Pengaruh Perbandingan Volume Asam Klorida (HCL) 33% Pada Sweet Water Untuk Meningkatkan Kualitas Gliserin Dari Cpko
Pengaruh Perbandingan Volume Asam Klorida (HCL) 33% Pada Sweet Water Untuk Meningkatkan Kualitas Gliserin Dari Cpko
2018
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/6178
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PENGARUH PERBANDINGAN VOLUME ASAM
KLORIDA (HCl) 33% PADA SWEET WATER
UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS
GLISERIN DARI CPKO
SKRIPSI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia Nya sehingga Penulisan Skripsi dengan judul Pengaruh Perbandingan Volume
Asam Klorida (HCl) 33% Pada Sweet Water Untuk Meningkatkan Kualitas Gliserin
dari CPKO dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih
setinggi–tingginya kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memeberikan kesempatan
kepada saya untuk mengikuti Program Studi Ekstensi Ilmu Kimia Fakultas
MIPA USU.
2. Dekan Fakultas MIPA USU yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk mengikuti Program Studi Ekstensi Ilmu Kimia Fakultas MIPA USU.
3. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si, selaku Ketua Program Studi Sarjana Ilmu
Kimia Fakultas MIPA USU.
4. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS, selaku Pembimbing I yang telah meluangkan
banyak waktu hingga selesainya penulisan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Firman Sebayang, MS, selaku Pembimbing II yang telah
meluangkan banyak waktu hingga selesainya penulisan skripsi ini.
6. Kedua Orang tua Penulis, Ayahanda Alm. H. Baharuddin AR dan Ibunda Hj.
Latifah Hanum yang telah memberikan doa, dukungan dan moril kepada
penulis.
7. Bapak dan Ibu Karyawan PT. Unilever Oleochemical Indonesia yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Istri tercinta, Masna Sari Ulfa, S.Pd, Putri dan Putra, Shofiyya Annasywa
Rokan dan fadhlan Alfarizi Rokan yang telah memberikan doa, dukungan dan
kasih sayangnya kepada penulis.
9. Rekan – rekan di Program Ilmu Kimia FMIPA USU khususnya Angkatan 2011
yang telah membantu dan memberi masukannya kepada penulis.
Hormat penulis,
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iv
ABSTRAK v
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
LAMPIRAN 46
Halaman
Halaman
Penelitian dilakukan dengan penambahan Asam klorida (HCl) 33% pada sweet water
untuk meningkatkan kualitas gliserin dari CPKO. Sampel sweet water diambil dari
hasil pemisahan trigliserida dengan air di PT. Unilever Oleochemical Indonesia.
Saponification equivalen adalah banyak miligram eqivalen yang dibutuhkan untuk
menyabunkan pengotor dengan tujuan untuk mengetahui jumlah pengotor yang masih
tersisa di Sweet water. Saponification equivalen dilakukan pada sweet water dan crude
gliserin. Saponification equivalen ini juga dilakukan pada sampel yang memiliki
kandungan pengotor yang besar. Namun jika dilakukan pada sampel yang memiliki
kandungan pengotor yang kecil seperti unbleached gliserin dan refined gliserin
dilakukan analisa fatty acid dan ester. Analisa kadar gliserin adalah cara untuk
menghitung kemurnian gliserin yang terkandung. Sehingga kedua analisa tersebut
sangatlah penting dalam menentukan kualitas gliserin dari sweet water.
The research was conducted with the addition of 33% Hydrochloric acid (HCl) in
sweet water to improve the quality of glycerine from CPKO. The sample of sweet
water is taken from splitting triglyceride with water at PT. Unilever Oleochemical
Indonesia. Saponification equivalent is the many milligrams of eqivalent required to
degrade impurities in order to know the amount of impurities remaining in Sweet
water. Saponification equivalent is done on sweet water and crude glycerine.
Saponification equivalent is also done on samples that have a large impurity content.
However, if done on samples containing small impurities such as unbleached glycerine
and refined glycerine, fatty acid and esters analyzes are performed. Analysis of
glycerine levels is a way to calculate the purity of glycerine contained. So both
analyzes are very important in determining the quality of glycerine from sweet water.
Kelapa sawit adalah salah satu komoditas perkebunan yang sangat penting bagi Indonesia,
karena Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit kedua setelah Malaysia. (Meffert, 1984).
