Anda di halaman 1dari 61

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Kimia Skripsi Sarjana

2018

Pengaruh Perbandingan Volume Asam


klorida (HCl) 33% pada sweet water
untuk Meningkatkan Kualitas Gliserin
dari CPKO

Rokan, Heri Latif


Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/6178
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PENGARUH PERBANDINGAN VOLUME ASAM
KLORIDA (HCl) 33% PADA SWEET WATER
UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS
GLISERIN DARI CPKO

SKRIPSI

HERI LATIF ROKAN


110822036

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia Nya sehingga Penulisan Skripsi dengan judul Pengaruh Perbandingan Volume
Asam Klorida (HCl) 33% Pada Sweet Water Untuk Meningkatkan Kualitas Gliserin
dari CPKO dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih
setinggi–tingginya kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memeberikan kesempatan
kepada saya untuk mengikuti Program Studi Ekstensi Ilmu Kimia Fakultas
MIPA USU.
2. Dekan Fakultas MIPA USU yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk mengikuti Program Studi Ekstensi Ilmu Kimia Fakultas MIPA USU.
3. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si, selaku Ketua Program Studi Sarjana Ilmu
Kimia Fakultas MIPA USU.
4. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS, selaku Pembimbing I yang telah meluangkan
banyak waktu hingga selesainya penulisan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Firman Sebayang, MS, selaku Pembimbing II yang telah
meluangkan banyak waktu hingga selesainya penulisan skripsi ini.
6. Kedua Orang tua Penulis, Ayahanda Alm. H. Baharuddin AR dan Ibunda Hj.
Latifah Hanum yang telah memberikan doa, dukungan dan moril kepada
penulis.
7. Bapak dan Ibu Karyawan PT. Unilever Oleochemical Indonesia yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Istri tercinta, Masna Sari Ulfa, S.Pd, Putri dan Putra, Shofiyya Annasywa
Rokan dan fadhlan Alfarizi Rokan yang telah memberikan doa, dukungan dan
kasih sayangnya kepada penulis.
9. Rekan – rekan di Program Ilmu Kimia FMIPA USU khususnya Angkatan 2011
yang telah membantu dan memberi masukannya kepada penulis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Akhirnya terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis
hingga selesainya penulisan Skripsi ini. Untuk kesempurnaan Skripsi ini, penulis
sangat membutuhkan saran dan masukan dari semuanya.

Hormat penulis,

Heri latif Rokan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

ABSTRAK v

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Pembatasan Masalah 3


1.4 Tujuan Penelitian 4
1.5 Manfaat Penelitian 4
1.6 Lokasi Penelitian 4
1.7 Metodologi Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6


2.1 Minyak Inti Sawit 6
2.1.1 Komposisi Minyak Kelapa Sawit 7

2.1.2 Sifat Fisika – Kimia Minyak Kelapa Sawit 7


2.1.3 Sifat Kimia Minyak Dan Lemak 8
2.1.4 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit 9
2.1.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Minyak Sawit 9
2.2 Gliserin 12

2.3 Proses Terbentuknya Gliserin 13


2.4 Sifat – Sifat Gliserin 18
2.5 Penggunaan Gliserin 20
2.6 Asam Klorida (HCl) 21
2.6.1 Fungsi Asam Klorida (HCl) 23
2.6.2 Sifat Kimia Asam Klorida (HCl) 26
2.6.3 Penggunaan Asam Klorida Secara Komersial dan Biologis 26

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 28


3.1 Bahan dan Alat 28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.1.1 Bahan 28
3.1.2 Alat 28
3.2 Prosedur Penelitian 29
3.2.1 Pengukuran pH 29

3.2.2 Pengukuran Saponification Equivalen 29


A. Sweet Water 29
B. Crude Gliserin 30
3.2.3 Analisa FA & E (Fatty Acid dan Ester) 30
3.2.4 Pengukuran % Gliserin 31
3.2.5 Penambahan HCl Pada Sweet Water 32
3.2.6 Penambahan NaOH Pada Sweet Water 32

3.3 Bagan Penelitian 33


3.3.1 Pengukuran pH 33

3.3.2 Pengukuran Saponification Equivalen 33


A. Sweet Water 33
B. Crude Gliserin 34
3.3.3 Analisa FA & E (Fatty Acid dan Ester) 35
3.3.4 Pengukuran % Gliserin 36
3.3.5 Penambahan HCl Pada Sweet Water 37
3.3.6 Penambahan NaOH Pada Sweet Water 37

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 38


4.1 Hasil 38
4.1.1 Data Hasil Analisa 38
4.1.1.1 Hasil Analisa Sweet Water Tanpa Penambahan HCl,
Setelah Penambahan HCl Dan Dengan Penambahan
NaOH 38
4.1.1.2 Hasil Analisa Crude Gliserin, Unbleached Gliserin
Dan Refined Gliserin 39
4.1.2 Gambar Hasil Analisa 40
4.1.2.1 Gambar Hasil Analisa Sweet Water Murni, Sweet
Water Ditambah HCl Dan Sweet Water Ditambah
NaOH 40
4.1.2.2 Gambar Hasil Analisa Crude Gliserin, Unbleached
Gliserin Dan Refined Gliserin 40
4.2 Pembahasan 41
4.2.1 Pengaruh Asam klorida 41
4.2.2 Refined Gliserin (Gliserin 99%) 42

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 43


5.1 Kesimpulan 43
5.2 Saran 43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Standar Mutu Minyak Sawit (CPKO), SNI 01-2901-2006 9


Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak dari Crude Palm Kernel Oil (CPKO) 11
Tabel 2.3 Sifat Fisika Kimia CPKO 11
Tabel 2.4 Tekanan Uap Gliserin 18
Tabel 2.5 Viskositas Gliserin 19
Tabel 2.6 Sifat Fisika Gliserin 19
Tabel 4.1 Sweet Water Murni, Sweet Water ditambah HCl dan Sweet Water
ditambah NaOH 38
Tabel 4.2 Crude Gliserin, Unbleached Gliserin dan Refined Gliserin 39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Gliserin 12


Gambar 2.2 Reaksi Pembentukan Trigliserida 14
Gambar 2.3 Reaksi Pembentukan Gliserin 14
Gambar 2.4 Struktur Asam Gliserat dan Asam Tartronat 16
Gambar 2.5 Diagram Alir Proses Pemurnian Gliserin 18
Gambar 2.6 Rumus Molekul Asam Klorida (HCl) 26
Gambar 4.1 A. Sweet Water Murni, B. Sweet Water ditambah HCl, C. Sweet
Water Ditambah NaOH 40
Gambar 4.2 A. Crude Gliserin, B. Unbleached Gliserin, C. Refined Gliserin 40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Penelitian dilakukan dengan penambahan Asam klorida (HCl) 33% pada sweet water
untuk meningkatkan kualitas gliserin dari CPKO. Sampel sweet water diambil dari
hasil pemisahan trigliserida dengan air di PT. Unilever Oleochemical Indonesia.
Saponification equivalen adalah banyak miligram eqivalen yang dibutuhkan untuk
menyabunkan pengotor dengan tujuan untuk mengetahui jumlah pengotor yang masih
tersisa di Sweet water. Saponification equivalen dilakukan pada sweet water dan crude
gliserin. Saponification equivalen ini juga dilakukan pada sampel yang memiliki
kandungan pengotor yang besar. Namun jika dilakukan pada sampel yang memiliki
kandungan pengotor yang kecil seperti unbleached gliserin dan refined gliserin
dilakukan analisa fatty acid dan ester. Analisa kadar gliserin adalah cara untuk
menghitung kemurnian gliserin yang terkandung. Sehingga kedua analisa tersebut
sangatlah penting dalam menentukan kualitas gliserin dari sweet water.

Kata Kunci : Asam klorida (HCl), Sweet Water, Saponification Equivalen,


Fatty Acid dan Ester, Refined Gliserin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT

The research was conducted with the addition of 33% Hydrochloric acid (HCl) in
sweet water to improve the quality of glycerine from CPKO. The sample of sweet
water is taken from splitting triglyceride with water at PT. Unilever Oleochemical
Indonesia. Saponification equivalent is the many milligrams of eqivalent required to
degrade impurities in order to know the amount of impurities remaining in Sweet
water. Saponification equivalent is done on sweet water and crude glycerine.
Saponification equivalent is also done on samples that have a large impurity content.
However, if done on samples containing small impurities such as unbleached glycerine
and refined glycerine, fatty acid and esters analyzes are performed. Analysis of
glycerine levels is a way to calculate the purity of glycerine contained. So both
analyzes are very important in determining the quality of glycerine from sweet water.

Keywords : Hydrochloric acid (HCl), Sweet Water, Saponification Equivalent,


Fatty Acid and Ester, Refined Glycerine

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit adalah salah satu komoditas perkebunan yang sangat penting bagi Indonesia,
karena Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit kedua setelah Malaysia. (Meffert, 1984).
Minyak sawit mempunyai potensi yang cukup besar untuk digunakan di industri-industri pangan,
industri non pangan, industri farmasi, dan industri oleokimia. Oleokimia adalah bahan baku industri
yang diperoleh dari minyak nabati, temasuk diantaranya adalah crude palm oil (CPO) dan crude palm
kernel oil (CPKO). (Rondang Tambun, ST, MT., 2006).

Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokimia adalah asam lemak,
lemak alkohol, gliserin dan metil ester. Saat ini, telah dilakukan pengembangan dan penggunaan
minyak tumbuhan sebagai bahan bakar. Minyak tumbuhan tersebut dikonversikan menjadi bentuk
metil ester asam lemak yang disebut biodiesel. Di Indonesia, penelitian dilakukan oleh Pusat Penelitian
Kelapa Sawit (PPKS) Medan dan telah berhasil mengembangkan biodiesel dari CPO dan RBDPO.
(Fauzi Y., Widyastuti Y.E., 2012).

