Anda di halaman 1dari 6

Pusat Penelitian BIDANG HUKUM

Badan Keahlian DPR RI


Gd. Nusantara I Lt. 2
Jl. Jend. Gatot Subroto
Jakarta Pusat - 10270
c 5715409 d 5715245
m infosingkat@gmail.com KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS Vol. XII, No.16/II/Puslit/Agustus/2020

DAMPAK PASAL-PASAL MULTITAFSIR DALAM


UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI
1 DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Yosephus Mainake dan Luthvi Febryka Nola

Abstrak
UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dibentuk untuk
memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam mengakses informasi,
namun pada prakteknya menjadi media efektif melakukan pemidanaan terhadap
pihak tertentu. Sejak diundangkan, setidaknya telah 271 kasus yang dilaporkan ke
Polisi dengan UU ITE. Keberadaan pasal multitafsir menjadi salah satu penyebab
maraknya pelaporan. Tulisan ini mengkaji perihal dampak pasal multitafsir
dalam UU ITE dan solusinya. Ada 3 pasal yang paling sering dilaporkan yaitu
Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29. Pasal-pasal tersebut mengandung ketidakjelasan
rumusan sehingga berpotensi mengekang kebebasan berekspresi masyarakat dan
dimanfaatkan untuk membalas dendam sehingga mencederai tujuan hukum UU
ITE. Komisi I DPR RI melalui fungsi legislasi perlu melakukan revisi terhadap UU
ITE. Melalui fungsi pengawasan, DPR juga perlu mencermati proses penegakan
hukum terhadap kasus yang melibatkan UU ITE.

Pendahuluan menjadi tanpa batas (borderless),


Teknologi informasi memiliki serta menimbulkan perubahan di
banyak manfaat antara lain sebagai berbagai bidang (Raharjo, 2002:13).
sarana komunikasi, penyebaran, dan Namun, Teknologi informasi dapat
pencarian data, serta mendukung menjadi pedang bermata dua karena
kegiatan belajar mengajar sehingga selain memberikan kontribusi bagi
memegang peran penting, baik di masa peningkatan kesejahteraan, kemajuan,
kini maupun di masa mendatang dan peradaban manusia, sekaligus
(Safitri, 2018: 199). Perkembangan menjadi sarana efektif perbuatan
teknologi informasi ini patut diapresiasi melawan hukum. Oleh karena itu
PUSLIT BKD
karena akan semakin membantu dibentuklah UU No. 11 Tahun 2008
kehidupan manusia. Teknologi informasi tentang Informasi dan Transaksi
dan komunikasi juga telah mengubah Elektronik untuk memberikan
perilaku dan pola hidup masyarakat pedoman dalam pemanfaatan
secara global, dan menyebabkan dunia teknologi informasi.
UU No. 11 Tahun 2008 kemudian Banyak kalangan berpendapat bahwa
direvisi dengan UU No. 19 Tahun UU ITE mengandung pasal multitafsir
2016 tentang Perubahan atas UU No. yang dapat menjadi ‘peluru’ bagi
11 Tahun 2008 tentang Informasi siapa saja untuk menjatuhkan orang
dan Transaksi Elektronik (UU ITE) lain. Kajian tentang hal ini sangat
untuk lebih menjamin pengakuan penting, agar masyarakat tetap
serta penghormatan atas hak dan dapat mengemukakan pendapat
kebebasan orang lain sesuai dengan sesuai koridor hukum, dan tidak
koridor hukum yang ada. Namun bertentangan dengan UU ITE. Tulisan
ada beberapa pasal dalam UU ITE ini mengkaji dampak rumusan pasal-
yang menimbulkan multitafsir yang pasal multitafsir dalam UU ITE dan
di masyarakat dikenal dengan “pasal solusinya.
karet”. Pasal karet adalah pasal yang
tafsirannya sangat subjektif dari Keberadaan Pasal-Pasal
penegak hukum ataupun pihak lainnya
(Nanda Yoga, 2017:115) sehingga dapat
Multitafsir dalam UU ITE 2
Menurut Southeast Asian Freedom
menimbulkan tafsiran yang beragam of Expression Network (SAFEnet),
(multitafsir). Materi UU ITE sangat semenjak UU ITE diundangkan yaitu
berpotensi memberikan ancaman tahun 2008 sampai dengan 2019
kembali terhadap hak atas kebebasan terdapat 271 laporan kasus ke Polisi
berekspresi di Indonesia, salah satunya terkait UU ITE (tirto.id.,13 Agustus
terkait pencemaran nama baik. Hingga 2020). Umumnya para pelapor
kini, kasus pencemaran nama baik menggunakan Pasal 27 ayat (1) terkait
tetap marak terjadi, seperti kasus konten yang melanggar kesusilaan;
Buni Yani dan yang terbaru I Gede Pasal 27 ayat (3) terkait pencemaran
Ari Astina alias Jerinx (JRX). Kasus nama baik; Pasal 28 ayat (2) terkait
pencemaran nama baik ini dijerat ujaran kebencian; dan Pasal 29 terkait
dengan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ancaman kekerasan. Setelah dilakukan
ayat (2) dan/atau Pasal 27 ayat (3) Jo revisi terhadap UU No. 11 Tahun 2008,
Pasal 45 ayat (3) UU ITE (Kompas.com, pelaporan terkait UU ITE mengalami
18 Agustus 2020). penurunan. Hanya saja pasal
Pada kasus JRX, Pengurus yang dilaporkan tidak mengalami
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bali perubahan. Sehingga UU ITE hasil
melaporkan JRX karena melakukan revisi ini dianggap mengandung
pencemaran nama baik dan ujaran muatan pasal multitafsir dan masih
kebencian lewat postingan di media digunakan untuk menjerat kebebasan
sosial (Media Indonesia, Kamis 13 berekspresi dan menjerat hak orang
Agustus 2020). Pengacara JRX, I Wayan untuk bicara (tirto.id., 13 Agustus
Gendo Suardana mempertanyakan 2020).
pasal-pasal yang menjerat kliennya. Merujuk pada situs registrasi
Pengacara mempertanyakan unsur Mahkamah Agung, ada 508 perkara
Suku, Agama, Ras, dan Antar di pengadilan yang menggunakan
Golongan (SARA) dalam Pasal UU ITE sepanjang 2011-2018. Kasus
28 ayat (2) UU ITE. Pengacara itu terbanyak adalah pidana yang
menyatakan IDI sebagai lembaga berhubungan dengan penghinaan dan
publik atau organisasi profesi bukan pencemaran nama baik, Pasal 27 ayat
golongan dalam terminologi SARA (3) UU ITE. Kedua adalah kasus ujaran
(cnnindonesia.com,13 Agustus 2020). kebencian pasal 28 ayat (2) UU ITE.
Kedua pasal ini memiliki tafsir yang sehingga upaya memperingatkan,
sangat lentur sehingga banyak orang dan menegur dapat juga masuk
bisa dengan mudah terjerat UU ITE. tindakan menakut-nakuti jika orang
(interaktif.tempo.co. 21 Agustus 2020). yang diperingatkan atau ditegur
Pasal multitafsir pertama merasa takut. Ketidakjelasan frasa
adalah Pasal 27 ayat (1) terkait “menakut-nakuti” dalam Pasal 29
kesusilaan sering menyerang korban ini dapat menimbulkan penafsiran
kekerasan seperti yang dialami oleh yang bermancam-macam karena
Baiq Nuril. Kemudian Pasal 27 ayat tidak ada ukuran objektif yang jelas.
(3) UU ITE terkait penghinaan dan Tidak jelasnya konsep “menakut-
pencemaran nama baik. Sebelum nakuti” dalam peraturan perundang-
adanya perubahan UU ITE, tidak undangan membuatnya rentan
adanya ketentuan yang tegas bahwa disalahgunakan (misused). Pasal ini
Pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan pernah digunakan dalam kasus Hary
3 delik aduan. Tetapi setelah adanya Tanoesoedibjo.
perubahan, ketentuan penghinaan
atau pencemaran nama baik dalam Dampak Pasal-Pasal Multitafsir
UU ITE merupakan delik aduan. Hal Keberadaan pasal-pasal multitafsir
tersebut membuat rumusan pasal ini dalam UU ITE telah menimbulkan
dinilai multitafsir karena tidak ada sejumlah dampak negatif. Pertama,
batasan yang jelas terkait pengaduan membatasi kebebasan berpendapat
kesusilaan, penghinaan dan terutama dalam beropini dan
pencemaran nama baik. Orang yang memberikan kritik. Beberapa orang
tersinggung dengan pernyataan orang telah ditangkap dengan menggunakan
lain dapat saja merasa terhina, seperti UU ITE. Kondisi ini menjadi shock
kasus Agus Slamet. therapy bagi masyarakat, sebagian
Pasal kedua adalah Pasal 28 ayat menanggapinya dengan berhati-
(2) UU ITE yang tidak menyebutkan hati sedangkan sebagian lagi
apakah ketentuan mengenai SARA memilih untuk tidak berpendapat.
yang diatur dalam pasal tersebut Hal ini tentunya menghambat
merupakan delik biasa atau delik perkembangan demokrasi. Padahal
aduan. Ketentuan ini juga multitafsir budaya  cyberspace yang berkembang
karena tidak ada batasan yang jelas saat ini membutuhkan masyarakat
terkait ketentuan mengenai SARA. yang lebih demokratis. Kedua,
Pasal ini dapat dimanfaatkan oleh menimbulkan kesewenang-wenangan
siapa saja yang merasa tidak suka atau karena para penegak hukum
benci terkait pernyataan orang lain. dalam menentukan orang yang
Beberapa kasus yang terjerat Pasal 28 tersandung UU ITE bersalah dan
UU ITE adalah kasus yang dialami layak dipidanakan, tanpa memilah
Basuki Tjahaya Purnama dan Frans dan memilih unsur pasal mana yang
Magniz-Suseno. dilanggar. Ketiga, menjadi instrumen
Pasal terakhir yakni Pasal 29 sebagian sekelompok dalam rangka
UU ITE terkait ancaman kekerasan membalas dendam bahkan menjadi
dan menakut-nakuti. Yang menjadi senjata untuk menjebak lawan politik
permasalahan dalam pasal ini adalah (tirto.id., 13 Agustus 2020).
klausula menakut-nakuti. UU ITE Dampak keempat, kurang
tidak memberikan rumusan yang menjamin kepastian hukum. Putusan
jelas terkait tindakan menakut-nakuti terkait pasal-pasal multitafsir menjadi
beragam bahkan bertolak belakang. meminta agar pasal-pasal multitafsir
Pada perkara tertentu pelaku dijerat dihilangkan dari UU ITE. Alasannya,
dengan UU ITE seperti kasus Ahmad aturan seperti Pasal 28 ayat (2) UU ITE
Dhani, akan tetapi pada kasus lain terkait ujaran kebencian sudah diatur
pelaku dibebaskan seperti pada dalam Pasal 156 KUHP. Sehingga,
kasus Prita. Dampak kelima, memicu terjadi pengulangan aturan di UU
keresahan dan perselisihan warga ITE. Kemudian Paguyuban Korban
masyarakat yang dengan mudah UU ITE (PAKU ITE) juga mengajukan
melaporkan kepada penegak hukum usul agar Pasal 27 dan Pasal 28
dan menambah sumber konflik antara dihilangkan. Alasan yang diajukan
penguasa dan anggota masyarakat. sedikit berbeda. Menurut PAKU ITE,
Dampak keenam adalah munculnya pasal itu sebaiknya dijadikan delik
ketidakefektifan karena beberapa pasal perdata supaya ada penyeimbangan
merupakan duplikasi dengan aturan hak pelapor dan terlapor. Dengan
KUHP seperti Pasal 27 ayat (3) UU ITE
terkait penghinaan dan pencemaran
demikian mereka bisa
membuktikan apa maksud dan tujuan
saling 4
nama baik telah diatur juga dalam saling memposting  (konten negatif)
Pasal 310 dan 311 KUHP (Kompas.com, (cnnindonesia.com, 18 Oktober 2019).
15 Juli 2020). Namun alasan penghilangan pasal
Keenam dampak di atas telah yang diajukan PAKU ITE ini tentunya
membuat tujuan hukum pembentukan harus diikuti dengan perubahan dalam
UU ITE tidak sepenuhnya dapat KUHP.
terlaksana dengan baik. Adapun Penghilangan aturan adalah
tujuan hukum yang baik adalah merupakan solusi yang ekstrim
memberikan kepastian, kemanfaatan karena perkembangan teknologi
dan keadilan. Kepastian jelas tidak informasi perlu diantisipasi, UU ITE
terwujud karena keberadaan pasal- pada dasarnya adalah lex spesialis
pasal multitafsir telah mengakibatkan dari KUHP. Apabila dicermati ketiga
munculnya keberagaman putusan rumusan pasal multitafsir dalam
hakim. Kemanfaatan tentunya tidak UU ITE memiliki satu kesamaan