Minyak sawit mempunyai potensi yang cukup besar untuk digunakan di industri-industri pangan,
industri non pangan, industri farmasi, dan industri oleokimia. Oleokimia adalah bahan baku industri
yang diperoleh dari minyak nabati, temasuk diantaranya adalah crude palm oil (CPO) dan crude palm
kernel oil (CPKO). (Rondang Tambun, ST, MT., 2006).
Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokimia adalah asam lemak,
lemak alkohol, gliserin dan metil ester. Saat ini, telah dilakukan pengembangan dan penggunaan
minyak tumbuhan sebagai bahan bakar. Minyak tumbuhan tersebut dikonversikan menjadi bentuk
metil ester asam lemak yang disebut biodiesel. Di Indonesia, penelitian dilakukan oleh Pusat Penelitian
Kelapa Sawit (PPKS) Medan dan telah berhasil mengembangkan biodiesel dari CPO dan RBDPO.
(Fauzi Y., Widyastuti Y.E., 2012).
Gliserin adalah Senyawa yang ada di alam dalam bentuk trigliserida, yang
merupakan ester gliseril dari Fatty Acid. Semua lemak dan minyak yang ada di dunia
mengandung trigliserida. Minyak kelapa Sawit mengandung sekitar 13,5 % gliserin,
yang tertinggi di antara lemak dan minyak komersial. Gliserin adalah produk
sampingan yang bernilai tinggi yang diperoleh dari pengolahan lemak dan minyak.
Termasuk pengolahan minyak dipetrokimia, namun Gliserin yang akan dibahas disini
adalah gliserin yang merupakan hasil sampingan dari spliting. (Syah, 2006).
Adanya air di dalam gliserin membuat kualitas gliserin menjadi turun. Hal ini
disebabkan air adalah zat yang tidak diharapkan ada didalam gliserin yang membuat
gliserin berkurang kemurniannya. Analisis kadar air dilakukan dengan metode Karl
Fisher berdasarkan prinsip elektrolisa dimana platina kembar digunakan sebagai
elektrodanya. Kemudian air akan bereaksi dengan iodine sulfur dioksida dengan
Hasil samping proses pembuatan biodiesel berbahan baku RBDPO dan metanol dengan
katalis basa diperoleh dalam bentuk residu gliserin yang jumlahnya dapat mencapai lebih kurang 20%
dari jumlah produk (Prakoso T, 2007). Residu gliserin ini masih mengandung komponen selain
gliserin, seperti senyawa lemak, sabun, KOH dan lain-lain. Sebagai perbandingan, gliserin yang
berasal dari Palm Kernel Oil Metil Ester Plant mengandung 20,3 % gliserin, 6,6 % asam lemak
(dalam bentuk senyawa sabun) dan 64,3% garam - garam. (Yong.et al, 2001).
Residu gliserin ini bersifat sangat basa (pH ›10) merupakan cairan kental
dengan warna yang sangat gelap. Untuk dapat dimanfaatkan, residu gliserin terlebih dahulu
dilakukan pengolahan awal untuk menghilangkan bahan-bahan lain selain gliserin, sehingga diperolah
gliserin dalam bentuk gliserin kasar (Crude Gliserin). (Prakoso T, 2007).
Menurut hasil penelitian sebelumnya oleh Hazimah dengan menggunakan asam sulfat pada
pH 2 diperoleh bahwa gliserin yang dihasilkan dari hasil pemurnian mempunyai kadar gliserin sebesar
99,1 - 99,8 %; kadar air 0,11 – 0,80 %; kadar abu 0,054 %; kadar sabun 0,56 %; keasaman 0,10 -
0,16; Klorida 1 ppm; dan Warna 34 – 45. (Hazimah, 2003).
Dari latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Perbandingan Volume Asam Klorida (HCl) 33 % Pada
Sweet Water Untuk Meningkatkan Kualitas Gliserin dari CPKO”.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca
dan khususnya rekan – rekan yang bekerja di pengolahan minyak sawit bahwa dengan
penambahan asam klorida (HCl) pada sweet water untuk pengolahan gliserin dapat
diketahui pengaruh asam klorida (HCl) dan nilai fatty acid dan ester (FA&E).
Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu
senyawa gliserin dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam
lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat – linoleat. Lemak atau
minyak memiliki struktur trigliserida yang sama hanya berbeda dalam bentuk (wujud).
Lemak bersifat pada dan minyak bersifat cair pada suhu ruang. (Soepadiyo, 2003).