Gliserin adalah Senyawa yang ada di alam dalam bentuk trigliserida, yang
merupakan ester gliseril dari Fatty Acid. Semua lemak dan minyak yang ada di dunia
mengandung trigliserida. Minyak kelapa Sawit mengandung sekitar 13,5 % gliserin,
yang tertinggi di antara lemak dan minyak komersial. Gliserin adalah produk
sampingan yang bernilai tinggi yang diperoleh dari pengolahan lemak dan minyak.
Termasuk pengolahan minyak dipetrokimia, namun Gliserin yang akan dibahas disini
adalah gliserin yang merupakan hasil sampingan dari spliting. (Syah, 2006).

Adanya air di dalam gliserin membuat kualitas gliserin menjadi turun. Hal ini
disebabkan air adalah zat yang tidak diharapkan ada didalam gliserin yang membuat
gliserin berkurang kemurniannya. Analisis kadar air dilakukan dengan metode Karl
Fisher berdasarkan prinsip elektrolisa dimana platina kembar digunakan sebagai
elektrodanya. Kemudian air akan bereaksi dengan iodine sulfur dioksida dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


adanya basa dan alkohol. Penentuan kadar air metode Karl Fischer ini akan ditentukan
konsentrasi dari pada sampel gliserin. Air akan mempengaruhi kualitas dari pada
gliserin sehingga harus diperiksa kadar airnya untuk memenuhi permintaan dari pada
konsumen.(Suarti,2008).

Gliserin dapat dihasilkan dengan mereaksikan trigliserida dengan air dan


tahap selanjutnya yang harus dilakukan adalah memisahkan Glycerine Water (Sweet
Water) dengan benda - benda yang tidak termsuk ke dalam gliserin seperti Fat dan
CPO yang ikut dari spliting. Menurut yang terjadi di lapangan bahwa kadar Gliserin
yang keluar dari Spliting hanya sekitar 18 - 21 % saja dan sisanya adalah air, Fat dan
Minyak, sehingga harus di treatment agar air, Fat dan minyak dapat terpisah. Proses
Treatment yang pertama sekali menggunakan bantuan HCl untuk menaikkan pH
kemudian menggunakan Ca(OH)2 untuk menurunkan kembali pH nya. (Prakosa,
2007 dan Suarti 2008).

Gliserin yang dihasilkan pabrik evaporasi mengandung 88 % gliserin, 9 -10 %


air dan 2 -3 % kotoran. Permintaan mutu gliserin tegantung pada pangsa pasar, bila
mutu gliserin yang dihasilkan masih kurang baik maka gliserin tersebut harus
dimurnikan dengan cara destilasi yang harus dilakukan sebanyak 2 – 3 kali tergantung
pada kemurnian dan warna yang diinginkan. (Yong, 2001).

Hasil samping proses pembuatan biodiesel berbahan baku RBDPO dan metanol dengan
katalis basa diperoleh dalam bentuk residu gliserin yang jumlahnya dapat mencapai lebih kurang 20%
dari jumlah produk (Prakoso T, 2007). Residu gliserin ini masih mengandung komponen selain
gliserin, seperti senyawa lemak, sabun, KOH dan lain-lain. Sebagai perbandingan, gliserin yang
berasal dari Palm Kernel Oil Metil Ester Plant mengandung 20,3 % gliserin, 6,6 % asam lemak
(dalam bentuk senyawa sabun) dan 64,3% garam - garam. (Yong.et al, 2001).

Residu gliserin ini bersifat sangat basa (pH ›10) merupakan cairan kental
dengan warna yang sangat gelap. Untuk dapat dimanfaatkan, residu gliserin terlebih dahulu
dilakukan pengolahan awal untuk menghilangkan bahan-bahan lain selain gliserin, sehingga diperolah
gliserin dalam bentuk gliserin kasar (Crude Gliserin). (Prakoso T, 2007).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pemurnian gliserin kasar dapat dilakukan dengan menggunakan asam sulfat atau asam
klorida. Kemudian dilakukan pengolahan selanjutnya untuk menghilangkan asam dengan
penambahan basa. Dan untuk memperoleh gliserin dengan warna yang bening maka dilakukan proses
penghilangan warna dengan penambahan arang aktif.

Menurut hasil penelitian sebelumnya oleh Hazimah dengan menggunakan asam sulfat pada
pH 2 diperoleh bahwa gliserin yang dihasilkan dari hasil pemurnian mempunyai kadar gliserin sebesar
99,1 - 99,8 %; kadar air 0,11 – 0,80 %; kadar abu 0,054 %; kadar sabun 0,56 %; keasaman 0,10 -
0,16; Klorida 1 ppm; dan Warna 34 – 45. (Hazimah, 2003).

Dari latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Perbandingan Volume Asam Klorida (HCl) 33 % Pada
Sweet Water Untuk Meningkatkan Kualitas Gliserin dari CPKO”.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh volume Asam Klorida (HCl) 33 % terhadap Sweet


Water pada pengolahan gliserin?
2. Bagaimanakah nilai kualitas Fatty Acid dan Ester (FA & E) pada Gliserin?

1.3 Pembatasan Masalah

1. Konsentrasi Asam Klorida (HCl) yang ditambahkan kedalam sweet water


sekitar 33 %.
2. Sweet water yang digunakan sebanyak 1 L
3. Penambahan volume HCl 33 % pada sweet water dengan perbandingan 0,5 %,
1,0 %, 1,5 %.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi Asam Klorida (HCl) terhadap Sweet


Water pada pengolahan Gliserin
2. Untuk mengetahui nilai kualitas Fatty acid dan Ester (FA & E) pada Gliserin

1.5 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca
dan khususnya rekan – rekan yang bekerja di pengolahan minyak sawit bahwa dengan
penambahan asam klorida (HCl) pada sweet water untuk pengolahan gliserin dapat
diketahui pengaruh asam klorida (HCl) dan nilai fatty acid dan ester (FA&E).

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisa PT. Unilever Oleochemical


Indonesia, Sei Mangke, Sumut.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu eksperimen laboratorium, adapun proses yang


dilakukan pada penelitian ini yaitu:
1. Penyediaan Sweet Water
Bahan baku dalam penelitian ini adalah Sweet water
2. Pengukuran pH
Sampel sweet water, crude gliserin, Unbleached gliserin dan refined gliserin
diukur pH nya
3. Pengukuran Saponification Equivalen
Pengukuran Saponification Equivalen dilakukan untuk 2 proses yaitu pada
sweet water dan crude gliserin. Pada proses sweet water dilakukan dengan
menambahakan NaOH pada gliserin lalu dipanaskan di atas hot plate dengan
refluks penghubung hingga mendidih dengan penambahan indikator PP,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kemudian dilakukan dengan metode titrasi dengan HCl 0,5 N. Pada proses
crude gliserin terlebih dahulu diatur pH nya 6 – 7,7 dengan penambahan NaOH
yang diteteskan, kemudian ditambahkan dengan NaOH 0,5 N lalu dipanaskan
di hot plate dengan refluks hingga mendidih, setelah itu ditambahkan indikator
PP hingga warna larutan menjadi merah lembayung dan dititrasi dengan HCl
0,5 N sampai titik akhir titrasi dari warna merah lembayung sampai tidak
berwarna.
4. Analisa FA&E (Fatty Acid dan Ester)
Analisa ini dilakukan dengan penambahan NaOH 0,5 N pada sampel dan
didihkan kemudian direfluks, setelah dingin kemudian dibilas di kondensor
dengan sedikit aquadest, erlenmeyer dilepas dari kondensor dan setelah dingin
ditambahkan dengan PP lalu dilakukan metode titrasi dengan HCl 0,5 N sampai
titik akhir titrasi dari warna merah lembayung sampai tidak berwarna.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Inti Sawit

Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu
senyawa gliserin dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam
lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat – linoleat. Lemak atau
minyak memiliki struktur trigliserida yang sama hanya berbeda dalam bentuk (wujud).
Lemak bersifat pada dan minyak bersifat cair pada suhu ruang. (Soepadiyo, 2003).

Salah satu tanaman suku palmae yang dapat menghasilkan minyak adalah
kelapa sawit. Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari daging buah kelapa sawit
disebut Crude Palm Oil (CPO) sedangkan minyak yang dihasilkan oleh inti kelapa
sawit disebut Crude Palm Kernel Oil (CPKO). Secara organoleptis CPO berwarna
kuning dan CPKO tidak berwarna atau jernih, warna minyak ditentukan oleh adanya
pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan karena asam-asam lemak dan
trigliserida masing – masing tidak berwarna, warna orange atau kuning pada CPO
disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau dan flour dalam
minyak terdapat secara alami, juga terdiri akibat adanya asam-asam lemak berantai
pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit
ditimbulkan oleh persenyawaan betaiodine. (Ketaren, 1986).

Minyak kelapa sawit dapat dimanfaatkan diberbagai industri karena memiliki


susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang cukup banyak
menggunakan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan dan
industri non pangan seperti kosmetik dan farmasi. Bahkan minyak sawit telah
dikembangkan sebagai salah satu bahan bakar. (Fauzi, Y., Widyastuti, Y.E., 2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Beberapa keunggulan minyak swit antara lain :
1. Tingkat efisien minyak sawit tinggi sehingga mampu menempatkan CPO dan
CPKO menjadi sumber minyak nabati termurah.
2. Produktivitas minyak sawit tinggi yaitu 3,2 ton/ha, sedangkan minyak kedelai,
lobak, kopra, dan minyak bunga matahari masing-masing 0,34, 0,51, 0,57, dan 0,53
ton/ha.
3. Memiliki keluwesan dan keluasan dalam ragam kegunaan baik dibidang pangan
maupun non pangan. Minyak sawit juga memiliki keunggulan dalam hal susunan
nilai gizi diantaranya kadar kolesterol dalam minyak sawit relatif lebih rendah
dibandingkan minyak nabati lainnya. Kadar kolesterol dalam CPO antara 360 – 620
ppm atau sebesar 0,001%. Sehingga minyak sawit dapat dikatakan sebagai minyak
goreng non kolestrol (kadar kolestrol rendah).
(Naibaho, P. M. 1992)

2.1.1 Komposisi Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah kulit yang
tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 – 40%. Minyak kelapa sawit adalah
lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. (Naibaho, P. M. 1992).

