PENDAHULUAN
Seperti yang telah kita tahu, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di
dunia. Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau yang tersebar serta dibagi menjadi 33
provinsi yang ada. Akan sangat tidak efektif apabila negara kepulauan seperti Indonesia
memiliki pemerintahan yang hanya terpusat pada pemerintah pusat saja. Maka dibuatlah
sistem otonomi daerah supaya jalannya pemerintaha di Indonesia dapat berjalan lebih
efektif lagi.
Dengan adanya otonomi daerah, maka setiap daerah yang ada di Indonesia dapat
membuat kebijakan masing-masing daerah mereka sendiri, tetapi tidak bertentangan
dengan UUD 1945 serta tetap berdasar pada Pancasila. Walaupun diadakan sistem
otonomi, tetapi pemerintahan Indonesia tetaplah terpusat pada pemerintah pusat yang
berkedudukan di ibukota.
PEMBAHASAN
Istilah otonomi secara etimologi berasal dari bahasa Latin yaitu “autos” yang
berarti “sendiri”, dan “nomos” yang berarti “aturan”. Sehingga otonomi diartikan
pengaturan sendiri, mengatur atau memerintah sendiri. Dalam Undang-Undang No32
Tahun 2004 Pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut
Suparmoko mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat.
Pengertian otonomi daerah mulai pada masa orde baru, otonomi daerah sendri
pada asas orde baru lahir tengah gejolak tuntutan daerah terhadap berbagai kewenangan
yang selama 20 tahun pemerintahan orde baru menjalankan mesin sentralistiknya.
Kebijakan otonomi daerah yang demikian itu merupakan kebijakan Negara yang
mendasari penyelenggaraan organisasi dan manajemen pemerintahan daerah. Artinya,
seluruh kebijakan dan kegiatan pemerintahan serta kebijakan dan kegiatan pembangunan
di daerah dilaksanakan menurut arah kebijakan yang ditetapkan dalam kebijakan Negara
tersebut. Pelaksanaan otonomi daerah itu tentu saja bukan sekedar membincangkan
mekanisme bagaimana menterjemahkan tujuan-tujuan policy, policy menurut Oxford
Dictionaries, policy adalah “a course or principle of action adopted or proposed by an
organization or individual” yang maksudnya haluan atau prinsip tindakan yang ditetapkan
atau diusulkan oleh organisasi atau individu. Policy atau kebijakan adalah suatu keputusan
yang ditetapkan mengenai sebuah kesepakatan diantara individu atau organisasi.
1. Faktor internal yang didorong oleh berbagai protes atas kebijakan poitik
sentralisme di masa lampau.
2. Faktor eksternal yang di pengaruhi oleh dorongan internasional terhadap
kepentingan investasi terutama untuk efisiensi dari biaya investasi yang tinggi
sebagai akibat korupsi dan rantai birokrasi yang panjang.
Namun demikian, otonomi daerah juga tidak sepi dari kritik beberapa di antaranya
adalah, masalah yang berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan yang di tandai dengan
korupsi “berjamaah” di berbagai kabupaten dan propinsi atas alasan apapun. Bukan hanya
modus operandinya yang berkembang, tetapi juga pelaku, jenis, dan nilai yang dikorupsi
juga menunjukkan tingkatan yang lebih variatif dan intensif dari masa sebelum otonomi
diberlakukan.
Akibatnya posisi dan peran pemerintah menjadi sekunder dan kurang diberi tempat
dari kabupaten menjalankan kebijakan-kebijakannya tidak hanya menyangkut hubungan
antara provinsi dan kabupaten tetapi juga antara kabupaten dengan kabupaten,
keterpaduan pembangunan untuk kepentingan satu kawasan seringkali macet akibat dari
egoisme lokal terhadap kepentingan pembangunan wilayah lain. Konflik lingkungan atau
sumberdaya alam yang kerap terjadi antar kabupaten adalah gambaran bagaimana
otonomi hanya dipahami oleh kabupaten secara sempit dan primordial.
Dilihat dari proses penyusunan revisi, paling tidak ada dua catatan yang dibawa
oleh UU yang baru UU No 32 Tahun 2004 yakni, proses penyusunan yang tergesa-gesa
dan tertutup di tengah-tengah rakyat sedang melakikan hajatan besar pemilu. Padahal UU
otonomi daerah adalah kebijakan yang sangat penting dan menyangkut tentang kualitas
pelaksanaan partisipaso rakyat dan pelembagaan demokrasi. UU tersebut disusun oleh
DPR hasil pemilu 2004 dimana pada waktu penyusunan revisi tersebut anggota DPR
sudah mau demisioner tanggal 29 September 2004 bersamaan dengan berakhirnya masa
jabatan angota DPR periode 1999-2004.
Pergantian UU No.5 Tahun 1974 menjadi UU No.22 Tahun 1999 adalah adanya
perubahan mendasar pada format otonomi daerah dan substansi desentralisasi. Prinsip
yang dipakai dalam pemberian otonomi kepada daerah bukan lagi otonomi yang riil dan
seluas-luasnya tetapi otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.Perkembangan otonomi
tentang otonomi daerah di Indoneisa selalu mengalami perubahan dalam rangka
menerapkan otonomi daerah yang secara formal sudah berlangsung sejak tanggal 18
agustus 1945.
