Anda di halaman 1dari 15

PEMERIKSAAN SEL-SEL IMUN GRANULOSIT DAN

AGRANULOSIT

Nama : Farhana
NIM : Z1A021474
Rombongan : 2
Asisten : Sesti Wan Tiyah

LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOBIOLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,


RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2021
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem imun adalah suatu mekanisme yang digunakan tubuh untuk


mempertahankan keutuhaannya sebagai perlindungan terhadap bahaya yang
dapat berasal dari berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja,
1996). Sistem imun terdiri atas sistem imun non spesifik dan spesifik.

a. Sistem imun non spesifik


Sistem imun non spesifik disebut juga sistem imun alamiah atau sistem
imun bawaan (innate). Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan
tubuh terdepan dalam menghadapai serangan berbagai mikroorganisme
karena dapat memberikan respon langsung terhadap antigen, walaupun
tubuh tidak terpapar oleh antigen tersebut sebelumnya. Pertahanan sistem
imun non spesifik meliputi pertahanan fisik dan mekanik, pertahanan
biokomia, pertahanan humoral, dan pertahanan seluler (Baratawidjaja, 1996;
Kresno, 2001).

b. Sistem imun spesifik

Sistem imun spesifik disebut juga sistem imun didapat yang timbul
terhadap antigen tertentu pada tubuh yang pernah terpapar sebelumnya
(Kresno, 2001). Benda asing atau antigen yang pertama kali muncul segera
dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitisasi sel-sel sistem
imun tersebut, bila sel sistem imun tersebut bertemu kembali dengan benda
asing yang sama maka benda asing yang terakhir ini akan dikenal lebih
cepat, kemudian dihancurkan olehnya. Oleh karena sistem tersebut hanya
dapat menghancurkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka
sistem itu disebut spesifik (Baratawidjaja, 1996). Dalam tubuh terdapat dua
tipe sistem imun spesifik, yaitu sistem imun spesifik humoral dan sistem
imun spesifik seluler, sistem imun humoral diperantarai oleh limfosit B dan
sistem imun seluler diperantarai oleh limfosit T.
Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya
antigen adalah dengan cara meniadakan antigen tersebut, secara non
spesifik yaitu dengan cara fagositosis. Dalam hal ini tubuh memiliki sel-sel
fagosit, yang termasuk dalam 2 kelompok sel, yaitu kelompok sel
agranulosit dan granulosit. Kelompok sel agranulosit adalah monosit dan
makrofag, sedangkan yang termasuk kelompok sel granulosit adalah
neutrofil, basofil, eosinofil, yang tergolong ke dalam sel PMN
(Polymorphonuclear) (Bevelander, 1988).

Fagositosis merupakan proses memakan atau menghancurkan benda


asing yang dilakukan oleh sel fagosit. Sel utama yang melakukan
fagositosis adalah sel mononuklear (monosit dan makrofag) dan sel
polimorfonuklear (granulosit). Kedua sel tersebut termasuk fagosit dan
berasal dari sel asal hemopoetik. Granulosit hidup pendek, mengandung
granul yang berisikan enzim hidrolitik. Beberapa granul berisikan
pula laktoferi yang bersifat bakterisidal.Selain fagositosis, respon
immunologik non spesifik yang lain, seperti inflamasi dapat
terjadi akibat dilepaskannya mediator-mediator tertentu oleh beberapa jenis
sel seperti basofil yang melepas histamin. Mediator tersebut mengakibatkan
diantaranya adalah bergeraknya sel-sel PMNmenuju ke tempat masuknya
antigen (Baratawidjaya, 2002).

Sediaan apus darah tepi dapat diwarnai dengan berbagai macam metode
termasuk larutan-larutan yang sederhana antara lain: pewarnaan Giemsa,
pewarnaan acid fast, pewarnaan garam, pewarnaan wright, dan lainlain.
Pewarnaan Giemsa disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode
pewarnaan ini banyak digunakan untuk mempelajari morfologi sel-sel
darah, sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga untuk mengidentifikasi parasit-
parasit darah misal Tripanosoma, Plasmodia dan lain-lain dari golongan
protozoa. (Maskoeri, 2008)

Zat warna yang digunakan dalam metode Romanovsky adalah Giemsa yang
sebelumnya telah diencerkan dengan aquades. Semakin lama pewarnaan
yang dilakukan maka intensitasnya menjadi semakin tua. Preparat apus yang
yang telah selesai dibuat kemudian diamati dibawah mikroskop dengan 8
perbesaran 100x. Gambar yang didapat dalam hasil menunjukan sel-sel butir
darah baik eritrosit, leukosit, trombosit, atau jenis parasit yang lain
(Maskoeri, 2008).