2.1.2 Sifat Fisika - Kimia Minyak Kelapa Sawit

Sifat fisika - kimia kelapa sawit meliputi warna, bau, dan flour, kelarutan, titik
cair dan polymorphism, titik didih (boiling point), titik pelunakan, slipping point,
bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity point). Warna minyak ditentukan
oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam
lemak dan gliserin tidak berwarna.

Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam
minyak. Bau dan flour dalam minyak terdapat seacara alami juga terjadi akibat
kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


persenyawaan betaiodine. Titik cair minyak tergantung pada asam lemak yang
terkandung dalam minyak tersebut. (Naibaho, P. M. 1992).

2.1.3 Sifat Kimia Minyak Dan Lemak

Minyak pada umumnya asam lemak jenuh dari minyak (mempunyai rantai
lurus monokarboksilat dengan jumlah atom karbon yang genap). Reaksi yang penting
pada minyak dan lemak adalah reaksi hidrolisis, oksidasi, dan hidrogenasi.
a. Hidrolisis
Dalam reaksi hidrolisis, minyak dan lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak
bebas dan gliserin. Reaksi hidrolisis yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak
atau lemak karena terdapatnya jumlah air dalam minyak atau lemak tersebut.
Minyak atau lemak dapat dihidrolisis menjadi gliserin dan asam lemak bebas karena
adanya air. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam dan enzim-enzim. Hidrolisis oleh
enzim lipase sangat penting karena enzim tersebut terdapat pada semua jaringan
yang mengandung minyak. Dengan adanya lipase, lemak akan diuraikan sehingga
kadar asam lemak bebas menjadi tinggi. Minyak yang telah terhidrolisis menjadi
berwarna coklat. Reaksi hidrolisis trigliserida menjadi gliserin dan asam lemak.
(Ketaren, 1986).
b. Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen
dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada
minyak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan tingkat
selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi
hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. (Ketaren,
1986).
c. Hidrogenasi
Hidrogenasi disebut pengerasan, menyebabkan penjenuhan / ikatan rangkap dalam
rangkain asam lemak dari trigliserida. Dua akibat yang ditimbulkan yaitu titik cair
lemak atau minyak akan naik, dan minyak atau lemak menjadi lebih stabil terhadap
ketengikan oksidatif. (Ketaren, 1986).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.1.4 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit

Akhir – akhir ini minyak kelapa sawit berperan cukup penting dalam
perdagangan dunia. Berbagai industri, baik pangan dan non pangan, banyak
menggunakan sebagai bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunaannya minyak
sawit itu, maka mutu dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan
harga nilai komoditas ini.
Didalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan
menjadi dua arti yaitu. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar
murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lainnya. Mutu minyak sawit dalam
arti yang pertama dapat menentukan dengan menilai sifat-sifatnya, antara lain titik
lebur angka penyabunan dan bilangan iodium. Sedangkan yang kedua, yaitu mutu
minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat
mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional, yang meliputi
kadar air dan kotoran, kadar asam lemak bebas, logam besi, logam tembaga, peroksida
dan ukuran pemucatan. Dalam dunia perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti yang
kedua lebih penting. (Tim Penulis, 1997).

Tabel 2.1 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit (CPKO), SNI 01-2901-2006
Standar mutu minyak CPO Maksimum Kandungan
Asam lemak bebas (FFA) 0.5 maks
Kadar Air dan Kotoran 0,5 maks
Warna Jingga kemerahan
Bilangan yodium 50-55
(Sumber: Tim Penulis, 1997)

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Minyak Kelapa Sawit

Dengan adanya peningkatan nilai ekspor maka diperlukan standard pengawasan


mutu minyak sawit untuk memberikan jaminan mutu pada konsumen. Faktor - faktor
yang mempengaruhi mutu adalah air, kotoran, asam lemak bebas, bilangan peroksida,
dan daya pemucatan. Faktor - faktor lain adalah titik cair, kandungan gliserida padat,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dan sebagainya. Semua faktor ini perlu dianalisis untuk mengetahui mutu minyak
sawit. Bagi negara konsumen yang telah maju, selalu menginginkan minyak sawit
yang benar-benar bermutu. (Naibaho, P. M, 1992).

Permintaan tersebut cukup beralasan sebab minyak sawit tidak hanya


digunakan untuk bahan baku dalam industri saja, tetapi banyak industri pangan yang
membutuhkan. Lagi pula tidak semua pabrik kelapa sawit mempunyai teknologi dan
instalasi yang lengkap, terutama yang berkaitan dengan proses penyaringan minyak
sawit. Pada umumnya penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian
proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih yang dimurnikan dengan sentrifugasi.
(Siregar Ali Basyah, 1991).

Dengan proses diatas, kotoran-kotoran yang berukuran besar biasanya


disaring akan tetapi, kotoran-kotoran serabut yang berukuran kecil tidak disaring,
hanya melayang-melayang didalam minyak sawit. Padahal alat sentrifugasi tersebut
dapat berfungsi dengan prinsip kerja perbedaan berat jenis walaupun bahan baku
minyak sawit selalu dibesihkan sebelum digunakan pada industri-industri yang
bersangkutan, namun banyak yang beranggapan dan menuntut bahwa kebersihan dan
kemurnian minyak sawit menjadi tanggung jawab produsen. Meskipun kadar ALB
dalam minyak sangat kecil, namun itu menjamin mutu minyak sawit. Kualitas minyak
sawit harus dijaga dengan cara membuang kotoran dan air. Hal ini dilakukan dengan
alat pemurnian modern. (Siregar, Ali Basyah. 1991).

CPKO dapat digunakan sebagai bahan baku industri minyak goreng, industri
sabun, dan industri margarin. Dilihat dari proporsinya, industri yang selama ini
menyerap CPKO paling besar adalah industri minyak goreng (79 %), kemudian
industri oleokimia (14 %), industri sabun (4 %), dan sisanya industri margarin (3 %).
Pemisahan CPO dan CPKO dapat menghasilkan oleokimia dasar yang terdiri atas
asam lemak dan gliserin. Secara keseluruhan proses produksi minyak sawit tersebut
dapat menghasilkan 73 % olein, 21 % stearin, 5 % palm fatty acid distillate (PFAD),
dan 0,5 % buangan. (Naibaho, P. M., 1992).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Minyak sawit kasar mengandung trigliserida sebagai penyusun utama, dan
sebagian kecil non trigliserida. Kandungan utama CPKO adalah minyak yang memiliki
komposisi antara lain asam lemak tidak jenuh, yang komposisinya adalah asam oleat
C18:1 Cis (∞-9) 40,8 %, asam linoleat C18:2 (∞-6) 11.9 % dan asam linoleat C18:3
(∞-3) 0,4 %. Kandungan asam lemak tidak jenuh diketahui efektif mengurangi kadar
kolestrol darah sedangkan asam lemak jenuhnya (asam palmitat 36,6 % dan asam
stearat 3,7 %) tidak meningkat kadar kolestrol darah. Komposisi asam lemak dan sifat
fisika kimia dari CPKO dapat dilihat dari tabel 2.2. (Trisakti, 1996).

Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak dari Crude Palm Kernel Oil (CPKO)
Asam lemak Rantai C Komposisi (%b/b)
Asam laurat 12:0 46 - 52
Asam miristat 14:0 14 - 17
Asam palmitat 16:0 6,5 - 9
Asam stearat 18:0 1 -2,5
Asam oleat 18:1 13 - 19
Asam linoleat 18:2 0,5 - 2
(Sumber: Trisaki, 1996)

Tabel 2.3 Sifat Fisika Kimia CPKO


Sifat Fisika Kimia Nilai Kandungannya
Trigliserida 95 %
Asam Lemak Bebas (FFA) 2-5%
Warna (5 ¼ “Lovibond Cell) Merah orange
Kelembaban & impurities 0.15 - 3.0
Bilangan peroksida 1 - 5.0 (meq/kg)
Bilangan anisidin 2 - 6 (meq/kg)
Kadar β carotene 500 - 700
Kadar fosfor 10 - 20 ppm
Kadar besi (Fe) 4 - 10 ppm
Kadar tokoferol 600 - 1000 ppm

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Digliserida 2–6%
Bilangan Asam 6,9 mg KOH/g minyak
Bilangan Penyabunan 224 - 249 mg KOH/g minyak
Bilangan iod (wijs) 44 - 45
Titik leleh 21 – 24ºC
Indeks refraksi (40ºC) 36,0 - 37.5
(Sumber: Tim Penulis, 2001)

2.2 Gliserin

Gliserin ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon. Jadi
tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserin dapat mengikat satu, dua, tiga
molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida dan
trigliserida. Adapun rumus molekul gliserin dapat ditunjukkan pada Gambar 1. (Austin, 1985).
CH2OH
CHOH
CH2OH
Gambar 2.1 Struktur Gliserin

Sifat fisik dari gliserin yaitu:


- Merupakan cairan tidak berwarna
- Tidak berbau
- Cairan kental dengan rasa yang manis
- Densitas 1,261
- Titik lebur 18,2°C
- Titik didih 290°C
(Austin, 1985).
Gliserin juga digunakan sebagai penghalus pada krim cukur, sabun, dalam obat
batuk dan sirup atau untuk pelembab (Hart, 1983). Gliserin ialah suatu trihidroksi
alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap karbon mempunyai gugus – OH.
Gliserin dapat diperoleh dengan jalan penguapan hati-hati, kemudian dimurnikan
dengan distilasi pada tekanan rendah. Pada umumnya lemak apabila dibiarkan lama di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


udara akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak. Hal ini disebabkan oleh proses hidrolisis
yang menghasilkan asam lemak bebas. Di samping itu dapat pula terjadi proses oksidasi
terhadap asam lemak tidak jenuh yang hasilnya akan menambah bau dan rasa yang tidak enak.
(Fauzi, 2002).

Oksidasi asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan peroksida dan selanjutnya akan
terbentuk aldehida. Inilah yang menyebabkan terjadinya bau dan rasa yang tidak enak atau tengik.
Gliserin yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak
berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis. Gliserin larut baik dalam air dan tidak
larut dalam eter. Gliserin digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik sebagai bahan
dalam preparat yang dihasilkan. Di samping itu gliserin berguna bagi kita untuk sintesis lemak di
dalam tubuh. (Kimmel, 2004).