Mengenai asas-asas yang ada di dalam otonomi daerah antara lain sentralisasi,
dekonsentrasi, desentralisasi, dan tugas pembantuan atau medebewind. Sentralisasi sendri
berasal dari bahasa Inggris yang berakar dari kata Centre yang artinya adalah pusat atau
tengah. Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil
manajer atau yang berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sentralisasi
banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah.
Sentralisasi adalah seluruh wewenang terpusat pada pemerintah pusat.
1. Keadilan Nasional
2. Mendorong pemberdayaan masyarakat.
3. Menjaga hubungan baik diantara pusat dengan daerah, antar pusat, dan juga antar
daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
4. Pemerataan wilayah daerah.
5. Guna mengembangkan kehidupan yang demokrasi.
6. Guna mengembangkan peran serta juga fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD).
7. Guna meningkatkan pelayanan masyarakat yang semakin baik.
8. Guna meningkatkan peran masyarakat didalam menumbuhkan prakarsa serta juga
kreativitas.
1. Tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah ialah upaya untuk dalam
mewujudkan demokratisasi politik dengan melalui partai politik dan juga DPRD.
2. Tujuan administratif dalam pelaksanaan otonomi daerah ini ialah adanya pembagian
urusan pemerintahan antara pusat dengan daerah, termasuk pembaharuan manajemen
birokrasi pemerintahan di daerah, dan juga sumber keuangan.
3. Tujuan ekonomi dalam pelaksanaan otonomi daerah ialah terwujudnya peningkatan
indeks pembangunan manusia ialah sebagai sarana peningkatan kesejahteraan
masyarakat Indonesia.
1. Dekonsentrasi
Desentralisasi dalam bentuk dekonsentrasi, pada hakikatnya hanya merupakan
pembagian kewenangan dan tanggungjawab administratif antara departemen pusat
dengan pejabat pusat dilapangan. Jadi dekonsentrasi itu hanya berupa pergeseran
volume pekerjaan dari departemen pusat kepada perwakilannya yang ada di
daerah, tanpa adanya penyerahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau
keleluasaan untuk membuat keputusan.
2. Delegasi
Delegation to semi autonomous sebagai bentuk kedua yang disebut oleh
Rondinellil adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan
manajerial untuk melakukan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi yang
tidak secara langsung berada dibawah pengawasan pemerintah pusat. Terhadap
organisasi semacam ini pada dasarnya diberikan kewenangan semi independen
untuk melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya. Bahkan kadang-kadang
berada diluar ketentuan yang diatur oleh pemerintah pusat, karena bersifat lebih
komersial dan mengutamakan efisiensi dari pada prosedur birokratis dan politis.
Hal ini biasanya dilakukan terhadap suatu badan usaha publik yang aditugaskan
melaksanakan proyek tertentu, seperti telekomunikasi, listrik, bendungan, dan
jalan raya.
3. Devolusi
Devolusi merupakan bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif, yang merujuk
pada situasi dimana pemerintah pusat mentransfer kewenangan untuk
pengambilan keputusan, keuangan dan manajemen kepada unit otonomi
pemerintah daerah.
4. Privatisasi
Bentuk terakhir dari desentralisasi menurut Rondinelli adalah privatisasi
(transfer of function from government to non government instutions). Privatisasi
adalah suatu tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan-
badan sukarela, swasta, dan swadaya masyarakat, tetapi dapat pula merupakan
peleburan badan pemerintah menjadi badan usaha swasta. Misalnya, BUMN dan
BUMD dilebur menjadi PT.
2.6 Pembagian Urusan Pemerintahan
Pendidikan;
Kesehatan;
Lingkungan hidup;
Pekerjaan umum;
Penataan ruang;
Perencanaan pembangunan;
Perumahan;
Kepemudaan dan olahraga;
Penanaman modal;
Koperasi dan usaha kecil dan menengah;
Kependudukan dan catatan sipil;
Ketenagakerjaan;
Ketahanan pangan;
Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
Keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
Perhubungan;
Komunikasi dan informatika;
Pertanahan;
Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
Otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah,perangkat
daerah, kepegawaian, dan persandian;
Pemberdayaan masyarakat dan desa;
Sosial;
Kebudayaan;
Statistik;
Kearsipan; dan
Perpustakaan.
Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.11 Pembagian urusan dalam
kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah pada tingkat Provinsi, Kabupaten,
dan Kota merupakan batasan dalam pelaksanaan otonomi daerah yang riil dan nyata,
sehingga tidak adanya pengambilan urusan yang bukan dari kewenangannya dan tidak
mengakibatkan konflik vertikal antara lembaga-lembaga yang ada, karena ada batasan-
batasan urusan yang menjadi kewenangan.
Demokratisasi di Indonesia telah bergulir semenjak tahun 1998. Salah satu poin
penting dalam proses ini adalah adanya desentralisasi kewenangan. Dengan tajuk otonomi
daerah, beberapa kewenangan yang semula dipegang pemerintah pusat pun diberikan
kepada pemerintah kabupaten/kota. Salah satu kewenangan yang terdesentralisasi dalam
kerangka otonomi daerah adalah peluang untuk melakukan kerja sama internasional.
Undang-undang Nomor 32tahun 2004 pasal 42 menyebutkan tentang tugas dan wewenang
DPRD untuk mengawasi,memberikan pendapat dan pertimbangan serta menyetujui
rencana kerjasama internasional yang diajukan oleh pemerintah.
Perubahan utama adalah pembatasan kekuasaan presiden menjadi dua kali lima
tahun masa jabatan. Ini mencegah terpilihnya seseorang menjadi presiden seumur hidup,
seperti yang terjadi pada masaOrde Lama atau seseorang berulang kali diangkat menjadi
presiden, seperti yang terjadi pada masa Orde Baru. Amandemen konstitusi memberikan
kesempatan lebih luas pada rakyat untuk memilih presiden dan wakil presidennya secara
langsung. MPR pun kinimenjadi lembaga bichamberal dengan adanya institusi Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). Selain itu, juga dibentuk lembaga baru seperti Mahkamah
Konstitusi yang bertugas sebagai lembaga pemberi tafsir pertama dan terakhir tentang
konstitusi Indonesia.Demikianlah proses demokratisasi yang terus bergulir di Indonesia.
Pada masa pemerintahan Soeharto, pilkada lebih banyak ditentukan oleh penguasa
di Jakarta. Proses pemilihan kepala daerah dalam UU No. 5/1974 menyatakan bahwa
DPRD berperan untuk memilih dari tiga sampai lima orang kandidat. DPRD kemudian
menyampaikan hasil pilihan itu kepada Mendagri, dengan syarat harus ada minimal dua
orang calon yang disampaikan DPRD ke Mendagri. Mendagri yang kemudian akan
memilih siapa yang menjadi kepala daerah. Kasus-kasus yang terjadi dilapangan
menunjukkan bahwa proses ini membuka peluang intervensi oleh pemerintah pusat. Pada
tahun 1985, kandidat nomor satu Gubernur Riau, Ismail Suko, dikalahkan oleh Imam
Munandar yang merupakan nomor dua. Begitu juga dalam pemilihan Bupati Sukabumi,
kandidat nomor dua-lah yang terpilih sebagai bupati. Ini menunjukkan besarnya tingkat
intervensi pusat ke daerah.
Tidak hanya mencerminkan intervensi pusat, pilkada di masa Orde Baru jugasarat
dengan intervensi TNI. Pada tahun 1973, TNI menempatkan anggotanya sebagai 22orang
gubernur dari 26 provinsi di Indonesia. Sampai tahun 1998/1999, TNI masihmenguasai
posisi kepala daerah. Dari 329 orang bupati/walikota, 122 orang di antaranya memiliki
labar belakang TNI. Dari 27 orang gubernur di Indonesia, 15 orang di antaranya berlatar
belakang TNI.
UU No. 22/1999 kemudian mengubah sistem pemilihan kepala daerah, Undang-
undang ini menyatakan bahwa kewenangan untuk memilih kepala daerah dan wakilkepala
daerah ada pada DPRD. Siapapun pasangan calon yang memenangkan pemilihan di
tingkat DPRD secara otomatis menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah.Pemerintah
pusat hanya berwenang untuk mengesahkan hasil yang telah disepakati didaerah.
Terbitnya UU No. 32/2004 semakin mengubah mekanisme pemilihan kepaladaerah. Kini,
kuasa untuk memilih kepala daerah berada di tangan masyarakat secaralangsung. Pada
bulan Juni 2005, menyusul disahkannya undang-undang ini, dilaksanakan pilkada di 170
kabupaten/kota dan enam provinsi.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah otonomi secara etimologi berasal dari bahasa Latin yaitu “autos” yang
berarti “sendiri”, dan “nomos” yang berarti “aturan”. Sehingga otonomi diartikan
pengaturan sendiri, mengatur atau memerintah sendiri. Dalam Undang-Undang No32
Tahun 2004 Pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi
Daerah berlaku karena dilatarbelakangi oleh hal-hal yang menyebabkan harus
diberlakukannya Otonomi Daerah. Otonomi Daerah mempunyai prinsip dan tujuan dalam
pelaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah_di_Indonesia
https://www.academia.edu/9760903/Analisa_Kasus_Permasalahan_Otonomi_Daerah_di_Indo
nesia?auto=download
http://pastime-net.blogspot.com/2018/02/makalah-implementasi-penerapanotonomi.html
https://www.academia.edu/733658/Pengaruh_Demokratisasi_dan_Otonomi_Daerah
https://pemerintah.net/pembagian-urusan-pemerintahan-daerah-uu-no-232014/
Srijanti, dkk. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa. Jakarta : Graha Ilmu.