Anda di halaman 1dari 7

Nama : Dede Rahmawati

NIM : 020118011
Semester : VII A
Mata Kuliah : Konservasi Tanah dan Air
Prodi : Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan

Tanah Inceptisol

Inceptisols adalah tanah yang belum matang dengan perkembangan profil


yang lebih lemah dibanding dengan tanah yang matang dan masih memiliki sifat
yang menyerupai sifat bahan induknya. Inceptisols (inceptum atau permulaan)
dapat disebut tanah muda karena pembentukannya agak cepat sebagai hasil
pelapukan bahan induk. Inceptisols, digolongkan ke dalam tanah yg mengalami
lapuk sedang dan tercuci(Sanchez,1992).Tanah jenis ini menempati hampir 4%
dari luas keseluruhan wilayah tropika atau 207 juta hektar.Oleh karena itu
sebagian besar jenis tanah ini mengalami pelapukan sedang dan tercuci karena
pengaruh musim basah dan kering yang sangat mempengaruhi tingkat pelapukan
dan pencucian.
Inceptisols adalah tanah muda dan mulai berkembang. Profilnya mempunyai
horizon yang pembentukannya agak lambat sebagai hasil alterasi bahan induk.
Horizon-horizonnya tidak memperlihatkan hasil pelapukan yang intensif. Horizon
akumulasi liat dan oksida-oksida besi dan aluminium yang jelas tidak ada pada
tanah ini. Profilnya lebih berkembang dibandingkan dengan entisol. Tanah-tanah
yang dulunya dikelaskan sebagai hutan coklat, andosol dan tanah coklat dapat
dimasukkan ke dalam Inceptisols. Kebanyakan Inceptisols memiliki kambik.
Horizon B yang mengalami proses-proses genesis tanah seperti fisik, biologi,
kimia dan proses pelapukan mineral. Perubahan ini menghasilkan struktur kubus
atau gumpal bersudut.
Sifat Fisik Tanah Inceptisol

Inceptisol bertekstur lempung berliat, lempung berpasir, dan pasir


berlempung dengan ph 4,62-4,97 (masam). Tanah dengan vegetasi mempunyai
porositas berkisar 51,75-52,73 % pada kedalaman 5 cm dan 51,35-53,30% pada
kedalaman 25 cm, kadar air kapasitas lapang 40,9-44,3 % pada kedalaman 5 cm
dan 32,9-35,3 % pada Kedalaman 25 cm, permebilitas berkisar 3,57-5,89 cm/jam,
N-total 0,06-0,09 %, P tersedia 9,77-15,37 ppm, K tukar tanah 0,66-0,85 me/100g.
Tanah tanpa vegetasi mempunyai porositas berkisar 51,34 % pada kedalaman 5
cm dan 50,95 % Pada kedalaman 25 cm, kadar air kapasitas lapang 35,1 % pada
kedalaman 5 cm dan 29 % pada kedalaman 25 cm, Permebialitas berkisar 2,62
cm/jam, N-total 0,06 %, P tersedia 14,99 ppm, K tukar tanah 0,83 me/100g.
Karakteristik tanah inceptisol adalah:
1. Memiliki solum tanah agak tebal, yaitu 1-2 meter
2. Warnanya hitam atau kelabu hingga coklat tua
3. Teksturnya debu, lempung berdebu, lempung
4. Struktur tanahnya remah, konsistensinya gembur, pH 5,0 –0,75. Kandungan
bahan organik cukup tinggi, 10%-30%
5. Kandungan unsur hara: sedang hingga tinggi
6. Produktivitas tanah: sedang hingga tinggi.
Di dalam Soil Taxonomy, 2010 disebutkan, tanah termasuk ordo inceptisol
secara rinci dicirikan sebagai berikut:
1. Satu atau lebih memiliki ciri berikut:
 Horizon kambik yang batas atasnya di dalam 100 cm dari permukaan
tanah mineral dan batas bawahnya pada kedalaman 25 cm atau lebih di
bawah permukaan tanah mineral; atau
 Horizon kalsik, petro kalsik, gipsik, petro gipsik, atau placik, atau
duripan, yang batas atasnya di dalam kedalaman 100 cm dari permukaan
tanah mineral; atau
 Fragipan, atau horizon oksik, sombrik, ataus podic, yang batas atasnya di
dalam 200 cm dari permukaan tanah mineral; atau
 Horizon sulfurik yang mempunyai batas atas di dalam 150 cm dari
permukaan tanah mineral; atau
 Rejim suhu cryik atau gelik dan horizon kambik; atau
2. Tidak terdapat bahan sulfidik di dalam 50 cm dari permukaan tanah mineral;
dan kedua sifat berikut:
 Satu horizon atau lebih di antara kedalaman 20 dan 50 cm di bawah
permukaan tanah mineral, baik memiliki nilai n 0,7 atau kurang, atau
kandungan liat dalam fraksi tanah-halus kurang dari 8 persen; dan
 Satu atau lebih sifat berikut:
1) Terdapat epipedon folistik, histik, molik, plagen, atau umbrik; atau
2) Horizon salik, atau
3) Pada 50 persen atau lebih lapisan-lapisan yang terletak di antara
permukaan tanah mineral dan kedalaman 50 cm, persentase natrium
dapat-tukar sebesar 15 persen atau lebih (atau rasio adsorpsi natrium
13 atau lebih), yang berkurang seiring bertambahnya kedalaman di
bawah 50 cm, dan juga terdapat air tanah di dalam 100 cm dari
permukaan tanah mineral pada sebagian waktu selama setahun ketika
tanah tidak membeku di beberapa bagiannya.