Gliserin yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu
zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis, larut dalam air dan
tidak larut dalam eter. (Poedjiadi, 2007).

2.3 Proses Terbentuknya Gliserin

Pada umumnya, lemak atau minyak tidak terdiri dari satu macam trigliserida
melainkan campuran dari trigliserida. Trigliserida merupakan lipid sederhana dan
merupakan cadangan lemak dalam tubuh manusia. Reaksi pembentukan trigliserida
ditunjukkan pada Gambar 2.2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


O
H2C – OH H2C – O – C – R
O O
H C – OH + 3R – C – O – H Enzim Lipase HC–O–C–R + 3H2O
O
H2C – OH H2C – O – C – R
Gliserin Asam lemak Trigliserida Air

Gambar 2.2 Reaksi Pembentukan Trigliserida

Trigliserida di atas merupakan trigliserida sederhana karena merupakan triester


yang terbuat dari gliserin dan tiga molekul asam lemak yang sama. Beberapa lemak
atau minyak menghasilkan satu atau dua ikatan ester akan terputus dan dihasilkan
gliserin dan garam dari asam lemaknya. Gliserin juga dapat dihasilkan dari reaksi
hidrolisa trigliserida yang dilakukan dengan tekanan dan temperatur tinggi. Reaksi
pembentukan gliserin ditunjukkan pada gambar 2.2.
O H
H2C – O – C – R H – C – OH
O 54 – 58 bar
HC–O–C–R + 3 H2O H – C – OH + 3R – COOH
O 2250C – 2500C
H2 C – O – C – R H – C – OH
H
Trigliserida Air Gliserin Asam lemak

Gambar 2.3 Reaksi Pembentukan Gliserin

Dari reaksi kesetimbangan antara trigliserida dengan air dihasilkan gliserin dan
asam lemak. Oleh sebab itu asam lemak atau gliserin harus segera dikeluarkan.
(Ketaren, 1986).
Istilah gliserin dan gliserol seringkali digunakan secara tertukar. Walaupun
demikian, perbedaan yang tajam antara keduanya sangat terlihat. Gliserol adalah istilah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang digunakan untuk campuran murni, sedangkan gliserin berhubungan kepada
tingkat komersialnya, terlepas dari kemurniannya. Pemakaian kata gliserol dan gliserin
sering membuat orang bingung. Gliserol dan gliserin adalah sama, tetapi pemakaian
kata gliserol biasa dipakai jika kemurnian rendah (masih terkandung dalam air manis)
sedangkan pemakaian kata gliserin dipakai untuk kemurnian yang tinggi. Tetapi secara
umum, gliserin merupakan nama dagang dari gliserol. (Ketaren, 1986).

Gliserin alami pada dasarnya diperoleh sebagai produk samping di dalam


produksi asam lemak, ester lemak atau sabun dari minyak atau lemak. Di Malaysia,
gliserin dihasilkan melalui pemecahan minyak sawit atau minyak inti sawit dengan
menggunakan metode berikut :
- Penyabunan minyak / lemak dengan NaOH untuk membentuk sabun dan larutan
alkali sabun. Larutan alkali sabun yang terbentuk mengandung 4 – 20 % gliserin dan
juga diketahui sebagai sweet water atau gliserin.
- Splitting atau hidrolisis dari minyak inti sawit dibawah tekanan dan temperatur yang
tinggi untuk menghasilkan asam lemak dan sweet water. Sweet water ini
mengandung 10 – 20 % gliserin.
- Transesterifikasi dari minyak dengan metanol katalis untuk menghasilkan metal
ester. Sejak proses tidak menggunakan air, konsentrasi gliserin lebih tinggi.
(Manurung, 2006, Muchtadi, 1992 dan Perdamean, 2008).

Gliserin merupakan hasil pemisahan asam lemak. Gliserin terutama digunakan


dalam industri kosmetika antara lain sebagai bahan pengatur kekentalan sampo, obat
kumur, pasta gigi, dan sebagainya. (Fauzi, Y dan Widyastuti, Y.E., 2002).

Kadar gliserin, relative density, refractive index, kadar air, senyawa


terhalogenasi, arsenic dan logam berat adalah parameter-parameter penting yang sering
digunakan dalam perdagangan gliserin juga digunakan untuk menentukan kemurnian
dari produk. Ini merupakan suatu tes yang sulit karena gliserin bersifat sangat
hidroskopis, menyerap air dengan cepat dari sekitarnya. (Fauzi, Y dan Widyastuti,
Y.E., 2002).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Molekul gliserin mengandung gugus alkohol primer dan alkohol sekunder yang
dapat mengalami reaksi oksidasi. Pada umumnya gugus alkohol sekunder lebih suka
dioksidasi dari pada gugus alkohol primer, sehingga apabila gliserin dioksidasi maka
mula-mula akan terbentuk aldehida dan pada oksidasi selanjutnya akan membentuk
asam karboksilat (asam gliserat atau asam tartronoat).
Rumus molekul asam gliserat dan asam tartronat ditunjukkan pada gambar 2.3.

O O

C - OH C - OH

CH – OH CH – OH

CH2 - OH C – OH

Asam Gliserat Asam Tartronoat

Gambar 2.4 Struktur Asam Gliserat dan Asam Tartronat

Alkohol dengan paling sedikit satu hidrogen melekat pada karbon pembawa
gugus hidroksil dapat dioksidasi menjadi senyawa-senyawa karbonil. (Fauzi, Y dan
Widyastuti, Y.E., 2002).

Gliserin dapat dihasilkan dari berbagai hasil proses, seperti :


1. Fat splitting, yaitu reaksi hidrolisa antara air dan minyak menghasilkan gliserin dan
asam lemak.
2. Transesterifikasi lemak dengan metanol menggunakan katalis NaOCH3 (sodium
methoxide), menghasilkan gliserin dan metil ester.

Gliserin yang dihasilkan dari hidrolisa lemak atau minyak pada unit fat
splitting ini masih terkandung dalam air manis (sweet water). Kandungan gliserin
dalam air manis biasanya diuapkan untuk mendapatkan gliserol murni (gliserin).
Biasanya untuk pemurnian gliserin ini memerlukan beberapa tahap proses, seperti:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Pemurnian dengan sentrifuse
2. Evaporasi
3. Filtrasi

Tujuan dari sentrifuse ini adalah untuk menghilangkan asam lemak bebas sisa
dan kotoran padat yang masih ada dalam air. Untuk operasi ini digunakan pemisah
sentrifuse. Padatan air manis ini sangat mahal karena kadar gliserin dalam air manis
biasanya rendah yaitu sekitar 10-12 %. Pada proses recovery gliserin dari sweet water
dilakukan dengan menggunakan triple effect evaporator. (Rondang Tambun, ST, MT.,
2006).

Untuk menguapkan 1 kg air diperlukan 1,1 kg uap. Tekanan evaporator


pertama 1 atm, evaporator kedua 3 atm dan evaporator ketiga 5 atm. Pada operasi
pabrik ini, konsumsi uap dapat berkurang sampai 350 kg per 1000 kg air yang
diuapkan. Gliserin yang dihasilkan pabrik evaporasi mengandung sekitar 88 %
gliserin, 9-10 % air dan 2-3 % kotoran. Permintaan mutu gliserin tergantung pada
pangsa pasar. Bila mutu gliserin yang dihasilkan masih kurang baik maka gliserin
tersebut harus dimurnikan dengan cara destilasi. (Paham, I., 2006).

Destilasi dapat dilakukan sebanyak 2-3 kali tergantung pada kemurnian dan
warna yang diinginkan. Untuk memperoleh produk gliserin dapat dilihat pada gambar
2.4 diagram alir berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


CRUDE GLYCERINE

PRE - HEATER

ACTIVATED
DISTILLATION CARBON

WATER GLYCERINE + WATER DISTILLED


GLYCERINE

BLEACHING

FILTRATION

PHARMACEUTICAL GLYCERINE

(Sumber: Rondang Tambun, ST, MT., 2006)

Gambar 2.5 Diagram Alir Proses Pemurnian Gliserin

Refining gliserin dilakukan menggunakan destilasi dengan steam. Tekanan uap


gliserin dilakukan pada tekanan atmosfer 760 m Hg pada 270 0C. Destilasi harus dijaga
pada tekanan rendah karena gliserin akan mengalami polimerisasi pada suhu 200 oC.
(Rondang Tambun, ST, MT., 2006).

2.3 Sifat – Sifat Gliserin

Tabel 2.4 Tekanan Uap Gliserin


0
mmHg C
1 125.5
5 153.8
10 167.2
20 182.2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40 198.0
60 208.0
100 220.1
200 240.0
400 263.0
760 290.0
(Sumber: Rondang Tambun, ST, MT., 2006)

Tabel 2.5 Viskositas Gliserin


0
C Centipoise
80 32.18
90 21.2
100 14.60
110 10.48
120 7.797
130 5.986
140 4.726
150 3.823
158 3.282
167 2.806
(Sumber: Rondang Tambun, ST, MT., 2006)

Tabel 2.6 Sifat Fisika Gliserin


Molecular Weight 92.09
Boiling point 290 (760 mmHg)
Melting point 18.17 0C
Freeze point (66.7 % glycerol solution) – 46.5 0C
Specific heat 0.5795 cal/gm oC (26 0C)
Refractive index (Nd (Nd20) 1.47399
Flash point (99 % glycerol) 177 0C
Fire point (99 % glycerol) 204 0C

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Autoignition point (on platinum) 5230C
(on glass) 429 0C
Heat of combustion 397.0 kcal per gram
Surface tension 63.4 dynes cm (20 0C)
58.6 dynes cm (90 0C)
51.9 dynes cm (150 0C)
Cofficient of thermal 0.0006115 (15-25 0C Temp. interval)
Expansion 0.0006100 (20-25 0C Temp. interval)
Thermal conductivity 0.000691 cal cm deg/sec (0C)
Heat of formation 159.8 kcal/mol (25 0C)
Heat of fusion 47.5 cal/mol
Heat of vaporization 21,060 cal/mol (25 0C)
19,300 cal/mol (105 0C)
18,610 cal/mol (175 0C)
(Sumber: Rondang Tambun, ST, MT., 2006)