akan didapat terutama masyarakat bahwa terdapat ketidakjelasan tolok
yang ketakutan dengan jerat hukum ukur dari pelanggaran yang diatur,
UU ITE sehingga memilih untuk tidak misalnya terkait kesusilan, kebencian,
berpendapat. Sedangkan keadilan, penghinaan dan tindakan menakut-
sulit diperoleh karena pasal multitafsir nakuti. UU ITE hendaknya dilengkapi
memicu terjadinya tindakan sewenang- rumusan pasal dengan tolak ukur
wenang. yang jelas sehingga tercipta kepastian
hukum.
Solusi Mengatasi Dampak Pasal- Solusi lainnya adalah sebaiknya
Pasal Multitafsir dugaan pelanggaran terhadap UU ITE
Ada beberapa solusi yang dapat perlu diselesaikan secara kekeluargaan
ditempuh untuk mengatasi dampak terlebih dahulu, si pembuat konten
dari pasal-pasal multitafsir dalam UU diundang untuk mengklarifikasi atau
ITE. Perbaikan UU ITE merupakan menyertakan data-data sehingga
solusi utama yang dapat dilakukan si pembuat konten berkesimpulan
karena penegakan hukum sangat seperti itu. Selain itu sebelum pengadu
bergantung pada kejelasan pengaturan mengadu atau melaporkan kepada
(Soerjono Soekanto, 2004:18). SAFEnet Polisi dengan menyertakan bukti-bukti
yang mendukung seperti: screenshot Referensi
postingan dalam media sosial. Proses “Apa Pasal Karet UU ITE yang
penyelesaian sengketa seperti ini juga Menjerat Pengunggah Tagih Utang
sejalan dengan prinsip hukum pidana ke Istri Kombes”, 15 Juli 2020,
ultimum remidium, yaitu sebagai upaya https://www.kompas.com/tren
terakhir. /read/2020/07/15/163059965/
apa-pasal-karet-uu-ite-yang-
Penutup menjerat-pengunggah-tagih-
UU ITE memiliki beberapa pasal utang-ke-istri-kombes?page=all,
multitafsir antara lain Pasal 27 ayat diakses 13 Agustus 2013.
(1) terkait kesusilaan; Pasal 27 ayat (3) “Banjir Kasus Pasal Karet UU ITE
terkait penghinaan dan pencemaran Sepanjang 2019”, 27 Desember
nama baik; Pasal 28 ayat (2) terkait 2019, https://tirto.id/banjir-kasus
ujaran kebencian dan SARA serta -pasal-karet-uu-ite-sepanjang-
5 Pasal 29 terkait tindakan menakut- 2019-eo4V, diakses 13 Agustus
nakuti pada media elektronik. 2013.
Keberadaan pasal-pasal multitafsir “Jerinx Resmi Jadi Tersangka, ini
telah menghambat tercapainya tujuan 2 Bulan Perjalanan Kasus
hukum dari UU ITE. Pasal multitafsir Kacung WHO”, 12 Agustus
telah menimbulkan ketidakpastian 2020, https://regional.kompas.
hukum karena beragamnya putusan com/read/2020/08/12/
hakim atas kasus yang sama. UU 15574921/jerinx-resmi-jadi-
ITE juga menjadi kurang bermanfaat tersangka-ini-2-bulan-perjalanan-
karena menimbulkan rasa takut pada kasus-kacung-who?page=all,
masyarakat untuk berpendapat. Selain diakses 22 Agustus 2020.
itu UU ITE cenderung tidak adil karena “Kebebasan di Era Jokowi dan Jerat
menimbulkan kesewenang-wenangan Lima Pasal 'Panas' UU ITE”, 18
dari aparat penegak hukum dan pihak Oktober 2019, https://www.
yang ingin memanfaatkan keadaan. cnnindonesia.com/teknolo
Melalui fungsi legislasi Komisi I gi/20191018171905-185-440771/
DPR RI perlu segera melakukan revisi kebebasan-di-era-jokowi-dan-
terhadap UU ITE terutama terkait jerat-lima-pasal-panas-uu-ite,
pembatasan atau tolok ukur delik dan diakses 13 Agustus 2020.
mekanisme penyelesaian sengketa. “Pakar: Proses Hukum Jerinx Soal
Pembahasan perlu meminta bantuan ‘IDI Kacung WHO’ Lebay”, 13
ahli bahasa untuk menafsirkan kalimat Agustus 2020, https://www.
tersebut apakah memenuhi unsur delik cnnindonesia.com/nasion
UU ITE atau tidak. Selain itu DPR RI al/20200813094805-12-535192/
juga perlu melakukan pengawasan pakar-proses-hukum-jerinx-
terhadap berbagai kasus pelanggaran soal-idi-kacung-who lebay?utm_
UU ITE. source=notifikasi&utm_
campaign=browser&utm_
Ucapan Terima Kasih medium=desktop, diakses 13
Penulis menyampaikan ucapan Agustus 2020.
terima kasih kepada Luthvi Febryka “Pasal Karet UU ITE Sejoli
Nola yang telah memberikan Pembungkam Kritik”,
bimbingan dan masukan terhadap https://interaktif.tempo.co/
tulisan ini. proyek/pasal-karet-uu-ite-
sejolipembungkam-kritik/index. Safitri, Ria. 2018. ”Undang-Undang
php, diakses 21 Agustus 2020 Informasi dan Transaksi
Raharjo, Agus. 2002. Cyber Crime Elektronik Bagi Perguruan
Pemahaman Dan Upaya Pencegahan Tinggi”. SALAM, Vol. 5 No. 3,
Kejahatan Berteknologi. Bandung: pp.197-218.
Citra Aditya Bakti. Soekanto, Soerjono. 2004. Faktor-Faktor
Rohmana, Nanda Yoga. 2017. yang Mempengaruhi Penegakan
“Prinsip-Prinsip Hukum tentang Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Tindak Pidana Penghinaan dan Persada.
Pencemaran Nama Baik dalam “Sakiti IDI, Jerinx Masuk Bui”, Media
Perpspektif Perlindungan Hak Indonesia, 13 Agustus 2020, hal. 6.
Asasi Manusia”, Vol. 32 No. 1.

