Anda di halaman 1dari 29

TUGAS INTERNSHIP

LAPORAN KASUS

“PARKINSON DISEASE”

OLEH

dr. Shinta

PEMBIMBING KASUS
dr. Nurhikmah, Sp.S

PEMBIMBING INTERNSHIP
dr. Marlina
dr. Misdawati

PROGRAM INTERNSHIP KEMENTRIAN KESEHATAN RI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LATEMMAMALA MALAKA
SOPPENG 2019
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H. MS
Umur : 85 tahun
Status : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Suku : Bugis
Alamat : Lompo, Kec Lalabata, Soppeng

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Kedua tangan gemetar

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dikonsul oleh Bagian Penyakit Dalam dengan keluhan kedua tangan gemetar
sejak + 2 tahun lalu. Awalnya tangan bergetar hanya sedikit, namun lama kelamaan makin
memberat sampai terasa menganggu aktivitas pasien. Tangannya berhenti gemetar hanya
ketika pasien tidur.
Pasien mengaku agak susah berjalan karena berjalan menjadi kaku dan lebih lambat.
Pasien juga merasa ketika berjalan badannya condong ke depan. Keluarga pasien mengatakan
bahwa ketika pasien berbicara suaranya menjadi lebih kecil dari sebelumnya, kurang jelas,
dan lambat. Gangguan aktifitas yang paling dirasakan pasien adalah saat ingin mengancing
baju dan ketika memegang sendok saat makan, hal itu menjadi susah dilakukan karena tangan
yang bergetar dan kaku.
BAB dan BAK dalam batas normal. Riwayat pernah terkena infeksi otak tidak ada. .
Pasien tidak mempunyai riwayat trauma khususnya kepala. Pasien tidak pernah keracunan
bahan bahan kimia seperti pestisida dan sebagainya.
Sebelumnya pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan demam dan batuk berdahak. Kemudian pasien
dirawat inapkan dan di rawat oleh spesialis penyakit dalam dengan diagnosis Pneumonia.
Setelah diperiksa ternyata pasien memiliki gejala tangannya bergemetar sehingga
dikonsulkan ke spesialis saraf.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat hipertensi. Diabetes mellitus tidak ada. Pasien tidak pernah
dirawat di rumah sakit atau menjalani operasi sebelumnya.

Riwayat Trauma
Pasien tidak pernah mengalami jatuh ataupun cedera kepala sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada dalam keluarga pasien yang mengalami gejala seperti ini. Riwayat
hipertensi dan diabetes mellitus dalam keluarga tidak ada.

Riwayat Kebiasaan
Pasien merokok sekitar 1 bungkus per hari. Pasien tidak mengkonsumsi alkohol.

Riwayat Pengobatan
Pasien riwayat pernah berobat di praktek Dokter Spesialis Saraf tapi tidak rutin
kontrol. Riwayat alergi obat tidak ada.

PEMERIKSAAN FISIK
Tanda
• Keadaan Umum : Sedang
• Kesadaran : Composmentis
• GCS : E4M6V5 = 15
• Tekanan Darah : 100/60 mmHg
• Frekuensi nadi : 73x/menit, regular, isi cukup
• Suhu : 36,7 oC
• Laju Pernapasan : 20x/menit
STATUS GENERALIS
Kepala Normosefal, rambut tak mudah dicabut.
Mata Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
Bentuk normal, tak tampak ada sekret dari hidung maupun
THT
telinga, tonsil T1/T1, faring tidak hiperemis.
Leher Tidak ditemukan pembesaran KGB, letak trakea ditengah
Toraks Tampak simetris, tidak tampak ada retraksi
 Inspeksi: pulsasi iktus kordis tidak tampak di sela iga 4
linea mid clavicula sinistra.
 Palpasi: iktus kordis teraba di sela iga 4 linea mid
clavicula sinistra.
Jantung  Perkusi: batas jantung kanan pada sela iga 3 parasternal
kanan. Batas jantung kiri di sela iga 4 linea mid
clavicula sinistra. Batas jantung atas di sela iga 3 linea
parasternal sinistra.
 Auskultasi: S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-)
 Inspeksi: simetris, tidak tampak retraksi interkosta.
 Palpasi: taktil fremitus simetris.
Paru
 Perkusi: sonor pada kedua lapang paru.
 Auskultasi: suara nafas vesikular, ronki +/-, wheezing -/-
 Inspeksi: datar, tak tampak lesi.
 Palpasi: supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tak
Abdomen teraba
 Perkusi: timpani pada seluruh lapang abdomen
 Auskultasi: bisung usus 10/menit
Akral hangat, edema tidak ada, tidak tampak sianosis,
Ekstremitas
capillary refill time < 2 detik.
STATUS NEUROLOGIS