2.5 Penggunaan Gliserin

Pada saat ini pemakaian gliserin untuk berbagai keperluan industri sudah
sangat luas sekali. Berikut ini persentasi pemakaian gliserin untuk berbagai keperluan
industri :
 Alkyd resin : 36 %
 Cosmetic / pharmaceutical : 30 %
 Tobacco product : 16 %
 Food / beverages : 10 %
 Urethane uses : 6 %
 Explosives : 2 %

Penggunaan gliserin untuk berbagai keperluan adalah sebagai berikut :


 Kosmetik : digunakan sebagai body agent, emollient, humectant, lubricant, solven.
Biasanya dipakai untuk skin cream and lotion, shampoo and hair conditioners,
sabun dan deterjen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


 Dental cream : digunakan sebagai humectant
 Peledak : digunakan untuk membuat nitro gliserin sebagai bahan dasar peledak
 Industri makanan dan minuman : digunakan sebagai solven, emulsifier,
conditioner, freeze preventer and coating. Digunakan dalam industri minuman
anggur dan minuman lainnya.
 Industri logam : digunakan untuk pickling, quenching, stripping, electroplating,
galvanizing dan solfering.
 Industri kertas : digunakan sebagai humectant, plasticizer, softening agent, dan
lain-lain.
 Industri farmasi : digunakan untuk antibiotik, capsule dan lain-lain.
 Photography : digunakan sebagai plasticizing.
 Resin : digunakan untuk polyurethanes, epoxies, phtalic acid dan malic acid resin.
 Industri tekstil : digunakan lubricating, antistatic, antishrink, water proofing dan
flame proofing
 Tobacco : digunakan sebagai humectant, softening agent dan flavor enhancer
(Rondang Tambun, ST, MT., 2006).

2.6 Asam Klorida (HCl)

Asam adalah molekul anorganik yang melepaskan ion hidrogen (atom hidrogen
bermuatan positif) ketika ditambahkan ke air. Molekul-molekul ini cenderung pecah
(atau memisah) ketika ditambahkan ke air, dan jumlah ion hidrogen yang dilepaskan
selama proses ini akan menentukan keasaman dari larutan. (Khopkar, S.M., 1990).

Asam datang dalam dua tipe dasar yaitu asam lemah dan asam kuat. Asam
lemah terdisosiasi parsial, sedangkan asam kuat memisah sepenuhnya dalam air. Salah
satu asam kuat yang paling penting adalah asam klorida (HCl).
Asam klorida merupakan reagent pengasam yang sangat baik. Ada beberapa alasan
yang mendukung pernyataan tersebut, seperti :
 Asam klorida merupakan jenis asam kuat yang memiliki tingkat bahaya yang paling
rendah jika dibandingakan dengan jenis asam kuat lainnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


 Meskipun asam, akan tetapi di dalam senyawa tersebut terkandung ion klorida yang
tidak beracun serta tidak reaktif.
 Dalam konsentrasi menengah, asam klorida cukup stabil untuk disimpan, dan akan
terus mempertahankan konsentrasinya tersebut.
 Asam klorida merupakan salah satu dari enam asam kuat dalam kimia yang paling
sukar mengalami reaksi redoks.
 Asam klorida tersedia dalam bentuk pereaksi murni.

Asam klorida merupakan salah satu asam kuat yang tidak bewarna dan
memiliki bau seperti klorin pada konsentrasi yang lebih tinggi serta bersifat korosif.
Asam klorida merupakan salah satu senyawa kimia yang secara alami dapat dihasilkan
oleh tubuh kita, asam ini dihasilkan secara alami oleh lambung manusia yang mana zat
asam ini nantinya digunakan untuk membunuh kuman dan juga untuk mengasamkan
makanan. Dahulunya asam klorida dikenal dengan nama asam muriatik atau "Spirit Of
Salt", penamaan ini berasal dari bahan yang digunakan untuk membuat asam klorida
itu sendiri yaitu vitriol hijau atau senyawa FeSO 4 dan juga batuan garam yang banyak
mengandung senyawa NaCl. Asam klorida dapat larut dalam bentuk perbandingan
apapun di dalam air, sehingga asam ini bersifat "miscible" terhadap air. (Aftalion,
Fred, 1991).

Sifat – sifat HCl sebagai berikut:


 Jenis Senyawa : Senyawa kovalen
 Bentuk : Cairan tidak bewarna dan berbau seperti klorin pada konsentrasi yang
lebih tinggi
 Densitas : Tergantung konsentrasi, HCl 10 % = 1,048 kg/L , HCl 20 % = 1,098
kg/L, HCl 30 % = 1,149 kg/L , HCl 38 % = 1,189 kg/L (Data ini diukur pada
suhu dan tekanan standar yaitu 200C dan 1 atm).
 Titik Leleh : - HCl 10 % = -180C , - HCl 20 % = -590C , - HCl 30 % = -520C
, - HCl 38 % = -260C.
 Titik Didih : - HCl 10 % = 1030C , - HCl 20 % = 1080C , - HCl 30 % = 900C
, - HCl 38 % = 480C.
 Tingkat Kelarutan Dalam Air : larut dalam semua bentuk perbandingan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


 Massa Molekul Relatif ( Mr ) = 36,45
 Bahaya : Bersifat Korosif
 Tingkat Keasaman ( Pka ) = -6 ( Rank 4 )
 Rivalitas Basa : NaOH

2.6.1 Fungsi Asam Klorida (HCl)

Adapun fungsi asam klorida di antaranya adalah :


1. Sebagai penentu jumlah basa
Dalam proses penentuan kadar dari suatu zat atau lebih (titrasi), asam klorida dipilih
sebagai penentu jumlah basa, di mana asam yang lebih kuat akan dapat memberikan
hasil yang lebih baik karena memiliki titik akhir yang jelas.
2. Sebagai pencerna sampel-sampel analisis kimia
Asam klorida yang pekat mampu melarutkan berbagai jenis logam serta dapat
menghasilkan logam klorida dan gas hidrogen. Selain itu, asam klorida juga dapat
bereaksi terhadap senyawa dasar seperti kalsium karbonat dan tembaga oksida dan
menghasilkan klorida terlarut yang dapat dianalisis.
3. Senyawa yang digunakan dalam berbagai macam proses industri
Salah satu pemanfaatan asam klorida adalah dalam bidang industri pengolahan
logam, di mana asam klorida merupakan asam anorganik kuat yang mampu
menentukan kualitas produk yang diinginkan.
(Khopkar , S.M., 1990)

Adapun pengaplikasian asam klorida dalam berbagai proses industri di


antaranya adalah :

 Untuk mengawetkan baja


Salah satu wujud aplikasi asam klorida adalah dalam industri pengawetan baja,
di mana senyawa ini berguna untuk menghilangkan karat (kerak oksida) dari
besi atau baja sebelum mengalami proses selanjutnya seperti galvanisasi,
rolling, ekstrusi, maupu teknik-teknik lainnya. Saat ini, industri pengawetan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


baja telah melakukan bermacam-macam inovasi untuk mengembangkan proses
regenerasi dari asam klorida, seperti roaster semprot maupun regenerasi HCI
fluida yang memungkinkan terpulihkannya HCI dari limbah bekas
pengawetannya.
 Produksi senyawa organik
Asam klorida juga dipergunakan dalam berbagai produksi senyawa organik,
seperti vinil klorida dan dikloroetana untuk PVC, bisphenol A untuk
polikarbonat, asam karbonat, karbon aktif, serta berbagai produk farmasi, besi
(III) klorida dan PAC (Polialuminium Klorida) untuk pengolahan limbah,
produksi kertas, serta produksi air minum, kalsium klorida untuk aplikasi
jalan, nikel (II) klorida untuk elektro plating, Seng Klorida untuk industri
galvanis dan produksi baterai.
 Sebagai pengendali pH dan netralisasi
Dalam sebuah industri, seperti industri makanan, air minum, farmasi, dan lain
sebagainya, bahan baku yang digunakan haruslah memiliki tingkat kemurnian
yang tinggi. Dan asam klorida merupakan salah satu bahan yang digunakan
untuk mengatur pH (keasaman) larutan, misalnya Untuk mengontrol pH proses
aliran air, asam klorida yang digunakan adalah asam klorida dengan kualitas
yang tinggi, Untuk mengontrol atau menetralisir aliran limbah industri bisa
digunakan asam klorida teknis. Asam klorida ini juga dapat digunakan untuk
mengendalikan pH di kolam renang.
 Untuk regenerasi penukar ion
Penggunaan lain dari asam klorida, terutama yang memiliki kualitas yang
tinggi adalah diterapkan dalam proses regenerasi resin penukar ion. Selain itu,
asam klorida tersebut juga dapat digunakan untuk menghasilkan akua
demineralisata yang bisa didapatkan melalui proses pertukaran kation guna
memisahkan ion seperti Na+ serta Ca2+ dari larutan akuatiknya. Penerapan ini
biasanya dipergunakan dalam industri air minum, industri kimia, serta industri
makanan.
 Pengasaman sumur minyak
Hal ini telah dilakukan di dalam industri minyak di Laut Utara dengan tujuan
untuk merangsang produksi minyak. Adapun metode yang dilakukan adalah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dengan menyuntikkan asam klorida ke dalam formasi batuan sumur minyak,
melarutkan sebagian dari batu, dan menciptakan struktur berpori besar.
 Penggunaan dalam bidang industri lainnya
Tidak hanya industri-industri berskala besar seperti di atas yang memanfaatkan
asam klorida, akan tetapi jenis industri yang lainnya juga mempergunakan
asam klorida sebagai bahan baku mereka, seperti industri pengolahan kulit,
industri pemurnian garam dapur, industri pembersih rumah tangga, serta dalam
konstruksi bangunan. Selain itu, asam klorida juga digunakan dalam industri
pembuatan bata. Pengaplikasian senyawa ini adalah untuk melarutkan kalsium
karbonat guna membersihkan timbulnya kerak pada ketel serta untuk
membersihkan lumpang.

4. Sebagai salah satu senyawa yang penting dalam proses pencernaan dalam tubuh
di atas telah disebutkan bahwa asam klorida merupakan komponen utama dari asam
lambung. Itu artinya senyawa tersebut sangat diperlukan tubuh untuk membantu
proses pencernaaan makanan. Adapun fungsi asam klorida dalam lambung adalah
untuk memberikan pH optimum agar nantinya enzim-enzim yang ada pada lambung
dapat bekerja dengan normal. Salah satu contoh fungsi asam klorida dalam lambung
adalah mengubah pepsinogen menjadi pepsin sehingga pemecahan protein dalam
lambung bisa terjadi.
(Khopkar, S.M., 1990)

2.6.2 Sifat Kimia Asam Klorida (HCl)

Asam klorida (HCl) adalah asam kuat, dan terbuat dari atom hidrogen dan
klorin. Atom hidrogen dan klorin berpartisipasi dalam ikatan kovalen, yang berarti
bahwa hidrogen akan berbagi sepasang elektron dengan klorin. Ini ikatan kovalen
hadir sampai air ditambahkan ke HCl. Setelah ditambahkan ke dalam air, HCl akan
terpisah menjadi ion hidrogen (yang positif dan akan melakat pada molekul air) dan
ion klorida (yang negatif). (Vogel, 1985).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.6 Rumus Molekul Asam klorida (HCl)

HCl bening dan tidak berwarna ketika ditambahkan ke air, namun asam klorida
memiliki bau yang kuat, dan mengandung rasa asam yang khas dari kebanyakan asam.
Asam klorida mudah larut dalam air pada semua konsentrasi, dan memiliki titik didih
sekitar 1100C. (Vogel, 1985).

Asam klorida bersifat korosif, yang berarti akan merusak dan mengikis jaringan
biologis bila tersentuh. Selanjutnya, HCl dapat menyebabkan kerusakan besar internal
jika terhirup atau tertelan. Untuk alasan ini, disarankan bahwa seseorang yang
menangani HCl harus menggunakan sarung tangan, kacamata, dan masker saat bekerja
dengan asam ini. (Corominas, 1986).

2.6.3 Penggunaan Asam Klorida (HCl) Secara Komersial dan Biologis

Asam Klorida (HCl) digunakan dalam banyak proses komersial yang berbeda.
Misalnya, HCl digunakan untuk produksi baterai, yang dapat digunakan untuk
menyediakan energi listrik untuk mesin. HCl juga digunakan dalam produksi banyak
obat-obatan farmasi. Misalnya, banyak obat yang digunakan untuk mengobati tekanan
darah tinggi mengandung HCl sebagai bagian dari bahan-bahan aktif dan ini adalah
praktek yang meluas di antara perusahaan obat. HCl juga dapat digunakan dalam
produksi logam, seperti baja, di mana ia digunakan dalam pengawetan (pemurnian)
dari produk akhir. (Perdamean, M, 2008).

Dalam tubuh manusia, HCl penting untuk pemecahan makanan dalam perut.
Dalam perut, sel parietal menghasilkan HCl karena dua alasan utama. Pertama, HCl
akan membunuh bakteri dan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sistem pencernaan. Ini adalah bentuk imunitas bawaan, atau kekebalan yang hadir pada
saat lahir. Kedua, HCl digunakan oleh perut untuk mengaktifkan enzim yang memecah
protein. Kimotripsin dan pepsin adalah dua enzim ini, dan kehadiran HCl akan
memungkinkan enzim ini menjadi aktif dan mempercepat proses pencernaan. (Vogel,
1985).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bahan dan Alat


3.1.1 Bahan
1. Sweet water PT.Unilever
2. Aquadest netral (Ph 6 -7,5)
3. Larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 48% Teknis
4. Larutan Asam Klorida (HCL) 33% Teknis
5. Larutan Indikator Phenolpthalein (PP) 1% Merk
6. Natrium Meta Periodate Merk
7. Ethylen Gliserol 50% Merk
8. Larutan Asam Sulfat Merk
9. Indikator Bromthymol Blue 1% Merk

3.1.2 Alat
1. Timbangan top loading dengan akurasi 0,01 g Sartorius
2. Beaker glass 100 ml, 500 ml dan 600 ml Pyrex
3. pH meter Methrom
4. Pengaduk (spatula) Pyrex
5. Dosimat titrator dengan pengaduk magnetic Methrom
6. Erlenmeyer 500 ml Pyrex
7. Rotari evaporator Ika
8. Pipet volume 5 ml dan 20 ml Pyrex
9. Kondensor refluks Pyrex
10. Hot plate dengan kontrol panas yang bervariasi Sartorius
11. Timbangan analitik dengan akurasi 0,0001 g Sartorius
12. Labu ukur 250 ml dan 500 ml Pyrex
13. Pipet Volumetrik 50 ml Pyrex
14. Gelas ukur 250 ml Pyrex
15. Dispenset digital 10 ml dan 50 ml Brand

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.2 Prosedur
3.2.1 Pengukuran pH
1. Diukur sampel sweet water, crude gliserin, unbleached gliserin dan
gliserin sebanyak 50 ml ke dalam beaker glass 100 ml
2. Dilarutkan dengan 50 ml aquadest yang sudah netral lalu diaduk
3. Diukur pH larutan sampel

3.2.2 Pengukuran Saponification Equivalen


A. Sweet Water
1. Ditimbang sampel sebanyak 5 g ke dalam erlenmeyer 500 ml
2. Diatur pH larutan menjadi 6 – 7,5 dengan penambahan NaOH setetes demi
tetes (jika larutan bersifat asam)
3. Ditambahkan larutan Na0H 0,5 N sebanyak 20 ml
4. Dipanaskan di hot plate dengan refluks penghubung hingga mendidih selama
5 menit, lalu didinginkan
5. Ditambahkan 3 tetes indikator PP 1 % hingga warna larutan menjadi merah
lembayung
6. Dititrasi dengan HCl 0,5 N hingga warna merah lembayung menjadi hilang

7. Dicatat volume HCl 0,5 N yang terpakai


8. Dilakukan blanko dengan prosedur yang sama
9. Dilakukan perhitungan dengan rumus SE

Rumus Saponifikasi Equivqlen (SE) yaitu:


( )
Saponikasi Equivalen (SE) =

Dimana:
Vb = Volume larutan HCl yang dibutuhkan untuk titrasi blanko (ml)
Vs = Volume larutan HCl yang dibutuhkan untuk titrasi sampel (ml)
N = Normalitas HCl (N)
W = Berat sampel (g)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


B. Crude Gliserin
1. Ditimbang sampel sebanyak 20 g ke dalam erlenmeyer 500 ml
2. Diatur pH larutan menjadi 6 – 7,5 dengan penambahan NaOH setetes demi
tetes (jika larutan bersifat asam)
3. Ditambahkan larutan Na0H 0,5 N sebanyak 20 ml
4. Dipanaskan di hot plate dengan refluks penghubung hingga mendidih selama
5 menit, lalu didinginkan
5. Ditambahkan 3 tetes indikator PP 1% hingga warna larutan menjadi merah
lembayung
6. Dititrasi dengan HCl 0,5 N hingga warna merah lembayung menjadi hilang
7. Dicatat volume HCl 0,5 N yang terpakai
8. Dilakukan blanko dengan prosedur yang sama
9. Dilakukan perhitungan dengan rumus SE

Rumus Saponifikasi Equivqlen (SE) yaitu:


( )
Saponikasi Equivalen (SE) =

Dimana:
Vb = Volume larutan HCl yang dibutuhkan untuk titrasi blanko (ml)
Vs = Volume larutan HCl yang dibutuhkan untuk titrasi sampel (ml)
N = Normalitas HCl (N)
W = Berat sampel (g)

3.2.3 Analisa FA & E (Fatty Acid dan Ester)


1. Ditimbang sampel 50 g ke dalam erlenmeyer 500 ml
2. Ditambahkan 50 ml aguadest yang telah didihkan dan diaduk sampai larut
secara merata
3. Ditambahkan 5 ml larutan NaOH 0,5 N kemudian direfluks selama 5 menit
dan dibiarkan dingin beberapa saat dan dibilas kondensor dengan sedikit
aquadest
4. Erlenmeyer dilepaskan dari kondensor lalu ditutup dan dibiarkan dingin
5. Ditambahkan 3 tetes indikator PP 1% dan dititrasi dengan larutan HCl 0,5 N
sampai titik akhir titrasi dari warna pink sampai tidak berwarna

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Dijalankan blanko saat bersamaan, dengan menggunakan 50 ml aquadst
sebagai pengganti sampel
7. Dilakukan perhitungan dengan rumus FA & E
Rumus FA & E (Fatty Acid dan Ester) yaitu:
( )

Dimana :
Vb = Volume titrasi blanko (ml)
Vs = Volume titrasi sampel (ml)
N = Normalitas HCl yang terstandarisasi (N)
W = Berat sampel (g)

3.2.4 Pengukuran % Gliserin


1. Ditimbang sampel gliserin 0,3 – 0,5 g yang sebelumnya telah ditambahkan
50 ml aquadset ke dalam beaker glass 500 ml
2. Diatur pH = 8,1 untuk sampel dan blanko, jika masih asam atau basa
gunakan H2SO4 dan NaOH 0,1 N
3. Ditambahkan 50 ml H5IO6
4. Beaker glass tersebut ditutup dan disimpan dalam ruang gelap selama 20
menit
5. Ditambahkan 5 ml etilen glikol
6. Beaker glass tersebut ditutup dan disimpan dalam ruang gelap selama 30
menit
7. Diencerkan dengan aquadest hingga garis tanda 300 ml
8. Ditambahkan indikator bromthymol blue 1 %
9. Dititrasi dengan NaOH 1% hingga pH = 8,1 untuk sampel dan pH = 6,5
untuk blanko
10. Dilakukan prosedur yang sama pada blanko
11. Dilakukan perhitungan dengan rumus % gliserin