Salah satu tanaman suku palmae yang dapat menghasilkan minyak adalah
kelapa sawit. Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari daging buah kelapa sawit
disebut Crude Palm Oil (CPO) sedangkan minyak yang dihasilkan oleh inti kelapa
sawit disebut Crude Palm Kernel Oil (CPKO). Secara organoleptis CPO berwarna
kuning dan CPKO tidak berwarna atau jernih, warna minyak ditentukan oleh adanya
pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan karena asam-asam lemak dan
trigliserida masing – masing tidak berwarna, warna orange atau kuning pada CPO
disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau dan flour dalam
minyak terdapat secara alami, juga terdiri akibat adanya asam-asam lemak berantai
pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit
ditimbulkan oleh persenyawaan betaiodine. (Ketaren, 1986).
Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah kulit yang
tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 – 40%. Minyak kelapa sawit adalah
lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. (Naibaho, P. M. 1992).
Sifat fisika - kimia kelapa sawit meliputi warna, bau, dan flour, kelarutan, titik
cair dan polymorphism, titik didih (boiling point), titik pelunakan, slipping point,
bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity point). Warna minyak ditentukan
oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam
lemak dan gliserin tidak berwarna.
Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam
minyak. Bau dan flour dalam minyak terdapat seacara alami juga terjadi akibat
kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh
Minyak pada umumnya asam lemak jenuh dari minyak (mempunyai rantai
lurus monokarboksilat dengan jumlah atom karbon yang genap). Reaksi yang penting
pada minyak dan lemak adalah reaksi hidrolisis, oksidasi, dan hidrogenasi.
a. Hidrolisis
Dalam reaksi hidrolisis, minyak dan lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak
bebas dan gliserin. Reaksi hidrolisis yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak
atau lemak karena terdapatnya jumlah air dalam minyak atau lemak tersebut.
Minyak atau lemak dapat dihidrolisis menjadi gliserin dan asam lemak bebas karena
adanya air. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam dan enzim-enzim. Hidrolisis oleh
enzim lipase sangat penting karena enzim tersebut terdapat pada semua jaringan
yang mengandung minyak. Dengan adanya lipase, lemak akan diuraikan sehingga
kadar asam lemak bebas menjadi tinggi. Minyak yang telah terhidrolisis menjadi
berwarna coklat. Reaksi hidrolisis trigliserida menjadi gliserin dan asam lemak.
(Ketaren, 1986).
b. Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen
dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada
minyak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan tingkat
selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi
hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. (Ketaren,
1986).
c. Hidrogenasi
Hidrogenasi disebut pengerasan, menyebabkan penjenuhan / ikatan rangkap dalam
rangkain asam lemak dari trigliserida. Dua akibat yang ditimbulkan yaitu titik cair
lemak atau minyak akan naik, dan minyak atau lemak menjadi lebih stabil terhadap
ketengikan oksidatif. (Ketaren, 1986).
Akhir – akhir ini minyak kelapa sawit berperan cukup penting dalam
perdagangan dunia. Berbagai industri, baik pangan dan non pangan, banyak
menggunakan sebagai bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunaannya minyak
sawit itu, maka mutu dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan
harga nilai komoditas ini.
Didalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan
menjadi dua arti yaitu. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar
murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lainnya. Mutu minyak sawit dalam
arti yang pertama dapat menentukan dengan menilai sifat-sifatnya, antara lain titik
lebur angka penyabunan dan bilangan iodium. Sedangkan yang kedua, yaitu mutu
minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat
mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional, yang meliputi
kadar air dan kotoran, kadar asam lemak bebas, logam besi, logam tembaga, peroksida
dan ukuran pemucatan. Dalam dunia perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti yang
kedua lebih penting. (Tim Penulis, 1997).
Tabel 2.1 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit (CPKO), SNI 01-2901-2006
Standar mutu minyak CPO Maksimum Kandungan
Asam lemak bebas (FFA) 0.5 maks
Kadar Air dan Kotoran 0,5 maks
Warna Jingga kemerahan
Bilangan yodium 50-55
(Sumber: Tim Penulis, 1997)
CPKO dapat digunakan sebagai bahan baku industri minyak goreng, industri
sabun, dan industri margarin. Dilihat dari proporsinya, industri yang selama ini
menyerap CPKO paling besar adalah industri minyak goreng (79 %), kemudian
industri oleokimia (14 %), industri sabun (4 %), dan sisanya industri margarin (3 %).