Sifat Kimia Tanah Inceptisol

Tanah inceptisol yang memiliki ciri-ciri kandungan C-Organik, P, N yang


rendah, pada saat kering menggumpal keras seperti batu sedangkan pada saat
basah lembek dan licin. Kondisi ini sangat berpengaruh dalam budidaya tanaman
hortikultura dan tanaman pangan. Oleh sebab itu diperlukan pengkajian untuk
mengatasi permasalahan pada tanah tersebut salah satunya dengan menggunakan
biochar.
Biochar merupakan substansi arang kayu yang berpori (porous). Biochar
dapat ditambahkan ke tanah dengan maksud untuk meningkatkan fungsi tanah.
Sumber bahan baku biochar terbaik adalah limbah organik khususnya limbah
pertanian. Potensi bahan baku biochar tergolong melimpah yaitu berupa limbah
sisa pertanian yang sulit terdekomposisi atau dengan rasio C/N tinggi.
Pemanfaatan limbah jagung, sekam, kulit durian menjadi biochar dapat
mengurangi permasalahan pada sifat fisik dan kimia tanah pada tanah inseptisol
diharapkan dapat meningkatkan kesuburan tanah. pemberian biochar dan
kombinasi biochar dengan sumber berbeda memiliki nilai berbeda bila
diaplikasikan ke dalam tanah.
Hal ini sesuai dengan (Nurida, 2014) yang menyatakan bahwa Fungsi
biochar khususnya dalam bidang pertanian sangat tergantung pada karakteristik
biochar tersebut. Karakteristik biochar tersebut meliputi pH, kemampuan
meretensi air, kandungan C-total, Kapasitas tukar kation dan kandungan unsur
hara. Kandungan hara dan KTK dalam biochar relatif rendah sehingga tidak
mampu mensuplai hara sedangkan pH, kandungan C-total, dan kemampuan
memegang air cukup tinggi sehingga biochar lebih sesuai disebut sebagai
pembenah tanah untuk meningkatkan kandungan bahan organik, meningkatkan
ketersediaan air tanah dan menurunkan kemasaman tanah.
Pemberian berbagai biochar pada Inceptisols menunjukkan kandungan P-
tersedia tanah berada pada kisaran tinggi sampai sangat tinggi. Unsur hara fosfor
cenderung bereaksi dengan komponen tanah membentuk senyawa yang relatif
tidak larut sehingga tidak tersedia bagi tanaman, atau dapat dikatakan sebagai
fiksasi fosfat. Fiksasi fosfat mengakibatkan bentuk pengikatan P. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat kemasaman tanah.

Sifat Biologi Tanah Inceptisol

Tanah Inceptisol memiliki total populasi bakteri dan jamur tertinggi pada
tipe penggunaan lahan kebun campuran (TiLc), yaitu 6,62 x 108 spk g-1 tanah
dan 17,00 x 105 spk g-1, hal ini disebabkan karena tanah Inceptisol dengan tipe
penggunaan lahan kebun campuran (TiLc) mempunyai C-organik tertinggi, yaitu
3,44% dan memiliki N-total tertinggi, yaitu 0.20%. Uji korelasi juga menunjukkan
adanya pengaruh yang sangat nyata antara total populasi bakteri dengan C-organik
(r = 0,89), dan berpengaruh sangat nyata pula pada uji korelasi antara total
populasi jamur dengan C-organik (r = 0,87). C-organik tertinggi pada tipe
penggunaan lahan kebun campuran (TiLc) juga disebabkan karena pengelolaan
yang tidak intensif (hasil wawancara petani) dan beragamnya eksudat akar yang
dihasilkan pada kebun campuran. Mikroorganisme dalam tanah biasanya
terkonsentrasi pada daerah sekitar perakaran karena akar mengeluarkan berbagai
sekresi yaitu berupa asam amino, karbohidrat, vitamin, nukleotidadan enzim, oleh
karena itu, eksudat akar merupakan sumber nutrisi bagi mikroorganisme tanah
(Soemarno, 2010).
Tanah Inceptisol dengan tipe penggunaan lahan kebun campuran (TiLc)
memiliki nilai respirasi tertiggi yaitu 7,43 mg C-CO2 kg-1 tanah hari-1, hal ini
disebabkan karena tanah Inceptisol memiliki total populasi bakteri dan jamur
tertinggi pada tipe penggunaan lahan kebun campuran (TiLc), yaitu 6,62 x 108
spk g-1 tanah dan 17,00 x 105 spk g-1. Hal ini juga didukung dengan uji korelasi
yang berpengaruh yang sangat nyata antara respirasi dengan total populasi bakteri
(r = 0,96) dan berpengaruh sangat nyata pula pada uji korelasi antara respirasi
dengan total populasi jamur (r = 0,91), karena respirasi di dalam tanah
dipengaruhi oleh tingginya aktivitas mikroorganisme, produksi CO2 yang tinggi
berarti aktivitas mikroorganisme tanah juga tinggi (Sumariasih, 2003).
Tanah Inceptisol dengan tipe penggunaan lahan sawah irigasi dengan
tanaman padi (TiLs) memiliki total populasi bakteri, total populasi jamur dan
respirasi terendah dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan lainnya,
kemungkinan hal ini disebabkan karena pada tipe penggunaan lahan sawah irigasi
dengan tanaman padi pengelolaan tanahnya sangat intensif dengan memakai
pupuk urea dan phonska (8hari), phonska (25 hari) dan npk (1bulan), dan pada
saat panen jeraminya dipakai untuk pakan ternak kemudian sisa-sisa dari tanaman
padi tersebut di bakar (hasil wawancara petani).