B. Tujuan

1. Mengetahui sel-sel imun granulosit dan agranulosit beserta fungsi


dan bentuknya
2. Mengetahui persentase sel-sel imun pada berbagai hewan.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah darah


manusia, darah ikan nilem, darah mencit, darah ayam, alkohol 70%,
EDTA, metanol absolute, larutan giemsa 7%, aquades, kapas dan
minyak emersi.

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikroskop,


beaker glass, spuit injeksi, lancet, gunting dan gelas obyek.

B. Cara Kerja

1. Pada ujung gelas obyek yang bersih dan bebas lemak, diteteskan satu
(1) tetes darah manusia.
2. Diapuskan ke arah depan sekaligus dengan gelas obyek yang lain
(dipilih yang tepinya rata) dengan membentuk sudut 45 ̊.
3. Preparat difiksasi dengan metanol ± 5 menit.
4. Dibuang sisa metanol dan preparat diwarnai dengan larutan Giemsa
yang telah diencerkan. Catatan: pembuatan larutan Giemsa adalah 1
mL giemsa, ditetesi dengan 20 tetes akuades.
5. Dicuci dengan air mengalir, dikeringkan.
6. Diamati dengan lensa obyektif perbesaran 100 kali menggunakan
minyak emersi.
7. Diperiksa jenis-jenis leukosit pada daerah yang eritrositnya terpisah
(gambar 1 dan gambar 2).
8. Dihitung dalam 100 sel leukosit dan hasil dinyatakan dalam persen
(%).

Nilai Normal dalam darah

1. Basofil : 0–1%

2. Eosinofil : 1–3%

3. Neutrofil
a. Batang : 2–6%

b. Segmen : 50–70%

4. Limfosit : 20–40%

5. Monosit : 2–8%
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Sel-sel Imun Granulosit dan


Agranulosit

No. Sampel Darah Jenis Sel Jumlah %


1. Manusia Limfosit 5 25%
Neutrofil 11 55%
Eusinofil 1 5%
Basofil 1 5%
Monosit 2 10%
2. Mencit Limfosit 9 60%
Neutrofil 4 26,7%
Eusinofil 2 13,3%
Basofil - 0%
Monosit - 0%
3. Ayam Limfosit 15 75%
Neutrofil 5 25%
Eusinofil - 0%
Basofil - 0%
Monosit - 0%
4. Ikan Nilem Limfosit 12 80%
Neutrofil 2 13,3%
Eusinofil - 0%
Basofil - 0%
Monosit 1 6,7%

III.2 Data Perhitungan


sel terhitung
% jenis sel imun = x 100%
total sel
Darah manusia :
5
1. Limfosit = x 100 % = 25%
20
11
2. Neutrofil = x 100% = 55%
20
1
3. Eusinofil = x 100% = 5%
20
1
4. Basofil = x 100% = 5 %
20
2
5. Monosit = x 100% = 10%
20
Darah mencit :
9
1. Limfosit = x 100 % = 60%
15
4
2. Neutrofil = x 100% = 26,7%
15
2
3. Eusinofil = x 100% = 13,3%
15
0
4. Basofil = x 100% = 0 %
15
0
5. Monosit = x 100% = 0%
15
Darah ayam :
15
1. Limfosit = x 100 % = 75%
20
5
2. Neutrofil = x 100% = 25%
20
0
3. Eusinofil = x 100% = 0%
15
0
4. Basofil = x 100% = 0%
15
0
5. Monosit = x 100% = 0%
15
Darah ikan nilem :
12
1. Limfosit = x 100 % = 80%
15
2
2. Neutrofil = x 100% = 13,3%
15
0
3. Eusinofil = x 100% = 0%
15
0
4. Basofil = x 100% = 0%
15
1
5. Monosit = x 100% = 6,7%
15
III.3 Gambar sel-sel imun