Pemisahan CPO dan CPKO dapat menghasilkan oleokimia dasar yang terdiri atas
asam lemak dan gliserin. Secara keseluruhan proses produksi minyak sawit tersebut
dapat menghasilkan 73 % olein, 21 % stearin, 5 % palm fatty acid distillate (PFAD),
dan 0,5 % buangan. (Naibaho, P. M., 1992).
Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak dari Crude Palm Kernel Oil (CPKO)
Asam lemak Rantai C Komposisi (%b/b)
Asam laurat 12:0 46 - 52
Asam miristat 14:0 14 - 17
Asam palmitat 16:0 6,5 - 9
Asam stearat 18:0 1 -2,5
Asam oleat 18:1 13 - 19
Asam linoleat 18:2 0,5 - 2
(Sumber: Trisaki, 1996)
2.2 Gliserin
Gliserin ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon. Jadi
tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserin dapat mengikat satu, dua, tiga
molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida dan
trigliserida. Adapun rumus molekul gliserin dapat ditunjukkan pada Gambar 1. (Austin, 1985).
CH2OH
CHOH
CH2OH
Gambar 2.1 Struktur Gliserin
Oksidasi asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan peroksida dan selanjutnya akan
terbentuk aldehida. Inilah yang menyebabkan terjadinya bau dan rasa yang tidak enak atau tengik.
Gliserin yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak
berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis. Gliserin larut baik dalam air dan tidak
larut dalam eter. Gliserin digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik sebagai bahan
dalam preparat yang dihasilkan. Di samping itu gliserin berguna bagi kita untuk sintesis lemak di
dalam tubuh. (Kimmel, 2004).
Gliserin yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu
zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis, larut dalam air dan
tidak larut dalam eter. (Poedjiadi, 2007).
Pada umumnya, lemak atau minyak tidak terdiri dari satu macam trigliserida
melainkan campuran dari trigliserida. Trigliserida merupakan lipid sederhana dan
merupakan cadangan lemak dalam tubuh manusia. Reaksi pembentukan trigliserida
ditunjukkan pada Gambar 2.2
Dari reaksi kesetimbangan antara trigliserida dengan air dihasilkan gliserin dan
asam lemak. Oleh sebab itu asam lemak atau gliserin harus segera dikeluarkan.
(Ketaren, 1986).
Istilah gliserin dan gliserol seringkali digunakan secara tertukar. Walaupun
demikian, perbedaan yang tajam antara keduanya sangat terlihat. Gliserol adalah istilah
O O
C - OH C - OH
CH – OH CH – OH
CH2 - OH C – OH
Alkohol dengan paling sedikit satu hidrogen melekat pada karbon pembawa
gugus hidroksil dapat dioksidasi menjadi senyawa-senyawa karbonil. (Fauzi, Y dan
Widyastuti, Y.E., 2002).
Gliserin yang dihasilkan dari hidrolisa lemak atau minyak pada unit fat
splitting ini masih terkandung dalam air manis (sweet water). Kandungan gliserin
dalam air manis biasanya diuapkan untuk mendapatkan gliserol murni (gliserin).
Biasanya untuk pemurnian gliserin ini memerlukan beberapa tahap proses, seperti:
Tujuan dari sentrifuse ini adalah untuk menghilangkan asam lemak bebas sisa
dan kotoran padat yang masih ada dalam air. Untuk operasi ini digunakan pemisah
sentrifuse. Padatan air manis ini sangat mahal karena kadar gliserin dalam air manis
biasanya rendah yaitu sekitar 10-12 %. Pada proses recovery gliserin dari sweet water
dilakukan dengan menggunakan triple effect evaporator. (Rondang Tambun, ST, MT.,
2006).
Destilasi dapat dilakukan sebanyak 2-3 kali tergantung pada kemurnian dan
warna yang diinginkan. Untuk memperoleh produk gliserin dapat dilihat pada gambar
2.4 diagram alir berikut :
PRE - HEATER
ACTIVATED
DISTILLATION CARBON
BLEACHING
FILTRATION
PHARMACEUTICAL GLYCERINE
Pada saat ini pemakaian gliserin untuk berbagai keperluan industri sudah
sangat luas sekali. Berikut ini persentasi pemakaian gliserin untuk berbagai keperluan
industri :
Alkyd resin : 36 %
Cosmetic / pharmaceutical : 30 %
Tobacco product : 16 %
Food / beverages : 10 %
Urethane uses : 6 %
Explosives : 2 %
Asam adalah molekul anorganik yang melepaskan ion hidrogen (atom hidrogen
bermuatan positif) ketika ditambahkan ke air. Molekul-molekul ini cenderung pecah
(atau memisah) ketika ditambahkan ke air, dan jumlah ion hidrogen yang dilepaskan
selama proses ini akan menentukan keasaman dari larutan. (Khopkar, S.M., 1990).
