DEFINISI
B. EPIDEMIOLOGI
Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroid amat bervariasi dari
berbagai klinik. Prevalensi hipertiroidisme adalah 10 kali lebih sering pada wanita dibanding
laki-laki, namun cenderung lebih parah pada laki-laki. Perbandingan wanita dan laki-laki
yang didapat di RSUP Palembang adalah 3:1, di RSCM Jakarta adalah 6:1, di RS Dr.
Soetomo 8:1 dan di RSHS Bandung 10:1. Sedangkan distribusi menurut umur di RSUP
Palembang yang terbanyak adalah usia 21-40 tahun (41.73%) tetapi menurut beberapa
penulis lain puncaknya antara 30-40 tahun. Hipertirod merupakan penyakit yang relatif jarang
terjadi pada masa anak, namun kejadiannya semakin meningkat pada usia remaja dan dewasa.
Beberapa pustaka di luar negeri menyebutkan insidennya pada masa anak secara keseluruhan
diperkirakan 1/100.000 anak per tahun. Secara keseluruhan insiden hipertiroid pada anak
jumlahnya kecil sekali atau diperkirakan hanya 5-6% dari keseluruhan penderita penyakit
Graves. Hipertiroid juga memiliki komponen herediter yang kuat.
C. ANATOMI KELENJAR TIROID
Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher. Kelenjar ini memliki dua
bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3, masing-
masing berbentuk lonjong berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan
berat sekitar 10-20 gram. Berat kelenjar tiroid dipengaruhi berat badan dan masukan yodium.
Struktur ismus atau isthmus yang dalam bahasa Latin artinya penyempitan, merupakan
struktur yang menghubungkan lobus kiri dan kanan, dan berukuran sekitar 1,25 cm.
Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar tiroid pada fascia pratrakea sehingga pada
setiap gerakan menelan akan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar ke arah kranial yang
merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Secara anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid,
sepasang kelenjar paratiroid menempel di belakang lobus superior tiroid dan sepasang lagi di
lobus medius. Nervus laringeus rekuren berjalan di sepanjang trakea di belakang tiroid.
Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik. A. tiroidea superior berasal dari a.
karotis komunis atau a. karotis eksterna, a. tiroidea inferior dari a. subklavia dan a. tiroid
ima berasal dari a. brakiosefalik salah satu cabang arkus aorta. Sistem vena berasal dari
pleksus perifolikular yang menyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral
dan inferior. Dalam keadaan hipertiroidisme, aliran darah ke kelenjar tiroid akan meningkat
sehingga dengan stetoskop akan terdengar bising aliran darah dengan jelas di ujung bawah
kelenjar.
Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus
trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring yang tepat berada di atas ismus
menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan sebagian ada yang langsung ke duktus
torasikus. Hubungan getah bening ini penting untuk menduga penyebaran keganasan yang
berasal dari kelenjar tiroid.
D. FISIOLOGI HORMON TIROID
Proses biosintesis hormon tiroid secara skematis dapat dilihat dalam beberapa tahap :
Tahap trapping
Tahap oksidasi
Tahap coupling
Tahap penimbunan / storage
Tahap proteolisis
Tahap deiodinasi
Tahap pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid
1. Tahap trapping
Tahap pertama pembentukan hormon tiroid adalah pompa iodida dari darah ke dalam
sel dan folikel kelenjar tiroid secara transport aktif. Membran basal sel tiroid memompakan
iodida masuk ke dalam sel yang disebut dengan penjeratan iodida (iodide traping). Iodida (I-)
bersama dengan Na+ diserap oleh transporter yang terletak di membran plasma basal sel
folikel. Protein transporter ini disebut sodium iodide symporter (NIS), berada di membran
basal dan kegiatannya tergantung adanya energi, membutuhkan O2 yang didapat dari ATP.
Proses ini distimulasi oleh TSH sehingga mampu meningkatkan konsentrasi yodium intrasel
100-500 kali lebih tinggi dibanding kadar ekstrasel. Setelah itu Na+ dipompakan ke
interstitium oleh Na+ - K+ ATPase. Hal ini dipengaruhi juga oleh tersedianya yodium dan
aktivitas tiroid. Beberapa bahan seperti tiosianat (SCN-) dan perklorat (ClO4-) akan
menghambat proses ini. Tiroglobulin (Tg) merupakan satu glikoprotein yang disintesis di
retikulum endolasmik tiroid dan glikosilasinya diselesaikan di aparat Golgi. Glikoprotein ini
terbentuk dari dua subunit dan memiliki berat molekul 660.000 Da. Molekul ini juga
mengandung 123 residu tirosin tetapi hanya empat sampai delapan dari residu ini yang secara
normal bergabung menjadi hormon tiroid.
