Anda di halaman 1dari 4

1.

Sebutkan dan jelaskan jenis jenis surat kuasa


2. sebutkan dan jelaskan landasan hukum yurisdiksi voluntair
3. sebutkan dan jelaskan bentuk gugatan kontentiosa
4. jelaskan pengertian class action

Jawaban

1. Surat Kuasa merupakan surat yang isinya menjelaskan tentang pemberian


wewenang atau kuasa dari satu pihak tertentu kepada pihak lain yang diberikan
kepercayaan karena si pemberi kuasa tidak dapat melaksanakan sendiri suatu
pekerjaan atau tugas.
a. Kuasa Umum
Kuasa umum diatur dalam pasal 1795 KUHPerdata, menurut pasal ini tujuan pemberian
kuasa umum kepada seseorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa, yaitu; (1)
melakukan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa; (2) pengurusan tersebut
berhubungan dengan kepentingan pemberi kuasa dan harta kekayaannya; (3) pemberian
kuasa umum hanya meliputi perbuatan atau tindakan pengurusan kepentingan pemberi
kuasa..
b. Kuasa Khusus
Pasal 1795 KUHPerdata menjelaskan pemberian kuasa dapat dilakukan secara
khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Bentuk inilah
yang menjadi pedoman bagi pemberi kuasa untuk bertindak didepan pengadilan
mewakili kepentingan pemberi kuasa. Jadi kalau tindakan khusus yang
dilimpahkan kepada kuasa tidak dimaksudkan untuk tampil mewakili pemberi
kuasa di depan pengadilan, tidak diperlukan syarat tambahan, cukup berpedoman
pada ketentuan yang digariskan pasal 1795 KUHPerdata, seperti pemberian kuasa
khusus untuk penjualan rumah. Kuasa khusus semacam ini tetap tidak bisa
mewakili si pemberi kuasa untuk tampil di depan pengadilan akan tetapi sebatas
penjualan rumah. Ruang lingkup kuasa istimewa hanya terbatas pada Untuk
memindahtangankan benda-benda milik pemberi kuasa, atau untuk meletakan
hipotik (hak tanggungan) di atas benda tersebut, 2) Untuk membuat perdamaian
dengan pihak ketiga
c. KUASA SUBSTITUSI
Penerima kuasa berdasarkan pasal 1803 KUHPerdata dapat melimpahkan kuasa
yang diterimanya kepada pihak ketiga sebagai pengganti melaksanakan kuasa
yang diterimanya, akan tetapi hak dan kewenangan itu; (1) tidak dengan
sendirinya menurut hukum dan (2) hak dan kewenangan itu harus tegas disebut
dalam surat kuasa. Jadi, harus ada klausal yang berisi pernyataan bahwa kasus
dapat melimpahkan kuasa itu kepada seorang atau beberapa orang pihak ketiga,
yang akan bertindak sebagai kuasa substitusi,menggantikan kuasa semula
mewakili kepentingan pemberi kuasa di pengadilan.

2. landasan hukum yurisdiksi voluntair


Dalam hal ini pertama berbicara pada Landasan hukum kewenangan pengadilan
menyelesaikan permohonan atau yurisdiksi voluntair, merujuk kepada ketentuan
Pasal 2 dan penjelasan 2 Ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 ( sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 35 Tahun 1999 ). Meskipun UU No. 14 Tahun 1970
tersebut telah diganti oleh UU No. 4 Tahun 2004, apa yang digariskan Pasal 2
dalam Penjelasan Pasal 2 Ayat (2) UU No. 14 Tahun 1970 itu, masih dianggap
relevan sebagai landasan gugatan voluntair. Ketentuan tersebut menegaskan :