Asam datang dalam dua tipe dasar yaitu asam lemah dan asam kuat. Asam
lemah terdisosiasi parsial, sedangkan asam kuat memisah sepenuhnya dalam air. Salah
satu asam kuat yang paling penting adalah asam klorida (HCl).
Asam klorida merupakan reagent pengasam yang sangat baik. Ada beberapa alasan
yang mendukung pernyataan tersebut, seperti :
Asam klorida merupakan jenis asam kuat yang memiliki tingkat bahaya yang paling
rendah jika dibandingakan dengan jenis asam kuat lainnya.
Asam klorida merupakan salah satu asam kuat yang tidak bewarna dan
memiliki bau seperti klorin pada konsentrasi yang lebih tinggi serta bersifat korosif.
Asam klorida merupakan salah satu senyawa kimia yang secara alami dapat dihasilkan
oleh tubuh kita, asam ini dihasilkan secara alami oleh lambung manusia yang mana zat
asam ini nantinya digunakan untuk membunuh kuman dan juga untuk mengasamkan
makanan. Dahulunya asam klorida dikenal dengan nama asam muriatik atau "Spirit Of
Salt", penamaan ini berasal dari bahan yang digunakan untuk membuat asam klorida
itu sendiri yaitu vitriol hijau atau senyawa FeSO 4 dan juga batuan garam yang banyak
mengandung senyawa NaCl. Asam klorida dapat larut dalam bentuk perbandingan
apapun di dalam air, sehingga asam ini bersifat "miscible" terhadap air. (Aftalion,
Fred, 1991).
4. Sebagai salah satu senyawa yang penting dalam proses pencernaan dalam tubuh
di atas telah disebutkan bahwa asam klorida merupakan komponen utama dari asam
lambung. Itu artinya senyawa tersebut sangat diperlukan tubuh untuk membantu
proses pencernaaan makanan. Adapun fungsi asam klorida dalam lambung adalah
untuk memberikan pH optimum agar nantinya enzim-enzim yang ada pada lambung
dapat bekerja dengan normal. Salah satu contoh fungsi asam klorida dalam lambung
adalah mengubah pepsinogen menjadi pepsin sehingga pemecahan protein dalam
lambung bisa terjadi.
(Khopkar, S.M., 1990)
Asam klorida (HCl) adalah asam kuat, dan terbuat dari atom hidrogen dan
klorin. Atom hidrogen dan klorin berpartisipasi dalam ikatan kovalen, yang berarti
bahwa hidrogen akan berbagi sepasang elektron dengan klorin. Ini ikatan kovalen
hadir sampai air ditambahkan ke HCl. Setelah ditambahkan ke dalam air, HCl akan
terpisah menjadi ion hidrogen (yang positif dan akan melakat pada molekul air) dan
ion klorida (yang negatif). (Vogel, 1985).
HCl bening dan tidak berwarna ketika ditambahkan ke air, namun asam klorida
memiliki bau yang kuat, dan mengandung rasa asam yang khas dari kebanyakan asam.
Asam klorida mudah larut dalam air pada semua konsentrasi, dan memiliki titik didih
sekitar 1100C. (Vogel, 1985).
Asam klorida bersifat korosif, yang berarti akan merusak dan mengikis jaringan
biologis bila tersentuh. Selanjutnya, HCl dapat menyebabkan kerusakan besar internal
jika terhirup atau tertelan. Untuk alasan ini, disarankan bahwa seseorang yang
menangani HCl harus menggunakan sarung tangan, kacamata, dan masker saat bekerja
dengan asam ini. (Corominas, 1986).
Asam Klorida (HCl) digunakan dalam banyak proses komersial yang berbeda.
Misalnya, HCl digunakan untuk produksi baterai, yang dapat digunakan untuk
menyediakan energi listrik untuk mesin. HCl juga digunakan dalam produksi banyak
obat-obatan farmasi. Misalnya, banyak obat yang digunakan untuk mengobati tekanan
darah tinggi mengandung HCl sebagai bagian dari bahan-bahan aktif dan ini adalah
praktek yang meluas di antara perusahaan obat. HCl juga dapat digunakan dalam
produksi logam, seperti baja, di mana ia digunakan dalam pengawetan (pemurnian)
dari produk akhir. (Perdamean, M, 2008).
Dalam tubuh manusia, HCl penting untuk pemecahan makanan dalam perut.
Dalam perut, sel parietal menghasilkan HCl karena dua alasan utama. Pertama, HCl
akan membunuh bakteri dan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit pada
3.1.2 Alat
1. Timbangan top loading dengan akurasi 0,01 g Sartorius
2. Beaker glass 100 ml, 500 ml dan 600 ml Pyrex
3. pH meter Methrom
4. Pengaduk (spatula) Pyrex
5. Dosimat titrator dengan pengaduk magnetic Methrom
6. Erlenmeyer 500 ml Pyrex
7. Rotari evaporator Ika
8. Pipet volume 5 ml dan 20 ml Pyrex
9. Kondensor refluks Pyrex
10. Hot plate dengan kontrol panas yang bervariasi Sartorius
11. Timbangan analitik dengan akurasi 0,0001 g Sartorius
12. Labu ukur 250 ml dan 500 ml Pyrex
13. Pipet Volumetrik 50 ml Pyrex
14. Gelas ukur 250 ml Pyrex
15. Dispenset digital 10 ml dan 50 ml Brand
Dimana:
Vb = Volume larutan HCl yang dibutuhkan untuk titrasi blanko (ml)
Vs = Volume larutan HCl yang dibutuhkan untuk titrasi sampel (ml)
N = Normalitas HCl (N)
W = Berat sampel (g)
Dimana:
Vb = Volume larutan HCl yang dibutuhkan untuk titrasi blanko (ml)
Vs = Volume larutan HCl yang dibutuhkan untuk titrasi sampel (ml)
N = Normalitas HCl (N)
W = Berat sampel (g)
Dimana :
Vb = Volume titrasi blanko (ml)
Vs = Volume titrasi sampel (ml)
N = Normalitas HCl yang terstandarisasi (N)
W = Berat sampel (g)
Dimana :
Vs = Volume NaOH untuk sampel (ml)
Vb = Volume NaOH untuk sampel (ml)
N = Normalitas NaOH (N)
W = Berat sampel (g)
9,209 = [(92,09 (Bm Gliserin) / 1000 (faktor konversi molar) x 100 (konversi
ke m/s)]
Sampel
Hasil
Sampel
Sampel
Hasil
Sampel
Sampel
Sampel
Ditimbang sebanyak 20 g ke dalam erlenmeyer 500 ml
Diatur pH larutan menjadi 6–7,5 dengan penambahan NaOH
setetes demi tetes (jika larutan bersifat asam)
Ditambahkan larutan Na0H 0,5 N sebanyak 20 ml
Dipanaskan di hot plate dengan refluks penghubung hingga
mendidih selama 5 menit, lalu didinginkan
Ditambahkan 3 tetes indikator PP 1% hingga warna larutan
menjadi merah lembayung
Dititrasi dengan HCl 0,5 N hingga warna merah lembayung
menjadi hilang
Dicatat volume HCl 0,5 N yang terpakai
Dilakukan blanko dengan prosedur yang sama
Hasil
Sampel
AA
Sampel
Hasil
Sampel
Sampel
Sampel
Ditimbang sampel gliserin 0,3–0,5 g yang sebelumnya telah
ditambahkan 50 ml aquadset ke dalam beaker glass 500 ml
Diatur pH = 8,1 untuk sampel dan blanko, jika masih asam atau
basa gunakan H2SO4 dan NaOH 0,1 N
Ditambahkan 50 ml H5IO6
Ditutup dan disimpan beaker glass kedalam ruang gelap selama
20 menit
Ditambah kan 5 ml etilen glikol
Ditutup dan disimpan beaker glass kedalam ruang gelap selama
30 menit
Diencerkan dengan aquadest hingga garis tanda 300 ml
Ditambahkan indikator bromthymol blue 1 %
Dititrasi dengan NaOH 1% hingga pH = 8,1 untuk sampel dan
pH = 6,5 untuk blanko
Dilakukan prosedur yang sama pada blanko
Hasil
Sampel
Sampel
Sampel
Sampel
4.1 Hasil
4.1.1 Data Hasil Analisa
4.1.1.1 Hasil Analisa Sweet Water Murni Tanpa Penambahan HCl, Setelah
Penambahn HCl dan Dengan Penambahan NaOH
Tabel 4.1 Sweet Water Murni, Sweet Water Tanpa Penambahan HCl dan
Sweet Water ditambah NaOH
Perbandingan
Volume HCl Pada SE Kadar
No Sampel Sweet Water pH (Meq / 100 g) Gliserin
(%) (%)
Sweet Water
1 Murni --- 4,12 3,94 32,14
Dimana :
Untuk Sweet water murni setelah penambahan HCl, konsentrasi HCl yang digunakan
adalah 33 % dan FA&E / SE yang terpisah dilapisan atas dibuang / diskimming secara
manual dan pH 6 – 7,5.
Perbandingan
Volume HCl SE FA&E Kadar
No Sampel Pada Sweet pH (Meq / 100 g) (0,5N ml NaOH) Gliserin
Water 50 g (%)
(%)
Crude 0,5 6,61 3,41 86,21
1 Gliserin 1,0 6,72 2,74 --- 88,59
1,5 6,86 2,21 90,33
Unbleached 0,5 7,02 0,58 99,42
2 Gliserin 1,0 7,31 --- 0,41 99,61
1,5 7,63 0,32 99,83
Refined 0,5 6,80 0,33 99,65
3 Gliserin 1,0 7,14 --- 0,23 99,80
1,5 7,42 0,14 99,92
Dimana :
- Untuk hasil analisa Crude Gliserin dimana % gliserin = 88% minimum
- Untuk hasil analisa yang lain pada Unbleached Gliserin adalah :
pH = 6 – 8
FA&E = 0,50 maksimum
Apha Color = 40 (50 maksimum)
Moisture = 0,10 (0,20 maksimum)
Hasil Apha Color dan Moisture adalah sama pada ketiga perbandingan volume
HCl yang dilakukan
- Untuk hasil analisa yang lain pada Refined Gliserin adalah :
pH = 6 – 8
FA&E = 0,30 maksimum
% Gliserin = 99,5 % minimum
a b c
Gambar 4.1 : a. Sweet Water Murni
b. Sweet Water ditambah HCl
c. Sweet Water ditambah NaOH
a b c
Gambar 4.2 : a. Crude Gliserin
b. Unbleached Gliserin
c. Refined Gliserin
Penambahan asam klorida bertujuan untuk menarik fatty acid dan Ester kepermukaan
lapisan atas dalam sweet water.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
O O
R – C – OH + H2O R – C – O- + H3O +
O O
R–C–O- + HCl R – C – OH + Cl -
Selain tujuan menarik fatty acid & Ester, penambahan asam juga untuk
mengubah sabun yang terbentuk pada reaksi pembuatan biodiesel menjadi asam lemak
bebas (Prakoso, 2007). Penambahan HCl pada gliserin menyebabkan terbentuknya 2
lapisan, seperti yang terlihat pada Gambar 4.1.A. Lapisan atas adalah asam lemak
bebas, lapisan bawah adalah gliserin dan sisa natrium klorida.
Hasil tersebut dianalisa kadar gliserinnya dan didapatkan data seperti yang
tercantum dalam Tabel 4.1. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi
pH maka kadar gliserin semakin tinggi. Nilai ini mencapai optimum pada pH 6, hal ini
disebabkan karena pada pH 6 proses hidrolisis atau pengubahan sabun menjadi asam
lemak bebasnya berjalan dengan sempurna (optimal) dibandingkan dengan pH lainnya.
Sehingga kadar gliserin yang didapatkan juga maksimal.
Pada tabel 4.1 setelah semua kondisi optimum tercapai yaitu pH 6, pada
perbandingan volume HCl 1,0 % dan waktu adsorbsi 24 jam, maka dilakukan proses
selanjutnya yaitu penguapan air, HCl dan senyawa lain yang masih terdapat dalam
gliserin menggunakan rotary evaporator.
Dari proses penguapan yang sudah dilakukan didapatkan produk atas sebagian
besar air dan produk bawah adalah gliserin. Dari analisa kadar gliserin yang dilakukan
didapatkan kadar gliserin meningkat tajam menjadi 88,59 %. Warna produk menjadi
kuning kecoklatan seperti yang terlihat pada Gambar 4.2.A.
Jika dibandingkan dengan crude gliserin awal, warna gliserin yang didapatkan
jauh mengalami perubahan. Dari coklat kehitaman menjadi kuning kecoklatan. Hal ini
membuktikan bahwa penambahan asam klorida dan karbon aktif mampu memisahkan
zat-zat pengotor yang terdapat dalam crude gliserin sehingga didapatkan gliserin yang
lebih murni (tinggi kadarnya).
Dari tabel 4.2 diperoleh % gliserin yang tertinggi sebesar 99,92 pada
perbandingan volume HCl 1,5 % dengan pH 7,42 dan nilai FA & E 0,14 %. Hal ini
dikarenakan HCl yang ditambahkan setelah proses Crude Gliserin yang memiliki
gliserin 88% minimum yang didistilasi hingga % gliserin menjadi 99,5 minimum yang
disebut dengan Unbleached Gliserin. Dapat dilihat pada gambar 4.2.C hasil refined
gliserin warna yang diperoleh menjadi jernih.
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Austin, J.W., 1996. Industri Proses Kimia, Jilid 1, Edisi 5. Jakarta: Erlangga
Fauzi, Y., Widyastuti, Y. E., Satyawibawa, I., Paeru, R. H. 2012. Kelapa Sawit.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Kamel, B.S., 1991. Emulsifier. Dalam J.Smith (ed). Food Additive Users Handbook.
Glasgow: Blackie Academic & Profesional
Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak. Penerbit UI – Press,
Jakarta
Khopkhar, SM., 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit UI – Press, Jakarta
Muchtadi., 1992. Karakteristik Komponen Intrisik Utama Buah Sawit (Elais Guinensis
Jacq) Dalam Rangka Optimalisasi Proses Ekstraksi Minyak Dan Pembuatan
Pro Vitamin A, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor
Naibaho, P. M., 1992. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa
Sawit Medan
Pahan.I., 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Manajemen Agrobisnis Dari Hulu
Hingga Hilir, Penerbit Penebar Swadaya
Pardamean, M., 2008. Panduan Lengkap Pengolahan Kelapa Dan Pabrik Kelapa
Sawit, Penerbit Agro Media Pustaka, Jakarta
Prakoso, T., H. Sirait., & Bintaroe, 2007, Pemurnian Hasil Samping Produksi
Biodiesel, Prosiding Konferensi Nasional Pemanfaatan Hasil Samping Industri
Biodiesel dan Industri Etanol serta Peluang Pengembangan Industri
Integratednya, Jakarta, hal 267 - 275
Rondang Tambun, ST, MT. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia, USU, Medan
Trisakti, B., 1992. Esterifikasi Asam Lemak Bebas Yang Dikandung Minyak Inti Sawit
dengan Metanol Menggunakan Katalis Berbentuk Padat, Bandung: Program
Pasca Sarjana ITB
b. HCl 1,0 %
pH = 2,81
( )
SE = = 1,55 Meq / 100 g
( )
% Gliserin = = 33,41%
c. HCl 1,5 %
pH = 2,23
( )
SE = = 1,20 Meq / 100 g
( )
% Gliserin = = 33,72%
b. HCl 1,0 %
pH = 6,72
( )
SE = = 0,67 Meq / 100 g
( )
% Gliserin = = 34,42%
c. HCl 1,5 %
pH = 6,86
( )
SE = = 0,32 Meq / 100 g
( )
% Gliserin = = 34,78%
b. HCl 1,0 %
pH = 6,72
( )
SE = = 2,74 Meq / 100 g
c. HCl 1,5 %
pH = 6,86
( )
SE = = 2,21 Meq / 100 g
( )
% Gliserin = = 90,33 %
b. HCl 1,0 %
pH 7,31
( – )
FA & E = = 0,41 (0,5 N ml NaOH / 50 g)
( – )
% Gliserin = = 99,61 %
c. HCl 1,5 %
pH 7,63
( – )
FA & E = = 0,32 (0,5 N ml NaOH / 50 g)
( – ) )
% Gliserin = = 99,83 %
( – ) )
% Gliserin = = 99,65 %
b. HCl 1,0 %
pH = 7,14
( – )
FA & E = = 0,23 (0,5 N ml NaOH / 50 g)
( – ) )
% Gliserin = = 99,80 %
c. HCl 1,5 %
pH = 7,42
( – )
FA & E = = 0,14 (0,5 N ml NaOH / 50 g)
( – ) )
% Gliserin = = 99,92 %