Rumus perhitungan % gliserin sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


( )
% Gliserin =

Dimana :
Vs = Volume NaOH untuk sampel (ml)
Vb = Volume NaOH untuk sampel (ml)
N = Normalitas NaOH (N)
W = Berat sampel (g)
9,209 = [(92,09 (Bm Gliserin) / 1000 (faktor konversi molar) x 100 (konversi
ke m/s)]

3.2.5 Penambahan HCl Pada Sweet Water


1. Diukur sweet water sebanyak 1 L kedalam beaker glass 2 L
2. Ditambahkan dengan HCl sedikit demi sedikit sesuai dengan
Perbandingan yang dilakukan (0,5 %, 1,0 % dan 1,5 %)
3. Dipanaskan diatas hot plate pada suhu 900C – 1100C
4. Dihomogenkan dengan stirrer
5. Didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan dimana lapisan atas adalah
Fatty acid & Ester dan lapisan bawah adalah sweet water

3.2.6 Penambahan NaOH Pada Sweet Water


1. Diukur sweet water sebanyak 1 L kedalam beaker glass 2 L
2. Ditambahkan dengan NaOH
3. Diukur pH menjadi 6 – 7,5
4. Dihentikan penambahan NaOH kedalam sweet water setelah pH
Sudah tercapai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.3 Bagan Penelitian
3.3.1 Pengukuran pH

Sampel

Diukur sample 50 ml sampel ke dalam beaker glass 100 ml


Dilarutkan dengan 50 ml aquades netral
Diaduk
Diukur pH larutan sampel

Hasil

3.3.2 Pengukuran Saponification Equivalen


A. Sweet Water

Sampel
Sampel

Ditimbang sebanyak 5 g ke dalam erlenmeyer 500 ml


Diatur pH larutan menjadi 6 – 7,5 dengan penambahan NaOH
setetes demi tetes (jika larutan bersifat asam)
Ditambahkan larutan Na0H 0,5 N sebanyak 20 ml
Dipanaskan di hot plate dengan refluks penghubung hingga
mendidih selama 5 menit lalu didinginkan
Ditambahkan 3 tetes indikator PP 1 % hingga warna larutan
menjadi merah lembayung
Dititrasi dengan HCl 0,5 N hingga warna merah lembayung
menjadi hilang
Dicatat volume HCl 0,5 N yang terpakai
Dilakukan blanko dengan prosedur yang sama

Hasil
Sampel

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


B. Crude Gliserin

Sampel
Sampel
Ditimbang sebanyak 20 g ke dalam erlenmeyer 500 ml
Diatur pH larutan menjadi 6–7,5 dengan penambahan NaOH
setetes demi tetes (jika larutan bersifat asam)
Ditambahkan larutan Na0H 0,5 N sebanyak 20 ml
Dipanaskan di hot plate dengan refluks penghubung hingga
mendidih selama 5 menit, lalu didinginkan
Ditambahkan 3 tetes indikator PP 1% hingga warna larutan
menjadi merah lembayung
Dititrasi dengan HCl 0,5 N hingga warna merah lembayung
menjadi hilang
Dicatat volume HCl 0,5 N yang terpakai
Dilakukan blanko dengan prosedur yang sama

Hasil
Sampel

AA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.3.3 Analisa FA & E (Fatty Acid dan Ester)

Sampel

Ditimbang sampel 50 g ke dalam erlenmeyer 500 ml


Ditambahkan 50 ml aguadest yang telah didihkan dan diaduk
sampai larut secara merata
Ditambahkan 5 ml larutan NaOH 0,5 N dan dididihkan
kemudian direfluks selama 5 menit dan dibiarkan dingin
beberapa saat dan dibilas kondensor dengan sedikit aquadest
Dilepaskan Erlenmeyer dari kondensor lalu ditutup dan
dibiarkan dingin
Ditambahkan 3 tetes indikator PP 1% dan dititrasi dengan
larutan HCl 0,5 N sampai titik akhir titrasi dari warna pink
sampai tidak berwarna
Dijalankan blanko saat bersamaan dengan menggunakan 50 ml
aquadest sebagai pengganti sampel

Hasil
Sampel

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.3.4 Pengukuran % Gliserin

Sampel
Sampel
Ditimbang sampel gliserin 0,3–0,5 g yang sebelumnya telah
ditambahkan 50 ml aquadset ke dalam beaker glass 500 ml
Diatur pH = 8,1 untuk sampel dan blanko, jika masih asam atau
basa gunakan H2SO4 dan NaOH 0,1 N
Ditambahkan 50 ml H5IO6
Ditutup dan disimpan beaker glass kedalam ruang gelap selama
20 menit
Ditambah kan 5 ml etilen glikol
Ditutup dan disimpan beaker glass kedalam ruang gelap selama
30 menit
Diencerkan dengan aquadest hingga garis tanda 300 ml
Ditambahkan indikator bromthymol blue 1 %
Dititrasi dengan NaOH 1% hingga pH = 8,1 untuk sampel dan
pH = 6,5 untuk blanko
Dilakukan prosedur yang sama pada blanko

Hasil
Sampel

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.3.5 Penambahan HCl Pada Sweet Water

Sampel

Diukur 1 L sampel kedalam


beaker glass 2 L
Ditambahkan HCl sedikit
demi sedikit sesuai dengan
perbandingan yang dilakukan
(0,5 %, 1,0 % dan 1,5 %)
Dipanaskan diatas hot plate
pada suhu 900C – 1100C
Dihomogenkan dengan stirrer
Diamkan hingga terbentuk 2 lapisan

Lapisan Atas / Lapisan Bawah /


Fatty Acid & Ester Sweet Water

3.3.6 Penambahan NaOH Pada Sweet Water

Sampel

Diukur sweet water sebanyak 1 L kedalam beaker


glass 2 L
Ditambahkan dengan NaOH
Diukur pH menjadi 6 – 7,5
Dihentikan penambahan NaOH kedalam sweet water
setelah pH sudah tercapai

Sampel

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Data Hasil Analisa
4.1.1.1 Hasil Analisa Sweet Water Murni Tanpa Penambahan HCl, Setelah
Penambahn HCl dan Dengan Penambahan NaOH
Tabel 4.1 Sweet Water Murni, Sweet Water Tanpa Penambahan HCl dan
Sweet Water ditambah NaOH

Perbandingan
Volume HCl Pada SE Kadar
No Sampel Sweet Water pH (Meq / 100 g) Gliserin
(%) (%)
Sweet Water
1 Murni --- 4,12 3,94 32,14

Sweet Water 0,5 3,52 1,85 32,94


2 ditambah 1,0 2,81 1,55 33,41
HCl 1,5 2,23 1,20 33,72
Sweet Water 0,5 6,61 0,89 34,03
3 ditambah 1,0 6,72 0,67 34,42
NaOH 1,5 6,86 0,32 34,78

Dimana :
Untuk Sweet water murni setelah penambahan HCl, konsentrasi HCl yang digunakan
adalah 33 % dan FA&E / SE yang terpisah dilapisan atas dibuang / diskimming secara
manual dan pH 6 – 7,5.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.1.1.2 Hasil Analisa Crude Gliserin, Unbleached Gliserin dan Refined
Gliserin
Tabel 4.2 Crude Gliserin, Unbleached Gliserin dan Refined Gliserin

Perbandingan
Volume HCl SE FA&E Kadar
No Sampel Pada Sweet pH (Meq / 100 g) (0,5N ml NaOH) Gliserin
Water 50 g (%)
(%)
Crude 0,5 6,61 3,41 86,21
1 Gliserin 1,0 6,72 2,74 --- 88,59
1,5 6,86 2,21 90,33
Unbleached 0,5 7,02 0,58 99,42
2 Gliserin 1,0 7,31 --- 0,41 99,61
1,5 7,63 0,32 99,83
Refined 0,5 6,80 0,33 99,65
3 Gliserin 1,0 7,14 --- 0,23 99,80
1,5 7,42 0,14 99,92

Dimana :
- Untuk hasil analisa Crude Gliserin dimana % gliserin = 88% minimum
- Untuk hasil analisa yang lain pada Unbleached Gliserin adalah :
pH = 6 – 8
FA&E = 0,50 maksimum
Apha Color = 40 (50 maksimum)
Moisture = 0,10 (0,20 maksimum)
Hasil Apha Color dan Moisture adalah sama pada ketiga perbandingan volume
HCl yang dilakukan
- Untuk hasil analisa yang lain pada Refined Gliserin adalah :
pH = 6 – 8
FA&E = 0,30 maksimum
% Gliserin = 99,5 % minimum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.1.2 Gambar Hasil Analisa
4.1.2.1 Gambar Hasil Analisa Sweet Water Murni, Sweet Water ditambah
HCl dan Sweet Water ditambah NaOH

a b c
Gambar 4.1 : a. Sweet Water Murni
b. Sweet Water ditambah HCl
c. Sweet Water ditambah NaOH

4.1.2.2 Gambar Hasil Analisa Crude Gliserin, Unbleached Gliserin dan


Refined Gliserin

a b c
Gambar 4.2 : a. Crude Gliserin
b. Unbleached Gliserin
c. Refined Gliserin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Asam Klorida

Penambahan asam klorida bertujuan untuk menarik fatty acid dan Ester kepermukaan
lapisan atas dalam sweet water.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
O O
R – C – OH + H2O R – C – O- + H3O +
O O
R–C–O- + HCl R – C – OH + Cl -

NaOH + HCl NaCl + H2O

Selain tujuan menarik fatty acid & Ester, penambahan asam juga untuk
mengubah sabun yang terbentuk pada reaksi pembuatan biodiesel menjadi asam lemak
bebas (Prakoso, 2007). Penambahan HCl pada gliserin menyebabkan terbentuknya 2
lapisan, seperti yang terlihat pada Gambar 4.1.A. Lapisan atas adalah asam lemak
bebas, lapisan bawah adalah gliserin dan sisa natrium klorida.

Hasil tersebut dianalisa kadar gliserinnya dan didapatkan data seperti yang
tercantum dalam Tabel 4.1. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi
pH maka kadar gliserin semakin tinggi. Nilai ini mencapai optimum pada pH 6, hal ini
disebabkan karena pada pH 6 proses hidrolisis atau pengubahan sabun menjadi asam
lemak bebasnya berjalan dengan sempurna (optimal) dibandingkan dengan pH lainnya.
Sehingga kadar gliserin yang didapatkan juga maksimal.

Pada tabel 4.1 setelah semua kondisi optimum tercapai yaitu pH 6, pada
perbandingan volume HCl 1,0 % dan waktu adsorbsi 24 jam, maka dilakukan proses
selanjutnya yaitu penguapan air, HCl dan senyawa lain yang masih terdapat dalam
gliserin menggunakan rotary evaporator.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada kondisi optimum yaitu pada pH 6,72 didapatkan kadar gliserin adalah
88,59 %, dimana kadar gliserin tersebut sesuai kadar gliserin yang dijual dipasaran
yaitu berkisar 80% - 95%. Penambahan air pada proses adsorbsi merupakan salah satu
penyebab kadar gliserin turun. Selain itu masih adanya HCl sisa atau senyawa
pengotor lain yang sulit dipisahkan dari gliserin.

Dari proses penguapan yang sudah dilakukan didapatkan produk atas sebagian
besar air dan produk bawah adalah gliserin. Dari analisa kadar gliserin yang dilakukan
didapatkan kadar gliserin meningkat tajam menjadi 88,59 %. Warna produk menjadi
kuning kecoklatan seperti yang terlihat pada Gambar 4.2.A.

Jika dibandingkan dengan crude gliserin awal, warna gliserin yang didapatkan
jauh mengalami perubahan. Dari coklat kehitaman menjadi kuning kecoklatan. Hal ini
membuktikan bahwa penambahan asam klorida dan karbon aktif mampu memisahkan
zat-zat pengotor yang terdapat dalam crude gliserin sehingga didapatkan gliserin yang
lebih murni (tinggi kadarnya).

4.2.2 Refined Gliserin (Gliserin 99%)

Dari tabel 4.2 diperoleh % gliserin yang tertinggi sebesar 99,92 pada
perbandingan volume HCl 1,5 % dengan pH 7,42 dan nilai FA & E 0,14 %. Hal ini
dikarenakan HCl yang ditambahkan setelah proses Crude Gliserin yang memiliki
gliserin 88% minimum yang didistilasi hingga % gliserin menjadi 99,5 minimum yang
disebut dengan Unbleached Gliserin. Dapat dilihat pada gambar 4.2.C hasil refined
gliserin warna yang diperoleh menjadi jernih.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan :


1. Kadar gliserin pada sweet water meningkat dimana dengan volume HCl 0,5 %
diperoleh kadar gliserin sebesar 99,65 %, pada volume HCl 1,0 % diperoleh kadar
gliserin sebesar 99,80 % dan pada volume HCl 1,5 % diperoleh kadar gliserin
sebesar 99,92 %.
2. Penambahan asam klorida (HCl) 33 % pada sweet water berpengaruh pada proses
pengolahan gliserin dengan volume 0,5 % diperoleh nilai FA & E 0,33, pada
volume 1,0 % diperoleh nilai FA & E 0,23 dan pada volume 1,5 % diperoleh nilai
FA & E 0,14.

5.2 Saran

Untuk peneliti selanjutnya dapat dilakukan penelitian pemurnian gliserin dengan


penambahan asam Posfat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Aftalion, Fred., 1991. A History Of The Internasional Chemical Industry. Philadelphia


: University of Pennsylvania press

Austin, J.W., 1996. Industri Proses Kimia, Jilid 1, Edisi 5. Jakarta: Erlangga

Corominas, L.F., 1986. Assosiation Of Analitic Chemistry, Determination Of Biuret In


Urea and Mixed Fertilizer by Cupric Ion Selective Electrode. Volume 69. No
1.Washington: Mc.Graw Hill

Fauzi, Y., Widyastuti, Y. E., Satyawibawa, I., Paeru, R. H. 2012. Kelapa Sawit.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Hart, H., 2003. Kimia Organik. Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga

Kamel, B.S., 1991. Emulsifier. Dalam J.Smith (ed). Food Additive Users Handbook.
Glasgow: Blackie Academic & Profesional

Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak. Penerbit UI – Press,
Jakarta

Khopkhar, SM., 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit UI – Press, Jakarta

Manurung, R., 2006. Transesterifikasi Minyak Nabati. Jurnal Teknologi Proses


Departemen Teknik Kimia, Teknik USU

Muchtadi., 1992. Karakteristik Komponen Intrisik Utama Buah Sawit (Elais Guinensis
Jacq) Dalam Rangka Optimalisasi Proses Ekstraksi Minyak Dan Pembuatan
Pro Vitamin A, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor

Naibaho, P. M., 1992. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa
Sawit Medan

Pahan.I., 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Manajemen Agrobisnis Dari Hulu
Hingga Hilir, Penerbit Penebar Swadaya

Pardamean, M., 2008. Panduan Lengkap Pengolahan Kelapa Dan Pabrik Kelapa
Sawit, Penerbit Agro Media Pustaka, Jakarta

Poedjiadi, A., 2006. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press

Prakoso, T., H. Sirait., & Bintaroe, 2007, Pemurnian Hasil Samping Produksi
Biodiesel, Prosiding Konferensi Nasional Pemanfaatan Hasil Samping Industri
Biodiesel dan Industri Etanol serta Peluang Pengembangan Industri
Integratednya, Jakarta, hal 267 - 275
Rondang Tambun, ST, MT. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia, USU, Medan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Suarti, B., 2008. Pembuatan Shortening Yang Mengandung C12 – C18 Melalui
Reaksi Gliserolisis Terhadap Campuran Minyak Inti Sawit Dan Stearin,
Medan: FMIPA, Kimia - USU

Soepadiyo, Mangoensokarjo., 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit.


Penerbit UGM – Press, Yogyakarta

Tim Penulis., 2001. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya, Jakarta

Trisakti, B., 1992. Esterifikasi Asam Lemak Bebas Yang Dikandung Minyak Inti Sawit
dengan Metanol Menggunakan Katalis Berbentuk Padat, Bandung: Program
Pasca Sarjana ITB

Vogel., 1985. Analisis Anorganik Kuantitatif. PT Kalman Media Pustaka : Jakarta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN

1. Hasil Analisa Sweet Water Murni Tanpa Penambahan HCl


pH = 4,12
( )
SE = = 3,94 Meq/100 g
( )
% Gliserin = = 32,14 %

Dimana kadar gliserin di Sweet Water minimal 20 %

2. Hasil Analisa Sweet Water Setelah Ditambah HCl


Perbandingan Volume HCl Pada Sweet Water
a. HCl 0,5 %
pH = 3,52
( )
SE = = 1,85 Meq / 100 g
( )
% Gliserin = = 32,94%

b. HCl 1,0 %
pH = 2,81
( )
SE = = 1,55 Meq / 100 g
( )
% Gliserin = = 33,41%

c. HCl 1,5 %
pH = 2,23
( )
SE = = 1,20 Meq / 100 g
( )
% Gliserin = = 33,72%

Dimana : Konsentrasi HCl yang digunakan adalah 33%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Hasil Analisa Sweet Water Setelah Ditambah NaOH
Perbandingan Volume HCl Pada Sweet Water
a. HCl 0,5 %
pH = 6,61
( )
SE = = 0,89 Meq / 100 g
( )
% Gliserin = = 34,03%

b. HCl 1,0 %
pH = 6,72
( )
SE = = 0,67 Meq / 100 g
( )
% Gliserin = = 34,42%

c. HCl 1,5 %
pH = 6,86
( )
SE = = 0,32 Meq / 100 g
( )
% Gliserin = = 34,78%

Dimana : Konsentrasi NaOH yang digunakan adalah 48%

4. Hasil Analisa Crude Gliserin


Perbandingan Volume HCl Pada Sweet Water
a. HCl 0,5 %
pH = 6,61
( )
SE = = 3,41 Meq / 100 g
( )
% Gliserin = = 86,21%

b. HCl 1,0 %
pH = 6,72
( )
SE = = 2,74 Meq / 100 g

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


( )
% Gliserin = = 88,59 %

c. HCl 1,5 %
pH = 6,86
( )
SE = = 2,21 Meq / 100 g
( )
% Gliserin = = 90,33 %

5. Hasil Analisa Unbleached Gliserin


Perbandingan Volume HCl Pada Sweet Water
a. HCl 0.5 %
pH 7,02
( – )
FA & E = = 0,58 (0,5 N ml NaOH / 50 g)
( – )
% Gliserin = = 99,42 %

b. HCl 1,0 %
pH 7,31
( – )
FA & E = = 0,41 (0,5 N ml NaOH / 50 g)
( – )
% Gliserin = = 99,61 %

c. HCl 1,5 %
pH 7,63
( – )
FA & E = = 0,32 (0,5 N ml NaOH / 50 g)
( – ) )
% Gliserin = = 99,83 %

Dimana : Target pH = 6 – 8 dan FA&E = 0,50 Maksimum


- Untuk hasil analisa yang lain pada Unbleached Gliserin adalah:
Apha Color = 40 (50 Maksimum)
Moisture = 0,10 (0,20 Maksimum)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


- Hasil Apha Color dan Moisture adalah sama pada ketiga perbandingan volume
HCl pada sweet water yang dilakukan

6. Hasil Analisa Refined Gliserin (99%)


Perbandingan Volume HCl Pada Sweet Water
a. HCl 0,5 %
pH = 6,80
( – )
FA & E = = 0,33 (0,5 N ml NaOH / 50 g)

( – ) )
% Gliserin = = 99,65 %

b. HCl 1,0 %
pH = 7,14
( – )
FA & E = = 0,23 (0,5 N ml NaOH / 50 g)

( – ) )
% Gliserin = = 99,80 %

c. HCl 1,5 %
pH = 7,42
( – )
FA & E = = 0,14 (0,5 N ml NaOH / 50 g)

( – ) )
% Gliserin = = 99,92 %

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai