Anda di halaman 1dari 9

NASKAH TUGAS TUTORIAL KE-1

HUKUM PAJAK
UNIVERSITAS TERBUKA

SOAL 1
Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan,
dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Siapa pun dan apa pun pekerjaan kita selama
berstatus Wajib Pajak sudah tentu wajib bayar pajak. Bahkan, badan usaha atau perusahaan pun
diwajibkan membayar pajak ini yang di setor ke negara. Berikan penjelasan tentang 2 fungsi pajak
menurut tujuannya! Kemukakan pendapat Saudara mengapa di Indonesia setiap elemen masyarakat
wajib membayar pajak berdasarkan 2 fungsi tersebut? Jelaskan!

JAWABAN
Menurut tujuannya, ada 2 fungsi pajak yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi
regularend (pengatur).
a) Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk biaya pengeluaran rutin
maupun pembangunan. Dalam fungsinya, sumber keuangan negara berupaya memasukan uang
sebanyak-banyaknya untuk kas negara.
b) Fungsi Regularend (Pengatur)
Pajak dapat menjadi alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam
bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan di luar bidang keuangan. Sebagai contoh yaitu
pengatur terhadap perpajakan barang-barang mewah yang memiliki fungsi agar masyarakat
tidak berlomba-lomba untuk mengonsumsi barang mewah.

Seberapa pentingkah kedua fungsi tersebut?


Menurut saya, kedua fungsi tersebut penting dan saling mendukung. Dimana adanya aturan yang
menyebabkan adanya pemasukan kepada kas negara.
Menurut saya, kedua hal tersebut penting, karena Indonesia merupakan negara yang konsumtif.
Sebagai contoh dalam setahun 1 orang dapat merelakan untuk kredit kendaraan mobil maupun motor
yang menyebabkan terbengkalainya transportasi umum, dari sinilah fungsi regularend (pengatur)
terkait pajak kendaraan bermotor agar masyarakat lebih mementingkan transportasi umum.
Dalam satu sisi, jika masyarakat ”memaksakan” untuk membeli kendaraan pribadi maka fungsi
budgetair akan menjadi lebih banyak dan jika penggunaan tepat agar digunakan untuk menata kota lebih
baik lagi agar tidak adanya kemacetan maupun banjir. Dari sanalah mengapa semua elemen masyarakat
wajib untuk membayar pajak, karena pajak digunakan untuk pembangunan demi roda ekonomi lebih
baik lagi dan menyebabkan masyarakat lebih nyaman lagi dalam menjalankan perekonomian masing-
masing.
SOAL 2
a. Wajib Pajak berinisial KNM, pada tahun 2019 kelebihan membayar PPh sebesar Rp4.000.000,00,
sedangkan untuk jenis PPN terdapat kekurangan pajak sebesar Rp5.000.000,00.
Berdasarkan adanya kelebihan dan kekurangan pembayaran pajak pada kasus tersebut, silakan
Saudara berikan penjelasan tentang kemungkinan/ketentuan yang dapat membuat berakhirnya utang
pajaknya serta buatlah perhitungannya?
b. Selain kemungkinan/ketentuan yang dapat membuat berakhirnya utang pajak yang Saudara jelaskan
pada jawaban poin a tersebut, jelaskan pula 5 (lima) kemungkinan lainnya yang membuat
berakhirnya utang pajak!

