Anda di halaman 1dari 8

Analisis Permasalahan Daerah Aliran Sungai di

Kabupaten Subang

Kasus :

Air di wilayah Kabupaten Subang kini diperkirakan menjadi masalah


serius jika tidak dilakukan penanganan dengan sebaik-baiknya. Debit dan
kualitas air diketahui berfluktuasi sehingga dapat dijadikan isyarat bahwa
lingkungan di daerah hulu ada kerusakan. Selain itu, seiring berkurangnya
musim penghujan, kemarau menjadi ancaman tersendiri. Terdapat tiga
Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Cipunagara, DAS Ciasem dan DAS
Cilamaya. Ketiga DAS tersebut berasal dari sabuk pegunungan utara Jawa
Barat, yaitu : Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Bukit Tunggul dan Gunung
Burangrang.
Kondisi saat ini yakni terjadi kerusakan kawasan hulu (Subang bagian
selatan) sebagai akibat kegiatan pengambilan galian C dan perubahan fungsi
kawasan lindung dan belum diterapkannya prinsip-prinsip pengelolaan lahan
yang ramah lingkungan. Selain itu juga banyak sumber-sumber pencemar
baik dari kegiatan industri, rumah tangga atau pertanian yang berdampak
pada kualitas sumber daya air. Kekurangan air terutama dialami oleh
masyarkat hilir yang air sungai mereka kotor dan tercemar dimusim
kemarau. Sementara pada saat musim hujan, daerah hulu tidak mampu
menyerap air hujan sehingga bencana banjir tidak terhindarkan.
Forum Pemerhati Lingkungan Hidup (FPLH) dan LSM Aktivis Pelestarian
Danau, Hutan dan Alam (Arindha) mendesak pemerintah agar
memperhatikan persoalan lingkungan, melakukan program normalisasi
sungai, menata daerah aliran sungai (DAS), dan mempertahankan kelebatan
hutan di sekitarnya.
Upaya memperbaiki lingkungan hidup dan DAS mesti menjadi agenda
bersama antara pemerintah Kabupaten Subang, masyarakat, pihak swasta

1
yang didukung seluruh komponen masyarakat seperti kelompok agama,
LSM, media, pengusaha dan akademisi.

ANALISA :

• TIPOLOGI DAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT


A. Kodisi Wilayah Hulu
Daerah hulu terdiri dari beberapa Desa, dimana sebagian Desa (7
Desa) telah melakukan penaksiran kebutuhan secara partisipatif oleh
masyarakat dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup dan Daerah Aliran
Sungai. Dari kegiatan-kegiatan dimaksud dirangkum beberapa pokok
masalah seperti di wilayah pemukiman seperti pengelolaan air bersih masih
banyak yang belum sampai di pemukiman, tidak tersedianya tempat
pembuangan sampah bagi sampah/limbah rumah tangga, masih banyaknya
MCK terbuka, serta maraknya galian-galian pasir dan batu ditanah milik,
maraknya tebangan-tebangan liar dan perambahan lahan sehingga
mengakibatkan terjadinya lahan kritis, adanya pendangkalan sungai-sungai
akibat erosi, terjadinya penurunan debit-debit air di sumber mata-mata air,
pencemaran air akibat limbah pemukiman dan industri dan kerusakan
bantaran sungai serta kebocoran lining akibat bangunan kurang permanent,
pengairan tidak teratur akibat sistem irigasi yang tradisional, lahan kurang
produktif akibat kekurangan air, penggunan pestisida yang berlebihan serta
masuknya sampah-sampah sintetis ke areal pertanian.