2. Tahap oksidasi
Tahap berikutnya adalah oksidasi ion iodida (I-) menjadi yodium (I) oleh enzim
peroksidase yaitu tiroperoksidase (TPO). Proses yang berlaku di apeks sel folikel kelenjar
tiroid ini melibatkan iodida, tirogloblin (Tg), TPO dan hidrogen peroksida (H2O2). Produksi
H2O2 membutuhkan kalsium, NADPH dan NADPH oksidase. Iodida dioksidasi oleh H2O2 dan
TPO dan selanjutnya menempel pada residu tirosin yang ada dalam rantai peptida Tg,
membentuk 3-monoiodotirosin (MIT) atau 3,5-diiodotirosin (DIT).
3. Tahap coupling
Dua molekul DIT (masih berada dan merupakan bagian dari Tg) menggabung
menjadi T4 melalui proses kondensasi oksidatif dengan pengeluaran rantai sisi alanin dari
molekul yang membentuk cincin luar. Dua molekul DIT ini menggabung menjadi T4 dengan
cara menggabungkan grup diiodofenil DIT, donor, dengan DIT akseptor dengan perantaraan
diphenyl ether link. Dengan cara yang sama dibentuk T3 dari donor MIT dengan akseptor
DIT. Tiroperoksidase (TPO) berperan dalam penggabungan serta iodinasi. Sejumlah kecil r
T3 juga terbentuk, mungkin melalui kondensasi DIT dengan MIT. Dalam tiroid manusia
normal, distribusi rata-rata senyawa beriodium adalah 23% MIT, 33% DIT, 35% T4 dan 7%
T3. rT3 dan komponen lain terdapat hanya dalam jumlah yang sangat sedikit.
Hormon T4 dan T3 akan dilepaskan dari Tg melalui proses proteolisis. Proses ini
dimulai dengan terbentuknya vesikel endositotik di ujung vili ( atas pengaruh TSH berubah
menjadi tetes koloid) dan digesti Tg oleh enzim endosom dan lisosom. Enzim proteolitik
utama adalah endopeptidase katepsin C, B dan L dan beberapa eksopeptidase. Hasil akhirnya
adalah dilepaskan T4 dan T3 bebas ke sirkulasi sedangkan Tg-MIT dan Tg-DIT tidak
dikeluarkan tetapi mengalami deiodinasi oleh iodotirosin deiodinase.
6. Tahap deiodinasi
Kira-kira ¾ dari tirosin yang teriodinasi (Tg-MIT dan Tg-DIT) tidak pernah menjadi
hormon tiroid. Iodium dalam MIT dan DIT ini akan dilepas kembali oleh enzim iodotirosin
deiodinase untuk membuat hormon tiroid tambahan. Pada penderita yang tidak mempunyai
iodotirosin deiodinase secara kongenital, MIT dan DIT dapat ditemukan di dalam urin dan
terdapat gejala defisiensi iodium.
Cara keluarnya hormon tiroid dari tempat penyimpanannya belum diketahui secara
sempurna, tetapi jelas diepngaruhi TSH. Hormon ini melewati membran basal, fenestra sel
kapiler kemudian ditangkap oleh pembawanya dalam sistem sirkulasi yaitu thyroid binding
protein.
Transportasi Hormon
Kadar T4 plasma total dewasa normal adalah sekitar 103 nmol/L dan kadar T3 plasma
adalah sekitar 2,3 nmol/L. T3 dan T4 dalam jumlah besar terikat pada protein plasma. Hormon
tiroid bebas dalam plasma secara fisiologis aktif dan menghambat sekresi TSH oleh hipofisis.
Protein plasma yang mengikat hormon tiroid adalah albumin yang juga dikenal
sebagai thyroxine-binding prealbumin (TBPA) dan sekarang diberi nama transtiretin; dan
suatu globulin yaitu globulin pengikat tiroksin (thyroxine-binding globulin, TBG). Sebagian
besar T4 dalam sirkulasi terikat pada TBG dan dalam jumlah yang lebih kecil terikat pada
transtiretin dan albumin. Waktu paruh transtiretin adalah dua hari, TBG 5 hari dan albumin
13 hari. Secara normal 99.98% T4 dalam plasma terikat dan waktu paruh biologiknya panjang
(sekitar 6-7 hari). T3 tidak terlalu terikat, 99,8% terikat pada protein, 46% pada TBG dan
sebagian besar sisanya pada albumin, dengan pengikatan pada transtiretin sangat sedikit.
Pengikatan T3 yang lebih sedikit ini berkorelasi dengan kenyataan bahwa T3 memiliki waktu
paruh yang lebih singkat daripada T4 dan bahwa kerjanya pada jaringan jauh lebih cepat.
1. Autoregulasi
2. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
3. Thyrotrophin Releasing Hormone (TRH)
Autoregulasi
Proses tangkapan iodium, sintesis Tg, proses iodinasi di apeks serta preses endositosis
dipengaruhi oleh jenuhnya iodium intrasel. Dalam hal ini akan dibentuk yodolipids atau
yodolakton yang berpengaruh atas generasi H2O2 yang mempengaruhi keempat proses
tersebut. Pemberian yodium dalam jumlah yang banyak dan akut menyebabkan terbentuknya
yodolipid dalam jumlah yang banyak yang berakibat uptake yodium dan sintesis hormon
berkurang, dikenal sebagai efek Wolff-Chaikoff. Efek ini bersifat self-limiting.
TSH disintesis oleh sel tirotrop hipofisis anterior. Efek pada tiroid akan terjadi dengan
ikatan TSH dengan reseptor TSH (TSHr) di membran folikel. Sinyal selanjutnya terjadi lewat
protein G (khusus Gsa). dari sinilah terjadi perangsangan protein kinase A oleh cAMP untuk
ekspresi gen yang penting untuk fungsi tiroid seperti pompa yodium, Tg, pertumbuhan sel
tiroid dan TPO. Efek klinisnya terlihat sebagai perubahan morfologi sel, naiknya produksi
hormon, folikel dan vaskularitasnya bertambah oleh pembentukan gondok dan peningkatan
metabolisme. Pada penyakit Graves, TSHr ditempati dan dirangsang oleh imunoglobulin,
antibodi-anti-TSH (TSI = thyroid stimulating immunoglobulin)
Hormon ini merupakan suatu tripeptida, dapat disintesis oleh neuron yang korpusnya
berada di nukleus paraventrikularis (PVN). TRH ini melewati median eminence, tempat ia
disimpan dan dikeluarkan lewat sistem hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis.
Akibatnya TSH meningkat. Sekresi hormon hipotalamus dihambat oleh hormon tiroid
(mekanisme umpan balik), TSH, dopamin, hormon korteks adrenal dan somatostatin, serta
stres dan sakit berat.
1. Korteks adrenal
2. Medula adrenal
Banyak gejala klinis hipertiroidisme yang dihubungkan dengan peningkatan sensitiasi
jaringan terhadap efek katekolamin dan bukannya dengan produksi katekolamin yang tinggi.
3. Gonad
Hormon tiroid merupakan hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua proses tubuh
termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau hipotiroidisme berpengaruh
atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara lain adalah :
Efeknya membutuhkan waktu bebrapa jam sampai hari. Efek genomnya menghasilkan
panas dan konsumsi O2 meningkat, pertumbuhan, maturasi otak dan susunan saraf yang
melibatkan Na+K+ATPase sebagian lagi karena reseptor beta adrenegik yang bertambah.
1. Pertumbuhan fetus
Sebelum minggu ke-11 hormon tiroid dan TSH fetus belum bekerja. Hormon
tiroid bebas yang masuk ke placenta amat sedikit karena diinaktivasi di plasenta.
Meski amat sedikit krusial, tidak adanya hormon yang cukup akan menyebabkan
lahirnya bayi kretin (retardasi mental).
2. Konsumsi O2, panas dan pembentukan radikal bebas.
Kejadian ini dirangsang oleh T3 lewat Na+K+ATPase di semua jaringan kecuali
otak, testis dan limpa. Metabolisme basal meningkat. Hormon tiroid menurunkan
kadar superoksida dismutase hingga radikal bebas anion superoksida meningkat.
3. Efek pada jantung
T3 akan menstimulasi transkripsi miosin dan mengakibatkan kontraksi otot
miokard menguat. Selain itu juga ada reaksi antara hormon tiroid, katekolamin
dan sistem saraf simpatis yang akan mempengaruhi fungsi jantung dan juga
perubahan hemodinamika dan peningkatan curah jantung yang disebabkan
peningkatan umum metabolisme. Hormon tiroid meningkatkan jumlah dan
afinitas reseptor adrenegik-β pada jantung dan dengan demikian akan
meningkatkan kepekaannya terhadap efek inotropik dan kronotropik katekolamin.
4. Efek pada sistem saraf
Pada hipotiroidisme proses mental melambat dan kadar protein cairan
serebrospinal meningkat. Hormon tiroid memulihkan perubahan-perubahan
tersebut dan dosis besar menyebabkan proses mental bertambah cepat, iritabilitas,
dan kegelisahan. Secara keseluruhan aliran darah serebral serta konsumsi glukosa
dan O2 oleh otak adalah normal, baik pada orang dewasa yang mengalami hipo
dan hipertiroidisme. Namun hormon tiroid masuk ke dalam otak dan ditemukan di
substansia grisea pada beberapa tempat yang berbeda. Selain itu, otak mengubah
T4 menjadi T3. Sebagian efek hormon tiroid pada otak mungkin disebabkan oleh
peningkatan responsivitas terhadap katekolamin, dengan konsekuensi peningkatan
sistem pengaktifan retikular (reticular activating system). Defisiensi hormon tiroid
yang terjadi selama masa perkembangan akan menyebabkan retardasi mental,
kekakuan motorik dan mutisme-ketulian.
5. Hubungan dengan katekolamin
Kerja hormon tiroid berhubungan sangat erat dengan katekolamin norepinefrin
dan epinefrin. Epinefrin meningkatkan taraf metabolisme, merangsang sistem
saraf dan menimbulkan efek kardiovaskuler. Norepinefrin secara umum
mempunyai efek serupa. Meskipun katekolamin plasma normal pada
hipertiroidisme, efek kardiovaskuler, gemetar, dan berkeringat yang disebabkan
oleh hormon tiroid dapat dikurangi atau dihilangkan dengan simpatektomi.
6. Efek gastrointestinal
Pada hipertiroidisme, motilitas usus meningkat. Kadang-kadang dapat
menimbulkan diare. Pada hipotiroidisme terjadi obstipasi dan transit lambung
melambat.
7. Efek pada otot rangka
Pada sebagian besar penderita hipertiroidisme terjadi kelemahan otot (miopati
tirotoksisitas), dan bila hipertiroidismenya berat dan berkepanjangan, miopati
yang terjadi mungkin parah. Kelemahan otot mungkin sebagian disebabkan oleh
peningkatan katabolisme protein.
E. PATOFISIOLOGI HIPERTIROIDISME
Kira- kira 90% tirotoksikosis karena penyakit Graves, sisanya karena gondok
multinoduler toksik (morbus Plummer) dan adenoma toksik (morbus Goetsch). Ciri-ciri
penyakit Graves adalah hipertiroidisme, optalmopati dan struma difus. Rokok ternyata faktor
risiko penyakit Graves pada wanita tetapi tidak pada pria.
1. Penyebab Utama
Penyakit Graves
Gondok multinoduler toksik
Adenoma toksik
2. Penyebab Lain
Tiroiditis
Penyakit troboblastis
Ambilan hormon tiroid secara berlebihan
Pemakaian yodium yang berlebihan
Kanker hipofisis
Obat-obatan seperti Amiodarone
Penyakit Graves
Penyakit Graves adalah penyakit autoimun di mana tubuh menghasilkan antibodi pada
TSHr. Antibodi ini menyebabkan hipertiroidisme karena berikatan dengan TSHr dan
menstimulasi pembentukan T4 dan T3 yang sangat banyak. Hal ini membuat timbulnya gejala
klinik pada hipertiroidisme dan pembesaran kelenjar (gondok). Penyakit Graves terdiri dari
satu atau lebih dari hal-hal ini :
Tirotoksikosis
Goiter
Oftalmopati (eksoftalmus)
Pada penyakit Graves, limfosit T disensitisasi terhadap antigen dalam kelenjar tiroid
dan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen-antigen ini. Satu
daripada antibodi ini bisa ditunjukkan terhadap tempat reseptor TSH pada membran sel tiroid
dan mempunyai kemampuan untuk mengganggu pertumbuhan dan fungsi, yaitu (TSH-R
[stim] Ab). Beberapa faktor yang mendorong respons imun pada penyakit Graves ialah
kehamilan (khususnya pada masa nifas), kelebihan iodida (khusus di daerah defisiensi iodida
di mana kekurangan iodida dapat menutupi penyakit Graves laten pada pemeriksaan), infeksi
bakteri atau viral dan penghentian glukokortikoid.