 Tanda Rangsang Meningeal


- Kaku kuduk : (-)
- Laseque : > 70o / > 70o
- Kernig : > 135o / > 135o
- Brudzinski 1 : (-)
- Brudzinski 2 : (-)
- Brudzinski 3 : (-)
 Pemeriksaan Saraf Kranial
I Tidak dilakukan
Visus: tidak diperiksa
II
Lapang pandang: Normal
Pupil: refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
III, IV, VI langsung +/+, nistagmus -/-
Gerak bola mata: baik ke segala arah
Motorik: baik
V Sensorik: V-1, V-2, V-3: +/+
Refleks kornea: +/+
Angkat alis, kerut dahi: dapat, simetris
Tutup mata : dapat, simetris
VII Kembung pipi: dapat, simetris
Menyeringai: dapat, simetris
Rasa 2/3 anterior lidah: tidak dilakukan
Tes berbisik: tidak dilakukan
Rinne, Webber, Schwabach: tidak dilakukan
VIII
Nistagmus: (-)
Tes Romberg: tidak dilakukan
Arkus faring: simetris
Uvula: terletak di tengah. Simetris
IX, X
Disfonia: (-)
Disfagia: (-)
Menoleh kanan-kiri: dapat melawan tahanan
XI
Angkat bahu: dapat melawan tahanan
XII Disartria (-/-)
Lidah di dalam mulut: tidak ada deviasi, fasikulasi (-), atrofi
(-),tremor (-)
Menjulurkan lidah: tidak ada deviasi

 Pemeriksaan motorik
 Sikap : kepala & leher bungkuk ke depan, lengan dan tungkai fleksi (Bent Posture)
 Ekstremitas atas
- Tremor (+)/(+), atrofi (-), fasikulasi (-)
- Kekuatan:
- Lengan kanan :5
- Lengan kiri :5
- Tonus otot
- Normotonus dekstra/ Normotonus sinistra
- Rigiditas (+)/(+)
 Ekstremitas bawah
- Tidak ditemukan atrofi, fasikulasi (-)
- Normotonus dekstra/ Normotonus sinistra
- Kekuatan:
Kaki kanan :5
Kaki kiri :5
 Koordinasi
- Cara berjalan : seperti robot
- Tes Romberg : dalam batas normal
- Disdiadokinesis : tidak dilakukan
- Tes tunjuk hidung : dapat, tremor (+)
- Tes tumit lutut : tidak dilakukan
 Pemeriksaan sensorik
 Ekstremitas atas : N/N
 Ekstremitas bawah : N/N
 Refleks fisiologis
 Bisep : +/+
 Trisep : +/+
 Patella : +/+
 Achilles : +/+
 Refleks patologis
 Hoffman trimmer : -/-
 Babinski : -/-
 Chaddok : -/-
 Oppenheim : -/-
 Gordon : -/-
 Schaeffer : -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Darah Rutin
WBC : 11,5 x 103
LYM : 0,9 x 103
MON : 1.0 x 103
GRA : 9,6 x 103
LYM % : 8.0 %
MON% : 8.4 %
GRA% : 83.6 %
RBC : 3.23 x 106
HB : 10.4
HCT : 30.0 %
MCV : 92.9
MCH : 32.2
MCHC : 34.7
RDW : 12.7%
PLT : 202 x 103
MPV : 7.5
PCT : 0.152 %
PDW : 13.0 %

 Elektrolit
Kalium : 3,2 mmol/L
Natrium : 134 mmol/L
Chlorida : 107 mmol/L

RESUME
Telah diperiksa seorang laki-laki usia 84 tahun dengan keluhan kedua tangan gemetar
sejak + 2 tahun lalu Awalnya tangan bergetar hanya sedikit, namun lama kelamaan makin
memberat sampai terasa menganggu aktivitas pasien. Tangannya berhenti gemetar hanya
ketika pasien tidur. Pasien mengaku agak susah berjalan karena berjalan menjadi kaku dan
lebih lambat. Pasien juga merasa ketika berjalan badannya condong ke depan. Keluarga
pasien mengatakan bahwa ketika pasien berbicara suaranya menjadi lebih kecil dari
sebelumnya, kurang jelas, dan lambat. Gangguan aktifitas yang paling dirasakan pasien
adalah saat ingin mengancing baju dan ketika memegang sendok saat makan, hal itu menjadi
susah dilakukan karena tangan yang bergetar dan kaku. BAK & BAB dalam batas normal.
Riwayat penyakit hipertensi ada, DM tidak ada. Pasien riwayat pernah berobat di dokter
Spesialis Saraf tapi tidak rutin kontrol.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, compos mentis, GCS
E4M6V5. Tekanan darah 100/60, frekuensi nadi 73x/menit, suhu 36,70C, laju pernapasan 20
x/menit. Pemeriksaan neurologis didapatkan: rangsang meningeal (-); nervus kranialis dalam
batas normal; motorik didapatkan sikap Bent’s posture, resting tremor pada kedua
ekstremitas atas, rigiditas (+)/(+), sensorik dalam batas normal; reflex fisiologis dalam batas
normal; reflex patologis negatif.

DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Parkinson Disease
Diagnosis topis : Substansia Nigra
Diagnosis etiologis : Degenerasi Neuron Pigmen di Substansia Nigra

TATALAKSANA
a. Non Medikamentosa
Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya
pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa simpati dan
empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi
maksimal.
b. Medikamentosa
 Levazide (Levodopa 100 mg, Benserazide HCL 25 mg) 3x1
 THP (trihexyphenidyl) 2 mg 3x1
 Clobazam 10 mg 1-0-1
 Lanabal 2x1
 Haloperidol 5 mg 2x1

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanactionam : dubia ad malam
DISKUSI
Pada pasien dari anamnesis didapatkan gejala tangan gemetar terus menerus hingga
menganggu aktivitas. Tremor pada penyakit parkinson ialah resting tremor 3-5 Hz/detik.
Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu
yang disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur. Tremor biasanya terdapat pada
jari, tangan, dagu, bibir, dan lidah. Tremor kasar pada sendi metakarpofalangis, kadang-
kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung (pill rolling). Tremor
ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/ alternating
tremor). Tremor ini dimulai dari sebelah anggota tubuh bagian atas dan diikuti oleh anggota
tubuh bagian bawah. Pada pasien ini ditemukan adanya tremor pada tangan dan menurut
pengakuan pasien tremor berlangsung terus menerus dan menghilang saat tidur.
Pasien mengaku agak susah berjalan karena berjalan menjadi kaku dan lebih lambat.
Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot antagonis dan otot protagonis dan
terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas motoneuron otot protagonis dan otot antagonis
sewaktu gerakan. Meningkatnya aktivitas alfamotoneuron pada otot protagonis dan otot
antagonis menghasilkan rigiditas yang terdapat pada seluruh luas gerakan dari ekstremitas
yang terlibat. Kekakuan ini bisa terjadi selain di tangan contohnya di leher. Maka dari itu
jalannya menjadi membungkuk dan dirasa tidak seimbang karena tubuhnya terasa kaku. Pada
pasien ini terjadi kekakuan pada sendi-sendi tangan dan kaki, selain itu pasien juga merasa
badannya condong ke depan saat berdiri dan berjalan.
Keluarga pasien mengatakan ketika pasien berbicara suaranya menjadi lebih kecil dan
lambat. Penyakit parkinson ditandai dengan gerakan yang serba melambat yang disebut
dengan bradikinesia. Bradikinesia memiliki banyak bentuk tergantung dari bagian tubuh yang
terkena. Biasanya penderita parkinson menjadi sulit juga melakukan gerakan halus.
Hipomimia dengan kedipan mata yang berkurang, hipofonia, disarthria, tachypemia,
mikrografia, shuffling gait, kesulitan menelan secara spontan, ayunan tangan yang berkurang
dan kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari. Salah satu tanda pada parkinson juga
mikrografia yaitu tulisan tangan lama kelamaan menjadi mengecil. Wajah pasien juga
menjadi datar tanpa ekspresi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan wajah datar, ektremitas atas tremor dan kaku pada
kedua ektremitas atas dan bawah. Dari pemeriksaan fisik ini didapatkan adanya tanda-tanda
dari gejala utama parkinson yaitu tremor, rigiditas, dan akinesia (wajah datar). Sehingga dari
hasil pemeriksaan didapatkan adanya 3 gejala utama dari penyakit parkinson. Hal ini dapat
memperkuat diagnosis pasien yaitu penyakit parkinson.
Terapi pada pasien ini yakni levodopa karena levodopa akan masuk ke blood brain
barrier, masuk ke otak dan akan berubah menjadi dopamin, dimana dopamin pada kasus
parkinson kadarnya rendah. Diharapkan dengan terapi ini akan meningkatkan kadar dopamin
sehingga gejala ekstrapiramidal berkurang. Pemberian antikolinergik juga dimaksudkan
untuk mengurangi gejala tremornya karena pada kasus pasien ini gejala tremor paling
dominan. Tremor ini terjadi karena ketidak seimbangan antara Dopamin yang berkurang
dengan asetilkolin yang lebih dominan. Sehingga pemberian antikolinergik ini akan
menurunkan asetilkolin yang berfungsi membangkitkan dan membuat kadar dopamin dan
asetilkolin lebih seimbang.
Levazide mengandung levodopa dan benzerazide. Levodopa merupakan obat yang
mengganti dopamin. Dipakai sebagai pengobatan utama untuk parkinson. Di dalam tubuh
levazide akan diubah sebagai dopamin. Obat ini efektif untuk menghilangkan gejala karena
dapat langsung menggantikan dopamin yang  produksinya menurun karena degenerasi
substansia nigra. Benserazide atau disebut juga carbidopa dapat meningkatkan kerja dari
levodopa, sehingga dapat menurunkan dosis levodopa hingga 4 kali untuk mendapatkan hasil
yang sama.
Pasien mendapat terapi levodopa dan dilihat perkembangannya apakah gejala
berkurang atau tidak. Pada parkinson gejala akan sangat berkurang setelah diberi terapi
levodopa, maka dari itu pasien harus rutin kontrol untuk melihat perkembangan penyakitnya
dan penyesuaian dosis maupun apakah diperlukan obat obatan lain seperti Dopamin agonis,
MAOB inhibitor, COMT inhibitor yang akan menaikkan kadar dopamin dan membuat terapi
levodopa makin meningkat efeknya.

FOLLOW UP

29 Mei 2019 30 Mei 2019 31 Mei 2019


Subjektif: Subjektif: Subjektif:
Tremor (+) pada kedua tangan, Tremor (+) pada kedua Tremor (+) pada kedua
gelisah (+), sudah bisa duduk tangan, gelisah (-) tangan
namun masih dibantu
Objektif: Objektif: Objektif:
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
KU: SS/GC/CM KU: SS/GC/CM KU: SS/GC/CM
GCS= 15 (E4M6V5) GCS= 15 (E4M6V5) GCS= 15 (E4M6V5)
TD= 140/80 mmHg TD= 140/70 mmHg TD= 100/60 mmHg
HR= 73x/m HR= 72x/m HR= 80x/m
RR= 22x/m RR= 20x/m RR= 20x/m
T= 36o C T= 36o C T= 36o C
Pupil Isokor,RCL+/+,RCTL+/+ Pupil Pupil
Isokor,RCL+/+,RCTL+/+ Isokor,RCL+/+,RCTL+/+
Pemeriksaan Neurologi Pemeriksaan Neurologi Pemeriksaan Neurologi
Tremor di ekstremitas atas (+), Tremor di ekstremitas Tremor di ekstremitas atas
Rigiditas +/+ atas (+), Rigiditas +/+ (+), Rigiditas +/+

Motorik Motorik Motorik


5555 5555 5555 5555 5555 5555
5555 5555 5555 5555 5555 5555

Refleks fisiologis Refleks fisiologis Refleks fisiologis


+ + + + + +
+ + + + + +

Refleks Patologis Refleks Patologis Refleks Patologis


- - - - - -
- - - - - -
Assesment Assesment Assesment
Penyakit Parkinson Penyakit Parkinson Penyakit Parkinson
Planning Planning Planning
-Trihexyphenidil 2 mg 3x1 -Trihexyphenidil 2 mg -Trihexyphenidil 2 mg 3x1
-Levaside 3x1 3x1 -Levaside 3x1
-Clobazam 10 mg 0-0-1 -Levaside 3x1 -Clobazam 10 mg 0-0-1
-Lanabal 2x1 -Clobazam 10 mg 0-0-1 -Lanabal 2x1
-Haloperidol 5 mg 2x1 -Lanabal 2x1 -Haloperidol 5 mg 2x1
-Haloperidol 5 mg 2x1

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Definisi parkinson menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI) adalah penyakit degenerasi otak terbanyak kedua setelah penyakit Alzheimer.
Pada Penyakit Parkinson terjadi penurunan jumlah dopamin di otak yang berperan dalam
mengontrol gerakan sebagai akibat kerusakan sel saraf di substansia nigra pars kompakta di
batang otak. Penyakit ini berlangsung kronik dan progresif, dan belum ditemukan obat untuk
menghentikan progresifitasnya. Progresifitas penyakit bervariasi dari satu orang ke orang
yang lain.1,2
Penyakit parkinson adalah gangguan neurodegerative progresif dari sistem saraf
pusat, merupakan gejala kompleks yang dimanifestasikan oleh 6 tanda utama : tremor saat
istirahat, kekakuan, bradikinesia-hipokinesia, posisi tubuh fleksi, kehilangan refleks postural,
freezing phenomenon. Tanda-tanda motorik tersebut akibat dari degenerasi neuron
dopaminergik pada sistem nigrostriatal. Penyakit ini memiliki dimensi gejala yang sangat
luas sehingga baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita
maupun keluarga.3 
Terdapat dua istilah berkaitan yang perlu dibedakan yaitu penyakit parkinson dan
parkinsonism. Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-neuron
berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra yang disertai inklusi
sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga parkinsonisme idiopatik atau primer.
Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat,
rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural, atau disebut juga sindrom
parkinsonisme.3

EPIDEMIOLOGI
Angka prevalensi penyakit Parkinson di Amerika Utara diperkirakan sebesar 160 per
100.000 populasi dengan angka kejadian sekitar 20 per 100.000 populasi. Prevalensi dan
insidensi penyakit Parkinson semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Prevalensi
berkisar antara 0,5-1% pada usia 65-69 tahun. Pada umur 70 tahun prevalensi dapat mencapai
120 dan angka kejadian 55 kasus per 100.000 populasi pertahun. Prevalensi meningkat
sampai 1-3% pada usia 80 tahun atau lebih. Di Indonesia belum ada data prevalensi penyakit
Parkinson yang pasti, namun diperkirakan terdapat sekitar 400.000 penderita penyakit
Parkinson.Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada pria dari pada wanita dengan angka
perbandingan 3:2.4,5