B. Kondisi Wilayah Tengah


Wilayah tengah merupakan salah satu bagian dari Kabupaten Subang,
dimana kearah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sagalaherang,

2
sebelah utara dengan Kecamatan Cikaum. Corak budaya di wilayah tengah
sangat dipengaruhi oleh wilayah Hulu dan hilir, begitu pula dengan keadaan
sosial di wilayah tengah. Jika melihat dari Daerah Aliran Sungai (DAS)
Ciasem, dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu Sub DAS Curug Agung
dan Sub DAS Leuwi Nagka yang masuk ke wilayah DAS Ciasem mulai dari
Desa Jambelaer, Cisampih, Margasari, Dawuan Kidul, Dawuan Kaler, Manyeti,
Batu Sari, Sukasari, Situsari, dan Rawa Lele.
Sedangkan Sub DAS Leuwi Nangka terdiri dari Desa Dangdeur, Cidahu,
Balimbing, Cidadap, Sumur Gintung, Munjul, Margahayu dan lain-lain. Oleh
karena itu tingkat masalah di bidang ekosistem DAS tersebut di atas pada
umumnya hamper sama dan saling berkaitan. Tingkat masalah yang paling
pokok yang biasanya terjadi di wilayah tengah yaitu kekurangan air,
terutama bila di daerah hulu mengalami bencana alam, seperti longsor/erosi
di Desa Jambe Laer dampaknya selalu terasa oleh desa-desa yang berada di
bawahnya. Berangkat dari masalaha tersebut di atas, kami menghimbau
kepada pihak terkait agar dapat mengantisipasi hal-hal tersebut, terutama
didahulukan di wilayah hulu / daerah yang lebih tinggi.
C. Kondisi wilayah Hilir
Di wilayah hilir terletak atau berada di antara perbatasan Kabupaten
Karawang dan Kabupaten Indramayu, sehingga banyak permasalahan yang
sangat komplek. Kondisi didaerah Hilir pada umumnya berada didaerah
dataran rendah dan daerahnya datar dan pusat titik pertemuan beberapa
sungai-sungai antara lain Sungai Ciasem, Cilamaya dan Cupunagara
semuanya bermuara di laut.. Sehingga hilir mempunyai banyak muara-
muara, seperti Muara Ciasem, Muara Blanakan, Muara pondok Bali yang
berada di pesisir Laut Jawa. Di daerah hilir meliputi beberapa kecamatan
seperti Kecamatan Blanakan, Ciasem, Pusakanegara, Patok Besi dan
Kecamatan Pabuaran dan mempunyai banyak desa-desa.
Melihat topografi yang ada di daerah hilir termasuk dataran rendah
dan tanah yang labil dan secara geografis sangat strategis karena dilalui
jalan besar trans nasional yaitu Jalan Pantura yang merupakan titik tengah

3
sentra bisnis untuk ke Jakarta dan dari Jakarta ke kota-kota di Pulau Jawa
antara Jawa Tengah dan Jawa Timur serta Pulau Bali dan Lombok.

• SOSIAL
Karena terletak di Jalan Besar Trans Nasional, yaitu Jalur Pantura
maka segi sosial dan budaya sangat berpengaruh terhadap lingkungan
masyarakat sekitarnya berbeda dengan masyarakat hulu dan tengah.
1. Karakter masyarakat di wilayah hilir berwatak sangat keras, karena
dipengaruhi oleh keadaan alam sekitarnya dan karena berada di daerah
sepanjang pesisir pantai utara dan jalan trans nasional.
2. Tingkat kesadaran masyarakat mengenai kekompakan atau gotong
royong sudah mulai timbul dengan sendirinya karena dituntut keadaan
sekitarnya terjadi proses percepatan pembangunan dan program dari
Pemerintah Kabupaten Subang untuk bergotong royong.
3. Tingkat kecemburuan social di masyarakat hilir perbedaannya sangat
jauh antara pemodal besar dan pemodal kecil, sehingga menimbulkan
kecemburuan sosial.
4. Pendidikan, masyarakat hilir rata-rata memiliki tingkat pendidikan
dasar dan menengah karena faktor penghasilan yang tidak merata.
5. Penghasilan masyarakat hilir, antara lain ; Buruh tani, pedagang, petani
pemodal serta nelayan, maka diambil garis sampling kurang merata
tingkat kecukupannya atau pendapatan perkapitanya, sehingga timbul
permasalahan di tengah-tengah masyarakat hilir.
6. Kesehatan, masyarakat hilir masih minim / kurangnya pasilitas sarana
kesehatan dan tingkat kesadaran masyarakat yang rendah, sehingga
timbul banyak masalah dibidang kesehatan.

• BUDAYA.
Masyarakat wilayah hilir banyak memiliki beraneka ragam pesona
budaya yang sangat mendukung potensi dan jiwa kreasi masyarakat itu
sendiri serta asset pemerintah untuk mengembangkan budaya yang ada
4
di Kabupaten Subang antara lain ; Kesenian Gotong Singa, Jaipongan,
Kuda Renggong, Wayang Golek dan lain-lain.
Dan tidak lepas didaerah hilir karena merupakan trans nasional
sehingga budaya dari luar daerah akan masuk dengan sendirinya dan
mempengaruhi masyarakat sekitarnya, diantaranya banyaknya warung-
warung yang berdiri di sepanjang Jalan Pantura.

• PERANAN KELEMBAGAAN
Pemangku kepentingan di Kabupaten Subang dapat dikelompokkan
pada kelompokpemerintah, non pemerintah, swasta, perguruan tinggi
setempat, kelompok petani dan media. Keterlibatan Pemangku
kepentingan tidak terbatas hanya kepada hal-hal teknis, tetapi juga
berkaitan dengan kontribusi pada proses pembuatan kebijakan.

- Lembaga Pemerintah
Pemangku kepentingan institusi pemerintah sangat bervariasi,
tergantung isu dan bidang tugasnya. Institusi pemerintah tingkat pusat
yang bekerja untuk pengelolaan daerah Burangrang dan Tangkuban
Perahu, berada di ibu kota Provinsi Jawa Barat. Institusi lain juga terdapat
di Kabupaten Subang. Tanggung jawab utama Pemerintah previnsi
khususnya berkaitan dengan kegiatan koordinasi untuk memfasilitasi atau
koordinasi kebijakan-kebijakan Provinsi Jawa Barat yang
diimplementasikan di Kabupaten Subang. Institusi yang berbasi nasional
kegiatan- kegiatannya mencakup beberapa kabupaten termasuk
Kabupaten Subang, sebagai contoh Balai Konservasi Sumberdaya Alam
Wilayah I (BKSDA I).

- Institusi Non Pemerintah


Terdapat dua kelompok LSM di Subang yaitu LSM yang mendaftarkan
diri di pemerintah kabupaten dan yang tidak mendaftarakan diri pada
pemerintah kabupaten. LSM yang mendaftarkan diri sering dilibatkan

5
dalam diskusi di lingkup pemerintah kabupaten dan legislatif (DPRD).
Terdapat sejumlah LSM yang memiliki kegiatan pada bidang lingkungan,
pertanian dengan melibatkan organisasi masyarakat. Beberapa LSM
memeiliki kegiatan dan kantor di Subang, tetapi beberapa LSM berkantor
di luar Subang, misalnya Bandung.
Disamping LSM, juga ada beberapa kegiatan yang digagas oleh
pribadi atau individu-individu. Organisasi masyarakat yang bergiat di
bidang lingkungan tidak banyak ditemui di Subang, tetapi yang bergiat
dalam bidang pertanian, sosial keagamaan lebih banyak ditemukan di
Kabupaten Subang.

Guna membangun upaya multi pihak yang terpadu dalam perbaikan


lingkungan hidup (LH) dan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kabupaten
Subang telah dilaksanakan workshop multi pihak yang melibatkan lintas
sektoral dinas-dinas kabupaten Subang dan dinas terkait tingkat propinsi,
sektor swasta, universitas, LSM dan kelompok-kelompok masyarakat.
Tim kerja multi pihak ini secara simultan telah melakukan kegiatan
penyusunan potret lingkungan hidup dan DAS Kabupaten Subang dengan
melakukan“need assessment” dari wilayah sasaran. Secara bersamaan
Tim kerja multi pihak mulai melakukan inisiasi kelembagaan multi pihak
dengan membangun komunikasi aktif dengan para pihak lainnya seperti
swasta, legislative, kelompok agama, kelompok masyarakat hulu dan hilir,
pemerintah daerah. Di tingkat kelompok masyarakat dilakukan
Participatory Assessment di 14 desa yang dilakukan sendiri oleh
kelompok-kelompok masyarakat sebagai hasil dari ToT (training of
trainer) SLA (sustainable livelihood assessment). Hasil assessment inilah
yang kemudian akan memberikan gambaran terhadap realitas masalah
dan kegiatan-kegiatan aksi yang dihasilkan oleh masyarakat sendiri.

• SOSIODEMOGRAFI SUBANG

6
Kabupaten Subang secara administratif terbagi atas 22 kecamatan
yang terdiri atas 252 desa dan 8 kelurahan. Sudah sejak lama Kabupaten
Subang sikenal sebagai salah satu penghasil padi terbesar di Jawa Barat,
bahkan di tingkat nasional. Walaupun demikian, secara bertahap struktur
ekonomi daerah ini bergerak dinamis melalui pengembangan sektor non
pertanian, antara lain industri dan pariwisata. Dinamika ini berdampak
pada komposisi penggunaan lahan yang didominasi lahan pertanian.
Pelaksanaan pemerintahan di daerah sesuai dengan Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah membuka berbagai
peluang bagi pengembangan sektor-sektor produktif. Saat ini
implementasi Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 telah menghasilkan
berbagai kemajuan, tak hanya dari aspek ekonomi, tapi juga dalam hal
pengembangan otonomi.
Dari aspek kependudukan Kabupaten Subang bukanlah termasuk
wilayah yang terlalu padat. Pada tahun 2006, berdasarkan data statistik
Subang dalam angka, penduduk kabupaten Subang berjumlah 1.402.134,
dengan komposisi 710.237 orang laki-laki dan 691.897 perempuan,
dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 683,38 jiwa per km2.
Adapun untuk tingkat kecamatan, Kecamatan Subang merupakan daerah
dengan tingkat kepadatan tertinggi yaitu 2,212,86 jiwa per km2. Adapun
dilihat dari komposisi kelompok umur, penduduk Kabupaten Subang
terdiri dari 23.50 % usia anak-anak (0-14 tahun), 8.05 % usia remaja (15-
19 tahun), 29.55 % usia muda (20-39 tahun) dan 38.90 % usia tua dan
lansia. (Sumber : Situs Resmi Kab. Subang)

• PEMBANGUNAN PARTISIPATIF
Terkait dengan adanya kasus ini, telah terjadi penurunan kualitas
pada DAS Ciasem dari mulai wilayah hulu dengan penggundulan lahan
secara tidak terkendali, pencemaran aliran sungai dengan sampah, dan
sebagainya. Di hilir bertambah parah, selain sampah rumah tangga,
ditambah limbah industry mengotori aliran sungai, terjadi pendangkalan,

7
banjir di musim hujan dan sangat kekurangan air dimusim kemarau.
Akibat dari keadaan tersebut, banyak lahan pertanian produktif tidak
terairi dan pada tatanan masyarakat terjadi penurunan kualitas
kesehatannya akibat sanitasi yang buruk.
Bercermin pada keadaan yang saat ini terjadi, masyarakat DAS
(MAPAS) tergugah dari hulu sampai hilir untuk mengetahui akar
permasalahan. Untuk hal tersebut dilakukan penggalian masalah oleh
masyarakat hulu sampai hilir DAS. Diharapkan dari masalah yang timbul,
ada suatu penyelesaian dari semua pihak yang peduli dan berperan serta
dalam penyelesaiannya. Masyarakat Peduli Alam Subang (MAPAS)
merupakan wadah/jaringan dari masyarakat hulu tengah dan hilir DAS di
Kabupaten Subang memiliki tekad dan semangat serta keinginan yang
kuat dalam memperbaiki kualitas fisik dan mutu kehidupan, namun
keberadaan sumber daya manusia yang sangat kurang serta
keterbatasan biaya, MAPAS perlu mendapat sokongan/dukungan dari
berbagai pihak baik dari segi moril maupun materil.
Maksud dari penafsiran kebutuhan secara partisipatif yaitu untuk
mengumpulkan data kongkrit mengenai permasalahan di lingkungan dan
masyarakat DAS Ciasem, dengan tujuan untuk diupayakan penyelesaian
setiap permasalahan yang ada.

Anda mungkin juga menyukai