Anda di halaman 1dari 8

HARTA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

1. Ibadurrohman Mukhlis

Ibadurrohmanmukhlis3@gmail.com

2. Muhammad Ahmad Fulka Sa’dibih


fulkapunya@gmail.com

Institut Agama Islam Uluwiyah Mojokerto

Abstrak
Kebutuhan manusia atau kepuasan manusia dalam harta benda adalah
situasi yang sama dengan kebutuhan hidup manusia untuk anak-anak
dan juga kerabat. Dengan demikian, kebutuhan manusia akan harta
merupakan kebutuhan yang mendasar, sebagaimana firman Allah swt
dalam Surah al-Kahfi bait 46, yang berbunyi:

‫… االَ ُل ْالبَنُونَ ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا‬

Kata Kunci : harta

Abstract

Human needs or human satisfaction in material possessions is the


same situation as human life needs for children and also relatives.
Thus, the human need for property is a basic need, as the word of
Allah swt in Surah al-Kahf verse 46, which reads:

‫… االَ ُل ْالبَنُونَ ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا‬

Keywords: treasure
PENDAHULUAN
Dalam menjalankan bisnis tentunya dilakukan untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya seperti yang diharapkan sebagai kekayaan, dan hal ini dilegitimasi
dalam Islam. Karena dimaksudkan untuk peningkatan materi (qimah madiyah). Dalam
situasi ini, hasil yang diperoleh diklaim dan dirasakan, harus dipastikan sebagai sumber
daya. Saat ini, dalam kebenaran masyarakat umum di sekitar kita, tanggung jawab
adalah norma dalam menentukan kepuasan hidup seseorang, kelimpahan yang
melimpah menunjukkan bahwa ia adalah individu yang bahagia. sudah cukup menjadi
motivasi mengapa orang pada umumnya akan berlomba-lomba untuk memperbanyak
kelimpahan.

PEMBAHASAN
Sudut pandang harta dalam Islam. HARTA dalam bahasa Arab disebut al-mal,
yang merupakan dasar dari kata lafadz‫ال – ل – ال‬BB‫ مي‬yang artinya miring, miring, dan
bergeser. Dalam bahasa Arab al-Muhith dan Lisan dijelaskan bahwa kelimpahan atau
harta adalah segala yang diinginkan manusia untuk menyimpan dan mengklaimnya.
Oleh karena itu unta, sapi, kambing, tanah, emas, perak dan segala sesuatu yang
dinikmati oleh manusia dan memiliki harga (qimah), adalah harta atau kelimpahan. -
Ibnu Asr-berkata bahwa; "Kelimpahan atau harta pada awalnya menyiratkan emas dan
perak, namun kemudian berubah maknanya menjadi segala sesuatu yang disingkirkan
dan diklaim Sementara, harta (al-mal) untuk dimiliki.1
Menurut Hanafiyyah adalah: ‫ه لنس اﺭﻩ لى الجة‬BB‫ل لي‬BB‫ ( اميي‬. Arti penting dari
pengertian harta di atas pada hakikatnya adalah sesuatu yang sangat berharga dan dapat
disingkirkan. Jadi untuk sesuatu yang tidak bisa ditabung, tidak bisa digolongkan
sebagai rejeki. Sehubungan dengan kelebihan yang diingat untuk klasifikasi sesuatu
yang dapat dimiliki, itu tidak termasuk properti2. Bagaimanapun Ia tidak
mengesampingkan kelimpahan, sesuatu yang tidak dapat dimiliki tetapi dapat
dimanfaatkan, seperti cahaya dan panasnya matahari.