A. Pada prinsipnya; penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman ( judicial power )


melalui badan-badan peradilan bidang perdata tugas pokoknya menerima,
memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara ( dalam
pengertian sengketa = diputus ) yang diajukan kepadanya. Berdasarkan
ketentuan ini, pada prinsipnya, fungsi dan kewenangan pengadilan di bidang
perdata adalah memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara sengketa
atau kasus yang bercorak persengketaan antara dua pihak atau lebih. Berarti
yurisdiksi PN dibidang perdata, adalah yurisdiksi contentiosa atau contentiuse
rechtstaat yang bermakna proses peradilan sanggah-menyanggah antara pihak
penggugat dengan tergugat. Jadi, ada yang bertindak sebagai penggugat dan
ada pihak lain yang ditarik sebagai tergugat; sistem dari yurisdiksi contentiosa
inilah yang disebut peradilan biasa ( ordinary court ) atau judicature, yaitu ada
pihak penggugat dan tergugat serta di antara mereka ada kasus yang
disengketakan.
B. Secara eksepsional ( exceptional ). Penjelasan Pasal 2 Ayat (1) UU No. 14 Tahun
1970, memberi kewenangan atau yurisdiksi voluntair kepada pengadilan. Hal itu
ditegaskan juga dalam Putusan MA No. 3139 K/Pdt/1984. [1] Dikatakan, sesuai
dengan ketentuan Pasal 2 UU No. 14 Tahun 1970, tugas pokok pengadilan adalah
memeriksa dan memutuskan perkara yang bersifat sengketa atau jurisdiction. Akan
tetapi di samping itu, berwenang juga memeriksa perkara yang termasuk ruang
lingkup yurisdiksi voluntair ( voluntary jurisdiction ) yang lazim disebut perkara
permohonan. Namun kewenangan itu terbatas pada hal-hal yang tegas ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan. Memang yurisdiksi memperluas kewenangan itu
sampai pada hal-hal yang ada urgensinya. Itu pun dengan syarat, jangan sampai
memutus perkara voluntair yang mengandung sengketa secara partai yang harus
diputus secara contentious.
Bertitik tolak dari ketentuan ini, kepada PN diberi kewenangan voluntair
( yurisdiksi voluntair ) untuk menyelesaikan masalah perdata yang bersifat
sepihak atau ex-parte dalam keadaan :
• Sangat terbatas atau sangat eksepsional dalam hal tertentu saja;
• Dengan syarat : hanya boleh terhadap masalah yang disebut dan yang ditentukan
sendiri oleh undang-undang, yang menegaskan tentang masalah yang
bersangkutan dapat atau boleh diselesaikan secara voluntair melalui bentuk
permohonan.

3. sebutkan dan jelaskan bentuk gugatan kontentiosa


Adapun ciri-ciri dari gugatan contentiosa ini adalah:
1. Permasalahan yang diajukan bersifat dua pihak;
2. Adanya unsur sengketa dalam gugatan ini;
3. Terdapat lawan atau pihak lain yang bisa ikut diseret dalam gugatan ini, dan
4. Para pihak disebut Penggugat dan Tergugat.

gugatan contentiosa (gugatan) gugatan perdata yang mengandung sengketa


diantara pihak yang berperkara yang pemeriksaan penyelesaiannya diberikan dan
diajukan kepada pengadilan dimana pihak yang mengajukan gugatan disebut dan
bertindak sebagai penggugat dan pihak yang ditarik dalam gugatan disebut dan
bertindak sebagai tergugat, gugatan mana berdasarkan dalil/alasan hukum yang
mengandung sengketa.

4. jelaskan pengertian class action

Apabila mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Gugatan Class


Action ini diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan
Kelompok. Disebutkan dalam Pasal 1 huruf (a) Class Action diartikan suatu tata cara
pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan
gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili kelompok orang yang
jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok
dan anggota kelompok dimaksud.

Kemudian, terdapat 2 (dua) syarat untuk mengajukan gugatan class action ini yang dapat
dibedakan menjadi syarat materiil dan syarat formil yaitu sebagai berikut:
Pasal 2 dapat dikatakan sebagai syarat materil, yaitu:
1. Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah efektif dan efisien apabila
gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam satu gugatan;
2. Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang
bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan di antara wakil kelompok dengan
anggota kelompoknya;
3. Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota
kelompok yang diwakilinya;
4. Hakim dapat menganjurkan kepada wakil kelompok untuk melakukan penggantian
pengacara, jika pengacara melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kewajiban
membela dan melindungi kepentingan anggota kelompoknya.
Pasal 3 dapat dikatakan sebagai syarat formil terkait dengan surat gugatannya, yaitu:
1. Identitas lengkap dan jelas wakil kelompok;
2. Definisi kelompok secara rinci dan spesifik, walaupun tanpa menyebutkan nama anggota
kelompok satu persatu;
3. Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan kewajiban
melakukan pemberitahuan;
4. Posita dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun anggota kelompok, yang
teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi yang dikemukakan secara jelas dan terinci;
5. Dalam suatu gugatan perwakilan, dapat dikelompokkan beberapa bagian kelompok atau sub
kelompok, jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda;
6. Tuntutan atau petitum tentang ganti rugi harus dikemukakan secara jelas dan rinci memuat
usulan tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan
anggota kelompok termasuk usulan tentang pembentukan tim atau panel yang membantu
memperlancar pendistribusian ganti kerugian.

Anda mungkin juga menyukai