Tingkat Erodibilitas Tanah Inseptisol

Jenis tanah lithic ustropepts, typic ustropepts, dan vertic eutropepts berasal
dari satu ordo yang sama yaitu inceptisols. Hasil analisis erodibilitas tanah baik
menggunakan persamaan Wischmeier-Smith ataupun dengan nomograf
menunjukkan adanya variasi tingkat erodibilitas tanah. Jenis tanah inceptisols
memiliki rentang nilai erodibilitas 0,15 hingga 0,58. Pada tanah typic ustropepts
dijumpai variasi pada rentang 0,15 hingga 0,58; pada tanah lithic ustropepts
dijumpai nilai erodibilitas 0,17, 0,18, dan 0,30; pada tanah vertic eutropepts
dijumpai nilai erodibilitas 0,34, 0,36, dan 0,58.
Variasi nilai erodibilitas ini dipengaruhi oleh berbagai faktor lahan antara
lain kemiringan lereng dan penggunaan lahan. Jenis tanah yang berkembang pada
kondisi lahan yang bervariasi cenderung memiliki tingkat erodibilitas yang
bervariasi pula. Tingkat erodibilitas tanah terdiri dari tingkat rendah, sedang, agak
tinggi, tinggi, hingga sangat tinggi. Pada jenis tanah typic ustropepts tingkat
erodibilitas rendah dijumpai pada daerah lereng miring dengan penggunaan lahan
sawah dan tegalan; tingkat erodibilitas sedang dijumpai pada lereng agak curam
hingga curam dengan penggunaan lahan tegalan, semak belukar, dan kebun
campuran; tingkat erodibilitas agak tinggi dijumpai pada lereng agak curam dan
curam dengan penggunaan lahan permukiman; serta tingkat erodibilitas sangat
tinggi pada lereng curam dan penggunaan lahan sawah.
Pada jenis tanah lithic ustropepts tingkat erodibilitas rendah dijumpai pada
lereng curam dengan penggunaan lahan permukiman dan tegalan, semak belukar,
atau kebun campuran; tingkat erodibilitas agak tinggi pada lereng curam
penggunaan lahan sawah; serta tingkat erodibilitas tinggi pada lereng miring
penggunaan lahan sawah. Pada jenis tanah typic haplustalfs dijumpai tingkat
erodibilitas rendah pada lereng miring dengan penggunaan lahan tegalan, kebun
campuran, semak belukar serta tingkat erodibilitas tinggi pada lereng miring
penggunaan lahan sawah. Jenis tanah vertic eutropepts tingkat erodibilitas agak
tinggi pada lereng miring penggunaan lahan sawah dan tegalan, serta tingkat
erodibilitas sangat tinggi pada lereng miring penggunaan lahan permukiman.
DAFTAR PUSTAKA

Apulina, Sri., Sumono., Rohanah, Ainun. (2019). Kajian sifat fisika dan kimia
tanah inceptisol pada lahan karet telah menghasilkan dengan beberapa jenis
vegetasi yang tumbuh di kebun ptpn iii sarang giting. Jurnal rekayasa
pangan dan pert., Vol.7 No. 2
Ashari, Arif. (2013). Kajian tingkat erodibilitas beberapa jenis tanah di
pegunungan baturagung desa putat dan nglanggeran kecamatan patuk
kabupaten gunungkidul. Jurnal Informasi, No. 12. 3-25 hal.
Ayu, Gusti., Saridevi, Ratih., Atmaja, I Wayan. (2013). Perbedaan Sifat Biologi
Tanah pada Beberapa Tipe Penggunaan Lahan di Tanah Andisol, Inceptisol,
dan Vertisol. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika. Vol. 2, No. 4. 219-220.
Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademika Pressindo. 288 hal.

Nurida, N. dan Jubaedah. 2014. Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim.


Jakarta: IAARD PRESS. 53-55 hal.
Pakpahan, Tience., Hidayatullah, Taufiq., Mardiana, Eva. (2020). Kajian sifat
kimia tanah inceptisol dengan aplikasi Biochar terhadap pertumbuhan dan
produksi bawang merah. AGROSAMUDRA, Jurnal Penelitian Vol. 7 No. 1.
4-5 hal.

Soil Survey Staff. 2011. Soil Taxonomy a Basic System of Soil Classification for
Making and Interpreting Soil Surveys Eleventh Edition. United States
Department of Agriculture. Washington DC. 754 hal.

Anda mungkin juga menyukai