ETIOLOGI
Etiologi Parkinson primer masih belum diketahui. Terdapat beberapa dugaan, di
antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi
abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum
diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.6
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu
kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary).
Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. 6
Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar, akan tetapi ada beberapa faktor
resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan, yaitu :
1. Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000
penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang
mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra pada penyakit
parkinson.6,7
2. Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit
parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang kromosom 4 (PARK1)
pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal
resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di
kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat
penyakit parkinson pada keluarga meningakatkan faktor resiko menderita penyakit
parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari
70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme
tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA sangat sedikit, belum
ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian.
Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari
penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu
terjadi pada usia 46 tahun.8
Komponen genetik pada penyakit Parkinson telah lama dibicarakan, karena
kebanyakan pasien memiliki penyakit sporadis dan penelitian awal pada orang kembar
memperlihatkan persamaan rata-rata rendah dari concordance pada kembar monozigot
dan dizigot. Pandangan bahwa genetik terlibat pada beberapa bentuk penyakit Parkinson
telah diperkuat, bagaimanapun, dengan penelitian bahwa kembar monozigot dengan onset
penyakit sebelum usia 50 tahun memiliki pembawa genetik yang sangat tinggi, lebih
tinggi dari kembar dizigot dengan penyakit early onset.9
3. Faktor Lingkungan10
a) Xenobiotik: berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan
kerusakan mitokondria.
b) Pekerjaan: lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c) Infeksi: paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi
penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan
menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d) Diet: konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu
mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan
neuroprotektif.
e) Trauma kepala: cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski
peranannya masih belum jelas benar.
f) Stress dan depresi: beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala
motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada
stress dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress
oksidatif.

KLASIFIKASI
Penyakit parkinson dapat dibagi atas 3 kategori, yaitu :10
1. Parkinson primer/idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas.
Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
2. Parkinson sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis
meningovaskuler. Toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine (MPTP),
Mn, CO, sianida. Obat-obatan yang menghambat reseptor dopamin dan menurunkan
cadangan dopamin misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain,
misalnya perdarahan serebral pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark
lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.
3. Sindrom Parkinson Plus (Multiple System Degeneration)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit
keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada Progressive supranuclear palsy, Multiple system
atrophy (sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, olivo-pontocerebellar
degeneration, parkinsonism-amyotrophy syndrome), Degenerasi kortikobasal ganglionik,
Sindrom demensia, Hidrosefalus normotensif, dan Kelainan herediter (Penyakit Wilson,
penyakit Huntington, Parkinsonisme familial dengan neuropati peripheral).

PATOFISIOLOGI
Ada dua teori mengenai patogenesis terjadinya parkinson :
1. Teori ketidakseimbangan saraf dopaminergik dengan saraf kolinergik
Saraf dopaminergik meningkat dan atau kegiatan saraf kolinergik menurun, maka
saraf dopaminergik akan dominan pengaruhnya terhadap output striatum dengan akibat
timbulnya gejala hiperkinesia. Jika kegiatan saraf dopaminergik menurun dan atau
kegiatan saraf kolinergik meningkat, maka dominasi saraf kolinergik dengan akibat
timbulnya sindroma parkinson.11
2. Teori ketidakseimbangan jalur langsung (eksitasi) dan jalur tidak langsung (inhibisi)
Bila terjadi hiperaktivitas jalur langsung atau hipoaktif jalur tak langsung maka output
dari globus palidus atau substansi nigra kearah talamus dan korteks akan menurun dan
timbul gejala hiperkinesia. Sebaliknya bila terjadi hipoaktifitas jalur langsung atau
hiperaktifitas jalur tak langsung, maka output dari globus palidus atau substansia nigra
akan meningkat dan timbul gejala hipokinesia.12

Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit parkinson terjadi karena penurunan
kadar dopamin akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc) sebesar
40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplamik eosinofilik (Lewy bodies) dengan
penyebab multifaktor.7,8
Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region kecil di otak
(brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi pusat
kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter
yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk mengatur seluruh gerakan otot dan
keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamine diperlukan untuk
komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur
pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran komunikasi (bicara).
Dopamin diproyeksikan ke striatum dan seterusnya ke ganglion basalis. Reduksi ini
menyebabkan aktivitas neuron di striatum dan ganglion basalis menurun, menyebabkan
gangguan keseimbangan antara inhibitorik dan eksitatorik. Akibatnya kehilangan kontrol
sirkuit neuron di ganglion basalis untuk mengatur jenis gerak dalam hal inhibisi terhadap
jaras langsung dan eksitasi terhadap jaras yang tidak langsung baik dalam jenis motorik
ataupun non-motorik. Hal tersebut mengakibatkansemua fungsi neuron di sistem saraf
pusat (SSP) menurun dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia), tremor,
kekakuan (rigiditas) dan hilangnya refleks postural.7,8,13
Lewy bodies adalah inklusi sitoplasmik eosinofilik konsentrik dengan halo perifer dan
dense cores. Adanya Lewy bodies dengan neuron pigmen dari substansia nigra adalah
khas, akan tetapi tidak patognomonik untuk penyakit parkinson, karena terdapat juga
pada beberapa kasus parkinsonism atipikal. Untuk lebih memahami patofisiologi yang
terjadi perlu diketahui lebih dahulu tentang ganglia basalis dan sistem ekstrapiramidal.8
Dalam menjalankan fungsi motoriknya, inti motorik medula spinalis berada dibawah
kendali sel piramid korteks motorik, langsung atau lewat kelompok inti batang otak.
Pengendalian langsung oleh korteks motorik lewat traktus piramidalis, sedangkan yang
tidak langsung lewat sistem ekstrapiramidal, dimana ganglia basalis ikut berperan.
Komplementasi kerja traktus piramidalis dengan sistem ekstapiramidal menimbulkan
gerakan otot menjadi halus, terarah dan terprogram.8
Ganglia Basalis (GB) tersusun dari beberapa kelompok inti, yaitu:8
1. Striatum (neostriatum dan limbic striatum)
2. Neostriatum terdiri dari putamen (Put) dan Nucleus Caudatus (NC).
3. Globus Palidus (GP)
4. Substansia Nigra (SN)
5. Nucleus Subthalami (STN)
Pengaruh GB terhadap gerakan otot dapat ditunjukkan lewat peran sertanya GB dalam
sirkuit motorik yang terjalin antara korteks motorik dengan inti medula spinalis. Terdapat
jalur saraf aferen yang berasal dari korteks motorik, korteks premotor dan supplementary
motor area menuju ke GB lewat Putamen. Dari putamen diteruskan ke GPi (Globus
Palidus internus) lewat jalur langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) melalui GPe
(Globus Palidus eksternus) dan STN. Dari GPe diteruskan menuju ke inti-inti talamus
(antara lain: VLO: Ventralis lateralis pars oralis, VAPC: Ventralis anterior pars
parvocellularis dan CM: centromedian). Selanjutnya menuju ke korteks dari mana jalur
tersebut berasal. Masukan dari GB ini kemudian mempengaruhi sirkuit motorik kortiko
spinalis (traktus piramidalis). Agak sulit memahami mekanisme yang mendasari
terjadinya kelainan di ganglia basalis oleh karena hubungan antara kelompok-kelompok
inti disitu sangat kompleks dan saraf penghubungnya menggunakan neurotransmitter
yang bermacam-macam. Namun ada dua kaidah yang perlu dipertimbangkan untuk dapat
mengerti perannya dalam patofisiologi kelainan ganglia basalis. Patofisiologi GB
dijelaskan lewat dua pendekatan, yaitu berdasarkan cara kerja obat menimbulkan
perubahan keseimbangan saraf dopaminergik dengan saraf kolinergik, dan perubahan
keseimbangan jalur direk (inhibisi) dan jalurindirek (eksitasi). Hipotesis terbaru proses
patologi yang mendasari proses degenerasi neuron SNc adalah stres oksidatif. Stres
oksidatif menyebabkan terbentuknya formasioksiradikal, seperti dopamin quinon yang
dapat bereaksi dengan α-sinuklein (disebut protofibrils). Formasi ini menumpuk, tidak
dapat di gradasi oleh ubiquitin-proteasomal pathway, sehingga menyebabkan kematian
sel-sel SNc. Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain:8
- Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal dengan nitric-
oxide (NO) yang menghasilkan peroxynitric-radical.
- Kerusakan mitikondria akibat penurunan produksi adenosin trifosfat (ATP) dan
akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres oksidatif, akhirnya
menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian sel.
- Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang memicu
apoptosis sel-sel SNc.

GEJALA KLINIS
1. Gejala Motorik6,8,13
Gambaran klinis penyakit Parkinson
a. Tremor
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan dianggap sebagai
suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri khas dari penyakit
parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang beristirahat. Namun, jika orang itu
diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting
tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis, kadang-
kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung (pill rolling).
Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala
fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik.
Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/
alternating tremor).
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada kelopak
mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang). Semua
itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-
goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari,
tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun
semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.

b. Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor tersebut
digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan,
terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya
menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa
juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti
break-dance. Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang
membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya
menjadi cepat tetapi pendek-pendek.
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini
oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi
(cogwheel phenomenon).
c. Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda
akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan
sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit
mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik
sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi
tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks
menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.
Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya
sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek,
bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan
berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya
wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah
sehingga ludah suka keluar dari mulut.
d. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah,
sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai
melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat
berpikir dan depresi. Hilangnya refleks postural disebabkan kegagalan integrasi dari
saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus
dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan penderita mudah jatuh.
e. Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini
merupakan gejala dini.
f. Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit
pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung
melengkung bila berjalan.
g. Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring,
sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara
halus (suara bisikan) yang lambat.
h. Demensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan defisit
kognitif.
i. Gangguan behavioural
Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah takut, sikap
kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia)
biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.

2. Gejala non motorik


a. Disfungsi otonom
 Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik
 Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik
 Pengeluaran urin yang banyak
 Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat
seksual, perilaku, orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi
 kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna
 penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension
orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian
tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan
 berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau
anosmia).

DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria :
1. Secara klinis
 Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia
atau
 3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan postural.
2. Kriteria Koller
 Terdapat 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik : tremor saat istirahat atau
gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung 1 tahun atau lebih.
 Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan sedang (minimal
1.000 mg/hari selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1 tahun atau lebih.
3. Kriteria Gelb & Gilman
 Gejala kelompok A (khas untuk penyakit Parkinson) terdiri dari :
1) Resting tremor
2) Bradikinesia
3) Rigiditas
4) Permulaan asimetris
 Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif, terdiri dari :
1) Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
2) Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun pertama
3) Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun pertama
4) Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.

 Diagnosis “possible” : terdapat paling sedikit 2 dari gejala kelompok A dimana salah
satu diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tak terdapat gejala kelompok B,
lama gejala kurang dari 3 tahun disertai respon jelas terhadap levodopa atau dopamine
agonis.
 Diagnosis “probable” : terdapat paling sedikit 3 dari 4 gejala kelompok A, dan
tidak terdapat gejala dari kelompok B, lama penyakit paling sedikit 3 tahun dan
respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.
 Diagnosis “pasti” : memenuhi semua kriteria probable dan pemeriksaan
histopatologis yang positif.

PENATALAKSANAAN
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang progresif dan
penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi penatalaksanaannya adalah :
 Terapi simtomatik, untuk mempertahankan independensi pasien,
 Neuroproteksi
 Neurorestorasi
Neuroproteksi dan neurorestorasi keduanya untuk menghambat progresivitas penyakit
Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk mempertahankan kualitas hidup penderitanya.
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara
holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan
penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul. Pengobatan
penyakit parkinson bersifat individual dan simtomatik, obat-obatan yang biasa diberikan
adalah untuk pengobatan penyakit atau menggantikan atau meniru dopamin yang akan
memperbaiki tremor, rigiditas, dan slowness.8,14
Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan untuk memperlambat dan
menghambat perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan dengan
pemberian obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan, terapi suara/berbicara dan pasien
diharapkan tetap melakukan kegiatan sehari-hari.
Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokan ,sebagai berikut :
1. Terapi farmakologik6,8,14
a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak
levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada
neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa
dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron
dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efek
samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan
L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor,
membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita
penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini
diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek
sampingnya.Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai
memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya
terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektifitas levodopa
berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan
memasuki susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin.
Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1) Neusea, muntah, distress abdominal
2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia
lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada system
konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.
4) Diskinesia  yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau
muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap
terapi levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat
mengganggu karena penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi
terhenti, membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum
darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi
levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu
gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon penderita
yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang. Untuk
menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan ditingkatkan
dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang memiliki mekanisme
kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor.
b. Agonis Dopamin8,14
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax), Pramipexol
(Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk
mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin,
akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif
yang selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang
berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat
diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat mengurangi
fluktuasi gejala motorik. Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis,
eritromelalgia, edema kaki, mual dan muntah.
c. Antikolinergik8
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat aksi
neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu mengoreksi
keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga dapat mengurangi gejala
tremor. Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit
parkinson , yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya
yang juga termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine (disipal)
dan procyclidine (kamadrin).
Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur. Sebaiknya obat
jenis ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia diatas 70 tahun, karena
dapat menyebabkan penurunan daya ingat.
d. Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)8
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada
penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan
mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom
Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa
waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu untuk
mengaluskan pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi monoamine
oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang dikeluarkan
oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-amphetamin and L-
methamphetamin. Biasa dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan levodopa-
carbidopa. Selain itu obat ini juga berfungsi sebagai antidepresan ringan. Efek
sampingnya adalah insomnia, penurunan tekanan darah dan aritmia.
e. Amantadin8
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak. Obat ini
dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat menghilangkan
gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor, bradikinesia, dan fatigue
pada awal penyakit Parkinson dan dapat menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena
on-off) dan diskinesia pada penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau
sebagai kombinasi dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya dapat
mengakibatkan mengantuk.
f. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif baru, berfungsi
menghambat degradasi dopamine oleh enzim COMT dan memperbaiki transfer
levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi levodopa saat efektivitas levodopa
menurun. Diberikan bersama setiap dosis levodopa. Obat ini memperbaiki fenomena
on-off, memperbaiki kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Efek samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu diperiksa tes fungsi
hati secara serial. Obat ini juga menyebabkan perubahan warna urin berwarna merah-
oranye.
g. Neuroproteksi8
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang diinduksi
progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif adalah
apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic
agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering digunakan di klinik adalah
monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamin agonis, dan complek
I mitochondrial fortifier coenzyme Q10.
Algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson

2. Terapi pembedahan6,16
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses
patologis yang mendasari (neurorestorasi).
a. Terapi ablasi lesi di otak
Termasuk katergori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy
Indikasi : - fluktuasi motorik berat yang terus menerus
- diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik
Dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan kauterisasi. Efek
operasi ini bersifat permanen seumur hidup dan sangat tidak aman untuk melakukan
ablasi dikedua tempat tersebut.
b. Deep Brain Stimulation (DBS)
Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang dihubungkan
dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti alat pemacu jantung.
Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi di otak, jadi relatif aman. Manfaatnya
adalah memperbaiki waktu off dari levodopa dan mengendalikan diskinesia.
c. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh
Lindvall dan kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous adrenal) yang
menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan antara
lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial
steam atau progenitor cells, non neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testis-
derived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi
penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat
proliferasi T cells sehingga masa idup graft jadi lebih panjang. Transplantasi yang
berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian
efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Teknik operasi ini sering terbentur
bermacam hambatan seperti ketiadaan donor, kesulitan prosedur baik teknis maupun
perijinan.

3. Non Farmakologik
a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya
pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa simpati
dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka
menjadi maksimal.
b. Terapi rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan
menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah
sebagai berikut : Abnormalitas gerakan, Kecenderungan postur tubuh yang salah, Gejala
otonom, Gangguan perawatan diri (Activity of Daily Living – ADL), dan Perubahan
psikologik. Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi latihan fisioterapi,
okupasi, dan psikoterapi.
Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan ekstensi
trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada tanda-tanda di
lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot ekstensor panggul agar
memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari kursi.
Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian
lingkungan tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai bermacam
strategi, yaitu :
 Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara jelas dan
tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun visual dan hanya
melakukan satu tugas kognitif maupun motorik.
 Strategi gerak : seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan yang agak
lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin memungut sesuatu dilantai.
 Strategi keseimbangan : melakukan ADL dengan duduk atau berdiri dengan
kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada dinding. Hindari
eskalator atau pintu berputar. Saat bejalan di tempat ramai atau lantai tidak rata
harus konsentrasi penuh jangan bicara atau melihat sekitar.
Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif, kepribadian, status
mental pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan untuk melakukan terapi rehabilitasi
kognitif dan melakukan intervensi psikoterapi.

PROGNOSIS
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan
perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka
penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi
mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan
fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian.
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien
berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol
sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah. Penyakit
Parkinson sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan
dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien Parkinson pada umumnya lebih rendah
dibandingkan yang tidak menderita Parkinson. Pada tahap akhir, penyakit Parkinson dapat
menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat
menyebabkan kematian.
Progresifitas gejala pada Parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun
demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk
memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan treatment yang
tepat, kebanyakan pasien Parkinson dapat hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2016. Guideline Parkinson 2016.


Jakarta: PERDOSSI.
2. PERDOSSI. Konsensus Tatalaksana Penykit Parkinson. Edisi Revisi. Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia.2003. hal. 8 – 17
3. Fink J. Stephen, Growdon James B. Paralysis dan Gangguan Gerak. Dalam Fauci AS,
Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper DL, et al., editors.
Harrison’s Principle of Internal Medicine. 14th ed. New York: McGraw-Hill; 1998.
Hal.143 – 146
4. Joesoef AA, Agoes A, Purnomo H, Dalhar M, Samino. Konsensus tatalaksana
penyakit parkinson. Surabaya: Kelompok Studi Movement Disorder (Gangguan
Gerak) Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSI), 2007.
5. Sjahrir H, Nasution D, Gofir A. Parkinson’s Disease & Other Movement Disorders.
Pustaka Cedekia dan Departemen Neurologi FK USU Medan. 2007. Hal 4-53.
6. Ginsberg Lecture Notes: Neurologi. 8 ed. Jakarta: Erlangga; 2008
7. Silitonga R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup Penderita
penyakit parkinson di poliklinik saraf rs dr kariadi. Semarang: Universitas
Diponegoro;
8. Baehr MF, Michael. Duu,s Topical Diagnosis in Neurology. 4th ed. United States of
America: Thieme;
9. Laksono SQea. Persentase Distribusi Penyakit Genetik dan Penyakit Yang Dapat
Disebabkan Oleh Faktor Genetik Di RSUD Serang. 2011;3:5.
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. FKUI. 2007. Hal 1373-1377.
11. Harsono. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Neurologis Klinis. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia dan UGM. 2008. Hal 233-243.
12. Duus Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala Edisi
II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996. Hal 231-243.
13. Purba JS. Penyakit Parkinson. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
14. Ropper AHB, Robert. Adams and Victor’s Principles of Neurology. 8th ed. United
States of America: McGraw-Hill; 2005.
15. Mumenthaler MM, Heinrich, et al. Neurology. 4th reviewed and enlarged edition ed.
Germany: Thieme;

Anda mungkin juga menyukai