Yosephus Mainake Luthvi Febryka Nola


yosephus.mainake@dpr.go.id luthvi.nola@dpr.go.id

Yosephus Mainake.,SH.,MH menyelesaikan pendidikan S1 Program Studi Ilmu Hukum,


Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan pada tahun 2009 dan Pendidikan S2
Program Studi Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Pelita Harapan
pada tahun 2013. Saat ini menjabat sebagai Peneliti Pertama di Pusat Penelitian Badan
Keahlian DPR RI.

Luthvi Febryka Nola, S.H., M.Kn., menyelesaikan pendidikan S1 Ilmu Hukum di Fakultas
Hukum Universitas Padjajaran pada tahun 2003 dan pendidikan S2 Kenotariatan di
Universitas Indonesia pada tahun 2009. Saat ini menjabat sebagai Peneliti Muda Hukum
Perdata pada Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI. Beberapa karya tulis ilmiah yang
dipublikasikan antara lain: “Permasalahan Hukum dalam Praktik Pre-Project Selling
Apartemen” (2017); Perjanjian Kemitraan Vs Perjanjian Kerja bagi Pengemudi Ojek
Online”(2018); dan “Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-
XI/2013 Terkait Kedudukan Upah Pekerja dalam Kepailitan” (2019).

Info Singkat
© 2009, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang
http://puslit.dpr.go.id mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh
ISSN 2088-2351 isi tulisan ini tanpa izin penerbit.

Anda mungkin juga menyukai