Eusinofil perbesaran 100x Monosit perbesaran


100x

Limfosit perbesaran 100x Basofil perbesaran 100x


Neutrofil batang perbesaran 100x Neutrofil segmen perbesaran 100x

B. Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang dilaksanakan diperoleh data bahwa


dalam satu tetes darah sampel ayam yang diamati dibawah
mikroskop dalam beberapa lapang pandang berbeda diperoleh hasil
bahwa ditemukan limfosit (25%), hal ini sesuai dengan nilai normal
limfosit darah yaitu 20-40% artinya sampel darah dalam keadaan
sehat, jumlah neutrofil (55%), dimana nilai normal neutrofil batang
2-6% sedangkan neutrofil segmen 50-70%, jumlah eusinofil (5%),
hal ini tidak sesuai dengan nilai normal eusinofil dalam darah yaitu
1-3%, jumlah basofil (5%), Hal ini tidak sesuai dengan nilai normal
basofil dalam darah yaitu 0-1% berarti sampel darah dalam keadaan
tidak sehat, jumlah monosit (10%), hal ini tidak sesuai dengan nilai
normal monosit yaitu 2-8%. Pada sampel darah mencit, diperoleh
hasil bahwa ditemukan limfosit (60%), hal ini tidak sesuai dengan
nilai normal limfosit darah yaitu 20-40% artinya sampel darah dalam
keadaan tidak sehat, jumlah neutrofil (26,7%), dimana nilai normal
neutrofil batang 2-6% sedangkan neutrofil segmen 50-70%, jumlah
eusinofil (13,3%), hal ini tidak sesuai dengan nilai normal eusinofil
dalam darah yaitu 1-3%, jumlah basofil (0%), Hal ini sesuai dengan
nilai normal basofil dalam darah yaitu 0-1% berarti sampel darah
dalam keadaan sehat, jumlah monosit (0%), hal ini tidak sesuai
dengan nilai normal monosit yaitu 2-8%. Pada sampel darah ayam,
diperoleh hasil bahwa ditemukan limfosit (75%), hal ini tidak sesuai
dengan nilai normal limfosit darah yaitu 20-40% artinya sampel
darah dalam keadaan tidak sehat, jumlah neutrofil (26,7%), dimana
nilai normal neutrofil batang 2-6% sedangkan neutrofil segmen 50-
70%, jumlah eusinofil (0%), hal ini tidak sesuai dengan nilai normal
eusinofil dalam darah yaitu 1-3%, jumlah basofil (0%), Hal ini
sesuai dengan nilai normal basofil dalam darah yaitu 0-1% berarti
sampel darah dalam keadaan sehat, jumlah monosit (0%), hal ini
tidak sesuai dengan nilai normal monosit yaitu 2-8%. Pada sampel
darah ikan nilem, diperoleh hasil bahwa ditemukan limfosit (80%),
hal ini tidak sesuai dengan nilai normal limfosit darah yaitu 20-40%
artinya sampel darah dalam keadaan tidak sehat, jumlah neutrofil
(13,3%), dimana nilai normal neutrofil batang 2-6% sedangkan
neutrofil segmen 50-70%, jumlah eusinofil (0%), hal ini tidak sesuai
dengan nilai normal eusinofil dalam darah yaitu 1-3%, jumlah
basofil (0%), Hal ini sesuai dengan nilai normal basofil dalam darah
yaitu 0-1% berarti sampel darah dalam keadaan sehat, jumlah
monosit (6,7%), hal ini sesuai dengan nilai normal monosit yaitu 2-
8%.

Jumlah eritrosit dan jumlah leukosit yang ada mencit, ikan dan
manusia menunjukan jumlah yang berbeda. Menurut Bevelander dan
Ramaley (1988), besarnya jumlah leukosit mencit selalu dipengaruhi
oleh jumlah eritrosit, jumlah leukosit selalu lebih rendah daripada
jumlah eritosit. Jumlah leukosit pada mencit yaitu berkisar antara
20.000-150.000 sel/mm3 (Lagler et al., 1977). Jumlah leukosit ikan
umumnya 650 – 750.000 sel/ml3. Darah manusia normalnya
mengandung leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya
lebih dari 12.000, keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang dari
5000 disebut leucopenia (Mansjoer et al., 2010).

Leukosit adalah sel darah putih yang memiliki peranan sebagai


imunitas. Selsel leukosit terdiri dari berbagai macam bentuk sel yang
terbagi menjadi sel yang bergranula dan yang tidak memiliki
granula. Leukosit yang bergranula adalah basofil, eosinofil, dan
neutrofil, sedangkan leukosit yang tidak bergranula adalah limfosit
dan monosit. Sedangkan yang termasuk ke dalam sistem imun
spesifik adalah limfosit. Limfosit berfungsi mengatur dan bekerja
sama dengan sel-sel lain dalam sistem fagosit makrofag untuk
menimbulkan respon imunologik. Limfosit terbagi menjadi dua,
yaitu limfosit T (sel T) yang berperan dalam respon imun seluler,
serta limfosit B (sel B) yang berperan dalam respon imun humoral
(Baratawidjaya, 2002).

Ciri-ciri dari beberapa sel leukosit menurut Daniel (1999) adalah sebagai
berikut:

a. Neutrofil, ukuran 2x lebih besar dari sel darah merah, intinya


mempunyai banyak lobus sitoplasma Ciri tidak terwarna, jumlah
3000-7000 juta/l, siklus hidup 6jam1 hari.
b. Eosinofil, ukuran sama dengan neutrofil granula lebar berwarna
merah nukleus dengan 2 lobi jumlah dalam darah 100 – 400 juta/l,
siklus hidup 8-12 hari.
c. Basofil, lebih kecil dari neutrofil granula berwarna ungu, nukleus
dengan dua lobi, jumlah 20-50juta/l, siklus hidup 1hari.
d. Monosit, lebih besar dari neutrofil sitoplasma bewarna biru abu-abu,
sitoplasma tidak bergranula, jumlah 100-700juta/l darah, siklus
hidup 1 bulan.
e. Limfosit, lebih kecil dari neutrofil, jumlah 1500-3000/l. Siklus hidup
bertahuntahun.

Menurut Underwood (1999), Beberapa faktor perubahan jumlah


leukosit dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Kuantitatif lebih
penting dan sering berharga untuk diagnosis.Pengetahuan tentang
sebab dari naiknya jumlah berbagai leukosit dalam darah tepi sangat
bermanfaat.Perubahan kuantitatif seperti leukositosis yang berarti
bertambahnya jumlah leukosit yang beredar.Tergantung pada
penyebabnya, dapat berbentuk leukositosis polimorfonuklear
(neukotrofiliabertambahnya leukosit neutrofil), monositosis,
leukositosis eosinofil (eosinofilia), leukositosis (basofilia) atau
limfositosis. Penyebab reaktif leukositosis neutrofil, ialah: sepsis
(misalnya apendiksitis akut, pneumonia bakterialis), trauma
(misalnya operasi besar), infark (misalnya infark miokard), penyakit
peradangan kronik (misalnya SLE, penyakit reumatoid) neoplasma
ganas, pengobatan steroid, perdarahan akut atau hemolisis. Monosit
dapat reaktif terhadap sepsis, infeksi kronis, neoplasma ganas.
Leukositosis eosinofil dapat reaktif terhadap alergi, parasit,
neoplasma ganas, kondisi yang lain. Limfositosis paling sering
berkaitan dengan infeksi, misalnya infeksi mononukleosis,
tuberkulosis, dan sebagainya.Tetapi di samping penyebab reaktif
leukositosis tersebut, bertambahnya leukosit dapat terjadi pada
penyakit primer sumsum tulang, terutama pad leukemia.Pada
beberapa kelainan leukositosis dapat ditemukan ekstrim (misalnya
sebanyak 100x109/I), terutama pada anak-anak. Dapat juga
ditemukan kecenderungan terdapatnya leukosit imatur, terutama
mielosit dan metamielosit, yang ada pada darah tepi.Berkurngnya
jumlah leukosit yang beredar disebut leukopenia.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan

bahwa:

1. Sel-sel imun dibedakan menjadi sel agranulosit dan granulosit


Kelompok sel agranulosit adalah monosit dan makrofag,
sedangkan yang termasuk kelompok sel granulosit adalah
neutrofil, basofil, eosinofil, yang tergolong ke dalam sel PMN
(Polymorphonuclear)
2. Presentasi leukosit pada manusia didapatkan ditemukan adanya
linfosit, eosinofil, basofil, neutrofil dan monosit, dengan proporsi
neutrofil bentuk ditemukan paling banyak dibandingkan komponen
sel darah putih lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, K. G. (1996). Imunologi Dasar. Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.
Baratawijaja, K. G. 2002. Imunologi Dasar. Edisi 5. FKUI Press,
Jakarta.
Bevelander, G dan J. A. Ramaley. 1988. Dasar-dasar Histologi.
Erlangga, Jakarta.
Daniel, D.C. 1999. Human Biology Health, Homeostasis, and The
Environment. Jones and Barltet, Toronto.Lagler, K. F. J.,
E. Bardach dan R. R. Miller. 1977. Ichtiology. John Wiley
and Sons Inc, Canada.

Kresno, S. B. (2001). Imunologi : Diagnosis dan Prosedur


Laboratorium Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Maskoeri, J. 2008. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
Mansjoer, A.K., Rakhmi S., Wahyu I.W., dan Wiwiek S. 2010.
Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta.
Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik. EGC,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai