texas yang bernama Donald Hilton Junior
mengatakan otak yang rusak akibat pornografi memperlihatkan kerusakan yang
sama dengan otak yang rusak akibat kecelakaan selain itu kecanduan pornografi
juga dapat membuat otak bagian tengah depan (ventral tegmental area) mengecil
atau menyusut. Penyusutan sel otak yang memproduksi dopamine atau zat kimia
pemicu rasa senang itu dapat mengacaukan kerja neutotransmitter atau pengirim
pesan. Selain itu, kekacauan tersebut akan menimbulkan turunnya self-control
dalam diri seseorang. Dampak yang terjadi atau timbulkan akibat Pornografi
tersebut yaitu :

1. Mendorong remaja untuk meniru melakukan tindakan seksual Kemampuan


remaja menyaring informasi masih rendah. Para ahli dibidang kejahatan
seksual terhadap remaja juga menyatakan bahwa aktivitasseksual pada remaja
yang belum dewasa selalu dipicu oleh 2 (dua) kemungkinan yaitu pengalaman
atau melihat. pornografi atau aktivitas pornobaik dari internet, HP, VCD,
komik atau media lainnya. Maka mereka akan terdorong untuk meniru
melakukan tindakan seksual terhadap anak lainataupun siapapun obyek yang
bisa mereka jangkau.

2) Membentuk sikap, nilai dan perilaku yang negative. Beragam adegan seksual,
dapat terganggu proses pendidikan seksnya. Hal itu dapat diketahui dari cara
mereka memandang wanita,kejahatan seksual, hubungan seksual, dan seks
pada umumnya. Remajatersebut akan berkembang menjadi pribadi yang
merendahkan wanita secaraseksual, memandang seks bebas sebagai perilaku
normal dan alami, permisifterhadap perkosaan, bahkan cenderung mengidap
berbagai penyimpanganseksual.

3) Menyebabkan sulit konsentrasi belajar hingga terganggu jati dirinya Pornografi


yang ditonton remaja merupakan sensasi seksual yangditerima sebelum
waktunya, sehingga yang terjadi adalah mengendapnyakesan mendalam di
bawah otak sadar yang bisa membuat mereka sulitkonsentrasi, tidak fokus,
malas belajar, tidak bergairah melakukan aktivitasyang semestinya, hingga

10
mengalami shock dan disorientasi (kehilanganpandangan) terhadap jati diri
mereka sendiri bahwa sebenarnya mereka masih remaja.

4) Tertutup, minder dan tidak percaya diri Remaja pecandu pornografi yang
mendapat dukungan temantemannyasesama penggemar pornografi, akan
terdorong menjadi pribadi yang permisif(memandang maklum) terhadap seks
bebas dan mereka melakukan praktekseks bebas di luar pantauan orang tua.
Sedangkan remaja pecandu pornografiyang dikelilingi oleh teman-teman yang
terbimbing dan bebas dari pornografi,akan cenderung merasa minder dan tidak
percaya diri. Karena kebiasaannyaini, remaja merasa sebagai pribadi yang aneh
dan berbeda perilakunya, danseiring bertambahnya pengetahuan
keagamaannya ia akan merasa paling berdosa.

2.4 Hukum Positif dan Hukum Islam

A. Hukum Positif

Ditinjau dari hukum positif UU tentang Pornpgrafi itu sendiri secara khusus (lex
specialis) diatur dalam UU Pidana Khusus yaitu Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2008 tentang Pornografi.

Dengan adanya undang-undang anti pornografi dapat mengartikan perbedaan


penafsiran tentang pornografi yang berbeda-beda sehingga masalah pornografi
dapat ditanggulangi, pengertian pornografi dalam Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2008 tentang Pornografi dapat menjadi dasar acuan, seperti permasalahan
pornografi di Indonesia yang hingga kini masih belum terselesaikan, dikarenakan
lemahnya tanggapan masyarakatnya sendiri terhadap adanya pornografi, selain itu
adanya perbedaan pengertian dan definisi pornografi setiap individu dengan
individu lain yang menjadikan masalah tersendiri dalam penanggulangannya.

Upaya untuk mencegah penyebaran pornografi di Indonesia sudah ditanggapi


serius oleh pemerintah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2008 tentang Pornografi. dalam undang-undang tersebut termuat larangan dan
pembatasan pornografi di indonesia yang dimuat secara umum dalam pasal 4
yaitu:

a.Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak,


menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,

11
menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi
yang secara eksplisit memuat:

1. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;


2. kekerasan seksual;
3. masturbasi atau onani;
4. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
5. alat kelamin; atau
6. pornografi anak.

b. Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang :

1. Menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang


mengesankan ketelanjangan
2. Menyajikan secara eksplisit atau kelamin
3. Mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual atau
4. Menawarkan atau mengiklankan baik langsung maupun tidak langsung
layanan seksual.

Selain itu pada Pasal 2 UU Pornografi mengandung Asas-asas dan tujuan di


undangkannya Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi karena
berdasarkan asas-asas dan tujuan-tujuan inilah yang terjabar yaitu :

Asas-asas Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 ditentukan dalam Pasal

sebagai berikut:

Asas-asas Undang-Undang Pornografi terdiri dari enam asas, yaitu8:

1. Asas Ketuhanan Yang Maha Esa,


2. Asas penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan,
3. Asas kebhinnekaan,
4. Asas kepastian hukum,

Dan mengenai Delik diatur dalam Buku II KUHP Bab XIV terdapat tiga buah
pasal yang langsung dan tidak langsung berkaitan dengan delik pornografi, yaitu
larangan dan hukuman diatur dalam Pasal 281, Pasal 282 dan Pasal 283.
8
Neng Djubaedah, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi (Perspektif Negara Hukum
Berdasarkan Pancasila), hlm. 22.
12
Sedangkan di Buku III KUHP terdapat pula delik pornografi lainnya yaitu pada
Bab pelanggaran kesusilaan (Bab XIV) yaitu Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534 dan
Pasal 535 KUHP.

Di dalam UU Pornografi (UU no. 44/2008) mengenai “KETENTUAN PIDANA”


terdapat dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35,
Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, dan Pasal 41

Selain itu Pemerintah juga membentuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008


tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khusus yang mengatur
tentang pornografi di internet terdapat dalam ketentuan Pasal 27 ayat (1) yang
berbunyi : “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Infomasi elektronik dan
/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.
9
Yang dimana dalam UU ITE mengenai Pornografi ini sendiri akan dipidana
dengan pinda apaling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu Milyar rupiah).

B. Hukum Islam

Dalam Hukum Islam itu sendiri sangat jelas larangan mengenai tindakan
pornografi ini , dimana di dalam Islam melarang seseorang untuk dengan sengaja
melihat atau memperlihatkan aurat (tabarruj), mendekati atau mendekatkan diri
pada perbuatan zina (qurb az-zinā), serta memerintahkan manusia untuk menjaga
kehormatan, tertuang dalam Al-Qur’an, Hadits, serta dalam kaidah-kaidah fiqih
dan ushul fiqih. Salah satu diantara dalil Al-Qur’an dan Al-Hadist yang berkaitan
dengan dilarangnya pornografi tertuang dalam

Al- Qur’an Surat Al- Israa ayat 32 :

ً‫س و‬ َ ِّ‫ق ت َ ً لَو يل‬


َ ‫ب س َا َء‬ َ ْ‫ةَ ِّشا َح ف َانَك ُهَّنِّ ا إ َ نِّ وا الز ُبَر‬

“Dan janganlah kamu mendekati zina, Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.”10

Maksudnya jangan mendekati sebab-sebab yang bisa menjerumuskan pelakunya


kepada perilaku zina.Oleh karena itu segala bentuk tindakan yang menjurus

9
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
10
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010) hlm 73.
13
kearah perbuatan zina, adalah dilarang dalam Islam, dan salah satunya adalah
pornografi.

Dalam hukum islam tindak pidana disebut Jarimah dan Jinayah yang dimana
secara etimologi diartika sebagai melukai, berbuat dosa dan kesalahan. Dan secara
terminologis jarimah dalam syari’ah Islam yaitu larangan – larangan yang
diancam oleh Allah SWT dengan hukuman had atau ta’zir, seperti apabila orang
melakukan zina akan dicambuk 100 kali, sehingga dalam hal ini di hukuman di
dalam Hukum Islam akan mendapat dosa dari Allah SWT dan selain itu juga pada
hukum ta’zir hakim mendapat wewenang secara khusus dalam menentukan
hukman dari tindak pidana pornografi tersebut.11

BAB III

Penutup

3.1 Kesimpulan

Seperti yang kita ketahui masalah pornografi adalah masalah lama yang sampai
saat ini memerlukan penanggulangan KUHP yang ada, sekarang telah mengatur
pornografi namun belum dapat menanggulangi permasalahan tersebut hal ini
terlihat dari semakin maraknya pornografi bahkan lebih memprihatinkan dan
dampaknya pun semakin nyata.

Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan pemanfaatannya


dalam berbagai bidang kehidupan menandai sebuah perubahan peradaban manusia
menuju masyarakat informasi semua tindakan dapat menjadi negative maupun
positif seperti halnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang dapat
mengunduh atau mengirim foto maupun video yang tidak semestinya seperti
gambar atau video yang memiliki unsur porno, apalagi jika yang dimuat dalam
foto atau video tersebut tidak terima akan hal tersebut. Maka dari itu pengaturan
masalah pornografi dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang
Pornografi, telah memunculkan subyek hukum pidana pada perbuatan pidana
pornografi.

3.2 Saran
11
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010) hlm 73.
14
Keresahan hingga dampak yang ditimbulkan mengenai Pornografi membuat
pemerintah telah memberikan kebijakan dan tindakan baik mengenai Pornografi
ini. Dalam aturannya Pornografi ini memiliki undang – undang tersebendiri dalam
tindak pidananya (lex specialis) yaitu Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2008
tentan Pornografi. Namun dalam perkembangannya terutama Tekhnologi
memunculkan berbagai macam tindakan asusila terutama online. Sehingga
menurut saya :

1. Kebijakan dalam memperbaharui atau revisi UU yang lamadengan tindakan


asusila atau pornografi baru agar tidak terjadi kesalahpahaman dan multitafsir
terhadap aturannya.
2. Membawa peran serta masyarakat dalam menangani pornografi terutama
online yang saat ini sangat mudah diakses dan peran penegak hukum serta
pemerintah sebagai pembuat hukum.
3. Peningkatan kualitas keahlian mengenai tekhnologi informasi yang saat ini
berpengaruh terhadap perkembangan tindakan pornografi agar pencegahan
mengenai perkara tindak pidana pornografi ini mudah diatasi setidaknya dapat
menimalisir tindakan tersebut.

15
DAFTAR PUSTAKA

Mukti, Rendi Saputra.2012.Tinjauan yuridis terhadap Pornografi menurut


Kuhp pidana dan Undang- undang No. 44 tahun 2008. Surabaya : FH
Universitas wijaya putra Surabaya

Chawazi, Adami.2005. Tindak Pidana mengenai kesopanan.Jakarta : Sinar


grafika.

Hakim, Rahmat.2010. Hukum Pidana Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia

Miriam, Campanella.2005. Transition to a Global Society dalam Abdul Wahid


dan Mohammad Labib, 2005, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime).
Bandung : PT Refika Aditama

Neng Djubaedah.2003. Pornografi dan Pornoaksi (Ditinjau dari Hukum


Islam). Bogor: Kencana

KBBI “Pornografi”

Undang – Undang RI Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi


dan Transaksi Elektronik

Ungkapan di Pikiran Rakyat Cyber Media, Kaburnya Batasan Pornografi,


Kamis, 01 Mei 2003.

16

Anda mungkin juga menyukai