1
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhuz Zakat, jilid ke-1 (Bairut-Libabon : Muassasat ar-Risalah, 1973), hlm 123
2
Ulama’ Hanafiyah membedakan defenisi harta dengan milik : Milik (al-milk) ialah sesuatu yang dapat
digunakan secara khusus dan tidak dicampuri penggunaannya oleh orang lain sedangkan Harta (al-mal)
adalah sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan
Demikian pula, ia mengecualikan kelimpahan yang tidak dapat dieksploitasi,
namun dapat dimiliki dengan kokoh, seperti seikat tanah yang sederhana, setetes air,
lebah madu, sebutir beras, dll. Oleh karena itu, gagasan tentang harta seperti yang
ditunjukkan oleh Imam Hanafi adalah segalanya sesuatu yang memenuhi dua standar:
Pertama: Sesuatu yang memiliki tempat dan dapat dimanfaatkan oleh ghalib. Kedua:
Sesuatu yang dimiliki dan dapat dimanfaatkan secara kokoh (a'yan), seperti tanah,
perangkat keras, hewan, dan uang.
Dari pengertian di atas, Jumhur Ulama' berpandangan bahwa kelebihan itu
termasuk kelimpahan, karena yang penting adalah kelebihannya dan bukan
perwujudannya. Faktanya, berbagai keuntungan suatu barang dapat dibatasi dengan
mengontrol tempat dan sumbernya, karena seseorang yang mengklaim suatu kendaraan,
misalnya, pasti akan melarang orang lain untuk menggunakan kendaraan tersebut tanpa
persetujuannya3.
Arti penting dari kelebihan yang ditunjukkan oleh jumlah peneliti dalam
percakapan ini adalah manfaat atau kegunaan yang dihasilkan dari benda-benda yang
didirikan, seperti tinggal di rumah atau mengendarai kendaraan. Mengenai kebebasan,
yang secara syara' didiktekan kepada seseorang secara eksplisit untuk tidak menguasai
sesuatu, dalam beberapa hal berkaitan dengan harta, misalnya hak milik, hak minum,
dan lain-lain. Bagaimanapun, kadang-kadang tidak terkait dengan properti, misalnya,
hak perwalian dan lain-lain. 4
Menurut Imam as-Suyuthi, harta adalah apa saja yang dapat diklaim dan
memiliki harga jual yang akan tetap ada, kecuali jika semua orang telah
meninggalkannya. Jika oleh beberapa keberuntungan individu tertentu
meninggalkannya, produk dapat dalam hal apapun bermanfaat bagi orang lain dan
masih memiliki insentif bagi mereka sebagai unit dalam kelas sumber daya, seperti
kebebasan, seperti pilihan untuk menulis, paten, hak cipta dan semacamnya. Dengan
cara ini kelimpahan seperti yang ditunjukkan oleh mereka lebih luas daripada gagasan
kelimpahan menurut para ahli fikih5. Menurut beberapa peneliti, apa yang tersirat dari
properti adalah: ‫ذﻝ لنع‬BBB‫ع لب‬BBB‫ه لطب‬BBB‫)ا ل لي‬ Menurut beberapa peneliti yang berbeda,
diungkapkan bahwa yang tersirat dari properti adalah: ‫اﺱ‬BB‫ة لن‬BB‫ه ل‬BB‫)ل اﺩي‬. Sedangkan
3
Habib Nazir dan Afif Muhammad..., hlm. 368.
4
Rahmad Syafei, Fiqh Mu’amalah (Bandung : Pustaka Setia, 2006), hlm 23.
5
Habib Nazir dkk, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankkan Syari’ah…, hlm. 368
gagasan properti menurut Hasby Debris Siddiqy adalah semua yang memiliki kelas-
kelas yang menyertainya:
1. Nama-nama selain manusia yang dibuat oleh Tuhan untuk menjawab persoalan
eksistensi manusia, dapat dipertahankan pada suatu tempat dan dapat diawasi (tasarruf)
melalui usaha.
2. Sesuatu yang dapat dimiliki oleh setiap orang, baik oleh semua orang maupun
segelintir orang.
3. Sesuatu yang halal untuk dipertukarkan.
4. Sesuatu yang dapat dimiliki dan memiliki harga diri (biaya), dapat dimanfaatkan dan
dapat disingkirkan.
5. Sesuatu yang substansial, sesuatu yang teoretis meskipun cenderung dieksploitasi,
tidak mengecualikan properti. Misalnya, manfaat, dengan alasan bahwa keuntungan itu
sulit dipahami, mengecualikan sumber daya.
6. Sesuatu yang dapat disimpan untuk waktu yang cukup lama atau jangka waktu yang
singkat dan dapat dimanfaatkan bila diperlukan.6
Ibnu Najm mengatakan bahwa kekayaan, sebagaimana yang digarisbawahi oleh
para peneliti Ushul Fiqh, adalah sesuatu yang dapat diklaim dan disimpan karena alasan
tertentu dan terutama menyangkut yang substansial. Oleh karena itu, ia mengecualikan
kepemilikan secara eksklusif dari keuntungan. Untuk situasi ini, ia membuat kesamaan
dengan gagasan harta sejauh warisan dan wakaf, seperti dalam al-Kasyf al-Kabir
dinyatakan bahwa zakat dan warisan harus diakui dengan menyerahkan barang-barang
konkret (kelimpahan atau tirkah karena warisan, dan tidak memiliki pengaruh yang
signifikan jika oleh beberapa keberuntungan kepemilikan untuk keuntungan saja. 7
Komponen Sumber Daya. Sebagaimana ditunjukkan oleh para fuqaha, harta
dalam pandangan Islam bertumpu pada dua komponen; Pertama, komponen 'aniyyah
dan Kedua, komponen 'urf. Komponen 'aniyyah adalah bahwa rejeki itu ada sebagai
aturan umum (a'yun). Keistimewaan rumah yang dipelihara orang tidak disebut harta,
melainkan termasuk harta atau keistimewaan. Sedangkan komponen 'urf adalah segala
sesuatu yang dipandang sebagai rejeki oleh semua orang atau oleh orang-orang tertentu,
orang tidak mengikuti apapun kecuali jika mereka membutuhkan kelebihannya, dua
kelebihannya yaitu madiyyah dan ma'nawiyyah. Situasi Kelimpahan dalam Islam Tidak
6
Hasby Ash-Shiddiqy, Pengantar Ilmu Mu’amalah (Jakarta: Bulan Bintang,1994), hlm. 140
7
Ibnu Najm, al-Bahr ar-Raiq, jilid 2, hlm 217. atau lihat Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhuz Zakat…, hlm. 124.
diragukan lagi, standar utama dalam membangun ekonomi Islam adalah memperhatikan
nilai properti dan bagiannya dalam keberadaan manusia. Karena kecurigaan yang
muncul sebelum munculnya Islam, terlepas dari apakah sebagai pengaturan atau
kelompok yang ketat, telah menganggap kelimpahan sebagai hal yang mengerikan,
sementara kekurangan dipandang sebagai sesuatu yang harus disyukuri, mengingat
segala sesuatu yang diidentifikasi dengan kesenangan materi sebagai tanah untuk dunia
lain. dan halangan untuk mengembangkan keagungan yang mendalam.
Demikianlah sebagaimana yang dikenal dalam nalar Brahman di India dan
dalam mazhab Manawi' di Paris, sebagaimana juga dikenal dalam agama Kristen.
Kecenderungan ini semakin terlihat dalam kerangka pertapaan (organisasi) Pemilik
Cerita Kabar Baik (Matius, Marcus, dan Lukas) menggambarkan dari Juruselamat:
"Sebenarnya ada seorang pemuda kaya yang perlu mengikuti Kristus dan perlu pindah
ke agamanya, jadi Juruselamat berkata kepadanya, "Jual apa yang Anda miliki dan
kemudian berikan dari pengembalian kesepakatan itu kepada fuqara' dan datang ke sini
dan ikuti saya." Jadi ketika sulit bagi anak muda itu, Juru Selamat berkata, “Sulit bagi
orang kaya untuk masuk ke alam surga! jarum daripada orang kaya untuk memasuki
alam Tuhan." Aliran (pemahaman) baru yang berbeda seperti Realis dan Komunis,
mereka menjadikan ekonomi sebagai tujuan hidup dan menjadikan kelimpahan sebagai
Tuhan mereka bagi manusia dan masyarakat. 8
Mengenai Islam, ia tidak melihat kelimpahan atau harta sebagai pandangan kritis
dan penolakan mereka, juga tidak melihatnya sebagai materialistis yang tidak perlu,
namun Islam melihat kelimpahan atau harta sebagai berikut:
Pertama, kelimpahan sebagai andalan kehidupan.
Kedua, dalam beberapa bait Al-Qur'an, kelimpahan dikenal sebagai, "Khairan"
yang menyiratkan sesuatu untuk disyukuri.
Ketiga, Kelimpahan adalah karunia dari Allah yang diberikan kepada Kurir-Nya
dan orang-orang yang menerima dan takut akan pekerja-Nya.
Keempat, kelimpahan adalah awal atau cobaan hidup. Terlebih lagi, kelimpahan
secara bersamaan dapat membawa bencana bagi individu-individu yang menjauhkan
diri dari-Nya dan ketidakpercayaan

8
Yusuf Qaradhawi, Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur’an & Sunnah. Cet. ke 1 (Solo : Citra Islami
Press, 1997), hlm. 78.
Kelima, orang yang tidak benar-benar memantapkan pandangannya tentang
kelimpahan dengan kata-kata ringkasnya: "Sebaik-baik rizki adalah rejeki yang
diberikan (diminta) oleh seorang pekerja yang saleh!" (HR.Ahmad). Al-Qur'an sebagai
pembantu bagi keberadaan manusia, telah merujuk kira-kira beberapa kali hal mal (‫)ما‬
dalam karakterisasi wazan yang berbeda. Lebih dari beberapa kali Al-Qur'an juga
menyebutkan bahwa intisari tanggung jawab atas harta benda di muka bumi ini
memiliki tempat di sisi Allah, yang dihadirkan oleh-Nya untuk hidup kita sebagai
utusan Tuhan (khalifa) untuk mengawasinya.
Dengan pengaturan ini, tentunya siklus administrasi yang kita selesaikan sebagai
khalifah harus sesuai dengan sistem pengawasan sumber daya yang telah dikuasai oleh
pemiliknya. Komponen Aset. Sebagaimana ditunjukkan oleh para fuqaha, harta dalam
pandangan Islam bergantung pada dua komponen; Pertama, komponen 'aniyyah dan
Kedua, komponen 'urf. Komponen 'aniyyah adalah bahwa rejeki itu ada dalam
kenyataan (a'yun). Kelebihan rumah yang dipelihara orang tidak disebut harta,
melainkan termasuk harta atau keistimewaan. Sedangkan komponen 'urf adalah segala
sesuatu yang dipandang sebagai rejeki oleh semua orang atau oleh orang-orang tertentu,
orang tidak mengikuti apapun kecuali jika mereka membutuhkan kelebihannya, dua
kelebihannya yaitu madiyyah dan ma'nawiyyah9. Situasi Kelimpahan dalam Islam
Tanpa ragu, aturan utama dalam membangun ekonomi Islam adalah memperhatikan
nilai properti dan bagiannya dalam keberadaan manusia. Karena anggapan yang
berkembang sebelum munculnya Islam, terlepas dari apakah sebagai pengaturan yang
ketat atau faksi, telah menganggap kelimpahan sebagai mengerikan, sementara
kemelaratan dipandang sebagai sesuatu yang harus disyukuri, mengingat segala sesuatu
yang diidentikkan dengan kepuasan materi sebagai tanah untuk kemakmuran yang
mendalam. dan penghalang untuk memperluas kebesaran dunia lain. Jadi seperti yang
dikenal dalam penalaran Brahman di India dan di sekolah Manawi' di Paris, seperti yang
juga dikenal dalam agama Kristen. Kecenderungan ini semakin jelas dalam kerangka
keagamaan (persaudaraan). Para pemilik Kisah Kabar Baik (Matius, Marcus, dan
Lukas) menggambarkan dari

KESIMPULAN
9
Hendi Suhendi, Fiqh Mu’amalah…, hlm. 9
Pengertian harta dalam Islam adalah segala sesuatu yang memiliki harga (qimah)
sebagai produk yang memiliki harga bisnis, harus konkrit dan resmi halal, meskipun
dalam struktur teoritis, misalnya sebagai keuntungan. atau hak kepemilikan (kebebasan
paten, kebebasan inovasi yang dilindungi dan seterusnya) dalam hal memiliki nilai
manfaat dan nilai jual, itu juga merupakan klasifikasi properti.

Kelimpahan atu harta yang melimpah pada substansi bumi, sebelum kita, pada
hakikatnya adalah hak mutlak Allah swt, sebagai pencipta dan pemimpin alam semesta
beserta substansinya. Dengan kesepakatan ini, sumber daya yang dimiliki atau dikuasai
masyarakat hanya berperan sebagai agen (khilafah) Allah swt, untuk mengawasi mereka
dengan instrumen administrasi yang bijaksana sesuai prinsip-prinsip permainan yang
telah difirmankan Allah swt dalam Alquran.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad bin Hasan, Fathu ar-Rahman : Li Tholabi Ayat al-Qur’an , Surabaya: al-
Hidayah, 1322 H

Hasby Ash-Shiddiqy, Pengantar Ilmu Mu’amalah, Jakarta: Bulan Bintang,1994


Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah. Ed. 1 , Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

2007
Jamaluddin Abul Fadhl Muammad binMukrim bin Manzur al-Anshari al-Afriqi al-
Mashri Lisan al-Arab, MD. 771 H
Majduddin al-Firuzabadi, Al-Qamus al-Muhith. jilid 4, MD. 817
Rahmad Syafei, Fiqh Mu’amalah (Bandung : Pustaka Setia, 2006
Syekh Ali Khafif, Ahkam Mu’amalat as-Syar’iyyah (ttkp.ttp.tt)

Yusuf Qaradhawi, Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur’an & Sunnah. Cet. ke 1,
Solo : Citra Islami Press, 1997
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhuz Zakat, jilid ke-1, Bairut-Libabon : Muassasat ar-
Risalah, 1973

Anda mungkin juga menyukai