JAWABAN
A. KEMUNGKINAN ATAU KETENTUAN YANG DAPAT MEMBUAT BERAKHIRNYA
UTANG PAJAKNYA SERTA PERHITUNGANNYA
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, dijelaskan bahwa pengembalian
pendahuluan diperuntukan bagi Wajib Pajak Kriteria Tertentu adalah sebagai berikut:
1) Tepat waktu dalam menyampaikan SPT;
2) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang
telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
3) Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan
pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut;
4) Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5
(lima) tahun terakhir.
Untuk dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak mengajukan
permohonan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat tanggal 10 Januari. KPP akan
memberikan pemberitahuan paling lama 1 (satu) bulan setelah diterimanya permohonan penetapan.
Setelah ditetapkan menjadi Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
pengembalian pendahuluan dengan cara mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam SPT.
Setelah diteliti oleh Direktur Jenderal Pajak akan menerbitkan SKPPKP diterbitkan paling lama 3
(tiga) bulan untuk Pajak Penghasilan. Selain cara tersebut, Wajib Pajak dapat mengkompensasi
dengan utang pajak tahun berikutnya.
Untuk kekurangan pajak PPN sebesar Rp 5.000.000,- dengan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB) pada Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP yaitu sebagai berikut: ”Dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Kurang
Bayar dalam hal sebagai berikut:
1) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau
kurang dibayar;
2) Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya
sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
3) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan
selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
4) Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenugi
sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang;
5) Apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(4a).
Adapun yang dimaksud SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah
pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. Sehingga dalam SKPKB terdapat sanksi
administrasi yang besarnya tergantung pada kondisi-kondisi diterbitkannya SKPKB tersebut.
Ketentuan Sanksi Administrasi untuk SKPKB diatur dalam Pasal 13 ayat (2) dan Pasal 13 ayat (3)
Undang-Undang KUP. Besarnya sanksi administrasi beserta kondisi diterbitkannya SKPKB oleh
Direktur Jenderal Pajak diuraikan sebagai berikut:
1) Sanksi Pasal 13 Ayat (2) Undang-Undang KUP Pasal 13 ayat (2) Undang-undang KUP
menyebutkan bahwa jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% per bulan paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Adapun kondisi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a dan huruf e Undang-undang KUP tersebut adalah:
a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar (Pasal 13 ayat (1) huruf a);
b. Apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(4a) Undang-undang KUP (Pasal 13 ayat (1) huruf e);
2) Sanksi Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang KUP
Pasal 13 ayat (3) Undang-undang KUP menyebutkan bahwa jumlah pajak dalam SKPKB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar:
a. 50% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;
b. 100% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang
dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang
disetor;
c. 100% dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM) yang tidak atau kurang dibayar.
Adapun kondisi sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (1) huruf (b), huruf (c) dan huruf (d)
Undang-Undang KUP tersebut adalah sebagaimana berikut:
1) Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-undang KUP dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran (Pasal 13 ayat (1)
huruf (b));
2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai PPN dan PPnBM
ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai
tarif 0% (Pasal 13 ayat (1) huruf (c));
3) Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 Undang-undang
KUP tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang (Pasal 13
ayat (1) huruf (d))
Dalam kasus ini, Wajib Pajak memiliki kekurangan pembayaran PPN sebesar Rp 5.000.000,-
akan dikenakan sanksi bunga sebesar 2% per bulan maksimum 24 bulan sesuai Pasal 13 ayat (2)
Undang-Undang KUP.
B. LIMA KEMUNGKINAN LAINNYA YANG MEMBUAT BERAKHIRNYA UTANG PAJAK
Kemungkinan yang dapat membuat berakhirnya utang pajak, antara lain sebagai berikut:
1) Pelunasan
Wajib Pajak membayar lunas utang pajak dengan Surat Setoran Pajak melalui bank persepsi atau
tempat lain yang ditunjuk Menteri Keuangan. Pembayaran hanya dapat menggunakan uang.
2) Keputusan Keberatan / Putusan Banding
Ada 2 cara yang menyebabkan keputusan keberatan / putusan banding ini menjadikan utang pajak
berakhir yaitu:
a. Keputusan keberatan atau putusan banding yang menerima seluruh keberatan Wajib Pajak
b. Keputusan keberatan atau putusan banding yang menerima sebagian permohonan
keberatan atau banding yang diajukan, dengan disertai pelunasan melalui pembayaran atas
jumlah yang tidak diterima/dikabulkan dalam keberatan/banding tersebut
Apabila wajib pajak telah membayar sebagian atau melunasi utang pajak, maka jumlah yang telah
dibayar tersebut dikembalikan dan Negara mebayar imbalan bunga sebesar 2% per bulan,
dihitung sejak saat pelunasan sampai dengan diterbitkannya putusan keberatan atau banding.
3) Kompensasi
Dengan cara pemindahan kelebihan pajak pada suatu jenis pajak (pada tahun yang sama atau
tahun yang berbeda) dengan menutup kekurangan utang pajak atas jenis pajak yang sama atau
jenis pajak lainnya (juga pada tahun yang sama atau tahun yang berbeda).
4) Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa adalah alat untuk memperoleh suatu hak atau dibebaskannya dari suatu kewajiban
karena lampaunya suatu jangka waktu sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dengan
undang-undang. Dalam hukum pajak, daluwarsa bisa terjadi karena lampaunya waktu penetapan
pajak (penerbitan surat ketetapan pajak) maupun karena lampaunya waktu proses penagihan
pajak.
Menurut Pasal 13 dan Pasal 22 Undang-Undang KUP, daluwarsa pajak adalah 5 (lima) tahun.
Artinya setelah batas waktu tersebut, Wajib Pajak tidak lagi mempunyai kewajiban untuk
melunasi utang pajak. Sedangkan dalam sistem official assessment, jika terdapat utang pajak
yang daluwarsa penagihannya, maka Wajib Pajak dihimbau untuk membayar. Apabila dibayar,
pembayarannya juga bisa disebut uang pembasuh batin.
5) Penghapusan
Utang pajak juga akan berakhir jika diterbitkan Surat Keputusan Penghapusan Utang Pajak dan
penghapusan ini dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 24
Undang-Undang KUP, kewenangannya diserahkan kepada Menteri Keuangan. Menteri
Keuangan mengatur tata cara penghapusan dan menentukan besarnya jumlah piutang pajak yang
tidak dapat ditagih lagi, antara lain karena:
a. Wajib Pajak telah meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan;
b. Wajib Pajak badan yang telah selesai proses pailitnya;
c. Wajib Pajak yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai subjek pajak dan hak untuk
melakukan penagihan pajak telah daluwarsa.
SOAL 3
a. Jelaskan 3 (tiga) klasifikasi azas terkait hukum perdata, hukum pidana yang termasuk dalam hukum
pajak!
b. Jelaskan dan berikan contohnya dari 3 (tiga) asas khusus sehubungan dengan pemungutan pajak
berikut ini:
-Asas Sumber
-Asas Waktu yang tepat
-Asas Ekonomis

JAWABAN
A. KLASIFIKASI AZAS TERKAIT HUKUM PERDATA, HUKUM PIDANA YANG
TERMASUK DI DALAM HUKUM PAJAK
Di dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) dikenal lima macam
asas hukum, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas
konsensualisme, asas iktikad baik dan asas kepribadian.
1) Asas Kebebasan Berkontrak
Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Serta asas kebebasan
berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a) Membuat atau tidak membuat perjanjian;
b) Mengadakan perjanjian dengan siapapun;
c) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratan;
d) Menentukan bentuk perjanjian, baik secara tertulis atau secara lisan.
2) Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)
Asas kepastian hukum atau yang lebih dikenal dengan asas pacta sunt sevanda yang memiliki arti
janji harus ditepati. Pada dasarnya asas ini berkaitan dengan perjanjian atau kontrak yang
dilakukan diantara individu. Dapat dikatakan juga bahwa hakim atau pihak ketiga harus
menghormati substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah
undang-undang.
3) Asas Konsesualisme
Perjanjian harus didasarkan pada konsensus atau kesepakatan dari pihak-pihak yang membuat
perjanjian. Berdasarkan asas konsesualisme itu, dianut suatu paham bahwa sumber kewajiban
kontraktual adalah bertemunya kehendak dengan konsensus para pihak yang membuat kontrak
(convergence of wills). Asas konsensualisme terdapat di dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Hukum
perjanjian yang diatur di dalam KUH Perdata berasas konsensualisme.
4) Asas Itikad Baik (Goede Trouw)
Menurut Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, perjanjian haruslah dilaksanakan dengan itikad baik.
Itikad baik disyaratkan dalam hal “pelaksanaan” dari suatu perjanjian, bukan pada “pembuatan”,
sebab unsur itikad baik dalam hal proses pembuatan suatu perjanjian sudah terdapat di dalam
unsur kausa yang halal pada Pasal 1320 KUH Perdata. Ini juga berarti adanya asas Praduga tidak
bersalah dimana digunakan dalam masalah pidana, dalam Kitab Undang-Undang Hukum acra
Pidana Penjelasan umum butir 3 disebutkan bahwa: setiap orang yang disangka, ditangkap,
ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah
sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan
hukum yang tetap. Isinya yang sama juga diatur dalam undang-undang tentang kekuasaan hakim.
5) Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian menjelaskan bahwa ruang lingkup berlakunya perjanjian hanyalah pada pihak-
pihak yang membuat perjanjian saja. Pihak di luar perjanjian tidak dapat menuntut suatu hak
apapun berdasarkan perjanjian itu.

Tindak pidana di bidang perpajakan adalah termasuk tindak pidana di bidang hukum administrasi
yang dikenal sederhana dan lentur dalam penegakan hukumnya, sepanjang tujuan dari hukum
tersebut tercapai, yaitu wajib pajak mau membayar pajak sesuai dengan kewajibannya. Dalam hal
pembayaran pajak, diperlukannya penyampaian Surat Pemberitahuan yang dasarnya adalah pada
Pasal 38 Undang-Undang Nomor 28 Tahun yang mengatur sanksi administrasi dan pidana terkait
penyampaian Surat Pemberitahuan tersebut.
Selain itu ada berbagai macam sanksi pidana yaitu sebagai berikut:
1) Sengaja tidak memenuhi kewajiban administrasi perpajakan, menyalahgunakan NPWP, menolak
dilakukan pemeriksaan, memperlihatkan pembukuan palsu atau tidak menyelenggarakan
pembukuan, tidak menyimpan pembukuan dan tidak menyetorkan pajak yang telah
dipotong/dipungut sehingga menimbulkan kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
39, dengan ancaman:
a) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar;
b) Ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan
lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak
selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
c) Penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling
sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau
pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang
dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan untuk percobaan
tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak
atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b),
atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau
tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (d), dalam rangka mengajukan
permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak.
2) Sengaja menerbitkan atau menggunakan faktur, bukti pemungutan/pemotongan/setoran tidak
berdasarkan transaksi yang sebenarnya atau menerbitkan faktur yang belum dikukuhkan (Pasal
39A) dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta
denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti
pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak
dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran
pajak.
3) Pejabat sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak
dipenuhinya kewajiban pejabat (Pasal 41 ayat (2)) dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
4) Sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak
benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Hal-hal di atas merupakan salah satu dari berbagai hukuman pidana dari hukum pajak yang dapat
dilihat dari sudut sikap batin atau rumusan kesalahan, pelanggaran peraturan perundang-undangan
di bidang perpajakan termasuk kategori tindak pidana pelanggaran dilakukan karena kealpaan
(culpa), sedangkan sikap batin tindak pidana kejahatan adalah kesengajaan (dolus). Dikatakan
sebagai kejahatan, menurut doktrin hukum, karena perbuatan tersebut sebagai pelanggaran yang
berat, dicela oleh masyarakat, melanggar hukum dan keadilan, maka ancaman pidananya lebih berat.
Pengulangan tindak pidana pelanggaran ancamannya diperberat dan perbuatannya berubah menjadi
tindak pidana kejahatan dan pengulangan tindak pidana kejahatan ancaman pidananya lebih
diperberat.

B. TIGA ASAS KHUSUS SEHUBUNGAN DENGAN PEMUNGUTAN PAJAK


Asas khusus sehubungan dengan pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
1) Asas Sumber
Asas sumber adalah dasar pemungutan pajak sesuai dengan asal objek pajak yang
dikenakan. Asas sumber juga mempuanyai pengertian secara Bahasa bahwa pemungutan pajak
dilakukan pada sumbernya merupakan salah satu penjabaran dari prinsip enforceability, yaitu
agar pemungutan pajak dapat terlaksana. Pada saat seseorang atau salah satu pihak akan terima
imbalan, agar dipotong terlebih dahulu oleh pembayar. Ini berlaku juga apabila ada pembayaran
ke pihak asing karena sumbernya dari Indonesia maka pihak pembayar sebagai sumber
diwajibkan untuk memotong pajak. Tentunya bila dengan pihak asing perlu diperhatikan adanya
perjanjian pajak dengan negara dimana si penerima imbalan adalah penduduk atau warganya.
Contoh Johnson Mathis merupakan Warga Negara Amerika dan bertempat tinggal di
Amerika tetapi memiliki penghasilan berupa dividen dari perusahaan yang berasal di Indonesia,
maka penghasilan dividen tersebut dianggap sebagai objek pajak dari negara Indonesia karena
dianggap sebagai sumber penghasilan berada.
2) Asas Waktu yang tepat
Pungutan pajak harus berdasarkan dengan saat yang tepat bagi Wajib Pajak (saat yang paling
baik). At Convience time, atau pay as you earn. Penekanan dalam asas ini agar pajak dibayar
pada saat wajib pajak mampu membayar. Terutama ditekankan pada pajak penghasilan, karena
penghasilan baru diketahui pada waktu tahun terakhir. Dapat diterapkan pada pemungutan,
pemotongan dan mencicil.
Contoh disaat wajib pajak baru menerimakan penghasilannya atau menerima hadiah. Maka
pajak langsung dikenakan saat itu juga dengan dikreditkan setiap bulan. Hal ini bertujuan agar
Wajib Pajak tidak merasa dibebani atau keberatan atas pajak yang dipungut di akhir tahun.
3) Asas Ekonomis
Asas Ekonomis adalah pengenaan pajak harus digunakan sesuai kepentingan umum dan
efisien. Karena hukum pajak mengatur bagaimana pajak dipungut, dan apa yang akan dijadikan
objek pajaknua, cara pelunasannya dan pertanggung jawaban kewajiban pajak oleh masyarakat
dan pengaturan lainnya. System yang akan dipilih dan pelaksanaanya harus memperhatikan asas
ekonomis. Antara lain contohnya benefit and cost, memperhatikan biaya, jangan biaya lebih
besar dari pemasukan pajak.
Contohnya kas Negara yang terkumpul harus berkontribusi penuh terhadap pembangunan
Negara seperti jalan tol, waduk dan sebagainya yang mana manfaatnya dapat dirasakan oleh
semua rakyat dan dapat menimbulkan multiplier effect yang positif. Tanpa harus melalui skema
penerimaan lain misalnya utang negara yang akan membebani negara.
SOAL 4
Jelaskan gambaran menurut anda, sistem dan ketentuan perundang-undangan seperti apakah yang
menyatakan bahwa wajib pajak yang mempunyai kewajiban pajak, wajib menyelesaikan kewajiban
pajak yang terutang kepada negara, wajib pajak wajib mendaftarkan diri dan pengusaha kena pajak
wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak pada kantor direktorat
jendral pajak?

JAWABAN
Sistem dan ketentuan perundang-undangan yang menyatakan bahwa wajib pajak yang mempunyai
kewajiban pajak, wajib menyelesaikan kewajiban pajak yang terutang kepada negara, wajib pajak wajib
mendaftarkan diri dan pengusaha kena pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
pengusaha kena pajak pada kantor Direktorat Jendral Pajak dikenal dengan istilah Self Assesment.
Self Assesment artinya masyarakat yang menurut Undang-Undang pajak mempunyai kewajiban
pajak, wajib menyelesaikan kewajiban pajak yang terutang kepada negara. Sistem Self Assesment tidak
berarti hanya menghitung, membayar dan melaporkan kewajiban, melainkan mulai dari memperoleh
sarana untuk menyelesaikan utang pajak, yaitu harus mendapatkan NPWP.
Dengan NPWP masyarakat dapat melakukan pembayaran dan pelaporan pajak serta
menyelesaikan semua kewajiban perpajakannya dan mendapatkan hak sebagai wajib pajak. Self
Assesment dalam konteks menyelesaikan kewajiban pajak, bukan sukarela membayar pajak sehingga
apabila seseorang sudah mempunyai kewajiban membayar pajak namun tidak memperoleh NPWP
dapat dikenai sanksi.
Selain NPWP, yang diperlukan adalah pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yaitu atas wajib pajak
yang mempunyai usaha menjual Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). Diperlukan
pengukuhan karena adanya mekanisme pengkreditan pajak, yaitu atas pajak keluaran yang dihitung
berdasarkan penjualan dengan pajak masukan yang diperoleh pada saat pembelian bahan, maupun
pengeluaran untuk memperoleh, mendapatkan dan mempertahankan usaha penjualan BKP atau JKP
yang diberikan. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang KUP yang mengatur self assesment
dalam memperoleh NPWP dan PKP:
• Pasal 2 ayat (1) UU KUP disebutkan bahwa:
“Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persayaratan subjektif dan objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak”
• Pasal 2 ayat (2) UU KUP disebutkan bahwa:
“Setiap Wajib Pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang
Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. Wajib melaporkan usahanya pada kantor
DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha, dan
tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak”

Sehingga, sistem Self Assesment bukan berarti menghitung sendiri secara sukarela berapa pajak
yang harus dibayar, jumlah tersebut dibayarkan, kemudian dilaporkan. Pajak dihitung berdasarkan
objek pajak yang seharusnya dan harus mendaftarkan diri sebagai wajib pajak pada saat akan
mempunyai kewajiban pajak dengan bukti memperoleh NPWP. Pengusaha Kena Pajak adalah
Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. Terhadap
Wajib Pajak ini, di samping memiliki NPWP juga diberikan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
(SPPKP). Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa,
atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak adalah


1) Sebagai identitas PKP yang bersangkutan;
2) Pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan PPnBM;
3) Sarana dalam pemenuhan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang
Mewah (PPnBM).

Demikian disampaikan, terimakasih.

Sumber Referensi:
• Buku Materi Pokok EKSI4202-Hukum Pajak
• https://accounting.binus.ac.id/2020/12/10/pengantar-perpajakan-definisi-pajak-fungsi-pajakjenis-
pajak/ yang diakses pada tanggal 13 November 2021

Anda mungkin juga menyukai